Di Susun Oleh :
NIM :1907044
2. KLASIFIKASI
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) didasarkan atas dua hal yaitu, atas
dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas
dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m²) = (140 − umur)𝑥𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
3. ETIOLOGI
Etiologi Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan
laju filtrasiglomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration
rate (GFR). Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013):
1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal
2. terjadinya penebalan, tidak ada elastisitas system, perubahan darah ginjal
berakibat pada penurunan alirah darah dan terjadinya gagal ginjal
3. Gangguan imunologis : seperti glomerulonepritis
4. Infeksi: bakteri E.coli berpotensi masuk ke dalam ginjal melalui aliran darah
atau melalui ascenden dari traktus urinarius bawah lewat ureter ke ginjal
berakibat pada gangguan irrevesible ginjal yang disebut pielonefritis.
5. Gangguan metabolik: lemak yang meningkat mengakibatkan penebalan
membrane kapiler dan di ginjal berlanjut pada gangguan endotel
mengakibatkan nefropati amiloidosis disebabkan oleh endapan zat protinemia
pada dinding pembuluh darah sehingga merusak membrane glomerulus.
6. Gangguan tubulus primer : gangguan nefrotoksis akibat analgesik atau logam
berat
7. Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi
uretra.
8. Kelainan kongential atau herediter : kondisi keturunan dikarakteristik oleh
terjadinya kista atau kantong berisi cairan di dalam ginjal atau pun organ yang
lain, dan tidak ada jaringan bersifat kongential .
4. PATOFISIOLOGI
GGK diakibatkan oleh beberapa masalah kesehatan, seperti masalah
metabolik, infeksi, obstruksi traktus urinarius, masalah imunologis, hipertensi,
gangguan tubulus primer dan masalah kongential yang berpengaruh pada GFR
yang menurun (Guswanti, 2019). Ketika terjadi kerusakan ginjal yang masih utuh
yaitu glomerulus dan tubulus sedangkan yang lain mengalami rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefronnefron yang utuh mengalami peningkatan volume cairan dan
volume filtrasi meningkat ditambah dengan reabsorbsi walau keadaan GFR
menurun. Bahan yang seharusnya terlarut menjadi lebih besar dari yang bisa di
reabsorbsi mengakibatkan dieresis osmotic disertai dengan poliuri dan muncul
rasa haus.
Selanjutnya akibat dari jumlah nefron yang rusak semakin bertambah maka
muncul retensi urin. Tanda dan gejala lebih jelas apabila fungsi ginjal berkurang
sebanyak 80%-90%. Pada tingkatan ini fungsi renal akan menjadi berkurang
(Barbara C Long dalam Guswanti 2019). Fungsi renal yang menurun, produk
akhir metabolism protein (ya ng harusnya diekskresikan de dalam urin) tertimbun
di dalam darah. terjadinya uremia akan berpengaruh pada setiap sistem tubuh.
Semakin banyak timbunan zat-zat sisa maka akan timbul gejala yang semakin
parah (Smeltzer dan Bare, 2011)
5. PATHWAT
MK Intoleransi
Aktivitas
MK Polanafas
tidak efektif
MK
Hipervolemia
6. MANISFETASI KLINIK
Gagal ginjal pada tahap awal pada umumnya tidak nampak tanda dan gejalanya.
Namun ada beberapa gejala yang dirasakan pada sakit ginjal yaitu gangguan
pernafasan, kencing darah terjadi odema dan badan kurang berenergi. Penderita
gagal ginjal kronis terjadinya sindrom uremia yaitu (Irwan, 2016):
1. Gastrointestinal Anoreksia, terjadi pendarahan gastrointestinal, mual, muntah,
mulut kering, lidah terasa pahit, pendarahan epitel, diare dan konstipasi.
2. Kulit Kering, atropi, warna kecoklatan dan gatal
3. Kardiovaskuler Hipertensi, pembesaran jantung, payah jantung, pericarditis,
dan gagal jantung kongestif.
4. Darah Anemia, asidosis, pendarahan, kegiatan trombosit berkurang,
eritropoetin berkurang, dan trombositpenia.
5. Neurologi Apatis, neuropati, perifer, depresi, precoma.
7. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan yaitu untuk menjaga keseimbangan cairan dan mencegah
terjadinya komplikasi, yaitu (Mutaqin,2011) :
1. Dialisis Tindakan ini dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal
yang serius seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang Ada 2 macam terapi
dialisis yaitu :
a. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser) Hemodialisis (HD)
merupakan terapi dialisis yang dilakukan pada penderita GGK untuk
bertahan hidup, disamping kelebihannya ada efek sampingnya terhadap
kondisi fisik dan psikologis penderita 13 GGK (Kemenkes, 2018)
b. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut) Dialisis peritoneal atau yang
disebut dengan CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis)
dilakukan dengan bantuan peritoneum (selaput rongga perut) yang sifatnya
semi permeable. Prinsip dasar dari dialisis peritoneal yaitu melalui proses
ultrafiltrasi dari cairan dialisis yang masuk ke dalam peritoneum dengan
plasma darah. Sehingga, darah tidak dikeluarkan dari tubuh untuk
dibersihkan oleh mesin dialysis
2. Koreksi hiperkalemi Hiperklemi dapat mengakibatkan kematian maka
hiperkalemi dapat dipantau dengan cara pemeriksaan darah, EEG dan EKG.
Bila terjadi hiperkalemi maka mengurangi intake kalium, pemberian Na
Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3. Koreksi anemia Langkah pertama ditujukan untuk mengatasi defisiensi, lalu
mencari ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal
ginjal akan membuat Hb naik. Tranfusi darah dapat diberikan jika ada indikasi
yang kuat, seperti infusiensi coroner.
4. Koreksi asidosis Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada
permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena secara berlahan, jika
diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat mengatasi
asidosis.
5. Pengendalian hipertensi Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan
vasodilatator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan
hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi
natrium.
6. Transplantasi ginjal Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal
ginjal kronik, maka seluruh ginjal diganti dengan ginjal yang baru .
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urin
a. Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada (anuria)
b. Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan
adanya darah, Hb, mioglobin, porifin.
c. Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d. Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,
dan rasio urine/serum sering 1:1.
e. Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.
f. Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g. Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.
2. Darah
a. BUN/kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
b. Ht: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 – 8 gr/dl.
SDMmenurun, defisiensi eritropoitin dan GDA: asidosis metabolik, pH
kurang dari
7, 2.
c. Natrium serum: rendah, kalium meningkat, magnesium meningkat,
Kalsium menurun dan Protein (albumin) menurun.
3. Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg.
4. Pelogram retrogad: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
5. Ultrasono ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi
pada saluran perkemihan bagian atas.
6. Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu,
hmaturia dan peningkatan tumor selektif.
7. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa.
8. EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa (Haryono, 2013)
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa,
alamat, diagnosa medis, tanggal dan jam masuk.
b. Identitas Penanggungjawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien.
2. Status Kesehatan saat ini
Keluhan utama, alasan masuk rumah sakit, factor pencetus, lamanya keluhan,
timbulnya keluhan (bertahap, mendadak), upaya yang dilakukan untuk
mengatasi, factor yang memperberat
3. Riwayat kesehatan lalu
a. Penyakit yang pernah dialami (kaitkan dengan penyakit sekarang)
b. Kecelakaan
c. Pernah dirawat : (penyakit, operasi, waktu)
d. Alergi (obat atau lainnya)
e. Imunisasi
4. Riwayat Kesehatan keluarga
a. Susunan kesehatan keluarga (genogram: 3 generasi)
b. Penyakit yang pernah diderita anggota keluarga (Dx. Medis yang
berhubungan dengan penyakit klien)
c. Penyakit yang sedang diderita keluarga (Dx. Medis yang berhubungan
dengan penyakit klien)
5. Riwayat kesehatan lingkungan
a. Kebersihan rumah dan lingkungan
b. Kemungkinan terjadinya bahaya
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
Pasienterhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)Proses
penegakan diagnosis atau mendiagnosis merupakan suatu proses sistematis yang
terdiri atas tiga tahap yaitu analisis data, identifikasi masalah, dan perumusan
diagnosis. Metode penulisan pada diagnosis aktual terdiri dari masalah, penyebab, dan
tanda/gejala. Masalah berhubungan dengan penyebab dibuktikan dengan tanda/gejala
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
1. Pola Napas tidak efektif behubungan dengan depresi pusat pernapasan.
(D.0005)
2. Hipervolemia berhubungan dengan gagal ginjal kronis (D.0022)
3. Intoleransi Aktivitas behubungan dengan kelemahan (D.0056).
D. RENCANA TINDAKAN
menurun servikal)
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
2. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia
berhubungan keperawatan selama 2x24 Jam, Observasi:
dengan gagal maka hipervolemia menurun 1. Periksa tanda dan gejala
ginjal kronis dan dapat teratasi. hipervolemia (edema,
(D.0022) Kriteria hasil: dispnea, suara napas
1. Asupan cairan meningkat tambahan)
2. Haluaran urin meningkat 2. Monitor intake dan output
U
3. Edema menurun cairan
4. Tekanan darah membaik 3. Monitor jumlah dan warna
5. Turgor kulit membaik urin
Terapeutik
4. Batasi asupan cairan dan
garam
5. Tinggikan kepala tempat
tidur
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian
diuretik
8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kaliumn
akibat deuretik
9. Kolaborasi pemberian
continuous renal
replecement therapy
(CRRT), jika perlu
Pemantuan Cairan
Observasi:
1. Monitor frekuensi dan
kekuatan nadi-Monitor
frekuensi napas.
2. Monitor tekanan darah-
Monitor berat badan-
Monitor wakti pengisian
kapiler
3. Monitor jumlah, warna
dan berta jenis urine
4. Identifikasi tanda-tanda
hypervolemia
(misdispnea, edema
perifer, edema
anasarca,JVP meningkat,
CVP meningkat,
reflekshepatojugular
positif, berat badan
menurundalam waktu
singkat)
Terapeutik
5. Atur interval waktu
pemantauan
sesuaidengan kondisi
pasien
6. Dokumtasikan hasil
pemantauanEdukasi
7. Jelaskan tujuan prosedur
pemantauan
8. Informasikan hasil
pemantauan, jikap perlu
Edukasi
5. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi dan
kesehatan
6. Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan terapi
okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
8. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Nuari, N. A., & Widayati, D. (2017). Gangguan pada Sistem Perkemihan dan
Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
(Edisi 1). Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
(Edisi 1.). Persatuan Perawat Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
(Edisi 1.).Persatuan Perawat Indonesia