Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

CHRONIC KIDNEY DISEASE (GAGAL GINJAL KRONIK)

Disusun Oleh :

Ismail marzuki (891233005)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM

PRODI PROFESI NERS

PONTIANAK

2023
A. Konsep medis
1. Pengertian gagal ginjal kronik
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan
volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal
ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif &
Kusuma, 2013).
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah tidak
mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang biasanya
dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan
ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan,
elektrolit, serta asam basa (Abdul, 2015)
Sedangkan menurut Black (2014) Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah gangguan
fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak
mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal kronis
mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa disembuhkan dan
memerlukan pengobatan berupa, trensplantasi ginjal, dialysis peritoneal,
hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu yang lama (Desfrimadona, 2016).
2. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filtrasi
glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR).
Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, 2013):
a. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang paling sering adalah
Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik
progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromaskular pada satu atau lebih
artieri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah. Nefrosklerosis
yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak di obati,
dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastistisitas system, perubahan
darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
b. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis
c. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini
mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden dari
traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat
menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.
d. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amyloidosis yang
disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding pembuluh
darah secara serius merusak membrane glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam
berat
f. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan kontstriksi
uretra.
g. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan
didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat
konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.
3. Manifestasi klinis
Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009):
1) Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun
hingga 25% dari normal.
2) Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan nokturia,
GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN sedikit
meningkat diatas normal.
3) Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai
dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN
meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
4. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan metabolic
(DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan Imunologis,
Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan kongenital yang
menyebabkan GFR menurun.

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron-nefron rusak. Beban
bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa di reabsorbsi berakibat
dieresis osmotic disertai poliuri dan haus.

Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak timbul disertai
retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih
jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala
khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80%-90%. Pada tingkat
ini fungsi renal yang demikian lebih rendah itu. (Barbara C Long).

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya


diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011)

5. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan
mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :
a. Dialisis Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi
secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu
penyembuhan luka.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang
bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan
kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah
sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga
kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada
2 jenis dialisis :
1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin
dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa
keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah
dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat
(suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan,
darah 31 dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali
seminggu di rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2) Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan
membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu
dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
b. Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga
dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka
pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na
Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
c. Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal
ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat
diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi coroner.
d. Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 32 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
e. Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.
Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena
tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
f. Transplantasi ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik, maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada sistem ginjal menurut (Priscilla LeMone,2016) yaitu :
a. Hemoglobin
Pemeriksaan darah ini digunakan untuk memeriksa kadar protein yang ada didalam sel
darah merah.Nilai normalnya : untuk pria 14-18 g/dl,dan untuk perempuan 12-16 g/dl
b. Albumin
Pemerisaan darah ini digunakan untuk memeriksa fungsi organ ginjal.Nilai
normalnya: 3,4-5,4g/dl
c. Nitrogen Urea Darah
Pemeriksaan darah ini mengukur urea.Nilai normalnya :5-25 mg/dl.
d. Kreatinin (serum )
Pemeriksaan darah ini digunakan untuk mendiagnosis disfungsi ginjal.Kreatinin
adalah sisa pemecahan otot yang diekresikan oleh ginjal.Perbandingan nilai normal
BUN/kreatinin yaitu 10:1 Nilai normal : serum 0,5-1,5 mg/dl
e. Klirens Kreatinin
Pemeriksaan urine 24 jam untuk mengidentifikasi disfungsi ginjal dan memonitor
fungsi ginjal.Nilai normal : 85-135/menit
f. Sistasin C
Pemeriksaan darah ini dapat digunakan untuk alternatif pemeriksaan kreatinin guna
melakukan skrining dan memonitor ginjal pada orang yang diuga mengalami penyakit
ginjal.Sistain C merupakan inhibitor proteinase sistein yang disaring oleh ginjal.
g. CT Scan Ginjal
CT scan digunakan untuk mengevaluasi ukuran ginjal,tumor,abses,massa suprarenal
dan obstruksi
h. Sistometogram (CMG,cystometogram) / (sistogram berkemih ) pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengevaluasi kapasitas kandung kemih dan fungsi neuromuskular
kandung kemih,tekanan uretra,dan penyebab disfungsi kandung kemih.
i. MRI ginjal
MRI digunakan untuk memvisualisasikan ginjal dengan mengkaji gelombang
frekuensi radio dan perubahan medan magnetik yang ditunjukkan pada layar
komputer.
j. Scan ginjal
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi aliran darah,lokasi ukuran,dan bentuk
ginjal,serta untuk mengkaji perfusi ginjal dan poduksi urine.
k. Uroflowmetri
Pemeriksaan ini mengukur volume urine yang dikeluarkan perdetik.
B. Konsep asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu
dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi
kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan
(Smeltezer and Bare, 2011 : Kinta, 2012).
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku
bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
c. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa,
bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang
dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya .
d. Aktifitas/istirahat :
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah
atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
e. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina),
hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak
tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang
pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan
perdarahan.
f. Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
g. Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut),
abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh
kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
h. Makanan/Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada
mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes,
34 pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi
gusi, perdarahan gusi/lidah
i. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”,
rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya
ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang,
rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
j. Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku
berhatihati/distraksi, gelisah.
k. Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak,
takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum
encer (edema paru).
l. Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang
mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada
kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
m. Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
n. Interaksi social
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
o. Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan
pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik
saat ini/berulang.
2. Diagnosis
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
yang berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadi
dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif . diagnosis negatif
menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit
sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan pemberian intervensi
keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini
terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan diagnosis positif
menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi yang
lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan Diagnosis Promosi
Kesehatan (ICNP, 2015)
Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan
tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala,
hanya memiliki faktor resiko.
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan
diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai
berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):
1) Hipervolemia
2) Defisit nutrisi
3) Nausea
4) Gangguan integritas kulit/jaringan
5) Gangguan pertukaran gas
6) Intoleransi aktivitas
7) Resiko penurunan curah jantung
8) Perfusi perifer tidak efektif
9) Nyeri akut
C. Perencanaan
Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien, keluarga, dan orang
terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna mengatasi masalah
yang dialami pasien. Tahap perencanaan ini memiliki beberapa tujuan penting, diantaranya
sebagai alat komunikasi antar sesama perawat dan tim kesehatan lainnya, meningkatkan
kesinambungan asuhan keperawatan bagi pasien, serta mendokumentasikan proses dan
kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin dicapai. Unsur terpenting dalam tahap
perencanaan ini adalah membuat orioritas urutan diagnoa keperawatan, merumuskan tujuan,
merumuskan kriteria evaluasi, dan merumuskan intervensi keperawatan (Asmadi, 2008).
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia
keperawatan selama 3x8 jam Observasi:
maka hipervolemia meningkat 1. Periksa tanda dan gejala
dengan kriteria hasil: hipervolemia (edema, dispnea,
1. Asupan cairan meningkat suara napas tambahan)
2. Haluaran urin meningkat 2. Monitor intake dan output cairan
3. Edema menurun 3. Monitor jumlah dan warna urin
4. Tekanan darah membaik Terapeutik
5. Turgor kulit membaik 4. Batasi asupan cairan dan garam
5. Tinggikan kepala tempat tidur
Edukasi
6. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian diureti
8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat deuretik
9. Kolaborasi pemberian continuous
renal replecement therapy
(CRRT), jika perlu

2 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi


keperawatan selama 3x8 jam Observasi
diharapkan pemenuhan 1.Identifikasi status nutris
kebutuhan nutrisi pasien 2.Identifikasi makanan yang
tercukupi dengan kriteria hasil: disukai
1. intake nutrisi tercukupi 3.Monitor asupan makanan
2. asupan makanan dan cairan 4.Monitor berat badan
tercukupi Terapeutik
5. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
6. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
7. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi
8. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
9. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan, jika perlu
11. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
3 Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mual Observasi
keperawatan selama 3x8 jam 1. Identifikasi pengalaman mual
maka nausea membaik dengan 2. Monitor mual (mis. Frekuensi,
kriteria hasil: durasi, dan tingkat keparahan)
1. Nafsu makan membaik Terapeutik
2. Keluhan mual menurun 3. Kendalikan faktor lingkungan
3. Pucat membaik penyebab (mis. Bau tak sedap,
4. Takikardia membaik (60-100 suara, dan rangsangan visual yang
kali/menit) tidak menyenangkan)
4. Kurangi atau hilangkan keadaan
penyebab mual (mis. Kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
Edukasi
5. Anjurkan istirahat dan tidur
cukup
6. Anjurkan sering membersihkan
mulut, kecuali jika merangsang
mual
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengatasi mual(mis.
Relaksasi, terapi musik,
akupresur)

Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
antiemetik,jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: ECG
Black, J & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria
Desfrimadona, (2016). Kualitas Hidup pada Pasien Gagal ginjal Kronik dengan
Hemodialisa di RSUD Dr. M. Djamil Padang. Diploma Thesis Univesitas Andalas
KEMENKES (2018).Cegah dan Kendalikan Penyakit Ginjal Dengan CERDIK dan
PATUH. Diakses pada tanggal 07 Desember 2018 dari www.depkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai