i
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
ii
BAB I
PENDAHULUAN
ketika jamur menembus pertahanan host atau pada kondisi gangguan sistem imun
mikroskopik, kultur, identifikasi dan uji kepekaan jamur, (ii) histopatologi jamur
dari jaringan, (iii) imunoserologi dengan mendeteksi antigen dan antibodi, serta
(iv) biomolekuler dan biokimia.2,3 Selama tiga dekade terakhir, infeksi jamur
(mikosis) semakin meningkat terutama infeksi jamur invasif pada individu dengan
1
2
Saat ini telah ditemukan adanya resistensi Candida spp. dan Aspergillus spp.
Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai infeksi jamur: struktur
kultur, identifikasi dan uji kepekaan obat antijamur pada infeksi jamur invasif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jamur merupakan suatu kelompok organisme yang sangat beragam dan secara
ragi/khamir (yeasts). Sebagian jamur telah dikenal sebagai patogen pada manusia,
infeksi ringan, mencetuskan reaksi alergi seperti asma, dan menimbulkan penyakit
serius yang mengancam nyawa. Penyakit akibat jamur semakin meningkat akibat
sitoplasma. Jamur memiliki dinding sel luar yang rigid dengan membran
3
4
ergosterol. Ergosterol dibentuk dari squalene yang diubah oleh enzim squalene
ergosterol.7
Ukuran jamur sangat bervariasi dari sel tunggal berukuran 2-4 μm hingga yang
terlihat secara makroskopik. Jamur dapat tumbuh sebagai ragi, kapang atau
bertunas. Hifa berbentuk tabung panjang dengan dinding tebal yang paralel. Hifa
dapat bersepta atau tanpa septa.7 Morfologi ragi dan hifa kapang dapat dilihat
Jamur dimorfik adalah jamur yang dapat tumbuh menjadi bentuk ragi dan juga
kapang tergantung dari kondisi lingkungan. Sebagai ragi secara in vivo maupun in
vitro pada suhu lingkungan 35–37°C dengan sumber nutrisi melimpah, sedangkan
tumbuh sebagai kapang pada suhu 25°C dengan nutrisi minimal. Candida spp.
merupakan salah satu contoh jamur dimorfik dengan morfologi yang tampak pada
Gambar 2.3.8
Dari 10.000 spesies jamur yang saat ini diketahui, hanya sebagian kecil yang
topografi, infeksi jamur dibagi menjadi 4, yaitu infeksi jamur superfisial, infeksi
Klasifikasi infeksi jamur berdasarkan topografi dapat dilihat pada Tabel 2.1
berikut.
Berdasarkan asal patogen, infeksi jamur dapat berasal dari eksogen (airborne,
dalam tiga dekade terakhir. Pandemik global infeksi HIV berperan besar dalam
dan penisiliosis serta infeksi jamur primer histoplasmosis. Setiap tahunnya sekitar
Sahara Afrika 720.000 kasus per tahun, diikuti Asia Selatan dan Asia Tenggara
kasus per 100.000 penduduk dan di Eropa 2–5 kasus per 100.000 penduduk.
airborne tersering (>90%) pada manusia. Aspergilosis terjadi sekitar 30% pada
pasien kanker, 10–25% pada pasien leukemia, 26% pada resipien transplantasi sel
jumlah penderita HIV/AIDS. Di Jakarta dan Bandung dilaporkan 21,9% dan 30%
8
pasien AIDS dengan gangguan sistem saraf pusat terbukti menderita meningitis
kriptokokal.12
Data prevalensi resistensi obat antijamur pada infeksi jamur invasif masih
Saat jamur masuk ke jaringan respon imun alami dan adaptif akan merespon
sebagaimana pada infeksi bakteri. Imunitas alami yang berperan mulai dari kulit,
permukaan mukosa epitel, mikroba antagonis dari flora normal, hingga aktivasi
komplemen dan opsonisasi patogen serta aktivasi sel-sel fagositik seperti sel
Jamur dikenali oleh sistem imun alami melalui komponen pada dinding sel
jamur (glukan) yang melekat dengan pattern recognition receptors (PRR) sel
fagositik yaitu dectin-1 dan Toll-like receptors (TLR2, TLR4). Saat PRR
adaptif.16,17
9
Sel jamur yang bertahan dari sistem imun alami akan tumbuh perlahan, atau
pada jamur dimorfik akan berubah menjadi bentuk ragi atau hifa. Pertumbuhan
jamur lambat namun tidak mati oleh makrofag yang memfagosit mereka.
Neutrofil dan makrofag akan menghasilkan sitokin IL-10 dan IL-12 yang akan
antibodi.16,17 Respons imun terhadap infeksi jamur digambarkan pada Gambar 2.4.
berikut ini.
Obat antijamur merupakan obat yang selektif membunuh jamur patogen dari
obatan tersebut.18
lainnya. Mekanisme kerja obat antijamur tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.5
berikut.
komponen membran sel jamur pada tahap oksidasi squalene oleh squalene
sehingga sintesis ergosterol akan terhambat. Golongan polyene terdiri dari 4 jenis
kriptokokal.19,22
dinding sel tidak stabil dan menimbulkan kebocoran komponen intraseluler (lisis
micafungin dan anidulafungin. Golongan ini memiliki efek samping paling sedikit
Insiden infeksi jamur mengalami peningkatan yang cukup drastis dalam tiga
dekade terakhir dan disertai oleh peningkatan resistensi obat antijamur baik
terapi pada pasien, tidak selalu berhubungan dengan resistensi in vitro yang
yang diuji. Interaksi yang kompleks antara host, obat, dan pathogen jamur dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti status imun host, lokasi dan derajat
infeksi, dosis dan lama terapi, serta kepatuhan pasien.6 Mekanisme resistensi obat
antijamur berdasarkan golongan obat antijamur dapat dilihat pada Tabel 2.2
berikut.
antara masing-masing genus jamur, namun mekanisme yang umum terjadi dan
(Gram, Giemsa, Tinta India dan KOH), kultur, identifikasi dan uji kepekaan.
pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada infeksi jamur dapat dilihat
Spesimen
Cairan Jaringan
22-25°C 30-37°C
serebrospinal • Pewarnaan histologi
• Tinta India (suspek jamur
• Antibodi fluoresens dimorfik)
• Antigen (organisme tertetu)
Cryptococcal
Tidak Tumbuh
Kulit, rambut,
tumbuh
kuku, dll.
Ragi Kapang
Tes
Tes biokimia Mikroskopik
Germ Makroskopik
Media • Asimilasi
tube • Warna
khusus • Fermentasi
• Tekstur
Konidia Tidak • Kecepatan
• Ukuran ditemukan pertumbuhan
Cornmeal • Bentuk konidia n
• Blastokonidia Lain-lain
• Susunan
(Cryptococcus) • Birdseed Kultur slide
• Klamidospora • Caffeic acid
• Urea Hifa
(Candida) • Hyaline vs dematoaceous
• Septa vs tidak bersepta
• Rhizoids
Gambar 2.6. Algoritme pemeriksaan laboratorium pada infeksi jamur
Disadur dari: Annette W. Fothergill5
15
fisik dan radiologis tetapi disertai pertimbangan bahwa patogen jamur yang paling
dekontaminasi yang baik pada lokasi sampel. Jumlah spesimen yang diambil
Secara umum, jika pemeriksaan tertunda, spesimen untuk kultur jamur dapat
disimpan pada suhu 4°C untuk waktu singkat tanpa kehilangan viabilitas
pada infeksi jamur.6 Seluruh spesimen yang diterima termasuk dalam kategori
biosafety tingkat 2. Pemeriksaan kultur dan uji kepekaan pada jamur dilakukan
Tabel 2.3. Lokasi, pengumpulan spesimen dan prosedur diagnostik pada infeksi jamur
Metode
Lokasi infeksi dan organisme Pilihan
pengumpulan Prosedur diagnostik
penyebab infeksi spesimen
spesimen
Darah
Candida, Cryptococcus neoformans, Whole blood Pungsi vena Kultur
Histoplasma capsulatum, Fusarium, (steril)
Aspergillus terreus, Penicillium Serum Pungsi vena Antigen (Candida,
marneffei, Trichosporon (steril) Cryptococcus, dan
Histoplasma), biomolekular
Urine Steril Antigen (Histoplasma)
Sumsum tulang
Histoplasma capsulatum, Aspirat Steril Pemeriksaan mikroskopik,
Penicillium marneffei kultur
Serum Pungsi vena Serologi, (Histoplasma)
(steril) antigen, antibodi
Urine Steril Antigen (Histoplasma)
Mata
Fusarium, Candida, Cryptococcus Kornea Kerokan atau Pemeriksaan mikroskopik,
neoformans, Aspergillus, biopsi kultur
Mucormycetes Cairan vitreous Aspirat steril Pemeriksaan mikroskopik,
kultur
Sistem urogenital
Candida, Cryptococcus neoformans, Urine Steril Pemeriksaan mikroskopik,
Trichosporon, Rhodotorula kultur
Jarang: Histoplasma capsulatum, Sekret/cairan Saline swab Pemeriksaan mikroskopik,
Blastomyces dermatitidis, vagina, uretra, preparat basah, KOH, kultur
Coccidioides immitis/posadasii prostat
Serum Pungsi vena Serologi (antibodi)
Biopsi Steril, Pemeriksaan mikroskopik,
nonsteril untuk kultur (jaringan jangan
histopatologi dihancurkan)
Tabel 2.3. Lokasi, pengumpulan spesimen dan prosedur diagnostik pada infeksi jamur
17
(lanjutan)
Metode
Lokasi infeksi dan organisme Pilihan
pengumpulan Prosedur diagnostik
penyebab infeksi spesimen
spesimen
Saluran pernafasan
Cryptococcus neoformans/gattii, Sputum Induksi, tanpa Pemeriksaan mikroskopik,
Aspergillus, Fusarium, penggunaan zat kultur
Mucormycetes, Scedosporium pengawet
apiospermum, kapang dematiaceous, Bilasan Tanpa Pemeriksaan mikroskopik,
jamur dimorfik endemik, penggunaan zat kultur,
Pneumocystis jirovecii pengawet galaktomanan(Aspergillus)
Transbronchial Aspirat atau Pemeriksaan mikroskopik,
biopsi kultur
Biopsi paru Steril, Pemeriksaan mikroskopik,
nonsteril untuk kultur (jaringan jangan
histopatologi dihancurkan)
Serum Pungsi vena Serologi, antigen, antibodi,
biomolekular
Urine Steril Antigen (Histoplasma)
Kulit dan membran mukosa
Candida, Cryptococcus neoformans, Biopsi Steril, Pemeriksaan mikroskopik,
Trichosporon, Aspergillus, nonsteril untuk kultur (jaringan jangan
Mucormycetes, Fusarium, kapang histopatologi dihancurkan)
dematiaceous, jamur dimorfik Usap mukosa Saline swab Pemeriksaan mikroskopik,
endemik, Sporothrix schenckii preparat basah, KOH, kultur
Kerokan kulit Nonsteril KOH
Serum Pungsi vena Serologi, antigen, antibodi,
biomolekular
Urine Steril Antigen (Histoplasma)
memiliki kelebihan cepat dan hemat dalam diagnosis infeksi jamur, namun sering
Pewarnaan paling banyak digunakan yaitu pewarnaan Gram dan Giemsa untuk
melihat struktur ragi dan hifa.6 Pada Gambar 2.7. berikut tampak blastokonidia
dan pseudohifa Candida albicans dengan pewarnaan Gram (kiri) serta ragi
ditemukan jamur dari kultur. Kultur jamur juga diperlukan untuk mengidentifikasi
jenis patogen penyebab infeksi. Pertumbuhan optimal dari jamur tergantung pada
19
perlakuan spesimen dan metode kultur yang digunakan. Hingga saat ini belum ada
media kultur ideal untuk mengisolat semua jenis jamur patogen yang penting.25
agar (SDA), SDA dengan antibiotik, potato dextrose agar (PDA), agar brain
heart infusion (BHI), agar BHI dengan darah domba 5–10% dan antibiotik, serta
aktivitas enzimatik yang spesifik untuk spesies ragi tertentu. Contoh media
tersebut yaitu CHROMagar yang digunakan untuk isolasi dan identifikasi jamur
yang ada dalam media berdasarkan perbedaan warna koloni yang tumbuh. Pada
dengan tepi kasar berwarna merah muda pucat, dan spesies ragi lainnya yang
Setelah inokulasi, kultur jamur diinkubasi pada suhu dan periode waktu yang
sesuai agar jamur dari spesimen dapat tumbuh dengan baik. Sebagian besar jamur
tumbuh optimal pada suhu 25–30°C, namun sebagian besar jenis Candida tumbuh
dari kultur darah pada suhu 35–37°C. Inkubasi dilakukan minimal selama 2
minggu, namun pada kultur darah dapat ditemui hasil positif dalam 5–7 hari.6
Jamur dengan pertumbuhan yang cepat seperti Zygomycetes, koloni akan tumbuh
waktu 5–9 hari, dan pertumbuhan lambat hingga 2 minggu. Penilaian karakteristik
jamur secara mikroskopik dari isolat yaitu apakah hifa bersepta atau tidak, hifa
hialin atau dematiaceous, adakah struktur seperti berbuah (fruiting); tipe, ukuran,
Pemeriksaan identifikasi untuk jamur kapang yaitu tes perforasi rambut untuk
identifikasi pada ragi yaitu tes urease, tes germ-tube (dapat sebagai identifikasi
presumtif pada ragi), tes asimilasi karbohidrat, kultur pada substrat chromogenic
yang telah terstandar dengan waktu pemeriksaan yang lebih cepat dimana hasil
dapat diperoleh dalam 24–72 jam. Salah satunya VITEK 2 YST untuk identifikasi
keterbatasan masih sedikitnya database untuk ragi dan kinerja yang buruk dalam
identifikasi kapang.6
mendapat perhatian. Walaupun uji kepekaan jamur tidak dilakukan sebanyak uji
kepekaan bakteri, namun standar prosedur telah dibuat dan dikembangkan oleh
Pada tahun 1982, komite CLSI area mikrobiologi membentuk subkomite uji
M27-P mengenai standar uji kepekaan metode broth dilution pada ragi27, tahun
2002 dokumen M38-A mengenai standar uji kepekaan metode broth dilution pada
kapang28, dan tahun 2004 dokumen M44-A dan M44-SI mengenai uji kepekaan
dan minimal inhibitory concentration (MIC) metode disk diffusion untuk ragi29.
Seluruh dokumen terus diperbaharui dan direvisi hingga terakhir pada tahun 2009.
Uji kepekaan obat antijamur dilakukan untuk organisme penyebab infeksi yang
dalam pemberian terapi diprediksi adanya kepekaan yang tidak sesuai dengan
yang umum diberikan. Uji kepekaan juga penting untuk penelitian epidemiologi
direkomendasikan CLSI: metode broth dilution dan disk diffusion, dan yang
tersedia secara komersial seperti metode kolorimetri, sistem Etest dan sistem
VITEK 2. Uji kepekaan tersebut direkomendasikan hanya untuk Candida spp. dan
23
Berdasarkan rekomendasi CLSI terdapat dua jenis metode broth dilution, yaitu
antijamur per jenis ragi yang akan diperiksa. Setiap tabung/sumur akan diisi
inokulum 0,5 McFarland yang akan diinkubasi pada suhu 35°C selama 24–48 jam
untuk Candida spp. atau hingga 70–74 jam untuk C. neoformans. Jenis-jenis obat
antijamur dan konsentrasi yang diujikan dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut.27
Tabel 2.4. Daftar obat antijamur yang diujikan pada metode broth dilution
Obat Antijamur Konsentrasi (μg/mL)
Amphotericin B 0,0313–16
Flucytosine 0,125–64
Ketoconazole 0,0313–16
Itraconazole 0,0313–16
Fluconazole 0,125–64
Posaconazole 0,0313–16
Ravuconazole 0,0313–16
Voriconazole 0,0313–16
Anidulafungin 0,015–8
Capsofungin 0,015–8
Micafungin 0,015–8
Disadur dari: CLSI27
Obat antijamur pada metode broth dilution dibedakan menjadi obat antijamur
larut air seperti flucytosine, fluconazole, caspofungin dan micafungin; dan obat
24
antijamur lainnya yang tidak larut air. Prosedur pemerikaan uji kepekaan metode
broth dilution dapat dilihat pada Gambar 2.9. untuk broth macrodilution dan
Gambar 2.10. untuk broth microdilution. Pembacaan hasil pada metode broth
growth-control (tanpa obat antijamur) dengan setiap tabung tes dengan skala pada
kepekaan setiap obat antijamur metode broth dilution dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Interpretasi uji kepekaan metode broth dilution (break points μg/mL)
Susceptible-
Obat Susceptible dose Intermediate Resistant Nonsusceptible
Antijamur (S) dependent (I) (R) (NS)
(S-DD)
Flucytosine ≤4 - 8-16 ≥32 -
Itraconazole ≤0,125 0,25–0,5 - ≥1 -
Fluconazole ≤8 16–32 - ≥64 -
Voriconazole ≤1 2 - ≥4 -
Anidulafungin ≤2 - - - >2
Capsofungin ≤2 - - - >2
Micafungin ≤2 - - - >2
Disadur dari: CLSI31
Catatan: S: Susceptible, S-DD: Susceptible-dose dependent, R: Resistant, NS: Nonsusceptible
Buat larutan stok obat antijamur dengan konsentrasi 1.280 μg/mL (obat antijamur larut air) dan 1.600 μg/mL (obat antijamur tidak larut air) 25
Pengenceran obat antijamur larut air Persiapan Pengenceran obat antijamur tidak larut air
larutan inokulum
Gambar 2.9. Prosedur pemeriksaan uji kepekaan ragi metode broth macrodilution
Disadur dari: Ana Espinel-Ingroff 25
Buat larutan stok obat antijamur dengan konsentrasi 1.280 μg/mL (obat antijamur larut air) dan 1.600 μg/mL (obat antijamur tidak larut air)
26
Siapkan 12 tabung, beri label=
Tabung 1: sterility control (SC)
Tabung 2-11: nama dan konsentrasi obat antijamur
Tabung 12: growth control (GC)
Pengenceran obat antijamur larut air Pengenceran obat antijamur tidak larut air
Persiapan
larutan inokulum
dapat dihambat oleh obat dengan konsentrasi yang umum diberikan. Kategori
yang diberikan lebih besar daripada dosis normal dan kadar maksimal dalam
menjadi susceptible (S) dan nonsusceptible (NS) dimana kategori ini digunakan
dan sering digunakan pada obat baru. Kategori intermediate (I) digunakan untuk
isolat dengan MIC obat antijamur yang selalu mendekati MIC isolat yang
susceptible namun dengan data yang tersedia tidak dapat dikategorikan sebagai
pertumbuhan isolat tidak terhambat oleh konsentrasi obat yang biasa digunakan.27
mutu uji kepekaan dengan metode broth macrodilution dilakukan pada saat setiap
setiap pergantian nomor Lot microdilution yang baru. Pemantapan mutu metode
broth dilution menggunakan satu dari dua strain Candida parapsilosis ATCC
dokumen CLSI M44-A2 ditujukan untuk uji kepekaan Candida spp. Obat
28
Hinton dengan suplementasi glukosa 2% dan pewarna methylene blue 0,5 μg/ml.29
Contoh hasil uji kepekaan ragi dengan metode disk diffusion tampak pada Gambar
2.11 berikut.
Gambar 2.11. Contoh C. albicans sensitif (kiri) dan resisten (kanan) terhadap
golongan azole
Dikutip dari: Ana Carolina Azevedo32
densitometer dan diinkubasi pada suhu 35°C selama 24 jam. Beberapa jenis ragi
mungkin belum tampak pertumbuhan setelah 24 jam dan dapat dibaca setelah
Tabel 2.7. Zona inhibisi dan MIC uji kepekaan ragi metode disk diffusion
Obat Zona Inhibisi (mm) MIC break points (μg/mL)
Antijamur S S-DD R NS S S-DD R NS
Capsofungin ≥11 - - ≤10 ≤2 - - >2
Fluconazole ≥19 15–18 ≤14 - ≤8 16–32 ≥64 -
Voriconazole ≥17 14–16 ≤13 - ≤1 2 ≥4 -
Disadur dari: CLSI33
Catatan: S: Susceptible, S-DD: Susceptible-dose dependent, R: Resistant, NS: Nonsusceptible
29
Beberapa uji kepekaan komersial untuk ragi telah tersedia untuk membantu
memperoleh hasil yang lebih cepat dengan cara yang lebih mudah. Uji kepekaan
komersial yang banyak digunakan diantaranya Etest, sistem VITEK 2, dan metode
kolorimetri.30
Etest merupakan strip plastik yang telah dilekatkan obat antijamur dengan
ditemukan hasil resisten sebaiknya dikonfirmasi dengan metode lain. Strip obat
sumur dilakukan selama 24–48 jam pada suhu 35°C untuk Candida spp. dan
golongan obat antijamur azole; atau selama 48 jam untuk Candida spp. dan
jamur ditandai oleh perubahan warna dari biru menjadi merah. Jika setelah
inkubasi warna ungu yang muncul, disarankan inkubasi dilanjutkan beberapa jam
Uji kepekaan ragi otomatis dengan sistem VITEK 2 menggunakan kartu yang
diukur dari sumur kontrol tanpa obat antijamur. Rata-rata hasil didapat dalam 12–
20 jam untuk Candida spp.; dan 19–29 jam untuk C. neoformans. Uji kepekaan
obat antijamur yang tidak tersedia dalam kaset VITEK 2 (echinocandins dan
Metode-metode uji kepekaan untuk kapang juga beraneka ragam seperti pada
seperti metode kolorimetri dan metode Etest. Jenis kapang yang umum dilakukan
uji kepekaan yaitu dermatofit yang dapat menyebabkan infeksi invasif dan
konsentrasi, dan inokulum 0,5 McFarland yang akan diinkubasi pada suhu 35°C.
Lama inkubasi tergantung pada jenis kapang, seperti pada: Rhizopus spp. 21–26
untuk kapang dermatofit dan nondermatofit. Daftar jenis dan konsentrasi obat
Tabel 2.8. Daftar obat antijamur pada uji kepekaan kapang metode broth dilution
Kapang Nondermatofit Kapang Dermatofit
Obat Antijamur Konsentrasi (μg/mL) Obat Antijamur Konsentrasi (μg/mL)
Amphotericin B 0,0313–16 Ciclocipox 0,06–32
Flucytosine 0,125–64 Griseofulvin 0,125–64
Ketoconazole 0,0313–16 Itraconazole 0,001–0,5
Itraconazole 0,0313–16 Fluconazole 0,125–64
Fluconazole 0,125–64 Posaconazole 0,004–8
Posaconazole 0,0313–16 Voriconazole 0,001–0,5
Ravuconazole 0,0313–16 Terbinafine 0,001–0,5
Voriconazole 0,0313–16
Anidulafungin 0,015–8
Capsofungin 0,015–8
Micafungin 0,015–8
Disadur dari: CLSI28
dengan setiap tabung tes. Definisi MIC disini yaitu konsentrasi obat antijamur
resistant) belum ditetapkan oleh CLSI. Hasil MIC itraconazole >8 μg/mL tampak
>2 μg/mL berhubungan dengan kegagalan terapi.37 Contoh uji kepekaan kapang
berikut.
Pemantapan mutu uji kepekaan pada kapang dilakukan untuk verifikasi bahwa
MYA-3630; strain ragi Candida parapsilosis ATCC 22019 dan C. krusei ATCC
kepekaan kapang dengan metode broth dilution dapat dilihat pada Gambar 2.15.
Pengenceran obat antijamur larut air Pengenceran obat antijamur tidak larut air
Persiapan larutan inokulum
Beberapa uji kepekaan komersial yang tersedia untuk ragi, juga dapat
melakukan uji kepekaan untuk kapang, diantaranya metode Etest dan metode
kolorimetri. Strip obat antijamur Etest yang tersedia untuk uji kepekaan kapang
pembacaan serupa dengan yang dilakukan pada ragi. Inkubasi untuk Fusarium
spp. dilakukan pada suhu 35°C selama 24–48 jam dilanjutkan pada suhu ruangan
dari segi obat antijamur yang dipakai, media, lama inkubasi dan ukuran inokulum
interpretasi hasil dan untuk uji kepekaan kapang belum mendapat persetujuan dari
dan voriconazole. Prosedur dan pembacaan sama seperti pemeriksaan untuk ragi,
RINGKASAN
kortikosteroid jangka lama. Jamur penyebab infeksi jamur invasif terbanyak yaitu
dalam manajemen terapi pasien agar penggunaan obat antijamur dapat efektif dan
efisien. Beberapa standar telah dipublikasikan oleh CLSI terkait uji kepekaan pada
ragi (metode broth dilution dan disk diffusion) dan kapang (metode broth
dilution). Uji kepekaan jamur komersial juga telah banyak beredar dengan metode
dan pengerjaan yang lebih mudah dan cepat dengan validitas hasil yang baik.
37
SUMMARY
stem cell, or bone marrow) who received long-term corticosteroid. The most
Along with the increased of fungal infections, the use of antifungal agents also
in the management of patients for the use of effective and efficient antifungal
therapy. Some standards have been published by CLSI related to the yeast
susceptibility test (broth dilution method and disk diffusion) and molds
susceptibility test (broth dilution method). Commercial susceptibility test for yeast
and filamentous fungi also been widely provided with easier and faster method,
38
DAFTAR PUSTAKA
6. Murray PR, Rosenthal KS, Pfaller MA. Mycology. Dalam: Murray PR,
Rosenthal KS, Pfaller MA, editor. Medical Microbiology. Edisi ke-7.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2013. hlm. 605-710.
7. Ryan KJ. Fungi: Basic Concepts. Dalam: Ryan KJ, Ray CG, editor. Sherris
Medical Microbiology. Edisi ke-6. New York: McGraw-Hill Education;
2014. hlm. 697-704.
10. Walsh TJ, Dixon DM. Spectrum of Mycoses. Dalam: Baron S, editor.
Medical Microbiology. Edisi ke-4. Galveston: University of Texas Medical
Branch at Galveston; 1996.
11. Park BJ, Chiller TM, Brandt ME, Warnock DW. Epidemiology of Systemic
Fungal Diseases: An Overview. Dalam: Kauffman CA, Pappas PG, Sobel
JD, Dismukes WE, editor. Essentials of Clinical Mycology. Edisi ke-2:
Springer; 2011. hlm. 27-34.
39
40
13. Cleveland AA, Farley MM, Harrison LH, Stein B, Hollick R, Lockhart SR,
dkk. Changes in Incidence and Antifungal Drug Resistance in Candidemia:
Results From Population-Based Laboratory Surveillance in Atlanta and
Baltimore, 2008-2011. Clin Infect Dis. 2012;55:1352-60.
14. CDC. Antibiotic Resistance Threats in the United States, 2013. In: Services
USDoHaH, editor. Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention
(CDC); 2013. hlm. 63.
16. Ryan KJ. Pathogenesis and Diagnosis of Fungal Infection. Dalam: Ryan KJ,
Ray CG, editor. Sherris Medical Microbiology. Edisi ke-6. New York:
McGraw-Hill Education; 2014. hlm. 705-12.
19. Chen SC, Sorrell TC. Antifungal Agents. Med J Aust. 2007;187:404-9.
24. Maza LMdl, Pezzlo MT, Baron EJ. Mycology. Dalam: Roche J, editor.
Color Atlas of Diagnostic Microbiology. St. Louis: Mosby-Year Book, Inc.;
1997. hlm. 116, 23.
41
25. Murray PR. Laboratory Diagnosis of Fungal Diseases. Dalam: Murray PR,
Rosenthal KS, Pfaller MA, editor. Medical Microbiology. Edisi ke-7.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2013. hlm. 621-30.
26. Forbes BA, Sahm DF, Welssfeld AS, editors. Bailey & Scott's Diagnostic
Microbiology. 12 ed. St. Louis: Mosby Elsevier; 2007.
32. Azevedo AC, Bizerra FC, Matta DAd, Almeida LPd, Rosas R, Colombo
AL. In Vitro Susceptibility of a Large Collection of Candida Strains
Against Fluconazole and Voriconazole by Using the CLSI Disk Diffusion
Assay. Mycopathologia. 2010;171:411-6.