Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

PELAYANAN FARMASI KLINIS


KASUS CA MAMMAE SINISTRA T3N1M1

DI RUMAH SAKIT DR. ZAINOEL ABIDIN – BANDA ACEH

PERIODE 02 JANUARI – 28 FEBRUARI 2023

DISUSUN OLEH:

KHAIRIYAH, S.Farm

NIM 223202019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker Farmasi Rumah Sakit di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Pelaksanaan PKPA ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU,
Bapak Dadang Irfan Husori, S,Si., M.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi USU.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak dr. Isra Firmansyah,
Sp.S(K), Ph.D., sebagai Direktur RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang telah
memberikan fasilitas untuk melaksanakan PKPA, Ibu Syarifah Maraiyuna, S.Si., Apt.,
sebagai Kepala Instalansi Farmasi RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang telah
memberikan fasilitas, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama melakukan
PKPA, Bapak Prof. Dr. Wiryanto, MS., Apt., sebagai pembimbing dari Fakultas
Farmasi USU dan Ibu Ika Fitri Ramadhana, S.Farm., Apt., sebagai pembimbing dari
Instalansi Farmasi RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis.
Terima kasih khusus penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis yang
telah memberi dukungan moril maupun materi selama melaksanakan PKPA di RSUD
dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Terakhir kepada sahabat mahasiswa/i pendidikan
profesi Apoteker angkatan XXXIV atas segala bantuannya.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna mendapat perbaikan positif demi
kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh
pihak yang membutuhkan khususnya di bidang Farmasi.

Banda Aceh, 8 Februari 2023


Penulis,

Khairiyah, S.Farm
223202019

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL....................................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Tujuan...............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Definisi..............................................................................................................3
2.2 Faktor Resiko Kanker Payudara.......................................................................3
2.3 Penatalaksanaan Terapi.....................................................................................6
2.3.1 Terapi Farmakologi........................................................................................6
2.3.2 Terapi Non Farmakologi................................................................................9
BAB III KASUS KANKER PAYUDARA..........................................................10
3.1 Identitas Pasien...............................................................................................10
3.2 Subjektif..........................................................................................................10
3.3 Objektif...........................................................................................................10
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................12
4.1 Kondisi Umum Pasien....................................................................................12
4.2 Asuhan Kefarmasian.......................................................................................12
4.2.1 Verifikasi Resep...........................................................................................12
4.2.2 Penyiapan Obat.............................................................................................17
4.2.3 Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)...................................................20
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................24
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................24
5.2 Saran...............................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jenis Pemeriksaan Laboratorium..........................................................10


Tabel 3.2 Terapi Farmakologi Pasien...................................................................11
Tabel 4.1 Regimen Terapi Pasien.........................................................................13
Tabel 4.2 Hasil Verifikasi Regimen Terapi..........................................................13
Tabel 4.3 Pengobatan Sebelum dan Sesudah Kemoterapi....................................14
Tabel 4.4 Manajemen Pengelolaan Efek Samping Obat......................................21

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Elegibilitas Peserta...............................................................26


Lampiran 2. Resep Kemoterapi..........................................................................27
Lampiran 3. Protokol Terapi..............................................................................28
Lampiran 4. Protokol Terapi Lexicomp.............................................................29
Lampiran 5. Kebutuhan obat terapi....................................................................30
Lampiran 6. Cara pemberian kemoterapi...........................................................31
Lampiran 7. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi ...........................32
Lampiran 8. Hasil Pemeriksaan Radiologi ............................................................33
Lampiran 9. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE).....................................34

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Standar

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi standar pengelolaan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan media habis pakai serta pelayananan farmasi

klinik. Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan resep,

penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, Pelayanan Informasi

Obat (PIO), konseling, visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek

Samping Obat (MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), dispensing sediaan

steril, dan Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) (Permenkes RI, 2016).

Dalam rangka menerapkan pelayanan farmasi klinis di rumah sakit,

terkhusus pada bangsal onkologi calon apoteker perlu diberi perbekalan dan

pengalaman. Aktivitas pelayanan farmasi klinis yang dilaksanakan adalah

mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji dan

memverifikasi peresepan obat, meracik obat, menyajikan informasi obat kepada

dokter, dan professional kesehatan lainnya serta memberikan konseling, informasi

dan edukasi obat terhadap pasien (Permenkes RI, 2016).

Kanker adalah masalah kesehatan global yang penting, kasus terbaru dari

kanker diperkirakan mencapai 21.4 juta pertahun (Taso et al., 2014). Beberapa

jenis kanker antara lain kanker payudara, kanker serviks, kanker tulang, kanker

otak, kanker darah, kanker kelenjar dan berbagai jenis kanker yang terjadi pada

1
berbagai macam jaringan tubuh. Kanker terjadi akibat mutasi atau perubahan

abnormal sehingga pertumbuhan sel tidak terkendali dan proses pembelahan sel

lebih cepat menyebar ke seluruh tubuh (Setiawan dkk., 2021).

Kejadian kanker payudara semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kanker

payudara dapat berkembang ke stadium akhir atau lanjut. Pada stadium lanjut

tersebut, kejadian luka laserasi kanker sekitar 5-10% pada pasien kanker

payudara. Ada beberapa jenis pengobatan pada pasien kanker payudara yaitu

pembedahan, radiasi dan kemoterapi. Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan

khusus untuk mematikan sel-sel kanker. Terdapat beberapa efek samping yang

sering ditimbulkan dari pengobatan kemoterapi, maka peranan apoteker sangat

diperlukan dalam memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien yang

melakukan kemoterapi. Pada laporan ini, akan dibahas pelayanan kefarmasian

pada pasien dengan diagnosa Ca Mammae Sinistra T3N1M1 yang dilakukan

tindakan kemoterapi menggunakan paclitaxel dan carboplatin.

1.2 Tujuan

a. Untuk mendapatkan pengetahuan tentang terapi dan penatalaksanaan kanker

payudara

b. Untuk mengetahui peranan apoteker dalam memberikan pelayanan

kefarmasian kepada pasien kanker yang menerima tindakan kemoterapi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kanker payudara (Carcinoma mammae) didefinisikan sebagai suatu

penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Kanker payudara

oleh WHO dimasukkan ke dalam International Classification of Diseases (ICD)

dengan kode nomor 174 untuk wanita dan 175 untuk pria (Dalimartha, 2004).

Kanker payudara muncul sebagai akibat sel-sel yang abnormal terbentuk

pada payudara dengan kecepatan tidak terkontrol dan tidak beraturan. Sel-sel

tersebut merupakan hasil mutasi gen dengan perubahan-perubahan bentuk, ukuran

maupun fungsinya (Dalimartha, 2004).

Kanker payudara dapat menyebar ke organ lain seperti paru-paru, hati, dan

otak melalui pembuluh darah. Kelenjar getah bening aksila ataupun

supraklavikula membesar akibat dari penyebaran kanker payudara melalui

pembuluh getah bening dan tumbuh di kelenjar getah bening (Dalimartha, 2004).

2.2 Faktor Resiko Kanker Payudara

Sampai saat ini belum ada penyebab spesifik timbulnya kanker payudara

yang diketahui, diperkirakan multifaktorial. Namun timbulnya kanker payudara

dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko. Faktor risiko ini penting untuk

mengembangkan program-program pencegahan. Faktor risiko timbulnya kanker

payudara terdiri dari faktor risiko yang tidak dapat diubah (unchangeable) dan

dapat diubah (changeable) yaitu:

a. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah (Unchangeable)

1. Umur

3
Semakin bertambahnya umur meningkatkan risiko kanker

payudara. Wanita paling sering terserang kanker payudara adalah usia

di atas 40 tahun. Wanita berumur di bawah 40 tahun juga dapat

terserang kanker payudara, namun risikonya lebih rendah

dibandingkan wanita di atas 40 tahun (Smeltzer, 2002).

2. Menarche Usia Dini

Risiko terjadinya kanker payudara meningkat pada wanita yang

mengalami menstruasi pertama sebelum umur 12 tahun. Umur

menstruasi yang lebih awal berhubungan dengan lamanya paparan

hormon estrogen dan progesteron pada wanita yang berpengaruh

terhadap proses proliferasi jaringan termasuk jaringan payudara

(Smeltzer, 2002).

3. Menopause Usia Lanjut

Menopause setelah usia 55 tahun meningkatkan risiko untuk

mengalami kanker payudara (Smeltzer, 2002). Kurang dari 25%

kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga

diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya

perubahan klinis (Muchlis, 2005).

4. Riwayat Keluarga

Terdapat peningkatan risiko menderita kanker payudara pada

wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi

genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen

tertentu. Apabila terdapat BRCA 1 (Breast Cancer 1) dan BRCA 2

(Breast Cancer 2), yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker

4
payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60%

pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun. 10%

kanker payudara bersifat familial (Briston, 2008).

5. Riwayat Penyakit Payudara Jinak

Wanita yang menderita kelainan ploriferatif pada payudara

memiliki peningkatan risiko untuk mengalami kanker payudara

(Briston, 2008).,

b. Faktor Risiko yang Dapat Diubah/Dicegah (Changeable)

1. Riwayat Kehamilan

Usia maternal lanjut saat melahirkan anak pertama

meningkatkan risiko mengalami kanker payudara (Price, 2006).

2. Obesitas dan Konsumsi Lemak Tinggi

Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dengan

kanker payudara pada wanita pasca menopause. Konsumsi lemak

diperkirakan sebagai suatu faktor risiko terjadinya kanker payudara

(Dalimartha, 2004).

3. Penggunaan Hormon dan Kontrasepsi Oral

Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker

payudara. Wanita yang menggunakan kontrasepsi oral berisiko tinggi

untuk mengalami kanker payudara. Kandungan estrogen dan

progesteron pada kontrasepsi oral akan memberikan efek proliferasi

berlebih pada kelenjar payudara (Smeltzer, 2002). Wanita yang

menggunakan kontrasepsi oral untuk waktu yang lama mempunyai

5
risiko untuk mengalami kanker payudara sebelum menopause (Price,

2006).

4. Konsumsi Rokok

Wanita yang merokok meningkatkan risiko untuk mengalami

kanker payudara daripada wanita yang tidak merokok (Indriati, dkk.,

2009).

5. Riwayat Keterpaparan Radiasi

Radiasi diduga meningkatkan risiko kejadian kanker payudara.

Pemajanan terhadap radiasi ionisasi setelah masa pubertas dan

sebelum usia 30 tahun meningkatkan risiko kanker payudara

(Smeltzer, 2002).

2.3 Penatalaksanaan Terapi

2.3.1 Terapi Farmakologi

Menurut Kemenkes (2018) bahwa terapi yang digunakan untuk

kemoterapi adalah sebagai berikut :

a. Pembedahan

Pembedahan merupakan terapi yang paling awal dikenal untuk pengobatan

kanker payudara. Pembedahan pada kanker payudara bervariasi menurut luasnya

jaringan yang diambil dengan tetapi berpatokan pada kaidah onkologi. Terapi

pembedahan yang umumnya dikenal adalah terapi atas masalah lokal dan regional

(mastektomi, breast conserving surgery, diseksi aksila dan terapi terhadap

rekurensi lokal/regional). Terapi pembedahan dengan tujuan terapi hormonal

berefek sistemik (ovariektomi, adrenalektomi, dsb), terapi terhadap tumor residif

dan metastase, dan terapi rekonstruksi yaitu terapi memperbaiki konsmetik atas

6
terapi lokal/regional, dapat dilakukan pada saat bersamaan (immediate) atau

setelah beberapa waktu (delay).

b. Terapi Radiasi

Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tata laksana

kanker payudara. Radioterapi dalam tata laksana kanker payudara dapat diberikan

sebagai terapi kuratif ajuvan dan paliatif.

c. Kemoterapi

Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa

gabungan beberapa kombinasi obat kemoterapi. Kemoterapi diberikan secara

bertahap, biasanya sebanyak 6 – 8 siklus agar mendapatkan efek yang diharapkan

dengan efek samping yang masih dapat diterima. Hasil pemeriksaan

immunohistokimia memberikan beberapa pertimbangan penentuan regimen

kemoterapi yang akan diberikan.

d. Terapi Hormonal

Pemeriksaan immunohistokimia memegang peranan penting dalam

menentukan pilihan kemo atau hormonal sehingga diperlukan validasi

pemeriksaan tersebut dengan baik. Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus

dengan hormonal positif.

e. Terapi Target

Pemberian terapi anti target hanya diberikan di rumah sakit tipe A/B.

pemberian anti-HER2 hanya pada kasus-kasus dengan pemeriksaan IHK yang

HER2 positif. Pilihan utama anti-HER2 adalah herceptin, lebih diutamakan pada

kasuskasus yang stadium dini dan yang mempunyai prognosis baik (selama satu

tahun setiap 3 minggu).

7
Menurut pedoman penatalaksanaan kanker payudara adalah salah satu

terapi farmakologi pada pasien kanker adalah kemoterapi.

a) Kemoterapi yang diberikan dapat berupa obat tunggal atau berupa gabungan

beberapa kombinasi obat kemoterapi.

b) Kemoterapi diberikan secara bertahap, biasanya sebanyak 6 – 8 siklus agar

mendapatkan efek yang diharapkan dengan efek samping yang masih dapat

diterima.

c) Hasil pemeriksaan imunohistokimia memberikan.

d) Beberapa pertimbangan penentuan regimen kemoterapi yang akan diberikan.

Kemoterapi merupakan terapi yang diberikan dengan menggunakan obat-

obatan sitostatik yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui intra vena atau oral.

Pengunaan obat- obatan kemoterapi dapat memberikan efek toksik dan disfungsi

sistemik hebat meskipun bervariasi dalam keparahannya. Efek samping dapat

timbul karena obat-obatan tidak hanya menghancurkan sel-sel kanker tetapi juga

menyerang sel sehat, terutama sel-sel yang membelah dengan cepat seperti

membran mukosa, sel rambut, sum-sum tulang dan organ reproduksi (Wahyuni,

2015).

Obat sitostatika merupakan golongan obat yang digunakan untuk

pengobatan kanker dan proses penangannnya harus dilakukan secara aseptik untuk

menghindari terjadinya kontaminasi. Sitostatika penanganannya harus mempunyai

standar operasional prosedur baik dari aspek dispensing, pemberian obat kepada

pasien maupun penangannya limbahnya (Rusli, 2018).

8
2.3.2 Terapi Non Farmakologi

Contoh terapi non farmakologi yaitu lebih menekankan pada tindakan

pencegahan terhadap kanker beberapa contoh terapi non farmakologi adalah

menghindari rokok alkohol rajin mengonsumsi buah dan sayur dan olahraga.

Terapi non farmakologi yang akan digunakan yaitu musik dan progressive muscle

relaxation (PMR), manfaat, alat yang dibutuhkan (Headphone/headseat dan

smarphone), dan pelaksanaan terapi untuk meningkatkan kualitas tidur pasien

kanker payudara (Anggraini, 2021).

9
BAB III

KASUS KANKER PAYUDARA

3.1 Identitas Pasien

Nama : Latifah

Umur : 56 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

BSA : 1,52 m2

Nomor MR : 13*****

Diagnosis : Ca Mammae Sinistra T3N1M1

Histopatologi : Invasif breast carcinoma grade I

Jaminan : BPJS

Siklus : Ke-VI

3.2 Subjektif
Kerontokan rambut, konstipasi, diare, nyeri dibagian lutut, kelelahan dan kekurangan energi.

3.3 Objektif
a. Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 3.1 Jenis Pemeriksaan Laboratorium


Jenis Pemeriksaan Keterangan
Pemeriksaan Radiologi (Thorax Pa) Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmonary (paru) : Tak tampak
infiltrate, tampak nodul di
parahiler kiri
Sinus phrenicocostalis kanan kiri
tajam
Kesimpulan : Proses metastase di
paru
Pemeriksaan Radiologi (USG Hepar : Ukuran normal, intensitas
Hepar) echo baik, vena porta dan
hepatica normal, tak tampak
massa/ kista/ nodul
Kesimpulan : Tak tampak proses
metastase di hepar
Pemeriksaan Patologi Anatomi Pada sediaan jaringan dari
mamma. Tampak kelenjar-
10
kelenjar yang atipik. Pelapis
epitel kubus yang mengalami
disorganisasi. Inti membesar
pleomorfik. Kromatin kasar.
Sitoplasma eosinofilik. Tampak
sel-sel atipik ini telah menyusup
ke stroma yang terdiri dari
jaringan ikat

b. Terapi Farmakologi

Tabel 3.2 Terapi Farmakologi Pasien


Terapi per Siklus Dosis/Siklus
Injeksi Deksametason 5 mg/ml/ampul x 2 ampul
Injeksi Dipenhidramin 5 mg/ml/ampul x 1 ampul
Injeksi Ondansetron 8 mg/4 ml/ampul x 1 ampul
Injeksi Furosemide 40 mg x 1 ampul
Paclitaxel 30 mg x 3 vial
100 mg x 2 vial
Carboplatin 150 mg x 1 vial
450 mg x 1 vial

c. Diagnosa

Kanker Payudara Kiri (Ca Mammae Sinistra T3N1M1)

11
BAB IV

PEMBAHASA

4.1 Kondisi Umum Pasien

Pasien masuk ke RSUD dr. Zainoel Abidin pada tanggal 24 Januari 2023

untuk melakukan kemoterapi siklus ke-6. Berdasarkan hasil lab anatomi patologi

dan hasil pemeriksaan radiologi. Pasien didiagnosa Kanker Payudara Kiri (Ca

Mammae Sinistra T3N1M1). Kemoterapi dilakukan setiap 21 hari atau 3 minggu

sekali.

4.2 Asuhan Kefarmasian

Asuhan kefarmasian yang dilakukan apoteker terhadap pasien yang

mendapat tindakan kemoterapi antara lain verifikasi resep, menyiapkan obat

kemoterapi dan komunikasi informasi dan edukasi kepada pasien.

4.2.1 Verifikasi Resep

Verifikasi yang dilakukan apoteker pada resep yaitu memverifikasi regimen

dan dosis regimen. Verifikasi regimen terapi dan verifikasi dosis dilakukan untuk

memastikan bahwa regimen dan dosis regimen tersebut sesuai dengan

guideline

12
kemoterapi yang berlaku. Regimen kemoterapi yang diberikan pada pasien ini

adalah:

Tabel 4.1 Regimen Terapi Pasien


Jumlah
No. Nama Obat Dosis/Siklus Sediaan
Permintaan
30 mg 3 vial
1. Paclitaxel 265 mg
100 mg 2 vial
2. Carboplatin 600 mg 150 mg 1 vial
450 mg 1 vial

Verifikasi regimen terapi dilakukan dengan melihat regimen terapi yang

sesuai dengan diagnose pasien pada beberapa referensi/literatur yang dijasikan

sebagai acuan protokol kemoterapi. Hasil verifikasi regimen terapi adalah:

Tabel 4.2 Hasil Verifikasi Regimen Terapi


Regimen dalam Hasil Verifikasi
Diagnosa
Resep LEXICOMP FORNAS
BC (Breast Paclitaxel 175 mg/m2 175 mg/m2
Cancer) Carboplatin AUC 6 AUC 5-6

a. Kesesuaian dosis resep

1) Paclitaxel

Dosis lazim : 175 mg/m2 = 175 mg/m2 x 1,52 m2 = 266 mg

Dosis resep : 265 mg

2) Carboplatin

Dosis lazim :

GFR = (140 – 56) x 58 kg / (72 x 0,80 mg/dL) x 0,85 =

71,89

Dosis Carboplatin : 6 x (71,89+25) = 581,375 mg

Dosis resep : 600 mg

Dosis yang diberikan kepada pasien tidak sesuai dengan hasil verifikasi

13
regimen terapi. Pembulatan dosis sangat relevan untuk obat yang dipasok dalam

botol sekali pakai pada formulasi bebas pengawet. Umumnya pembulatan dosis

dalam 5% -10% dari dosis yang dipesan untuk pengobatan antikanker biologis

dan sitotoksik. Berdasarkan data yang dipublikasikan, hal ini memungkinkan

dokter memiliki referensi lain dalam penentuan dosis regimen pada pasien

tersebut.

Menurut (Ishigiro dkk, 2020) menyatakan bahwa pengurangan dosis dan

kenaikan dosis dianggap perlu untuk mengurangi efek samping terhadap obat-obat

kemoterapi. Perhitungan dosis kemoterapi tergantung pada protokol pengobatan

yang dipilih oleh ahli onkologi, serta berat badan atau luas permukaan tubuh

pasien. Variabel lain juga dapat mengganggu penentuan dosis: usia, penyakit

penyerta, kinerja pasien, efek samping obat, dll. Oleh karena itu, dosis kemoterapi

tidak tetap dan dapat bervariasi antara pasien yang menggunakan protokol yang

sama.

b. Pengobatan sebelum dan sesudah kemoterapi

Tabel 4.3 Pengobatan Sebelum dan Sesudah Kemoterapi


Nama Obat Fungsi
Sebelum kemoterapi
Injeksi Deksametason (25 mg) 2 Antiemetik (lexicomp)
ampul
Injeksi Diphenidramine 1 Antiemetik (lexicomp)
ampul
Injeksi Ondansetron 1 ampul Antiemetik (lexicomp)

Injeksi Furosemide 1 ampul Diuretik (lexicomp)


Sesudah kemoterapi
Paclitaxel Antineoplastik (lexicomp)
Carboplatin Antineoplastik (lexicomp)

Pasien diberikan obat sebelum kemoterapi yaitu injeksi Ondansetron,

deksametason, diphenhidramine dan furosemide digunakan untuk mencegah

terjadinya efek samping yang tidak diinginkan ketika kemoterapi. Setelah itu
14
pasien direhidrasi dengan NaCl 0,9% 500 cc untuk menjaga keseimbangan cairan

dan nutrisi selama kemoterapi selama ½ jam kemudian diberikan obat kemoterapi

Paclitaxel 265 mg dalam 250 cc 0,9 % selama ½ jam. Kemudian dibilas kembali

dengan NaCl 0,9 % sebanyak 500 cc selama ½ jam. kemudian diberikan obat

kemoterapi carboplatin 600 mg dalam 500 cc 0,9 % selama 1 jam. Kemudian

dibilas kembali dengan NaCl 0,9 % sebanyak 500 cc selama ½ jam. Pemberian

NaCl ini bertujuan untuk mencegah nyeri dan nekrosis jaringan jika ektravasasi

dan diberikan obat setelah kemoterapi yaitu Ondansetron dan deksamethason

digunakan untuk mencegah efek samping yang tidak diinginkan setelah

kemoterapi. Ondansetron merupakan obat untuk mengendalikan mual muntah

akut atau delayed yang menyertai kemoterapi dan radioterapi.

Deksametason merupakan kortikosteroid yang digunakan secara luas dan

dikombinasikan dengan obat antiemetik lainnya. Deksametason diberikan 30

menit sebelum kemoterapi dengan intravena.Selain untuk mencegah terjadinya

hipersensitivitas deksametason juga berperan dalam mencegah mual dan muntah.

Deksametason mempunyai mekanisme kerja dengan menurunkan pelepasan

serotonin dan meningkatkan kerja obat antiemetik lainnya (Allen, 2007).

Mekanisme antiemetik dari dexamethason yaitu berkaitan dengan efek

antiinflamasi. Dexamethason berperan mengurangi inflamasi pada sel dengan cara

menghalangi pelepasan asam arakidonat atau penurunan sintesis prostanoid dan

leukotrien (Rudd, 2016). Difenhidramin merupakan obat golongan antihistamin

dan antikolinergik yang dapat mengurangi mual dan muntah (Dipiro, 2017).

Difenhidramin memiliki mekanisme dengan berkompetisi dengan histamin bebas

untuk mengikat reseptor H1 dan memblok CTZ dan menurunkan stimulasi

vestibular. Furosemide digunakan sebagai diuresis, bekerja dengan menghalangi

15
reabsobsi tubulus natrium dan clorida ditubulus proksimal dan distal, serta

dilengkung henle asendens yang tebal. Penghambatan ini menghasilkan

peningkatan eksresi air bersama dengan ion natrium, klorida, magnesium,

kalsium, hidrogen dan kalium. Furosemide memberikan efek vasodilatasi

langsung yang menghasilkan efektivitas terapeutik dalam pengobatan edema paru

akut (Drugbank, 2008)

Efek samping kemoterapi bervariasi dari ringan sampai berat, tergantung

dari dosis dan regimen kemoterapi. Efek sitostatika terhadap sel normal yang aktif

mitosis seperti sel darah, sel traktus gastrointestinal, kulit, rambut, dan organ

reproduksi dapat menimbulkan efek samping. Efek samping yang dapat terjadi

meliputi gejala gastrointestinal berupa mual muntah, stomatitis, diare, dan

konstipasi, mielosupresi berupa anemia, leukopenia, dan trombositopenia,

alopecia, gangguan liver dan ginjal (Shinta dan Surarso, 2016).

Mual muntah merupakan salah satu efek samping yang sering terjadi pada

penggunaan sitostatika. Efek samping mual muntah dapat menurunkan kualitas

hidup pasien sehingga mengalami kesulitan dalam menjalankan aktivitas harian.

Efek samping kemoterapi sangat beragam tergantung dari tipe obat, dosis obat,

serta lama terapi. Efek samping berat dapat timbul pada pasien pasca kemoterapi

dan sering tidak dapat ditoleransi oleh pasien bahkan menimbulkan kematian

(Shinta dan Surarso, 2016).

Mual muntah setelah kemoterapi terdiri dari akut, lambat, dan antisipatori.

Chemotherapy induced nausea and vomiting (CINV) akut terjadi pada 24 jam

pertama dan puncaknya terjadi pada 5- 6 jam post kemoterapi. Chemotherapy

induced nausea and vomiting lambat terjadi pada 24 jam dan berlangsung selama

5-7 hari. CINV antisipatory terjadi sebelum kemoterapi diberikan (Rahmah dan

16
Alfiyanti, 2021). Pada visite keruangan pasien dalam rangka Kegiatan

Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), pasien mengeluhkan bahwa efek dari

kemoterapi sebelumnya mengalami mual dan muntah yang lumayan hebat sampai

membuat pasien harus dirawat kembali ke rumah sakit terdekat karena efek

samping kemoterapi yang didapat, dalam hal ini pasien masuk dalam kategori

mual muntah akut. Tipe mual muntah ini sulit dikontrol dibanding jenis lain. Hal

ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti pikiran, kecemasan, gangguan

pengecapan, serta bau mulut (Rahmah dan Alfiyanti, 2021).

4.2.2 Penyiapan Obat

Menurut Depkes RI 2009, sebelum menjalankan proses pencampuran obat,

perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Memeriksa kelengkapan dokumen (formulir) permintaan dengan

prinsip 5 BENAR (benar pasien, obat, dosis, rute dan waktu

pemberian)

2. Memeriksa kondisi obat-obatan yang diterima (nama obat, jumlah,

nomer batch, tanggal kadaluarsa), serta melengkapi form permintaan.

3. Melakukan konfirmasi ulang kepada pengguna jika ada yang tidak

jelas/tidak lengkap.

4. Menghitung kesesuaian dosis.

5. Memilih jenis pelarut yang sesuai.

6. Menghitung volume pelarut yang digunakan.

7. Membuat label obat berdasarkan: nama pasien, nomer rekam medis,

ruang perawatan, dosis, cara pemberian, kondisi penyimpanan, tanggal

pembuatan, dan tanggal kadaluarsa campuran.

8. Memasukkan alat kesehatan, label, dan obat-obatan yang akan


17
dilakukan pencampuran kedalam ruang steril melalui pass box

18
Menurut Depkes RI 2009, proses pencampuran dilakukan sebagai berikut:

1. Memakai APD sesuai PROSEDUR TETAP

2. Mencuci tangan sesuai PROSEDUR TETAP

3. Menghidupkan biological safety cabinet (BSC) 5 menit sebelum

digunakan.

4. Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi BSC sesuai PROSEDUR

TETAP

5. Menyiapkan meja BSC dengan memberi alas sediaan sitostatika.

6. Menyiapkan tempat buangan sampah khusus bekas sediaan sitostatika.

7. Melakukan desinfeksi sarung tangan dengan menyemprot alkohol 70%.

8. Mengambil alat kesehatan dan bahan obat dari pass box.

9. Meletakkan alat kesehatan dan bahan obat yang akan dilarutkan di atas

meja BSC.

10. Melakukan pencampuran sediaan sitostatika secara aseptis.

11. Memberi label yang sesuai pada setiap infus dan spuit yang sudah

berisi sediaan sitostatika

12. Membungkus dengan kantong hitam atau aluminium foil untuk obat-

obat yang harus terlindung cahaya.

13. Membuang semua bekas pencampuran obat kedalam wadah

pembuangan khusus.

14. Memasukan infus untuk spuit yang telah berisi sediaan sitostatika ke

dalam wadah untuk pengiriman.

15. Mengeluarkan wadah untuk pengiriman yang telah berisi sediaan jadi

melalui pass box.

19
16. Menanggalkan APD sesuai prosedur tetap

17. Dalam kasus ini, penyiapan obat kemoterapi dilakukan oleh tenaga

teknis kefarmasian.

Penyiapan obat :

1) Paclitaxel

Dosis yang diminta : 265 mg

Dosis yang tersedia: - 30 mg/5 ml

- 100 mg/16,7 ml

Disiapkan 3 vial 30 mg dan 2 vial 100 mg, diambil 265 mg dari 3

vial 30 mg dan 2 vial dari 100 mg, kemudian dimasukkan ke dalam

250 ml larutan NaCl 0,9%. Lalu diberi etiket meliputi nama obat,

beyond use date, dosis dan tanggal serta jam peracikan obat.

Perhitungan harga :

 HET Paclitaxel 30 mg : Rp 149.184 = Rp 4.972/mg

 HET Paclitaxel 100 mg : Rp 284.160 = Rp 2.841/mg

Paclitaxel yang dibutuhkan : 265 mg

Sehingga, 3 vial paclitaxel 30 mg : 3 x Rp 149.184 = Rp 447.552

2 vial paclitaxel 100 mg : 2 x Rp 284.160 = Rp 568.320


Sisa percampuran 290 mg – 265 mg = 25 mg
Jadi, total harga yang dikeluarkan rumah sakit adalah :

Rp 447.552 + Rp 568.320 = Rp 1.015.872 – (25 x Rp 4.972)

= Rp 1.015.872 – Rp 124.300

= Rp 891.572

Peresepan penggunaan sediaan obat sudah efektif dan sisa 25 mg (Rp

124.300) dapat digunakan untuk pasien yang lain selama larutan

masih dalam kondisi baik dan dalam rentang BUD.


20
2) Carboplatin

Dosis yang diminta: 600 mg

Dosis yang tersedia: - 150 mg/15 ml

- 450 mg/45 ml

Disiapkan 1 vial 150 mg dan 1 vial 450 mg diambil 600 mg kemudian

dimasukkan ke dalam 500 ml larutan NaCl 0,9%. Lalu diberi

etiket meliputi nama obat, beyond use date, dosis dan tanggal serta jam

peracikan obat.

Perhitungan harga :

 HET Carboplatin 150 mg : Rp 170.496 = Rp 1.136/mg

 HET Carboplatin 450 mg : Rp 397.824 = Rp 884/mg

Cisplatin yang dibutuhkan : 600 mg

Sehingga, 1 vial carboplatin 150 mg : 1 x Rp 170.496 = Rp 170.496

1 vial carboplatin 450 mg : 1 x Rp 397.824 = Rp 397.824

Jadi, total harga yang dikeluarkan rumah sakit adalah :

Rp 170.496 + Rp 397.824 = Rp 568.320


4.2.3 Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)

Komunikasi adalah penyampaian pesan secara langsung atau tidak

langsung melalui saluran komunikasi kepada penerima pesan untuk mendapatkan

tanggapan. Tanggapan (respon) diperoleh karena telah terjadi penyampaian pesan

yang dimengerti oleh masing-masing pihak. Informasi adalah keterangan, gagasan

maupun kenyataan yang perlu diketahui masyarakat (pesan yang disampaikan)

dan dimanfaatkan seperlunya. Edukasi adalah sesuatu kegiatan yang mendorong

terjadinya penambahan pengetahuan, perubahan sikap, perilaku dan ketrampilan

seseorang/kelompok secara wajar (KPPPA, 2019).

21
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait

terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya.

Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,

meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan

meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan

penggunaan Obat bagi pasien (patient safety) (Permenkes RI, 2016).

Diberikan KIE serta konseling kepada pasien terkait manajemen efek

samping yang diderita pasien setelah melekukan kemoterapi. Efek samping

kemoterapi pada pasien dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Faktor risiko

dari individu misalnya umur, kondisi umum, jenis kelamin, faktor patologi, faktor

alergi, dan faktor genetik. Efek samping kemoterapi sangat beragam tergantung

dari tipe obat, dosis obat, serta lama terapi. Efek samping berat dapat timbul pada

pasien pasca kemoterapi sering tidak dapat ditoleransi oleh pasien bahkan

menimbulkan kematian. Efek samping mual muntah dapat menurunkan kualitas

hidup pasien sehingga mengalami kesulitan 20 dalam menjalankan aktivitas

harian (Shinta dan Surarso, 2016). Efek samping yang timbul serta manajemen

pengelolaan efek samping yang diedukasikan kepada pasien dapat dilihat pada

tabel 4.4.

Tabel 4.4 Manajemen Pengelolaan Efek Samping Obat (MESO)


No. Efek Samping Manajemen Pengelolaan ESO ESO yang dialami
1. Reaksi alergi Beri tahu perawat Anda jika ini Tidak dialami
terjadi saat Anda menerima
paclitaxel NAB atau hubungi
ahli onkologi Andalangsungjika
ini terjadi setelah Anda
meninggalkan klinik.
2. Nyeri didaerah Oleskan kompres dingin atau Tidak dialami
penyuntikan rendam dalam air dingin selama
15-20 menit beberapa kali
sehari.

22
3. Mual dan Muntah Minum banyak cairan, minum obat Tidak dialami
anti mual muntah seperti
ondansetron, sebelum
makan.
4. Diare Minum banyak air putih, hindari Dialami
makanan tinggi serat seperti
pisang, apel, alpukat dan lain-
lain. Jika diare masih berlanjut
hubungi dokter untuk
meresepkan obat
5. Sembelit Untuk menghindari konstipasi yaitu Dialami
dengan berolahraga, banyak
minum (8 gelas sehari), dan
diskusi kedokter jika
diperlukan pencahar. Untuk
diare banyak minum, makan
makanan tinggi serat.
6. Nyeri otot atau sendi apat mengonsumsi acetaminophen Dialami
(misalnya, TYLENOL®) setiap
4-6 jam hingga maksimum 4 g
(4000 mg) per hari atau
ibuprofen (misalnya, ADVIL®)
untuk nyeri ringan hingga
sedang.
7. Pembengkakan Tinggikan kaki saat duduk, hindari Tidak dialami
pakaian ketat.
8. Kehilangan selera Makan makanan yang bervariasi Tidak dialami
makan dan makan apa saja yang ingin
dimakan. Mencoba makan
sedikit atau mengemil beberapa
jam sekali agar tubuh tidak
lemas.
9. Kelelahan dan Diberitahukan untuk tidak Dialami
kekurangan energi mengemudi atau
mengoperasikan mesin saat
merasa lelah. Istirahat yang
cukup, konsumsi banyak cairan
dan olahraga ringan.
10.Rambut rontok Oleskan minyak mineral ke kulit Dialami
kepala untuk mengurangi rasa
gatal. Gunakan sampo yang
lembut dan sisir rambut dengan
pelan.
(BC Cancer Agency, 2023)

23
Setelah selesai mendapatkan kemoterapi, pasien diperbolehkan pulang dan

dibekali obat pulang. Obat pulang yang diterima pasien yaitu ondansetron 2 x 8

mg (oral) tiap 12 jam diberikan selama 3 hari, dexamethason 3 x 2 tablet (oral)

tiap 8 jam diberikan selama 3 hari. Pemberian obat-obatan tersebut untuk

meringankan rasa mual dan muntah serta nyeri yang mungkin akan dialami oleh

pasien.

24
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan studi kasus yang dilakukan di RSUD dr. Zainoel Abidin

Banda Aceh adalah sebagai berikut:

a. Mahasiswa calon apoteker memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan

tentang terapi dan penatalaksanaan kanker payudara

b. Peranan apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien

kanker yang menerima tindakan kemoterapi antara lain pengkajian dan

pelayanan resep, konseling, visite, monitoring efek samping obat (MESO).

5.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan pada kasus ini maka disarankan:

a. Calon apoteker selanjutnya lebih aktif berkomunikasi dengan dokter, perawat

dan keluarga pasien untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas.

b. Calon apoteker selalu memantau perkembangan pasien, dan lebih rutin dalam

melakukan visite kepada pasien

25
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini,D., Dewi M., dan Susy P. 2021. Peran Edukator Perawat Melalui
Terapi Non Farmakologi dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Tidur
Pasien Kanker Payudara. Jurnal EMPATI: Edukasi Masyarakat,
Pengabdian dan Bakti, vol 2 (1).
BC Cancer. 2021. [online]. http://www.bccancer.bc.ca/health-
professionals/clinical-resources/chemotherapy-protocols/breast. [Diakses
pada 09 Oktober 2022].
Briston, L. 2008. Prospective Evaluation of Risk Factors for Breast Cancer.
Journal of the National Cancer Institute. 100(20).
Dalimartha, S. 2004. Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Antikanker. Jakarta:
Penebar Swadaya
Drugbank. https://go.drugbank.com/ . [Diakses pada tanggal 26 Januari 2023].
Indriati, R., dkk. 2009. Faktor - Faktor Risiko yang Berhubungan Terhadap
Kejadian Kanker Payudara Wanita. http://www.mep.undip.ac.id. [Diakses
pada 15 April 2021.
Muchlis, R. 2005. Deteksi Dini Kanker. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Permenkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan No. 72 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Halaman 5, 33-37.
Price, S., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Rusli. 2018. Bahan Ajar Farmasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Setiawan, H., Nantia Khaerunnisa, R., Ariyanto, H., Fitriani, A., Anisa Firdaus,
F., & Nugraha, D. (2021). Yoga Meningkatkan Kualitas Hidup Pada
Pasien Kanker: Literature Review. Journal of Holistic Nursing Science,
8(1), 75–88.
Shinta, N.R dan Bakti S. 2016. Terapi Mual Muntah Pasca Kemoterapi. Jurnal
THT-KL. Vol 9(2).
Smeltzer, S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Sukarja. 2000. Onkologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press.
Wahyuni, D., Nurul, H., dan Gamya, T, U. 2015. Studi Fenomenologi:
Pengalaman Pasien Kanker Stadium Lanjut Yang Menjalani Kemoterapi.
JOM, Vol 2 (2).

26
LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Elegibilitas Peserta

27
Lampiran 2. Resep Kemoterapi

28
Lampiran 3. Protokol Terapi

29
Lampiran 4. Literatur Terapi Lexicomp

30
Lampiran 5. Kebutuhan Obat Terapi

31
Lampiran 6. Cara Pemberian Kemoterapi

32
Lampiran 7. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi

33
Lampiran 8. Hasil Pemeriksaan Radiologi

34
Lampiran 9. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)

35

Anda mungkin juga menyukai