Anda di halaman 1dari 22

Case Report Session

LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIK

Oleh :
Arlinie Ahmad
1110314007

Preseptor :
Dr. Dr Irza Wahid, Sp.PD-KHOM FINASIM

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RS Dr. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Leukimia limfositik kronik (LLK) adalah penyakit limpoproliferatif klonal
sel B yang ditandai dengan akumulasi dari sel B monoklonal malignan dalam
darah, kelenjar getah bening, hati, limpa dan sumsum tulang. Akibat akumulasi
dari sel B monoklonal ini, akan menyebabkan terjadinya limfositosis,
limfadenofati, hepatosplenomegali, anemia dan trombositopenia.1,2
Penyebab LLK masih belum diketahui dengan jelas. Faktor faktor yang
mungkin berperan adalah abnormalitas kromosom ( kromosom 6, 17, 11, 12 dan
13), faktor herediter, abnormalitas sitogenik dan faktor lingkungan. Beberapa
penelitian menyebutkan terdapat hubungan antara infeksi virus hepatitis C dengan
LLK.2
Penegakkan diagnosis leukimia limfositik kronik tidak cukup hanya
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik tetapi juga dibutuhkan pemeriksaan
penunjang yang lain seperti pemeriksaan laboratorium, aspirasi dan biopsi
sumsum tulang, immunofenotip, dan sitogenetik. Banyak kasus LLK tanpa gejala
yang spesifik dan terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin. Gejala klinis yang
biasanya timbul antara lain adalah lesu, cepat lelah, berkeringat pada malam hari
berat badan menurun, nyeri sendi dan nyeri otot. Nyeri sendi dan nyeri otot pada
LLK di hubungkan dengan rheumatoid factor.1,2,3 Pada pemeriksaan fisik
ditemukan limfadenopati, terlokalisir pada regio leher, aksilla dan inguinal.
Splenomegali dan hepatomegali juga dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik.
Keterlibatan sistem saraf pusat pada LLK biasanya jarang ditemukan, tetapi dapat
menyebabkan sakit kepala, meningitis, perubahan status mental dan koma. 1 Pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan limfositosis, biasanya 10-30 x 109/L saat
tanda-tanda muncul. Anemia dan trombositopenia juga dapat ditemukan, hal ini
terjadi karena infiltrasi sumsum atau sebagai akibat autoantibodi. Pada
pemeriksaan imunoglobulin, didapatkan imunoglobulin serum mengalami
penurunan.3 Pada pemeriksaan aspirasi dan biopsi sumsum tulang akan ditemukan
infiltrasi limfosit lebih dari 30%.4 Dengan pemeriksaan immunofenotif, pada LLK
akan didapatkan karakter immunofenotif yang khas. Pada pemeriksaan sitogenetik

dapat ditemukan kelainan kromosom, kelainan kromosom yang paling sering


ditemukan adalah trisomi 12 dan kerusakan struktur lengan panjang kromosom 13
dan 14.5
Karena sulitnya penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dari leukimia
limfositik kronik ini, maka pada kesempatan ini penulis ingin membahas
mengenai diagnosis dan penatalaksanaan leukimia limfositik kronik. Semoga
referat ini dapat berguna.

BAB II
LEUKIMIA LIMFOSITIK KRONIK
2.1 EPIDEMIOLOGI
LLK merupakan leukimia yang paling sering terjadi di Amerika Serikat
dan negara Eropa Barat dengan jumlah lebih dari 30% dari semua jenis leukimia.
LLK jarang ditemui di Asia atau belahan dunia lain. Insiden LLK di Amerika
Serikat berkisar 3,5/100.000 penduduk dan lebih sering ditemukan pada laki-laki
(5/100.000 penduduk) dibandingkan wanita (2,5/100.000 penduduk).

LLK

merupakan penyakit pada orang berusia lanjut (> 60 tahun) dengan insiden
puncak pada umur 72 tahun dan insidennya akan semakin meningkat seiring
bertambahnya usia. Insiden LLK di seluruh dunia berkisar 4,1/100.000 penduduk
dengan insiden terbanyak pada laki-laki (4,4/100.000 penduduk) dibandingkan
wanita (2,2/100.000 penduduk).1,5,6,7

Tabel 1. Insiden LLK berdasarkan Ras/Etnis dan Jenis Kelamin7

Ras/Etnis

Laki laki

Wanita

Seluruh Ras

5.6/100.000 penduduk

2.9/100.000 penduduk

Kulit Putih

6.0/100.000 penduduk

3.1/100.000 penduduk

Kulit Hitam

4.4/100.000 penduduk

2.1/100.000 penduduk

Asia

1.1/100.000 penduduk

0.7/100.000 penduduk

Hispanik

2.6/100.000 penduduk

1.4/100.000 penduduk

2.2 ETIOLOGI
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan
risiko timbulnya penyakit leukemia.
a) Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA
merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak
insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan
LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK merupakan kelainan pada
orang tua (umur rata-rata 60 tahun). 36 Insiden leukemia lebih tinggi pada pria
dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara
Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.10
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker. Menyerang 9
dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun. Orang dewasa 10 kali
kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak. Leukemia terjadi paling

sering pada orang tua. Ketika leukemia terjadi pada anak-anak, hal itu terjadi
paling sering sebelum usia 4 tahun.41
b) Faktor Genetik
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat
dalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung
penderita naik 2-4 kali.17
c) Agen Virus
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi
terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis
cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel pasien
dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada propinsi tertentu di
Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro Karibia dan
Amerika Serikat.9
d) Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia. Paparan sinar radiasi menyebabkan risiko menderita
leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak terpapar sinar radiasi.
e) Zat Kimia
Zat-zat kimia dan karsinogenik seperti benzene, arsen, pestisida diduga
dapat meningkatkan risiko terkena leukemia. Sebagian besar obat-obatan juga
dapat menjadi penyebab leukemia.
f)

Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya

leukemia. Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita


leukemia.17
g) Lingkungan dan pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja


di pertanian atau peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia dibanding orang
yang tidak menderita leukemia.
2.3 PATOGENESIS
Pada awalnya, terjadi penambahan jumlah limfosit matang yang ganas
di kelenjar getah bening kemudian menyebar ke hati dan limpa yang
menyebabkan terjadi pembesaran pada hati dan limfa. Sel limfosit ini kemudian
masuk ke dalam sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya pergeseran sel-sel
darah yang normal, sehingga terjadi anemia , trombositopenia dan penurunan
kadar antibodi.8
Gambar 2. Perkembangan Sel Limfosit Normal6

Gambar 3. Patogenesis Leukemia Limfositik Kronik9

Idiopatik

Mutasi
somatic sel
induk

Proliferasi dan
differensiasi neoplastik

Akumulasi sel muda


dalam sumsum tulang
malaise
hiperkatabolisme

Keringat
malam hari

Sel leukemia

suhu tubuh

Kegagalan
sumsum tulang

Inhibisi
hematopiesis
normal

demam
Infiltrasi ke organ

darah

anemia

Perfusi
oksigen

RES

takikardi

Peningkatan
limfosit

trombositopenia

petechie
Perdarahan
gusi

Splenomegali,
lymphadenopathy

2.4 GEJALA KLINIS


Kebanyakan pasien leukemia limfositik kronik tidak menunjukkan
gejala / asimptomatik pada saat diagnosis terutama pada stadium awal penyakit.
Gejala klinis yang biasanya ditemukan antara lain kelelahan, berkeringat malam
hari, berat badan menurun, demam yang tidak terlalu tinggi, pusing, sesak nafas
pada saat aktivitas, nyeri sendi dan nyeri otot. Nyeri sendi dan nyeri otot pada
LLK dihubungkan dengan rheumatoid factor. Keterlibatan sistem saraf pusat
biasanya jarang ditemukan, tetapi dapat menyebabkan sakit kepala, perubahan
status mental dan koma. Pembesaran organ secara masif pada LLK menyebabkan
tekanan mekanik pada lambung sehingga menimbulkan gejala cepat kenyang, rasa
tidak enak pada abdomen dan buang air besar tidak teratur. Rasa lesu dan cepat
lelah pada penderita LLK disebabkan oleh anemia. Gambaran klinis akibat anemia
yang sering ditemukan pada pasien LLK adalah dyspneu dan pusing. Pada
7

pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan adalah limfadenopati, terlokalisir


pada regio leher, aksilla dan inguinal. Splenomegali dan hepatomegali juga
ditemukan pada 25% kasus. Infiltrasi pada kulit, kelopak mata, paru dan pleura
umumnya jarang ditemukan dan biasanya timbul pada akhir perjalanan penyakit.
Infiltrasi pada saluran cerna dapat menyebabkan terjadinya perdarahan saluran
cerna dan malabsorpsi. Sejalan dengan perjalanan penyakit, limfadenopati masif
dapat menimbulkan obstuktif lumen termasuk ikterus obstruktif, edema
ekstremitas bawah dan obstuksi usus parsial.1,2,5,7
2.5 DIAGNOSIS
Pada awal diagnosis, kebanyakan pasien LLK

tidak menunjukkan

gejala/asimptomatik. Gejala klinis yang biasanya timbul antara lain lesu, cepat
lelah, hilangnya nafsu makan, nyeri sendi, nyeri otot dan penurunan berat badan.
Demam dan keringat malam jarang terjadi pada awalnya tetapi semakin menyolok
sejalan perjalanan penyakit.1,2,3
Pada pemeriksaan fisik ditemukan limfadenopati, terlokalisir pada regio
leher, aksilla dan inguinal. Splenomegali dan hepatomegali juga dapat ditemukan.
Infiltrasi pada kulit, kelopak mata, paru, dan saluran cerna umumnya jarang dan
timbul pada akhir perjalanan penyakit. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan
limfositosis, biasanya 10 x 109/L. Anemia dan trombositopenia juga dapat
ditemukan, hal ini terjadi karena infiltrasi sumsum tulang. Penjelasan lebih lanjut
mengenai diagnosis LLK akan diuraikan pada bab berikutnya.
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
2.6.1 Pemeriksaan Laboratorium
LLK dapat didiagnosis jika ditemukan peningkatan absolut limfosit
didalam darah (>5000 uL) dan morfologi sel menunjukkan gambaran yang khas.
Klasifikasi France-America-British (FAB) membagi tiga tipe morfologi
berdasarkan perbandingan limfosit atipikal didalam darah, yaitu :

LLK tipikal terdiri dari lebih 90% limfosit kecil


LLK tipe prolimfositik sel (sel prolimfositik 11-54%)

LLK atipikal yang ditandai dengan morfologi sel limfosit yang


heterogen tetapi proporsi prolimfosit kurang dari 10%

Gambaran darah tepi tampak limfositosis dengan gambaran limfosit kecil


matur dan smudge cell yang dominan, inti kromatin tampak memadat dan
dikelilingi potongan potongan kromatin dengan jarak berwarna putih
diantaranya ( soccer ball nucleus).2,4,5
Gambar 4. Sel-B Leukimia Limfositik Kronik 11

Anemia ringan dan trombositopenia sering ditemukan pada saat diagnosis


tetapi penurunan jumlah yang signifikan (HB < 11g/dL atau trombosit <
100.000/L) jarang ditemukan, kurang dari 15% kasus. Peningkatan absolut
limfosit dapat menyebabkan terjadinya penurunan jumlah neutrofil ( 500
neutrofil /L), terutama pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan.
Pemeriksaan laboratorium rutin lain biasanya tidak menunjukkan kelainan,
walaupun kadang terjadi peningkatan enzim laktat dehidrogenase (LDH) dan
serum kalium. Tes coomb (antiglobulin) positif jarang didapat pada saat awal
diagnosis ( sekitar 1% pasien) tetapi sering ditemukan seiring perjalanan penyakit
( 35% pasien). Pengukuran konsentrasi gammaglobulin dalam darah merupakan
salah satu tes yang penting untuk mendiagnosa LLK. Penurunan gammaglobulin
(hipogammaglobulinemia) sering ditemukan pada pasien LLK yang dapat
menyebabkan pasien LLK mudah terkena infeksi terutama infeksi saluran nafas
atas.4,6

2.6.2 Aspirasi dan Biopsi Sumsum Tulang


Pemeriksaan ini penting untuk konfirmasi diagnosis LLK. Spesimen yang
didapat harus segera diperiksa untuk analisis histologi, sitogenetik dan
immunofenotip. Kegunaan biopsi sumsum tulang pada pasien LLK adalah :

Untuk membedakan diagnosis dengan Non-Hodgkin Limfoma derajat

rendah (low grade)


Untuk menilai respon pengobatan
Mengetahui patogenesis sitopenia
Untuk prognosis
Aspirasi sumsum tulang biasanya menunjukkan infiltrasi limfosit 30%.

Infiltrasi limfosit tulang bervariasi dalam 4 gambaran yaitu : interstisial (33%),


nodular (10%), campuran interstisial dan nodular (25%) serta infiltrasi difus
(25%). 4,5,12
Gambar 5. Infiltrasi limfositik gambaran interstisial4

Gambar 6. Infiltrasi limfositik gambaran nodular4

Gambar 7. Infiltrasi limfositik gambaran difus4

10

2.7 TATALAKSANA
Tujuan terapi pada kebanyakan pasien LLK adalah meredakan gejala dan
memperpanjang kelangsungan hidup. Tetapi pada pasien yang lebih muda dengan
faktor resiko buruk, pendekatan eksperimental dengan tujuan penyembuhan yang
dipilih.
Indikasi terapi pada pasien LLK meliputi 5:

Gejala sistemik yang progresif ( demam >38oC selama 2 minggu, keringat


malam dan penurunan berat badan lebih dari 10%)

Anemia hemolitik autoimun atau trombositopenia

Splenomegali masif (>6cm)

Limfositosis progresif ( >150.000 sampai 200.000/L)

Limfadenopati yang progresif (>10cm)

Memburuknya anemia atau trombositopenia

2.7.1

Pengobatan Kausatif
Kemoterapi
A. Klorambusil
Pada permulaan terapi, diberikan dosis 2-4 mg peroral/hari yang dapat

dinaikkan menjadi 6-8 mg peroral/hari. Pemberian juga dapat diberikan secara


intermiten dengan dosis 0,4-0,7 mg/kg BB per oral setiap 2-4 minggu. Dosis ini
dapat diberikan langsung dalam 1 hari atau dibagi menjadi 4 dosis yang sama dan
diberikan dari hari ke-1 sampai hari ke-4. Pengobatan diberikan sepanjang

11

terdapat respons, biasanya tidak lebih dari 8-12 bulan. Angka remisi berkisar
berkisar 40-70%, tetapi remisi komplit jarang terjadi, hanya sekitar 15%.2,4,15
Penggunaan klorambusil dosis tinggi pada pasien LLK stadium lanjut
telah diteliti. Klorambusil diberikan selama 6 bulan pada dosis tetap 15 mg/hari
sampai pasien mencapai remisi komplit. Pengobatan ini mempunyai angka remisi
komplit dan remisi sebagian yang lebih tinggi (89,5%) dibandingkan dengan
kombinasi siklofosfamid, doksorubisin, vinkristin dan prednison.2,5
B. Siklofosfamid
Pasien yang tidak dapat mentoleransi klorambusil, dapat diberikan
siklofosfamid dengan dosis awal 50 -100 mg per oral/hari selama 5 hari atau
pemberian intermitten setiap 3-4 minggu dengan dosis 500-750 mg/m2 intra vena
pada hari ke-1. Pemberian siklofosfamid, baik secara oral maupun intermiten,
dapat menyebabkan terjadinya perdarahan sistitis maka pemberian siklofosfamid
lebih baik diberikan pada pagi hari dibandingkan pada malam hari. Pasien
dianjurkan untuk minum setidaknya 2-3 liter perhari. Efek samping yang sering
ditemukan berupa mual, muntah, rambut rontok, dan supresi sumsum tulang.2,4,15
C. Kemoterapi Kombinasi
Kemoterapi kombinasi yang diberikan adalah kemoterapi yang biasanya
pada pasien limfoma non Hodgkin atau mieloma multipel. Kemoterapi kombinasi
diindikasikan pada pasien LLK yang gagal terhadap terapi tunggal klorambusil
atau siklofosfamid dengan atau tanpa prednison. Kombinasi ini memiliki tingkat
respon yang lebih tinggi dibandingkan klorambusil atau siklofosfamid tetapi
memiliki tingkat toksisitas yang lebih tinggi dan umumnya tidak menunjukkan
peningkatan angka harapan hidup.1,5,15
Kemoterapi yang direkomendasikan adalah :

Siklofosfamid, vinkristin dan prednison (COP)


Dosis :
-

Siklofosfamid 300 mg/m2 peroral hari 1-5 atau 750 mg/m2

IV hari I
- Vinkristin 2 mg IV hari I
- Prednison 40 mg/m2 peroral hari 1-5
COP dan doksorubisin
Dosis :

12

2.7.2

Doksorubisin 25-50 mg/m2 IV hari I

Pengobatan Suportif
A. Fludarabin
Fludarabin merupakan derivat monofosfat fluorin dari analog purin

yang memiliki aktivitas yang signifikan pada pengobatan LLK. Mekanisme aksi
dari fludarabin berupa dengan cara menghambat sintesis DNA dan aktivitas jalur
apoptosis. Mekanisme ini meningkatkan efek fludarabin secara signifikan ketika
dikombinasikan dengan obat lainnya seperti Siklofosfamid dan Rituximab.
Fludarabin diberikan melalui infus intravena selama 30 menit dengan
dosis 25 mg/m2/hari selama 5 hari dalam jangka waktu 4 minggu.
B. Splenektomi
Splenektomi diindikasikan pada pasien dengan splenomegali yang masif
dan sitopenia autoimun yang refrakter terhadap kortikosteroid. Dalam sebuah
penelitian menunjukkan pasien yang menjalani splenektomi dengan anemia atau
trombositopenia memiliki peningkatan angka harapan hidup sampai 3 tahun
dibandingkan pasien yang tidak menjalani splenektomi. Splenektomi memiliki
manfaat yang besar terhadap pasien dengan limfa yang masif dan tidak dilaporkan
adanya kematian pada prosedur splenektomi. Meskipun pada pasien dengan
perkembangan LLK yang progresif, splenektomi juga dapat memperbaiki kualitas
hidup dengan meningkatkan kadar HB sekitar 50%. Faktor yang mempengaruhi
tingkat keberhasilan dari splenektomi adalah keadaan pasien sebelum dilakukan
operasi dan keterampilan ahli bedah. Rata-rata angka harapan hidup pasien setelah
menjalani splenektomi adalah 4,7 tahun.2,4,12
2.7.3 Pengobatan terhadap Anemia dan Trombositopenia
Anemia dan trombositopenia adalah temuan laboratorium yang paling
sering dijumpai pada LLK dan bertambah berat sesuai perjalanan penyakit.
Diberikan Prednison 60mg/hari atau dilakukan splenektomi. Tranfusi trombosit
kadang diperlukan pada keadaan trombositopenia dengan perdarahan aktif.
Plasmaferesis yang intensif juga dapat meningkatkan jumlah Hb dan trombosit.
Terapi ini diindikasikan pada pasien dengan kegagalan sumsum tulang dan
mengalami refrakter terhadap terapi standar.2,15

13

2.7.4

Radioterapi
Radiasi sistemik merupakan modalitas terapi yang pertama kali digunakan

untuk pengobatan LLK. Radioterapi di indikasikan untuk pengobatan lokal yang


berguna untuk mengurangi gejala yang diakibatkan oleh lesi pada tulang, organ
vital, sistem saraf serta lesi-lesi yang besar.2,10
Radiasi limfa berguna pada pasien dengan splenomegali yang disertai
dengan rasa nyeri terutama pada pasien yang mempunyai faktor resiko pada bedah
splenektomi. 50-90% pasien akan menunjukkan penurunan ukuran limfa,
berkurangnya nyeri perut serta rasa tidak enak pada perut.
2.8 PROGNOSIS
Prognosis dari LLK juga sangat dipengaruhi dari pembagian stadium LLK.
Terdapat dua sistem pembagian stadium klinik yang biasanya di gunakan pada
LLK yaitu sistem RAI dan sistem Binet.
Tabel 3. Stadium LLK Menurut RAI1
Stadium

Gejala klinis dan laboratorium

Median
survival (bulan)

Limfositosis darah tepi dan sumsum tulang

120

Limfositosis + Pembesaran limfadenopati

90

II

Limfositosis + Splenomegali / Hepatomegali

72

III

Limfositosis + anemia (Hb < 11gr/dl)

30

IV

Limfositosis + trombositopenia

30

( trombosit < 100.000/ul)

14

Tabel 4. Stadium LLK Menurut Binet1


Stadium

Gejala klinis dan laboratorium

Median
survival (bulan)

Asimtomatis + tidak anemia atau


trombositopenia + Limfositosis darah
tepi dan sumsum tulang + < 3 daerah
limfoid yang membesar

120

Limfositosis darah tepi dan sumsum


tulang
+
tidak
anemia
atau
trombositopenia + 3 daerah limfoid
yang membesar

61

Anemia ( Hb < 11 gr/dl


trombositopenia (<100.000/uL)

32

atau

Sistem RAI biasanya digunakan di Amerika Serikat sedangkan negara


Eropa lebih banyak memakai sistem Binet. Kedua sistem ini mempunyai
hubungan yang erat dengan tingkat harapan hidup, pasien dengan stadium klinik
yang lebih berat mempunyai tingkat harapan hidup yang lebih pendek.1,5

BAB III
Laporan Kasus
1. Nama / Kelamin / Umur
2. Negeri Asal
3. Anamnesa

: Tn.M / laki-laki/ 67 tahun


: Padang
:

15

Keluhan Utama : Letih, lemah dan lesu sejak 1 minggu yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
-

Letih, lemah dan lesu sejak 1 minggu yang lalu.


Penurunan nafsu makan tidak ada.
Penurunan berat badan tidak ada.
Perdarahan mimisan atau gusi berdarah tidak ada.
Buang air kecil dan besar lancar.
Pasien sudah diketahui menderita Leukemia Limfositik Kronik sejak 4

bulan yang lalu.


Pasien telah mendapatkan kemoterapi sebanyak 4 kali dengan obat

Cyclophosphamide 362 mg dan Fludarabine 50 mg.


- Pasien prokemoterapi ke-5 atas indikasi LLK
Riwayat penyakit dahulu :
- Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
- Riwayat Diabetes Mellitus tidak ada.
- Riwayat Hipertensi tidak ada.
- Riwayat keganasan dalam anggota keluarga tidak ada.
- Riwayat trauma tidak ada.
- Riwayat operasi tidak ada.
Riwayat penyakit keluarga :
-

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.

Riwayat Kebiasaan dan pekerjaan


-

Pasien seorang perokok dan berkerja sebagai petani

Pemeriksaan Umum
Vital Sign
Kesadaran

: Composmentis Kooperatif

Tekanan Darah

: 120/70

Nadi

: 80x/menit

Nafas

: 20x/menit

Berat badan

: 50kg

TInggi badan

: 155 cm

Status Generalisata
Kulit

: Turgor kulit normal


16

Kelenjar Getah bening

: Tidak membesar

Kepala

: Normocephal

Rambut

: Rambut hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: Conjuctiva anemis, sclera tidak ikterik

Telinga

: Membrane timpani utuh

Hidung

: Tidak ada deviasi septum

Tenggorokan

: Kiri T1 Kanan T1 tidak hiperemis

Gigi dan Mulut

: Caries ada

Dada
Paru

- Inspeksi

: Statis dan dinamis kiri dan kanan simetris

Palpasi

: Fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi

: Sonor kiri dan kanan

Auskultasi

: Vesikuler, wheezing dan ronki tidak ada

Jantung
-Inspeksi: iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus di 1 jari medial linea midclavicula sinistra
RIC V
Perkusi : batas kiri 1 jari medial linea midclavicula sinistra
RIC V, batas kanan linea parasternal kanan RIC IV dan
batas atas jantung di linea midclavicula kiri RIC II
Auskultasi: Bising jantung tidak ada, murmur
dan gallop tidak ada. Irama jantung regular.
Abdomen

: Inspeksi: Perut tidak tampak membuncit, tidak


ada smiling umbilicus, tidak ada kelainan kulit.
Palpasi: Hepar tidak teraba dan lien teraba S1
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus normal

Punggung

: Nyeri ketok dan nyeri tekan tidak ada

Alat kelamin

: Tidak diperiksa

Anggota Gerak

: Refleks fisiologis positif, reflex patologis


Negative

Pemeriksaan Labor

: Hb

(10,4 gr/dL)

17

Lekosit

(11000/mm3)

Trombosit

(25,000/mm3)

Hematokrit

(31%)

Limfosit matang dan atipik (>55%)

Hasil AGD

GDS

Ureum

Kreatinine

Natrium

Kalium

pH :

pCO2:

BE ecf :

pO2:

HCO3-:

mmol/L BE(B):

Diagnosis Kerja

: Leukemia Limfositik Kronik

Diagnosis Banding

: Leukemia Mieloid Akut

Anjuran

: Pemeriksaan Sumsum Tulang

Pengobatan

: IST/MB

mmol/L

mmol/L SO2:

IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf


: NTR 2x 1

BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki berumur 67 tahun datang ke RSUP Dr. Mdjamil
Padang pada tanggal 22 Mei 2016 dengan keluhan letih, lemah dan lesu sejak 1
minggu yang lalu. Hal ini dikarenakan oleh kekurangan darah yang membawa
oksigen ke dalam sirkulasi tubuh untuk memenuhi kebutuhan sel. Hal ini
menyebabkan penurunan transport oksigen ke jaringan dan ini memberi kesan
kepada gejala letih, lemah dan lesu. Penyakit Leukemia Limfositik Kronik ini
adalah keganasan limfosit matang yang awalnya terjadi di kelenjar getah bening
dan kemudian menyebar ke hati dan limpa. Masuknya limfosit ini ke dalam
sumsum tulang akan mengeser sel-sel lain yang normal seperti sel darah merah

18

dan platelet sehingga terjadi anemia dan penurunan trombosit di dalam darah.
Selain itu, pasien sebelumnya sudah diketahui menderita Leukemia Limfositik
Kronik sejak 4 bulan yang lalu dan telah mendapatkan kemoterapi sebanyak 4 kali
dengan obat Cyclophosphamide 362 mg dan Fludarabine 50 mg. Pada
pemeriksaan umum ditemukan dalam batas normal dan pada pemeriksaan fisik
ditemukan konjuctiva anemis. Ini adalah dikarenakan tejadi supresi produksi sel
darah merah sehingga kadar oksihemoglobin menurun dan ini memberi kesan
terhadap perfusi jaringan yang tidak efektif dan memberi dampak kepada
konjungtiva yang tampak pucat. Pada pemeriksaan abdomen terlihat pembesaran
lien S1 dan ini disebabkan oleh penumpukan sel-sel limfosit disana sehingga
terjadi splenomegaly. Pada pemeriksaan labor darah ditemukan Hb 10,4 gr/dL
yang menunjukkan terjadi penurunan hemoglobin, kadar leukosit 11000/mm3
yaitu terjadi leukositosis dikarenakan oleh produksi jumlah leukosit bertambah
akibat dari keganasan penyakit ini dan kadar trombosit 25,000/mm 3 yang
menunjukkan trombositopenia karena terjadi supresi dari pembentukan sel-sel
trombosit. Limfosit matang dan kronik juga telah ditemukan >55%. Pasien ini
didiagnosis sebagai Limfositik Leukimia Kronik.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wierda W, Admirand J, O Brien S, Kalaycio M. Chronic Lymphocytic
Leukemia. In: Sekeres M, .Kalaycio M, Bowel B, editors. Clinical
Malignant Haematology.

Edisi ke-7. New York: Mc Graw-Hill

Medical;2007 p 225 - 245


2. Kipps T. Chronic Lymphocytic Leukemia. In: Litchman MA, Beutler E,
Selighson U, Kaushansky K, Kipss T, editors. Williams Haematology.
Edisi ke-7. New York: Mc Graw-Hill Medical;2007
3. Mehta A, Hoffbrand V. Chronic Lymphocytic Leukemia. Haematology at a
Glance. Edisi ke-2. London: Blackwell Publishing;2006 p 56-57

19

4. Catovsky D. Chronic lymphocytic leukaemia and other B-cell disorders.


In: Victor H, Catovsky D, Tuddenham E, editors. Postgraduate
Haematology. Edisi Ke-5.London: Blackwell Publishing. p 619-642
5. Kern W. The Chronic Lymphocytic Leukemia. PDQ Haematology. New
York: Mc Graw-Hill Medical;2007 p 296 - 317
6. Chiorazzi N, Kanti R, Ferrarini M. Chronic Lymphocytic Leukemia. N eng
J Med 2005; 352 :804-15
7. SEER Cancer Statistics Review, 2002-2006. National Cancer Institute,
Bethesda, 1998.
8. Price A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi konsep klinis prosesproses penyakit. 6th ed. Volume II. EGC. Indonesia.2006
9. Hoffman, Ronald. Haematology Basic Principles and Practice. Edisi ke-4.
Livingstone: Elsevier;2005
10. Bynd J.C, Stilgenbauer S, Flinn IW. Chronic Lymphocytic Leukemia
Hematology 2004:163-83
11. Theml H, Diem H, Haferlach T. Color Atlas of Hematology. Edisi ke-5.
Stuggart: Thieme Verlag;2002
12. Hirschmann J, Bailey D, Tkachuk D. Lymphoproliferative Disorders. In:
Takchuk, Douglas C, editor. Wintrobes Atlas of Clinical Haematology.
Edisi ke-1. Toronto: Lippincott Williams & Wilkins;2007
13. Mead G. Malignant Lymphomas and Chronic Lymphocytic Leukaemia. In:
Provan, Drew, editor. ABC of Clinical Haematology. Edisi ke-2. London:
BMJ Books Publishing;2003 p 47-51
14. Longo D. Oncology and Haematology. In: Kasper, Hauser, Braunwald,
Fauci, Jameson, longo. Editors. Harrisons Principles of Internal Medicine.
Edisi ke-16. New York:Mc Graw-Hill Medical;2005. p 453-586

20

15. Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Pusat
Penerbitan FKUI; 2007
16. Guidelines on the diagnosis and management of CLL. British Journal of
Hematology 2004;125:294-317
17. London Cancer New Drug Group. APC/DTC Briefing. Alentuzumab for
the treatment of relaps CLL. March 2004

21

Anda mungkin juga menyukai