GELOMBANG III
(PERIODE 01 NOVEMBER – 30 NOVEMBER 2021)
OLEH :
FIRDAYANTI
N014202077
1
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan
Berkat dan Anugerah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan seluruh
kegiatan serta penulisan Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Program Studi Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin Makassar.
Penulis menyadari penyusunan laporan ini tidak lepas dari bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dengan tulus menghaturkan
banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
iii
8. Kedua orang tua serta saudara penulis yang telah memberikan dukungan
dan doa kepada penulis hingga dapat menyelesaikan PKPA Farmasi
Rumah Sakit ini.
9. Rekan-rekan peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Farmasi di
Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar.
Firdayanti
iv
DAFTAR ISI
v
BAB V PENUTUP ...............................................................................................57
V.1 Kesimpulan .......................................................................................57
V.2 Saran..................................................................................................57
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................58
vi
DAFTAR TABEL
Tabel III.6 Data Komunikasi, Informasi, dan Edukasi Terhadap Pasien ......26
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.5 Algoritma terapi dan evaluasi pasien yang menunjukkan gejala
ulkus peptik ...................................................................................19
viii
DAFTAR SINGKATAN
ix
HIV : Human Immunodeficiency Virus
IV : Intra Vena
LYMPH : lymphocyte
MCL : Medial Collateral Ligament
MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin
MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
MCV : Mean Corpuscular Volume
MDS : Myelodysplastic syndrome
MONO : Monosit
MPD : Myeloproliferatif
MPV : Mean Platelet Volume
NEUT : Neutrofil
NSAID : Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs
NYHA : New York Heart Association
PCT : Plateletcrit
PDW : Platelet Distribution Width
P-LCR : Platelet Large Cell Ratio
PLT : Platelet
PO : Per Oral
PPI : Proton Pump Inhibitor
PPRA γ : Peroxisome Proliferator Activated Receptor- ϒ
RA : Refractory Anemia
RARS : Refractory Anemia with Ringed Sideroblast
RAEB : Refractory Anemia with Exessive Blast
RAEBt : RAEB in Transformation to Leukimia
RBC : Red Blood Cell
RDW-CV : Red Blood Cell Distribution Width Coefficient of Variation
RDW-SD : Red Blood Cell Distribution Width Standard Deviation
ROTD : Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
SC : Subcutan
SGLT-2 : Sodium-Glucose Co-Transporter 2
x
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
WBC : White Blood Cell
WHO : World Healt Organization
WSD : Water Sealed Drainage
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Seperti halnya penyakit kanker pada umumnya, penyebab MDS yang pasti
belum diketahui. Studi epidemiologi menunjukkan MDS dihubungkan dengan
paparan bahan kimia seperti benzen, pestisida dan produk minyak bumi tertentu,
serta asap rokok tembakau, dapat meningkatkan kemungkinan terjadi MDS,
kelainan bawaan seperti misalnya sindrom down dan anemia fanconi, yang
disebabkan oleh mutasi gen yang diwariskan oleh orang tuanya yang memiliki
risiko yang lebih besar untuk terkena MDS (PCC, 2020).
1
2
II.1.2 Epidemiologi
Sindrom myelodysplastic (MDS) paling sering terjadi pada orang dewasa
yang lebih tua, usia rata-rata adalah 70 tahun keatas dan onset penyakit sebelum
usia 50 tahun jarang (kecuali untuk MDS terkait terapi), kasus yang jarang terjadi
dilaporkan pada anak-anak. Risiko berkembangnya MDS meningkat seiring
bertambahnya usia. Insidensi tahunan MDS diperkirakan 1 sampai 5 kasus per
100.000, namun untuk individu yang berusia >70 tahun kejadiannya paling
sedikit 20 kasus /100.000. Karena MDS tidak dilaporkan disebagian besar daftar
kanker, kejadian tahunan sebenarnya pada individu berusia > 65 tahun mungkin
mendekati 75 kasus/100.000 (Aster et al, 2020).
II.1.3 Patofisiologi
Penyebab sindrom myelodysplastic (MDS) belum diketahui secara pasti,
dan sulit dipisahkan dari penyebab leukimia dan penyakit mieloproliferasi
lainnya. Diajukan sebuah hipotesis bahwa pengaruh faktor lingkunga, kelainan
genetik dan interaksi sel menimbulkan mutasi pada tingkat sel induk sehingga
3
4
II.1.4 Diagnosis
Pemeriksaan sindrom myelodysplastic (MDS) didiagnosa melalui
pemeriksaan darah dan biopsi sumsum tulang.
a. Dalam pemeriksaan darah, yang disebut pemeriksaan hematologi lengkap,
sampel darah akan dikirimkan ke laboratorium untuk diteliti. Orang yang
menderita MDS secara khas memiliki jumlah sel darah merah dan trombosit
yang rendah, sementara sel-sel darah putih biasanya tidak normal. Bila
pemeriksaan darah mengindikasikan kemungkinan MDS, maka biopsi sumsum
tulang dapat membantu mengkonfirmasi diagnosa.
b. Biopsi sumsum tulang melibatkan pengambilan sampel sumsum tulang,
biasanya dari tulang pinggul. Tindakan ini dilakukan dengan mengggunakan
bius lokal dan memakan waktu 15 – 20 menit. Sampel juga akan dikirimkan ke
laboratorium untuk diteliti, untuk memeriksa sel-sel yang ada dan aktivitas
hemopoiesis (pembentukan darah) di dalam sumsum tulang. Begitu MDS
terkonfirmasikan, pemeriksaan lebih lanjut terhadap darah dan sumsum tulang
dapat dilakukan untuk menentukan jenis MDS.
6
1. Kimia
Paparan tingkat tinggi dari beberapa kasus kimia lingkungan, terutama
produk benzena dan minyak bumi, terkait perkembangan MDS.
2. Sitotoksik kemoterapi
Pasien yang sebelumnya mengalami pengobatan kanker atau komdisi lain
dengan kemoterapi, akan meningkatkan risiko untuk terjadinya MDS
sekunder atau terkait pengoabtan. Biasanya terajadi lima hingga tujuh tahun
setelah penggunaan agen kemoterapi. Agen alkilasi seperti siklofosfamid
telah dikaitkan dengan jenis MDS.
3. Radiasi
Terapi radiasi sebelumnya, atau paparan radiasi lingkungan tingkat tinggi
dikaitkan dengan peningkatan risiko MDS.
4. Kelainan genetik
7
pada tahun 2008 dan 2016. Klasifikasi WHO untuk MDS tahun 2016 adalah
sebagai berikut :
Tabel II.1 Klasifikasi MDS WHO 2016
b. Kemoterapi
Pilihan kemoterapi pada MDS bervariasi dari kemoterapi intensif sampai
terapi sitostatika dosis rendah. Penggunaan kemoterapi pada MDS biasanya
diberikan pada tipe RAEB, RAEB-t dan CMML. Sejak tahun 1968
pengobatan ARA-C dosis rendah yang diberikan pada pasien SDM dapat
memberikan response rate antara 50–75 % dan respons ini tetap bertahan 2–
14 bulan setelah pengobatan. Dosis ARA-C yang direkomendasikan adalah
20 mg/m/hari secara subkutan setiap 12 jam selama 21 hari. Komplikasi
akibat terapi ditemukan sangat tinggi 13-30% pada beberapa studi yang
berbeda, bahkan pada studi lainnya survival didapatkan lebih pendek
dibandingkan penderita yang tidak mendapatkan terapi.
d. Immunosupressan
Obat yang bekerja pada tahap lebih awal dari rangkaian reaksi imun yaitu
dengan menghambat/menekan suatu tahap reaksi tertentu sehingga reaksi
imun terhenti. Siklosporin bekerja pada tingkat biologi sel molekular dan
dapat diberikan secara intravena dengan kelarutan 50 mg/ml dalam campuran
etanol-polioksitilated castor oil. Secara oral dengan dosis 25–100 mg soft
gelatin kapsul (sandimmune) atau dalam bentuk terbaru formulasi
mikroemulsi (sandimmune neural). Bila diberikan per oral dapat diserap
sampai 20-50%. Methylprednisolon dosis tinggi memberikan respons
pengobatan yang baik terutama sebagai terapi imunosupresif merupakan
pilihan utama untuk pasien diatas 40 tahun. Dengan dosis 250 mg – 1000 mg
(paling banyak 500 mg) setiap hari untuk tiga dosis penggunaan.
f. Lain-lain
Piridoksin, androgen, danazol, asam retinoat dapat digunakan untuk
pengobatan pasien SDM. Piridoksin dosis 200 mg/hari selama 2 bulan
kadang-kadang dapat memberikan respon pada tipe RAEB walaupun
sangat kecil. Danazol 600 mg/hari/oral dapat memberikan response rate
21 – 33 % setelah 3 minggu pengobatan.
12
Allogenic-SCT Candidate
Yes No
Anemia Trombocytopenia
Azanucleosides Azanucleosides
Azacitidine preferred Azacitidine preferred Azranucleosides
Proceed when ready
to
Del5q
Lenalidomide
Strategi Terapi
Kategori MDS ada dua kelompok, terdiri atas :
1. Low Risk MDS, yaitu penderita dengan blast <5% dalam sumsum tulang.
low Risk MDS dapat dikelola secata konservatif, dengan transfusi sel
darah merah atau trombosit dan pemberian antibiotika bila terjadi infeksi.
Dapat juga diberikan eritropoetin atau growth factor seperti G-CSF untuk
mengatasi leukopenia. Pemberian obat imunosupresif, seperti siklosporin dan
ATG dapat dipertimbangkan
2. High Risk MDS, yaitu penderita dengan blast sumsum tulang 5% atau lebih.
Untuk high Risk MDS dapat dipertimbangkan pemberian kemoterapi, baik
tunggal maupun intensif disamping terapi suportif. Pada pendetita kurang
dari 50 tahun, stem cell transplantation merupakan satu-satunya pengobatan
yang dapat menberikan kemungkinan kesembuhan. Untuk high risk MDS
dengan umur tua (65 tahun) dianjurkan hanya pemberian terapi suportif
karena manfaat kemoterapi tidak sebanding dengan efek sampingnya.
II.2.2 Penatalaksanaan
Terapi DM bertujuan untuk mencegah atau menunda perkembangan
komplikasi mikro dan makro vaskular jangka panjang termasuk retinopati,
neuropati, dan penyakit ginjal diabetes. Tujuan tambahan terapi adalah untuk
meredakan gejala hiperglikemia, meminimalkan efek hipoglikemia dan efek
samping lainnya, meminimalkan beban pengobatan dan menjaga kualitas hidup
(Wells et al, 2020).
14
b. Sulfonilurea
Sulfonilurea menstimulasi pelepasan insulin dengan mengikat ke lokasi
spesifik pada sel β K+ATP channel complex (SUR) dan menghambat
aktivitasny, menyebabkan depolarisasi membran sel menyebabkan sekresi
insulin. Pemberian sulfonilurea akut pada pasien dengan diabetes tipe 2
meningkatkan pelepasan insulin dari pankreas.
c. Biguanide
Metformin mempengaruhi secara spesifik respirasi mitokondria sehingga
mengurangi ATP intraseluler dan meningkatkan AMP, yang mengarah pada
stimulasi oksidasi asam lemak hati, penyerapan glukosa, dan metabolisme
glukosa nonoksidatif serta pengurangan lipogenesis dan glukoneogenesis.
Mekanisme lain, yaitu menumpulkan efek glukagon, menghambat konversi
laktat dan gliserol menjadi glukosa. Sebagian besar efek farmakologis dari
15
d. Thiazolidinediones
Aktivitas PPARγ meningkatkan penyerapan asam lemak yang bersirkulasi ke
dalam sel lemak dan pergeseran simpanan lemak dari tempat ekstra-adiposa ke
jaringan adiposa. Respon seluler terhadap aktivasi PPARγ adalah peningkatan
sensitivitas jaringan terhadap insulin. Pioglitazone dan rosiglitazone adalah
sensitizer insulin dan meningkatkan penyerapan glukosa yang dimediasi
insulin sebesar 30% -50% pada pasien dengan DM tipe II.
Metformin Sulfonilurea
Sulfonilurea/ Bila
Sulfonilurea Bila
Bila /glinid
Glinid HbA1C HbA1C /glinid HbA1C
Penghambat belum
belum belum Penghambat
Penghambat Glukosidase mencapai
mencapai mencapai Glukosidase
Glukosidase alfa <7%
<7% <7% alfa
alfa Tiazilindion dalam 3
dalam 3 dalam 3 Tiazilindion
Tiazilindion bulan, Penghambat bulan, bulan,
Penghambat
Penghambat tambahka DPP-IV tambahka tambahka
DPP-IV n insulin
DPP-IV n obat ke Penghambat n obat ke Penghambat atau
Penghambat 2 SGLT-2 3
SGLT-2 intensifik
(kombina Insulin basal (kombina
SGLT-2 si 3 obat)
Agonis GLP- asi terapi
si 2 obat) Agonis GLP-
Agonis GLP- 1 insulin
1
1
1. Tatalaksana Terapi
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri,
menghilangkan inflamasi dan mencegah terjadinya ulkus lambung dan
komplikasi. Sampai saat ini pengobatan ditujukan untuk mengurangi asam
lambung yakni dengan cara menetralkan asal lambung dan mengurangi sekresi
asam lambung. Selain itu pengobatan juga dilakukan dengan memperkuat
mekanisme defensif mukosa lambung dengan obat-obatan sitoproteksi (Wells, et
al. 2020).
2. Terapi Farmakologi
Berikut adalah golongan obat antipeptik yang digunakan serta mekanismenya
dalam menghambat sekresi asam lambung (Wells, et al. 2020) :
a. Proton pump inhibitor (PPI)
Obat golongan PPI merupakan obat yang paling efektif dalam pengobatan
peptic ulcer dan mudah didapatkan. Obat golongan PPI pada dasarnya
digunakan untuk mempercepat penyembuhan dari ulkus lambung dan
duodenum dan mengobati gastric esophageal reflux disease (GERD) yang
salah satunya tidak berespon untuk pengobatan apabila diberikan dengan H2-
receptor antagonis.
c. Prostaglandin Analogs
Prostaglandin paling banyak dihasilkan oleh mukosa lambung, obat ini
menghambat produksi asam dengan berikatan pada reseptor EP3 pada sel
parietal sehingga menghambat adenylyl cylase dan menurunkan siklus
intraseluler AMP dan dapat menghambat cedera lambung dengan efek
sitopretektif, stimulasi sekresi mucin dan bikarbonat, perbaikan aliran darah
mukosa sehingga mengakibatkan penghambatan sekresi asam.
d. Sukralfat
Dalam terapi pemeliharaan jangka panjang, sukralfat merupakan obat yang
bersifat sitoprotektif yang memiliki efek meningkatkan ketahanan mukosa
lambung yang dapat mengurangi peradangan dan menyembuhkan ulkus.
Sukralfat dapat menghambat hidrolisis yang termediasi pepsin dari protein
mukosa yang menyebabkan ulserasi dan erosi mukosa. Sukralfat sebaiknya
digunakan dalam keadaan lambung kosong.
e. Antasida
Antasida diberikan untuk memberikan suasana basa pada lambung yang
terlalu asam. NaHCO3 sangat larut air dengan cepat dapat dibersihkan dari
lambung dan menghasilkan basa dan natrium. CaCO3 dapat menetralkan HCL
dengan cepat, selain itu terdapat antasida dengan kandungan Mg(OH)2 dan
AI(OH)3 yang lama diserap dan memberikan efek sustained dengan efek
seimbang dengan motilitas usus.
19
20
21
Demam - - - - - - - - - - - - - - - -
Mual + + + + + + - - - - - - - - - -
Nyeri ulu
+ + + + + + + + + - - - - - - -
hati
Saturasi 98% 98% 98% 99% 98% 99% 98% 98% 98% 97% 98% 98% 98% 94% 98% 96%
Tanggal pemeriksaan
Pemeriksaan Satuan Nilai normal
01/11/21 06/11/21 09/11/21 11/11/21 01/11/21
Fungsi hati
SGPT (ALT) <35 12 - - - -
SGOT (AST) <45 10 - - - -
Fungsi Ginjal
Kreatinin mg/dL 0.70 - 1.42 1,2 - - - -
Ureum mg/dL 0 - 5,3 12 - - - -
c. Tindakan Operasi
- 05 November 2021
Pemasangan chest tube dengan tindakan Wated Sealed Drainage (WSD)
23
12 jam/ 07.00 07.00 07.00 07.00 07.00 07.00 07.00 07.00 07.00 07.00 07.00 07.00 07.00 07.00 07.00
Acarbose 50 mg
PO
22.00 19.00 19.00 19.00 19.00 19.00 19.00 19.00 19.00 19.00 19.00 19.00 19.00 19.00 19.00
Methylpredniso
4 mg 12 jam PO R R IR R R IR R
lon
Omeprazole 20 mg 12 jam PO R R R R R R R
Acarbose PO R R R R R R R
50 mg 12 jam
N- 200 PO R R R R R R R
8 jam
acetilcystein mg
Asam 500 8 PO R R R R R R R
Mefenamat mg jam/PO
b. Indikasi
Neutropenia yang dikaitkan dengan kemoterapi, transplantasi sumsum
tulang, transplantasi sel progenitor periferal, neutropenia bawaan,
neutropenia yang dikaitkan dengan radiasi.
c. Nama dagang
- Leucogen
- Neutromax
- Neupogen
- Neukine
d. Dosis
Neutropenia yang dikaitkan dengan kemoterapi
- 5 mikrogram/ kg/hari sebagai dosis tunggal injeksi subkutan, infus
kontinu, infus subkutan atau infus harian IV selama 15-30 menit
- Mulai diberikan 24 jam setelah dosis terakhir antineoplastik
- Pemberian dilakukan sampai jumlah neutrofil mencapai normal
- Umumnya 14 hari atau lebih.
Subkutan
Transplantasi sel progenitor periferal
- 10 mikrogram/kg/hari sebagai dosis tunggal injeksi, infus kontinu
- Diberikan selama 4-7 hari sampai prosedur leukaferesis terakhir
28
Neutropenia bawaan
- 12 mikrogram/kg/hari sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi
- Berikan sesuai respons tubuh
- Pada pasien neutropenia idiopati atau siklis
- 5 mikrogram/kg/hari sebagai dosis tunggal atau dosis terbagi
- Berikan sesuai respons tubuh
e. Mekanisme kerja
Filgrastim adalah faktor stimulasi koloni granulosit yang terikat pada
reseptor permukaan sel pada sel hematopoietis sehingga mendorong
perkembangan granulosit untuk meningkatkan perpindahan dan toksisitas
mereka.
f. Farmakokinetik
- Absorpsi
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi puncak adalah
8 jam setelah pemberian melalui subkutan.
- Eksresi
Waktu paruh eliminasi: sekitar 3,5 jam. Terutama dieliminasi melalui
clearance (pembersihan) netrofil oleh makrofag di hati dan limpa.
29
g. Kontra indikasi
Myeloid maligna. Tidak boleh digunakan dalam rentang waktu 24 jam
setelah pemberian kemoterapi sitotoksik karena sensitivitasnya terhadap sel
myeloid yang cepat memisah. Neutropenia bawaan yang parah (Sindrom
Kostman) dengan sitogenetik tak normal.
h. Efek samping
Pembesaran limfa, trombositopenia, anemia, epitaksis (mimisan), sakit
kepala, diare, kelainan yang berkaitan dengan air seni (mencakup susah
buang air kecil, proteinuria, dan hematuria) dan hipotensi.
l. Interaksi obat
- Agen antineoplasti myelosupresif
- Penggunaan bersama obat yang mampu membantu pelepasan neutrofil
misal litium
b. Indikasi
Obat diabetes melitus tipe 2
c. Nama dagang
- Capribose - Acrios
30
- Carbotrap - Glubose
- Eclid - Glucobay
d. Dosis
- Dosis awal 50 mg per hari
- Dapat ditingkatkan menjadi 50 mg diminum 3 kali sehari
- Bila diperlukan, dosis dapat ditingkatkan lagi setelah 6-8 minggu, hingga
100 mg 3 kali sehari.
e. Mekanisme kerja
Acarbose bekerja dengan memperlambat kerusakan dan penyerapan gula
dan pati di usus. Ini dilakukan dengan mencegah aksi enzim dalam usus
yang biasanya akan memecah gula dan pati yang di makan, menjadi
molekul yang cukup kecil untuk diserap ke dalam aliran darah. Ini paling
berpengaruh pada enzim yang disebut sukrase, yang biasanya memecah
jenis gula yang disebut sukrosa.
f. Farmakokinetik
Acarbose diambil dengan makanan untuk menunda pemecahan gula dan
pati di usus dan memperlambat penyerapannya ke dalam darah. Dengan
demikian mencegah peningkatan gula darah yang biasanya terjadi setelah
makan dan membantu menghaluskan fluktuasi gula darah setiap hari.
g. Kontra indikasi
Sirosis, disfungsi ginjal, penyakit usus, penyakit hati dan ketaosidosis
diabetikum
h. Efek samping
Sakit perut, diare, sering buang angin dan perut kembung.
i. Interaksi obat
- Meningkatkan efek penurun gula darah dari obat-obatan lain, yang
digunakan untuk mengobati diabetes, seperti insulin, metformin dan
31
b. Indikasi
Obat maag (PPI)
c. Nama dagang
- Prilosec
- Zegerid
- Omesec
d. Dosis
- Dosis: 40 mg per oral 1 x sehari
- Durasi terapi: 4-8 minggu
e. Mekanisme kerja
Dengan mengontrol sekresi asam lambung dengan menghambat pompa
32
f. Farmakokinetik
- Absorpsi
Cepat tetapi diabsorbsi secara bervariasi dari saluran gastrointestinal.
- Distribusi
Memasuki ASI. Ikatan dengan protein plasma: Sekitar 95%.
- Metabolisme
Dimetabolisme di hati terutama oleh isoenzim CYP2C19 menjadi
hidroksil-omeprazol; dan tingkat yang lebih rendah oleh CYP3A4
menjadi omeprazole sulfone.
- Ekskresi
Terutama melalui urin (kira-kira 77% sebagai metabolit, jumlah kecil
sebagai obat tidak berubah); kotoran (jumlah kecil).
g. Efek samping
Mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing, nyeri abdomen, serta rasa
kembung.
h. Kontra indikasi
- Penggunaan bersamaan dengan nelfinavir
- Pasien yang alergi terhadap obat-obatan seperti omeprazole, seperti
esomeprazole, lansoprazole, pantoprazole, rabeprazole, nexium,
Prevacid, Protonix, dan lainnya
- Pasien yang mengonsumsi obat HIV yang mengandung rilpivirine
(seperti Complera, Edurant, Odefsey, Juluca)
i. Interaksi obat
- Penggunaan omeprazole bersamaan dengan clopidogrel menyebabkan
penurunan keefektifan dari clopidogrel dalam mencegah serangan
jantung atau stroke
- Penggunaan omeprazole bersamaan dengan metotreksat menyebabkan
peningkatan kadar darah dan efek samping metotreksat
33
b. Indikasi
Obat radang dan alergi
c. Nama dagang
- Medrol - Carmeson
- Cormetison - Phadilon
- Lameson - Medixon
d. Dosis
- PO Anti-inflamasi atau imunosupresif Awal: 20-60 mg / hari,tergantung
pada penyakit yang sedang dirawat.
- Kondisi alergi: 24 mg pada hari 1; 20 mg pada hari ke 2; 16 mg pada
hari ke 3; 12 mg pada hari ke 4; 8 mg pada hari ke 5; 4 mg pada hari ke
6. Semua dosis diberikan sebagai dosis tunggal atau terpisah.
e. Mekanisme kerja
Metilprednisolon berikatan dengan dan mengaktifkan reseptor
glukokortikoid intraseluler. Reseptor glukokortikoid teraktivasi mengikat
daerah promotor DNA (yang dapat mengaktifkan atau menekan
transkripsi) dan mengaktifkan faktor transkripsi yang mengakibatkan
inaktivasi gen melalui deasetilasi histones.
f. Farmakokinetik
- Absorpsi
Diserap dengan cepat (oral); diserap dari sendi di atas minggu tetapi
lebih lambat diserap setelah injeksi intramuskular dalam (sebagai
asetat); cepat diserap setelah injeksi intramuskular. Waktu untuk
memuncak konsentrasi plasma: 2 jam.
- Distibusi
35
g. Efek samping
Sulit tidur (insomnia), perubahan mood. jerawat, kulit kering, kulit
menipis, memar, dan perubahan warna kulit.
h. Kontra indikasi
- Hindari penggunaan jika memiliki infeksi jamur.
- Hindari penggunaan vaksin jika masih dalam masa pengobatan (untuk
pasien imunosupresi)
i. Interaksi obat
- Hilangnya supresi adrenal yang diinduksi kortikosteroid dengan
aminoglutethimide.
- Risiko hipokalaemia dengan agen penipisan K (misal Amfoterisin B,
diuretik).
- Penurunan pembersihan dg antibiotik makrolida.
- Dapat menurunkan kadar isoniazid dalam serum.
- Peningkatan clearance dengan kolestyramine.
- Risiko kejang dengan siklosporin.
- Peningkatan risiko aritmia dengan glikosida digitalis.
- Metabolisme menurun dengan estrogen, termasuk OC.
- Peningkatan metabolisme dg penginduksi CYP3A4 (misal Rifampisin,
barbiturat).
- Peningkatan konsentrasi plasma dengan penghambat CYP3A4 (misal
Ketoconazole, erythromycin).
- Risiko efek pencernaan dengan aspirin atau NSAID lain.
- Dapat meningkatkan efek antikoagulan warfarin.
36
b. Indikasi
Penyakit pulmoner dan bronkus akut dan kronis yang berhubungan dengan
sekresi mukus berlebihan, bronkitis akut/kronis dan eksaserbasi akut,
emfisema pulmoner, mucoviscidosis, bronkiektasis, overdosis
acetaminophen
c. Nama dagang
- Fluimucil - N-Ace
- Mucolysin - Nytex
- Mucylin
d. Dosis
- Overdosis parasetamol (Acetaminophen)
Dosis awal 140 mg kg diikuti oleh 17 dosis pemeliharaan 70 mg/kg
diberikan setiap 4 jam.
37
- Mukolitik
oral: 200 mg 3 kali sehari. Maksimal 600 mg setiap hari.
e. Mekanisme kerja
N-acetylcysteine (NAC) merupakan derivat asam amino yang terdapat di
dalam tubuh secara alami, yaitu sistein. NAC menggunakan aksi pencairan
mukolitik pada sekresi mukus dan mukopurulen melalui gugus sulfohidril
pada molekulnya dengan membelah ikatan disulfida intra dan
intermolekuler pada kumpulan gikoprotein. Sehingga dengan
depolimerisasi kompleks mukoprotein dan asam nukleat yang memberi
viskositas ke dalam komponen vitreous dan purulen dari dahak dan
sekresi. Selanjutnya, NAC menimbulkan pengaruh antiflogistik dan
meningkatkan regenerasi mukus. Acetylcysteine juga berfungsi memberi
perlindungan terhadap hepatotoksisitas yang terinduksi overdosis
acetaminophen dengan menjaga atau memulihkan konsentasi glutation
hati.
f. Farmakokinetik
Farmakokinetik acetylcysteine sangat cepat pada administrasi per oral.
Volume distribusi acetylcysteine adalah 0,47 L/kgBB. Acetylcysteine
berikatan dengan protein plasma (protein binding plasma) sebanyak 83%.
Acetylcysteine dimetabolisme di hati dan dinding saluran cerna.
g. Efek samping
Mual sedang, sakit perut, muntah, sulit menelan dan gatal-gatal
h. Kontra indikasi
Hipersensitif. Pasien dengan diabetes atau sedang diet rendah kalori.
i. Interaksi obat
- Penggunaan HCl tetrasiklin harus diminum secara terpisah dengan
selang waktu setidaknya 2 jam.
- Penggunaan bersamaan NAC kapsul dengan trinitrat gliserol
38
b. Indikasi
Sakit gigi, Sakit kepala, Menoragia, Nyeri ringan hingga sedang,
Osteoarthritis, Nyeri dan peradangan yang berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal dan sendi, Nyeri pasca operasi, Dismenorea primer,
Artritis reumatoid.
c. Nama dagang
- Dogesic - Allogon
- Asimat - Lapistan
39
- Mefinal - Solasic
d. Dosis
- Dewasa : 500 mg tiga kali sehari
- Anak : ≥ 14 tahun sama seperti dosis dewasa
- Lansia mulai dengan dosis yang lebih rendah dan durasi sesingkat
mungkin
e. Mekanisme kerja
Mekanisme kerja asam mefenamat yaitu dengan cara menghalangi efek
enzim yang disebut cyclooxygenase (COX). Enzim ini membantu tubuh
untuk memproduksi bahan kimia yang disebut prostaglandin.Prostaglandin
ini yang menyebabkan rasa sakit dan peradangan.
f. Farmakokinetik
- Absorpsi
Diserap dengan cepat dari saluran gastrointestinal. Waktu untuk
konsentrasi plasma puncak: 2-4 jam.
- Distribusi Terserap dalam ASI. Volume distribusi: 1,06 L/kg.
Pengikatan protein plasma:> 90% pada albumin.
- Metabolisme:Dimetabolisme di hati oleh isoenzim CYP2C9 menjadi
asam 3-hidroksimetil mefenamat, yang kemudian dapat dioksidasi
menjadi asam 3-karboksimefenamat.
- Ekskresi
Melalui urin (sekitar 52%; 6% sebagai glukuronida, 25% sebagai
asam 3-hidroksimefenamat, 21% sebagai asam 3-karboksimefenamat),
tinja (hingga 20%, terutama sebagai asam 3-karboksimefenamat tak
terkonjugasi). Waktu paruh eliminasi: Kira-kira 2 jam.
g. Efek samping
Hilang nafsu makan, sariawan, muak dan muntah, sakit mag, diare,
gangguan pencernaan, ruam pada kulit dan sakit sepala.
40
h. Kontra indikai
- Hipersensitivitas.
- Pasien dengan riwayat ulkus atau perdarahan peptikum aktif atau
berulang.
- Riwayat perdarahan atau perforasi gastrointestinal (terkait dengan
terapi NSAID sebelumnya).
- Penyakit radang usus, gagal jantung parah, riwayat asma,
bronkospasme, rinitis, angioedema, urtikaria, atau tipe alergi reaksi
setelah minum aspirin atau NSAID lainnya.Asam mefenamat
- Pengobatan nyeri perioperatif dalam pengaturan operasi bypass
pembuluh darah koroner (CABG).
- Ginjal (CrCl <30 mL/menit) dan gangguan hati berat.
- Kehamilan (trimester ke-3).
i. Interaksi obat
- Dapat meningkatkan risiko perdarahan dengan NSAID atau salisilat
lain (misalnya aspirin), antikoagulan (misalnya warfarin),
kortikosteroid, SSRI.
- Meningkatkan risiko nefrotoksisitas ciclosporin atau tacrolimus.
- Dapat menurunkan kemanjuran agen antihipertensi (misalnya
penghambat ACE, antagonis angiotensin II, penyekat ß).
- Penurunan efek natriuretik diuretik (misalnya furosemid,
hidroklorotiazid).
- Peningkatan kadar plasma dan penurunan klirens litium di ginjal.
- Peningkatan konsentrasi serum digoksin dan metotreksat
b. Indikasi
obat untuk meredakan demam dan nyeri, termasuk nyeri haid atau sakit
gigi
c. Nama dagang
- Panadol - Naprex
- Paramol - Mixagrip Flu
- Hufagesic - Paramex SK
- Sanmol - Sumagesic
- Termorex
d. Dosis
- Demam, Nyeri ringan sampai sedang
Dewasa: 33-50 kg: 15 mg/kg setiap 4-6 jam jika diperlukan. Maks: 3
gram setiap hari. >50 kg: 1 g setiap 4-6 jam jika diperlukan. Maks: 4
gram setiap hari. Berikan melalui infus selama 15 menit.
Anak: Neonatus cukup bulan dan anak <10 kg: 7,5 mg/kg sebagai dosis
tunggal, minimal 4 jam. Maks: 30 mg/kg/hari; 10-33 kg: 15 mg/kg
sebagai dosis tunggal, minimal 4 jam. Maks: 2 g setiap hari; 33-50 kg:
15 mg/kg sebagai dosis tunggal, minimal 4 jam. Maks: 3 g setiap hari;
>50 kg: Sama seperti dosis dewasa.
e. Mekanisme kerja
Parasetamol adalah penghambat lemah siklooksigenase (COX), enzim
42
f. Farmakokinetik
Parasetamol di absorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.
Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan waktu
paruh plasma antara 1-3 jam. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat
protein plasma. Obat ini di metabolisme oleh enzim mikrosom hati.
g. Efek samping
Sakit kepala, mual atau muntah, sulit tidur, perut bagian atas terasa sakit,
urin berwarna gelap, lelah yang tidak biasa dan penyakit kuning.
h. Kontra indikasi
Pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas dan penyakit hepar aktif
derajat berat. Penggunaan paracetamol, terutama dalam jangka panjang,
perlu diperhatikan pada pasien dengan penyakit hepar kronis
dekompensata. Hipovolemia berat.
i. Interaksi obat
- Peningkatan risiko terjadinya perdarahan jika digunakandengan
warfarin
- Penurunan kadar paracetamol dalam darah jika digunakan
dengan carbamazepine, colestiramine, phenobarbital, phenytoin, atau
primidone
- Peningkatan risiko terjadinya efek samping obat busulfan
- Peningkatan penyerapan paracetamol jika digunakan dengan
metoclopramide,domperidone, chloramphenicol, atau probenecid
- Peningkatan risiko terjadinya kerusakan hati jika digunakan dengan
isoniazid
43
b. Indikasi
Obat nyeri dan demam
c. Nama dagang
- Santagesik - Lexagin
- Norages - Panstop
- Pyronal - Scanalgin
d. Dosis
- Berikan 1 g 4 kali sehari atau 2,5 g dua kali sehari melalui injeksi
IV/IM selama 5 menit
e. Mekanisme kerja
Metamizole dan obat-obat NSAID adalah obat-obat yang memiliki sifat
analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi. Metamizole mampu mengurangi
sintesis prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenase (COX) -1 dan
2. Obat ini juga merangsang sekresi β-endorfin oleh hipotalamus hipofisis,
44
f. Farmakokinetik
- Absorpsi
Dihidrolisis dalam saluran pencernaan ke metabolit aktif 4-metil-
amino-antipirin (MAA).
- Distribusi
Melintasi plasenta dan memasuki ASI.
- Metabolisme
Dimetabolisme di hati menjadi 4-formyl-amino-antipyrine (FAA) dan
metabolit lainnya.
- Ekskresi
Terutama melalui urin (sekitar 90% sebagai metabolit); faeces (sekitar
10%). Waktu paruh eliminasi plasma: Kira-kira 14 menit (IV).
g. Efek samping
Vertigo, perut kembung, sakit tenggorokan, detak jantung tidak teraturm
mual dan hipotensi.
h. Kontra indikasi
- Hipersensitif terhadap rinitis, asma, urtikaria dan juga terhadap
metamizole, obat-obat turunan pirazolon lainnya, obat-obat NSAID
serat obat-obat analgesik lainnya.
- Pasien dengan supresi sumsum tulang atau gangguan hematopoietik
seperti anemia aplastik, agranulositosis dan leukopenia.
- Pasien porfiria.
- Pasien hipotensi.
- Pasien dengan kondisi CV yang tidak stabil.
- Pasein dengan gangguan hati dan ginjal berat.
- Anak-anak dengan umur <3 bulan atau berat badan <5 kg.
- Ibu hamil dan menyusui.
45
i. Intraksi obat
- Risiko trombositopenia dengan antikoagulan.
- Risiko hipotermia berat dengan fenotiazin lain klorpromazin.
- Peningkatan efek/toksisitas dengan TCA (s) kontrasepsi oral, MAOI
(s) dan allopurinol.
- Efek penurunan dengan barbiturat, glutethimide dan phenylbutazone.
- Meningkatkan efek hematotoksisitas dari metotreksat.
- Meningkatkan efek agen antidiabetik oral, sulfonamid dan fenitoin.
- Mengurangi kadar bupropion dan ciclosporin.
- Hindari mengonsumsi minuman-minuman beralkohol karena dapat
meningkatkan efek samping serius.
- Pasien dehidrasi.
- Anak-anak
b. Indikasi
Digunakan untuk mengatasi berbagai infeksi bakteri yang terjadi pada
tubuh.
46
c. Nama dagang
- Broadced - Elpicef
- Ceftrimax - Gracef
- intrix
d. Dosis
- Penyakit Lyme
2 g sekali sehari selama 14-21 hari.
e. Mekanisme kerja
Ceftriaxone adalah antibiotik sefalosporin generasi ke-3. Obat ini
mengikat pada 1 atau lebih protein pengikat penisilin (PBP) yang
menghambat langkah transpeptidasi akhir sintesis peptidoglikan pada
dinding sel bakteri, yang menyebabkan lisis dan kematian sel bakteri.
f. Faemakokinetik
- Absorpsi
Diserap dengan baik (intramuskular). Waktu untuk memuncak
konsentrasi plasma: 2-3 jam (intramuskular).
- Distribusi
Didistribusikan secara luas dalam tubuh termasuk kantong empedu,
paru-paru, tulang, empedu, CSF. Melintasi plasenta dan memasuki
47
g. Efek samping
Nyeri perut, mual, muntah, diare, pusing, mengantuk, sakit kepala,
dengkak dan iritasi pada area suntikan.
h. Kontra indikasi
Hipersensitif terhadap sefalosporin atau riwayat hipersensitif terhadap
tipe antibiotik β-laktam lainnya (seperti penisilin, monobaktam,
karbapenem).
i. Interaksi obat
- Dapat meningkatkan efek antikoagulan antagonis vit K (seperti
warfarin).
- Penggunaan sodium picosulfate, dapat meningkatkan nefrotoksisitas
aminoglikosida. Dapat mengurangi efek terapi BCG, vaksin tifoid,
sodium picosulfate.
- Berpotensi Fatal larutan intravena yang mengandung kalsium dapat
menyebabkan pengendapan bahan yang mengkristal di paru-paru dan
ginjal.
Pasien Ny. DSS berusia 57 tahun datang ke rumah sakit lemas sejak ± 1
minggu terakhir, pusing berputar ada pemandangan seperti berkunang-kunang,
nyeri ulu hati disertai mual. Pasien masuk rumah sakit tanggal 01 November
2021 di diagnosa myelosiplasia syndrome atau MDS dan gastropati serta pasien
memiliki riwayat DM tipe II.
49
50
pembulatan dosis baik berdasarkan berat badan filgrastim ke ukuran botol terdekat
dapat meningkatkan kenyamanan pasien dan mengurangi biaya tanpa kerugian
klinis. Karena secara komersial botol atau jarum suntik yang tersedia mengandung
300 atau 480 mcg filgrastim, pasien dewasa dengan berat <75 kg harus menerima
300 mcg setiap hari dan pasien dewasa dengan berat badan >75 kg harus
menerima 480 mcg setiap hari. Karena perbedaan ukuran botol yang tersedia
secara komersial (Caroline et al. 2018).
Filgrastim sering digunakan karena efek samping dari terapi filgrastim yang
ringan berupa nyeri tulang sementara. Sehingga nyeri tulang paling sering
dialami pasien ketika menggunakan filgrastim. Kebanyakan pasien biasanya
melaporkan rasa sakit di daerah sumsum tulang, seperti tulang dada dan daerah
panggul. Mereka harus diberi tahu bahwa rasa sakit yang dialami selama
pemulihan sumsum adalah normal dan biasanya berkurang dengan pemberian
obat analgesik. Filgrastim digunakan untuk meminimalkan neutropenia sehingga
intensitas dosis kemoterapi dapat dipertahankan (Caroline et al. 2018). Terapi
dengan filgrastim berlanjut sampai dengan jumlah neutrofil pasien lebih besar dari
10.000 sel/μL setelah pengobatan. Hal ini berdasarkan pengamatan bahwa jumlah
neutrofil turun kira-kira 50% setelah menghentikan CSF. Namun, pada pasien
dengan jumlah neutrofil <500 hingga 1.000 sel/μL; dengan jumlah neutrofil
lebih besar dari yang tidak diperkirakan berisiko tinggi mengalami infeksi bakteri.
Dengan demikian, banyak dokter memilih untuk menghentikan CSF ketika jumlah
neutrofil mencapai 2.000 hingga 4.000 sel/μL. Ini mengurangi jumlah hari
perawatan dan biaya terkait dengan terapi sementara secara bersamaan
mengurangi risiko berlebihan untuk infeksi bakteri infeksi. Pedoman ASCO
mendukung rekomendasi ini untuk menghentikan CSF lebih awal (Caroline et al.
2018).
pasien yang lebih muda mempunyai toleransi kadar hemogoblin sampai 7-8g/dl;
untuk pasien yang lebih tua kadar hemoglobin dijaga diatas 8g/dl. Pada
neutropenia jauhi buah-buahan segar dan sayur, fokus dalam menjaga perawatan
higienis mulut dan gigi, cuci tangan yang sering. Jika terjadi infeksi maka
identifikasi sumbernya, serta berikan antibiotik spektrum luas sebelum
mendapatkan kultur untuk mengetahui bakteri gram positif atau negatif. Tranfusi
granulosit diberikan pada keadaan sepsis berat kuman gram negatif, dengan
netropenia berat yang tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
Pada trombositopenia berikan tranfusi trombosit jika terdapat pendarahan aktif
atau trombosit kurang dari <20.000/mm3.
eritrosit, leukosit dan trombosit), fungsi ginjal dan hati perlu dilakukan secara
berkala (Canttor, Rapuano, Cioffi, 2018). Namun metilprednisolon tidak tepat
dosis atau kurang (under dose) dan obat yang diberikan melalui rute yang kurang
tepat, karena menurut (Brian, et al. 2013) Kortikosteroid dosis tinggi (biasanya
metilprednisolon IV) dianggap sebagai terapi lini pertama karena berhasil sangat
cepat dalam menurunkan respon limfosit, mudah mengelola, dan membalikkan
setidaknya 75% dari episode penolakan akut. Metilprednisolon IV dan oral
prednison sama efektifnya dalam membalikkan penolakan, tetapi oral
kortikosteroid diberikan untuk jangka waktu yang lebih lama dan telah dikaitkan
dengan insiden efek samping yang lebih tinggi. Dosis IV 1 gram sebagian besar
menggunakan metilprednisolon 250 hingga 1.000 mg (paling sering 500 mg) IV
setiap hari selama tiga dosis.
Pemberian antibiotik telah tepat diberikan pada pasien dikarenakan dari hasil
foto thorax tanggal 8 november 2021 dimana kesannya terjadi penumonia dextra.
Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh
patogen bakteri, virus, jamur dan parasit yang menyebabkan kematian dan
semakin meningkat angka kejadianya setiap tahun. Pengobatan pneumonia
diterapi dengan antibiotik secara rasional dan efektif karena dapat meningkatkan
efek terapeutik klinis, meminimalkan toksisitas obat, mengurangi angka kejadian
resistensi yang menyebabkan kegagalan terapi, dan lebih ekonomis (Bestari dan
Karuniawati, 2017). Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
yaitu dapat diberikan antibiotik yang merupakan golongan obat yang paling
banyak digunakan terkait dengan banyaknya penyakit infeksi bakteri seperti
pneumonia (Depkes, 2016). Pemberian terapi antibiotik ceftriaxone paling
banyak digunakan (Alaydrus, 2018). Antibiotik Ceftriaxone adalah antibiotik
spektrum luas generasi ketiga sefalosporin untuk pemberian intravena atau
intramuskular. Ceftriaxone adalah salah satu antibiotik yang paling umum
digunakan karena potensi antibakteri yang tinggi, spektrum yang luas dari
aktivitas dan potensi yang rendah untuk toksisitas. Alasan yang paling mungkin
untuk digunakan secara luas adalah efektivitas dalam organisme yang rentan pada
infeksi saluran kemih yang rumit dan tidak rumit, infeksi saluran pernapasan,
53
Pasien memiliki riwayat Diabetes Mellitus atau DM tipe 2 non obese dan
sebelumnya sudah mengkomsumsi obat acarbose 50 mg/12 jam secara oral.
Menurut algoritme pengobatan DM tipe 2 PERKENI 2019 pengobatan diabetes
mellitus tipe 2 dimulai dengan modifikasi gaya hidup sehat terlebih dahulu, atau
menggunakan drug of choice yaitu terapi tunggal obat antidibetika oral kemudian
apabila dengan terapi tunggal obat antidiabetika oral belum dapat mengontrol
kadar gula dalam tubuh kemudian dapat digunakan terapi kombinasi obat
antidiabetika dengan cara kerja yang berbeda atau golongan obat antidiabetika
yang berbeda. Obat acarbose merupakan obat alternatif lain lini pertama
pengobatan diabetes, acarbose bekerja dengan cara menghambat enzim alfa
glukosidase yang mencerna karbohidrat (Wells et al, 2020). Durasi atau lamanya
pasien menderita penyakit diabetes mellitus menunjukkan berapa lama pasien
tersebut mengidap diabetes mellitus sejak terdiagnosis DM. Durasi lamanya
diabetes dikaitkan dengan risiko terjadinya beberapa komplikasi yang akan
terjadi. Faktor yang utama dapat terjadinya komplikasi pada pasien diabetes
mellitus selain lamanya menderita diabetes adalah besarnya tingkat keparahan
diabetes (tingkat kadar gula darah) (Almasdy et al., 2015). Namun pasien selama
dirawat di rumah sakit tidak pernah melakukan cek glukosa darah sehingga perlu
dilakukan pengecekan untuk mengetahui nilai glukosa dalam darah pasien.
Glukosa merupakan salah satu zat kompleks di dalam dinding pembuluh darah
54
Parasetamol 500 mg lebih sering diresepkan sebagai terapi tambahan jika pasien
sesekali merasakan nyeri pasca operasi (Ramadani, Rahmawati, Ibrahim, 2016).
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengkajian kasus terkait pelaksanaan Praktik Kerja
Profesi di Rumah Sakit Hasanuddin Makassar, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemberian terapi obat yang diberikan selama pasien dirawat di Rumah Sakit
Hasanuddin Makassar terdapat obat yang dianggap tidak rasional dimana
kurang dosis (under dose) dan kurang tepat rute pemberian obat yaitu obat
metilprednisolon.
2. Dari sejumlah terapi yang diberikan pada pasien, pemberian acarbose perlu
pemeriksaan cek glukosa darah karena pasien mempunyai DM Tipe II.
V.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran yang dapat diberikan yaitu:
1. Sebaiknya dosis dan rute pemberian metilprednisolon di naikkan dan diganti
menjadi IV.
2. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan cek glukosa darah untuk mengetahui kadar
gula darah pasien selama di rawat.
57
58
DAFTAR PUSTAKA
Besa CE., Sara J Grethlein, MD., FACP. 2021 Myedisplastic Syndrome Overview;
Medscape article, update 27 jan 2021
Bharucha, A. E., Kudva, Y. C., & Prichard, D. O., 2019. Diabetic Gastroparesis.
Endocrine Reviews, 40(5), 1318 – 1352. http://doi.org/10.1210/er.2021-
00161
59
BNF, 2020, British National Formulary 80th Edition, BMJ Publishing Group,
London.
Budiana, N., G., Febiani, M., 2017. Febrile Neutropenia pada Pasien Pasca-
kemoterapi. Indonesian Journal of Cancer Vol. 11, No. 2 April - June
2017.
Budiastuti , R., F., Radji, M., Purnamasari, R. 2019. The Effectiveness of Clinical
Pharmacist Intervention in Reducing Drug Related Problems of Childhood
Acute Lymphoblastic Leukemia Patient in Tangerang District General
Hospital, Indonesia. Pharmaceutical Sciences and Research (PSR), 6(1),
2019, 28 – 35.
Cohn HM, Dave M, Loftus EV. 2017. Understanding the cautions and
contraindications of immunomodulator and biologic therapies for use in
inflammatory bowel disease. Inflamm Bowel Dis;23(8):1301-15.
60
Farikha, Hannisa Nur. 2017. Evaluasi Interaksi Obat Potensial Pada Pasien
Gastritis dan Dispepsia di Rawat Inao RSUD Dr. Moewardi Tahun 2019.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Muliyani., Perwitasari, D., A., Andalusia, R., Aisyi, M., 2017. Pengaruh
Kemoterapi Pada Pasien Pediatri Leukimia Limfoblastic Akut Dengan
61
Pusat Informasi Obat Nasional (Pionas), Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) Republik Indonesia 2015, Informatorium Obat Nasional
Indonesia (IONI), BPOM RI, diakses 4 Desember 2021.
Ramadani, R., K., Rahmawati, D., Ibrahim., A. 2016. Karakteristik Dan Pola
Penggunaan Obat Analgesik Nsaid Pada Pasien Pasca Operasi Di Rsud
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Fakultas Farmasi Universitas
Mulawarman, Samarinda.
Rahmawati, C., Nopitasari, B., L., Safitri, N, P. 2020. Gambaran Biaya Langsung
Medis Penyakit Pneumonia Dengan Terapi Ceftriaxone di Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Daerah X di NTB Tahun 2018. Lumbung Farmasi ;
Jurnal Ilmu Kefarmasian ,Vol 1 No 1, Januari 2020
62
Selviana, B. Y. 2015. Effect of Coffee and Stress with The Incidence of Gastritis.
Juke Kedokteran UNILA. 4: 2–6.
Septina, F., Mardiyantoro, F., Balbeid, M., Wineas, S. 2020. Mengenal Terapi
Radiasi dan Kemoterapi Bagi Dokter Gigi. UB Press. Jakarta.
Sylviana. 2016. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Dewasa
Dengan Diagnosis Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) Di Instalasi
Rawat Inap RSUP DR. Sardjito Yogyakarta Periode 2009-2014.
Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Thaha, Lestari, W.,AA. Yasa, W., I. 2015. Diagnosis, Diagnosis Differensial dan
Penatalaksanaan Immunosupresif dan Terapi Sumsum Tulang pada Pasien
Anemia Aplastik. Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana. Bali.
Wright CR, Ward AC, Russell AP. Granulocyte Colony-Stimulating Factor and
Its Potential Application for Skeletal Muscle Repair and Regeneration.
Mediators Inflamm. 2017;1–10.
63
Yulita, rita fitri, Waluyo, A. And Azzam, R. 2019. ‘Pengaruh Senam Kaki
Terhadap Penurunan Skor Neuropati dan Kadar Gula Darah pada Pasien
DM Tipe 2’, Journal of Chemical Information and Modeling.
64
65
66
67