GELOMBANG I
(PERIODE 30 AGUSTUS – 28 SEPTEMBER 2021)
OLEH :
ARINI ZHALSABILLAH
N014202056
OLEH :
MENYETUJUI,
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt. Veronica M. Dampung, S.Si., M.Kes Apt.
NIP. 19580014 198601 2 001 Letkol Ckm (K) NRP.
11010028950975
MENGETAHUI :
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt. Veronica M. Dampung, S.Si., M.Kes Apt.
NIP. 19580014 198601 2 001 Letkol Ckm (K) NRP.
11010028950975
KATA PENGANTAR
Arini Zhalsabillah
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR.......................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................v
DAFTAR TABEL.............................................................................................vii
DAFTAR SINGKATAN.................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................2
II.1. Infeksi Virus Sars-Cov19.....................................................................5
II.1.1 Definisi.......................................................................................5
II.1.2 Patofisiologi................................................................................9
II.1.3 Manajemen Terapi......................................................................8
II.2 Diabetes Militus....................................................................................9
II.2.1 Definisi.......................................................................................9
II.2.2 Etiologi dan Patofisiologi...........................................................9
II.2.3 Penatalaksanaan........................................................................11
BAB III STUDI KASUS....................................................................................13
III.1 Profil Pasien.................................................................................13
III.2 Profil Penyakit.............................................................................13
III.3 Data Klinik...................................................................................14
III.4 Data Laboratorium.......................................................................15
III.5 Profil Pengobatan.........................................................................17
III.6 Analisis Rasionalitas....................................................................18
III.7 Assesment and Plan.....................................................................19
III.8 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi...........................................22
III.9 Uraian Obat .................................................................................23
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................32
BAB V PENUTUP.............................................................................................36
V.1 Kesimpulan...................................................................................36
V.2 Saran..............................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................37
DAFTAR TABEL
µg : mikrogram
ADO : Andidiabetik oral
CrCl : Kreatinin Klirens
g : gram
GDM : Diabetes Mellitus Gestasional
GLP-1 : Glucagon Like Peptide 1
IM : Intramuskulas
IR : Irasional
IV : Intravena
kg : Kilogram
mg : miligram
mL : mililiter
PCR : Polymerase Chain Reaction
R : Rasional
Tpm : tetes per menit
LMWH : Low Molecular Weight Heparin
BAB I
PENDAHULUAN
Di Indonesia kasus pertama dilaporkan pada Maret 2020 dengan 2 kasus. Kemudian
terjadi peningkatan yang cukup tinggi dengan 1.528 kasus dan 136 kasus kematian dengan
persentase 8,9%(Susilo et al., 2020). Berdasarkan laporan Kemenkes RI, pada tanggal 30 Agustus
2020 tercatat 172.053 kasus konfirmasi dengan angka kematian 7343 (CFR 4,3%). DKI Jakarta
memiliki kasus terkonfirmasi kumulatif terbanyak, yaitu 39.037 kasus. Daerah dengan kasus
kumulatif tersedikit yaitu Nusa Tenggara Timur dengan 177 kasus (Nur Indah Fitriani, 2020). Pada
September 2021 Pemerintah Republik Indonesia telah melaporkan 4.211.460 orang terkonfirmasi
positif COVID-19, 141.709 kematian dan 4.031.099 pasien telah pulih dari penyakit ini
(https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus, n.d.).
II.1.2 Patofisiologi
Pada manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada saluran napas yang melapisi
alveoli. SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-reseptor dan membuat jalan masuk ke dalam sel.
Glikoprotein yang terdapat pada envelope spike virus akan berikatan dengan reseptor selular berupa
ACE2 pada SARS-CoV-2. Di dalam sel, SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik dan
mensintesis protein-protein yang dibutuhkan, kemudian membentuk virion baru yang muncul di
permukaan sel (Susilo et al., 2020)
Pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan
ke sitoplasma sel dan ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom
virus akan mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru terbentuk masuk ke
dalam membran retikulum endoplasma atau Golgi sel. Terjadi pembentukan nukleokapsid yang tersusun
dari genom RNA dan protein nukleokapsid, Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung partikel
virus akan bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan komponen virus yang
barukemudian antigen virus akan dipresentasikan ke antigen presentation cells (APC).
Presentasi antigen virus terutama bergantung pada molekul major histocompatibility complex
(MHC) (Susilo et al., 2020)
Receptor Binding Domai atau RBD adalah domain peptida fundamental dalam
patogenesis infeksi yang berkaitan dengan reseptor Angiotensin-Converting Enzyme 2 (ACE2)
pada manusia. RBD spike memungkinkan pengikatan reseptor ACE2 di paru-paru dan jaringan
lain. Adanya RBD dalam protein asam amino memungkinkan pemrosesan fungsional yang sama
oleh enzim furin (protease) manusia, sehingga terjadi pemaparan sekuens fusi virus dan
membran sel, yang merupakan jalur yang diperlukan virus untuk memasuki sel (Marco, 2020).
II.1.3 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klinis dilakukan pada pasien COVID-19 sesuai dengan derajat kondisi
pasien (Lukito, 2020)
a. Tanpa gejala
- Tablet Vitamin C non-acidic/6-8 jam oral (untuk 14 hari). Tablet isap vitamin C 500
mg/12 jam oral (selama 30 hari). Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24
jam (selama 30 hari). Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C, B, E, Zink
b. Gejala Ringan/ Tidak Berkomplikasi/ Pneumonia Ringan
- Vitamin C (14 hari)
- Klorokuin Fosfat 500 mg/12 jam PO (5 hari) ATAU Hidroklorokuin (sediaan yg ada 200
mg) 400 mg/24 jam PO (5 hari)
- Azithromycin 500 mg/24 jam PO (5 hari) dengan alternatif Levofloksasin 750 mg/24 jam
(5 hari)
- Antivirus (bila perlu) yaitu Oseltamivir 75 mg/12 jam PO ATAU Favipiravir 600 mg/12
jam PO (5 hari) Pengobatan simtomatis, mis: parasetamol bila demam
c. Gejala Sedang
- Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 mL NaCl 0,9% IV drip habis dalam 1 jam
- Klorokuin Fosfat 500 mg/12 jam PO (5-7 hari) ATAU Hidroklorokuin (sediaan yg ada
200 mg) hari pertama 400 mg/12 jam PO, selanjutnya 400 mg/24 jam PO (5-7 hari)
- Azithromycin 500 mg/24 jam PO/IV (5-7 hari) dengan alternatif Levofloksasin 750 mg/24
jam PO/IV (5-7 hari)
- Antivirus: Oseltamivir 75 mg/12 jam PO ATAU Favipiravir loading dose 1600 mg/12 jam
PO hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
- Pengobatan simtomatis
d. Gejala Berat/Pneumonia Berat
- Vitamin C 200 – 400 mg/8 jam dalam 100 mL NaCl 0,9% IV drip habis dalam 1 jam
- Klorokuin Fosfat 500 mg/12 jam PO (hari ke 1-3) dilanjutkan 250 mg/12 jam PO (hari ke
4-10) ATAU Hidroklorokuin 400 mg /24 jam PO (5 hari), cek EKG/3 hari
- Azithromycin 500 mg/24 jam (5 hari) atau Levofloksasin 750 mg/24 jam IV (5 hari)
- Bila ada sepsis yang diduga kuat karena ko-infeksi bakteri, pemilihan antibiotik
disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi, faktor risiko, hasil kultur pasien.
- Antivirus: Oseltamivir 75 mg/12 jam PO ATAU Favipiravir loading dose 1600 mg/12 jam
PO hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5)
- Vitamin B1 1 ampul (100 mg/mL)/24 jam IV
- Hidrokortison 100 mg/24 jam IV (3 hari pertama)
- Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada dan Obat suportif lain
II.2.2 Patofisiologi
a. Diabetes Militus Tipe I
Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β
pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Destruksi autoimun dari sel-sel β
pulau Langerhans kelenjar pancreas langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin.
Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe
1. Selain defisiensi insulin, fungsi sel-sel α kelenjar pankreas pada penderita DM Tipe 1 juga
menjadi tidak normal. Pada penderita DM Tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan
oleh sel-sel α pulau Langerhans. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu
manifestasi dari keadaan ini adalah epatnya penderita DM Tipe 1 mengalami ketoasidosis
diabetik apabila tidak mendapat terapi insulin (Dipiro, 2020).
b. Diabetes melitus tipe 2
Penderita DM Tipe 2, terutama yang berada pada tahap awal, dapat dideteksi jumlah
insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal
patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-
sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Disamping
resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan
produksi glukosa hepatik yang berlebihan (Dipiro, 2020).
c. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa
saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandung. Akibat
buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi
ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah
menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa depan.
Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut (Dipiro, 2020).
II.2.3 Penatalaksanaan
Terapi DM bertujuan untuk mencegah atau menunda perkembangan komplikasi mikro dan
makrovaskular jangka panjang termasuk retinopati, neuropati, dan penyakit ginjal diabetes.
Tujuan tambahan terapi adalah untuk meredakan gejala hiperglikemia, meminimalkan efek
hipoglikemia dan efek samping lainnya, meminimalkan beban pengobatan dan menjaga kualitas
hidup (Dipiro,2020).
a. Insulin
Insulin merupakan pengobatan yang umumnya digunkan pada diabetes melitus tipe 1 dan
beberapa kasus pada diabetes melitus 2, yang dapat diberikan melalui rute intramuscular
b. Sulfonilurea
Sulfonilurea menstimulasi pelepasan insulin dengan mengikat ke lokasi spesifik pada sel
β K+ATP channel complex (SUR) dan menghambat aktivitasny, menyebabkan depolarisasi
membran sel menyebabkan sekresi insulin. Pemberian sulfonilurea akut pada pasien dengan
diabetes tipe 2 meningkatkan pelepasan insulin dari pankreas (Laurence et al, 2018).
c. Biguanides
Metformin mempengaruhi secara spesifik respirasi mitokondria sehingga mengurangi
ATP intraseluler dan meningkatkan AMP, yang mengarah pada stimulasi oksidasi asam
lemak hati, penyerapan glukosa, dan metabolisme glukosa nonoksidatif serta pengurangan
lipogenesis dan glukoneogenesis. Mekanisme lain, yaitu menumpulkan efek glukagon,
menghambat konversi laktat dan gliserol menjadi glukosa. Sebagian besar efek farmakologis
dari metformin dimediasi di hati dengan sedikit efek pada metabolisme glukosa atau
sensitivitas insulin pada otot rangka (Laurence et al, 2018).
d. Thiazolidinediones
Aktivitas PPARγ meningkatkan penyerapan asam lemak yang bersirkulasi ke dalam sel
lemak dan pergeseran simpanan lemak dari tempat ekstra-adiposa ke jaringan adiposa.
Respon seluler terhadap aktivasi PPARγ adalah peningkatan sensitivitas jaringan terhadap
insulin. Pioglitazone dan rosiglitazone adalah sensitizer insulin dan meningkatkan
penyerapan glukosa yang dimediasi insulin sebesar 30% -50% pada pasien dengan DM tipe
II (Laurence et al, 2018).
e. Alpha Glucosidase Inhibitors
Inhibitor α-Glukosidase mengurangi penyerapan glukosa dengan menghambat aksi α-
glukosidase pada usus. Obat-obatan ini juga meningkatkan pelepasan hormon glukoregulasi
GLP-1 ke dalam sirkulasi, yang dapat berkontribusi terhadap efek penurun glukosa mereka
(Laurence et al, 2018).
BAB III
STUDI KASUS
III.1 Profil Pasien
Nama : Tn. JU
Umur : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 85 kg
Tinggi Badan : 170 cm
IMT : 29,41 kg/m2
Alamat :
Cara Bayar :
No. Rekam Medik : 69 33 XX
Masuk Rumah Sakit : 31 Agustus 2021
Keluar Rumah Sakit : 15 September 2021
Hasil Pengamatan
Vital Sign Normal
8/31 9/1 9/2 9/3 9/4 9/5 9/6 9/7 9/8 9/9 9/10
134/7 167/10 159/9 141/9
150/90 139/90 130/90 153/95 154/98 120/85 120/70
BP(mmHg) 120/80 8 6 3 6
HR(x/mnt) 60-100 80 96 90 110 72 92 81 82 84 100 79
RR (x/mnt) 14-20 26 20 24 26 25 26 27 26 26 24 19
0
Suhu ( C) 36,5-37,5 37 36,5 37,3 37,5 36 36,9 36,5 36,5 36,5 36 36,5
SpO2
Hasil Pengamatan
Vital Sign Normal
9/11 9/12 9/13 9/14 9/15 9/16 9/17 9/18 9/19 9/20 9/21
BP(mmHg) 120/80 135/90 120/70 130/80 130/90
HR(x/mnt) 60-100 70 76 80 80
RR (x/mnt) 14-20 20 26 20 20
Suhu (0C) 36,5-37,5 36,5 36,5 36 36,5
SpO2
III.4 Tanda-tanda Klinis
Hasil Pengamatan
Vital Sign 10/ 11/9 12/9 13/ 14/9
8/31 1/9 2/9 3/9 4/9 5/9 6/9 7/9 8/9 9/9
9 9
Demam - - - - - - - - - - - - - - -
Flu + - - - - -
Batuk + + + + + + + + + + + + + + +
Sesak + + + + + + + + + + + + + + +
Nyeri Menelan + + + + + + + + + - - - - - -
Lemah + + + + + + + + +
GCS 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
EWS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Vas 4 1 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1 1
Nilai Satua
Hasil Pengamatan
Pemeriksa Rujukan n
n 10/ 11/ 12/ 13/ 14/
8/31 1/9 2/9 3/9 4/9 5/9 6/9 7/9 8/9 9/9
9 9 9 9 9
HOMOSTATIS
PT 12,8 10,4-14,4 Detik
INR 1,02
APTT 18,7 26,4-37,6 Detik
0,28
D-Dimer# 0,16 µg/ml
Nilai
Hasil Pengamatan Satuan
Pemeriksan Rujukan
31/8 1/9 2/9 3/9 4/9 5/9 6/9 7/9 8/9 9/9 10/9
KIMIA
SGOT 37 - - - - - - - - - -
SGPT 61 - - - - - - - - -
Kreatinin 1,21 0,6-1,2 mg/dl
Ureum 55 66 10,0-50,0 mg/dl
HbA1C 12,3
GDP 410 270 288 211 134 136 237 345 70,0-110 mg/dl
GD2PP 349 341 202 275 169 97 115 194 342 <200 mg/dl
Glukosa
411 <200 mg/dl
Sewaktu
Asam Urat 9 3,70-7,0 %
Kolesterol
175
Total <200 mg/dl
Trigliserida 238 <150 mg/dl
LDL 115 <100 mg/dl
HDL 36 >40 mg/dl
3,2
Albumin
Na 127 130,4 136,2 136-145 mmol/L
K 4,44 4,43 3,84 3,5-5,1 mmol/L
Cl 130,0 108,9 113,4 98-106 mmol/L
CRP
109,0 <5 mg/L
Nilai
Hasil Pengamatan Satuan
Pemeriksan Rujukan
31/8 1/9 2/9 3/9 4/9 5/9 6/9 7/9 8/9 9/9 10/9
HEMATOLOGI
7,3
7,146
pH 95 7,35-7,45
31,
32,6
pCO2 3 35-45 mmHg
pO2 82 81 80-105 mmHg
19, mmol/
21,1
HCO3 1 22-26 L
mmol/
20 22
TCO3 23-27 L
BE -6 -4 (-2)-(+3)
%SO2 96 96 94-100 %
0,7 mmol/
1,54
Laktat 5 0,36-1,25 L
Problem
Subjek Objek Terapi DRPs Assessment Plan Monitoring
Medik
Covid-19 + Batuk, Swab Avigan Tidak tepat Dosis yang diberikan Disarankan Avigan diberikan pada Kondisi
ARDS flu, sesak, PCR (+), dosis pada hari ke -1 kurang hari ke-1 1600 mg/PO/12 jam dan pasien
nyeri D-dimer#, (under dose) hari selanjutnya 2x600
menelan, Ferritin mg/PO/12jam selama 2-5 hari atau
lemah CRP sampai hari ke-10
Vas : 4 (Kepmenkes,2021. Tata Laksana
Covid-19)
2. Bisoprolol
a. Indikasi
Antihipertensi dan penyakit kardovaskular lainnya
b. Dosis
- Hipertensi : 2,5-5 mg PO setiap hari; dapat meningkat menjadi 10 mg dan jika perlu
menjadi 20 mg PO qDay
- Gagal jantung : 1,25 mg PO qHari; tingkatkan secara bertahap jika perlu tidak
melebihi 10 mg/hari
- Gangguan ginjal : >40 mL/menit: Penyesuaian dosis tidak diperlukan <40 mL/menit:
2,5 mg/hari pada awalnya; titrasi perlahan dan pantau
c. Kontra Indikasi
Sinus bradikardia, blok jantung 2°/3°, syok kardiogenik, gagal jantung nyata,
hipersensitivitas, sindrom sinus sakit tanpa alat pacu jantung permanen
d. Perhatian
e. Hipotensi simtomatik mungkin terjadi, terutama dengan stenosis aorta berat.
Memburuknya angina dan infark miokard akut (MI) dapat berkembang setelah dosis
dimulai atau ditingkatkan, terutama dengan CAD obstruktif berat.
f. Hipotensi simtomatik mungkin terjadi, terutama dengan stenosis aorta berat.
Memburuknya angina dan infark miokard akut (MI) dapat berkembang setelah dosis
dimulai atau ditingkatkan, terutama dengan CAD obstruktif berat.
g. Efek samping
Pusing (10%), Insomnia (8% -10%), Bradiaritmia (9%), Infeksi saluran pernapasan atas
(5%), Diare (4%), Rinitis (4%), Artralgia (3%), Batuk (3%), Dispnea (2%), Mual (2%),
Faringitis (2%), Sinusitis (2%), Muntah (2%)
3. Lisinopril
a. Indikasi
Antihipertensi
b. Dosis
- Infark Miokard Akut : 5 mg PO dalam 24 jam setelah timbulnya gejala MI akut,
kemudian 5 mg setelah 24 jam, 10 mg setelah 48 jam, dan 10 mg setiap hari selama
6 minggu. Jika pasien memiliki tekanan darah sistolik rendah (yaitu, 120 mm Hg)
saat pengobatan dimulai atau selama 3 hari pertama, berikan dosis 2,5 mg yang
lebih rendah. Jika terjadi hipotensi (TD sistolik 100 mm Hg), dosis pemeliharaan
harian 5 mg dapat diberikan, dengan pengurangan sementara menjadi 2,5 mg jika
diperlukan. Hentikan dengan hipotensi berkepanjangan (yaitu, sistolik BP <90 mm
Hg selama> 1 jam.
- Hipertensi tanpa komplikasi : Tidak menggunakan diuretik: 10 mg PO qDay
awalnya; kisaran biasa adalah 20-40 mg/hari sebagai dosis harian tunggal.
Pertimbangan dosis Hentikan diuretik selama 2-3 hari sebelum memulai lisinopril
untuk mengurangi kemungkinan hipotensi; dapat melanjutkan diuretik jika tekanan
darah tidak terkontrol; Jika diuretik tidak dapat dihentikan, dosis awal lisinopril 5
mg harus digunakan di bawah pengawasan selama minimal 2 jam dan sampai
tekanan darah stabil setidaknya selama 1 jam.
- Nefropati Diabetik (Off-label) : Awal: 5 mg PO qDay (dengan diuretik). Dapat
secara bertahap meningkatkan dosis sesuai dengan respons tekanan darah; kisaran
dosis adalah 20-40 mg / hari. Pertimbangan dosis Pengobatan jangka panjang
dengan ACE inhibitor, biasanya dikombinasikan dengan diuretik, mengurangi
tekanan darah dan albuminuria dan melindungi fungsi ginjal pada pasien dengan
hipertensi, diabetes mellitus, dan nefropati.
- Gagal jantung : Terapi tambahan dengan diuretik dan (biasanya) digitalis 5 mg PO
qDay awalnya; meningkat 10 mg tidak lebih sering dari interval 2 minggu menjadi
20-40 mg PO qDay. Pasien dengan hipnatremia (<130 mEq/L natrium serum): 2,5
mg PO qDay awalnya; meningkat 10 mg tidak lebih sering dari interval 2 minggu
menjadi 20-40 mg PO qDay. dosis efektif yang biasa: 5-40 mg PO qDay
(Zestril); 5-20 mg PO qDay (Prinivil).
- Gangguan ginjal :
Infark miokard akut: Hati-hati pada disfungsi ginjal (kreatinin serum >2
mg/dL)
Hipertensi dan CrCl >30 mL/menit: 10 mg PO qDay awalnya; tidak melebihi
40 mg/hari
Hipertensi dan CrCl 10-30 mL/mnt: 5 mg PO qDay awalnya; tidak melebihi
40 mg/hari
Hipertensi dan CrCl <10 mL/menit atau hemodialisis: 2,5 mg PO qDay
awalnya; tidak melebihi 40 mg/hari
Gagal jantung dan CrCl <30 mL/menit: 2,5 mg PO qDay awalnya; tidak
melebihi 40 mg/hari
c. Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap lisinopril/penghambat ACE lainnya. Riwayat angioedema
yang diinduksi ACE inhibitor, angioedema herediter atau idiopatik. Pemberian
bersama inhibitor neprilysin (misalnya, sacubitril). Pemberian bersama dengan
aliskiren pada pasien dengan diabetes mellitus atau dengan gangguan ginjal (yaitu,
GFR <60 mL/min/1.73m²
d. Perhatian
Hindari pada ibu hamil, Reaksi anafilaktoid
e. Efek samping
Pusing (19%), Hipotensi (11%), Batuk (3,5-69%), Kreatinin meningkat (10%),
Sinkop (7%), Hiperkalemia (4,8-6%), Hipotensi (4,4%), Diare (3,7%), Nyeri dada
(3,4%), Sakit perut (2,2%), Ruam (1,7%), Infeksi (1,5%)
4. Furosemid
a. Indikasi
Untuk edema dengan gagal jantung kongestif dan penyakit hati atau ginjal. Dapat
digunakan tunggal atau kombinasi dengan obat hipertensi lainnya
b. Dosis
- Edema yang terkait dengan gagal jantung kongestif (CHF), sirosis hati, dan
penyakit ginjal, termasuk sindrom nefrotik : 20-80 mg PO sekali sehari; dapat
ditingkatkan 20-40 mg setiap 6-8 jam; tidak melebihi 600 mg/hari. Alternatif: 20-
40 mg IV/IM sekali; dapat ditingkatkan 20 mg setiap 2 jam; dosis individu tidak
melebihi 200 mg/dosis.
- Hipertensi : 20-80 mg PO dibagi q12hr
- Edema Paru Akut/Krisis Hipertensi/Peningkatan Tekanan Intrakranial : 0,5-1
mg/kg (atau 40 mg) IV selama 1-2 menit; dapat ditingkatkan hingga 80 mg jika
tidak ada respons yang memadai dalam 1 jam; tidak melebihi 160-200 mg/dosis
- Hiperkalemia pada Bantuan Hidup Jantung Lanjut (ACLS) : 40-80 mg IV
- Hipermagnesemia pada ACLS : 20-40 mg IV setiap 3-4 jam PRN
c. Kontraindikasi
Hipersensitivitas yang terdokumentasi terhadap furosemide atau sulfonamid Anuria
d. Perhatian
Gunakan hati-hati pada lupus eritematosus sistemik, penyakit hati, gangguan ginjal.
Risiko ketidakseimbangan cairan atau elektrolit (termasuk menyebabkan
hiperglikemia, hiperurisemia, asam urat), hipotensi, alkalosis metabolik, hiponatremia
berat, hipokalemia berat, koma dan prekoma hepatik, hipovolemia (dengan atau tanpa
hipotensi)
e. Efek samping
Hiperurisemia (40%), Hipokalemia (14-60%), Nekrolisis epidermal toksik, Sindrom
Stevens-Johnson, eritema multiforme, ruam obat dengan eosinofilia dan gejala
sistemik, pustulosis eksantema generalisata akut, dermatitis eksfoliatif, purpura
pemfigoid bulosa, pruritus
5. Ranitidin
a. Indikasi
Tukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis, dispepsia episodik kronis,
tukak akibat AINS, tukak duodenum karena H.pylori, sindrom Zollinger-Ellison,
kondisi lain dimana pengurangan asam lambung akan bermanfaat.
b. Dosis
Oral, untuk tukak peptik ringan dan tukak duodenum 150 mg 2 kali sehari atau 300
mg pada malam hari selama 4-8 minggu, sampai 6 minggu pada dispepsia episodik
kronis, dan sampai 8 minggu pada tukak akibat AINS (pada tukak duodenum 300 mg
dapat diberikan dua kali sehari selama 4 minggu untuk mencapai laju penyembuhan
yang lebih tinggi); ANAK: (tukak lambung) 2-4 mg/kg bb 2 kali sehari, maksimal
300 mg sehari. Tukak duodenum karena H. pylori, lihat regimen dosis eradikasi.
Untuk Gastroesophageal Reflux Disease (GERD), 150 mg 2 kali sehari atau 300 mg
sebelum tidur malam selama sampai 8 minggu, atau bila perlu sampai 12 minggu
(sedang sampai berat, 600 mg sehari dalam 2-4 dosis terbagi selama 12 minggu);
pengobatan jangka panjang GERD, 150 mg 2 kali sehari. Sindrom Zollinger-Ellison
(lihat juga keterangan di atas), 150 mg 3 kali sehari; dosis sampai 6 g sehari dalam
dosis terbagi. 27
c. Kontra Indikasi
hipersensitif terhadap ranitidine
d. Perhatian
Hindarkan pada porfiria
e. Efek Samping
Takikardi (jarang), agitasi, gangguan penglihatan, alopesia, nefritis interstisial (jarang
sekali)
6. Ringer Laktat (Shashank Singh dan Connor C. Kerndt; David Davis. 2021; PIONAS,
2015)
a. Komposisi
Larutan Ringer yang digerakkan adalah larutan steril isotonik yang mengandung :
Natrium Klorida 6 g/L
Natrium Laktat 3,1 g/L
Kalium Klorida 0,3 g/L
Kalsium Klorida 0,2 g/L
b. Indikasi
Larutan laktat Ringer, atau larutan Ringer laktat, adalah jenis cairan kristaloid
isotonik yang selanjutnya diklasifikasikan sebagai larutan seimbang atau buffer yang
digunakan untuk penggantian cairan.
c. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja ringer laktat berhubungan dengan osmolaritas plasma, memperluas
kompartemen ekstraseluler selama masa insufisiensi sirkulasi, dan mengembalikan
natrium dan klorida yang hilang sehingga cairan tetap tinggal didalam intravaskular
e. Kontraindikasi
Infus ini dikontraindikasikan pada pasien yang hipersensitif terhadap natrium laktat,
penggunaan bersamaan dengan ceftriaxone pada bayi (usia ≤ 28 hari).
f. Efek Samping
Reaksi alergi misalnya urtikaria dan pruritus lokal atau umum. Edema periorbital,
wajah, dan/atau laring. Batuk, bersin, hingga kesulitan bernapas.
g. Interaksi obat
Karena kandungan kaliumnya, Injeksi Ringer Laktat harus diberikan dengan hati-hati
pada pasien yang diobati dengan agen atau produk yang dapat menyebabkan
hiperkalemia atau meningkatkan risiko hiperkalemia, seperti diuretik hemat kalium
(amilorida, spironolakton, triamteren), dengan penghambat ACE, angiotensin II
antagonis reseptor, atau imunosupresan tacrolimus dan siklosporin.
h. Peringatan dan Perhatian
- Pasien dengan gagal jantung kongestif, hyperkalemia, insufisiensi ginjal berat dan
kondisi klinis dimana terdapat edema dengan retensi natrium atau kalium.
- Perhatian dalam alkalosis metabolik atau pernapasan.
- Penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan alkalosis metabolik.
- Administrasi IV dapat menyebabkan kelebihan cairan dan/atau zat terlarut.
- Tidak untuk digunakan dalam pengobatan asidosis laktat
- Pantau keseimbangan cairan, elektrolit, dan keseimbangan asam-basa selama
perawatan jangka panjang.
- Kehamilan.
7. Metformin
a. Indikasi
Dm tipe 2 yang tidak dapat dikelola dengan diet dan olahraga. Monoterapi dan dapt
dikombinasi dengan golongan sulfonil urea atau insulin untuk meningkatkan control
glikemik
b. Dosis
Awal : 500 mg dua kali sehari atau 850 mg sekali sehari
c. Kontaindikasi
Hipersensitivitas terhadap metformin, disfungsi ginjal (scr 21,5 mg/dL pada pria dan
21,4 mg/dL pada Wanita), asidosis metabolic akut atau kronis dengan atau tanpa
koma
d. Perhatian
e. Efek samping
Diare, mual muntah, kembung, lemah, palpitasi, sakit kepala, pusing, ruam,
menggigil, sembelit, dyspepsia
8. Glimepiride
a. Indikasi
Dm tipe 2 sebagai tambahan untuk diet dan olahraga untuk menurunkan glukosa
darah. Dapat dikombinasi dengan metformin dan insulin
b. Dosis
Dm tipe awal : 1-2 mg sekali sehari, diberikan dengan sarapan atau suapan pertama.
Dosis pemeliharaan 1-4 mg sekali sehari setelah dosis 2 mg dan ditingkatkan secara
bertahap 1-2 minggu.
Kombinasi dengan insulin. Awal : 8 mg sekali sehari dengan suapan pertama (catatan
kadar glukosa puasa >150 mg/dL).
c. Kontraindikasi
b. Mekanisme Kerja
Meningkatkan natrium plasma
d. Kontraindikasi
Natrium Klorida 3% pada pasien yang diobati dengan obat yang dapat meningkatkan
risiko retensi natrium dan cairan, seperti kortikosteroid.
e. Efek Samping
- Hiperkloremia
- Asidosis metabolik hiperkloremik
- Hipersensitivitas, termasuk hipotensi, pireksia, tremor, menggigil, urtikaria, ruam,
dan pruritus
- Reaksi tempat infus, seperti trombosis, flebitis, iritasi, eritema tempat infus,
goresan di tempat suntikan, sensasi terbakar, urtikaria tempat infus.
f. Interaksi Obat
Menggunakan natrium klorida bersama dengan litium dapat mengurangi efek litium