Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

DENGAN ESRD DAN ANEMIA

OLEH:

HERIBERTUS AGUNG

2012B0188

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA

TAHUN 2020
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN

ESRD DAN ANEMIA

DEPARTEMEN

KEPERAWATAN KELUARGA

NAMA: HERIBERTUS AGUNG

2012B0188

Malang, Desember 2020


Mahasiswa, Pembimbing,

Heribertus Agung .......................


Konsep Dasar Teori ESRD

Definisi Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal ditandai dengan penurunan fungsi secara lambat yang
progresif, irreversible, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Smeltzer, 2009). Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi
ginjal yang bersifat persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal
yaitu penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori
ringan, sedang dan berat (Mansjoer, 2007).

Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik


Pengukuran fungsi ginjal terbaik adalah dengan mengukur Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG). Melihat nilai laju filtrasi glomerulus ( LFG ) baik secara
langsung atau melalui perhitungan berdasarkan nilai pengukuran kreatinin, jenis
kelamin dan umur seseorang. Pengukuran LFG tidak dapat dilakukan secara
langsung, tetapi hasil estimasinya dapat dinilai melalui bersihan ginjal dari suatu
penanda filtrasi. Salah satu penanda tersebut yang sering digunakan dalam praktik
klinis adalah kreatinin serum.
Menurut Chronic Kidney Disease Improving Global Outcomes (CKD KDIGO)
proposed classification, dapat dibagi menjadi :

Berdasarkan albumin didalam urin (albuminuria), penyakit ginjal kronis dibagi


menjadi :
* berhubungan dengan remaja dan dewasa
** termasuk nephrotic syndrom, dimana biasanya ekskresi albumin > 2200mg/ 24
jam

Etiologi Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik
(SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
8. Nefropati obstruktif
a. Saluran Kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis,
netroperitoneal.
b. Saluran Kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik


Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
Ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit
atau lebih rendah itu. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein
(yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, akan semakin berat.
9. Gangguan Klirens Ginjal
10. Retensi cairan dan ureum
11. Asidosis
12. Anemia
13. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
14. Penyakit tulang uremic

Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik


1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormon eritropoetin Ginjal sumber ESF (Eritropoetic
Stimulating Factor) → def. H eritropoetin → Depresi sumsum tulang →
sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap proses
hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia
(NH3) → iritasi/rangsang mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan
saliva banyak mengandung urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler:
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
1) Toksik uremia yang kurang terdialisis
2) Peningkatan kadar kalium phosphor
3) Kering bersisik karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan
kristal urea di bawah kulit.
4) Kulit mudah memar
5) Kulit kering dan bersisik
b. Rambut tipis dan kasar
6. Neuropsikiatri
7. Kelainan selaput serosa
8. Neurologi:
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. Rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
9. Kardiomegali
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi
ginjal yang serupa yang disebabkan oleh destruksi nefron progresif. Rangkaian
perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR
menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien
menderita apa yang disebut Sindrom Uremik.
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
a. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan
metabolit lainnya, serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
b. Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan
lainnya.

Komplikasi Gagal Ginjal Kronik


Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare
(2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1) Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2) Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin
angiotensin-aldosteron.
4) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dan kehilangan
darah selama hemodialisa.
5) Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin d abnormal.
6) Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7) Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8) Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9) Hiperparatiroid dan Hiperfosfatemia.
Pemeriksaan Penunjang Gagal Ginjal Kronik
a. Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1) Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagianatas.
2) Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel
jaringan untuk diagnosis histologis.
3) Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4) EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
dan asam basa.
b. Foto Polos Abdomen
Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau obstruksi lain.
c. Pielografi Intravena
Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi penurunan faal
ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.
d. USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal , anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
e. Renogram
Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri , lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
f. Pemeriksaan Radiologi Jantung
Mencari adanya kardiomegali, efusi perikarditis
g. Pemeriksaan radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama pada falangks /jari) kalsifikasi metatastik
h. Pemeriksaan radiologi Paru
Mencari uremik lung yang disebabkan karena bendungan.
i. Pemeriksaan Pielografi Retrograde
Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi yang reversible
j. EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
k. Biopsi Ginjal
dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal kronis atau
perlu untuk mengetahui etiologinya.
l. Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin
 Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine
tidak ada (anuria).
 Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan oleh
pus/nanah, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan
porfirin.
 Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
 Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1.
3) Ureum dan Kreatinin
Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/dL diduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).

4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik
Terapi Gagal Ginjal Kronik
15. Hemodialisa
Pengertian Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak
mampu melaksanakan fungsi tersebut. Pada dialisis, molekul solut berdifusi
lewat membran semipermeabel dengan cara mengalir dari sisi cairan yang lebih
pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke cairan yang lebih encer (konsentrasi
solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat membran semipermeabel dengan
cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekanan eksternal pada membran).
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa
atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat
dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi.
Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi
kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk
melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua
kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan
glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang
terganggu fungsinya. Sistem ginjal buatan :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam
urat.
b. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara
darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus
darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat
(proses ultrafiltrasi).
c. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
16. CAPD (Continues Ambulatory Peritoneum Dialysis)
Metode pencucian darah dengan mengunakan peritoneum (selaput yang
melapisi perut dan pembungkus organ perut). Selaput ini memiliki area
permukaan yang luas dan kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat
dengan mudah tersaring melalui peritoneum ke dalam rongga perut. Cairan
dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut ke
dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga
limbah metabolik dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan
tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan
yang baru.
17. Cangkok Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu :
a. Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah
b. Kualitas hidup normal kembali
c. Masa hidup (survival rate) lebih lama
d. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

Pengkajian Fokus Keperawatan

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu


pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006) sebagai berikut :
18. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada
juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan
yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
19. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih,
dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
20. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB
dalam kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah,
asupan nutrisi dan air naik atau turun.
21. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
22. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensitifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi rate naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (ronkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat / uremia, dan terjadi perikarditis.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada
gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
1) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi ditandai
dengan edema anasarka dan/atau edema perifer, berat badan meningkat
dalam waktu singkat (0022).
2) Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus-kapiler ditandai dengan dispnea, bunyi napas tambahan, PO 2
menurun (D. 0003).
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien ditandai dengan berat badan menurun minimal 10% dibawah
rentang ideal, cepat kenyang setelah makan, nafsu makan menurun, serum
albumin turun (0019).
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antra suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan mengeluh lelah, merasa tidak
nyaman setelah beraktivitas (D. 0056).
5) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi
ditandai dengan dispnea, pola napas abnormal (D. 0005).
KONSEP ANEMIA
PENGERTIAN
a. Anemia berarti kekurangan sel darah merah dapat disebabkan oleh hilangnya
darah terlalu cepatatau kerena terlalu lambatnya produksi sel darah merah
(Guyton, 1997:538)
b. Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan
komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan
untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan
kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999:569 ).
c. Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah,
kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per
100 ml darah (Price, 2006:256).
d. Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar HB
atau hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit,
melainkan merupakan pencerminan keadaan sutu penyakit atau gangguan
fungsi tubuh. (Smeltzer, 2002:935 ) .
e. Anemia ialah keadaan dimana massa eritrosit dan/atau massa hemoglobin
yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen
bagi jaringan tubuh. (Bakta, 2003:12)
f. Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 :
935).

1. Epidemiologi
Prevalensi anemia aplastik yang tinggi terdapat di bagian tropik yang dapat
mencapai hingga 40 % di daerah tertentu. Prevalensi anemia aplastik lebih rendah
di dapat juga di daerah Mediteranian, Saudi Arabia dan beberapa bagian di India.
Anemia aplastik adalah anemia yang terjadi akibat rusaknya sumsum tulang
belakang yang paling banyak didapat. Pembawa sifat diturunkan secara dominan.
Insiden diantara orang Amerika berkulit hitam adalah sekitar 8 % sedangkan
status homozigot yang diturunkan secara resesif berkisar antara 0,3 – 1,5 %.
(Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal 535).
PENYEBAB
Penyebab dari anemia antara lain :

a. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena;


 Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia
 Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient
 Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu
 Inflitrasi sum-sum tulang
b. Kehilangan darah
 Akut karena perdarahan
 Kronis karena perdarahan
 Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
c. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi karena;
 Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD
 Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit
d. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada
Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi kekurangan zat
gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan
asam folat.

TANDA dan GEJALA


Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari berbagai
sistem dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologik
(syaraf) yang dimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus),
pica, serta perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering pula terjadi
abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman
lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan 5L, yakni lemah, letih, lesu, lelah,
lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala
lain adalah munculnya sklera (warna pucat pada bagian kelopak mata bawah).
Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa
melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan
jantung.(Price ,2000:256-264)
Manifestasi klinis
Area Manifestasi klinis

Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran, keletihan


berat , kelemahan, nyeri kepala, demam,
dipsnea, vertigo, sensitive terhadap
dingin, BB turun.

Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit


pucat, sianosis, kulit kering, kuku rapuh,
koylonychia, clubbing finger, CRT > 2
detik, elastisitas kulit munurun,
perdarahan kulit atau mukosa (anemia
aplastik)

Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera,


konjungtiva pucat.

Telinga Vertigo, tinnitus

Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis,


perdarahan gusi, atrofi papil lidah,
glossitis, lidah merah (anemia deficiency
asam folat)

Paru – paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea

Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi,


sesak waktu kerja, angina pectoris dan
bunyi jantung murmur, hipotensi,
kardiomegali, gagal jantung

Gastrointestinal Anoreksia, mual-muntah,


hepatospleenomegali (pada anemia
hemolitik)

Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi

System persyarafan Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata


berkunang-kunang, kelemahan otot,
irritable, lesu perasaan dingin pada
ekstremitas.

(Bakta, 2003:15)
PATOFISIOLOGI
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir,
masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah normal atau akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang
menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik atau dalam
sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping
proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran
darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan
dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau
kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.(Smeltzer & Bare.
2002 : 935 ).

PATHWAY
Kegagalan
produksi SDM o/
sum-sum tulang
Defisiensi B12, Destruksi SDM
asam folat, besi berlebih Perdarahan/hemofilia

Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia
PK Anemia

Gastro intestinal Hipoksia

Suplai O2 dan nutrisi ke


Pola nafas
Penurunan jaringan berkurang sesak
tidak efektif
kerja GI
SSP
Mekanisme an aerob
Peristaltik Kerja Gg. perfusi
menurun lambung jaringan
menurun Asam laktat
Reaksi antar serebral
Makanan
saraf berkurang
susah As. Lambung
ATP berkurang
dicerna meningkat
Pusing
Energy untuk
Anoreksia
Konstipasi Kelelahan membentuk
mual antibodi berkurang
Nyeri
Intoleransi
Perubahan
aktivitas Resiko infeksi
nutrisi kurang
dari
kebutuhan

KLASIFIKASI
Klasifikasi anemia menurut faktor morfologi :
a. Anemia hipokromik mikrositer : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg
Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang
berkurang atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan
penurunan MCH)
1) Anemia defisiensi besi
2) Thalasemia major
3) Anemia akibat penyakit kronik
4) Anemia sideroblastik
b. Anemia normokromik normositer : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung
jumlah hemoglobin dalam batas normal.
1) Anemia pasca perdarahan akut
2) Anemia aplastik
3) Anemia hemolitik didapat
4) Anemia akibat penyakit kronik
5) Anemia pada gagal ginjal kronik
6) Anemia pada sindrom mielodisplastik
7) Anemia leukemia akut
c. Anemia normokromik makrositer : MCV > 95 fl
Sel darah merah memiliki ukuran yang ukuran yang lebih besar dari pada
normal tetapi tetapi kandungan hemoglobin dalam batas normal (MCH
meningkat dan MCV normal).
1) Bentuk megaloblastik
1. Anemia defisiensi asam folat
2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
2) Bentuk non-megaloblastik
1. Anemia pada penyakit hati kronik
2. Anemia pada hipotiroidisme
3. Anemia pada sindrom mielodisplastik

Klasifikasi anemia menurut faktor etiologi :

a. Anemia karena produksi eritrosit menurun


1. kekurangan bahan unuk eritrosit (anemia defisiensi besi, dan anemia
deisiensi asam folat/ anemia megaloblastik)
2. gangguan utilisasi besi (anemia akibat penyakit kronik, anemia
sideroblastik)
3. kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan penggantian oleh
jaringan lemak:anemia aplastik/hiplastik, penggantian oleh jaringan
fibrotic/tumor:anemia leukoeritoblastik/mielopstik)
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui. (anemia
diserotropoetik, anemia pada sindrom mielodiplastik)

b. Kehilangan eritrosit dari tubuh.


1. Anemia pasca perdarahan akut.
2. Anemia pasca perdarahan kronik

c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)


1. Faktor ekstrakorpuskuler
- Antibody terhadap eritrosit: (Autoantibodi-AIHA, isoantibodi-
HDN)
- Hipersplenisme
- Pemaparan terhadap bahan kimia
- Akibat infeksi
- Kerusakan mekanik
2. Factor intrakorpuskuler
- Gangguan membrane (hereditary spherocytosis, hereditary
elliptocytosis)
- Gangguan enzim (defisiensi piruvat kinase, defisiensi G6PD)
- Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati structural, thalasemia)
(Bakta, 2003:15,16)

Anemia yang terjadi akibat menurunnya produksi SDM antara lain :

 Anemia defisiensi besi


Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan hipokromik
(konsentrasi Hb kurang), mikrositik yang disebabkan oleh suplai besi kurang
dalam tubuh. kurangnya besi berpengaruh dalam pembentukan Hb sehingga
konsentrasinya dalam SDM berkurang, hal ini akan mengakibatkan tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen keseluruh jaringan tubuh. Pada keadaan
normal kebutuhan besi orang dewasa adalah 2- 4 gm. Pada laki-laki
kebutuhan besi adalah 50 mg/kgBB dan pada wanita 35 mg/kgBB
( Lawrence M Tierney, 2003) dan hamper 2/3 terdapat dalam Hb. Absorbsi
besi terjadi dilambung, duodenum dan jejunum bagian atas adanya erosi
esofagitis, gaster, ulser duodenum, kanker dan adenoma kolon akan
mempengaruhi absobsi besi.

 Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena rusaknya sintesis DNA yang
mengakibatkan tidak sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan karena
defisiensi vitamin B12 dan asam folat.karakteristik SDM ini adalah adanya
megaloblas abnormal, Prematur dengan fungsi yang tidak normal dan
dihancurkan semasa dalam sumsum tulang sehingga terjadinya
eritropoeisis dengan masa hidup eritrosit yang lebih pendek.yang akan
mengakibatkan leucopenia, trombositopenia .

 Anemia defisiensi vitamin B12


Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya faktor intrinsik yang
diproduksi di sel parietal lambung sehingga terjadi gangguan absobsi
vitamin B12 .

 Anemia defisiesi asam folat


Kebutuhan folat sangat kecil biasanya terjadi pada orang yang kurang makan
sayuran dan buah-buahan, gangguan pada pencernaan, alkolik dapat
meningkatkan kebutuhan folat, wanita hamil, masa pertumbuhan. Defisiensi
asam folat juga dapat mengakibatkan sindrom malabsobsi

 Anemia aplastik
Terjadi akibat ketidak sanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel – sel
darah. Kegagalan tersebut disebabkan oleh kerusakan primer atau zat yang
dapat merusak sumsum tulang (Mielotoksin).

Anemia karena meningkatnya destruksi atau kerusakan SDM dapat terjadi


karena hiperaktifnya RES.
Meningkatnya destruksi SDM dan tidak adekuatnya produksi SDM biasanya
karena faktor-faktor :

 Kemampuan respon sumsum tulang terhadap penurunan SDM kurang karena


meningkatnya jumlah retikulosit dalam sirkulasi darah
 Meningkatnya SDM yang masih muda dalam sumsum tulang dibandingkan
yang matur atau matang .
 Ada atau tidaknya hasil destruksi SDM dalam sirkulasi (peningkatan kadar
bilirubin)

Anemia yang terjadi akibat meningkatnya destruksi/kerusakan SDM antara


lain:

 Anemia hemolitik
anemia hemolitik terjadi akibat peningkatan hemolisis dari eritrosit sehingga
usia SDM lebih pendek yang disebabkan oleh : 5% dari jenis anemia,
herediter, Hb abnormal, membran eritrosit rusak, thalasemia, anemia sel
sabit, reaksi autoimun, toksik, kimia, pengobatan, infeksi, kerusakan fisik .

 Anemia sel sabit


anemia sel sabit adalah anemia hemolitk berat yang ditandai dengan SDM
kecil sabit, dan pembesaran limfa akibat kerusakan molekul Hb

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium pada pasien anemia menurut (Doenges, 1999 :572)
 Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV (volume
korpuskular rerata) dan MCH (hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokronik (DB), peningkatan (AP). Pansitopenia
(aplastik).
Nilai normal eritrosit (juta/mikro lt) : 3,9 juta per mikro liter pada wanita dan
4,1 -6 juta per mikro liter pada pria
 Jumlah darah lengkap (JDL) : hemoglobin dan hemalokrit menurun.
 Jumlah retikulosit : bervariasi, misal : menurun (AP), meningkat (respons
sumsum tulang terhadap kehilangan darah/hemolisis).
 Pewarna sel darah merah : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengindikasikan tipe khusus anemia).
 LED : Peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi, misal :
peningkatan kerusakan sel darah merah : atau penyakit malignasi.
 Masa hidup sel darah merah : berguna dalam membedakan diagnosa anemia,
misal : pada tipe anemia tertentu, sel darah merah mempunyai waktu hidup
lebih pendek.
 Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
 SDP : jumlah sel total sama dengan sel darah merah (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik)
Nilai normal Leokosit (per mikro lt) : 6000 – 10.000 permokro liter
 Jumlah trombosit : menurun caplastik; meningkat (DB); normal atau tinggi
(hemolitik)
Nilai normal Trombosit (per mikro lt) : 200.000 – 400.000 per mikro liter
darah
Hemoglobin elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
Nilai normal Hb (gr/dl) : Bilirubin serum (tak terkonjugasi): meningkat (AP,
hemolitik).
 Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anemia sehubungan
dengan defisiensi masukan/absorpsi
 Besi serum : tak ada (DB); tinggi (hemolitik)
 TBC serum : meningkat (DB)
 Feritin serum : meningkat (DB)
 Masa perdarahan : memanjang (aplastik)
 LDH serum : menurun (DB)
 Tes schilling : penurunan eksresi vitamin B12 urine (AP)
 Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urine, feses, dan isi gaster,
menunjukkan perdarahan akut / kronis (DB).
 Pemeriksaan andoskopik dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan :
perdarahan GI
 Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya
asam hidroklorik bebas (AP).
 Aspirasi sumsum tulang/pemeriksaan/biopsi : sel mungkin tampak berubah
dalam jumlah, ukuran, dan bentuk, membentuk, membedakan tipe anemia,
misal: peningkatan megaloblas (AP), lemak sumsum dengan penurunan sel
darah (aplastik).

KOMPLIKASI
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita
anemia akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau
gampang terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah,
karena harus memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia,
jika lambat ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan
berisiko bagi janin. Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa
juga mengganggu perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak. Anemia
berat, gagal jantung kongesti dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik
tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Selain itu
dispnea, nafas pendek dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani
merupakan manifestasi berkurangnya pengurangan oksigen (Price &Wilson,
2006)

PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan karena
penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau penurunan produksi sel
darah merah.pada pasien yang hipovelemik:
 pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena,
 resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
 tranfusi kompenen darah sesuai indikasi
(Catherino,2003:416)
Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap kondisi
yang mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)
Acute anemia akibat kehilangan darah:
1. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.
2. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.
3. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan kristaloid
dan juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung kongestif iatrogenik
pada pasien..
4. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan platelet, jika
diindikasikan.
5. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor deficiency
yang dikirim untuk pengukuran.
6. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya Feto-
transfer darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam) jika mereka
Rh negatif.
7. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk mengobati
penyebab pendarahan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)

Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda


tergantung dari jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini beberapa
terapi yang diberikan pada pasien sesuai dengan jenis anemia yang diderita:

d. Anemia Deficiensi Besi


Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi
berupa:

 Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri,


misalnya pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid bila tidak
dilakukan terapi kausal anemia akan kambuh kembali.
 Pemberiian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di dalam
tubuh. Besi per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg, ferrous
gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous suuccinate). Besi
parentral, efek sampingnya lebih berbahaya besi parentral
diindikasikan untuk intoleransi oral berat, kepatuhan berobat kurang,
kolitis ulseratif, dan perlu peningkatan Hb secara cepat seperti pada
ibu hamil dan preoperasi. (preparat yang tersedia antara iron dextran
complex, iron sorbitol citric acid complex)Pengobatan diberikan
sampai 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk cadangan
besi tubuh.
 Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah.
Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi
adalah pada pasien penyakit jantung anermik dengan ancaman payah
jantung, anemia yang sangat simtomatik, dan pada penderita yang
memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat.dan jenis
darah yang diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya
overload. Sebagai premediasi dapat dipertimbangkan pemberian
furosemid intravena. (Bakta, 2003:36)
e. Anemia Akibat Penyakit Kronis
Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian adalah:

 Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan sembuh
dengan sendirinya.
 Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam folat, atau
vitamin B12.
 Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.
 Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan
hemoglobin, tetapi harus diberikan terus menerus.
 Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi pemberian
preparat besi akan meningkatkan hemoglobin, tetapi kenaikan akan
berhenti setelah hemoglobin mencapai kadar 9-10 g/dl. (Bakta,
2003:41)
f. Anemia Sideroblastik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia
sideroblastik adalah:

 Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat simtomatik


dengan transfusi darah.
 Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil penderita
responsif terhadap piridoxin. (Bakta, 2003:44)
g. Anemia Megaloblastik
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam folat
adalah terapi ganti dengan vitamin B12 atau asam folat meskipun
demikian terapi kausal dengan perbaikan gizi dan lain-lain tetap harus
dilakukan:

 Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan


puncak pada hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu.
Neuropati biasanya dapat membaik tetapi kerusakan medula spinalis
biasanya irreverrsible. (Bakta, 2003:48)
 Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari selama 4
bulan.
 Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin intramuskuler 200
mg/hari, atau 1000 mg diberikan tiap minggu selama 7 minggu.
Dosis pemeliharaan 200 mg tiap bulan atau 1000 mg tiap 3 bulan.
h. Anemia Perniciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka terapi
utama untuk anemia pernisiosa adalah:

 Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12


 Terapi pemeliharaan
 Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2003: 49)
i. Anemia Hemolitik
Pengibatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik kasus
tersebut serta penyebab hemolisisnya karena itu sangat bervariasi dari
kasus per kasus. Akan tetapi pada dasarnya terapi anemia hemolitik
dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:

 Terapi gawat darurat


Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut
maka harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa
memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia berat, pertimbangan
transfusi darah harus dilakukan secara sangat hati-hati, meskipun
dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat terjadi sehingga
memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan tetapi jika syok berat telah
teerjadi maka tidak ada pilihan lain selain transfusi.

 Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan
kesembuhan total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau
disebabkan oleh penyebab herediter-familier yang belum dapat
dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang penyebabnya telah jelas maka terapi
kausal dapt dilaksanakan. (Bakta, 2003:69)
 Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di limpa.
Pada anemia hemolitik kronik familier-herediter sering diperlukan
transfusi darah teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin.
Bahkan pada thalasemia mayor dipakai teknik supertransfusi atau
hipertransfusi untuk mempertahankan keadaan umum dan pertumbuhan
pasien.
Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat 0,15-
0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
Konsep Keluarga
Definisi Keluarga
Keluarga adalah sebagai unit sosial-ekonomi terkecil dalam
masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua institusi.
Keluarga merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau
lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi interpersonal,
hubungan darah, hubungan perkawinan, dan adopsi [ CITATION
Pus16 \l 1033 ]. Keluarga menurut Undang-Undang Nomor 52
Tahun 2009 (dalam Puspitawati, 2016) Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga: Bab II: Bagian
Ketiga Pasal 4 Ayat (2), bahwa Pembangunan keluarga bertujuan
untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa
aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam
mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin. Keluarga
merupakan keharusan yang diwajibkan oleh Agama, salah satunya
tertera pada Kitab Suci Al Qur’an [ CITATION Pus16 \l 1033 ]:
a. Firman Allah dalam Surat At-Tahrim Ayat 6: “Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan”.
b. Firman Allah dalam Surat Al-Furqon : Ayat 74 “Dan orang-
orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada
kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang
hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa”.
Ciri Keluarga
Terdapat 4 ciri keluarga yaitu [ CITATION Pus16 \l 1033 ]:
a. Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh
ikatan perkawinan (pertalian antar suami dan istri), darah
(hubungan antara orangtua dan anak) atau adopsi.
b. Anggota-anggota keluarga ditandai dengan hidup bersama
dibawah satu atap dan merupakan susunan satu rumah tangga.
Tempat kost dan rumah penginapan bisa saja menjadi rumah
tangga, tetapi tidak akan dapat menjadi keluarga, karena
anggota-anggotanya tidak dihubungkan oleh darah, perkawinan
atau adopsi.
c. Keluarga merupakan kesatuan dari orang-orang yang
berinteraksi dan berkomunikasi yang menciptakan peranan-
peranan sosial bagi si suami dan istri, ayah dan ibu, anak laki-
laki dan perempuan, saudara laki-laki dan saudara perempuan;
Peranan-peranan tersebut diperkuat oleh kekuatan tradisi dan
sebagian lagi emosional yang menghasilkan pengalaman.
d. Keluarga adalah pemelihara suatu kebudayaan bersama yang
diperoleh dari kebudayaan umum. Keluarga sebagai suatu
susunan sosial yang didasarkan pada kontrak perkawinan
termasuk dengan pengenalan hak-hak dan tugas orangtua;
tempat tinggal suami, istri dan anak-anak; dan kewajiban
ekonomi yang bersifat reciprocal antara suami dan istri.
Tujuan Keluarga
Tujuan keluarga adalah mewujudkan kesejahteraan lahir
(fisik, ekonomi) dan batin (sosial, psikologi, spiritual, dan mental).
Selain itu juga untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan
bagi anggota keluarganya, serta melestarikan keturunan dan
budaya suatu bangsa. Keluarga yang sejahtera diartikan sebagai
keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah,
mampu memenuhi kebutuhan fisik dan mental yang layak,
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta memiliki hubungan
yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota keluarga, dan
antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya [ CITATION
Pus16 \l 1033 ].
Tipe Keluarga
Terdapat dua tipe keluarga, antara lain [ CITATION Lim16 \l 1033 ]:
a. Nuclear family (keluarga inti)
Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan satu atau lebih anak.
Jenis keluarga ini cenderung memiliki anggota keluarga yang
lebih sedikit dibandingkan dengan extended family. Dalam
jenis keluarga ini biasanya pihak yang memiliki wewenang
lebih besar dalam mengambil keputusan adalah orangtua.
Pengambilan keputusan untuk kebutuhan anak pada awalnya
akan dilakukan oleh orang tua. Hal tersebut akan mulai berubah
seiring dengan pertambahan usia anak, hingga akhirnya anak
mampu membuat keputusannya sendiri.
b. Extended family
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang tinggal bersama
yang biasanya terdiri dari kakek, nenek, paman, bibi dan
keponakan. Keluarga jenis ini tentunya memiliki kebutuhan
yang lebih beragam apabila dibandingkan dengan nuclear
family. Hal ini dapat disebabkan jumlah anggota keluarga yang
lebih banyak sehingga kebutuhannya menjadi lebih beragam.
Misalnya saja anak-anak membutuhan matras single untuk
tidur dengan ukuran yang lebih kecil, untuk ayah dan ibu
membutuhkan matras double dengan ukuran lebih lebar karena
digunakan bersama, sedangkan untuk nenek atau kakek bisa
jadi membutuhkan matras single atau double namun dengan
ukuran yang lebih panjang dibandingkan dengan matras anak.
Teori Struktural-Fungsional Keluarga
Pendekatan teori sosiologi struktural-fungsional menyangkut
struktur (aturan pola sosial) dan fungsinya dalam masyarakat.
Penganut pandangan teori struktural-fungsional melihat sistem
sosial sebagai suatu sistem yang seimbang, harmonis dan
berkelanjutan. Konsep struktur sosial meliputi bagian-bagian dari
sistem dengan cara kerja pada setiap bagian yang terorganisir.
Pendekatan teori ini mengakui adanya segala keragaman dalam
kehidupan sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi sesuai
dengan posisi [ CITATION Pus16 \l 1033 ].
Pendekatan struktural-fungsional menekankan pada
keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga dan kestabilan
sistem sosial dalam masyarakat. Pendekatan teori struktural-
fungsional dapat digunakan dalam menganalisis peran keluarga
agar dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga
dan masyarakat. Konsep keseimbangan mengarah kepada konsep
homeostasis suatu organisme yaitu suatu kemampuan untuk
memelihara stabilitas agar kelangsungan suatu sistem tetap terjaga
dengan baik meskipun di dalamnya mengakomodasi adanya
adaptasi dengan lingkungan [ CITATION Pus16 \l 1033 ].
Sebagai asumsi dasar dalam teori struktural fungsional adalah
[ CITATION Pus16 \l 1033 ]:
a. Masyarakat selalu mencari titik keseimbangan.
b. Masyarakat memerlukan kebutuhan dasar agar titik
keseimbangan terpenuhi.
c. Untuk memenuhi kebutuhan dasar, maka fungsi-fungsi harus
dijalankan.
d. Untuk memenuhi semua ini, maka harus ada struktur tertentu
demi berlangsungnya suatu keseimbangan atau homeostatik.
Konsep Struktural Fungsional adalah [ CITATION Pus16 \l 1033 ]:
a. Sistem: Suatu obyek dan hubungan antar obyek dengan
atributnya.
b. Boundaries: Suatu batas antara sistem dan lingkungannya yang
mempengaruhi aliran informasi dan energinya (tertutup atau
terbuka).
c. Aturan Transformasi: Memperlihatkan hubungan antara
elemen-elemen dalam suatu sistem.
d. Feedback: Suatu konsep dari teori sistem yang menggambarkan
aliran sirkulasi dari output kembali sebagai input (positif,
negatif/ penyimpangan).
e. Variety: Merujuk pada derajat variasi adaptasi perubahan
dimana sumber daya dari sistem dapat memenuhi tuntutan
lingkungan yang baru.
f. Equilibrium: Merujuk pada keseimbangan antara input dan
output (homeostatis mempertahankan keseimbangan secara
dinamis antara feedback dan kontrol).
g. Subsistem: Variasi tingkatan dari suatu sistem yang merupakan
bagian dari suatu sistem.
h. Struktur keluarga.
i. Pembagian peran, tugas dan tanggung jawab, hak dan
kewajiban.
j. Menjalankan fungsi.
k. Mempunyai aturan dan nilai/norma yang harus diikuti.
l. Mempunyai tujuan.
Aplikasi Struktural Fungsional dalam Keluarga [ CITATION Pus16 \l
1033 ]:
a. Berkaitan dengan pola kedudukan dan peran dari anggota
keluarga tersebut, hubungan antara orangtua dan anak, ayah
dan ibu, ibu dan anak perempuannya, dll.
b. Setiap masyarakat mempunyai peraturan-peraturan dan
harapan-harapan yang menggambarkan orang harus
berperilaku.
c. Tipe keluarga terdiri atas keluarga dengan suami istri utuh
beserta anak-anak (intact families), keluarga tunggal dengan
suami/istri dan anak-anaknya (single families), keluarga
dengan anggota normal atau keluarga dengan anggota yang
cacat, atau keluarga berdasarkan tahapannya, dan lain-lain.
d. Aspek struktural menciptakan keseimbangan sebuah sistem
sosial yang tertib (social order). Ketertiban keluarga akan
tercipta kalau ada struktur atau strata dalam keluarga, dimana
masing-masing mengetahui peran dan posisinya dan patuh pada
nilai yang melandasi struktur tersebut.
e. Terdapat 2 (dua) Bentuk keluarga yaitu: (1) Keluarga Inti
(nuclear family), dan (2) Keluarga Luas (extended family).
f. Struktur dalam keluarga dapat dijadikan institusi keluarga
sebagai sistem kesatuan dengan elemen-elemen utama yang
saling terkait [ CITATION Pus16 \l 1033 ]:
1. Status sosial: Pencari nafkah, ibu rumah tangga, anak
sekolah, dan lain-lain.
2. Fungsi dan peran sosial: Perangkat tingkah laku yang
diharapkan dapat memotivasi tingkah laku seseorang yang
menduduki status sosial tertentu (peran
instrumental/mencari nafkah; peran emosional
ekspresif/pemberi cinta, kasih sayang).
3. Norma sosial: Peraturan yang menggambarkan bagaimana
sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam situasi tertentu.
Teori Perkembangan Keluarga
Teori Perkembangan Keluarga merupakan multilevel theory
yang berhubungan dengan individualis, dan institusi keluarga. Hal-
hal yang sering dibahas pada teori ini adalah konsep perkembangan
tugas (the Development of task) sepanjang siklus kehidupan
keluarga (Family life cycle). Tahapan Perkembangan Keluarga ada
8 tahapan yaitu [ CITATION Nur19 \l 1033 ]:
a. Tahapan perkawinan (married couple), Pada tahap ini individu
baru menikah.
b. Tahapan mempunyai anak (childbearing), Pada tahap ini
individu yang sebelumnya sudah menikah kemudian memililiki
anak pertama yang masih bayi.
c. Tahapan anak berumur preschool (Preschool age), Dimana
pada keluarga ini anak yang tadinya masih bayi mulai
memasuki usia pra-sekolah.
d. Tahapan anak berumur Sekolah Dasar (school age), Pada tahap
ini keluarga yang anak pertamanya mulai memasuki sekolah
dasar.
e. Tahapan anak berumur remaja (teenage), Keluarga pada tahap
ini anak pertama dalam keluarga tersebut mulai beranjak
remaja.
f. Tahapan anak lepas dari orangtua (launching center), Pada
tahap ini anak pertama dalam keluarga tersebut yang
sebelumnya masih remaja sudah memasuki usia dewasa.
g. Tahapan orangtua umur menengah (middle-aged parents), Pada
tahap ini keluarga yang anaknya sudah dewasa dan mandiri
serta siap untuk menikah dan tinggal dengan keluarga barunya
sehingga anak tersebut meninggalkan rumah orang tuanya.
h. Tahapan orangtua umur manula (aging parents), Keluarga pada
tahap ini kedua orang tuanya sudah tidak bekerja dan sudah
tidak produktif, tahap ini terjadi hingga kematian.
Konsep Keperawatan Keluarga
Definisi Keperawatan Keluarga
Keperawatan keluarga merupakan pelayanan holistik yang
menempatkan keluarga dan komponennya sebagai fokus pelayanan
dan melibatkan anggota keluarga dalam tahap pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan
memobilisasi sumber pelayanan kesehatan yang tersedia di keluarga
dan sumber-sumber dari profesi lain, termasuk pemberi pelayanan
kesehatan dan sektor lain di komunitas [ CITATION Kho16 \l 1033 ].
Tujuan Keperawatan Keluarga
Tujuan keperawatan keluarga ada dua macam, yaitu tujuan
umum dan khusus. Tujuan umum dari keperawatan keluarga adalah
kemandirian keluarga dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Tujuan khusus dari keperawatan keluarga adalah
keluarga mampu melaksanakan tugas pemeliharaan kesehatan
keluarga dan mampu menangani masalah kesehatannya, antara lain [
CITATION Kho16 \l 1033 ]:
a. Mengenal masalah kesehatan yang dihadapi anggota keluarga.
Kemampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan
seluruh anggota keluarga. Contoh, apakah keluarga mengerti
tentang pengertian dan gejala diabetes mellitus yang diderita
oleh anggota keluarganya.
b. Membuat keputusan secara tepat dalam mengatasi masalah
kesehatan anggota keluarga. Kemampuan keluarga dalam
mengambil keputusan untuk membawa anggota keluarga ke
pelayanan kesehatan. Contoh, segera memutuskan untuk
memeriksakan anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus ke
pelayanan kesehatan.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang mempunyai
masalah kesehatan. Kemampuan keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang sakit. Contoh, keluarga mampu merawat
anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus, yaitu
memberikan diet DM, memantau minum obat antidiabetik,
mengingatkan untuk senam, dan kontrol ke pelayanan
kesehatan.
d. Memodifikasi lingkungan yang kondusif. Kemampuan
keluarga dalam mengatur lingkungan, sehingga mampu
mempertahankan kesehatan dan memelihara pertumbuhan serta
perkembangan setiap anggota keluarga. Contoh, keluarga
menjaga kenyamanan lingkungan fisik dan psikologis untuk
seluruh anggota keluarga termasuk anggota keluarga yang
sakit.
e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk
pemeliharaan dan perawatan anggota keluarga yang
mempunyai masalah kesehatan. Contoh, keluarga
memanfaatkan Puskesmas, rumah sakit, atau fasilitas pelayanan
kesehatan lain untuk anggota keluarganya yang sakit.
Sasaran Keperawatan Keluarga
Sasaran keperawatan keluarga antara lain [ CITATION Kho16 \l 1033 ]:
a. Keluarga sehat
Keluarga sehat adalah seluruh anggota keluarga dalam kondisi
tidak mempunyai masalah kesehatan. Namun masih
memerlukan antisipasi terkait dengan siklus perkembangan
manusia dan tahapan tumbuh kembang keluarga. Fokus
intervensi keperawatan terutama pada promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit.
b. Keluarga risiko tinggi dan rawan kesehatan
Keluarga risiko tinggi dapat didefinisikan jika satu atau lebih
anggota keluarga memerlukan perhatian khusus dan memiliki
kebutuhan untuk menyesuaikan diri terkait siklus perkembangan
anggota keluarga dan keluarga dengan faktor risiko penurunan
status kesehatan.
c. Keluarga yang memerlukan tindak lanjut
Keluarga yang memerlukan tindak lanjut merupakan keluarga
yang mempunyai masalah kesehatan dan memerlukan tindak
lanjut pelayanan keperawatan atau kesehatan misalnya klien
pasca hospitalisasi penyakit kronik, penyakit degeneratif,
tindakan pembedahan, dan penyakit terminal.
Peran dan Fungsi Perawat Keluarga
Peran dan fungsi perawat di keluarga adalah sebagai berikut
[ CITATION Kho16 \l 1033 ]:
a. Pelaksana
Peran dan fungsi perawat sebagai pelaksana adalah memberikan
pelayanan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan,
mulai pengkajian sampai evaluasi. Pelayanan diberikan karena
adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan,
serta kurangnya keamanan menuju kemampuan melaksanakan
kegiatan sehari-hari secara mandiri. Kegiatan yang dilakukan
bersifat promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif.
b. Pendidik
Peran dan fungsi perawat sebagai pendidik adalah
mengidentifikasi kebutuhan, menentukan tujuan,
mengembangkan, merencanakan, dan melaksanakan pendidikan
kesehatan agar keluarga dapat berperilaku sehat secara mandiri.
c. Konselor
Peran dan fungsi perawat sebagai konselor adalah memberikan
konseling atau bimbingan kepada individu atau keluarga dalam
mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman
yang lalu untuk membantu mengatasi masalah kesehatan
keluarga.
d. Kolaborator
Peran dan fungsi perawat sebagai kolaborator adalah
melaksanakan kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait
dengan penyelesaian masalah kesehatan di keluarga.

Selain peran perawat keluarga, ada juga peran perawat keluarga


dalam pencegahan primer, sekunder dan tersier sebagai berikut
[ CITATION Kho16 \l 1033 ]:
a. Pencegahan Primer
Peran perawat dalam pencegahan primer mempunyai peran yang
penting dalam upaya pencegahan terjadinya penyakit dan
memelihara hidup sehat.
b. Pencegahan sekunder
Upaya yang dilakukan oleh perawat adalah mendeteksi dini
terjadinya penyakit pada kelompok risiko, diagnosis, dan
penanganan segera yang dapat dilakukan oleh perawat.
Penemuan kasus baru merupakan upaya pencegahan sekunder,
sehingga segera dapat dilakukan tindakan. Tujuan dari
pencegahan sekunder adalah mengendalikan perkembangan
penyakit dan mencegah kecacatan lebih lanjut. Peran perawat
adalah merujuk semua anggota keluarga untuk skrining,
melakukan pemeriksaan, dan mengkaji riwayat kesehatan.
c. Pencegahan tersier
Peran perawat pada upaya pencegahan tersier ini bertujuan
mengurangi luasnya dan keparahan masalah kesehatan, sehingga
dapat meminimalkan ketidakmampuan dan memulihkan atau
memelihara fungsi tubuh. Fokus utama adalah rehabilitasi.
Rehabilitasi meliputi pemulihan terhadap individu yang cacat
akibat penyakit dan luka, sehingga mereka dapat berguna pada
tingkat yang paling tinggi secara fisik, sosial, emosional.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a. Anamnesis [ CITATION MEN18 \l 1033 ]:
1. Pucat kronik: usia awitan terjadinya pucat perlu
ditanyakan. Pada thalassemia β/HbE usia awitan pucat
umumnya didapatkan pada usia yang lebih tua.
2. Riwayat transfusi berulang: anemia pada thalassemia
mayor memerlukan transfusi berkala.
3. Riwayat keluarga dengan thalassemia dan transfusi
berulang.
4. Perut buncit: perut tampak buncit karena adanya
hepatosplenomegali.
5. Etnis dan suku tertentu: angka kejadian thalassemia lebih
tinggi pada ras Mediterania, Timur Tengah, India, dan
Asia Tenggara. Thalassemia paling banyak di Indonesia
ditemukan di Palembang 9%, Jawa 6-8%, dan Makasar
8%.
6. Riwayat tumbuh kembang dan pubertas terlambat.

b. Pemeriksaan Fisik [ CITATION MEN18 \l 1033 ] :


Beberapa karakteristik yang dapat ditemukan dari
pemeriksaan fisis pada anak dengan thalassemia yang
bergantung transfusi adalah pucat, sklera ikterik, facies
Cooley (dahi menonjol, mata menyipit, jarak kedua mata
melebar, maksila hipertrofi, maloklusi gigi),
hepatosplenomegali, gagal tumbuh, gizi kurang, perawakan
pendek, pubertas terlambat, dan hiperpigmentasi kulit.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang ditemukan pada penderita
Thalasemia anatar lain [ CITATION Aul16 \l 1033 ]:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman O2 ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau
ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
sirkulasi dan neurologis.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder
tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan
granulosit.
6. Kurang pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan interpretasi informasi dan
tidak mengenal sumber informasi.
Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana Asuhan Keperawatan yang diberikan pada penderita
thalasemia antara lain [ CITATION Aul16 \l 1033 ]:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman O2 ke sel.
Kriteria hasil:
1) Tidak terjadi palpitasi
2) Kulit tidak pucat
3) Membran mukosa lembab
4) Keluaran urine adekuat
5) Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen
6) Tidak terjadi perubahan tekanan darah
7) Orientasi klien baik.

Intervensi:

1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna


kulit/ membran mukosa, dasar kuku.
2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra
indikasi pada pasien dengan hipotensi).
3) Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.
4) Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi,
gangguan memori, bingung.
5) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan,
dan tubuh hangat sesuai indikasi.
6) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD,
dll.
7) Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
8) Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai O2 dan kebutuhan.
Kriteria hasil:
1) Menunjukkan penurunan tanda fisiologis intoleransi,
misalnya nadi, pernapasan dan Tb masih dalam rentang
normal pasien.

Intervensi:

1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat


kelelahan dan kesulitan dalam beraktivitas.
2) Awasi tanda-tanda vital selama dan sesudah aktivitas.
3) Catat respin terhadap tingkat aktivitas.
4) Berikan lingkungan yang tenang.
5) Pertahankan tirah baring jika diindikasikan.
6) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap
pusing.
7) Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk
meningkatkan istirahat.
8) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas.
9) Beri bantuan dalam beraktivitas bila diperlukan.
10) Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien,
tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
11) Gerakan teknik penghematan energi, misalnya mandi
dengan duduk.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau
ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
Kriteria hasil:
1) Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.
2) Tidak ada malnutrisi.
Intervensi:

1) Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.


2) Observasi dan catat masukan makanan pasien.
3) Timbang BB tiap hari.
4) Beri makanan sedikit tapi sering.
5) Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan
gejala lain yang berhubungan.
6) Pertahankan higiene mulut yang baik.
7) Kolaborasi dengan ahli gizi.
8) Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin,
Transferin, Protein, dll.
9) Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai
mineral, pemberian Fe tidak dianjurkan.
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made.2003.Hematologi Klinik Dasar.Jakarta:EGC


Catherino jeffrey M.2003.Emergency medicine handbook USA:Lipipincott
Williams

Doenges, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC:
Jakarta.

Kahsasi, Daniel. 2009. Anemia Acute. 1

Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi


2005-2006.Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika

Price, S.A, 2000, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :


EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing
Clinical Management for Positive Outcome Seventh Edition.
China : Elsevier inc. 2005
Nahas, Meguid El & Adeera Levin. 2010. Chronic Kidney Disease: A
Practical Guide to Understanding and Management. USA :
Oxford University Press.
Kasuari. 2002. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan
Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang.
Poltekes Semarang PSIK Magelang
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius.
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba
Medika. Sudoyo. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.

Andriastuti, M., Yuniar, I., Indawati, W., & Putri, N. D. (2018). Current
Evidences in Pediatric Emergencies Management. Jakarta: Departemen
Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
Bulechek, G., Butcher , H., Dochterman, J., & Wagner, C. (2016). Nursing
Intervention Classification (NIC), 6th edition. SIngapore: Elsevier.
Herdman, H. T. (2018). NANDA-I diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi
2018-2020. Jakarta: EGC.
Hijriani, H. (2018, Desember). Pengaruh Psychoeducational Parenting Terhadap
Kecemasan Orangtua Yang Mempunyai Anak Penyandang Gagal Ginjal
Mayor. Jurnal Keperawatan Silampari, Volume 2.
Kholifah, S. N., & Widagdo, W. (2016). Keperawatan Keluarga dan Komunitas.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Limantoro, S., & Japarianto, E. (2016). Analisa Pengaruh Family Types, Family
Stages dan Household Conflict Terhadap Pengambilan Keputusan
Pembelian Matras King Koil di Surabaya. Jurnal Manajemen Pemasaran
Petra, Volume 1.
Lusiana, S. A. (2016). Hubungan Status Anemia, Kecukupan Air dan Lingkungan
Belajar dengan Prestasi Belajar Anak Obes di Kota Bogor. Jurnal
Kesehatan .
Masyhudi. (2016). Tatalaksana Pemberian Informasi dan Edukasi Kepada Pasien
dan Keluarga. Semarang: RS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG.
MENKES RI. (2018). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Thalasemia. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing
Outcomes CLassification (NOC), 5th edition . Singapore: Elsevier.
Nurjanah, M. (2019). Teori Keluarga: Studi Literatur. Jurnal Universitas Negeri
Jakarta.
Oktavianti, B. (2017). Mekanisme Koping Keluarga Dalam Merawat Anak
Dengan Thalasemia Mayor Usia 6-12 Tahun Di POPTI Kota Bandung.
Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia.
Puspitawati, H. (2016). Konsep dan Teori Keluarga. Jurnal Institut Pertanian
Bogor.
Ray, R. L., Rahmawati, F., & Andhini, D. (2019). Hubungan Pengetahuan dan
Sikap Orangtua Dengan Kualitas Hidup Anak Penderita Talasemia. Jurnal
Kedokteran.
Sembiring, S. P. (2018). Gagal Ginjal Kronik. Jakarta: MorphostLab.
Ulfa, A. F., & Hasyim, M. (2018, April 01). Pengaruh Family Psikoedukasi
Terhadap Peningkatan Selfcare Dalam Merawat Anak Gagal Gagal Ginjal.
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5.

Anda mungkin juga menyukai