Anda di halaman 1dari 13

Definisi Leukimia granulositik kronik (LGK) (chronic granulocytic leukemia) dikenal juga dengan nama leukemia myeloid kronik

(chronic myeloid leukemia) merupakan suatu jenis kanker dari leukosit. LGK adalah bentuk leukemia yang ditandai dengan peningkatan dan pertumbuhan yang tak terkendali dari sel myeloid pada sum-sum tulang, dan akumulasi dari sel-sel ini di sirkulasi darah. LGK merupakan gangguan stem sel sum-sum tulang klonal, dimana ditemukan proliferasi dari granulosit matang (neutrofil, eosinofil, dan basofil) dan prekursornya.1 Leukemia granulositik kronik merupakan leukemia yang pertama ditemukan serta diketahui patogenesisnya. Tahun 1960 Nowell dan Hungerford menemukan kelainan kromosom yang selalu sama pada pasien LGK yaitu 22q- atau hilangnya sebagian lengan panjang dari kromosom 22, yang kita kenal sebagai kromosom Philadelphia (ph). Selanjutnya di tahun 1973 Rowley menemukan bahwa kromosom Philadelphia terbentuk karena adanya translokasi resiprokal antara lengan panjang kromosom 9 dan 22. Dengan kemajuan dibidang biologi molecular, pada tahun 1980 diketahui nahwa pada kromosom 22yang mengalami pemendekan tadi ternyata didapatkan adanya gabungan antara gen yang ada dilengan panjang kromosom 9 yakno ABL dengan gen BCR yang terdapat di lengan panjang kromosom 22. Gabungan kedua gen tersebut sering ditulis sebagai gen BCR-ABL diduga kuat sebagai penyebab utama terjadinya kelainan proliferasi pada LGK.2

1. Chronic Myelocytic Leukemia. Available at: http:///F:/LGK/chronic-myelogenousleukemia.htm. Accessed on March 18th,2013. 2. Fadjari H. Leukemia Granulositik Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2.Edisi 4.FKUI: Jakarta 2007.Hlm:688-91

Epidemiologi Biasanya laki- laki dipengaruhi oleh CML. Pasien rata-rata berusia adalah antara 50 dan 60 tahun. Namun, CML dapat mempengaruhi orang-orang dari segala usia. Leukemia kronis account untuk 1,2% dari semua kanker. LGK umumnya terlihat pada orang berusia pertengahan 40-an. Menurut perkiraan American Cancer Society (ACS), sekitar 4.400 kasus baru dari leukemia didiagnosis pada tahun 2000, 2.600 pada pria dan 1.800 pada wanita. Antara 1973 dan 1991, tingkat di mana CML muncul di Amerika Serikat sedikit menurun.1 DI jepang kejadian tambah meningkat setelah peristiwa bom atom di Nagasaki dan Hiroshima. Demikian juga di Rusia setelah reactor Chernobil meledak.2

Etiologi

Sampai saat ini yang dicurigai ikut berperan dalam patogenesis terjadinya LMK adalah factor radiasi ion, virus dan bahan-bahan kimia. Menurut beberapa laporan kasus LMK lebih tinggi pada orang yang bekerja di unit radiology, orang yang terpapar radiasi bom atom, penderita yang mendapat terapi radiasi karena penyakit Ankilosing spondilitis dan penyakit lain. Walaupun begitu, hanya 5 7 % dari kasus LMK yang dilaporkan berhubungan dengan adanya paparan radiasi dan hal ini sangat jarang mengenai kelompok anak-anak. Berdasarkan penelitian terhadap penduduk

yang hidup setelah terpapar radiasi bom atom, waktu yang diperlukan mulai dari saat terpapar sampai timbulnya gejala klinis adalahantara 5-10 tahun. Pada anak muda, khususnya yang terpapar saat umur di bawah 5 tahun akan meningkatkan kejadian LMK, tetapi tidak dijumpai adanya peningkatan kejadian pada bayi dalam kandungan yang ibunya terpapar saat hamil. Secara skematis perubahanperubahan yang terjadi mulai dari masa inisiasi preleukemia dan akhirnya menjadi leukemia.1

Pathogenesis Gen BCR-ABL pada kromosom Ph menyebabkan proliferasi yang berlebihan sel induk pluripoten pada system hematopoiesis. Klon-klon ini, selain selain proliferasinya berlebihan juga dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal, karena gen BCR-ABL juga bersifat apoptosis. Dampak dampak kedua mekanisme diatas adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang akhirnya mendesak system hematopoiesis lainnya. Pemahaman mekanisme kerja gen BCR-ABL mutlak diketahui mengingat besarnya peran gen ini pada diagnostic,perjalanan penyakit, prognostic, serta implikasi terapeutiknya.2 Klasifikasi Klasifikasi leukemia mieloid kronik adalah :3 1. Leukemia mielositik kronik, Ph positif (CML, Ph+) (leukemia granulositik kronik, CGL). 2. Leukemia mielositik kronik, Ph negatif (CML, Ph-). Pada penyakit ini tidak mempunyai kromosom Ph dan translokasi BCR-ABL dengan prognosis yang tampaknya lebih buruk daripada leukemia mielositik kronik dengan kromosom Ph positif. 3 1. Leukemia mielositik kronik juvenilis.3 Penyakit ini mengenai anak kecil dan gambaran klinis yang khas antara lain ruam kulit, limfadenopati, hepatospleenomegali, dan infeksi rekuren. Pada pemeriksaan apusan darah terlihat adanya monositosis. Kadar HbF tinggi, kadar fosfatase alkali netrofil normal, dan kromosom Philadelphia negative. Prognosis buruk. 2. Leukemia netrofilik kronik. Penyakit ini sangat jarang dijumpai dengan terdapat proliferasi sel matur yang relative murni, disamping itu didapatkan spleenomegali dan secara umum prognosisnya baik.3 3. Leukemia eosinofilik. Penyakit ini sangat jarang dijumpai dengan terdapat proliferasi sel matur yang relative murni, disamping itu didapatkan spleenomegali dan secara umum prognosisnya baik Diagnosis dan Tahapan Leukemia Granulositik Kronik Tahapan penyakit LMK dibagi menjadi 3 fase yaitu, fase kronik,akselerasi dan blas.3 1. Fase kronik Fase kronik ditandai ekspansi yang tinggi dari hemopoetik pool dengan peningkatan pembentukan sel darah matur, dengan sedikit gangguan fungsional. Umumnya sel neoplasma sedikit dijumpai di sumsum tulang, hepar, lien dan darh perifer. Akibatnya gejala penyakit tergantung infiltrasi ke organ, pengaruh metabolik dan hiperviskositas serta

umumnya mudah dikontrol. Lama waktu fase kronik umumnya 3 tahun. Gejala klinik umumnya non spesifik akibat hipermetabolik seperti panas, keringat malam, lemah, perut kembung, gangguan penglihatan, penurunan berat badan dan anoreksia. Pada pemeriksaan fisik penderita tampak pucat, ekimosis, hepatosplenomegali dan nyeri sternum. Gejala tersebut berhubungan dengan derajat leukositosis Kadang-kadang (20%) asimptomatis dan ditemukan secara kebetulan. Pemeriksaan Laboratorium dapat dijumpai anemia normokrom normositer, Leukostosis berat dengan shift to the left dan trombostosis. Kadar leukosit meningkat antara 80.000 800.000 / mm3. Leukositosis sangat berat (> 500.000 /mm3) dapat dijumpai pada anak-anak. Pemeriksaan hapusan darah tepi dijumpai seluruh stadium diferensiasi sel seperti myeloblas dan promileosit yang umumnya dibawah 15%, serta tidak dijumpai hiatus leukemikus. Juga dijumpai peningkatan absolut basofil dan eosinofil. kadar Hb umumnya normal atau menurun, lekosit antara 20-60.000/mmk. Eosinofil dan basofil jmlahnya meningkat dalam darah. Jumlah trombosit biasanya meningkat 500-600.000/mmk, tetapi dalam beberapa kasus dapat normal atau menurun.2 Pemeriksaan sumsum tulang dijumpai hiperselular dengan granulositosis (sering diikuti megakariositik), maturasi granulosit lebih matur disertai basofilia dan eosinofilia. Myelofibrosis umumnya jarang dijumpai pada fase kronik, dan dapat dijumpai pada 30-40% penderita. Juga dapat dijumpai lipid-laden histiosit atau gaucher sel atau sea blue histiosit. Pada pemeriksaan serologi dapat dijumpai peningkatan asam urat, laktik dehidrogenase, vitamin B12 dan vitamin B12 binding protein. Kelainan granulosit dapat diketahui dengan adanya penurunan aktivitas leukosit alkalin fosfatase (LAP) dengan pemeriksaan sitokimia. . 2. Fase akselerasi Setelah lebih kurang 3 tahun, LMK kronik akan menjadi fase akselerasi dengan meningkatnya progresifitas penyakit. Sekitar 5 % kasus, terjadi perubahan mendadak dengan peningkatan yang cepat sel blas pada darah perifer (krisis blas). Sekitar 50% kasus akan berkembang menjadi lebih progressif yang menimbulkan gejala seperti leukemia akut dan sisanya 45% terjadi peningkatan progresif secara pelan-pelan. Gejala dan tanda dari fase akselerasi : Panas tanpa penyebab yang jelas dan splenomegali progresif Anemia dan trombositopenia setelah sebelumnya sempat normal Trombositosis > 1000 x 109/ L Basofil > 20% dan myeloblas > 5 % Gambaran myelodisplasia seperti hipogranulasi nuetrofil, mikro megakariosit atau mononuclear yang besar. Fibrosis kolagen pada sumsum tulang Terdapat kromosom baru yang abnormal seperti Ph-2 kromosom Fase blas Pada fase ini gejala klinik meliputi anemia, trombositopenia dan peningkatan sel blas pada darah tepi dan sumsum tulang. Pada sumsum tulang dijumpai lebih dari 30 % sel blas yang merupakan tanda diagnostik fase ini. Sel blas didominasi oleh sel myeloid tetapi sel eritroid, megakariositik dan limfoblas dapat dijumpai. Gejala klinik pada fase ini sama dengan leukemia akut dan jika sel blas mencapai lebih dari 100.000 per mm3 maka penderita memiliki resiko terjadinya sindroma hiperleukositosis. Fase ini dibedakan dengan leukemia akut di mana splenomegali tidak menonjol, basofilia dan adanya Ph-2 kromosom. Hoffbrand, A. V., Pettit, J. E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi, (4th ed), EGC, Jakarta.

LAPORAN KASUS Seorang laki-laki usia 15 tahun, dirawat di bangsal penyakit dalam RSUP DR. M. Djamil Padang, sejak tanggal 26 februari 2013 , dengan : ANAMNESA Keluhan Utama :Perut kiri terasa semakin membesar sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit Perut kiri terasa semakin membesar sejak 5 hari sejak masuk rumah sakit Riwayat penyakit sekarang :

Perut kiri terasa semakin membesar sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya bengkak sudah dirasakan mulai membengkak sejak 3 bulan yang lalu Pucat-pucat dirasakan sejak 3 bulan yang lalu Badan letih dan lesu dirasakan sejak 3 bulan yang lalu Mual dan muntah sejak 3 bulan yang lalu Nyeri ulu hati dirasakan sejak 3 bulan yang lalu Demam hilang timbul sejak 1 bulan yang lalu,tidak terlalu tinggi dan tidak disertai menggigil Sering keringat malam sejak 3 bulan yang lalu Mata berwarna kuning disangkal BAK seperti teh pekat disangkal BAB disertai darah dan bercampur dengan tinja

Riwayat penyakit dahulu

Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Status Perkawinan dan Kebiasaan : Pasien adalah anak bungsu dari 8 bersaudara

PEMERIKSAAN FISIK Kesadaran Keadaan Umum Berat Badan Tinggi Badan Tekanan Darah Nadi Nafas Suhu Edema Anemis Ikterus Kulit kulit baik. KGB Kepala Rambut Mata : Tidak teraba perbesaran KGB : Normochepal : Hitam, tidak mudah dicabut : konjungtiva anemis (+/+) sclera ikterik (-/-) Telinga Hidung : Tidak ada kelainan : Tidak ada kelainan : 150cm : 110/60 cmHg : 80x / menit : 20 x / menit : 37 0C : (-) : (+) : (-) : Turgor : CMC : sedang : 38 kg

Tenggorokan

: Tidak ada kelainan Gigi dan mulut : caries (-)

Leher Dada Paru : I : : simetris kiri dan kanan fremitus kiri = kanan sonor ,

: JVP 5 2 cm H2O

P : Pk :

A : bronkovesikuler, Ronkhi Basah Halus Nyaring (+/+) di basal paru , Wh(-/-) Jantung : I : P : iktus terlihat 1 jari medial LMCS RIC V iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V Pk : : RIC II kiri A : bunyi jantung murni teratur , bising ( - ), M1> M2, P2< A2 Perut : I : perut tampak membuncit, sikatrik (-), striae (-) venektasi (-),vena kolateral (+) P : hepar teraba 8 jari bawah arcus costarum dengan pinggir tumpul,permukaan licin,konsistensi kenyal,nyeri tekan nyeri lepas (-) Pe : timpani shifting dullnes (-) batas patu hepar RIC V kanan A : Punggung Alat Kelamin Anggota gerak : Extremitas atas : RF (+/+), RP (-/-), edema (-/-) BU (+) N kanan : LSD ; kiri : 1 jari medial LMCS ; atas

: CVA : NT (-), NK (-) : tidak ada kelainan

Extremitas bawah : RF (+/+), RP (-/-), edema (-/-) Pemeriksaan Laboratorium : 26/02/2013 Hb Leukosit : : 9,9 mg/dl 640.000 /mm3 Trombosit Hematrokit : : 488.000 37%

Different Count Ureum/Kreatinin Total Bilirubin

: 0/8/5/22/7/-/3 : 25/0,5 : 0,51

Diagnosa Kerja

LGK BP

Diagnosa Banding: Splenomegali ec hipersplenismus primer

Anjuran

Darah Perifer Lengkap BMP Cek kromosom philadelphia

Terapi

Diet MB TKTP IVFD NaCl 0.9 % 8 jam/kolf Ceftriaxon 1x2 gr iv Ambroxol 3x1

Pemeriksaan Laboratorium (27/2/12) As. Urat Natrium Kalium Cl Kalsium GDS : 5,6 mg/dl (3-7 mg/dl) : 142 (135 153) : 4,9 (3.5 5.1) : 107 (98 109) : 9,9 (8.5 10.5) : 10 mg/dl (70 200)

Protein Total : 7,1 (6.6 8.7) Albumin Globulin SGOT SGPT : 3,7(3.4 4.8) : 3,4 (3.2 3.9) : 41 (<47) : 30(<37)

Ureum Creatinin

: 20(10 50) : 0,4 mg/dl ( 0.5 1.5)

Cholesterol : 125 (<200) LDL : 65 (<130) HDL : 14 mg/dl (40 60)

Trigliserida : 230 mg/dl LED Si Retikulosit Hb Ht Leukosit Dif. Count : 4 mm/jam : 31 : 0,70 % : 9,2 g/dl : 26,6 % : 10.870 : 0/1/0/78/18/3

URINALISA (27/2/13) Protein Glukosa Leukosit Eritrosit : (+) : (-) : 5-6 / LPB : 1-2 / LPM

Immunologi (7/2/13) Ferritin : Hbs Ag :32,68 ng/ml : (-)

Hasil Bone Marrow Puncture Hitung jenis : mieloblas : 5 Promielosit : 12,5 Mielosit 22 Metakariosit : 10,5 Netrofil batang :16 Netrofil segmen : 25,5 Basofil : 0

Eosonifil : 4 Promonosit :6 Monosit 0,5 Megakariosit : 0,2 Limfosit : 0,5 Rubriblast : 0,5 Prorubrisit : 0,5 Rubrisit : 1 Metarubrisit : 15 Promonosit : 0 dengan kesimpulan : partikel ditemukan hiperseluler megakariosit cukup dengan pancaran trombosit cukup. Aktivitas mielopoitik meningkat, ditemukan semua tahap maturasi dengan dominasi sel- sel matang (mieloblast 5% ) eritropoetik tertekan . M:E= 27:1

Diskusi

Telah dilaporkan seorang laki-laki usia 15 tahun, dirawat di bangsal penyakit dalam RSUP DR. M. Djamil Padang, sejak tanggal 26 februari 2013, dengan diagnosis akhir : Leukimia Granulositik kronik Anemia normositik normokrom BP Diagnosis leukemia granulositik kronik berdasarkan temuan-temuan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang disesuaikan dengan kriteria diagnosis American Rheumatology Assosiation (ARA) : Anamnesis Nyeri pada sendi-sendi, otot dan seluruh tubuh sejak satu bulan yang lalu (artritis). Badan letih lesu sejak satu bulan yang lalu (akibat anemia).

Ruam kehitaman pada hampir seluruh tubuh dan muka sejak tiga bulan yang lalu ( malar rash dan lesi diskoid). Sariawan berulang sejak tiga bulan yang lalu (ulserasi mulut). Rambut rontok sejak tiga bulan yang lalu.

Pemeriksaan fisik

Kulit : makula hiperpigmentasi di hampir seluruh tubuh dan muka (malar rash dan lesi diskoid). Rambut Mata : hitam, mudah dicabut : konjungtiva anemis (+/+) sclera ikterik (-/-) ( anemia Gigi dan mulut ulserasi (+) didaerah bibir dalam Paru : I : simetris kiri dan kanan P : Pk : fremitus kiri = kanan sonor , batas peranjakan paru Th10 vesikuler, Ronkhi Basah Halus Nyaring (+/+) di : caries (+). mukosa

A : basal paru , Wh(-/-)

Kesan pemeriksaan paru : Brokopneumoni. Pemeriksaan Laboratorium Hb Ht Leukosit Dif. Count Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC LED Retikulosit : 9,2 g/dl : 26,6 % : 10.870 : 0/1/0/78/18/3 : 4.060.000 : 530.000 : 70,4 : 22,7 : 32,2 : 4 mm/jam : 0,70 %

URINALISA (8/12/12) Protein Glukosa Leukosit Eritrosit : (+) : (-) : 3-4 / LPB : 1-2 / LPM

Hasil Ana Test : (+) Hasil Ds-DNA: (+) Sel LE Coomb Test : (+) : (+)

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 15/12/12 Hb Ht Leukosit Diff Count MCH MCV MCHC Eritrosit Trombosit LED Retikulosit Na/K/Cl TIBC UIBC SI : 8,4 g/dl : 25,7 : 16.940 : 0/0/2/83/11/4 : 23,8 : 72,8 : 32,7 : 353.000.000 : 292.000 :18 : 2,48 : 133/3,8/101 : 258 ug/dl : 232 ug/dl : 26 ug/dl Eritrosit Leukosit : normokrom anisositosis, hipokrom (+), cigar cell (+), sel target(+) : neutrofilia shift to the right

kesan hasil pemeriksaan laboratorium : Terdapat gangguan hematologi berupa anemia mikrositik hipokrom. Adanya protein di urinalisa pertanda mulai tejadi gangguan ginjal. ANA test gangguan imunologis Coomb Test Sel LE : anemia hemolitik autoimun. : gambaran seperti bunga rose.

Berdasarkan kriteria ARA pada pasien ini terdapat 7 kriteria. Gangguan fungsi sistem respiratorius pada pasien ini didapatkan adanya bronkopneumonia, proses infeksi paru adalah suatu yang cukup sering pada penderita SLE

terutama pasien-pasien yang telah mendapat terapi imunosupresan. Penyebab infeksi tebanyak adalah bakteri dan virus, namun selain itu kelainan paru dapat juga disebabkan oleh proses imunologi yang melibatkan paru, pembuluh darah paru, pleura dan atau diagfragma. Gejala yang timbul dapat berupa nyeri dada pleuritik, pneumonitis lupus akut yang ditandai dengan demam, batuk, nyeri dada, sesak nafas, infiltrat pada rontgen paru (infiltrat difus terutama di lapangan paru bawah), hipoksia, ronkhi dibasal paru, efusi pleura(50%) serta hasil kultur sputum yang steril. Pada pasien ini gangguan respiratorius yang terjadi sepertinya bukan suatu pneumonitis lupus karena pada pasien ini tidak ditemukan nyeri dada pleuritik, sesak nafas dan efusi pleura pada pasien ini hanya ditemukan demam, batuk, ronkhi dibasal paru, meskipun hasil rontgen toraks dan hasil kultur sputum belum keluar. Untuk mendiagnosis adanya suatu pneumonitis lupus dapat dilakukan: CT scanning yang dapat ditemukan adanya tanda-tanda alveolitis atau fibrosis, peningkatan uptake Galium 67 skintigrafi, analisa bronkoalveolar (BAL) yang normal. Pada pasien ini terjadi gangguan menstruasi, yaitu amenorhea dalam 7 bulan ini. Pada penderita SLE terjadinya gangguan menstruasi dapat berupa menorhagia (12-15 %) ataupun amenorhea (17-24%). Amenorhea terjadi akibat terjadinya proses injury pada ovarium ataupun dapat akibat efek pemberian obat-obat imunosupresif, amenorhea yang terjadi dapat bersifat temporer atau menetap. Anemia hemolitik autoimun terjadi pada pasien ini terkait SLE karena hasil Coombs test memberikan hasil yang positif ditambah adanya retikulosis. Leukositosis dan trombositosis pada pasien diduga sekunde akibat reaksi dari proses inflamasi dan infeksi yang terjadi, penanganan leukositosis dan trombositosis pada pasien ini adalah dengan mengatasi penyebab utamanya. Peningkatan SGOT dan SGPT pada pasien ini mungkin disebabkan oleh hepatitis autoimun akibat penyakit SLE sendiri yang dikenal dengan lupoid hepatitis dimana yang paling sering adalah Hepatitis Otoimun (HO) tipe 1. Biasanya pada lupoid hepatitis didapatkan kadar amino trasferase dan alkali fosfatase dalam keadaan normal atau meningkat < 4 kali normal. Pada HO terjadi proses inflamasi yang melibatkan sel-sel hati dimana terjadi reaksi antigen antibodi yang merusak membran sel hati, mengakibatkan ekspresi membran sel terhadap autoantigen dan terjadi ekspansi sel T limfosit sitotoksik yang merusak jaringan hati. Untuk memastikan diagnosa HO perlu pemeriksaan gamma globulin, tes serologi seperti ANA (antinuclear antibody), SMA (smooth muscle antibody), SLA (Soluble Liver Antigen), anti LKM 1 ( Liver Kidney Mikrosomal antibody) dan anti SLA serta perlu sebaiknya dilakukan biopsi hati dimana pada lupoid hepatitis akan didapatkan periportal inflamasi dan gambaran vaskulitis pada pembuluh darah hati. Prognosis pada pasien bila melakukan kontrol pengobatan yang teratur serta adanya suatu terapi yang terencana diduga 5 survival rate 90%, perbaikan angka harapan hidup ini dibantu ini dibantu akibat majunya ilmu biomolukuler dalam pemberian terapi imunosupresan serta kemajuan antibiotika.

Anda mungkin juga menyukai