Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

VISITE

KELOMPOK III
1. REYGEN GABRIEL STEVANUS SIWU (N014202006)
2. NURDALIA (N014202041)
3. MAGFIRAH DARMANSAH (N014202055)
4. ARINI ZHALSABILLAH (N014202056)
5. SHERLY AFRILIA (N014202059)
6. AYU FIRMATA SARI (N014202062)
7. CECILIA CHERLY LIYADI (N014202064)
8. AINUN NURUL ASA (N014202079)
9. GINENSA MENDILA (N014202082)
10. AMBO TUNGKE (N014202092)

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH:


Prof. Dr. H.M. Natsir Djide, MS, Apt.

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan anugerahnya,

kami dapat menyelesaikan makalah Farmasi Rumah Sakit yang berjudul “ Visite”. Dalam

penyusunan makalah ini, kami dari kelompok 3 selaku penulis menyadari bahwa masih

banyak kekurangan dan kekeliruan yang terdapat didalamnya. Oleh karena itu kritik, dan

saran dari para pembaca sangat kami butuhkan untuk penyempurnaan makalah-makalah

selanjutnya agar bisa lebih baik.

Makassar, 8 Juni 2021

PENULIS
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kesehatan merupakan faktor penting dalam kelangsungan hidup manusia,


timbulnya berbagai macam permasalahan kesehatan menimbulkan kekhawatiran besar
di citra masyarakat, hal memicu kenaikan angka penggunaan obat meskipun
penanganan awal setiap keluhan belum tentu dengan mengkomsumsi obat obatan,
untuk itu peranan seorang ahli di bidang obat khususnya farmasis sangatlah
diperlukan dalam situasi dan kondisi tersebut. Di Indonesia, pembangunan kesehatan
menuju Indonesia sehat serta semakin kompleksnya upaya pelayanan kesehatan
terutama yang menyangkut drug therapy telah menuntut apoteker untuk memberikan
perhatiannya pada orientasi pelayanan farmasi ke arah patient care dengan sasaran
akhir yakni dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan adanya program
pelayanan farmasi klinik.

Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk


mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan pasien
dan masyarakat akan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian, mengharuskan
adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug
oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi kepada pasien (patient oriented)
dengan filosofi asuhan kefarmasian/pharmaceutical care yang merupakan tanggung
jawab langsung dari pelayanan kesehatan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
pasien. Dalam upaya meningkatkan pelayanan kefarmasian di rumah sakit,
pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Pelayanan
kefarmasian yang berorientasi pada pasien diantaranya adalah praktik apoteker ruang
rawat atau dikenal dengan visite.

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter
dan tenaga kesehatan lainnya dengan tujuan memaksimalkan ketepatan pemilihan
obat, menilai rasionalitas obat, penyakit yang di derita oleh pasien, menilai kemajuan
pasien dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain. Pengkajian merupakan
program evaluasi yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin pelayanan
pada rawat inap yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh
pasien.

Namun, dalam pelaksanaan kunjungan visite pasien di rawat inap masih


terkendala oleh sumber daya manusia yang masih terbatas di Rumah Sakit dan
tingginya beban kerja apoteker di Rumah Sakit sehingga dalam pelaksanaannya masih
belum maksimal untuk melaksanakan visite kunjungan pasien oleh apoteker.
Sehingga perlu adanya inovasi untuk mengatasi keterbatasan jumlah apoteker dan
mengurangi beban kerja apoteker yang tinggi.

Berdasarkan masalah tersebut mendorong kami untuk menulis sebuah makalah


yang membahas secara rinci mengenai visite dan penerapannya dalam rangka
meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko efek samping obat.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas dapat, dirumuskan permsalahan pada makalah


tersebut yaitu

1. Apa yang dimaksud visite dan tujuan dari visite?

2. Bagaimana seleksi pasien serta pengumpulan informasi medis dan pengunnan


obat?

3. Bagaimana pengkajian masalah terkait pengunaan obat dan fasilitas?

4. Apa perbedaan visite mandiri dan visite tim?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui arti visite dan tujuannya

2. Meningkatkan pemahaman pelayanan informasi mengenai riwayat penggunaan


obat untuk meminimalkan resiko efek samping

3. Untuk mengetahui bagaimana cara dilakukan visite mandiri dan visite tim
BAB 2

ISI

2.1` PENGERTIAN VISITE

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun


2016, Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi
klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi
Obat dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang
rasional, dan menyajikan informasi Obat kepada dokter, pasien serta profesional
kesehatan lainnya. Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah
Sakit baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang
biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).

Salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian yang bersifat patient-oriented atau


berorientasi kepada pasien adalah visite. Visite apoteker adalah kunjungan rutin yang
dilakukan apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi
(clinical outcome) yang lebih baik. Aktivitas visite dapat dilakukan secara mandiri
atau kolaborasi secara aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam
proses penetapan keputusan terkait terapi obat pasien. (Kemenkes, 2011)

Dalam penelitian Klopotowski 2010 yang dilakukan di Belanda, partisipasi


apoteker dalam visite pada intensive care unit telah melakukan 659 rekomendasi dari
1173 peresepan dengan tingkat penerimaan dokter sebesar 74%. Peran Apoteker
dalam ruang ICU mampu menurunkan kesalahan peresepan yang bermakna
(p<0,001), yaitu: 190,5 per 1000 hari-pasien menjadi 62,5 per 1000 hari-pasien. Dari
sisi penghematan biaya pengobatan, pencegahan reaksi obat yang tidak diinginkan
menunjukkan penghematan biaya sebesar 26-40 Euro (Kemenkes, 2011)

Apoteker dalam praktik visite harus berkomunikasi secara efektif dengan


pasien/keluarga, dokter dan profesi kesehatan lain, serta terlibat aktif dalam keputusan
terapi obat untuk mencapai hasil terapi (clinical outcome) yang optimal. Apoteker
melakukan dokumentasi semua tindakan yang dilakukan dalam praktik visite sebagai
pertanggungjawaban profesi, sebagai bahan pendidikan dan penelitian, serta perbaikan
mutu praktik profesi. (Kemenkes, 2011)

2.2 TUJUAN VISITE

Beberapa penelitian menunjukkan dampak positif dari pelaksanaan kegiatan


visite pada aspek humanistik (contoh: peningkatan kualitas hidup pasien, kepuasan
pasien), aspek klinik (contoh: perbaikan tanda-tanda klinik, penurunan kejadian reaksi
obat yang tidak diinginkan, penurunan morbiditas dan mortalitas, penurunan lama hari
rawat), serta aspek ekonomi (contoh: berkurangnya biaya obat dan biaya pengobatan
secara keseluruhan). (Kemenkes, 2011)

Adapun praktik visite yang dilakukan oleh apoteker bertujuan untuk (Kemenkes,
2011):

1. Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien, perkembangan


kondisi klinik, dan rencana terapi secara komprehensif;
2. Memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk sediaan
obat, regimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien,
3. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal
pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi;
4. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan obat akibat
keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya.

2.3 SELEKSI PASIEN

Standarnya visite dilakukan pada semua pasien yang masuk rumah sakit. Akan
tetapi jika terdapat keterbatasan SDM yang ada dalam hal ini adalah apoteker, maka
visite diprioritaskan pada pasien yang masuk dalam kriteria sesuai aturan yang telah
ditetapkan (Djamaluddin, 2019). kriteria pasien yang diprioritaskan untuk dilakukan
visite dalam pedoman visite menurut kemenkes RI 2011, sebagai berikut :

a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama)


b. Pasien dalam perawatan intensif
c. Pasien yang menerima lebih dari 5 macam obat
d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama hati dan ginjal
e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis, misalnya
ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar albumin
f. Pasien yang mendapatkan obat yang mempunyai indeks terapetik sempit,
berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal.
Contoh : pasien yang mendapatkan terapi obat digoksin, karbamazepin, teofilin,
sitostatika.

2.4 PENGUMPULAN INFORMASI MEDIS DAN PENGGUNAAN OBAT

Apoteker memiliki berbagai peran dan kegiatan dalam penyediaan informasi


dan saran tentang semua aspek obat-obatan. Peran ini diterapkan untuk memfasilitasi
dalam pelayanan pada pasien serta rencana strategis untuk memfasilitasi proses
pengambilan keputusan terkait kebijakan dalam pemilihan obat, rasionalitas
penggunaan obat dan memastikan penggunaan obat yang tepat, aman dan dengan
biaya yang hemat. Oleh karena itu apoteker harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan sehingga dapat melakkan peran secara efektif (Stephens, 2011)

Informasi medis dan riwayat pengobatan yang akurat merupakan langkah


pertama dalam proses rekonsiliasi obat. Hal tersebut biasanya terdiri dari daftar obat
yang diminum pasien, rincian alergi atau kepekaan terhadap obat, riwayat pengobayan
pra-operasi, riwayat penghentian obat, dan lain-lain. data informasi medis dan
penggunaan obat pasien selanjutnya dapat dikumpulkan dan dimplementasikan, ada 3
metode pengumpulan data pasien, yaitu

1) Sistem berbasis kertas: Informasi dicatat di atas kertas dan data ditransfer dari
kertas untuk analisis atau penggunaan.

2) Data terkomputerisasi: Data dimasukkan ke dalam komputer (seringkali dari


kertas) dari mana mereka dapat dianalisis dan diambil kembali.

3) Data terkomputerisasi dan komunikasi elektronik: Tingkat paling canggih ini


menggabungkan penggunaan data terkomputerisasi dengan kemampuan untuk
mengirimkannya secara elektronik ke banyak pengguna di beberapa lokasi
(WHO, 2012)
Hal-hal yang diperhatikan dalam pengumpulan informasi medis dan penggunaan
pasien, yaitu (Mohiuddin, 2019) :

a. Riwayat profil pasien


Riwayat pasien hanya mengungkapkan gambaran tentang profilnya, perilaku
pengobatan, gaya hidup, riwayat penyakit sebelumnya operasi besar/kecil,
hipersensitivitas obat, kebiasaan makan food dll. Lebih sering sumber sejarah
adalah pasien itu sendiri. Riwayat sosial pasien dapat memberikan informasi
yang berguna saat meninjau perawatan farmasi mereka Misalnya, merokok
tembakau menginduksi enzim yang mempercepat metabolisme teofilin dan
perubahan konsumsi vitamin K dapat mengurangi efektivitas warfarin.
Menanyakan tentang pasien sejarah sosial juga memfasilitasi mengajukan
pertanyaan tentang penggunaan narkoba seperti ganja atau ekstasi.

b. Pasien
pasien harus selalu dikonsultasikan kecuali tidak memungkinkan secara
kondisi fisik (misalnya mereka tidak sadar atau dalam keadaan bingung).
Diskusi langsung dengan pasien juga dapat menyoroti masalah dengan obat-
obatan kepatuhan dan mengidentifikasi penggunaan obat lain pasien (misalnya
obat bebas, obat herbal, atau obat-obatan dari klinik spesialis). Pasien juga
harus dikonsultasikan untuk memastikan alergi atau intoleransi terhadap obat-
obatan sebelumnya

c. Orang Tua dan Rekan


Laporan orang tua ditingkatkan pada validitas dokumentasi oleh dokter di
semua rincian obat Laporan orang tua adalah lebih valid daripada dokumentasi
keperawatan di triase untuk semua rincian obat

d. Laporan Operasi
Laporan Operasi Sebelumnya menyediakan daftar obat medicine dan
informasi tentang obat-obatan yang diresepkan oleh dokter umum pasien.

e. Resep pemulangan
sebelumnya (baik diajukan di catatan kasus atau diakses secara elektronik)
dapat membantu jika a pasien telah keluar dari rumah sakit baru-baru ini (mis.
dalam sebulan terakhir). Namun, itu harus selalu mengkonfirmasi apakah ada
perubahan pada obat sejak keluar dari rumah sakit sebelumnya.

f. Lembar Rekam Pemberian Obat


Lembar Ini harus dibaca dengan seksama untuk mengidentifikasi obat-obatan
yang baru saja dimulai, dihentikan, ditolak atau dihilangkan. Sistem Catatan
administrasi medis elektronik (eMAR) menawarkan strategi alternatif untuk
mempelajari kepatuhan untuk resep di lembaga perawatan kesehatan dan
memfasilitasi tinjauan efisien dari sejumlah besar pemberian obat.

g. Daftar obat pasien


Keterlibatan pasien sangat penting untuk memelihara daftar obat yang akurat
dan diperbarui, menyediakan kualitas perawatan, dan mengurangi potensi
kesalahan

h. Apotek komunitas digunakan secara teratur


Dengan studi melaporkan bahwa di beberapa daerah lebih dari 80% pasien
menggunakan apotek yang sama ketika membeli obat. Namun, karena pasien
dapat mengunjungi apotek komunitas, mereka mungkin tidak memiliki daftar
yang akurat dari semua obat-obatan dan tidak boleh digunakan sebagai obat
tunggal.

i. Klinik spesialis
Klinik spesialis juga dapat mengadakan tambahan informasi obat-obatan, jadi
dokter mungkin tidak memiliki informasi tentang obat-obatan yang tidak
mereka resepkan.

Informasi penggunaan obat dapat diperoleh dari rekam medik, wawancara dengan
pasien/keluarga, catatan pemberian obat. Informasi tersebut meliputi (Kemenkes,
2011):
1. Data pasien : nama, nomor rekam medis, umur, jenis kelamin, berat badan (BB),
tinggi badan (TB), ruang rawat, nomor tempat tidur, sumber pembiayaan

2. Keluhan utama: keluhan/kondisi pasien yang menjadi alasan untuk dirawat

3. Riwayat penyakit saat ini (history of present illness) merupakan riwayat keluhan /
keadaan pasien berkenaan dengan penyakit yang dideritanya saat ini

4. Riwayat sosial: kondisi sosial (gaya hidup) dan ekonomi pasien yang berhubungan
dengan penyakitnya. Contoh: pola makan, merokok, minuman keras, perilaku seks
bebas, pengguna narkoba, tingkat pendidikan, penghasilan

5. Riwayat penyakit terdahulu: riwayat singkat penyakit yang pernah diderita pasien,
tindakan dan perawatan yang pernah diterimanya yang berhubungan dengan
penyakit pasien saat ini

6. Riwayat penyakit keluarga: adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama
atau berhubungan dengan penyakit yang sedang dialami pasien. Contoh: hipertensi,
diabetes, jantung, kelainan darah, kanker

7. Riwayat penggunaan obat: daftar obat yang pernah digunakan pasien sebelum
dirawat (termasuk obat bebas, obat tradisional/herbal medicine) dan lama
penggunaan obat

8. Riwayat alergi/ ROTD daftar obat yang pernah menimbulkan reaksi alergi atau
ROTD.

9. Pemeriksaan fisik: tanda-tanda vital (temperatur, tekanan darah, nadi, kecepatan


pernapasan), kajian sistem organ (kardiovaskuler, ginjal, hati)

10. Pemeriksaan laboratorium: Data hasil pemeriksaan laboratorium diperlukan dengan


tujuan: (i) menilai apakah diperlukan terapi obat, (ii) penyesuaian dosis, (iii)
menilai efek terapeutik obat, (iv) menilai adanya ROTD, (v) mencegah terjadinya
kesalahan dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan laboratorium, misalnya:
akibat sampel sudah rusak, kuantitas sampel tidak cukup, sampel diambil pada
waktu yang tidak tepat, prosedur tidak benar, reagensia yang digunakan tidak tepat,
kesalahan teknis oleh petugas, interaksi dengan makanan/obat. Apoteker harus
dapat menilai hasil pemeriksaan pasien dan membandingkannya dengan nilai
normal. (lihat contoh kasus)

11. Pemeriksaan diagnostik: foto roentgen, USG, CT Scan. Data hasil pemeriksaan
diagnostik diperlukan dengan tujuan: (i) menunjang penegakan diagnosis, (ii)
menilai hasil terapeutik pengobatan, (iii) menilai adanya risiko pengobatan.

12. Masalah medis meliputi gejala dan tanda klinis, diagnosis utama dan penyerta.

13. Catatan penggunaan obat saat ini adalah daftar obat yang sedang digunakan oleh
pasien.

14. Catatan perkembangan pasien adalah kondisi klinis pasien yang diamati dari hari
ke hari.

2.5 PENGKAJIAN MASALAH TERKAIT PENGGUNAAN OBAT

Pasien yang mendapatkan obat memiliki risiko mengalami masalah terkait


penggunaan obat baik yang bersifat aktual (yang nyata terjadi) maupun potensial
(yang mungkin terjadi). Masalah terkait penggunaan obat antara lain: efektivitas
terapi, efek samping obat, biaya. (Kemenkes RI, 2011).

Salah satu cara untuk melakukan  penerapan dalam mengkaji masalah terkait
penggunaan obat adalah dengan cara pemantauan dan evaluasi. Monitoring yang terus
menerus akan menghasilkan ketersediaan obat yang sesuai dengan kebutuhan
sehingga mencapai penggunaan obat yang rasional. Pemantauan penggunaan obat
dapat digunakan untuk melihat mutu pelayanan kesehatan. Dengan pemantauan ini
maka dapat dideteksi adanya kemungkinan penggunaan obat yang berlebih (over
prescribing), kurang under prescribing), majemuk (multiple prescribing) maupun
tidak tepat incorrect prescribing). Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat secara
teratur dapat mendukung perencanaan obat sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai
Penggunaan Obat Rasional. 

Pemantauan penggunaan obat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak


langsung. 

1. Pemantauan Secara Langsung 


Dilakukan dengan mengamati proses pengobatan mulai dari
anamnesis, pemeriksaan, peresepan, hingga penyerahan obat ke pasien.
Pemantauan dengan cara ini dapat dilakukan secara berkala pada waktu-waktu
yang tidak diberitahukan sebelumnya, sehingga diperoleh gambaran nyata
mengenai praktik pemakaian obat yang berlangsung pada saat itu. 

2. Pemantauan secara tidak langsung 

Pemantauan secara tidak langsung dapat dilakukan melalui: Dari kartu status
pasien: 

Kecocokan dan ketepatan antara: 

a. Gejala dan tanda yang ditemukan selama anamnesis dan pemeriksaan, dengan. 

b. Diagnosis yang dibuat dalam kartu status penderita, serta. 

c. Pengobatan (terapi) yang diberikan (termasuk jenis, jumlah, dan cara pemberian
obat).  (Kemenkes RI, 2016).

2.6 FASILITAS

Fasilitas praktik visite antara lain:

 a. Formulir Pemantauan Terapi Obat

  b. Referensi dapat berupa cetakan atau elektronik, misalnya: 

Formularium Rumah Sakit, Pedoman Penggunaan Antibiotika, Pedoman


Diagnosis dan Terapi, Daftar Obat Askes (DOA), Daftar Plafon Harga Obat (DPHO),
British National Formulary (BNF), Drug Information Handbook (DIH), American
Hospital Formulary Services (AHFS): Drug Information, Pedoman Terapi, dll.

2.7 VISITE MANDIRI

Visite dapat dilaksanakan secara mandiri atau bersama dengan tim kolaboratif
dengan tenaga medis dan tenaga kesehatan lain. Sebelum memulai praktik visite di
ruang rawat, seorang apoteker perlu membekali diri dengan berbagai pengetahuan.
Seorang apoteker minimal menguasai farmakokinetika, farmakologi, farmakoterapi,
farmakoekonomi, dan farmakoepidemiologi pengobatan. Selain itu diperlukan
kemampuan interpretasi data laboratorium dan data penunjang diagnostik lain. Saat
menentukan rencana visite, perlu dipertimbangkan kelebihan dan kekurangan visite
dengan tim atau visite mandiri (Kemenkes RI, 2019).

Visite mandiri:

Kelebihan:

- Waktu pelaksanaan visite lebih fleksibel


- Dapat memberikan edukasi, monitoring respons pasien terhadap pengobatan
- Dapat dijadikan persiapan untuk pelaksanaan visite bersama tim

Kekurangan:

- Rekomendasi yang dibuat terkait dengan peresepan tidak dapat segera


diimplementasikan sebelum bertemu dengan penulis resep
- Pemahaman tentang patofisiologi penyakit pasien terbatas

 Memperkenalkan diri kepada pasien


Pada kegiatan visite mandiri, apoteker harus memperkenalkan diri kepada pasien
dan keluarganya agar timbul kepercayaan mereka terhadap profesi apoteker
sehingga mereka dapat bersikap terbuka dan kooperatif. Contoh cara
memperkenalkan diri, “Selamat pagi Bu Siti, saya Retno, apoteker di ruang rawat
ini. Bagaimana keadaan Ibu hari ini? Membaik? Atau ada keluhan lain?”. Pada
tahap ini, apoteker dapat menilai adanya hambatan pasien dalam berkomunikasi
dan status klinis pasien (misalnya: kesadaran, kesulitan berbicara, dll).

 Mendengarkan respon yang disampaikan oleh pasien dan identifikasi


masalah
Setelah memberikan salam, apoteker berkomunikasi efektif secara aktif untuk
menggali permasalahan pasien terkait penggunaan obat (lihat informasi
penggunaan obat di atas). Respon dapat berupa keluhan yang disampaikan oleh
pasien, misalnya: rasa nyeri menetap/bertambah, sulit buang air besar; atau
adanya keluhan baru, misalnya: gatal-gatal, mual, pusing. Apoteker harus
melakukan kajian untuk memastikan apakah keluhan tersebut terkait dengan
penggunaan obat yang telah diberitahukan sebelumnya, misalnya urin berwarna
merah karena penggunaan rifampisin; mual karena penggunaan siprofloksasin
atau metformin. Setelah bertemu dengan pasien berdasarkan informasi
penggunaan yang diperoleh, apoteker dapat (i) menetapkan status masalah (aktual
atau potensial), dan (ii) mengidentifikasi adanya masalah baru.

 Memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait


penggunaan obat
Pada visite mandiri, rekomendasi lebih ditujukan kepada pasien dengan tujuan
untuk meningkatkan kepatuhan penggunaan 1 obat dalam hal aturan pakai, cara
pakai, dan hal-hal yang harus diperhatikan selama menggunakan obat.
Rekomendasi kepada pasien yang dilakukan oleh apoteker dapat berupa
konseling, edukasi, dan pendampingan cara penggunaan obat. Setelah
pelaksanaan visite mandiri, apoteker dapat menyampaikan rekomendasi kepada
perawat tentang jadwal dan cara pemberian obat, misalnya: obat diberikan pada
waktu yang telah ditentukan (interval waktu pemberian yang sama), pemberian
obat sebelum/sesudah makan, selang waktu pemberian obat untuk mencegah
terjadinya interaksi, kecepatan infus, jenis pelarut yang digunakan, stabilitas dan
ketercampuran obat suntik. Rekomendasi kepada perawat yang dilakukan oleh
apoteker dapat berupa konseling, edukasi, dan pendampingan cara penyiapan
obat. Rekomendasi yang diberikan harus berdasarkan pada bukti terbaik,
terpercaya dan terkini agar diperoleh hasil terapi yang optimal. Rekomendasi
kepada apoteker lain dapat dilakukan dalam proses penyiapan obat, misalnya:
kalkulasi dan penyesuaian dosis, pengaturan jalur dan laju infus. Rekomendasi
kepada dokter yang merawat yang dilakukan oleh apoteker dapat berupa diskusi
pembahasan masalah dan kesepakatan keputusan terapi.

 Melakukan pemantauan implementasi rekomendasi


Apoteker harus memantau pelaksanaan rekomendasi kepada pasien, perawat, atau
dokter. Jika rekomendasi belum dilaksanakan maka apoteker harus menelusuri
penyebab tidak dilaksanakannya rekomendasi dan mengupayakan penyelesaian
masalah. Contoh: pasien minum siprofloksasin bersama dengan antasida karena
sudah terbiasa minum semua obat setelah makan atau minum siprofloksasin
bersama dengan susu. Seharusnya siprofloksasin diminum dengan selang waktu 2
jam sebelum minum antasida/susu. Hal tersebut dapat diatasi dengan memberi
edukasi kepada perawat/pasien tentang adanya interaksi antara siprofloksasin dan
antasida/susu membentuk kompleks yang menyebabkan penyerapan
siprofloksasin terganggu dan efektivitas siprofloksasin berkurang.

 Melakukan pemantauan efektivitas dan keamanan terkait penggunaan obat


Pemantauan efektivitas dan keamanan efek samping dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Subject-Object Assessment Plan (SOAP). Subjektif adalah
semua keluhan yang dirasakan pasien. Objektif adalah hasil pemeriksaan yang
dapat diukur, misalnya temperatur, tekanan darah, kadar glukosa darah, kreatinin
serum, bersihan kreatinin, jumlah leukosit dalam darah, dll. Assessment adalah
penilaian penggunaan obat pasien (identifikasi masalah terkait obat). Plan adalah
rekomendasi yang diberikan berdasarkan assessment yang dilakukan. Apoteker
juga harus memantau hasil rekomendasi dengan mengamati kondisi klinis pasien
baik yang terkait dengan efektivitas terapi maupun efek samping obat. Contoh:
efektivitas antibiotika dapat dinilai dari perbaikan tanda-tanda infeksi setelah 48-
72 jam, misalnya: demam menurun (36,5-37oC), jumlah leukosit mendekati nilai
normal (5000-10.000x109/L); sedangkan efek samping antibiotika, misalnya:
diare, mual (Kemenkes RI, 2011).

2.8 VISITE TIM

Visite tim merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh dokter, perawat,
apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya untuk melihat perkembangan yang terjadi
kepada pasien. apoteker dalam visite tim berperan dengan terkaitnya pengobatan
pasien.

Berdasarkan Pedoman visite (2011), ada beberapa hal yang perlu dilakukan dan
diperhatikan dalam melakukan visite tim yaitu :

a. Memperkenalkan diri kepada pasien dan atau tim


Dalam melakaukan kegiatan visite tim dengan tenaga kesehatan lainnya, sebagai
apoteker kita perlu memperkenalkan diri agar dikenal dan ketua tim visite akan
memperkenalkan tim kepada pasien atau keluarga pasien.

b. Mengikuti dengan seksama presentasi kasus yang disampaikan


Ketika dokter memaparkan hasil perkembangan dari kondisi klinis pasien maka
apoteker memanfaatkan hal tersebut untuk memperbaharui dan mengkaji apakah
terdapat masalah baru atau tidak pada pasien sehingga dapat memberikan terapi
yang tepat.

c. Memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan dengan masalah terkait


penggunaan obat
Sebelum memberikan rekomendasi, apoteker perlu berdiskusi dengan anggota tim
secara aktif untuk saling mengklarifikasi, menginformasi, dan melengkapi
informasi penggunaan obat. Rekomendasi yang diberikan harus berdasarkan
informasi dari pasien, pengalaman klinis (kepakaran) dokter dan bukti terbaik yang
dapat diperoleh. Rekomendasi tersebut merupakan kesepakatan penggunaan obat
yang terbaik agar diperoleh hasil terapi yang optimal. Pemberian rekomendasi
kepada dokter yang merawat dikomunikasikan secara efektif, misalnya: saran
tertentu yang bersifat sensitif (dapat menimbulkan kesalahpahaman) diberikan
secara pribadi (tidak di depan pasien/perawat).

d. Melakukan pemantauan implementasi rekomendasi


Setelah rekomendasi disetujui, maka apoteker harus memantau pelakasanaan
rekomendasi perubahan terapi pada rekam medik dan catatan pemberian obat. Jika
rekomendasi belum dilaksanakan maka apoteker harus menelusuri penyebabnya dan
mengupayakan penyelesaian masalah.

e. Melakukan pemantauan efektivitas dan kemanan terkait penggunaan obat


Pemantauan dilakukan berupa keluhan pasien, manifestasi klinis, dan hasil
pemeriksaan penunjang. Pemantauan dapat dilakukan dengan menggunakan metode
SOAP.

f. Dokumentasi praktik visite


Dokumentasi merupakan hal yang harus dilakukan dalam setiap kegiatan
pelayanan kefarmasian dokumentasi praktik visite yang meliputi informasi
penggunaan obat, perubahan terapi, catatan kajian penggunaan obat (masalah
terkait penggunaan obat, rekomendasi, hasil diskusi dengan dokter yang merawat,
implementasi, hasil terapi).

Tujuan dokumentasi kegiatan visite pasien adalah:

a. Menjamin akuntabilitas dan kredibilitas

b. Bahan evaluasi dan perbaikan mutu kegiatan

c. Bahan pendidikan dan penelitian kegiatan

Dokumentasi dilakukan pada lembar kerja praktik visite dan lembar kajian
penggunaan obat (lihat contoh pada lampiran). Penyimpanan dokumentasi kegiatan
visite dapat disusun berdasarkan nama pasien dan tanggal lahir, serta nomor rekam
medik agar mudah ditelusuri kembali. Hal yang harus diperhatikan oleh apoteker
adalah bahwa dokumen bersifat rahasia, oleh karena itu harus dikelola dengan baik
sehingga terjaga kerahasiaannya.

Dalam pelaksanaan visite tim terdapat kelebihan dan kekurangn, diantaranya :

a. Kelebihan visite tim

· Dapat memperoleh informasi terkini yang komprehensifͲSebagai fasilitas


pembelajara.

· Dapat langsung mengkomunikasikan rekomendasi mengenai masalah terkait


obat

b. Kekurangan visite tim

· Waktu pelaksanaan visite terbatas sehingga diskusi dan penyampaian i


nformasinya kurang lengkap.
· Beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum pelaksanaan. Melakukan
persiapan:

o Melakukan seleksi pasien berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan


o Mengumpulkan informasi penggunaan obat dari catatan penggunaan obat,
monitoring pengobatan dan wawancara dengan pasien/keluarga
o Mengumpulkan data berupa keluhan pasien, hasil pemeriksaan fisik,
laboratorium, diagnostik, penilaian dokter melalui rekam medik atau
o Catatan pengobatan di ruang rawat
o Mengkaji penggunaan obat meliputi ketepatan indikasi, dosis, rute,
interaksi, efek samping obat dan biaya

2.9 DOKUMENTASI KEGIATAN VISITE

Pendokumentasian merupakan hal yang harus dilakukan dalam setiap kegiatan


pelayanan farmasi. Pendokumentasian adalah kegiatan merekam praktik visite yang
meliputi: informasi penggunaan obat, perubahan terapi, catatan kajian penggunaan
obat (masalah terkait penggunaan obat, rekomendasi, hasil diskusi dengan dokter
yang merawat, implementasi, hasil terapi). Tujuan pendokumentasian kegiatan visite
pasien adalah:

a. Menjamin akuntabilitas dan kredibilitas


b. Bahan evaluasi dan perbaikan mutu kegiatan

c. Bahan pendidikan dan penelitian kegiatan

Pendokumentasian dilakukan pada lembar kerja praktik visite dan lembar


kajian penggunaan obat (lihat contoh pada lampiran). Penyimpanan dokumentasi
kegiatan visite dapat disusun berdasarkan nama pasien dan tanggal lahir, serta nomor
rekam medik agar mudah ditelusuri kembali. Hal yang harus diperhatikan oleh
apoteker adalah bahwa dokumen bersifat rahasia, oleh karena itu harus dikelola
dengan baik sehingga terjaga kerahasiaannya.

2.10 EVALUASI PRAKTIK VISITE

Evaluasi merupakan proses penjaminan kualitas pelayanan dalam hal ini


praktik visite apoteker ruang rawat berdasarkan indikator yang ditetapkan. Indikator
dapat dikembangkan sesuai dengan program mutu rumah sakit masing-masing. Secara
garis besar evaluasi dapat dilakukan pada tahap input, proses maupun output. Lingkup
materi evaluasi terhadap kinerja apoteker antara lain dalam hal:

1. Pengkajian rencana pengobatan pasien


2. Pengkajian dokumentasi pemberian obat
3. Frekuensi diskusi masalah klinis terkait pasien termasuk rencana apoteker
untuk mengatasi masalah tersebut
4. Rekomendasi apoteker dalam perubahan rejimen obat (clinical pharmacy
intervention)

Materi lingkup di atas dapat dibuat dalam bentuk indikator kinerja seperti contoh
di bawah ini :

Indikator Kunci Kinerja visite apoteker (key performance indicator)


BAB 3

PENUTUP

KESIMPULAN

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan
tenaga kesehatan lainnya dengan tujuan memaksimalkan ketepatan pemilihan obat, menilai
rasionalitas obat, penyakit yang di derita oleh pasien, menilai kemajuan pasien dan bekerja
sama dengan tenaga kesehatan lain.

Sebelum memulai praktik visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu membekali
diri dengan berbagai pengetahuan. Seorang apoteker minimal menguasai farmakokinetika,
farmakologi, farmakoterapi, farmakoekonomi, dan farmakoepidemiologi pengobatan. Selain
itu diperlukan kemampuan interpretasi data laboratorium dan data penunjang diagnostik lain.
Saat menentukan rencana visite, perlu dipertimbangkan kelebihan dan kekurangan visite
dengan tim atau visite mandiri.

Evaluasi kinerja apoteker dalam visite yaitu Pengkajian rencana pengobatan pasien,
Pengkajian dokumentasi pemberian obat, Frekuensi diskusi masalah klinis terkait pasien
termasuk rencana apoteker untuk mengatasi masalah tersebut, Rekomendasi apoteker dalam
perubahan rejimen obat (clinical pharmacy intervention)
DAFTAR PUSTAKA

Djamaluddin, F., Amir., dan Muttaqin. 2019. Kepatuhan Layanan Farmasi Klinik di Rumah
Sakit di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Jurnal Administrasi Negara. 25. 3.

Kemenkes RI. (2019). Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesma.


Kementerian Republik Indonesia. Jakarta.

Kemenkes RI. (2011). Pedoman Visite. Kementerian Republik Indonesia. Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit. Menkes RI, Jakarta.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit. Menkes RI, Jakarta

Stephens, Martin. 2011. Hospital Pharmacy. London : Pharmaceutical Press

WHO. 2012. Management Of Patient Information. WHO Library Cataloguing-in-Publication


Data

Anda mungkin juga menyukai