Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH IMUNOLOGI

MAJOR HISTOCOMPATIBILITY COMPLEX (MHC)

OLEH:

KELOMPOK 4

S1-VI C

DESI TRI RAHMADANI (1601094)

SUKMA WIRDANINGSIH(1601122)

SULASTARI CAHYANI (1601123)

WARDATUL JANNAH (1801136)

WIDIA AZIATI (1801137)

RAHMA CINTYA (1501093)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIV RIAU

PEKANBARU

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang mana berkat rahmat dan karunia-

Nya kita masih diberikan kesehatan jasmani dan rohani, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “Major Histocompatibility Complex

(MHC)”.

Makalah ini dimaksudkan untuk menyelesaikan tugas Imunologi serta

untuk menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca.

Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu

Dr.Meiriza Djohari, M.Kes.,Apt selaku dosen Imunologi dan rekan-rekan yang

telah membantu menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah

yang kami buat ini masih banyak terdapat kelemahan dan kekurangan sehingga

kami membutuhkan kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat membuat

Makalah yang lebih baik lagi.

Pekanbaru, April 2019

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................1

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4

1.1 latar belakang .................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 6

2.1 Sejarah MHC ................................................................................................... 6

2.2 pengertian MHC genetik arsitektur .............................................................. 7

2.3 resolusi ekspresi dan kontrol genetik ............................................................ 7

2.4 pembagian kompleks histokompatibilitas .................................................. 11

2.4.1 molekul MHC-1 ........................................................................................... 11

2.4.2 molekul MHC- II ......................................................................................... 13

2.4.3 molekul MHC-III ......................................................................................... 13

2.4.4 grombolan MHC pada tikus dan manusia .................................................... 14

2.5 MHC dalam pengenalan dan presentasi antigen ....................................... 14

2.5.1 jalur eksogen melalui MHC-II ..................................................................... 14

2.5.2 jalur endogen melalui MHC-1 ..................................................................... 17

2.5.3 jalur silang .................................................................................................... 19

2.5.4 presentasi antigen nonpeptida ...................................................................... 20

3
2.5.5 presentasi antigen yang unik ........................................................................ 20

2.5.6 MHC pada komunitas antar sel .................................................................... 21

2.6 Manfaat polimorfisme gen MHC dari segi respon imun ........................... 22

2.7 Gen MHC Nonklasik (HLA-E,HLA-G, HLA-F,

MIC-A, MIC-B, CD1 Dan ULBPs)........................................................................24

2.8 Karakteristik Interaksi Peptida Dan MHC............................................................27

2.9 Pemrosesan Untuk Presentasi Antigen Protein.....................................................31

2.10 Penyakit yang berhubungan dengan HLA ............................................... 37

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 41

3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 42

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

System imun mempunyai fungsi dalam pertahanan tubuh. Untuk

menjalankan fungsi tersebut, system imun harus dapat mengenal molekul molekul

asing (non-self) agar dapat dibedakan dari molekul sel. Instrumen yang dapat

membedakan hal itu adalah reseptor yang ada pada sel system imun. sel-sel

system imun non spesifik atau spesifik memiliki reseptor yang dikhususkan untuk

mengenal spesifisitas. Hanya molekul yang memiliki epitop akan dikenal sel

system imun. Sel B mengenal epitop pada molekul utuh, sedangkan sel T

mengenal epitop pada fragmen antigen (peptida) yang diikat oleh molekul pada

permukaan APC yang disebut MHC.

Untuk sistem kekebalan tubuh untuk menyerang parasit menyerang, itu

harus mampu membedakan antara jaringan tubuh sendiri (self) dan jaringan asing

(non-self). Imunologi diri / pengakuan nonself sebagian dikendalikan oleh satu set

gen dalam 'kompleks histokompatibilitas utama' atau 'MHC'. MHC merupakan

wilayah besar DNA, yang mencakup sekitar empat juta pasangan basa pada

manusia, atau sekitar 0,1% dari genom manusia, dan berisi lebih dari 200 lokus

pengkodean. Imunologi diri / pengakuan bukan dirinya dikendalikan oleh kelas I

5
dan II MHC gen MHC, yang merupakan lokus yang paling polimorfik dikenal

dalam vertebrata. MHC gen menjadi protein permukaan sel (kelas I dan molekul

II MHC) yang menyajikan antigen peptida kecil untuk sel T. Melalui presentasi

antigen, molekul MHC mengontrol semua imunologi re-sponses tertentu, baik sel-

dan antibodi-mediated. Karena gen MHC memainkan peran sentral seperti dalam

sistem kekebalan tubuh, mereka mempengaruhi ketahanan dan kerentanan

terhadap penyakit menular dan autoimun. gen MHC awalnya discov-ered karena

mereka juga memainkan peran sentral dalam mengendalikan transplantasi

jaringan penolakan. Hari ini, gen MHC yang paling intensif dipelajari dari semua

sistem genetik karena mereka mempengaruhi banyak sifat penting, termasuk

ketahanan terhadap penyakit menular, autoimunitas, kompatibilitas transplantasi

jaringan, aborsi spontan, bau dan preferensi kawin.

BAB II

6
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah MHC

MHC ditemukan pertama kali berkaitan dengan perannya pada reaksi

penolakan terhadap jaringan transplantasi. Itulah sebabnya dinamakan Major

Histocompatibility Complex (MHC). Sekitar 20 tahun lamanyaa para ahli

imunologi penesaran mengenai MHC ini. Meraka berpikir tidak mungkin MHC

hanya berkaitan dengan transplantasi, karena transplantasi bukan proses natural,

pasti ada fungsinya yang bersifat natural. Tahun 1960-1970 penelitian imunologi

berkutat banyak banyak pada pemburuan fungsi natural MHC ini. Baru

Benacerraf, Hugh Mc Devitt, dkk menemukan bahwa strain berbeda dari babi

atau tikus akan berbeda pula kemampuannya membuat antibodi terhadap

polipeptida sintetik. Gen yang bertanggung jawan tentang kemaampuan berespon

yang berbeda ini diturunkan melalui jalur Mendelian Dominan. Mereka memberi

nama gen-gen itu dengan Immune response (ir) genes yang kemudian terungkap

bahwa Ir genes itu adalah MHC genes. Akhirnya pemburuan itu makin

menunjukkan hasil setelah Peter Doherty dan Rolf Zinkernagel (1974) berhasil

menemukan bahwa sel T sitotoksik (Cytotoxic T Cells/CTL) mampu mengenal sel

yang terinfeksi virus dan membunuhnya, sedangkan sel normal disebelahnya tidak

diganggu. Jadi berarti sel T sitotoksik itu adalah spesifik virus. Ini dimungkinkan

karena sel terinfeksi virus itu mengekspresikan kompleks MHC-antigen virus.

Oleh karena genotipe MHC “membatasi” spesifisitas antigen dari sel T maka

sebagai MHC restriction. Hebatnya temuan ini membuat mereka mendapat hadiah

nobel pada tahun 1996.

2.2 Pengertian MHC Genetik Arsitektur

7
MHC merupakan wilayah kromosom besar dengan lebih dari 200 lokus

pengkodean. Wilayah MHC berisi kelas I dan kelas II gen, yang mengendalikan

semua respon imun yang spesifik, tetapi juga mengandung banyak gen lain yang

mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, bau dan penciuman. Di

antara lokus MHC yang mengontrol sistem kekebalan tubuh adalah kelas I dan II

MHC lokus ( 'klasik' MHC gen), yang merupakan gen yang paling sangat

polimorfik dikenal di kalangan vertebrata. Kelas I dan II MHC lokus terkait erat

dalam MHC cluster dalam banyak spesies, seperti tikus dan manusia. Pada

manusia ada enam kelas I lokus (misalnya A, B dan C) dan delapan kelas II lokus

(misalnya DP, DQ dan DR), dan pada tikus ada tiga kelas I (K, D, dan L) dan 2

kelas II (A dan E) lokus. Setiap lokus kelas II terdiri dari beberapa gen coding.

Dalam kebanyakan spesies, polimorfisme MHC bervariasi dari satu menjadi lebih

dari 100 alel per lokus.

Keterkaitan dekat MHC lokus menunjukkan bahwa mereka memiliki

nenek moyang yang sama, dan bahwa hubungan fisik dekat pada kromosom yang

sama telah dipertahankan oleh seleksi alam. MHC lokus tidak selalu ditemukan

dalam hubungan dekat. Dalam ikan zebra dan katak bercakar Afrika, misalnya,

kelas I dan II lokus terletak di kromosom erent.

2.3 REGULASI EKSPRESI DAN KONTROL GENETIK

Regulasi ekspresi MHC disandi oleh gen yang terletak di regio yang luas

di kromosom 6. Kelompok gen tersebut di kenal sebagai lokus awal yang

menentukan ekspresi molekul-molekul permukaan sel tubuh. Bila individu

mempunyai lokus yang berbeda pada transplantasi, yang satu akan mebolak

jaringan tandu rasal individu lainnya. Sel-sel tubuh yang bernukleus memiliki

8
epitop permukaan yang ekspresinya sudah ditentukan secara genetik. Hal ini dapat

disamakan dengan sel darah merah yang memiliki antigen A, B, dan Rh.

Molekul regulasi diatur secara transkripsional melalui elemen positif dan

negatif. Aktivator transkripsi MHC II berikatan dengan regio promotor dari gen

MHC-II. Efek factor transkripsi ini dapat menimbulkan bare lymphocyte

syndrome. Penderita tidak memiliki MHC-II yang menimbulkan defisiensi imun

berat akibat hilangnya peran sentral MHC-II terhadap pematangan dan aktivasi

sel T.

Ekspresi MHC juga diatur oleh berbagai sitokin. IFN-α, TNF-β dan TNF-γ

meningkatkan ekspresi MHC-I.Ekspresi MHCII sel B ditekan oleh IFN-Y,

kosteroid dan PG. Ekspresi MHC-I pada permukaan sel ditekan oleh infeksi virus

tertentu seperti CMV, HBV, dan adenovirus 12. Dalam beberapa hal penurunan

ekspresi MHC-I lebih disebabkan oleh kurangnya kadar komponen yang

diperlukan untuk transpor peptida/MIHC I dibanding factor transkripsi. Contoh-

nya pada infeksi CMV, protein virus berikatan dengan beta2 mikroglobulin

sehingga mencegah ikatan dengan MHC I dan transpomya ke membran plasma.

Virus adeno 12 menurunkan transkripsi gen transpor yang mencolok. Akhirnya

penurunan ekspresi MHC-I, apapun sebabnya, akan memudahkan imun

menyerang respon imun. Hal itu disebabkan karena menurunnya ekspresi

kompleks antigen MHC-I diekspresikan pada semua permukaan sel dengan

nukleus, sedang MHC II diekspresikan terutama pada permukaan sel khusus

seperti APC, sel dendritik, makrofag, sel B, sel endotel dan sel epitel timus.

Lokus genetik yang menentukan Molekul HLA yang pertama ditemukan

adalah HLA-A dan HLA-B, kemudian HLA-C yang sekarang digolongkan

9
sebagai HLA-I. Jenis molekul HLA kedua (HLA-D) ditemukan pada MLC

dengan mengingkubasikan limfosit yang berasal dari dua orang yang berlainan.

Lokus HLA pada manusia ditemukan di lengan pendek kromosom 6.

Diantara lokus lain yaitu MHC-III yang menyandi protein kelas 2 yang struktur

molekulnya tidak serupa dengan kelas 1 atau kelas 2. Regio kelas terdiri atas

HLA-A, HLA-B dan HLA-C. Regio kelas 2 terdiri atas regio D yang dibagi

menjadi subregio HLA-DP, HLA-DQ dan HLA-D .

Organisai genetik lokus HLA dan roduk antigen yang berhubungan

Keterangan : Gen MHC manusia yang polymorphic dari locus HLA menjadi molekul
kelas 1 dan 2 terletak di kromosom 61 ditunjukkan sebagai a b dan c masing-masing
menyandi domain polipeptida yang berhubungan dengan invariant mikroglobulin beta.
Gen kelas 2 adalah DP, DQ, dan DR yang masing-masing menyandi rantai individual
rantai a dan b yang berinteraksi dan memberikan tempat ikatan untuk antigen
dipresentasikan.

MHC 1 dan MHC 2 sangat polymorphic dan produknya sangat diperlukan

untuk mengenali antigen asing dan membedakan self dari non self molekul MHC

menunjukkan polimorfisme efek yang sangat tinggi yaitu region tertentu molekul

10
berbeda dari satu orang dengan lainnya kemungkinan dua orang yang tidak

berhubungan akan memiliki alotipe sama pada semua gen yang menjadi molekul

MHC adalah sangat kecil.

2.4 PEMBAGIAN KOMPLEKS HISTOKOMPATIBILITAS MAYOR

Berdasarkan rumus bangunannya, molekul MHC pada tikus dan manusia

dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu : MHC-I, MHC-II, MHC-III.

MHC adalah Kompleks H2 . Pada tikus dan kompleks pada manusia. Pada

kedua spesies MHC diatur menjadi beberapa region yang menjadi kelas I warna

merah muda kelas II biru dan kelas III hijau. produk gen kelas I dan II terlihat

dalam gambar dan dianggap sebagai molekul MHC klasik produk dan kelas III

berupa kompetensi TNF alfa beta MHC II terdiri atas II rantai polipeptida yang

disebut Alfa dan Beta kedua rantai adalah polimorfik.

2.4.1 Molekul MHC-I

11
Molekul MHC 1 terdiri atas dua polipeptida, rantai berat polymorphic dan

rantairingan non polymorphic yang disebut β2 microglobulin rantai berat di sandi

dalam lokus MHC di kromosom 6 sedangkan rantai ringan cotton polymorphic

disandi di dalam kromosom 15. Molekul MHC-I yang terdiri atas HLA-A, HLA-

B, dan HLA-C yang dapat dikenal sel Tc, pertama kali diketahui berperan pada

penolak antanur. Oleh karna itu molekul MHC-I di sebut pula antigen

transplantasi. lokus MHC-I menentukan ekspresi atau antigen permukaan pada

membrane permukaan sel tubuh yang mermiliki nucleus dan trombosit.

Struktur MHC-1 dan MHC II

2.4.2 Molekul MHC-II

Kompleks MHC-II yang terdiri atas HLA-D (DP DO dan DR) menentukan

ekspresi atau antigen permukaan sel-sel imuno kompeten tertentu seperti sel B,

12
monosit, makrofag. APC untuk mengaktifkan sel T. Setiap rantai molekul sel

MHC-II adalah berbeda. Oleh karna itu dimungkinkan adanya perbedaan rantai

MHC-II dapat dibentuk berbagai kombinasi polipeptida. Anak yang mewarisi dua

pasangan alel yang sangat berbeda, sedikitnya dapat membentuk 12 kombinasi

yang berbeda (4 dari tiap ILA-DR. P dan DO).Namun tidak semua kombinasi

adalah sama karena kombinasi yang satu akan lebih stabil dibanding dengan yang

lainnya. Perbedaan antara MHC-1 dan MHC-II terlihat pada ini

Perbedaan MHC-1 dan MHC-II

Kelas 1 Kelas II

Jumlah peptida yang 8-9 asam amino 13-18 asam amino

berikatan

Rantai polipeptida  (4-47 KD)  (32-34 KD)

2-microglobulin  (29-32 KD)

Asal peptida Antigen sitosolik Antigen intravaskular

atau ekstraseluler

Tempat ikatan untuk Regio 3 mengikat CD8 Regio 2 mengikat CD4

koreseptor sel T

Dieksresikan oleh Semua sel yang Sel B, makrofar, APC

bernukleus, terutama sel lainnya, sel epitel timus,

T, sel B, magrofag, APC sel T teraktivasi

lainnya dan neutrofil

Besar celah yang Mengakomodasi 8-11 Mengakomodasi 10-30

mengikat peptida residu peptida atau lebih residu peptida

Numenklatur

13
Pada manusia HLA-A, HLA-B, HLA-C HLA-DR, HLA-DG,

HLA-DP

Pada tikus H-2K, H-2D, H-2L IA-IE

MHC di kromosom 6
Keterangan : MHC-III adalah komponen komplemen, TNF, MHC-1 dibagi dalam
3 golongan A,B dan C. Setiap golongan dikontrol oleh lokus gen MHC yang
berbeda dalam kromosom 6.

2.4.3 Molekul MHC III

Pembentukan komponen beberepa sitokin dan molekul lain ditentukan

oleh molekul MHC-III. Sejumlah protein yang ekspresinya ditentukan molekul

MHC-III antara lain adalah komponen komplemen (C2, C4), faktor B properdin

atau Bf, TNF dan limfotoksin, bebcrapa jenis enzim. heat shock protein tertentu

dan molekul pembawa yang diperiokan dalam proses antigen.

2.4.4 Grombolan MHC pada tikus dan manusia

Gen MHC-I K. D, L. B, C, A menyandi antigen CD8 disebut K, D. I pada

tikus dan A, B dan C pada manusia. Gen yang menyandi protein MIC- II (IA, IE,

14
DP,DQ,DR) yang mempresetasikan antigen kesel CD4+ disebu IA dan IE pada

tikus dan DP DQ dan DR pada manusia. Protein kelas II merupakan hasil 2 gen

yang menyandi rantai MHC-a dan rantai MHC-b. Protein MHC-III tertentu

menyandi gen yang terletak dalam regio S, tidak berfungsi dalam presentasi antar

gen kepada sel-sel T.

2.5 MHC Dalam Pengenalan Dan Presentasi Antigen

Sebaliknya ada 3 cara antigen diproses dan jalur presentasi.

a. protein asal patogen di ektraseluler di pecah, diproses melalui jalur

eksogen.

b. Protein yang diproduksi endogen (self-protein dan protein virus) diproses

melalui jalur endogen.

c. Lipid dan derivatnya diproses seperti protein ekstraseluler dalam endosom,

bersama CD1, molekul serupa MHC dan dipresentasikan ke sel negatif

ganda atau sel T CD8 yang sering memilki reseptor .

2.5.1 Jalur eksogen melalui MHC II

Antigen seperti mikroba, pada umumnya masuk tubuh melalui kulit, epitel

saluran cerna dan napas. Antigen tersebut ditangkap, dimakan, diproses dujadikan

peptida kecil oleh enzim lisosom, dibawa APC ke KGB. Peptida kecil diikat

moleh MHC-II dalam endosom dan ditransfor ke permukaan sel APC untuk

dipresentasikan ke sel T CD4. APC memilki aktiviats konstimualtor dan kadar

MHC-II tinggi sehingga dapat mengaktifkan sel Th naif.

15
Jalur antigen eksogen masuk tubuh

Presentasi antigen melalui jalur MHC


Gambaran Jalur MHC-II Jalur MHC-I

Jenis APC Sel dendrit, fagosit Semua sel dengan

mononuklear, sel B, sel nukleus

endotel

Respons CD4+ CD8+

Sumber protein antigen Protein Protein sitosolik

endosomal/lisosomal

Enzim yang berperan Protease Protosom sitosilik

dalam pembentukan endosom/lisosom

peptida

Tempat peptida berikatan Kompartemen khusus di Retikulum endoplasma

dengan MHC dalam vesikel

16
Biologik Imunitas terhadap Antivirus dan antikanker

patogen intraseluler dan

protein asing

Fagositosis diawali dengan adherens antigen pada membran makrofag.

Kompleks antigen seperti sel bakteri atau virus cenderung menenpel dengan baik

dan cepat dimakan. Fusi pseudopodia yang mengitari bahan yang diikat

membaran akhirnya membentuk kantong yang disebut fagosom. Fagosom

bergerak ke interior sel dan berdifusi dengan lisosom yang membentuk

fagolisosom. Lisosom mengandung berbagai bahan hidrolitik dan mencerna bahan

yang dimakan.

Presentasi antigen (eksogen) melalui jalur MHC-II

17
Keterangan : Jalur eksogen (endoseom) menyiapkan proses antigen untuk
dipresentasikan ke sel T melalui mekanisme kelas II yang teratur. Model peptida a
dan b yang diproduksi dalam endoplasma retikulum bergabung dan berinterkasi
dengan rantai khusus yang mencegah ikatan peptida dalam kompartemen
intraseluler. Molekul II mengisi kantong ikat peptida dan memfasilitasi jalur rutin
ke kompartemen endosom. Apda akhir ajlur proses eksogen endosom
mengandung MHC II dan rantai invarian bersatu dengan lisoso. Enzim dalam
lisosom manghancurkan rantai invarian yang memungkinkan ikatan MHC II
berikatan dengan peptida.

2.5.2 Jalur Endogen – Melalui MHC-1

Antigen yang diproses melalui jalur endogen, akan diikat molekul MHC-1

untuk selanjutnya dibawa ke permukaan sel dan dipresentasikan ke sel CD8+.

CD4+ dan CD8+ dapat mengenal antigen hanya bila dipresentasikan melalui

molekul MHC. Fenomena ini disebut matriks MHC.

Peran molekul MHC pada pengenalan antigen oleh sel T

Protein dalam sitosol seperti yang berasal dari virus, dapat diproses

melalui jalur MHC-1. Kompleks protein multipel dalam plasma yang dikenal

sebagai proteosom, terlibat dalam degradasi proteolitik protein yang

dipresentasikan melalui MHC-1. Molekul antigen dibawa dari sitoplasma ke

retikulum endoplasma untuk berinteraksi dan diikat MHC-1. Bila MHC-1 sudah

distabilkan, kompleks antigen MHC-1 meninggalkan retikulum endoplasma,

masuk ke aparat Golgi dan selanjutnya ke permukaan sel.

18
Presentasi antigen endogen melalui jalur MHC-I
Keterangan : Molekul MHC-1 berinteraksi dengan peptida yang dipecah oleh
proteosom bagian dari kompleks proteolitik seitoplasma besar yang disebut LMP
yang diharapkan dibawa ke endopalsma retikulum kasar (RER) oleh alat tranfor
untuk TAP-1 dan TAP-2 melalui ikatan dengan peptida interaksi antara rantai a
MHC-1 dan 2M yang di stabilakn oleh kompleks dihantarkan ke membran
plasma melalui golgi.

Oleh karena hampir semua sel bernukleus mempresentasikan MHC, maka

semua sel bernukleus yang terinfeksi virus atau mikroorganisme intraseluler

lainnya dapat dijadikan sasaran sel TC. Sel yang ebrubah seperti sel kanker, sel

tua atau alogenik dari transplantasi dapat juga jadi sasaran sel Tc.

19
2.5.3 Jalur Silang

Disamping kedua jalur tersebut, peptrida dapat diproses melalui jalur

silang. Pada beberapa keadaan, APC mempresentasikan antigen ke sel Tc melalui

MHC-I.

Presentasi antigen melalui jalur eksogen, endogen dan silang


Keterangan : Jalur APC yang terpisah digunakan untuk antigen endogen (hijau)
dan eksogen (merah). Masuknya antigen ke dalm sel dan tempat antigen diproses
menentukan apakah peptidda antigen bergabung dengan MHC-I atau MHC-II
dalam kompartemen endosilitik

20
Fenomena silang menggambarkan bahwa antigen yang dimakan yang pada

keadaaan biasa harus diproses melalui jalur eksogen dan presentasi oleh MHC II,

dilakukan melalui jalur endogen dan MHC-1. Proses ini hanya terjadi pada APC

tertentu yang memungkinkan ikatan MHC-1 dengan antigen yang didapat oleh

fagosit atau mekanisme endositik.

2.5.4 Presentasi Antigen Nonpeptida

Proliferasi sel T dapat terjadi pengaruh antigen memprotein asal bahan

infeksius. Sel T yang mengepresikan TCR , (reseptor T adalah dimer rantai 

atau rantai ) yang bereaksi dengan antigen glikolipid asal bakteri seperti M.

Tuberkulosis. Antiegn non protein tersebut dipresentasikan oleh CD1 yang

merupakan MHC-1 non klasik. Molekul CD1 pada umumnya diekspresikan pada

APC non profesional dan subset sel B tertentu.

2.5.5 Presentasi Antigen Yang Unik

Super antigen dapat merangsang sejumlah besar sel T melalui interaksi

dengan TCR domain V.

Presentasi antigen yang unik

21
Keterangan : Superantigen seperti enterotoksin dan toksin 1 satfilokok berperan
dalam sindrom renjatan toksik. Superantigen tidak diproses seperti biasa, tetapi
dapat diikat langsung oleh TCR dan MHC-II yang menimbulkan proliferasi dan
diferensiasi menjadi efektor yang melepas IL-2, TNF- dan IL-1. Karena
sejumlah besar sel T yang memilki domain V dapat mencapai sampai 10% sel T,
maka sejumlah besar sel T dapat diaktifkan superantigen. Hal ini menimbulkan
respons sistemik masif dengan gejala seperti yang ditemukan pada renjatan septik
speerti kerusakan jaringan berat dan gagal organ multipel.

2.5.6 MHC pada komunikasi antarsel

Banyak mekanisme imun tergantung dari interaksi antara komponen seluler

sistem imun. Interaksi tergantung dari 2 mekanisme : spesifik kontak langsung

antar sel dan molekul larut intermediet yang dilepas sel-sel tersebut yang

mengikat reseptor spesifik pada sel yang memberikan respons.

APC memperesentasikan fragmen antigen protein dengan bantuan molekul

permukaan MHC-II untuk memudahkan pengenalan antigen dengan bantuan

TCR. Interaksi ini mengawali aktivasi sel T yang ditingkatkan oleh interaksi

selanjutnya. Sel T yang diaktifkan memproduksi berbagai molekul larut seperti

sitokin yang menajdikan berbagai sel saling berkomunikasi. Antigen peptida yang

dipresentasikan sel melalui jaringan moleh MHC-1 akan menjadi sel sasaran

untuk dirusak oleh sel Tc (CTL).

Komunikasi antara berbagai sel sistem imun

22
Interaksi antarsel tergantung dari sinyal yang timbul dari kontak TCR dan

MHC (MHC-1 atau MHC-II) serat sinyal larut seperti sitokin dan mediator

lainnya. Kompleks MHC-TCR mutlak diperlukan dalam tahap awal aktivasi sel T.

APC juga perlu memberikan sinyal yang sangat diperlukan sel-sel sebagai bagian

dari interaksi kognitif dengan reseptor spesifik.

Selanjutnya sel T berkembang menjadi sel subtipe Th1 atau Th2 yang

melepas spektrum sitokin yang mengaktifkan sel T lainnya pada respons selular

atau sitotoksik atau membantu sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma yang

memproduksi antibodi. Molekul membran dan sitokin larut berperan dalam

komunikasi antarsel yang kritis untuk mengawali atau mempertahankan respon

imun.

2.6 Manfaat Polimorfisme Gen MHC Dari Segi Respon Imun

Kebanyakan polimorfisme gen yang mengkode sintesis protein hanya

berbeda sedikit saja, satu atau beberapa asam amino, tetapi perbedaan protein

MHC biasa berbeda sampai 20 asam amino. Polimorfisme ini nampaknya

diperlukan untuk berbagai kepentingan.

1. Menjamin tersedianya jumlah yang banyak dari variasi molekul MHC

pada setiap individu agar molekul MHC yang dimilki ada di antaranya

mampu mengikat peptida apapun dari patogen yang menyerangnya, yang

juga memilki variasi peptida yang banyak. Sehingga semua dapat

dipresentasikan ke sel T. Jadi, polimorfisme meningkatkan kemampuan

respon imun seseorang. Sebagai perbandingan pada binatang inbread yang

memilki variasi MHC molekul yang sedikit karena lokus gen MHC adalah

homozygous akan sangat gampang terkena infeksi.

23
2. Residu polimorfik dari antigen binding eleft MHC yang menentukan

dalam pengikatan peptida oleh MHC untuk pengenalan antigen kepada sel

T berarti tiap individu bisa berbeda nresponnya terhadap patogen.

Mengahadapi patogen yang membahayakan satu spesies, karena adanya

polimorfisme akan terjamin bahwa pasti ada antara spesies itu yang

berhasil mengikat peptida patogen itu dan mempresentasikannya ke sel T.

Dengan kata lain, tidaklah mungkin satu patogen bisa menghindari sistem

pertahanan semua individu dalam satu spesies. Inilah kekuasaan tuhan

untuk menjaga keseimbangan anatra spesies dan patogen yang

membahayakan spesies yang bersangkutan sehingga tidak punah. Di pihak

lain, akiba polimorfisme ini akan ditemukan dalam spesies ada individu

yang rentang dan ada yang resisten terhadap patogen tertentu.

3. Patogen sebagai makhluk hidup memilki juga berbagai mekanisme untuk

melepaskan diri dari terjangan respon imun. Salah satu caranya adalah

melakukan mutasi pada peptida yang diikat oleh MHC, sehingga tak dapat

lagi dipresentasikan oleh MHC. Strategi patogen ini tidaklah gampang

mengalahkan respon imun kita karena peptida yang sudah muasi bisa saja

selamat dari MHC yang satu tapi akan diikat lagi oleh MHC lain karena

MHC sangat banyak variasi.

4. Polimorfisme sendiri timbul sebagai proses awal evolusi akibat

pengalaman manusia menghadapi seragan patogen berulang-ulang, dimana

dihasilkan varian MHC baru seperti yang terjadi pada penderita malaria

yang selamat dari malaria yang mematikan karena mereka memilki HLA-

24
B53. Alel ini sanga umum ditemukan pada penduduk afrika barat yang

merukan endemik malaria tetapi kasus malaria mematikan sangat jarang.

2.7 Gen MHC Nonklasik (HLA-E,HLA-G, HLA-F, MIC-A, MIC-B, CD1

Dan ULBPs) (Wahid & Miskad, 2016)

Lokus MHC pada lengan pendek kromosom 6 bukan hanya diisi oleh dua

tipe gen polimorfik yaitu gen MHC kelas 1 dan MHC kelas II yang masing-

masing menjadi pembentukan molekul MHC kelas I dan MHC kelas II yang

strukturnya berbeda tetapi homolog, tetapi lokus MHC diisi juga oleh sejumlah

gen yang produknya terlihat di daalm presentasi antigen kepada sel T, terutama

kepada sel NK atau untuk aktivitas imunologis lainnya. HLA-E mengikat sangat

terbatas hanya pada pepetida nonpolimorfik yang disebut Qa-1 determinant

modifer (Qdm) yang baisanya adalah “leader peptides” yang kan didegradasi oleh

enzim untuk dapat diikat oleh MHC kelas 1 (Qa-1 adalah nama HLA-E pada

trikus). Peptida ini dipresentasikan kepada sel NK dengan dampak trejadi inhibisi

sel NK

Presentasi pada sel-sel yang akan jadi anak yang tetanam di uterus ibu,

bukan oleh MHC kelas 1 tetapi oleh HLA-G, sehingga sel-sel anak dari rahim ibu,

dapat selamat dari terjangan sel T ibu karena HLA-G tidak dapat dikenal oleh sel

T CD8. Dengan demikian peptida yang ada dalam sel-sel anak yang dapat

merupakan peptida asing bagi ibu, tidak memicu respon imun ibu. Bahkan HLA-

G dapat berinteraksi dengan sel-T regulator sehingga sel-sel anak terjaga dari

serangan sel T CD8 ibu. Jika sel tidak mempresentasikan peptida sel, maka sel

NK akan membunuhnya. Pada kehamilan, sel anak yang tidak mempresentasikan

25
peptida sel (pada ibu) tetap selamat dari terjangan sel NK karena HLA-G dapat

berikatan dengan reseptor inhibisi dari sel NK. Dengan dua karakteristik HLA-G

ini maka anak bisa selamat hidup dalm kandungan ibu tanpa diganggu oleh respon

imun ibu (sel T dan sel NK). HLA-G banyak juga diekspresikan oleh tumor kolon

sebagai bagian dari upaya sel tumor melepaskan diri dari pembunuhan sel NK

(efek HLA-G yang merugikan).

Non-classical MHC genes (MHC kelas 1b) yang berada pada lokus MHC

dan diluarlokus MHC, sifat dan fungsi molekul yang dihasilkan

MHC Kelas 1B Pola Ekspresi Polimorfis Ligand Fungsi

me

HLA- E Ada dimana- sedikit MHC leader Inhibisi sel NK

mana peptides

(Qdm)

HLA- G Plasenta Sedikit peptida Modulasi inetraksi

imunologis ibu dan

anak

HLA- F Ekspresi luas Sedikit Peptida Inihibisi sel NK

MIC–A/MIC- B Ekspresi luas, Sedang Tidak ada Aktivasi sel NK dan

terutama sel T CD8 pada sel

saluran cerna yang stress

26
CD1 Terbatas Tidak Lipid Mengaktifkan sel T

terhadap lipid

bakteri

ULBPs Terbatas Sedikit Tidak ada Memicu aktivasi sel

NK

HLA-F diekspreSikan oleh banyak macam sel teapi sulit ditemukan pada

permukaan sel kecuali apda monocytes cell line atau pada sel limfosit yang sudah

menjadi sel ganas oleh virus. Ini mungkin bagian dari mekanisme sel tumor

menghindari dari respon imun karena HLA-F, seperti HLA-G dapat juga

mengikat reseptor inhibisi dari sel NK. Semua molekul HLA-E, HLA-F dan

HLA-G memilki struktur yang mirip dengan MHC kelas 1 yaitu memilki juga b2-

microglobulin sehingga disebut sebagai MHC class-1-like molecules.

MIC-A dan MIC-B adalh protein yang diekspresikan oleh fitroblast dan

sel epitel terutama epitel saluran cerna sebagi akibat karena sel mengalami stress.

Kedua protein ini berperan untuk menimbulkan respon imun innate pada keadaan

dimana sel mengalami stress yang ditandai dengan tidak mampunya lagi

menghasilkan interferon (sel normal jika diserang oleh patogen, misalnya virus,

akan menghasilkan interferon). Jadi, sel sedemikian ini oleh tubuh tidak perlu lagi

dipertahankan dan bisa mati melalui mekanisme yang dimediasi oleh MIC-A dan

MIC-B ini. Kedua protein ini dapat dikenal ileh sel NK, sel T dan beberapa sel T

CD8 karena ketiga sel ini mngepresikan reseptor NKG2D yang mampu berikatan

dengan kedua protein tersebut sehingga sel yang mengepresikan MIC-A dan MIC-

27
B akan dibunuh oleh salah satu dari ketiga sel efektor tersebut. Jadi MIC-A dan

MIC-B ini adalah molekul yang diekspresikan oleh sel yang tidak fungsional lagi,

sehingga harus dieliminasi dari tubuh, yang akan dilaksanakan oleh respon imun.

Beberapa MHC class-1-like genes (MHC ib genes) berada di luar lokus

MHC anatara lain CD1 dan ULBPs yang masing-masing menyandi sintesis

protein CDI dan ULBPs. Protein CD1 diekspresikan oleh sel dendrit dan monosit

yang terbagi atas dua kelompok dengan fungsi berbeda. Kelompok 1 terdiri dari

atas CD1a, CD1b dan CD1c berfungsi mengikat derivat asal mikroba seperti

antigen glikolipid, posfolipid dan lipopeptida yang merupakan komponen dari

membran mikobakteriu. Kelompok 2 terdiri ats CD1d dan CD1e mengikat self

lipid seperi spingolipid dan diasigliserol, CD1 ini mempresentasikan lipid keapda

sel T yang TCR nya bisa mengenal lipid dan sel T ini bukan memilki CD4 atau

CD8. Sedangkan ULBPs berperan dalam memicu aktivasi sel NK, karena seperti

MIC-A dan MIC-B, protein ini dapat berikatan dengan reseptor aktivasi NKG2D

dari sel NK.

2.8 Karakteristik Interaksi Peptida Dan MHC

Berbeda dengan TCR yang mengikat satu antigen dengan spesifisitas yang

sangat ketat sehingga membentuk ikatan kovalen, satu molekul MHC dapat

mengikat antigen dengan variasi yang luas (tidak spesifik). Ikatan antara peptide

dengan pepetida binding cleft MHC bukanlah ikatan kovalen tetapi ikatan yang

terjadi oleh dua factor penentu:

1. Ukuran peptide harus cocok dengan ukuran peptide binding cleft MHC,

biasanya berkisar panjang 8-10 peptida untuk MHC kelas 1 dan 10-30

peptida untuk MHC kelas II.

28
2. Ikatan peptide pada cleft MHC yang polimorf dengan residu peptide yang

berperan sebagai jangkar (anchor residues)dalam “kantong” cleft MHC,

residu peptide yang menjangkar pada cleft ini disebut sequence motif

(peptide-binding motif). Perkiraan tentang residu peptide yang bias

berperan sebagai sequence mitif ini sangat penting untuk pembuatan

vaksin.Bagaimana manfaat cleft MHC yang polimorf dalam menjaga

kemampuan suatu spesies berspon terhadap variasi yang luas antigen telah

diterangkan pada sesi 7.5.

Gambar 1. Pembuatan peptida pada molekul MHC. Model skematis pembuatan peptida pada
peptida binding cleft MHC dimana ada bagian peptida yang menjangkar pada "kantong" dari
cleft MHC agar ikatan stabil. presentasi peptida pada sel T melalui kontak langsung yang
dimungkinkan oleh pengenalan spesifik TCR terhadap kompleks bagian polimorfik MHC dengan
peptida

Bagian peptide yang tidak masuk kedalam cleft MHC akan menjadi

bagian peptide yang dikenal oleh TCR sehingga terjadi ikatan kovalen antara

keduanya kontak langsung antara sel T dengansel yang memprsentasikan peptide

dimungkinkan oleh pengenalan TCR pada bagian polimorfik MHC dan

pengenalan (spesifitas) TCR terhadap peptide sehingga yang dikenal oleh TCR

bukanlah peptide saja tetapi kompleks MHC dan peptide.

29
Molekul MHC tidak sama dengan TCR atau BCR yang terpajang dulu

pada permukaan sel T atau sel B kemudian mengikat antigen. Molekul MHC

sudah memuat peptide di dalam sel baru dibawa kepermukaan sel untuk dipajang,

dengan kata lain peptide binding cleft terisi peptide di dalam sel. Peptide itu bias

berasal dari produk gen virus yang menginfeksi sel, bias berasal dari mikroba

yang ada dalam sitosol (mikroba intraseluler) atau dari mikroba yang ada dalam

fagosom karena fagositosis. Peptide yang berasal dari fagolisosom akan diikat

oleh MHC kelas II sedangkan peptide yang berasal dari sitosol akan diikat oleh

MHC kelas I.

Peptide yang diikat oleh molekul MHC bias juga berasal dari produk

normal sel yang ada dalam sitosol sehingga molekul MHC tidak membedakan

antara produk asing dan produk self jadi tugas membedakan antigen self dan asing

ada kompetesi sel T bukan pada MHC. Bahkan MHC memang harus memajang

produk normal yang akan menjadi tanda bagi sel NK bahwa sel itu tak boleh

dieliminasi karena masih bekerja dengan baik.

Jika diibaratkan MHC sebagai tangan menyerahkan peptide kepada tangan

lain yaitu TCR, berarti bagian peptide yang dipegang oleh MHC tidak dapat

dipegang oleh TCR. Dari analog ini dapat dipahami bahwa yang dapat dikenal

dan diikat oleh TCR adalah peptide yang tidak diikat oleh molekul MHC. Jika ada

diantara sel T yang mengenal residu peptide itu karena sesuai dengan spesifisitas

TCR nya, barulah bias terjadi kontak langsung antara sel yang mempresentasikan

antigen dengan sel T. Kontak langsung ini bias terjadi karena sel T mengikat

secara spesifik kompleks MHC-peptida (asing) yang dipresentasikan molekul

MHC dan sekaligus mengikat juga MHC (self) dengan menggunakan koresptor

30
CD4 atau CD8 yang disebut MHC retriction dari sel T. Kembali pertumpuan

tangan, tangan yang menyerahkan peptide (MHC) memegang peptide sepotong

dan tangan yang menerima (TCR) memegang potongan peptida sisa dari yang

dipengang oleh MHC, kemudian CD4 atau CD8 memegang “tangan” MHC agar

ikatan antara MHC-peptida-TCR stabil.

Presentasi antigen oleh MHC kepermukaan sel ramai sekali, tetapi

kenyataanya hanyalah sedikit dari semua pajangan kompleks peptide-MHC di

permukaan sel yang bisa dikenal oleh sel T. Sebagai contoh adalah APC yang

mempresentasikan banyak sekali kompleks peptide MHC di permukaanya, hanya

sekitar 100 kompleks yang diresponsi oleh sel T, diperkirakan dibawah 0,1% dari

total estimasi kompleks peptide asing-MHC yang ada. Hal ini dapat dipahami

karena kebanyakan peptide yang terpajangadalah peptide self.

Ikatan peptide dengan MHC bukanlah ikatan kovalen seperti peptide

dengan TCR atau BCR tetapi hanyalah ikatan yang dimediasi oleh residu yang

ada pada molekul peptide MHC merupakan ikatan saturabel (dapat lepas) tetapi

dalam waktu yang lama dengan half life bisa berjam-jam sampai berhari-hari.Half

life yang panjang ini sangat penting agar tersedia waktu cukup untuk sel T yang

TCR-nya spesifik dengan peptide yang dipajang Itu untuk menemukan dan

mengikat kompleks tersebut.

31
2.9 Pemrosesan Untuk Presentasi Antigen Protein

Pemrosesan antigen yang dimaksud adalah degradasi pathogen dari bentuk

aslinya menjadi petida- peptide kecil dengan ukurn sesuai ukuran peptide binding

clefit MHC. Pemrosesan ini dimungkinkan olh tersedianya enzim untuk

mendegrdasi pathogen. Enzim itu bisa berada dalam fagosom yang berasa; dari

penyatuannya dengan lisosom (enzim lisozim) atau enzim yang ada pada sitosol

(enzim proteosom/). Lisozim berfungsi mendegradasi pathogen yang difagositosis

oleh fagosit (misalnya mikroba ekstra seluler)msedangkan proteosom

mendegradasi antigen yang ada dalam sitosol (misalnya mikroba intraseluler)

Antigen dalam sitosol bisa bersumber dari

1. Virus atau mikroba intra seluler lain yang menginfeksi sel bersangkutan

2. Mikroba yan tadinya ada dalam fagolisosom karena di fagosittetapi

meloloskan diri dan keluar kesitosol

3. Produk dari gen yang mengalami mutasi seerti pada sel tumor (antigen

tumor)

4. Peptide hasil degradasi dalam fagolisosom yang sengaja dipindshkan ke

sitosol untuk kepentingan cross presentation oleh sel dendritic 9persentasi

antigen kepada sel T CD4 dan juga kepada les T CD8)

Patogen akan didegradasi oleh enzim proteosom sehingga menjadi peptida

dengan panjang rsidu yang sesuai dengan ukuran cleft MHC. Sebenarnya

protesom ini adalah semacam“pemeliharaan kebersiahan” yang membersihkan

sitosol dan inti sel dari protein yang rusak atau protein yang tak sempurna

pembetukannya/ degradasi antigen di sitosol dilakukan juga oleh enzim protease.

Antigen yang sudah berbentuk peptide di transfer dari sitosol masuk ke retikulum

32
endoplasmic (ER) dimana MHC diproduksi. Transfer ini bia terjadi karena danya

protein pengangkut yang disebut transporter associated With antigen processing

(TAP)yang memfasilitasi peptide melewati dinding ER. Didalam ER diproduksi

Gambar 7.5 Peran MHC pada pemroresan dan presentasi asal sitosol (The cytosolic Clas
I pathway).Antigen protein diproses dalam sitosol oleh enzim proteisom menjadi peptida.
Peptida ditransfer masuk ER oleh TAP (semacam pintu pada membran ER). Peptida berikatan
dengan MHC kelas I karena peran rapasin yang memfiksasi MHC kelas I pada TAP sehingga
peptida berada disamping TAP(tidak berikatan dengan MHC kelas II yang juga ada dalam
ER). Peptida kemudian mengalami pemotongan halus oleh ERAP agar bisa termuat dalam
cleft. Setelah peptida termuat dalam cleft maka ikatan peptida MHC kemudian dipindahkan
ke Golgi untuk selanjutnya dipajang(presentasi) di permukaan sel untuk dikenal oleh CTL.
(ER;Endoplasmic Reticulum,CTL;Cytotoxic T Cell, TAP; Transporter Associated with
Antigen Proscessing, ERAP;Endoplasmic Reticulum-amino peptide)

MHC kelas I dan MHC kelas II tetapi peptide dari sitosol ini hanya dapat

berikatan dengan MHC kelas I, tidak dengan MHC kelas II tetapi peptide dari

sitosol ini terjadi karena MHC kelas I yang menjemput dekat TAP, dimana MHC

kelas I diikat dengan TAP oleh tapasin dan cleft MHC kelas II Dallam ER tertutup

sehingga tidak bisa diisi oleh peptide yang masuk kedalam ER.

Pemuatan peptid kedalam cleft MHC kelas I masih memerlukan satu proses

lagi yaitu pemotongan halus peptide agar bisa termuat dalam cleft, ini dilakukan

oleh amino peptide yang disebut endoplasmic reticulum-amino peptide(ERAP).

setelah cleft MHC kelas I berisi peptid maka afinitasnya terhadap tapisan hilang

33
dan MHC kelas I terlepas dari ikatan dengan TAP sehingga kompleks peptide-

MHC kelas I ini dapat meninggalkan ER masuk kedalam golgi selanjtnya masuk

ke exocytic vacuola untuk dipajang di luar sel agar dapat dilihat/dikenal oleh sel T

CD8 MHC yang tidak berikatan dengan peptid tidak dapat masuk ke badan golgi

tetapi dari ER keluar ke sitosol untuk didegradasi oleh proteosom. Proses

pemajangan peptide oleh MHC kelas I ini memanfaatkan protein menjadi peptide

merupakan proses normal yang Terjadi pada setiap sel (peran proteosom). Semua

sel (kecuali yang tak berinti karena tak dapat membuat molekul MHC) dapat

melakukan presentasi kompleks peptida-MHC kelas I di permukaannya. Peptida

itu bisa peptida self bisa peptida asing .

Antigen yang ada dalam endosom bisa berasak dari :

1. Mikroba ekstraseluler yang difagositosis.

2. Internalisasi antigen yang diikat oleh BCR pada sel B.

3. Internalisasi membran protein yang berasal dari sitosol masuk kembali kedalam

endosom.

4. Protein produk virus yang ada pada sitosol bisa masuk kedalam endosom

setelah didegradasi menjadi peptida oleh proteosom.

5. Material sitoplasma yang mengalami degradasi enzimatik yang disebut

autophagy. Protein ini terjebak dalam suatu vesikel yang disebut

autophagosomes.

Pembentukan kompleks peptida-MHC kelas II yang berasal dari

endositosis (fagositosis) antigen dan didegradasi oleh lisozim dalam vakuol

(kantong) fagolisosom (antigen tidak berada dalam sitosol sel). Pemuatan peptida

ke celft MHC kelas II tidak terjadi di ER seperti pada MHC kelas I, cleft MHC

34
kelas II malah ditutup sewaktu masih berada di ER. Molekul MHC kelas II (yang

belum memuat peptida) akan keluar juga dari ER masuk ke Golgi dan selanjutnya

masuk ke exocytic vacuole, tapi dari sini belum keluar ke permukaan sel seperti

pada kompleks peptida-MHC kelas I. Molekul MHC kelas II masuk dulu ke

fagolisosom (endosom) untuk bertemu dengan peptida, disinilah baru tutup MHC

kelas II dibuka dan peptida baru masuk atau berikatan dengan cleft MHC kelas II.

Dari endosom inilah kompleks peptida-MHC kelas I. Molekul MHC kelas II

Keluar dipajang di permukaan sel untuk dikenal oleh sel T CD4. Oleh karena

proses pemanjangan peptida oleh MHC kelas II dimulai dengan endositosis

antigen ekstraseluler maka hanya sel yang mampu melakukan endositosis antigen

yang dapat melakukan presentasi antigen menggunakan molekul MHC kelas II,

mereka diberi nama Antigen Presenting Cells (APC) dimana termasuk

didalamnya sel dendritik, sel makrofag mononuklear, sel B, sel epitel timus dan

sel endotel.

Molekul MHC kelas II memang dibua juga di ER sama seperti MHC kelas

I, tetapi cleft MHC kelas II ditutup oleh satu protein bernama Invariant chain (li)

sehingga tidak bisa terisi peptida selama dalam ER demikian juga dalam

perjalanan menuju endosom (Golgi dan exocitic vacuole). Setelah sampai di

endosom barulah tutupnya dibuka yang terdiri atas dua proses :

1. Degradasi invariant chain oleh enzim proteolitik yang ada dalam endosom

seperti katepsin menyisakan satu bagian yang disebut CLIP (Class II associated

invariant chain peptide) yang tetap menutup cleft.

2. CLIP dibuka oleh suatu protein yang disebut HLA-DM sehingga terbukalah

cleft untuk diisi peptida. (Ibarat HLA-DM ini seperti "tang" yang punya juga cleft

35
untuk mengikat CLIP yang seperti tutup botol agar bisa ditarik keluar dari cleft

MHC kela II). Oleh karena HLA-DM hanya boleh membuka penutup cleft MHC

kelas II di endosom maka pembukaan dimulai dulu dengan degradasi invariant

chain oleh enzim yang ada di endosom, HLA-DM tak dapat mengikat invariant

chain yang masih utuh.

Gambar 7-6 Peran MHC pada pemrosesan dan presentasi antigen asal ekstraseluler (The endocytic Class
II pathway) Mikroba ekstraseluler yang difagositosis berada dalam fagosom. Lisosom yang mengandung enzim
lisozim (proteolytic enzymes) menyatu dengan fagosom membentuk fagolisosom. Lisozim mendegredasi
antigen proteinmemjadi peptida. Molekul MHC kelas II dibuat di ER bersama dengan MHC kelas II(tidak
terlihat pada gambar). Agar cleft MHC tak terisi oeleh peptida asal sitosol yang masuk ke ER maka cleft MHC
kelas II ditutup dnegan CLIP dan Ij. Molekul MHC kelas II kemudian meninggalkan ER menuju
fagolisososm(endosom) untuk dimuati peptida.Sebelum memuati peptida, terlebuh dahulu penutup cleft dibuka,
didegradasi oleh enzim katepsin (lisozim) dan CLI dicabut menggunakan HLA-DM. Setelah peptida termuat
dalam cleft maka ikatan peptida-MHC kemudian dipindahkan ke Golgi(tidak terdapat pada gambar) untuk
selanjutnya dipajang(presentasi) dipermukaan sel untuk dikenal oleh sel T helper naif. Actived helper T cell
akan memicu makrofag dann sel B melalui kontak langsung dan pemberian sitokin untuk mengeliminasi
mikroba ekstraseluler. (CLIP;ii-asociated inavariant chain peptide,Ij;Invariant chain, APC; Antigen Presenting
Cell)

36
Khusus pada sel dindritik, peptida yang ada dalam endosom dapat

dipindahkan ke sitosol sehingga dalam waktu yang bersamaan terjadi presentasi

peptida yang sama menggunakan masing-masing MHC kelas II yang

mempresentasikan peptida asal endosom kepada sel T CD4 dan MHC kelas I yang

mempresentasikan peptida asal dari sitosol kepada sel T CD8. Presentasi silang

seperti ini diberi nama eross-presentation yang bertujuan untuk memulai picuan

aktivitas kedua jenis sel T itu sehingga disebut pula cross-priming.

Berdasarkan mekanisme pemrosesan dan presentasi antigen diatas dapat

dikemukakan bahwa molekul MHC menentukan subset mana dari sel T yang

berespon. Jika MHC kelas I yang mempresentasikan antigen asal sitosol maka

akan memicu respon subset sel T CD8 sedangkan jika MHC kelas II yang

mempresentasikan antigen asal endosom akan memicu respon subset sel T CD4,

yang berada pada keduanya yaitu endosom dan sitosol akan dipresentasikan oleh

kedua MHC dan akan memicu kedua subset sel T juga (cross-priming). Tetapi ini

hanya menyangkut antigen protein, Sedangkan antigen nonprotein memiliki

mekanisme dan sel pelaku yang lain. Presentasi non protein antigen (karbohidrat

dan lemak) tidak menggunakan MHC kelas I atau MHC kelas II yang biasa

disebut MHC klasik. Molekul yang digunakan biasa disebut class I like molecule

atau nonclssical MHC atau disebut juga MHC 1b. misalnya molekul CD1 untuk

presentasi ipid. Sedangkan subset sel T yang terlibat adalah sel NKT dan sel Tδ.

37
Gambar 7-7. Peran MHC pada presentasi antigen (peptida) asal mikroba
ekstraseluler dan intraseluler. APC memfagositosis dan memproses mikroba dalam
fagolisosom untuk mendapatkan peptida yang akan dipresentasikan kepada sel Th untuk
mengaktifkan sel TH(seperti pada mikroba ekstraseluler), mikroba intraseluler akan
memasuki sitosol sel dan sicerna oleh enzim proteosom untuk menghasilkan peptida.
Peptida mikroba selanjutnya dipresentasikan ke Cytotoxic T Lympohocytes (CTL)
menggunakan MHC kelas I untuk mengaktifkan CTL. CTL yang sudah aktif mencari dan
menemukan sel terinfeksi karena sel terinfeksi mempresentasikan juga peptida mkkroba
yang sama dengan menggunakan MHC kelas I. Sel terinfeksi dibunuh oleh CTL dan lisis
sehingga mikroba tereliminasi. Eliminasi mikroba kembali berada ekstraseluler. Presentasi
peptida mikroba oleh APC kepada sel Th dan CTL disebut cross-presentation(cross-
priming)

2.10 Penyakit-Penyakit Yang Berhubungan Dengan HLA

a. MHC dan kerentanan terhadap penyakit

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa alel HLA yang diwarisi seseorang

dapat berisiko terhadap timbulnya penyakit tertentu. Individu dnegan alel HLA-

B27 menunjukkan resiko untuk menderita ankilosis spondilitis, suatu penyakit

inflamasi, meskipun tidak semua individu dengan alel HLA-B27 menderita

penyakit itu. Penyakit inflamasi lain seperti artritis reumatoid khas membawa alel

HLA-DR4.

38
39
Hubungan antara HLA dan penyakit tidak hanya terbatas pada predisposis,

tetapi juga berpengaruh terhadap progres penyakit. Hubungan dengan HLA

ditemukan pada penderita seroposif HIV yang menunjukkan periode lama dan

latensi sebelum berkembang menjadi AIDS penuh. Informasi mengenai hubungan

HLA dan penyakit dapat digunakan untuk menentukan individu dengan risiko

terhadap penyakit tertentu untuk dapat digunakan sebagai terapi pencegahan.

3. Hipotesis risiko relatif

Ada sejumlah hipotesis untuk menerangkan hubungan antara penyakit

tertentu dengan HLA .

HLA tertentu merupakan reseptor untuk masuknya virus ke dalam sel,

dalam hipotesis ini virus merupakan penyebab penyakit. Reaksi autoimun dapat

40
terjadi oleh kemiripan molekul. Hipotesis ini ditunjang dari hasil observasi bahwa

gaur tertentu Sigela fleksner mengepresikan plasmid yang mengandung urutan

rangkaian 5 asam amino yang identik dengan rangkaian pada HLA-B27. Apakah

rangsangan bakteri ini menimbulkan spondilitis ankilosa merupakan fokus

penelitian dewasa ini. Variasi kemiripan molekul diduga dapat menimbulkan

reakasi silang antara epitop. Bakteri yersina pseuodotuberkulosis dan Klebsiela

pneumoni menunjukkan epitop yang bereaksi sialng dengan HLA-B27.

Hipotesis lain merupakan kebalikan dari hipotesis-hipotesis yang

disampaikan diatas. Dalam hipotesis ini, penyakit terjadi bila sistem imun toleran

terhadap epitop patogen, oleh karena epitop menyerupai yang ada pada alel

tertentu (HLA-DR27). Hipotesis ini berdasarkan penyakit yang disebabkan oleh

tdiak adanya respon imun.

Peptida antigen tidak dapat dipresentasikan ke sel T kecuali bila

berhubunagnd engan molekul MHC. Diduga penyakit terajdi oleh karena alel lain

dari MHC khusus itu, Misalnya semua alel HLA, kecuali HLA-b8, dapat

mengikat peptdia khusus dan tidak akan memberikan respons terhadap peptida

antigen itu. Gen yang menimbulkan penyakit berhubungan dengan alel MHC

sendiri yang menimbulkan penyakit. Bila 2 gen ditruunkan bersama, dapat

diramalkan bahwa hal yang terajdi pada frekuensi tinggi adlah secara kebetulan.

Gen-gen tersebut di sebut linkage disequilibrium.

41
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

-MHC adalah regio genetik yang luas, menyandi molekul MHC-I dan

MHC- II serta protein-protein lain. Gen MHC sangat polimorfik, terdiri

atas lebih 250 ale MHC, menyandi molekul I dan II yang berfungsi dalam

presentasi antigen ke sel T dan molekul kelas III dnegan berbagai fungsi

-Gen MHC sangat berhubunagn dengan dan umumnya diturunkan sebagi

unit tertentu dari orang tua. Unit-unit yang berhubunagn disebut hsplotik

-MHC-I diekspresikan pada hampir semua sel bernukleus, MHC-II hanya

terbatas pada sel B, makrofag dan sel dendritik

- pada umumnya MHC-I mempresentasikan antigen endogen yang sudah

diproses ke CD8/Tc dan MHC-II mempresentasikan antigen eksogen yang

sudah diproses ke CD4 Th.

- manfaat dari MHC sangat banyak terutama untuk respon imun

42
DAFTAR PUSTAKA

Baratamawidjaya,K.G & Rengganis, R. (2012). Imunologi Dasar. Jakarta :


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Penn, D. J. (2014). Major Histocompatibility. encyclopedia of life sciences. USA:
Macmillan Publishers Ltd, Nature Publishing Group.
https://doi.org/10.1038/npg.els.0000919
Wahid, S., & Miskad, upik A. (2016). Imunologi Lebih Mudah dipahami.
Surabaya: Brilian Internasional Surabaya.

43

Anda mungkin juga menyukai