Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


DI RUANG IGD RSUD BANYUMAS

Disusun Oleh :
ULFIA KHOIRINNISSA
2111040134

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2022
A. Definisi
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 2006).
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan
fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 2001)
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis
denganetiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
irreversibel dan progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga menyebabkan uremia (Dwi Retno Sulystianingsih, 2018).
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini
merupakan masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan
pravelensinya yang semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang
harus di jalani oleh penderita gagal ginjal merupakan pengobatan yang
sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada perawatan
penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga disebut sebagai
terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal.
Terapi pengganti yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan
peritonealialisa. Diantara kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama
dan metode perawatan yang umum untuk penderita gagal ginjal adalah
hemodialisis (Dwi Retno Sulystianingsih, 2018).

B. Tanda dan Gejala


- Tekanan darah tinggi
- Perubahan frekuensi dan jumlah buang air kecil dalam sehari
- Adanya darah dalam urin
- Lemah serta sulit tidur
- Kehilangan nafsu makan
- Sakit kepala
- Tidak dapat berkonsentrasi
- Gatal
- Sesak
- Mual & muntah
- Bengkak, terutama pada kaki dan pergelangan kaki, serta pada kelopak
mata waktu pagi hari

C. Etiologi
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit
lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illnes). Penyebab
yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu ada penyebab
lainnya dari gagal ginjal kronis diantaranya:
1. Penyakit dari ginjal :
a. Penyakit pada saringan (glomerulus) : glomerulonefritis.
b. Infeksi kronis : pyelonefritis, ureteritis.
c. Batu ginjal : nefrolitiasis.
d. Kista di ginjal : polcystis kidney.
e. Trauma langsung pada ginjal.
f. Keganasan pada ginjal.
g. Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur
2. Penyakit umum di luar ginjal:
a. Penyakit sistemik : diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. SLE (Systemic Lupus Erythematosus)
d. Infeksi di badan : TBC paru, sifilis, malaria, hepatitis
e. Preeklampsia
f. Obat-obatan
g. Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)

D. Manifestasi Klinis
Menurut Haryono (2013) CKD memiliki tanda dan gejala sebagai berikut :
1. Ginjal dan gastrointestinal biasanya muncul hiponatremi maka akan
muncul hipotensi karena ginjal tidak bisa mengatur keseimbangan cairan
dan elektrolit dan gangguan reabsorpsi
2. Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic pericarditis,
effusi perikardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal
jantung, edema periorbital dan edema perifer.
3. Respiratori sistem Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction
rub dan efusi pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan
uremic lung dan sesak nafas.
4. Integumen Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecokelatan, kering dan ada
scalp. Selain itu, biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis,
petechiae, dan timbunan urea pada kulit.
5. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodstrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit
(sodium, kalium dan klorida).
6. Muskuloskeletal Nyeri pada sendi tulang, demineralisasi tulang, fraktur
pathologis, dan klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard). (Prabowo
dan Pranata, 2014)

E. Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam,
dan penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian
ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal,
manifestasi klinis gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron
sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
meningkat kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami
hipertrofi. Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron
yang tersisa menghadapi tugas yang semkain berat, sehingga nefron-nefron
tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagaian dari siklus kematian ini
tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk
meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan penyusutan progresif
nefronnefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal
mungkin berkurang (Bauldoff, 2015).
Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut
yang harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah
berubah, kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut
sudah menurun secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal
sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk
melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi peningkatan kecepatan
filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron meskipun
GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun di bawah
nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang
sangat rendah. Namun akhirnya, kalau sekitar 75% massa nefron sudah
hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap nefron
demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan
antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat
lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun proses
konservasi zat terlarut dan air menjadi berkurang. Sedikit perubahan pada
makanan dapat mengubah keseimbangan yang rawan tersebut, karena makin
rendah GFR (yang berarti maikn sedikit nefron yang ada) semakin besar
perubahan kecepatan ekskresi per nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan
atau mengencerkan urine menyebabkan berat jenis urine tetap pada nilai 1,010
atau 285 mOsm (yaitu sama dengan plasma) dan merupakan penyebab gejala
poliuria dan nokturia (Price, 2006).
F. Pathway
G. Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges (2001) pemeriksaan penunjang pada pasien GGK adalah:
1. Volume urin : Biasanya kurang dari 400 ml/ 24 jam (fase oliguria) terjadi
dalam (24 jam – 48) jam setelah ginjal rusak.
2. Warna Urin : Kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah.
3. Berat jenis urin : Kurang dari l, 020 menunjukan penyakit ginjal contoh
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan
memekatkan : menetap pada l, 0l0 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
4. pH : Lebih besar dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal dan
rasio urin/ serum saring (1 : 1).
5. Kliren kreatinin : Peningkatan kreatinin serum menunjukan kerusakan
ginjal.
6. Natrium : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/ ltr bila ginjal
tidak mampu mengabsorpsi natrium.
7. Bikarbonat : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
8. Warna tambahan : Biasanya tanda penyakit ginjal atau infeksi tambahan
warna merah diduga nefritis glomerulus.

Pemeriksaan yang bisa dilakukan dalam menentukan gagal ginjal kronik,


antara lain:

1. Gambaran Klinis
Gambaran Klinis Pasien penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Seperti dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus,
infeksi traktus, urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi,
hiperurikemi, Lupus, Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain
sebagainya.
b. Syndrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, (Volume Overload)
neuropati perifer, proritus, uremic, frost, perikarditis, kejang-kejang
sampai koma.
c. Gejala komplikasi nya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi
renal, payah jantung, asidiosis metabolik, gangguan keseimbangan
elektrolit (sodium, kalium, khlorida).

2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus
Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan
untuk memperkirakan fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,
hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidiosis
metabolik.
d. Kelainan urinalisis meliputi: proteiuria, leukosuria, cast, isostenuria.
3. Gambaran Radiologis
Pemeriksaan Radiologis Penyakit Ginjal Kronik meliputi:
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kehawatiran terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan.
c. Pielografi antergrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteks yang menipis adanya hidronefrosis atau batu ginjal,
kista, massa, klasifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi.
4. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal
Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal dilakukan pada pasien
dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis
secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini
bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan
mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasi
kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil
(contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,
infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.

H. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Nuari, 2017) penatalaksanaanya yaitu :
1. Obat-obatan Antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furesemid (membantu berkemih), transfusi darah.
2. Intake Cairan dan Makanan
a. Minum yang cukup
b. Pengaturan diet rendah protein (0,4-0,8) gram/kg BB) bisa
memperlambat perkembangan gagal ginjal kronik.
c. Asupan garam biasanya tidak dibatasi kecuali jika terjadi edema
(penimbunan cairan di dalam jaringan) atau hipertensi.
d. Tambahan vitamin B dan C diberikan jika penderita menjalani diet
ketat atau menjalani dialisa.
e. Pada penderita gagal ginjal kronis biasanya kadar trigliserida dalam
darah tinggi hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi,
seperti stroke dan serangan jantung. Untuk menurunkan kadar
trigliserida, diberikan gemfibrosil.
f. Kadang asupan cairan dibatasi untuk mencegah terlalu rendahnya
kadar garam (natrium) dalam darah.
g. Makanan kaya kalium harus dihindari, hiperkalemia (tingginya kadar
kalium dalam darah) sangat berbahaya karena meningkatkan resiko
terjadinya gangguan irama jantung dan cardiac arrest.
h. Jika kadar kalium terlalu tinggi maka diberikan natrium polisteren
sulfonat untuk mengikat kalium sehingga kalium dapat dibuang
bersama tinja.
i. Kadar fosfat dalam darah dikendalikan dengan membatasi asupan
makanan kaya fosfat (misalnya produk olahan susu, hati, polong,
kacang-kacang dan minuman ringan).
Adapula rencana penatalaksanaan penyakit gagal ginjal sesuai dengan
derajatnya

a. Dengan LFG lebih dari atau sama dengan 90% yaitu dengan terapi
penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan funsi ginjal,
memperkecil risiko kardiovaskular.
b. Dengan LFG 60-89% yaitu dengan menghambat pemburukan fungsi
ginjal.
c. Dengan LFG 30-59% yaitu dengan evaluasi dan terapi komplikasi.
d. Dengan LFG 15-29% yaitu dengan memberikan persiapan untuk terapi
pegngganti ginjal.
e. Dengan LFG di bawah 15% yaitu dengan memberikan pengganti
ginjal.

I. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2002)
yaitu:
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-
angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan
darah selama hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Doenges (2001) sebagai berikut :
1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai
hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya. CKD
dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga mempunyai peranan
penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk /
berdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air
minum / mengandung banyak senyawa/ zat logam dan pola makan yang tidak
sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih, dan
traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan terjadinya
CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan air
naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input. Tandanya
adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi peningkatan suhu dan
tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat
dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir
kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada
paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara
tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.

B. Diagnose keperawatan yang mungkin muncul


1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine,
diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
2. penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan
mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik,
gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi toksik, kalsifikasi
jaringan lunak.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
4. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake inadekuat, mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan
penurunan membrane mukosa mulut.

C. Rencana tindakan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasi Intervensi Rasional


Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status 1.mengetahui tingkat
cairan b.d keperawatan diharapkan cairan ; timbang status cairsn
penurunan haluaran volume cairaan menurun berat 2. untuk mencegah
urine, diet dengan kriteria hasil : badan,keseimba edema
berlebihan dan indikator A T ngan masukan 3. memberikan
retensi cairan dan turgor kulit 2 4 dan haluaran, pemahaman kepada
natrium edema 4 2 turgor kulit dan pasien dan keluarga
pembatasa 4 2 adanya edema 4. untuk menghindari
n diet dan 2. Batasi masukan peningkatan volume
cairan cairan cairan
keterangan : 3. Jelaskan pada
1. Menurun pasien dan
2. Cukup menurun keluarga
3. Sedang rasional
4. Cukup meningkat pembatasan
5. Meningkat cairan
4. Kolaborasi
pemberian
cairan sesuai
terapi.

Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan -monitor tekanan -perbandingan dari


jantung b.d keperawatan diharapkan darah tekanan memberikan
ketidakseimbangan curah jantung meningkat -berikan oksigen gambaran yang lengkap
cairan dengan kriteria hasil : untuk tentang keterlibatan
mempengaruhi indikator A T mempertahankan masalah vaskuler
sirkulasi, kerja kekuatan 2 4 saturasi oksigen -membantu pernafasan
miokardial dan nadi >94% -kelelahan dapat
tahanan vaskuler perifer -anjurkan meningkatkan tekanan
sistemik, gangguan lelah 4 2 beraktivitas secara darah
frekuensi, irama, tekanan 4 2 bertahap
konduksi jantung, darah -kolaborasi
akumulasi toksik, pemberian
kalsifikasi jaringan keterangan : antiaritmia jika perlu
lunak. 6. Menurun
7. Cukup menurun
8. Sedang
9. Cukup meningkat
10. Meningkat
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan -identifikasi defisit -mencegah terjadinya
b.d keletihan, keperawatan diharapkan tingkat aktivitas cedera
anemia, retensi toleransi aktivitas meningkat -libatkan keluarga -klien akan lebih ketika
produk sampah dan dengan kriteria hasil : dalam aktivitas aktivitas dibantu
prosedur dialisis. indikator A T -anjurkan keluarga -dukungan yang positif
frekuensi 2 4 untuk memberi akan memberikan
nadi penguat positif atas semangat kepada klien
keluham 4 2 partipasi dalam
lelah aktivitas
dispnea 4 2 -kolaborasi dengan
saat terapis
aktivitas
keterangan :
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat
Risiko perubahan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor adanya 1.untuk mencegah
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan mual dan muntah terjadinya penurunan
kebutuhan tubuh nutrisi meningkat dengan 2. Berikan makanan nafsu makan
b.d intake kriteria hasil : sedikit tapi sering 2. agar nutrisi tetap
inadekuat, mual, indikator A T 3. Kolaborasi masuk ke tubuh
muntah, anoreksia, nafsu makan 2 4 dengan ahli gizi 3. untuk mencegah
pembatasan diet meningkat dalam pemberian penyakit tambah parah
dan penurunan menghabiskan 4 2 diet sesuai terapi
membrane mukosa porsi makan
mulut. penurunan 4 2
BB
keterangan :
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat
DAFTAR PUSTAKA

Bauldoff Gerene, Burke Karen M, Lemone Priscilla. (2015). Keperawatan Medikal


Bedah. Jakarta: EGC.

Doenges E, Marilynn, dkk. (2001). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta :
EGC

Haryono Rudi ( 2013 ) Keperawatan Medikal Bedah ( sistem Perkemihan )


Edisi1.Yogyakarta. Publishing

Nuari NA, Widayati D. (2017). Sistem Perkemihan dan Penatalaksanaan


Keperawatan. Sleman: Budi Utama.

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, S.S.B. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Sulistyaningsih, Dwi R. (2018). Hubungan Antara Lama Menjalani Terapi


Hemodialisis Dengan Kepatuhan Asupan Cairan Pada Paien Penyakit Ginjal
Kronik. Jurnal Ilmu Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1 No.1

Anda mungkin juga menyukai