Anda di halaman 1dari 19

TUGAS

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PENYAKIT CKD (Chronic Kidney Disease)

Di susun oleh :

Kelompok I

1. Ambar Prasetyo
2. Dean Febriawan
3. Dea Musyarofah
4. Lenrima Hippal Manullang
5. Lu’lu Lailatifa
6. Marisah Nurlaela
7. Yossi Maelani

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN
TAHUN 2022 – 2023
1. Konsep Medis Penyakit CKD
a. Pengertian Penyakit CKD
Secara definisi, penyakit ginjal kronik disebut juga sebagai Chronic
Kidney Disease (CKD). Penyakit ginjal kronik atau penyakit gagal ginjal
stadium akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible dimana kemapuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit sehingga
menyebabkan uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer and Bare, 2013).

CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel,
dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)

Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan


etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
irreversibel dan progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk dalam Dwy Retno
Sulystianingsih, 2018).

b. Etiologi Penyakit CKD


Menurut Brunner and Sudarth, 2017, gagal ginjal kronik dapat disebabkan
oleh :
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik (Infeksi saluran kemih),
glomerulonefritis (penyakit peradangan). Pielonefritis adalah proses
infeksi peradangan yang biasanya mulai di renal pelvis, saluran
ginjal yang menghubungkan ke saluran kencing (ureter) dan
parencyma ginjal atau jaringan ginjal. Glomerulonefritis disebabkan
oleh salah satu dari banyak penyakit yang merusak baik glomerulus
maupun tubulus. Pada tahap penyakit berikutnya keseluruhan
kemampuan penyaringan ginjal sangat berkurang.
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis. Disebabkan karena
terjadinya kerusakan vaskulararisasi di ginjal oleh adanya peningkatan
tekanan darah akut dan kronik.
3. Gangguan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif. Disebabkan oleh
kompleks imun dalam sirkulasi yang ada dalam membrane basalis
glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Penyakit peradangan kronik
dimana sistem imun dalam tubu menyerang jaringan sehat, sehingga
menimbulkan gejala diberbagai organ.
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal. Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista
multiple, bilateral, dan berekspansi yang lambat laun akan
mengganggu dalam menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan, semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi
ginjal sehingga ginjal akan menjadi rusak.
5. Penyakit metabolik misalnya DM (Diabetes Mellitus), gout,
hiperparatiroidisme, amiloidosis. Penyebab terjadinya ini dimana
kondisi genetik yang ditandai dengan adanya kelainan dalam proses
metabolisme dalam tubuhakibat defisiensi hormon dan enzim. Proses
metabolisme ialah proses memecahkan karbohidrat protein, dan lemak
dalam makanan untuk menghasilkan energi.
6. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.
Penyebab penyakit yang dapat dicagah bersifat refersibel, sehingga
penggunaan berbagai prosedur diagnostik.
7. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah yaitu
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra
8. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis. Merupakan
penyebab gagal ginjal dimana benda padat yang dibentuk oleh
presipitasi berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih

c. Manifestasi Klinis Penyakit CKD


Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan adanya
gangguan yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam
peran sirkulasi memiliki fungsi yang banyak (organ multifunction),
sehingga kerusakan kronik secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan
gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda
dan gejala yang ditunjukan oleh gagal ginjal kronis.
1. Kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema (kaki,tangan dan sacrum,
edema periorbital, gesekan pericardium, pembesaran vena-vena di
leher, perikarditis, temponade pericardium, hiperkalemia,
hiperlipidemia.
2. Integumen: warna kulit keabu-abuan, kulit kering dan gampang
terkelupas, pruritus berat, ekimisis, purpura, kuku rapuh, rambut kasar
dan tipis.
3. Paru-paru: ronkhi basah kasar (krekels, spuntum yang kental dan
lengket, penurunan reflex batuk, nyeri pleura, sesak napas, takipnea,
pernapasan kussmaul, pneumonitis uremik.
4. Saluran cerna: bau ammonia ketika bernapas, pengecapan rasa logam,
ulserasi dan perdarahaan mulut, anoreksia, mual dan muntah.
Cegukan konstipasi, atau diare, perdarahan pada saluran cerna.
5. Neurologik: kelemahan dan keletihan, konfusi, ketidakmapuan
berkonsentrasi, disorientasi, tremor, kejang, asteriksia, tungkai tidak
nyaman, telapak kaki terasa terbakar, perubahan perilaku.
6. Muskuluskeletal: kram otot, kehilangan kekuatan otot, osteodigrafi
ginjal, nyeri tulang, fraktur, tungkai kaki.
7. Reproduksi: amenorea, atrofi testis, ketidaksuburan, penurunan libido.
8. Hematologi : anemia, trombositopenia (Brunner & Suddarth, 2013)

d. Klasifikasi Penyakit CKD


Menurut National Kidney Foundation (2016) membagi 5 (lima) stadium
penyakit ginjal kronik yang ditentukan melalui perhitungan nilai
Glomerular Filtration Rate (GFR) meliputi:
1. Stadium I; Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat
(>90ml/min/1,73 m2). Fungsi ginjal masih normal tapi telah terjadi
abnormalitas patologi dan komposisi dari darah dan urine.
2. Stadium II; Kerusakan ginjal. Fungsi ginjal menurun ringan dan
ditemukan abnormalitas patologi dan komposisi dari darah dan urine.
3. Stadium III; Penurunan GFR Moderat (30-59ml/min/1,73 m2) .
Tahapan ini terbagi lagi menjadi tahapan IIIA (GFR 45-59) dan
tahapan IIIB (GFR 30-44). Pada tahapan ini telah terjadi penurunan
fungsi ginjal sedang
4. Stadium IV; Penurunan GFR Severe (15-29 ml/min/1,73 m2). Terjadi
penurunan fungsi ginjal yang berat. Pada tahapan ini dilakukan
persiapan untuk terapi pengganti ginjal.
5. Stadium V; End Stage Renal Disease (GFR<15 ml/min/1,73m2),
merupakan tahapan kegagalan ginjal tahap akhir. Terjadi penurunan
fungsi ginjal yang sangat berat dan dilakukan terapi pengganti ginjal
secara permanen. Menghitung laju GFR dapat dilakukan dengan
perhitungan berikut : GFR laki laki = (140 - umur) x kg BB / (72 x
serum kreatinin) GFR perempuan = (140 - umur) x kgBB x 0,85 / (72
x serum kreatinin).

e. Patofisiologi Penyakit CKD


Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya bergantung pada
penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Ginjal mempunyai kemampuan untuk
beradaptasi, pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons)
sebagai upaya kompensasi, yang di perantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, kemudian terjadi
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas
aksis reninangiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi
terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin- aldosteron, sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-
β) Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemi, dislipidemia. (Basuki, 2019).

f. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik pada sistem ginjal menurut (Priscilla LeMone,
2016) yaitu :
1. Hemoglobin; Pemeriksaan darah ini digunakan untuk memeriksa kadar
protein yang ada di dalam sel darah merah. Nilai normalnya : untuk
pria 14-18 g/dl, dan untuk perempuan 12-16 g/dl.
2. Albumin; Pemeriksaan darah ini digunakan untuk memeriksa fungsi
organ ginjal. Nilai normalnya : 3,4-5,4 g/dl.
3. Nitrogen Urea Darah (BUN); Pemeriksaan darah ini mengukur urea.
Nilai normalnya : 5-25 mg/dl.
4. Kreatinin (Serum); Pemeriksaan darah ini digunakan untuk
mendiagnosis disfungsi ginjal. Kreatinin adalah sisa pemecahan otot
yang diekskresikan oleh ginjal. Perbandingan nilai normal
BUN/kreatinin yaitu 10:1. Nilai normal : serum 0,5-1,5 mg/dl.
5. Klirens Kreatinin; Pemeriksaan urine 24 jam untuk mengidentifikasi
disfungsi ginjal dan memonitor fungsi ginjal. Nilai normal :
85-135/menit.
6. Sistasin C; Pemeriksaan darah ini dapat digunakan untuk alternatif
pemeriksaan kreatinin guna melakukan skrining dan memonitor ginjal
pada orang yang diduga mengalami penyakit ginjal. Sistain C
merupakan inhibitor proteinase sistein yang disaring oleh ginjal.
7. CT Scan Ginjal; CT scan digunakan untuk mengevaluasi ukuran
ginjal, tumor, abses, massa suprarenal dan obstruksi
8. Sistometogram (CMG, cystometogram) / (Sistogram berkemih);
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi kapasitas kandung
kemih dan fungsi neuromuskular kandung kemih, tekanan uretra, dan
penyebab disfungsi kandung kemih.
9. GFR terukur (estimed GFR, eGFR); GFR terukur dianggap sebagai
cara yang paling akurat mendeteksi perubahan fungsi ginjal. Nilai
normal : 90-120 ml/menit.
10. IVP (intravenous pyelogram); IVP merupakan pemeriksaan radiologi
yang dilakukan untuk memvisualisasikan seluruh saluran ginjal untuk
mengidentifikasi ukuran, bentuk, dan fungsi ginjal yang abnormal.
11. MRI ginjal; MRI digunakan untuk memvisualisasikan ginjal dengan
mengkaji gelombang frekuensi radio dan perubahan medan magnetik
yang ditunjukkan pada layar komputer.
12. Scan kandung kemih ultrasonik portable; Pemeriksaan ini digunakan
untuk mendapatkan informasi mengenai urine residu.
13. Erteriogram atau angiogram ginjal; Pemeriksaan radiologi ini
dilakukan untuk memvisualisasikan pembuluh darah ginjal guna
mendeteksi stenosis arteri renalis, trombosis atau embolisme ginjal,
tumor, kista.
14. Biopsi ginjal; Biopsi ginjal dilakukan untuk menentukan penyebab
penyakit ginjal, mencegah terjadinya metastasis kanker ginjal, atau
bila ada penolakan dengan transplantasi ginjal.
15. Scan ginjal; Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi aliran
darah, lokasi, ukuran, dan bentuk ginjal, serta untuk mengkaji perfusi
ginjal dan produksi urine.
16. Ultrasonografi ginjal; Pemeriksaan non invasif dilakukan untuk
mendeteksi massa ginjal atau perirenal, mengidentifikasi obstruksi,
dan mendiagnosis kista ginjal.
17. Urine residual (postvoiding residual urine); Pemeriksaan urine
residual dilakukan untuk mengukur jumlah urine yang tersisa dalam
kandung kemih setelah berkemih. Nilai normal : <50 ml.
18. Urinalisis (UA); Pemeriksaan unsur pokok dari sampel urine untuk
menentukan sebuah standar, menyediakan data untuk mengakkan
diagnosis, atau untuk memonitor hasil perawatan
19. Kultur urine (midstream, cleancatch); Kultur sampel urine dilakukan
untuk mengidentifikasi organisme penyebab ISK.
20. Uroflowmetri: Pemeriksaan ini mengukur volume urine yang
dikeluarkan perdetik.

g. Penatalaksanaan Medis Penyakit CKD


1. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dari penatalaksanaan ini adalah untuk mempertahankan fungsi
ginjal dan mempertahankan homeostasis selama mungkin. Semua
faktor yang berperan menyebabkan gagal ginjal kronik dan yang faktor
yang sifatnya reversibel (mis. obstruksi) harus diidentifikasi dan
ditangani.

2. Penatalaksanaan Farmakologis
Komplikasi dapat dicegah atau ditunda dengan pemberian agens
pengikat fospat, suplemen kalsium, obat antihipertensi dan obat
jantung, obat antikejang, dan eritro poitein (Epogen).
a. Hiperfosfatemia dan hipokalsemia ditangani dengan obat yang
dapat mengikat fosfat dalam saluran cerna (mis., kalsium karbonat,
kalsium asetat, sevelamer hydro chloride); semua agens pengikat
harus diberikan bersama makanan.
b. Hipertensi ditangani dengan pengontrolan volume intravaskular
dan obat anti hipertensi.
c. Gagal jantung dan edema pulmonal ditangani dengan pembatasan
cairan, diet rendah natrium, diuresis, agens inotropik (mis.,
digoksin atau dobutamin), dan dialisis.
d. Asidosis metabolik diatasi, jika perlu, dengan suplemen natrium
bikarbonat atau dialysis
e. Pasien diobservasi untuk melihat tanda awal kelainan neurologik
(mis, kedutan, sakit kepala, delirium, atau aktivitas kejang);
diazepam intravaskular (Valium) atau fenitoin (Dilantin) diberikan
untuk mengatasi kejang.
f. Anemia ditangani dengan rekombinan eritropoietin manusia
(Epogen); hemoglo bin dan hematokrit dipantau secara berkala.
g. Heparin diberikan sesuai kebutuhan untuk mencegah bekuan darah
pada jalur dialisis selama terapi.
h. Suplemen besi dapat diresepkan.
i. Tekanan darah dan kalium serum dipantau secara terus-menerus.
(Brunner & Suddarth, 2013).
2. Identifikasi Bahasa Asing
a. Uremia : yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah
b. Pielonefritis : yaitu proses infeksi peradangan yang biasanya mulai di renal
pelvis, saluran ginjal yang menghubungkan ke saluran kencing (ureter)
dan parencyma ginjal atau jaringan ginjal
c. Chronic Kidney Disease : yaitu Penyakit ginjal kronik atau penyakit gagal
ginjal stadium akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible dimana kemapuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan
d. Pielonefritis kronik : Infeksi saluran kemih
e. Glomerulonefritis : penyakit peradangan
f. Hidrolityasis : yaitu penyebab gagal ginjal dimana benda padat yang
dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran
kemih.
g. Azotemia adalah Peningkatan kadar urea dan senyawa nitrogen lain di
dalam darah.
h. Dislipidemia adalah Kolesterol atau lemak (lipid) yang tidak normal di
dalam darah
i. GFR - glomerular filtration rate atau laju filtrasi glomerulus adalah laju
rata-rata penyaringan darah yang terjadi di glomerulus yaitu cara terbaik
untuk menentukan tingkat fungsi ginjal
j. Insufisiensi ginjal/ gagal ginjal Suatu kondisi ketika ginjal kehilangan
kemampuan membuang racun dan menyeimbangkan cairan tubuh

3. Faktor-faktor Penyebab Penyakit CKD


a. Faktor Presdiposisi (pendukung)
Merupakan  faktor yang mempermudah atau mendukung perilaku
seseorang memiliki penyakit CKD yang meliputi :
1) Aktifitas fisik
2) Merokok
3) Konsumsi alkohol
4) Pola hidup tidak sehat
5) Genetik

b. Faktor Presipitasi (pencetus)


Merupakan faktor yang dapat menjadi pencetus seseorang memiliki
penyakit CKD meliputi :
1) Mengidap penyakit diabetes.
2) Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.
3) Gangguan pada prostat.
4) Overweight atau obesitas.
5) Memiliki kebiasaan merokok.
6) Menderita penyakit ginjal.
7) Memiliki penyakit autoimun.
8) Terdapat riwayat penyakit ginjal secara genetic
4. Identifikasi Kasus
Kasus :
Hari 1: Pasien seroang pria berusia 62 tahun yang baru-baru ini menjadi duda,
dibawa ke rumah oleh putrinya karena keluhan pernapasan yang memburuk,
kelelahan, dan batuk non produktif, serta pembengkakan pada kaki, perut, dan
wajah. Satu bulan sebelumnya, putri pasien memperhatikan ayahnya
mengalami sesak setelah aktivitas sehari2, kehilangan nafsu makan, mual,
muntah dan lemah, yang ia kira karena ayahnya kena flu. Pasien dibawa ke
UGD, tampak cemas dan pucat, dan memiliki warna kuning kering untuk
kulit. Pasien menyangkal sakit dada, dan tidak bisa mengingat kapan terakhir
kali ia buang air kecil. Pasien memiliki riwayat hiperplasia prostat jinak,
diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, dislipidemia, dan insufisiensi ginjal selama
dua tahun terakhir. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan: edema pedis +2,
ronchi paru -paru bilateral, dan urin output sedikit. Hasil laboratorium
menunjukkan laju filtrasi glomerulus (GFR) 22 ml/mnt. Berdasarkan gejala
subyektif dan obyektifnya, pasien dirawat dengan diagnosa penyakit ginjal
kronis (CKD). Rencana perawatan difokuskan pada mengelola gejalanya dan
berkonsultasi dengan ahli nefrologi tentang kebutuhan akan hemodialisis.
Hari 3: Pasien memiliki cangkok AV (untuk hemodialisis, lihat gambar di
keterangan) yang ditempatkan di lengannya untuk menerima dialisis dan
kateter hemodialisis lumen ganda untuk penggunaan sementara. Pasien
menunjukkan gejala yang semakin memburuk sehingga memerlukan
intervensi medis dan hemodialisis segera. Rencana pengobatan pasien adalah
melanjutkan pengobatan untuk mengelola anemia, hipertensi, diabetes, dan
penyakit ginjal. Perawat mengidentifikasi adanya stres psikososial akibat
kondisi keuangan dan pasien harus hidup sendirian dengan kondisi
kesehatannya yang memburuk karena putrinya yang tinggal jauh dari pasien,
sehingga pasien merasa khawatir dia tidak akan mendapat dukungan secara
maksimal dari putrinya. Pasien menyatakan kekhawatirannya tentang beban
keuangan akibat hemodialisis dan berjuang untuk menghadapi kenyataan
diagnosanya dan pandangan bagaimana kehidupannya dalam beberapa tahun
ke depan.

Hasil pemeriksaan lab:


Darah dari mesin Kreatinin serum =
dialisa Kreatinin 3,5 mg/dL
BUN = 46 mg/dL
Kalium = 5,8 meq/L
Natium = 156 meq/L
Darah menuju Calsium = 11,1 mg/dL
mesin dialisa Hasil USG Ginjal:
CKD grade 4 Ren Bilateral
dengan Hidronephrosis
grade 1 Ren Dextra, Tak
tampak kelainan pada
Hepar, VF, Lien,
Pancreas, Vesica
Urinaria, maupun Prostat
Gambar: AV fistula untuk hemodialisis Tak Tampak

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CKD (Chronic Kidney


Disease)
a. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. A
Usia : 62 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama :-
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
Alamat :-
No rm :-
Tanggal masuk rs :-
Diagnosa medis : CKD

b. Identitas Penanggung Jawab


c. Anamnesa
1) Keluhan Utama; pernapasan yang memburuk, kelelahan, dan batuk
non produktif, serta pembengkakan pada kaki, perut, dan wajah
2) Riwayat Penyakit Sekarang; Satu bulan sebelumnya, putri pasien
memperhatikan ayahnya mengalami sesak setelah aktivitas sehari2,
kehilangan nafsu makan, mual, muntah dan lemah, yang ia kira karena
ayahnya kena flu. Pasien dibawa ke UGD, tampak cemas dan pucat,
dan memiliki warna kuning kering untuk kulit. Pasien menyangkal sakit
dada, dan tidak bisa mengingat kapan terakhir kali ia buang air kecil.
3) Riwayat Penyakit Dahulu; Pasien memiliki riwayat hiperplasia prostat
jinak, diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, dislipidemia, dan insufisiensi
ginjal selama dua tahun terakhir.
4) Riwayat Penyakit Keluarga; -

d. Pemeriksaan Fisik B6
1) B1 (Breathing)
Ronchi paru-paru bilateral
2) B2 (Blood)
3) B3 (Brain)
Kesadaran Compos mendis, GCS : 15
4) B4 (Bladder)
GFR = 22ml/mnt
Urin output sedikit
5) B5 (Bowel)
6) B6 (Bone)
Edema pedis +2
Warna kuning dan kering pada kulit

e. Pemeriksaan Psikososial
Stres psikososial akibat kondisi keuangan dan pasien harus hidup sendirian
dengan kondisi kesehatannya yang memburuk karena putrinya yang tinggal
jauh dari pasien, sehingga pasien merasa khawatir dia tidak akan mendapat
dukungan secara maksimal dari putrinya. Pasien menyatakan
kekhawatirannya tentang beban keuangan akibat hemodialisis dan berjuang
untuk menghadapi kenyataan diagnosanya dan pandangan bagaimana
kehidupannya dalam beberapa tahun ke depan.
f. Aktivitas Fisik

g. Data Penunjang
1) Hasil USG Ginjal
CKD grade 4 Ren Bilateral dengan Hidronephrosis grade 1 Ren Dextra,
Tak tampak kelainan pada Hepar, VF, Lien, Pancreas, Vesica Urinaria,
maupun Prostat.
2) Labolatorium
Kreatinin serum = Kreatinin 3,5 mg/dL
BUN = 46 mg/dL
Kalium = 5,8 meq/L
Natium = 156 meq/L
Calsium = 11,1 mg/dL

3) Terapi Obat

h. Analisa Data

No Data senjang Etiologi Masalah


1. Ds: GFR ↓ Hipervolemia
 Mengeluh ↓
pembengkakan pada CKD
kaki, perut dan wajah. ↓
 Mengeluh sesak setelah Produksi Renin ↑
aktivitas sehari-hari ↓
Angiotensin I

Angiotensin II
Do: ↓
 Edema pedis +2 Sekresi Aldosteron

 GFR = 22ml/mnt Reabsorbsi Na, air
 Urin output sedikit ↓
Cairan menumpuk dalam
 Natium = 156 meq/L jaringan

 Kalium = 5,8 meq/L
Edema

Kelebihan volume cairan

2. Ds: CKD Pola nafas tidak


 Mengeluh pernafasan ↓ efektif
memburuk Terjadi retensi natrium
 Batuk non produktif ↓
 Anaknya menyatakan Total Cairan ekstra seluler
“ayahnya mengalami meningkat
sesak setelah ↓
melakukan aktivitas Tekanan kapiler meningkat
sehari-hari ↓
Volume interstitial
Do: meningkat
 Pasien nampak sesak ↓
 Ronchi paru-paru Edema
bilateral ↓
Preload meningkat
 Rr : 20 x /menit

 Edema pedis +2
Beban jantung meningkat

Hipertopi ventrikel kiri

Payah jantung kiri

Tekanan vena pulmonalis

Kapiler paru meningkat

Edema paru dan terdapat
suara ronchi

Pola nafas tidak efektif

i. Diagnosa Keperawatan
1) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
ditandai dengan edema pedis +2, GFR = 22ml/mnt, Urin output sedikit,
natium = 156 meq/L, kalium = 5,8 meq/L
2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sesak di tandai dengan
pasien mengeluh sesak, ronchi paru paru bilateral rr: 20x/menit

j. Prioritas Masalah Keperawatan


1. Hipervolemia
2. Pola nafas tidak efektif
k. Intervensi Keperawatan

N diagnosa Tujuan & kriteria hasil Intervensi keperawatan


o keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan Observasi :
tindakan keperawatan - Monitor tekanan darah
selama 3x24 jam
- Monitor intake dan
keseimbangan cairan
output cairan
meningkat dengan
kriteria hasil : - Monitor saturasi
1. Edema menurun oksigen
2. Pengeluaran urin - Monitor keluhan dada
meningkat
3. Tekanan darah Terapeutik :
membaik - Posisikan pasien
4. Denyut nadi membaik
semifowler atau fowler
5. Berat badan membaik dengan kaki ke bawah
atau posisi nyaman
- Berikan terapi rileksasi
untuk menghindari
stress jika perlu
- Berikan dukungan
emosional dan spiritual
- Berikan O2 untuk
mempertahankan
saturasi O2>94%
2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan napas*
efektif tindakan kep selama 3x24 Observasi
jam diharapkan pola - Monitor pola napas
napas membaik atau (frekuensi, kedalaman,
dispnea menurun dengan usaha napas)
kriteria hasil:
- Monitor bunyi napas
1. Verbalisasi kepulihan
tambahan (mis,
energi meningkat
gurgling, mengi,
2. kemampuan
wheezing, ronkhi
melakukan aktivitas
kering)
meningkat
3. Pola napas membaik
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan
head-yilt dan chin lift
(jaw-thrust jija curiga
trauma servikal)
- Posisikan semi- fowler
atau Fowler
- Berikan minum hangat
- Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Y. D. (2016). Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang


menjalani hemodialisis di RSUD Blambangan Banyuwangi. Digital
Repository Universitas jember .
Bare BG., Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Basuki, K. (2019). Klasifikasi Chronic Kidney Disease. Jurnal Online
Internasional & Nasional Vol. 7 No.1, Januari – Juni 2019 Universitas
17 Agustus 1945 Jakarta, 53(9), 1689–1699. Retrieved from
www.journal.uta45jakarta.ac.id Black, J.M., & Hawks, J.H. (2018).
Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan. Jakarta: Salemba Medika.
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2. Jakarta: EGC
Brunner, & Suddarth. (2017). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
LeMone, Priscilla., Burke, Karen. M., & Bauldoff, Gerene.(2016). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Nahas, Meguid El &amp; Adeera Levin. (2010). Chronic Kidney Disease: A
Practical Guide to Understanding and Management. USA: Oxford
University Press
Pongsibidang , G. S. (2016). Resiko Hipertensi, Diabetes Militus Dan
Mengkonsumsi Obat Herbal pada Kejadian Gagagl Ginjal Kronik Di
RSUP DR Wahidin Sudiro Husodo Makasar Tahun 2015. Journal
Wiyata.3(2) 162- 167.
Salwani, Desi. 2016. Malnutrisi Pada Gagal Ginjal Kronik. Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala

Anda mungkin juga menyukai