CKD
DIRUANG IGD RSUD TUGU REJO SEMARANG
DISUSUN OLEH :
LIA SEPTIANI
G3A02187
\
5. Manifestasi Klinis
Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009):
a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun
hingga 25% dari normal.
b. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan nokturia,
GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN sedikit
meningkat diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi,
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer,
pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai
dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan BUN
meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang komplek.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada klien CKD, yaitu:
a. Pemeriksaan pada urine yang meliputi:
1. Volume urine pada orang normal yaitu 500-3000 ml/24 jam atau 1.200 ml
selama siang hari sedangkan pada orang CKD produksi urine kurang dari
400 ml/24 jam atau sama sekali tidak ada produksi urine (anuria) (Debora,
2017).
2. Berat jenis untuk urine normal yaitu 1.010-1.025 dan jika <1.010
menunjukan kerusakan ginjal berat (Nuari & Widayati, 2017).
3. Klirens kreatinin kemungkinan menurun dan untuk nilai normalnya
menurut Verdiansah (2016), yaitu: a) Laki-laki : 97 mL/menit – 137
mL/menit per 1,73 m2 b) Perempuan : 88 mL/menit – 128 mL/menit per
1,73 m2 5) Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen ada. Normalnnya pada urine
tidak ditemukan kandungan protein :
a) BUN meningkat dari keadaan normal 10.0-20.0 mg/dL,
b) kreatinin meningkat dari nilai normal < 7-8 gr/dl 3)
c) SDM menurun dari nilai normal 4.00-5.00, defisiensi eritopoetin
d) BGA menunjukkan asidosis metabolik, pH <7,2
e) Natrium serum rendah dari nilai normal 136-145 mmol/L
f) Kalium meningkat dari nilai normal 3,5-5 mEq/L atau 3,5-5 mmol/L
g) Magnesium meningkat dari nilai normal 1,8-2,2 mg/dL 8)
h) Kalsium menurun dari nilai normal 8,8-10,4 mg/dL 9)
i) Protein (albumin) menurun dari nilai normal 3,5-4,5 mg/dL
b. Pielografi intravena bisa menunjukkan adanya abnormalitas pelvis ginjal dan
ureter. Pielografi retrograde dilakukan bila muncul kecurigaan adanya
obstruksi yang reversibel. Arteriogram ginjal digunakan untuk mengkaji
sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular massa (Haryono, 2013).
c. Ultrasono ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal serta ada atau
tidaknya massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas (Nuari
& Widayati, 2017)
d. Biopsi ginjal dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis (Haryono, 2013).
7. Pentalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan
mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :
a. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi
yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-
zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi
kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi
mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan
terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan
menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan.
Pada proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam
mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-
zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu
cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai di
bersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini
dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit dan setiap kalinya
membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2) Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci
darah dengan bantuan membrane peritoneum (selaput rongga
perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk
dibersihkan dan disaring oleh mesin dialysis.
3) Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor
defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang
mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan
akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi darah hanya dapat diberikan
bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi coroner.
4) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau
parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi
intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5) Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan
vasodilatator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam
mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal
ginjal disertai retensi natrium
6) Transplantasi ginjal
Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal
ginjal kronik, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang
baru.
B. Konsep Asuhan Keperwtaan Pada Klien CKD
1. Pengkajian Keperawatan Primer
a. Airway
1) Sumbatan atau penumpukan
2) Wheezing atau krekles
b. Breathing
1) Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
2) RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
3) Ronkhi, krekles
4) Ekspensi dada tidak penuh
5) Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
1) Nadi lemah, tidak teratur
2) Takikardi
3) TD meningkat /meurun
4) Edema
5) Gelisah
6) Akral dingin
7) Kulit pucat, sianosis
8) Output urine menurun
2. Pengkajian Keperawatan Sekunder
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu dalam
penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan
dan kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan (Smeltezer and Bare,
2011 : Kinta, 2012).
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku
bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
c. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya Berapa lama
pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana
cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan
pasien untuk menaggulangi penyakitnya.
d. Aktifitas/Istirahat
Kelemahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus,
penurunan rentang gerak
e. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada
(angina), hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan
hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat
kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.
f. Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian
g. Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna
urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
h. Makanan/Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic,
distensi abdomen/asietes,pembesaran hati (tahap akhir), perubahan
turgor kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
i. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki
gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh
penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor,
kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan
tipis.
j. Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhati-
hati/distraksi, gelisah
k. Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan
banyak, takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan
batuk dengan sputum encer (edema paru).
l. Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada
pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie,
area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
m. Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
n. Interaksi social
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
o. Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat
terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan
antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.
3. Diagnosa Keperawatan
Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan
tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala, hanya
memiliki faktor resiko.
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan diagnosa
keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut
(Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):
Tujuan &
No Diagnosa Kriteria Intervensi (SIKI)
. (SDKI) Hasil (SLKI)
1.Bersihan jalan L.01001 Manajemen jalan nafas
1 nafas tidak Bersihan jalan 1. Monitor pola
nafas( frekuensi,kedalaman,usaha nafas)
efektif bd nafas meningkat 2. Monitor bunyi nafas tambahan
Sekresi yang kriteri hasil 3. Monitor sputum
tertahan - Produksi 4. Posisikan semifowler atau fowler
sputum menurun 5. Lakukan penghisapan lendir kurang
-Sulit bicara dari 15 detik
6. Lakukn hiperoksigenasi sebelum
menurun penghisapan enditrakeal
-Frekuensi nfas 7. Berikan oksigen
membaik
-Pola nafas
membaik
-
-
Smeltzer & Bare. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing volume 1).
Philladelphia: Lippincott Williams 7 Wilkins