PENDAHULUAN
granula khas berwarna jingga pada pewarnaan Wright. Eosinofil dibentuk dan
berbagai substansi yang berperan pada proses inflamasi. Infiltrasi dan degranulasi
penyakit seperti infeksi parasit, alergi atau reaksi obat dan atopi/asma. Eosinofilia
menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008. Pada tahun 2011
serta klasifikasinya.2,3
Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai eosinofil: pembentukan dan
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Eosinofil
Eosinofil pertama kali diidentifikasi oleh Paul Ehrlich pada tahun 1879.2
Eosinofil pertama kali dikenali dari karakteristik granula eosinofil yang memiliki
afinitas tinggi terhadap asam pada pewarnaan eosin. Eosinofil berukuran diameter
12-17 m dan umumnya memiliki nukleus bilobus (terkadang dijumpai tiga lobus
atau lebih).1,4 Dengan pewarnaan Wright granula eosinofil yang normal berwarna
hari sebelum eosinofil muncul di sirkulasi darah. Eosinofil yang tersimpan dalam
sumsum tulang dapat segera dikeluarkan ke sirkulasi darah saat dibutuhkan. Masa
transit eosinofil dalam darah perifer sekitar 8 jam, namun dapat lebih lama pada
kondisi eosinofilia.5
gastrointestinal, dan vagina. Eosinofil dalam jaringan bertahan selama 8-12 hari
dan dapat kembali ke sirkulasi darah dan sumsum tulang. Eosinofil dapat
Darah tepi orang dewasa normal mengandung 1-5% eosinofil dengan jumlah
2
diantaranya alergi, respon inflamasi terhadap parasit cacing, kondisi penyakit kulit
Eosinofil dapat memiliki lima populasi granula yang berbeda, yaitu granula
kristaloid/granula sekunder, granula primer, granula kecil, badan lipid, dan vesikel
3
2.1.1. Granulopoiesis Eosinofil
tulang dari sel progenitor myeloid yaitu eosinophil colony-forming unit (CFU-
Prekursor eosinofil yang paling awal dikenali dari morfologi yaitu promielosit
batang eosinofil, dan eosinofil matur. Pembelahan sel terjadi pada sel CFU-Eo,
eosinofil, batang eosinofil, dan eosinofil matur tidak terjadi pembelahan sel.8
teraktivasi seperti limfosit T, sel mast, sel stroma, dan eosinofil itu sendiri. Sitokin
eosinofil dari sumsum tulang ke dalam sirkulasi darah diregulasi oleh IL-5 dan
eotaksin.9
Perkembangan dan fungsi eosinofil dalam darah di kontrol oleh Siglec-8 dan
inhibitor reseptor permukaan sel lainnya. Transforming growth factor-β (TGF- β),
Proses perkembangan dan aktivasi eosinofil dapat dilihat pada gambar 2.2.
4
Gambar 2.2. Perkembangan eosinofil dan proses eosinofilia
Dikutip dari: Peter V, et al9
Eosinofil memiliki lima populasi granula yang berbeda. Granula yang tampak
pewarnaan eosin berwarna merah terang. Keempat granula eosinofil lain tampak
dengan mikroskop elektron, yaitu granula primer, granula kecil, badan lipid dan
sekunder terdapat pada eosinofil matur, namun pada eosinofil imatur dapat
5
protein (ECP), dan eosinophil-derived neurotoxin (EDN). Dalam setiap
d. Badan lipid: dalam setiap eosinofil matur terdapat sekitar lima badan lipid
yang motil, berespon terhadap agen kemotaksis spesifik dan memfagositosis serta
juga berperan dalam reaksi hipersensitivitas tipe cepat dan sebagai antigen-
6
Eosinofil berperan dalam aktivasi sel mast, limfosit T, sel epitel, dan
Jumlah eosinofil dalam sirkulasi darah memiliki variasi diurnal dimana jumlah
terendah di pagi hari dan tertinggi di malam hari dengan variasi sekitar 40%
dalam satu hari. Jumlah eosinofil meningkat fisiologis pada bayi baru lahir dan
7
Eosinopenia didefinisikan sebagai penurunan jumlah eosinofil dalam sirkulasi
terjadi. Eosinopenia pada stres akut dimediasi oleh glukokortikoid dan epinefrin
beberapa jam setelah penghentian terapi. Eosinopenia pada inflamasi atau infeksi
kondisi penyakit seperti alergi, neoplasma, kelainan hematologi primer, dan lain-
lain. Eosinofilia merupakan suatu keadaan dimana jumlah eosinofil dalam darah
perifer >500/l. Eosinofilia dibagi menjadi ringan (jumlah eosinofil absolut 500-
dalam dua kali pemeriksaan (interval ≥1 bulan) dengan atau tanpa hipereosinofilia
Anomali Pelger atau pseudo-Pelger juga dapat terjadi pada eosinofil seperti
8
familial yang sangat jarang terjadi, tidak berhubungan dengan penyakit tertentu,
ditandai oleh morfologi eosinofil yang normal, tidak ada sebagian atau seluruh
Insidensi dan prevalensi dari HES atau chronic eosinophilic leukemia (CEL)
End Results (SEER) tahun 2001 sampai 2005 angkat kejadian HES dan CEL
1,47 dan kejadian meningkat seiring peningkatan usia dengan insiden tertinggi
pada usia 65-74 tahun.2,13 Berdasarkan data dari rumah sakit di Amerika Serikat,
HES banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki dengan ratio 4-9:1 dengan
Eosinofilia yang terjadi sebagai respon imun tubuh terhadap infeksi parasit
cacing bergantung dari produksi IL-5 yang dihasilkan oleh limfosit Th2. Eosinofil
melawan infeksi parasit cacing dengan melepaskan isi granula yang sitotoksik.
sebagai sel efektor utama, penyakit alergi dijadikan sebagai prototipe untuk
progresif dalam tiga sampai empat jam, mencapai puncak dalam delapan jam, dan
9
bertahan selama beberapa hari. Proses yang dikenal sebagai respon fase lambat
Eosinofil, merupakan sel efektor utama dalam respon fase lambat yang diatur oleh
Peran sel mast dalam proses eosinofilia belum sepenuhnya dimengerti. Sel
berperan sebagai kemokin untuk menarik lebih banyak eosinofil. Namun, dalam
suatu percobaan pada hewan diketahui bahwa defisiensi sel mast pada tikus yang
Tidak seperti sel mast, limfosit T berperan penting dalam respon fase lambat
dengan menghasilkan tiga sitokin yang menimbulkan respon alergi, yaitu IL-4,
IL-13, dan IL-5. IL-4 dan IL-13 mengatur produksi IgE dan vascular-cell
mempengaruhi peran sel mast dan limfosit T dalam regulasi eosinofil. APC
(makrofag, sel dendritik) tidak hanya mengaktifkan limfosit Th2 tetapi juga
10
Gambar 2.4. Eosinofilia pada respon fase lambat
Dikutip dari: Marc E. R.15
distimulasi oleh IL-3,IL-5, atau GM-CSF umur eosinofil akan memanjang dan
Peningkatan jumlah eosinofil pada darah perifer dan jaringan dapat dijumpai
11
hipersensitivitas obat, dan penyakit alergi, sedangkan hypereosinophilic sindrome
2.4.1. Infeksi
eosinofilia. Pola dan derajat eosinofilia pada infeksi parasit dipengaruhi oleh
perkembangan, migrasi dan distribusi parasit di dalam penjamu serta respon imun
penjamu. Jumlah eosinofil paling tinggi pada tahap parasit bermigrasi ke jaringan
filariasis). Eosinofilia yang menetap tidak ditemukan lagi saat seluruh parasit
berada di dalam rongga usus (misalnya cacing pita dewasa) atau pada struktur
kistik (contohnya kista hidatid) hingga saat dinding kista mengeluarkan isi kista
kokidioidomikosis.12
Eosinofilia pada darah perifer jarang melebihi 1500/l pada rhinitis alergi,
rhinitis non-alergi, bahkan asma walaupun terjadi infiltrasi eosinofil pada saluran
12
pernafasan.12 Infiltrasi selektif eosinofil ke dalam jaringan alergi disebabkan oleh
selektin dan molekul adhesi sel vaskular. Mekanisme patogenesis utama pada
asma yaitu kerusakan pada epitel saluran pernafasan yang disebabkan oleh
2.4.3. Keganasan
maupun non hematologis (tumor solid). Eosinofilia pada tumor solid dapat
disebabkan oleh derivat glikoprotein yang berasal dari tumor, yang menstimulasi
2.4.4. Imunologis
Omenn, sindrom hiper IgE (Job), defisiensi Dock, defisiensi IPEX, dan defisiensi
dan ringan.12
13
2.4.5. Endokrin
insufisiensi adrenal.12
associated with radiotherapy (EPPER) ditandai oleh eosinofilia terkait tumor dan
ditandai dengan eosinofilia, asma, demam, dan vaskulitis berbagai sistem organ. 11
14
Tabel 2.1. Klasifikasi kelainan eosinofil menurut WHO tahun 2008
Klasifikasi kelainan eosinofil menurut WHO tahun 2008
1. Keganasan myeloid dan limfoid yang berhubungan dengan eosinofilia dan abnormalitas
pada PDGFRA, PDGFRB, atau FGFR1
1) Kriteria diagnostik myeloproliferative neoplasm (MPN)a dengan eosinofilia yang
berhubungan dengan FIP1L1-PDGFRA
a. keganasan myeloproliferatif dengan eosinofilia yang nyata dan
b. adanya fusi gen FIP1L1-PDGFRAb
2) Kriteria diagnostik keganasan myeloproliferatif dengan fusi gen ETV-6-PDGFRB atau
penyusunan kembali PDGFRB lain
a. keganasan myeloproliferatif, dengan eosinofilia yang nyata dan terkadang dengan
neutrofilia dan monositosis dan
b. adanya t(5;12)(q31q33;p13) atau variasi translokasic, atau demonstrasi dari fusi gen
ETV6-PDGFRB atau penyusunan kembali PDGFRB
3) Kriteria diagnostik keganasan myeloproliferatif atau leukemia akut yang berhubungan
dengan penyusunan kembali FGFR1
a. keganasan myeloproliferatif , dengan eosinofilia yang nyata dan terkadang dengan
neutrofilia dan monositosis atau AML atau prekursor sel T atau prekursor leukemia
limfoblastik sel B/limfoma (selalu berhubungan dengan eosinofilia pada darah tepi atau
sumsum tulang) dan
b. adanya t(8;13)(p11;q12) atau variasi translokasi memicu demonstrasi penyusunan
kembali pada sel myeloid, limfoblast atau keduanya
2. Leukemia Eosinofilik Kronik-not otherwise specified (NOS)
a. Eosinofilia (jumlah eosinofil >1.5x109/L)
b. Tidak ada kromoson Phi atau fusi gen BCR-ABL atau keganasan myeloproliferatif lainnya
(PV, ET, PMF, sistemik mastositosis) atau MDS/ keganasan myeloproliferatif (CMML
atau CML atipik)
c. Tidak ada t(5;12)(q31q35;p13) atau penyusunan kembali PDGFRB lain
d. Tidak ada fusi gen FIP1L1-PDGFRA atau penyusunan kembali PDGFRA lain
e. Tidak ada penyusunan kembali FGFR1
f. Jumlah sel blast di darah perifer dan sumsum tulang <20% dan tidak ada inv(16)(p13q22)
atau t(16;16)(p13;q22) atau kriteria diagnostik AML lain
g. Ada abnormalitas pada klonal sitogenetik atau genetik molekular, atau sel blast lebih dari
2% di darah perifer atau lebih dari 5% di sumsum tulang.
3. HES idiopatik, jika tidak ada:
a. Eosinofilia reaktif
b. Limfosit-varian hipereosinofilia (produksi sitokin, immunophenotypically-aberrant T-cell
population)
c. Leukemia eosinoofilik kronik-NOS
d. Keganasan myeloid menurut WHO yang berhubungan dengan eosinofilia (misalnya MDS,
MPNs, MDS/MPNs, atau AML)
e. Eosinofilia terkait MPNs atau AML/ALL dengan penyusunan kembali PDGFRA,
PDGFRB, atau FGR1
f. Harus ada jumlah eosinofil absolut >1.500/l yang menetap selama minimal 6 bulan dan
adanya kerusakan jaringan. Jika tidak ada kerusakan jaringan, diagnosis menjadi
hipereosinofilia idiopatik.
Disadur dari: Gotlib13
a pasien dengan AML atau ALL/limfoma dengan eosinofilia dan fusi gen FIP1L1-PDGFRA juga dimasukkan
Ph dengan gambaran hematologi leukemia eosinofilik kronik dengan splenomegali, peningkatan nyata
vitamin B12 serum, peningkatan triptase serum, dan peningkatan sel mast sumsum tulang
c karena t(5;12)(q31q33;p13) tidak selalu mengarah ke fusi gen ETV6-PDGFRB, konfirmasi molekular
sangat disarankan. Jika analisis molekular tidak tersedia, diagnosis ini sebaiknya dicurigai/suspek jika
ditemukan MPN negatif-Ph dengan eosinofilia dan translokasi dengan breakpoint 5q31-33
15
2.5.1. Hipereosinofilia (HE)
tahun 2011 definisi hipereosinofilia (HE) yaitu jumlah eosinofil >1.500/l dalam
1) Persentase eosinofil dalam sumsum tulang lebih dari 20% dari seluruh sel
berinti, dan/atau
2) Ahli patologi menyatakan infiltrasi jaringan oleh eosinofil yang masif, dan/atau
3) Ditemukan deposit protein granula eosinofil (dengan ada atau tidak adanya
darah, namun pada sebagian besar kasus ditemukan hipereosinofilia darah yang
Eosinophil Disorders and Syndromes tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 2.2.
16
Tabel 2.2 Klasifikasi hipereosinofilia (HE)
Terminologi Singkatan Keterangan
HE herediter/familial HEFA Patogenesis tidak diketahui, diturunkan, tanpa
gejala atau simptom imunodefisiensi
herediter, dan tidak ada bukti adanya kondisi
keganasan yang menyebabkan HE
HE of undetermined HEUS Tidak ada penyebab yang mendasari
Significance (idiopatik) timbulnya HE, tidak ada riwayat keluarga,
tidak ada bukti adanya keganasan, dan tidak
ada kerusakan organ tujuan
HE primer (klonal/neoplastik) HEN Keganasan eosinofil, diklasifikasi oleh WHO
tahun 2008
HE sekunder/reaktif HER Keadaan dimana tidak adanya klonalitas
eosinofil, dicetuskan oleh sitokin
Disadur dari: Peter V3
dan Anderson pada tahun 1968.2 Kriteria untuk menegakkan HES pertama kali
dikemukakan oleh Chusid dan kawan-kawan pada tahun 1975, yaitu eosinofilia
persisten selama lebih dari 6 bulan; tidak ada bukti adanya alergi, parasit, atau
penyebab lain yang diketahui menyebabkan eosinofilia; serta adanya tanda dan
Disorders and Syndromes pada tahun 2011, HES didefinisikan sebagai suatu
bulan), dan
ditandai oleh infiltrasi jaringan oleh eosinofil dan/atau deposit protein derivat
17
eosinofil (dengan ada atau tidak adanya eosinofilia jaringan), dan satu atau lebih
kondisi berikut:3
dan eksema,
4) neuropati perifer atau sentral dengan defisit neurologi kronik atau berulang.
Tanda dan gejala HES yang dapat ditemukan yaitu: lemah lesu (26%), batuk
(26%), dispneu (16%), mialgia atau angioedema (14%), ruam atau demam (12%),
dan rhinitis (10%). Pada pemantauan pasien dengan eosinofilia yang menetap
diketahui keterlibatan kulit paling banyak terjadi (69%), diikuti paru-paru (44%)
dan gastrointestinal (38%).2 Sampai saat ini masih belum diketahui penyebab
pasti dari HES, meskipun demikian ada dugaan bahwa GM-CSF, IL-5 dan IL-7
dari eosinofil.17
selama 5, 10 dan 15 tahun berturut-turut adalah sebesar 75, 40 dan 40%. Adanya
Disorders and Syndromes tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 2.3.
18
Tabel 2.3 Klasifikasi hypereosinophilic syndrome (HES)
Terminologi Keterangan
HES idiopatik Penyebab yang mendasari HE tidak diketahui, tidak ada tanda
atau kondisi neoplastik/kelainan yang mendasari HE, dan ada
kerusakan organ yang dikarenakan HE
HES primer (neoplastik) Neoplasma sel punca, myeloid, atau eosinofil berdasarkan
klasifikasi WHO dan kerusakan organ akibat HE, dan
eosinofil berupa sel neoplastik (klonal)
HES sekunder/reaktif Keadaan dimana eosinofil berupa sel nonklonal; HE dipicu
oleh sitokin, dan kerusakan organ yang terjadi disebabkan
oleh HE
Subvarian: HES varian limfosit (limfosit T klonal diketahui
sebagai satu-satunya penyebab HES)
Disadur dari: Peter V3
Eosinofilia dinilai dari jumlah eosinofil absolut yang sebaiknya secara rutin
eritrosit, jumlah lekosit, jumlah trombosit, indeks eritrosit, hitung jenis, dan
jumlah absolut). Pemeriksaan lain yang disarankan diperiksa secara rutin pada
dan status imun (imunoglobulin kuantitatif dan IgE). 12 Untuk mengetahui etiologi
kultur feses, feses rutin serial untuk mencari parasit, dan terkadang dibutuhkan
2.6.1. Hematologi
eosinofil absolut >1.500/l, jumlah neutrofil normal atau meningkat, anemia pada
50% kasus (umumnya anemia penyakit kronik), jumlah trombosit normal atau
19
meningkat. Eosinofil yang ditemukan pada eosiofilia atau HES non neoplastik
berupa eosinofil matur yang dapat disertai dengan kelainan morfologi berupa
memburuk jika terdapat leukositosis >90.000/l.12 Apus darah tepi pasien dengan
20
2.6.2. Sumsum Tulang
penyebab sekunder eosinofilia (infeksi, alergi, dan lain-lain). Apus sumsum tulang
Gambaran sumsum tulang dengan leukemia eosinofilik kronik dapat dilihat pada
gambar 2.6.
21
Hipereosinofilia
Negatif
Tidak
Ya
Ya
22
BAB III
RINGKASAN
Eosinofil termasuk dalam seri granulosit dengan ciri khas granula berwarna
lima jenis granula dengan beragam protein yang terkandung didalamnya. Kelainan
tiga besar: keganasan myeloid dan limfoid yang berhubungan dengan eosinofilia
kronik-not otherwise specified (NOS); dan HES idiopatik. Definisi dan klasifikasi
23
SUMMARY
morphological abnormality.
not otherwise specified (NOS); and idiopathic HES. Definition and classification
DAFTAR PUSTAKA
24
1. Lacy P, Adamko DJ, Moqbel R. The Human Eosinophil. Dalam: Greer JP,
Arber DA, Glader B, List AF, Robert T. Means J, Paraskevas F, et al.,
editor. Wintrobe's Clinical Hematology. Edisi ke-13. Philadelpia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2014. hlm. 160-80.
3. Valent P, Klion AD, Horny HP, Roufosse F, Gotlib J, Weller PF, et al.
Contemporary consensus proposal on criteria and classification of
eosinophilic disorders and related syndromes. J Allergy Clin Immunol.
2012 Sep;130(3):607-12 e9.
25
11. Zini G. Abnormalities in leukocyte morphology and number. Dalam:
Porwit A, McCullough J, Erber WN, editor. Blood and Bone Marrow
Pathology. Edisi ke-2. China: Elsevier; 2011. hlm. 256-7.
26