Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

DI SUSUN OLEH :

RAHAYU RAHMATIKA

2022207209243

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2022/2023
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan
volume dan komposisi caran tubuh dlam keadaan asupan makanan normal.
Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu krok dan akut.
Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah
tidak mampu mengangkut sampahi nisa metabolik tubuh berupa bahan yang
biasanya dieliminasi melalui urin dan memampu dalam cairan tubuh akibat
gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan
metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Abdul, 2015)

2. Etiologi
Pada dasarnya, penyebab gagal ginjal kronik adalah penurunan laju filmasi
glomerulus atau yang disebut juga penurunan glomerulus filtration rate (GFR).
Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessse, 2013)
a. Gangguan pembuluh darah berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan
iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal
b. Gangguan munologis: seperti glomerulonephritis
c. Infeksi dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E Coli yang
berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri.
d. Gangguan metabolik seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan
berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amyloidosis
yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding
pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus.
e. Gangguan tubulus primer: terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam
berat.
f. Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan
kontstriksi uretra
g. Kelainan kongenital dan herediter penyakit polikistik sama dengan kondisi
keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi
cairan didalam guyal dan organ lam, serta tidak adanya jaringan ginjal yang
bersifat konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.

3. Klasifikasi
Menurut National Kidney Foundation (2016) membagi 5 (lima) stadium
penyakit ginjal kronik yang ditentukan melalui perhitungan nilai Glomerular
Filtration Rate (GFR) meliputi:
a. Stadium I
Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>90ml/min/1,73 m2).
Fungsi ginjal masih normal tapi telah terjadi abnormalitas patologi dan
komposisi dari darah dan urine.
b. Stadium II
Kerusakan ginjal. Fungsi ginjal menurun ringan dan ditemukan abnormalitas
patologi dan komposisi dari darah dan urine.
c. Stadium III
Penurunan GFR Moderat (30-59ml/min/1,73 m2) . Tahapan ini terbagi lagi
menjadi tahapan IIIA (GFR 45-59) dan tahapan IIIB (GFR 30-44). Pada
tahapan ini telah terjadi penurunan fungsi ginjal sedang.
d. Stadium IV
Penurunan GFR Severe (15-29 ml/min/1,73 m2). Terjadi penurunan fungsi
ginjal yang berat. Pada tahapan ini dilakukan persiapan untuk terapi
pengganti ginjal.
e. Stadium V
End Stage Renal Disease (GFR<15 ml/min/1,73m2), merupakan tahapan
kegagalan ginjal tahap akhir. Terjadi penurunan fungsi ginjal yang sangat
berat dan dilakukan terapi pengganti ginjal secara permanen. Menghitung
laju GFR dapat dilakukan dengan perhitungan berikut : GFR laki laki = (140
- umur) x kgBB / (72 x serum kreatinin) GFR perempuan = (140 - umur) x
kgBB x 0,85 / (72 x serum kreatinin).

4. Manifestasi Klinis
Menurut perjalanan klinisnya (Corwin, E (2009)
a. Memurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
memarun hingga 25% dari normal
b. Insufisiensi ginjal selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin senim dan
BUN sedikit meningkat diatas normal.
c. Penyakit ginjal stadium alchir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi
anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati
perifer pruntus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang
ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml menit, kadar serum kreatinin dan
BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang
komplek)

5. Pemeriksaan Penunjang
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi
antara lain:
a. Pemeriksaan lab darah : hematologi, Hb, Hi, Eritrosit, Lekosit, Trombosit,
RFT (renal fungsi test), ureum dan kreatinin LFT (liver fungsi test),
Elektrolit, Klorida, kalium, kalsium koagulasi studi PIT, PTTK, BGA
b. Urine : urine rutin, urin khusus: benda keton, analisa kristal batu
c. pemeriksaan kardiovaskuler : ECG, ECO
d. Radidiagnostik :USG abdominal, CT scan abdominal, HNO/TVP, FPA,
Renogram RPG (retio pielografi).
6. Komplikasi
Retensi cairan, yang dapat menyebabkan pembengkakan di lengan dan kaki,
tekanan darah tinggi, atau cairan di paru-paru (edema paru). Peningkatan
mendadak kadar kalium dalam darah (hiperkalemia), yang dapat mengganggu
fungsi jantung dan dapat mengancam jiwa. Anemia. Penyakit jantung.

7. Penatalaksaan
Penatalaksanaan Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dua tahap
yaitu dengan terapi konservatif dan terapi pengganti ginjal Tujuan dari terapi
konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif,
meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal, dan memelihara keseimbangan cairan elektrolit.
Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet
pada pasien dengan gagal ginjal kronik diantaranya yaitu:
a. Diet rendah protein Diet rendah protein bertujuan untuk mencegah atau
mengurangi tokan azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen Jumlah protein yang
diperbolehkan kurang dan 0,6 g protem Kg/hari dengan LFG (Laju Filtrasi
Glomerulus) kurang dari 10 ml/menit
b. Terapi diet rendah Kalium Hiperkalemia (kadar kalian lebih dari 6,5 mEq/L)
merupakan komplikasi interdikatik yaitu komplikasi yang terjadi selama
periode antar hemodialisis Hiperkalemia mempunyai resiko untuk terjadinya
kelainan jantung yaitu aritmia yang dapat memicu terjadinya cardiac arrest
yang merupakan penyebab kematian mendadak. Jumlah yang diperbolehkan
dalam diet adalah 40-80 mEq/hari.
c. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan caran dan garam Asupan cairan
pada gagal ginjal kronik membutuhkan regulasi yang hati-hati Asupan yang
terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem dan juga
intoksikasi cairan Kekurangan cairan juga dapat menyebabkan dehidrasi,
hipotensi, dan memburuknya fungsi ginjal Aturan umum untuk asupan
cairan adalah keluaran urine dalam 24 jam ditambah 500 ml yang
mencerminkan kehilangan cairan yang tidak disadari
d. Kontrol hipertensi Pada pasien hipertensi dengan gagal ginjal kronik
keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan
darah sering diperlukan diuretik loop, selain obat antihipertensi
e. Mencegah dan tata laksana penyakit tulang ginjal Hiperfosfatemia dikontrol
dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida (300-1800
mg) atau kalsium karbonat pada setiap makan
f. Deteksi dim dan terapi infeksi Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien
imunosupresif dan terapi lebih ketat.
g. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal Banyak obat-obatan yang harus
diturunkan dosanya karena metaboliknya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal.
Deteksi dini dan terapi komplikasi Awasi dengan ketat kemungkinan
ensefalopati uremia. perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang
meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa.
kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
h. Teknis nafas dalam Breathing exercise atau teknis nafas dalam bertujuan
untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta mengurangi
udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernapas Latihan nafas
dalam dapat dilakukan dengan menarik nafas melalui hidung dengan mulut
tertutup tahan selama 3 detik kenndian mengeluarkan nafas pelan-pelan
melalui mulut dengan posisi bersial, purse lips breathing dilakukan dengan
atau tanpa kontraksi otot abdomen selam ekspirasi dan tidak ada udara yang
keluar melalui hidung dengan purse lips breathing akan terjadi peningkatan
tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui
cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps
saluran nafas kecil pada waktu ekspirasi (Mu fish, 2018).
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Mahasiswa
b. Identitas Klien: nama, usia, jenis kelamin, tanggal masuk, no. register,
diagnostik medik.
c. Alasan diraat di ICU/HCU
d. Pengkajian Primer: airway, breathing, circulation, disability
e. Pengkajian Sekunder: riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan lalu,
riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan head to toe.
f. Monitoring Tiap Jam
g. Pemeriksaan Penunjang
h. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

2. Diagnosa keperawatan
a. Hipovelemia
b. Defiist nutrisi

3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Hipovelemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolemia
Tindakan
keperawatan selama Observasi :
1 x 24 jam maka 1. Periksa tanda dan gejala
hypervolemia
hipervolemia (edema,
meningkat dengan
kriteria hasil dispnes napas tambahan)
2. Monitor intake dan output
1. Asupan cairan
cairan
meningkat
3. Monitor jumlah dan warna
2. Haluaran urin
urin
meningkat
3. Edema menurun Terapeutik :
4. Tekanan darah 1. Batasi asupan cairan dan
membaik garam
5. Turgor kulit 2. Tmggikan kepala tempat
membaik tidur
Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan


prosedur pemantauan
cairan
Kolaborasi

1. Kolaborasai pemberian
diuretik
2. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
deuretikc
3. Kolaborasi pemberian
continuous renal
replacement therapy
(CRRT), jika perlu
2 Defisit Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
Nutrisi tindakan Observasi :
keperawatan selama
1x24 jam jam 1. Identifikasi status nutrisi
diharapkan
2. Identifikasi makanan
pemenuhan
kebutuhan nutrisi disukai
pasien tercukupi 3. Monitor yang aupan
dengan kriteria
makanan
hasil :
4. Monitor badan berat
1. intake nutrisi
tercukupi Terapeutik :
2. asupan makanan
1. Lakukan hygiene sebelum
dan cairan
makan, jika perlu.
tercukupi
2. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
3. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk, jika


mampu 9. Ajarkan diet
yang diprogramka
Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai