Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)

APOTEK
di Apotek GAMA

Kompetensi 3 :

Pelayanan Kefarmasian

Disusun Oleh :

1. Alicia Putri Andaruqmi (42023200025)


2. Daffa Firisnanda (42023200022)
3. Nadia Farhah (42023200011)
4. Nur Ikromah Maulidia (42023200016)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2023/2024

i
HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFINSI APOTEKER (PKPA)
FARMASI KOMUNITAS 1

Kudus,……………………..2023

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Preceptor

Apt. Muhamad Khudzaifi, M.Pharm. Sc Apt.Yohanes Hermawan Wijaya, S. Farm


NIDN : SIPA :

Mengetahui,

Dosen Penanggung Jawab

Dr. Apt. Endang Setyowati, M. Si


NIDN :
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


APOTEK
di Apotek GAMA

Kudus,…………………………2023

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Preceptor

Apt. Muhamad Khudzaifi, M. Pharm. Sc Apt.Yohanes Hermawan Wijaya, S. Farm


NIDN : SIPA :
Mengesahkan,

Dosen Penanggung Jawab Pimpinan Lahan PKPA

Dr. Apt. Endang Setyowati, M. Si Apt. Fransisca Dian Puspita Sari, S. Farm
NIDN : SIPA :

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker

Apt. M. Nurul Fadel, M.Farm


NIDN :

iii
DAFTAR PUSATAKA

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) APOTEK di


Apotek GAMA.......................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN...............................................................................ii
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFINSI APOTEKER (PKPA)..................ii
FARMASI KOMUNITAS 1...............................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iii
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) APOTEK di
Apotek GAMA..................................................................................................iii
DAFTAR PUSATAKA.........................................................................................iv
BAB 1....................................................................................................................1
URAIAN KEGIATAN..........................................................................................1
1.1 Skrining Resep.....................................................................................1
1.2 Dosis Obat............................................................................................2
1.3 Dispensing............................................................................................4
1.4 DRP......................................................................................................5
1.5 Konseling, Informasi dan Edukasi.......................................................7
1.6 Swamedikasi........................................................................................9
1.7 Pelayanan Informasi Obat (PIO).......................................................10
1.8 Pembuatan Copy Resep.....................................................................11
1.9 Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA)..............................................12
1.10 Pelayanan Obat Over The Counter (OTC)........................................13
1.11 Pelayanan Obat Herbal......................................................................14
BAB II.................................................................................................................15
PEMBAHASAN..................................................................................................15

iv
2.11 Skrining Resep...................................................................................15
2.5 Kalkulasi Dosis...................................................................................16
2.3 Compounding dan Dispensing...........................................................17
2.6 Analisa DRP.......................................................................................18
2.7 Konseling, Informasi dan Edukasi.....................................................19
2.6 Swamedikasi.......................................................................................20
2.8 Pelayanan Informasi Obat (PIO).......................................................21
2.8 Pembuatan Copy Resep.....................................................................22
2.9 Pelayanan OWA (Obat Wajib Apotek)..............................................23
2.10 Pelayanan OTC (Over The Counter).................................................24
2.11 Pelayanan Obat Herbal......................................................................25
BAB III................................................................................................................26
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................26
3.1 Kesimpulan........................................................................................26
3.2 Saran..................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................28
LAMPIRAN........................................................................................................29

v
BAB 1

URAIAN KEGIATAN

1.1 Skrining Resep


Resep merupakan permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, atau dokter
hewan kepada Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk
menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan bagi
pasien (Permenkes RI No. 09 tahun 2017).

Skrining resep adalah hasil evaluasi yang dilakukan dengan cara


membandingkan literature dan ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan
permenkes yang dibuat terhadap penulisan resep dokter untuk mengetahui,
menentukan dan memastikan kerasionalan resep. Terdapat 3 aspek yang perlu
diperhatikan dalam melakukan skrining resep meliputi, aspek administrasi,
farmasetik, dan klinik. Skrining resep bertujuan untuk meminimalisir medication
error dan mencegah penulisan resep yang kurang jelas dan kurang tepat.
Keuntungan skrining resep meliputi untuk meningkatkan keamanan dan
keselamatan pasien, untuk mencegah agar tidak salah dalam pembacaan resep
serta peracikan obat (Djajanti et all, 2022).
Menurut PMK No.73 Tahun 2016 kegiatan skrining resep meliputi
dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan
persyaratan klinis. Berikut adalah jenis skrining resep :
a. Persyaratan administrasi :
1. Nama pasien, umur, jenis kelamin, dan berat badan
2. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktek (SIP), alamat, nomor telepon
dan paraf
3. Tanggal penulisan resep
b. Persyaratan farmasetik
Kesesuaian farmasetik meliputi, bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, inkompatibilitas, aturan pakai, cara dan lama pemberian.
Pengkajian resep berdasarkan keseuaian farmasetik sebagai berikut:
1. Bentuk dan kekuatan sediaan
2. Stabilitas dan
3. Kompatibilitas (ketercampuran obat).
c. Persyaratan klinis :
1. Ketepatan indikasi dan dosis obat
2. Aturan, cara dan lama pengggunaan obat
3. Duplikasi dan atau polifarmasi
4. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat,
manifestasi klinis lain)
5. Kontra indikasi dan
6. Interaksi obat.

1.2 Dosis Obat


Dosis obat merupakan banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan
atau diberikan kepada pasien untuk obat dalam maupun obat luar (Syamsuni :
2006).

Ketentuan umum dalam Farmakope Indonesia edisi III tentang dosis

a. Dosis maksimum
Berlaku untuk pemakaian sekali dan sehari. Penyerahan obat dengan dosis
melebihi dosis maksimum dapat dilakukan dengan :
 Membubuhkan tanda seru dan paraf dokter penulis resep
 Diberi garis bawah nama obat tersebut, dan
 Banyak obat hendaknya ditulis dengan huruf lengkap.

2
b. Dosis lazim
Merupakan petunjuk yang tidak mengikat, tetapi digunakan
sebagai pedoman umum. Misalnya, obat CTM (4 mg per tablet)
disebutkan dosis lazimnya 6-16mg/ hari dan dosis maksimumnya
40mg/hari. Jika seseorang minum 3 kali sehari 2 tablet, dosis
maksimumnya belum dilampaui, tetapi hal ini dianggap tidak lazim,
karena dengan 3 kali sehari 1 tablet saja sudah dapat dicapai efek terapi
yang optimum.

Macam-macam dosis obat :

a. Dosis terapi adalah suatu takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa
dan dapat menyembuhkan penderita.
b. Dosis minimum adalah suatu takaran obat terkecil yang diberikan yang
masih dapat dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan resistensi pada
pasien.
c. Dosis maksimum (DM) adalah suatu takaran obat terbesar yang diberikan
yang masih dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan keracunan pada
pasien.
d. Dosis letal adalah takaran obat yang dalam keadaan biasa dapat
menyebabkan kematian pada pasien, dosis letal terbagi menjadi 2 yaitu :
 L.D 50 merupakan takaran yang dapat menyebabkan kematian pada
50% hewan percobaan.
 L.D 100 merupakan takaran yang dapat menyebabkan kematian pada
100% hewan percobaan.
e. Dosis toksik adalah suatu takaran obat yang dalam keadaan biasa dapat
menyebabkan keracunan pada pasien.

3
1.3 Dispensing
Dispensing obat menurut PMK RI No. 73 Tahun 2017 dispensing terdiri
dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah dilakukan
pengkajian resep maka perlu dilakukan sebagai hal berikut :
a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep :
 Menghitung kebutuhan obat sesuai dengan resep
 Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluarsa, dan keadaan fisik obat.
b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan
c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi :
 Warna putih untuk obat dalam/oral
 Warna biru untuk obat luar dan suntik
 Menempelkan labek kocok dahulu pada sediaan bentuk suspense atau
emulsi.
d. Memasukan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang
yang berbeda untuk menjaga suatu obat dan menghindari penggunaan
yang salah.

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut :

a. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukam pemeriksaan


kembali mengenai penulisan nama pasien pada etike, cara penggunaan
serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan
resep).
b. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
c. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
d. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait
dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus
dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyiapan obat dan lain-lain.

4
f. Penyerahan obat kepada passion hendaklah dilakukan dengan cara yang
baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya
tidak stabil.
g. Memastikan bahwa yang menerima obat aalah pasien atau keluarganya.
h. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
Apoteker (apabila diperlukan).
i. Menyimpan resep pada tempatnya.
j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan
Formulir.

Apoteker di Apotek dapat melayani obat non resep atau pelayanan


swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas
atau bebass terbatas yang sesuai.

1.4 DRP
Drug Related Problems adalah Drug Related Problem (DRP) atau masalah
terkait obat adalah bagian dari asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) yang
menggambarkan suatu keadaan dimana apoteker menilai adanya ketidaksesuaian
pengobatan sehingga efek terapi tidak tercapai. DRP dapat menyebabkan
penurunan kualitas hidup pasien, peningkatan biaya perawatan dan bahkan
meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas (Jamal et al., 2015).

Drug Related Problem (DRP) merupakan permasalahan yang sering terjadi


atau muncul dalam pengobatan pasien sehingga terapi yang di dapatkan tidak
sempurna atau kejadian-kejadian yang tidak diinginkan terkait dengan
penggunaan obat yang baik secara aktual maupun potensial dapat mempengaruhi
perkembangan pasien.

5
DRP terdiri dari DRP aktual dan DRP potensial.

 DRP aktual adalah problem yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi obat
yang sedang diberikan pada penderita.
 DRP potensial adalah problem yang diperkirakan akan terjadi yang berkaitan
dengan terapi obat yang sedang digunakan oleh penderita (Seto et al,2004).
 DRP terjadi tidak hanya dari dokter tetapi dapat terjadi karena kurangnya
pengetahuan apoteker terkait nama-nama obat, apoteker yang tidak terbiasa
membaca tulisan dokter sehingga resep tidak terbaca dengan benar dan
menyebabkan pemberian obat atau dosis obat tidak tepat.

Kategori DRP menurut ASHP (American Society of Hospital Pharmacist)

Jenis DRP Penjelasan

Indikasi yang tidak Permasalahan dapat terjadi jika pasien yang


terobati memerlukan terapi obat (indikasi untuk penggunaan
obat) tetapi tidak menerima obat untuk indikasi
tersebut. Penyebabnya bisa karena dokter tidak
mengetahui penyakitnya atau tidak mengetahui obat
yang tepat sesuai dengan penyakitnya.

Pemilihan obat yang Permasalahan dapat terjadi jika pasien dengan


tidak tepat indikasi tetapi menggunakan obat yang salah.

Dosis subterapeutik Permasalahan dapat terjadi jika pasien memiliki


masalah medis dengan terlalu sedikit obat yang
benar

Gagal menerima obat Ketidakpatuhan pasien termasuk ke dalam kategori


DRP gagal menerima obat yang dapat terjadi ketika
pasien menggunakan obat tidak sesuai dengan
aturan yang diberikan dan pasien memiliki kondisi
ekonomi yang tidak mampu sehingga pasien tidak

6
menebus obat yang telah diresepkan oleh dokter.

Overdosis Permasalahan terjadi jika pasien mendapatkan


perawatan dengan terlalu banyak menerima dosis
obat.

Reaksi obat yang Permasalahan terjadi jika pasien mendapatkan


merugikan reaksi obat yang merugikan misalnya alergi, nyeri
sendi, diare dan lain sebagainya.

Interaksi obat Permasalahan terjadi jika pasien memiliki masalah


medis yang merupakan hasil dari interaksi dari obat-
obat, obat-makanan, atau obat -interaksi uji
laboratorium.

Penggunaan obat tanpa Permasalahan terjadi jika pasien minum obat tanpa
indikasi indikasi medis yang sah

1.5 Konseling, Informasi dan Edukasi


Berdasarkan PMK No. 73 Tahun 2016 konseling merupakan proses
interaktif antara Apoteker dengan pasien atau keluarga untuk meningkatkan
pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan
perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi
pasien. Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime
question. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan
dengan metode Healt Belief Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa
pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat.
Kriteria pasien atau keluarga pasien yang perlu diberi konseling :
a. Pasien kondisi khusus (pediatric, geriatric, gangguan fungsi hati dan/ atau
ginjal, ibu hamil dan mnyusui)

7
b. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,
AIDS, epilepsy)
c. Pasien yang menggunakan Obat dengan intruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tapering down/off)
d. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, dan teofilin)
e. Pasien dengan polifarmasi: pasien menerima beberapa obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih
dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu
jenis obat.
f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah

Tahap kegiatan konseling :

a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien


b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui
Three Prime Question :
 Apa yang disampaikan dokter dengan obat anda ?
 Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat anda?
 Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah
anda menerima obat tersebut?
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien
untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat
e. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien.

Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan


pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam
konseling dengan menggunakan formulir.

8
1.6 Swamedikasi
Swamedikasi adalah bagian dari upaya masyarakat menjaga kesehatannya
sendiri dengan cara pengobatan sendiri (Rubiyanti, et al., 2021). Lebih dari 60%
anggota masyarakat melakukan swamedikasi dan 80% diantaranya
mengandalkan obat modern. Penggunaan obat yang sesuai dengan aturan dan
kondisi penderita akan mendukung upaya penggunaan obat yang tepat.
Pengobatan sendiri harus dilakukan sesuai dengan penyakit yang dialami.
Pelaksanaannya sedapat mungkin harus memenuhi kriteria pengobatan sendiri
yang sesuai dengan aturan.

Pengobatan sendiri yang sesuai dengan aturan mencakup 4 kriteria antara lain:

a. Tepat golongan obat yaitu menggunakan obat bebas dan obat bebas terbatas
b. Tepat kelas terapi obat, yaitu menggunakan obat yang termasuk dalam kelas
terapi yang sesuai dengan keluhan.
c. Tepat dosis obat yaitu, menggunakan obat dengan dosis sekali dan sehari
sesuai dengan usia dan/atau berat badan pasien
d. Tepat lama penggunaan obat, yaitu apabila berlanjut segera konsultasikan
dengan dokter.

Keuntungan dan kerugian melaksanakan Swamedikasi

a. Keuntungan melaksanakan Swamedikasi:


 Aman bila digunakan sesuai dengan aturan
 Efektif untuk menghilangkan keluhan
 Efisien biaya dan efisien waktu
 Pasien dapat ikut berperan dalam mengambil keputusan terapi dan
meringankan beban pemerintah dalam keterbatasan jumlah tenaga dan
sarana kesehatan di masyarakat.
b. Kerugian melakukan Swamedikasi:
 Efek samping yang jarang muncul namun parah
 Interaksi obat yang berbahaya

9
 Dosis yang tidak tepat dan pilihan terapi yang salah.

1.7 Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Menurut PMK No.73 Tahun 2016 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
adalah kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam pemberian informasi
mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti
terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain,
pasien atau masyarakat, informasi mengenai obat resep, obat bebas dan herbal.

Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan


metode pemberian, farmakokinaetik, farmakologi, terapeutik, dan alternative,
efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil, dan menyusui, efek samping,
interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika, atau kimia dari obat dan lain-
lain.

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:

a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan


b. Membuat dan menyebarkan bulletin/brosur/leaflet, pemberdayaan
masyarakat(penyuluhan)
c. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang
sedang praktik profesi
e. Melakukan penelitian penggunaan obat
f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah
g. Melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu


penelusuran kembali dalam waktu yang relative singkat dengan menggunakan
formulir. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan
informasi obat adalah:

a. Topik pertanyaan

10
b. Tanggal dan waktu pelayanan informasi obat diberikan
c. Metode pelayanan informasi obat (lisan, tertulis, lewat telepon)
d. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi, lain seperti riwayat
alergi, apakah pasien sedang hammily/menyusui, data laboratorium)
e. Uraian pertanyaan
f. Jawaban pertanyaan
g. Referensi
h. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker
yang memberikan Pelayanan Informasi Obat).

1.8 Pembuatan Copy Resep


Berdasarkan peraturan BPOM No. 4 Tahun 2018 salinan resep atau Copy
resep merupakan salinan yang dibuat dan ditandatangani oleh apoteker
menggunakan blanko salinan resep dan bukan berupa fotokopi dari resep asli,
salinan resep selain memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep asli,
harus memuat:

a. Nama, alamat, dan nomor surat izin sarana


b. Nama dan nomor surat izin praktek apoteker (SIPA)
c. Tanda det atau detur untuk obat yang sudah diserahkan, tanda nedet atau ne
detur untuk obat yang belum diserahkan.
d. Nomor resep dan tanggal pembuatan
e. Pernyataan PCC.
f. Paraf APA dan stempel sarana.

Copy resep:

a. Copy resep harus ditandatangani apoteker, mencantumkan nama terang dan


status yang bersangkutan. Apabila apoteker pengelola apotek berhalangan,
penandatangan atau paraf pada copy resep dapat dilakukan oleh apoteker
pendamping atau apoteker pengganti dengan mencantumkan nama terang
dan status yang bersangkutan.

11
b. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek selama 3 tahun.
c. Resep atau copy resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis
resep, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1.9 Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA)


Obat wajib apotek adalah obat keras yang biasanya diberikan oleh
apoteker kepada pasien tanpa perlu menggunakan resep apoteker kepada pasien
tanpa perlu menggunakan resep dari dokter.obat keras adalah obat-obatan yang
hanya bisa dibeli dengan resep dokter.pengecualian diberikan untuk OWA sesuai
dengan ketentuan langsung dari pemerintah.pemerintah OWA memiliki
ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan oleh apoteker.setiap ketentuan sudah
dituliskan dan diresmikan dalam keputusan menteri kesehatan.namun pemberian
OWA juga tidak serta-merta diberikan kepada pasien dari apoteker.sebuah
penelitian menemukan bahwa apoteker memberikan OWA dengan pemberian
informasi.(Permenkes,1999) Obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep
dokter harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di


bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b. Pengobatan sendiri dengan pbat dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit.
c. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan pleh tenaga kesehatan.
d. Penggunaanya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
e. Obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Dalam pemberian kepada pasien,apoteker memiliki beberapa kewajiban untuk


melayani pemberian OWA, yaitu:

12
a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam obat wajib apotek yang bersangkutan.
b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
c. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya,kontraindikasi,
efek samping,dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.

1.10 Pelayanan Obat Over The Counter (OTC)


Obat OTC (Over The Counter) merupakan jenis obat-obatan yang boleh
digunakan tanpa menggunakan resep dokter. Obat Over The Counter terbagi
menjadi dua yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas.
a. Obat bebas
Obat bebas adalah jenis obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Mulai
dari toko obat, apotek, hingga diwarung-warung. Jenis obat bebas
biasanya ditandai dengan lingkaran berwarna hijau dengan tepian garis
yang hitam, pada umumnya jenis obat ini hanya dapat digunakan untuk
mengobati gejala-gejala ringan saja.
b. Obat bebas terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termassuk obat keras
tetapi masih dapat dijual tanpa resep dokter, yang disertai tanda
peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas
adalah lingkaran biru dengan garis tepi hitam.
Daftar obat bebass terbatas, dimana masing-masing jenisnya memiliki
peringatan tersendiri dengan penjelasan sebagai berikut:
a. P1 : Awas! Obat Keras! Baca Aturan Pakainya.
b. P2 : Awas! Obat Keras! Hanya untuk Berkumur.
c. P3 :Awas! Obat Keras! Hanya untuk Bagian Luar Tubuh.
d. P4 : Awas! Obat Keras! Hanya untuk Dibakar.
e. P5 : Awas! Obat Keras! Tidak Boleh Ditelan.
f. P6 : Awas! Obat Keras! Obat Wasir, Jangan ditelan.

13
1.11 Pelayanan Obat Herbal
Obat Tradisional menurut peraturan BPOM No. 32 Tahun 2019 adalah
bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah
digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat. Obat tradisional dibagi menjadi 3 yaitu:

a. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang dibuat di Indonesia, bahan obat yang
sediaannya masih berupa simplisia sederhana seperti irisan rimpang, daun
dan akar kerinhg. Khasiat dan keamanannya terbukti setelah secara empiris
berdasarkan pengalaman turun temurun.
b. Obat Herbal Terstandar
Obat herbal terstandar merupakan produk yang mengandung bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan
bakunya telah terstandardisasi.
c. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah produk yang mengandung bahan atau ramuan bahan
yang berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik
serta bahan baku dan produk jadinya telah distandardisasi.

14
BAB II

PEMBAHASAN

2.11 Skrining Resep


Skrining resep merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari
pelayanan farmasi klinik yang dilakukan oleh apoteker untuk menganalisa
adanya masalah terkait obat dan menghindari terjadinya medication error.
Selama minggu ke 2 PKPA di Apotek Gama kami melakukan pelayanan
kefarmasian kepada pasien dengan resep. Pelayanan resep dimulai dari
penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi.
Saat resep masuk dilakukan pengkajian terlabih dahulu, pengkajian resep
sebagai berikut, pengkajian administrasi, pengkajian farmasetik, pengkajian
klinis. Jika dari pengkajian tersebut dirasa ada ketidaksesuaian atau ditemukan
DRP, maka Apoteker akan menanyakan kepada pasien atau menghubungi dokter
penulis resep untuk melakukan konfirmasi. Setelah mendapatkan kepastian
mengenai resep, kemudian petugas melakukan compounding dan dispensing
obat. Skrining resep di Apotek Gama dilakukan oleh Apoteker sehingga ini
sangat efektif dan dapat menghindari terjadinya kesalahan.

Apoteker atau asisten apoteker menerima resep

lakukan skrining resep meliputi keaslian resep, nama obat, dan


jumlah obat, dosis obat, interaksi obat, kesesuaian obat dengan
keluhan pasien.

15
minta identitas pasien meliputi nama pasien, alamat rumah
pasien, dan jika perlu nomor telfon yang bisa di hubungi.
(bersifat wajib untuk resep narkotik dan psikotropik)
Alur pelayanan Resep di Apotek Gama

2.5 Kalkulasi Dosis


Apoteker di Apotek Gama memahami pentingnya menetapkan dosis
obat dan pemberian terapi obat yang rasional guna mencapai efek terapi
maksimal. Penetapkan dosis obat yang tepat adalah kunci dalam menghindari
terjadinya overdosis atau underdose, yang bisa mengakibatkan keracunan atau
bahkan kematian dalam kasus overdosis, dan ketidakmampuan mencapai efek
terapi yang diinginkan pada kasus underdose.
Dalam menetapkan dosis obat, Apotek Gama merujuk pada rentang terapi
yang tercantum dalam literatur untuk masing-masing obat. Selain itu, terdapat
beberapa faktor farmakokinetik yang memengaruhi dosis obat dalam tubuh
meliputi sifat obat dalam tubuh seperti Absorpsi, Distribusi, Metabolisme, dan
Ekskresi (ADME), rute pemberian obat, karakteristik pasien, indikasi
penggunaan obat, mekanisme obat, dan patologi penyakit.

16
Selain itu, adapun sifat obat meliputi aspek kimia, fisika, derajat
keasaman, dan tingkat toksisitas obat. Apoteker di Apotek Gama
mempertimbangkan semua faktor farmakokinetik ini dalam menentukan dosis
obat untuk mencapai terapi obat yang optimal dan rasional. Pendekatan ini
telah diimplementasikan di Apotek Gama untuk memastikan terapi obat yang
diberikan maksimal, aman, dan rasional.

2.3 Compounding dan Dispensing


Setelah resep dipastikan bisa diterima atau tidak ditemukan DRP maka obat
segera disiapkan, permintaan khusus seperti obat racikan maka harus dibuat
sesuai dengan permintaan resep. Dihitung obat sesuai permintaan dalam resep
dan diambilkan obat dalam rak penyimpanan obat dengan memperhatikan nama
obat, tanggal kadaluarsa, dan keadaan fisik obat.
Setelah obat disiapkan, obat diberi etiket sesuai dengan aturan pakai dan
bentuk sediaan, etiket warna putih untuk sediaan oral dan etiket warna biru untuk
pemakaian luar. Sebelum diserahkan kepada pasien, obat diteliti terlebih dahulu,
meliputi penulisan etiket, jumlah obat, nama obat. Jika sudah sesuai kemudian
obat dapat diserahkan kepada pasien. Saat penyerahan obat kepada pasien wajib
melakukan validasi ketepatan data pasien. Penyerahan obat wajib memberikan
pelayanan informasi obat seperti indikasi, cara penggunaan, efek samping dan
bila perlu terapi nonfarmakologi yang dibutuhkan pasien.
Prosedur Dispensing di Apotek Gama :
a. Untuk obat sediaan puyer, kapsul dan salep, hitung terlebih dahulu jumlah
obat yang akan digunakan sesuai yang dikehendaki dari resep.
b. Untuk resep tanpa meracik, dihitung kebutuhan obat yang dikehendakai dari
resep.
c. Kemudian dihitung harga dan minta persetujuan nominal harga tersebut
kepada pasien.

17
d. Jika setuju, disiapkan obat atau bahan baku yang akan digunakan, jika tidak
setuju resep diarahkan keluar ke apotek yang lain.
e. Siapkan alat yang akan digunakan dan dibersihkan meja untuk meracik
f. Cucilah tangan terlebih dahulu, jika perlu gunakan sarung tangan dan
masker.
g. Untuk sediaan puyer dan kapsul, masukkan obat atau bahan obat untuk
dicampurkan dalam mortar lalu dihaluskan dan diaduk homogen.
h. Untuk sediaan salep. Keluarkan salep atau krim dari kemasan ke dalam
mortar, jika perlu harus diperhatikan sesuai urutan pencampuran. Lalu
dicampurkan dan diaduk homogeny.
i. Masukan dalam wadah yang telah disediakan dan beri etiket putih untuk obat
yang dikonsumsi per oral dan etiket biru untuk penggunaan luar.
j. Kemudian serahkan obat pada pasien beserta informasi obat tentang fungsi
obat, cara penggunaan, cara penyimpanan dan efek samping yang mungkin
ditimbulkan.

2.6 Analisa DRP


Drug Related Problem (DRP) merupakan suatu keadaan dimana terjadi
ketidaksesuaian dalam pencapaian terapi obat yang diberikan kepada pasien.
Apoteker memiliki tugas unuk mengidentifikasi dan menangani DRPs, sehingga
tercapai pengobatan yang rasional dan optimal. Langkah-langkah untuk
mengidentifikasi dan menangani DRPs sebagai berikut :
a. Melakukan klasifikasi ketidaksesuaian suatu resep sesuai klasifikasi DRPs
b. Menentukan penyebab DRPs
c. Meentukan tindakan intervensu yang paling tepat terhadap DRP, melakukan
penyelesaian DRP menggunakan metode SOAP (Subjek, Objek, Assesment,
dan Planning).

Apotek Gama telah melakukan analisa DRPs sangat baik, sehingga


mencapai tujuan terapi obat yang rasional dan optimal.

18
2.7 Konseling, Informasi dan Edukasi
Pada kondisi tertentu, apoteker melakukan konseling kepada pasien
guna meningkatkan pemahaman, kepatuhan dan membantu menyelesaikan
masalah yang dihadapi pasien. Kegiatan konseling memberikan informasi dan
edukasi obat kepada pasien/keluarga, terutama untuk obat yang akan digunakan
secara mandiri oleh pasien mengenai: indikasi, dosis, waktu dan cara
minum/menggunakan obat, hasil terapi yang diharapkan, cara penyimpanan
obat, efek samping obat jika diperlukan, dan hal-hal lain yang harus
diperhatikan selama penggunaan obat. Konseling juga diberikan pada obat-
obatan dengan
instruksi khusus seperti salep mata, suppositoria/enema dan tetes telinga
guna memastikan pasien mendapatkan dan memahami informasi yang tepat.
Apotek Gama melakukan dua konseling yaitu konseling pada pasien dengan
resep dan konseling pada pasien tanpa resep. Melakukan konseling wajib
memperhatikan pasien dengan kondisi khusus, pasien dengan terapi jangka
panjang atau penyakit kronis, pasien yang menggunakan obat dengan intruksi
khusus, pasien yang mengunkan obat dengan indeks terapi khusus, pasien
dengan polifarmasi, pasien dengan tingkat kepatuhan rendah, pasien yang
memiliki kontraindikasi.
Dalam proses konseling dilakukan penggalian informasi guna
memperoleh informasi sebanyak-banyaknya sehingga pasien dapat memperoleh
obat dan informasi yang tepat. Selain itu di Apotek Gama telah melakukan
dokumentasi mengenai Konseling, Informasi dan Edukasi kepada pasien guna
untuk dilaporkan kepada Dinas Kesehatan. Prosedur Konseling, Informasi dan
Edukasi (KIE) di Apotek Gama sebagai berikut :
a. KIE (konseling Informasi dan Edukasi)wajib dilakukan oleh Apoteker, berisi
tentang informasi seputar obat dan alat kesehatan.
b. Pasien yang datang dan ingin menanyakan tentang gejala gangguan di tubuh
pasien yang sedang dialami, atau menginginkan informasi indikasi obat, efek

19
samping, interaksi obat, cara kerja obat, dosis obat, cara penggunaan obat ,
cara penyimpanan obat, cara pembuangan obat, dan alat kesehatan, Apoteker
wajib membeikan informasi secara benar kepada pasien yang bersangkutan
dan melindungi pasien dari efek yang tidak diinginkan dari penggunaan yang
salah dari obat dan alat kesehatan.
c. Informasi yang diberikan kepada pasien adalah yang tidak menimbulkan
kekhaatiran pasien, pertentangan antara pemberi informasi yang lain,
timbulnya persepsi buruk kepada asal pemberi obat.
d. Jika apoteker pemberi KIE kurang memahami informasi yang dikehendaki
pasien, gunakan bantuan melalui media buku literature atau media intenet
untuk mendpatkan informasi yang benar. Jika masih belum dapat
memberikan informasi yang tepat dikarenakan alasan tertentu yang bisa
diterima oleh pasien.
e. Apoteker dapat membantu meringankan gejala pasien dengan melalukan
swamedikasi tetapi tidak diperkenankan menegakkan diagnose. Jika gejala
yang dialami pasien masih tidak ada perubahan, disarankan untuk
memeriksakan diri ke dokter.

2.6 Swamedikasi
Swamedikasi adalah suatu pengobatan sendiri yang dilakukan oleh
masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat-
obatan yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh Apoteker di
apotek. Swamedikasi dilakukan oleh apoteker guna membantu pasien untuk
memilihkan jenis obat atau terapi yang rasional.
Swamedikasi ini berkaitan dengan pelayanan Obat Wajib Apotek
melalui UPDS(Upaya Pengobatan Diri Sendiri). Apoteker di Apotek Gama
melayani swamedikasi atau pelayanan obat non resep meliputi Obat Wajib
Apotek (OWA) dan Obat Over The Counter (OTC). Obat Wajib Apotek adalah
obat keras tertentu yang dapat diserahkan apoteker kepada pasien tanpa resep

20
dokter sesuai dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah. Obat OTC adalah
obat bebas yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Kegiatan UPDS untuk pasien
dengan keluhan tertentu diawali dengan menggali informasi dari keluhan yang
dialami oleh pasien. Pada situasi ini pasien akan berkonsultasi dengan apoteker
untuk membicarakan keluhan yang dialami dan apoteker akan memilihkan obat
yang tepat, aman, dan rasional untuk keluhan tersebut. Jika keadaan pasien tidak
bisa ditangani secara swamedikasi dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut
maka pasien akan disarankan untuk melakukan pemeriksaan ke dokter, namun
jika keluhan dapat ditangani di apotek, maka dilakukan pemilihan obat yang
tepat, aman dan rasional untuk pasien.

Di Apotek Gama sudah melakukan swamedikasi baik secara langsung


maupun melalui pesan Whatsapp, dengan cara yang sama namun pasien dapat
mengirimkan pesan melalui WA berkaitan dengan keluhan, dan jika apoteker
sudah memilihkan obat dengan tepat untuk pasien maka obat dapat diambil di
apotek oleh pasien atau diantarkan ke rumah pasien. Diapotek gama
pembayaran obat dapat dilakukan dengan transfer atau cash, sehingga dapat
mempermudah pasien.

2.8 Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan informasi obat di apotek Gama dilakukan oleh apoteker saat
penyerahan obat kepada pasien, baik obat dengan resep ataupun obat tanpa
resep yang dibutuhkan oleh pasien. Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek
Gama sudah sesuai dengan peraturan Permenkes No.73 Tahun 2016 tentang
standar pelayanan kefarmasian di Apotek. Informasi obat yang diberikan
meliputi interval penggunaan untuk sediaan, rute dan metode pemberian, efek
samping, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, interaksi obat
dengan obat tertentu, harga obat, dan kontraindikasi. Selain itu apotek Gama
telah melakukan dokumentasi Pelayanan Informasi Obat kepada pasien untuk
dilaporkan kepada Dinas Kesehatan setempat.

21
Alur Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek Gama
memberikan informasi kepada pasien berdasarkan resep/kartu
pengobatan pasien/ kondisi kesehatan pasien baik lisan maupun
tertulis.

melakukan penelusuran literatur bila diperlukan, secara sistematis


untuk memberikan informasi.

menjawab pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak


bias, etis dan bijaksana, baik secara lisan maupun tertulis.

informasi yang perlu disampaikan kepada pasien : jumlah, jenis, dan kegunaan
masing-masing obat ; cara pemakaian masing-masing obat, cara menggunakan alat
kesehatan; peringatan atau efek samping obat; tatacara penyimpanan obat atau alat
kesehatan; pentingnya kepatuhan penggunaan obat

menyediakan informasi aktif (brosur, leaflet, dan lain-


lain.

mendokumentasikan setiap kegiatan pelayanan informasi obat

1.8 Pembuatan Copy Resep


Copy Resep atau salinan resep merupakan salinan resep yang ditulis oleh
Apoteker atau apotek yang diserahkan kepada pasien guna pengambilan obat
dimana isinya berdasarkan resep asli yang obatnya diambil sebagian atau
berdasarkan resep asli yang ditulis oleh dokter dengan tanda Iter atau diulang.
Salinan resep ditulis dan ditanda tangani oleh Apoteker dan berstempel Apotek.
Apotek Gama telah melakukan penulisan salinan resep sesuai peraturan, dan
ditulis oleh Apoteker pengelola apotek, atau Apoteker pendamping.

Format salinan resep Apotek Gama sebagai berikut :

a. Salinan resep terdapat ; nama dan alamat apotek; nama dan APA dan nomor
SIA; nama dan umur pasien; nama dokter penulis resep; tanggal penulisan
resep; tanggal dan nomor urut pembuatan; tanda R/ pada salinan resep; tanda

22
“det” atau “ne det” pada salinan resep; tuliskan p.c.c (pro copy conform)
menandakan bahwa salinan resep telah ditulis sesuai denganaslinya.
b. Salinan resep ditulis dan ditandatangani oleh Apoteker pengelola apotel atau
Apoteker pendamping yang telah diberikan kewenangan.
c. Salinan resep harus dirahasiakan
d. Salinan resep hanya dapat diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau
yang merawat pasien, pasien yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau
petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku.

Pelayanan salinan resep di Apotek Gama sering diberikan mengingat


banyaknya pasien dengan penyakit kronis atau membutuhkan obat dalam jangka
panjang seperti hipertensi, diabetes, dan sejenisnya. Selain itu, salinan resep juga
dapat diberikan jika terdapat satu atau beberapa obat dalam resep yang tidak
tersedia, dengan persetujuan dari pasien atau pendamping pasien yang
bersangkutan. Namun, dalam hal ini resep tidak boleh mengandung obat
narkotika atau psikotropika.

1.9 Pelayanan OWA (Obat Wajib Apotek)


Apotek Gama telah melaksanakan Pelayanan Obat Wajib Apotek
(OWA) dengan teliti dan penuh tanggung jawab di bawah pengawasan
Apoteker. OWA merupakan jenis obat keras yang dapat diberikan oleh
Apoteker tanpa resep dokter, dengan tujuan meningkatkan kemampuan pasien
dalam mengobati diri sendiri secara tepat, aman, dan rasional namun tetap
dalam pengawasan Apoteker. Pelayanan OWA di Apotek Gama melibatkan
beberapa langkah. Pertama, pasien datang tanpa membawa resep dengan
menjelaskan keluhan yang dialami atau pasien datang dengan membawa contoh
kemasan obat yang dibutuhkan. Apoteker kemudian memberi rekomendasi obat
yang sesuai berdasarkan informasi yang diberikan oleh pasien. Selama proses
ini, Apoteker memberikan Konseling, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada
pasien, serta memberikan Pelayanan dan Informasi Obat (PIO) yang lengkap.

23
Semua informasi yang diberikan oleh pasien berkaitan dengan keluhan merekan
telah dipertimbangkan oleh Apoteker.

Pelayanan OWA yang dilakukan oleh Apotek Gama telah mencakup


aspek-aspek penting seperti pemilihan obat yang tepat, pemberian informasi
yang jelas kepada pasien, dan pendampingan oleh Apoteker pengelola apotek
atau Apoteker pendamping. Melalui pendekatan ini, Apotek Gama memastikan
bahwa pengobatan yang diberikan kepada pasien adalah aman, tepat, dan
rasional sesuai dengan kebutuhan individu masing-masing pasien.

1.10 Pelayanan OTC (Over The Counter)


Apotek Gama telah melaksanakan pelayanan OTC (Over The Counter)
dengan baik dan benar. Pelayanan OTC merupakan pelayanan obat bebas atau
bebas terbatas kepada pasien tanpa resep dokter. Pelayanan OTC memiliki
tujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam mengobati diri sendiri
secara tepat, aman dan rasional dengan pengawasan apoteker. Obat OTC yang
tersedia di Apotek Gama meliputi obat bebas dan bebas terbatas. Obat bebas
yang tersedia di Apotek Gama meliputi obat yang memiliki logo hijau seperti
obat demam paracetamol, multivitamin, dan lain sebagainya.

Obat bebas terbatas yang tersedia di Apotek Gama meliputi obat batuk
flu, obat alergi, obat wasir dan lain sebagainya. Obat bebas terbatas dapat dibeli
tanpa resep dokter namun harus dengan pengawasan apoteker, berkaitan dengan
petunjuk aturan minum dan cara penggunaan dalam bentuk sediaan obat tertentu
seperti sediaan suppositoria, tetes telinga, obat kontrasepsi dan lain sebagainya.

1.11 Pelayanan Obat Herbal


Apotek Gama telah melaksanakan pelayanan Obat Herbal dengan sangat
baik, hal ini dikarenakan Apoteker di Apotek Gama memiliki basic pengetahuan

24
pengobatan herbal cina. Sehingga mempermudah dalam pelayanan obat herbal
kepada pasien. Apotek Gama menyediakan berbagai macam obat herbal baik
dari Cina ataupun dari Indonesia untuk bermacam-macam penyakit atau
keluhan sehingga dalam pemilihan obat herbal sangat luas. Alur pelayanan obat
herbal sama dengan pelayanan OWA dan OTC dengan pengawasan Apoteker.
Apoteker di Apotek Gama melaksanakan pelayanan obat herbal dengan
menjelaskan kegunaan obat herbal, kelabihan dan kekurangan obat herbal, serta
efek samping yang mungkin terjadi dalam mengkonsumsi obat herbal.

25
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan
a. Apotek Gama telah menerapakan pelayanan farmasi klinis antara lain :
pengkajian resep atau skrining resep, perhitungan dosis, dispensing, PIO
(Pelayanan Informasi Obat), KIE (Konseling,Informasi dan Edukasi), dan
swamedikasi sesuai dengan SOP pelayanan resep.
b. Pelayanan resep di Apotek Gama dalam skrining resep tidak lepas dari
analisa DRP (Drug Related Problem) sehingga mencegah terjadinya
pengobatan yang tidak aman dan tidak rasional.
c. Pelayanan Obat Wajib Apotek telah dilaksanakan di Apotek Gama sangat
baik dengan pengawasan Apoteker yang disertai KIE dan PIO sehingga
pasien mendapatkan obat yang tepat, aman dan rasional.
d. pelayanan Obat OTC di Apotek Gama telah melaksanakan pelayanan yang
baik dengan pengawasan Apoteker yang disertai KIE dan PIO sehingga
tercapai swamedikasi yang tepat, aman dan rasional.
e. Apotek Gama melakukan pelayanan kefarmasian dengan langsung ataupun
dengan pesan WA, dan melayani pengantaran obat atau delivery obat dalam
meningkatkan ketertarikan masyarakat, karena dapat mempermudah
masyarakat yang sesuai dengan keluhan. Sehingga dapat meningkatkan
pendapatan Apotek.

1.2 Saran
a. Untuk instisusi Universitas Muhammadiyah Kudus
 Menyediakan buku panduan PKPA sehingga dapat memudahkan
mahasiswa dalam mengisi kegiatan selama PKPA

26
 Diharapkan pada studi kasus lebih dipeluas materi terkait kasus yang
terjadi di Apotek, sehingga memudahkan mahasiswa untuk menjalani
PKPA.
 Diharapkan adanya persamaan persepsi antara dosen dan preceptor
lahan apotek 1 dengan apotek lainnya, sehingga mahasiswa
mendapatkan kompetensi yang lebih maksimal.
b. Untuk Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan mempelajari materi terkait Apotek sebelum memulai
PKPA dilahan Apotek, sehingga mahasiswa lebih mudah memahami dan
menerapkan mateeri yang diberikan oleh preceptor.
c. Untuk Apotek
Apotek diharapkan untuk memperluas tempat dispensing sediaan sehingga
mempermudah dalam pengerjaan dispensing.

27
DAFTAR PUSTAKA
Adiana, Sylvi., Devi Maulina (2022). Klasifikasi Permasalahan Terkait Obat (Drug
Related Problem):Review. Indonesian Journal of Health Science Vol. 2 No.2,
54-58.

BPOM. 2019. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32 Tahun 2019
tentang Persyaratan Keamanan dan Mutu Obat Tradisional. Jakarta.

BPOM. 2018. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 04 Tahun 2018
tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian. Jakarta.

Djajanti, D., Rusmin., Yunita. D. 2022. “Skrining Kelengkapan Resep BPJS di


Apotek Sana Farma Kota Makassar”. Jurnal Kesehatan Yamasi Makassar.
06(01), hal. 01-08.

Permenkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73


Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta

Permenkes RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 09


Tahun 2017 tentang Apotek. Jakarta.

Permenkes RI. 1999. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 03


Tahun 1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek. Jakarta.

Jamal, I., Amin, F., Jamal, A., & Saeed, A. (2015). Pharmacist’s interventions in
reducing the incidences of drug related problems in any practice setting.
International Current Pharmaceutical Journal, 4(2), 347–352.
https://doi.org/10.3329/icpj.v4i2.21483

Pharmacists American Society of Hospital. (1996). Medication Therapy and Patient


Care: Organization and Delivery of Services-Guidelines ASHP Guidelines on
a Standardized Method for Pharmaceutical Care Need for a Standardized
Method. 349–351.

Syamsuni. 2006. Ilmu Resep Jakarta: EGC

28
LAMPIRAN

RESEP SOP PELAYANAN RESEP

DISPENSING OBAT

ETIKET PUTIH

29
ETIKET BIRU SOP DISPENSING

SOP KIE SOP PIO

30
KEGIATAN PIO, KIE dan LEMBAR PIO
SWAMEDIKASI

LEMBAR KIE RUANG KONSELING

31
RUANG PIO, dan COPY RESEP
SWAMEDIKASI

32

Anda mungkin juga menyukai