Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Myelogenous leukemia kronis (CML), dikenal juga dengan nama leukemia myeloid

kronik (chronic myeloid leukemia) merupakan suatu jenis kanker dari leukosit Chronic

Myeloid Leukemia adalah salah satu bentuk dari leukemia yang ditandai dengan

meningkatnya dan pertumbuhan yang tidak teratur dari sel myeloid di dalam sum-sum

tulang dan terakumulasi juga di dalam darah. Chronic myeloid Leukemia adalah

gangguan pda sum-sum tulang dimana terjadi proliferasi dari granulosit yang matur

(neutrofil, eosinofil, dan basofil). Chronic myeloid leukemia adalah salah satu tipe

penyakit myeloproliferasi yang dihubungkan dengan adanya translokasi kromosom yang

disebut dengan kromosom Philadelphia. Leukimia mielositik kronik (CML) yaitu suatu

penyakit mielopohfereting yang ditandai dengan produksi berlebih sel granulosit yang

relative matang (Hj. Weinstein 2005 : 2006). Leukemia Granulositif kronik atau

Leukemia Mielositik kronik (CML) adalah suatu kelainan Mieloproliferatif karena sum-

sum tulang penderita ini menunjukan gambaran hiper seluler disertai adanya proliferasi

pada semua garis diferensiasi sel (Suula price 1994). Kejadian leukemia mielositik kronik

mencapai 20% dari semua leukemia pada dewasa, kedua terbanyak setelah leukemia

limfositik kronik. pada umumnya CML mengenai orang dewasa antara 25 – 60 tahun,

merupakan 15 – 20 % dari seluruh kasus leukemia dan merupakan leukemia kronik yang

paling sering dijumpai di Indonesia, walaupun dapat ditemukan pada usia muda dan

biasanya lebih progresif. Sedangkan di Negara Barat leukemia kronik lebih banyak di

jumpai dalam bentuk CLL.


B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui akan tctapi terclapat fcktor predisposisi
yang menyebabkan terjadinya Leukemia yaitu :
 Factor genetic
 Radiasi
 Obat-obal imunosuprcsif
 Obat-obat karsinogenik
 Kelainan kromosom
Perjalanan penyakit CML dibagi menjadi 2 fase, yaitu :

1. Fase kronik: Fase ini berjalan selama 2 – 5 tahun dan responsif terhadap kemoterapi.

2. Fase akselerasi atau transformasi akut:

a. Pada fase ini perangai klinik CML berubah mirip leukemia akut.

b. Proporsi sel muda meningkat dan akhirnya masuk kedalam “blast crisis” atau krisis

blastik.

c. Sekitar 2/3 menunjukkan sel blast seri myeloid, sedangkan 1/3 menunjukkan seri

limfoid

C. JENIS LEUKEMIA

1. Leukemia Mielogenus Akut

AML mengenai sel stem hematopeotik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel

Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit. Semua kelompok usia

dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia. Merupakan leukemia

nonlimfositik yang paling sering terjadi.


2. Leukemia Mielogenus Kronis

CML juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namun lebih

banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. CML

jarang menyerang individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran

AML tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama

bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa

membesar.

3. Luekemia Limfositik Akut

ALL dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak,

laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden usia 4 tahun, setelah usia

15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum

tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal.

4. Leukemia Limfositik Kronis

CLL merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 sampai 70 tahun.

Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru terdiagnosa saat

pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.

D. TANDA DAN GEJALA

1. Aktivitas : kelelahan, kelemahan, malaise, kelelahan otot.


2. Sirkulasi :palpitasi, takikardi, mur-mur jantung, membran mukosa pucat
3. Eliminsi : diare, nyeri tekan perianal, darah merah terang, feses hitam, penurunan
haluaran urin.
4. Integritas ego : perasaan tidak berdaya, menarik diri, takut, mudah terangsang,
ansietas.
5. Makanan/cairan: anoreksia, muntah, perubahan rasa, faringitis, penurunan BB dan
disfagia
6. Neurosensori : penurunan koordinasi, disorientasi, pusing kesemutan, parestesia,
aktivitas kejang, otot mudah terangsang.
7. Nyeri : nyeri abomen, sakit kepala, nyeri sendi, perilaku hati-hati gelisah
8. Pernafasan : nafas pendek, batuk, dispneu, takipneu, ronkhi, gemericik, penurunan
bunyi nafas
9. Keamanan : gangguan penglihatan, perdarahan spontan tidak terkontrol, demam,
infeksi, kemerahan, purpura, pembesaran nodus limfe.
10. Seksualitas : perubahan libido, perubahan menstruasi, impotensi, menoragia.

E. KLASIFIKASI
CML sering dibagi menjadi tiga fase berdasarkan karakteristik klinis dan hasil

laboratorium. CML dimulai dengan fase kronik, dan stelah beberapa tahun berkembang

menjadi fase akselerasi dan kemudian menjadi fase krisis blast. Krisis blast adalah

tingkatan akhir dari CML, dan mirip seperti leukemia akut. Perkembangan dari fase

kronik melalui akselerasi dan krisis blast diperoleh kromosom abnormal yang baru yaitu

kromosom philadelphia. Beberapa pasien datang pada tahap akselerasi ataupun pada

tahapan krisis blast pada saat mereka didiagnosa.

a. Fase Kronis

85% pasien dengan CML berada pada tahapan fase kronik pada saat mereka

didiagnosa dengan CML. Selama fase ini, pasien selalu tidak mengeluhkan gejala atau

hanya ada gejala ringan seperti cepat lelah dan perut terasa penuh. Lamanya fase

kronik bervariasi dan tergantung sebearapa dini penyakit tersebut telah didiagnosa dan

terapi yang digunakan pada saat itu juga. Tanpa adanya pengobatan yang adekuat,

penyakit dapat berkembang menuju ke fase akselerasi.


b. Fase Akselerasi

Pada fase akselerasi hitung leukosit menjadi sulit dikendalikan dan abnormalitas

sitogenik tambahan mungkin timbul. Kriteria diagnosa dimana fase kronik berubah

menjadi tahapan fase akselerasi bervariasi. Kriteria yang banyak digunakan adalah

kriteria yang digunakan di MD Anderson Cancer Center dan kriteria dari WHO.

Kriteria WHO untuk mendiagnosa CML, yaitu :

 10-19% myeloblasts di dalam darah atau pada sum-sum tulang.

 >20% basofil di dalam darah atau sum-sum tulang.

 Trombosit <100.000, tidak berhubungan dengan terapi.

 Trombosit >100.000, tidak respon terhadap terapi.

 Evolusi sitogenik dengan adanya abnormal gen yaitu kromosom philadelphia.

 Splenomegali atau jumlah leukosit yang meningkat.

Pasien diduga berada pada fase akselerasi berdasarkan adanya tanda-tanda yang telah

disebutkan di atas. Fase akselerasi sangat signifikan karena perubahan dan perubahan

menjadi krisis blast berjarak berdekatan.

c. Krisis blast

Krisis blast adalah fase akhir dari CML, dan gejalanya mirip seperti leukemia akut,

dengan progresifitas yang cepat dan dalam jangka waktu yang pendek. Krisis blast

didiagnosa apabila ada tanda-tanda sebagai berikut pada pasien CML :

 >20% myeloblasts atau lymphoblasts di dalam darah atau sum-sum tulang.

 Sekelompok besar dari sel blast pada biopsi sum-sum tulang.

 Perkembangan dari chloroma.


F. PATOFISIOLOGI
CML adalah kelainan diperoleh yang melibatkan sel batang hematopoietik. Hal

ini ditandai oleh kelainan sitogenetika terdiri dari translokasi timbal balik antara lengan

panjang kromosom 22 dan 9 [t (9; 22)]. Hasil translokasi dalam kromosom, dipersingkat

22 pengamatan pertama dijelaskan oleh Nowell dan Hungerford dan kemudian disebut

kromosom Philadelphia (Ph1).

Mekanisme terbentuknya kromosom Ph dan waktu yang dibutuhkan sejak

terbentuknya Ph sampai menjadi CML dengan gejala klinis yang jelas, hingga kini masih

belum diketahui secara pasti. Berdasarkan kejadian Hiroshima dan Nagasaki, diduga Ph

terjadi akibat pengaruh radiasi, sebagian ahli berpendapat akibat mutasi spontan. Sejak

tahun 1980 diketahui bahwa translokasi ini menyebabkan pembentukan gen hybrid BCR-

ABL pada kromosom 22 dan gen resiprokal ABL-BCR pada kromosom 9.

Gen hybrid BCR-ABL yang berada dalam kromosom Ph ini selanjutnya

mensintesis protein 210 kD yang berperan dalam lekemogenesis, sedangkan peran gen

resiprokal ABL-BCR tidak diketahui. Jadi sebenarnya gen BCR-ABL pada kromosom Ph

(22q-) selalu terdapat pada semua pasien CML, tetapi gen BCR-ABL pada 9q+ hanya

terdapat pada 70% pasien CML. Dalam perjalanan penyakitnya, pasien dengan Ph+ lebih

rawan terhadap adanya kelainan kromosom tambahan, hal ini terbukti pada 60-80%

pasien Ph+ yang mengalami fase krisis blas ditemukan adanya trisomi 8, trisomi 19, dan

isokromosom lengan panjang kromosom 17i (17)q. dengan kata lain selain gen BCR-

ABL, ada beberapa gen-gen lain yang berperan dalam patofisiologi CML atau terjadi

abnormalitas dari gen supresor tumor, seperti gen p53, p16, dan gen Rb.
PATOFISIOLOGI CML

Gambar : Patofisiologi Leukemia Mielositik Kronik


G. PATHWAY CHRONIC MYELOID LEUKEMIA (CML)
H. MANIFESTASI KLINIK
CML terutama terjadi pada orang dewasa yang berusia antara 25 dan 60 tahun, insidens

puncaknya terletak pada usia antara 30 dan 50 tahun. Penyakit ini terjadi pada kedua jenis

kelamin (rasio pria:wanita sebesar 1,4:1), paling sering terjadi antara usia 40 dan 60 tahun.

Walaupun demikian, penyakit ini dapat terjadi pada anak, neonates, dan orang yang sangat

tua. Pada sebagian besar kasus, tidak terdapat faktor predisposisi, tetapi insidensinya

meningkat pada orang – orang yang selamat dari pajanan bom atom di Jepang. Gejala Klinik

CML tergantung pada fase yang kita jumpai pada penyakit tersebut, yaitu

a. Fase kronik terdiri atas:

1) Gejala – gejala yang berhubungan dengan hipermetabolisme, misalnya penurunan

berat badan, badan kelelahan, anoreksia, atau keringat malam

2) Splenomegali hampir selalu ada dan seringkali bersifat massif. Pada beberapa pasien,

pembesaran limpa disertai dengan rasa tidak nyaman, nyeri, atau gangguan

pencernaan.

3) Hepatomegali lebih jarang dan lebih ringan.

4) Gambaran anemia meliputi pucat, dispnea, dan takikardia.

5) Memar, epistaksis, menorhagia, atau perdarahan di tempat – tempat lain akibat fungsi

trombosit yang abnormal.

6) Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh hiperurikemia akibat pemecahan

purin yang berlebihan dapat menimbulkan masalah.

7) Gejala yang jarang dijumpai meliputi gangguan penglihatan dan priapismus.

8) Hingga 50% kasus, diagnosis ditegakkan secara tidak sengaja dari pemeriksaan

hitung darah rutin.


b. Fase transformasi akut terdiri atas:

1) Perubahan terjadi pelan – pelan dengan prodromal selama 6 bulan, disebut sebagai

fase akselerasi. Timbul keluhan baru yaitu demam, lelah, nyeri tulang (sternum) yang

semakin progresif. Respons terhadap kemoterapi menurun, leukositosis meningkat

dan trombosit menurun dan akhirnya menjadi gambaran leukemia akut.

2) Pada sekitar sepertiga penderita, perubahan terjadi secara mendadak, tanpa didahului

masa prodromal, keadaan ini disebut krisis blastik (blast crisis). Tanpa pengobatan

adekuat penderita sering meninggal dalam 1 – 2 bulan

I. PEMERIKSAAN PENUNJUANG

1. Darah Tepi

a. Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 109 /L dan kadang – kadang >500 x 109/L.

b. Meningkatnya jumlah basofil dalam darah.

c. Apusan darah tepi : menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit mulai dari

mieloblast sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen

netrofil dan mielosit. Stab, metamielosit, promielosit dan mieloblast juga dijumpai.

Sel blast kurang dari 5%.

d. Anemia mula – mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut, bersifat

normokromik normositer.

e. Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih sering

meningkat.

f. Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase [NAP] score) selalu

rendah
2. Kimia darah

3. Biopsi limfe

4. Sitogenik

5. Sumsum Tulang

Hiperseluler dengan sistem granulosit dominan. Gambarannya mirip dengan

apusan darah tepi. Menunjukkan spectrum lengkap seri myeloid, dengan komponen

paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari 30%. Megakariosit

pada fase kronik normal atau meningkat.

6. Sitogenik: dijumpai adanya Philadelphia (Ph1) chromosome pada kasus 95% kasus.

7. Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat.

8. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya chimeric

protein bcr – abl pada 99% kasus.

9. Kadar asam urat serum meningkat


J. PENATALAKSANAAN

1. Pelaksanaan kemoterapi

2. Irradiasi kranial

3. Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :

a. Fase induksi

Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi

kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi

dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam

sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.

b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat

Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison

melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi

kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem

saraf pusat.

c. Konsolidasi

Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan

remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh.

Secara berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap

untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi

sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

1. Riwayat penyakit : pengobatan kanker sebelumnya

2. Riwayat keluarga : adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter

misal kembar monozigot)

3. Kaji adanya tanda-tanda anemia : kelemahan, kelelahan, pucat, sakit kepala,

anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat

4. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia : demam, stomatitis, gejala infeksi

pernafasan atas, infeksi perkemihan; infeksi kulit dapat timbul kemerahan atau

hiotam tanpa pus

5. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia : ptechiae, purpura, perdarahan

membran mukosa, pembentukan hematoma, purpura; kaji adanya tanda-tanda

invasi ekstra medula: limfadenopati, hepatomegali, splenomegali.

6. Kaji adanya pembesaran testis, hemAturia, hipertensi, gagal ginjal, inflamasi

di sekkitar rektal dan nyeri.


DIAGNOSA KEPERAWATAN

NANDA NOC NIC


Kerusakan integritas jaringan Tissue integrity: skin and mucous Wound care
membranes Definisi: pencegahan komplikasi luka dan
Definisi: keutuhan struktur dan fungsi promosi penyembuhan luka
fisiologis normal kulit dan selaput lender #Aktivitas
#Kriteria Hasil 1. Monitor karakteristik luka termasuk
1. Temperature kulit drainase, warna, ukuran, dan bau
2. Hidrasi 2. Membersihkan luka dengan normal
3. Kelemahan saline atau pmebersih yang tidak
4. Pertumbuhan rambut di kulit beracun
5. Teksture 3. Mengelola perawatan ulkus yang
6. Elastisitas kulit dibutuhkan
4. Mengelola cairan sesuai kebutuhan
Resiko infeksi Infection severity Infection Protection
Definisi: keparahan tanda dan gejala infeksi Definisi: pencegahan dan deteksi dini pada
#Kriteria hasil pasien yang berisiko
1. Kemerahan #Aktivitas
2. Demam 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
3. Hipotermia 2. Monitor kerentanan infeksi
4. Temperature tidak stabil 3. Mempertahankan asepsis untuk
5. Nyeri pasien yang berisiko
4. Menganjurkan beristirahat
5. Menganjurkan minum sesuai
kebutuhan
6. Anjurkan pasien untuk meminum
antibiotic yang sesuai
Kelebihan volume cairan Fluid Balance Fluid management
Definisi: keseimbangan cairan di Definisi: dukungan keseimbangan cairan
kompartemen intraselular dan ekstraselular dan pencegahan komplikasi dari level
tubuh. cairan yang abnormal
#Kriteria Keberhasilan #Aktivitas
1. Tekanan darah 1.
Monitor berat sehari-hari
2. Keseimbangan cairan masuk dan 2.
Monitor status hidrasi
keluar selama 24 jam 3.
Monitor tanda vital
3. Turgor kulit 4.
Monitor hasil hemodinamik,
4. Berat badan peningkatan CVP, MAP, PAP, dan
5. Perasaan haus PCWP yang sesuai
5. Monitor indikasi kelebihan cairan
Gangguan mobilitas fisik Mobility Positioning
Definisi: kemampuan untuk bergerak Definisi: penempatan deliberative dari
sengaja dalam lingkungan mandiri dengan pasien atau bagian tubuh untuk
atau tanpa perangkat bantu. mempromosikan kesejahteraan fisiologis
#Kriteria hasil dan/atau psikologis
1. Keseimbangan #Aktivitas
2. Kecepatan 1. Ajarkan pasien bagaimana
menggunkan postur dan mekanika
3. Gerakan otot
tubuh yang benar saat melakukan
4. Kekuatan memposisikan tubuh
aktivitas
5. Berpindah dengan mudah 2. Ajarkan dan dukung pasien dalam
latihan ROM
3. Monitor status oksigenasi sebelum
dan sesudah perubahan posisi
4. Memposisikan bagian tubuh pasien
yang sesuai
5. Instruksikan kepada pasien
bagaimana posture yang baik dan
mekanisme tubuh sambil melakukan
aktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2013. Nursing
Intervention Classification (NIC). Elsevier
Heslop, H. E. 2005. Leukemia myeloid kronik. Jakarta: EGC
Lanzkowsky, P. 2006. Manual of Pediatric Hematology and Oncology; 4th Edition. London;
Elsevier Academic Press
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. 2013. Nursin Outcomes Classification
(NOC): Measurement of Health Outcomes. Elsevier
Roberts, I. A.G. 2006. Chronic myeloid leukemia. London: Blackwell
Sondheimer, J. M. 2007. Myeloproliferative disease. London: Lange
Suega, K. 2010. Seorang Penderita dengan Leukemia Mieloid Kronik dan Mieloma Multipel.
Jurnal Penyakit Dalam, Volume 11 Nomor 3
Wiley, A. J., & Sons. 2009. Nursing Diagnoses: Definitions and Classification. Wiley-Blackwell

Anda mungkin juga menyukai