DISUSUN OLEH :
DEVIN WINATA 20180311042
TARA NOVANTI 20180311065
NUR SEPTIYANI 20180311069
WAHYU DARMAWAN 20180311085
NIA LARAS PERMATA 20180311110
Laporan Akhir ini dibuat untuk menyelesaikan Mata Kuliah Praktik Farmasi
Klinik dan Pelayanan Kefarmasian pada Program Studi Farmasi
Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul.
Disusun oleh :
DEVIN WINATA 20180311042
TARA NOVANTI 20180311065
NUR SEPTIYANI 20180311069
WAHYU DARMAWAN 20180311085
NIA LARAS PERMATA 20180311110
Disetujui Oleh
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-
Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja ini. Kami menyadari bahwa
bantua, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit bagi kami untuk
menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Zaerahmah,S.SI.,Apt selaku pembimbing lapangan di Puskesmas
Kecamatan Kebon Jeruk yang menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk membimbing dan membantu penulis untuk menyusun laporan ini.
2. Bapak Hermanus Ehe Hurit.,S.SI.,M.Farm.,Apt selaku pembimbing dari
kampus Universitas Esa Unggul yang mendampingi dan membantu penulis
untuk menyusun laporan ini.
3. Prof.Dr.Apt.Aprilita Rina Yanti EFF.,M.Biomed selaku Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Esa Unggul.
4. Dr.Apt.Sri Teguh Rahayu.,S.Farm.,M.Farm selaku Ketua Prodi Program
Studi Farmasi Universitas Esa Unggul.
5. Seluruh staff, Apoteker lain,Tenaga Teknis Kefarmasian, dan pihak
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk yang telah membantu penulis dalam
menjalani Praktek Kerja Lapangan di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk.
6. Orang tua tercinta dan keluarga besar yang telah memberikan bantuan
dukungan material dan moral.
7. Sahabat dan teman teman yang telah membantu serta memberikan
dukungan kepada penulis.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu.Semoga laporan ini membawa manfaat
bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
DAFTAR ISI
Latar Belakang
Kesehatan masyarakat diartikan sebagai aplikasi dan kegiatan terpadu antara
sanitasi dan pengobatan dalam mencegah penyakit yang melanda penduduk atau
masyarakat. Kesehatan masyarakat adalah kombinasi antara teori (ilmu) dan
Praktek (seni) yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup,
dan meningkatkan kesehatan penduduk (masyarakat). Kesehatan masyarakat
adalah sebagai aplikasi keterpaduan dalam mencegah penyakit yang terjadi di
masyarakat. rehabilitatif adalah tiap warga masyarakat dapat mencapai derajat
kesehatan yang setingi-tinggi baik fisik, mental, sosial serta diharapkan berumur
panjang. (Encang, 1988)
Salah satu tempat/fasilitas pelayanan kesehatan yang paling mudah dijangkau
oleh masyarakat yaitu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat
yang amat penting di Indonesia. Puskesmas adalah unit pelaksanaan kegiatan teknis
kabupaten/kota yang memiliki tanggung jawab menyelenggarakan suatu
pembangunan kesehatan di suatau wilayah kerja. Puskesmas menyelenggarakan
upaya yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau
oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang
dapat terjangkau oleh pemerintah dan masyarakat.(PMK 75 tahun 2014).
Dalam sarana kesehatan Puskesmas, pelayanan kefarmasian merupakan salah
satu faktor penting dalam menunjang pelayanan kesehatan. Profesi Farmasi saat ini
telah mengalami perkembangan yaitu dari orientasi pada obat berubah menjadi
orientasi pada pasien dengan berdasarkan pada asas Pharmaceutical Care, yaitu
bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi farmasis dalam pekerjaan
kefarmasian untuk mencapai tujuan akhir yaitu peningkatan kualitas hidup pasien.
(Arrimes, 2015)
Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan yang berinteraksi langsung
kepada masyarakat yang bersifat komprehentif dengan kegiatannya terdiri dari
upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Puskesmas merupakan unit
teknis yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan
di satu atau sebagian wilayah kecamatan yang mempunyai fungsi sebagai pusat
pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat
pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam rangka pencapaian keberhasilan
merupakan fungsi puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan di bidang
kesehatan. (Arrimes, 2015)
Menurut Undang-Undang Republic Indonesia nomor 25 tahun 2009 tentang
pelayanan public, yang dimaksud dengan pelayanan public adalah kegiatan atau
rangkaian dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara atas barang, jasa, atau pelayanan
administrative yang disediakan oleh penyelengaran pelayanan publik.
(UU 25 tahun 2009)
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu kesehatan bagi masyarakat di Puskesmas Kecamatan Kebon
Jeruk harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat,
dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama meliputi pelayanan kesehatan
perorangan, dan pelayanan kesehatan masyarakat.(Yohanitas & Prayitno, 2015).
Tujuan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
1. Setelah mengikuti praktik kerja lapangan ini mahasiswa mampu
memahami dan mampu melakukan dan memberikan pelayanan–
pelayanan kefarmasian sebagai Tenaga Teknis Kefarmasian ( TTK).
2. Meningkatkan Pengetahuan tentang peran, fungsi, posisi dan tanggung
jawab Sarjana Farmasi dalam pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Kecamatan kebon Jeruk.
3. Meningkatkan Keterampilan dalam bekerja sebagai tenaga farmasi yang
handal dan berkompeten sebelum memasuki dunia kerja sebagai tenaga
farmasi yang profesional.
Manfaat Praktek Kerja Lapangan (PKL)
1. Bagi instansi:
Membangun relasi dalam membuka lapangan pekerjaan bagi lulusan
universitas esa unggul
Menjalin kerja sama antara lembaga pendidikan tinggi dengan
pelayanan kesehatan puskesmas.
2. Bagi penyelenggara lahan PKL:
Menjalin kerja sama sehingga Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk
dapat dikenal oleh kalangan akademis
Mendapat masukan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana program
atau kurikulum yang telah diterapkan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat
3. Bagi mahasiswa:
Mengenal peran, fungsi, posisi, dan tanggung jawab seorang Tenaga
Teknis Kefarmasian di PuskesmasKecamatan Kebon Jeruk.
Melakukan pekerjaan kefarmasian.
Memahami Pengelolaan Resep di Puskemas yang meliputi alur
Pelayanan Resep, Penyimpanan Resep, dan Pemusnaan Resep.
Memahami manajemen kegiatan pengelolaan, perbekalan sediaan
farmasi di apotek Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk meliputi
Perencanaan, Pengadaan, dan Pelaporan
BAB II
TINJAUAN UMUM
Sejarah Puskesmas
Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak
pemerintahan Belanda pada abad ke-16. Kesehatan masyarakat diIndonesia pada
waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang
sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu. Kolera masuk di Indonesia tahun 1927
dan tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor di Indonesia. Kemudian pada tahun 1948
cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan ternyata efek yang ditimbulkan
penyakit tersebut sangat mengkhawatirkan. Berawal dari wabah kolera tersebut,
pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
(Dina, 2015)
Puskesmas telah menjadi tonggak periode perjalanan sejarah Dinas
Kesehatan Kabupaten di Indonesia. Konsep Puskesmas sendiri diterapkan di
Indonesia pada tahun 1969. Perihal diterapkannya konsep Puskesmas ini, pada awal
berdirinya, sedikit sekali perhatian yang dicurahkan Pemerintah di Kabupaten pada
pembangunan di bidang Kesehatan. Sebelum konsep Puskesmas diterapkan, dalam
rangka memberikan pelayanan terhadap masyarakat maka dibangunlah Balai
Pengobatan (BP), Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA), yang tersebar di
Kecamatan. (Eni, 2015)
Unit tersebut berdiri sendiri-sendiri tidak saling berhubungan dan langsung
melaporkan kegiatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan, umumnya unit tersebut
dipimpin oleh seorang Mantri (perawat) senior yang pendidikannya bisa Pembantu
Perawat atau Perawat.Sejalan dengan diterapkannya konsep Puskesmas di
Indonesia tahun 1969, maka mulailah dibangun Puskesmas di beberapa wilayah
yang dipimpin oleh seorang Dokter Wilayah (Dokwil) yang membawahi beberapa
Kecamatan, sedang di tingkat kabupaten ada Dokter Kabupaten (Dukabu) yang
membawahi Dokwil. Pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas tersebut
adalah pelayanan kesehatan menyeluruh (komprehensif) yang meliputi pelayanan:
pengobatan (kuratif), upaya pencegahan (preventif), peningkatan kesehatan
(promotif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). (Nuraminullah, 2018)
2.1.1 Sejarah Puskesmas Kebun Jeruk
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk mulai didirikan pada tahun 1967 diatas
tanah seluas 2500m2. Mengalami renovasi total pada tahun 1987 ada tambahan
bangunan 2 lantai, sehingga luas seluruhnya menjadi 1850 m2.
Gedung Puskesmas Kebon jeruk memiliki bangunan 3 lantai resmi yang
digunakan pada tahun 1987 dan pada tahun 1997 dibangunlah sebuah gudang obat
dengan luas 300 m2. Dan pada tahun 2007 seluruh bangunan yang ada di Puskesmas
Kebon Jeruk direnovasi total kembali, sehingga pada saat ini Puskesmas Kebon
Jeruk memiliki bangunan 4 lantai dengan bangunan seluas 2365 m2 dan mulai
digunakan pada bulan Maret tahun 2008.
Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk membawahi 7 Puskesmas Kelurahan
yaitu Puskesmas Kelurahan Kelapa Dua (PKL Kelapa Dua), Puskesmas Kelurahan
Duri Kepa (PKL Duri Kepa), Puskesmas Kelurahan Sukabumi Utara( PKL SuKut),
Puskesmas Kelurahan Sukabumi Selatan (PKL SukSel), Puskesmas Kelurahan
Kedoya Utara (PKL KeDut), Puskesmas Kelurahan Kedoya Selatan (PKL KedSel).
3
1 2
Penerimaan dan
Perencanaan Pengadaan
Pemeriksaan Barang
5 4
Penyimpanan Pelaporan
A= (B+C+D)-E
Keterangan:
A= Rencana Pengadaan
B= Pemakaian rata-rata x 12
C= Buffer stock ( 10-20%)
D= Lead time 3-6 bulan
E= Sisa Stok
b. Metode ABC
Untuk menentukan jumlah item obat dari yang akan direncanakan
pengadaanya berdasarkan prioritas. Metode tersebut sangat erat
kaitannya dengan biaya dan pemakaian perbekalan farmasi dalam
setahun, sehingga diperlukan tingkatan prioritas dengan asumsi beberapa
jumlah pesanan dan kapan dipesan.
Cara pengelompokan :
1. Kelompok A: Perencanaan yang jumlah unit uang per tahunnya tinggi
(60-90 %) tetapi biasanya volumenya ( 5-10%).
2. Kelompok B: Persediaan yang jumlah nilai yang per tahunnya sedang
(20- 30%), tetapi biasanya volume nya sedang ( 20-30%)
3. Kelompok C : Persediaan yang jumlah nilai uang per tahunnya rendah
(10-20%), tetapi biasanya volumenya besar (60-70%)
c. Metode VEN (Vital, Essensial, Non Essensial):
Analisis perencanaan menggunakan semua jenis perbekalan farmasi
Yang tercantum dalam daftar yang dikelompokkan ke dalam 3 bagian :
1. Kelompok Vital = kelompok obat yang sangat utama antara lain: obat
penyelamat jiwa, obat untuk pelayanan kesehatan pokok
2. Kelompok Essensial = kelompok obat yang kausal yaitu obat yang
Bekerja pada sumber penyebab penyakit yang digunakan untuk
Mencegah kematian secara langsung/kecacatan.
3. Kelompok Non Essensial = obat penunjang yang kerjanya ringan dan
Biasanya digunakan untuk menimbulkan kenyamanan dan mengatasi
Keluhan ringan.
d. Metode epidemiologi
Memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan jumlah kehadiran
pasien, waktu tunggu pasien , kejadian penyakit yang umum dan pola
perawatan standar dari penyakit yang ada.
1. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani
2. Menentukan jumlah kunjungan berdasarkan frekuensi penyakit
3. Penyiapan standar pengobatan yang diperlukan
4. Menghitung perkiraan kebutuhan.
2.5.2 Pengadaan
Pengadaan obat merupakan suatu proses pemenuhan kebutuhan
operasional obat dan bahan medis habis pakai yang dibutuhkan oleh
puskesmas, sebagai bentuk realisasi dari perencanaan kebutuhan obat yang
telah dilakukan sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menjamin
ketersediaan obat dengan yang tepat di waktu yang tepat pula. (Rahma,
2018)
Kegiatan pengadaan obat di puskesmas mencakup penyusunan dan
pengajuan permintaan obat kepada gudang farmasi sesuai dengan
kebutuhan. Pengadaan dilakukan sebagai bentuk realisasi dari perencanaan
kebutuhan yang telah dilakukan oleh puskesmas. Efektivitas kegiatan
pengadaan ditunjukkan melalui ketersediaan obat, kesesuaian jumlah obat
dengan kebutuhan, kesesuaian harga obat. (Rahma, 2018)
Untuk memastikan sediaan farmasi dan media habis pakai sesuai
dengan Mutu dan spesifikasi yang dipersyaratkan maka jika proses
pengadaan dilaksanakan oleh bagian lain di luar Instalasi Farmasi harus
melibatkan tenaga kefarmasian
Hal yang harus diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai antara lain (Rahma, 2018)
1. Bahan baku obat harus disertai sertifikat analisa
2. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet
(MSDS)
3. Sediaan farmasi, Bahan Medis Habis Pakai harus memiliki Nomor Izin
Edar
4. Expired Date minimal 2 tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Bahan
Medis Habis Pakai
Pengadaan Puskesmas dilakukan secara mandiri sesuai dengan
permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar Sediaan Farmasi
yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang
diajukan oleh Puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat,
dan mutu. Proses pengadaan dilakukan berdasarkan membuat Rancangan
Kebutuhan Obat ( RKO) dengan menghitung jumlah jumlah dan anggaran
obat. Kemudian dari bagian pengadaan melakukan pemesanan ke Pedagang
Besar Farmasi (PBF) dengan menggunakan E-Catalog untuk melakukan
proses pemenuhan kebutuhan obat selama melakukan pelayanan
kefarmasian. Lalu dibuat 1 lembar surat pesanan untuk obat bebas, obat
bebas terbatas, obat keras. (Rahma, 2018)
Terdapat banyak mekanisme metode pengadaan obat sesuai dengan
Keputusan Presiden No 18 Tahun 2000 tentang pedoman pelaksanaan
Barang dan jasa Instansi Pemerintah, metode pengadaan perbekalan
Farmasi di setiap tingkatan dibagi menjadi 3 kategori metode pengadaan
Barang yaitu: (Rahma, 2018)
1. Pembelian
a. Pelelangan
Metode pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan dengan
Menggunakan Electronic Catalog dimana dengan memesan ke
Pedagang Besar Farmasi menggunakan sistem lelang.
b. Pemilihan terbatas
Pemilihan penyedia Sediaan Farmasi dilakukan dengan
membandingkan sebanyak- banyaknya penawaran, sekurang
kurangnya 3 penawaran dari penyedia serta dilakukan negosiasi baik
teknis maupun biaya.
c. Penunjukan langsung
Pemilihan penyedia sediaan farmasi dilakukan dengan metode
pelelangan terbatas dan memberikan kesempatan kepada penyedia
sediaan farmasi dalam memenuhi kualifikasi.
d. Penunjukan Langsung
Pemilihan penyedia sediaan farmasi dapat dilakukan dengan cara
Menunjuk langsung terhadap penyedia sediaan farmasi dengan cara
Negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang
Wajar dan secara teknis dapat dipertanggung jawabkan.
2.5.3 Penerimaan dan pemeriksaan barang
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin jenism spesifikasi,
Jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak
atausurat pesanan dengan kondisi baik. Penerimaan obat sebaiknya
dilakukan dengan teliti hal ini disebabkan Karena pengantaran obat dapat
mengakibatkan kerusakan pada sediaan farmasi dan Perbekalan Kesehatan.
(Rahma, 2018)
Standar Operasional Prosedur Penerimaan Obat adalah:
1. Periksa keabsahan faktur meliputi nama dan alamat Pedagang Besar
Farmasi (PBF) serta tanda tangan penangung jawab dan stempel PBF.
2. Mencocokan faktur dengan obat meliputi jenis dan jumlah serta nomor
Batch sediaan.
3. Memeriksa kondisi fisik obat meliputi: kondisi, wadah, dan sediaan serta
Tanggal kadaluarsa. Bila rusak maka obat akan dikembalikan dan minta
Diganti baru.
4. Setelah selesai diperiksa, faktur ditanda tangani dan diberi tanggal serta
Di stempel. Faktur yang asli diserahkan kepada sales sedangkan salinan
faktur disimpan oleh Puskesmas sebagai arsip.
2.5.4 Penyimpanan
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Sediaan Farmasi
merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap Sediaan Farmasi yang
diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun
kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan. Tujuannya agar mutu Sediaan Farmasi yang tersedia di
Puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016)
Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Sediaan Farmasi dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Bentuk dan jenis sediaan
2. Kondisi yang dipersyaratkan dalam penandaan di kemasan sediaan
Farmasi, seperti Suhu, penyimpanan,cahaya, dan kelembapan.
3. Mudah atau tidaknya meledak/terbakar
4. Tempat penyimpanan sediaan farmasi tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
2.5.5 Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh rangkaian kegiatan
dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Sediaan Farmasi, baik
Sediaan Farmasi dan Perbekalan Sediaan Farmasi yang diterima, disimpan,
didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah:
1. Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Sediaan
Farmasi telah dilakukan
2. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian
3. Sumber data untuk pembuatan laporan
Psikotropika dan Narkotika
2.6.1 Perencanaan
Proses seleksi sediaan farmasi dan Perbeklana Sediaan Farmasi juga
harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan
Formularium Nasional (Fornas). Proses seleksi harus melibatkan tenaga
kesehatan yang ada di puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan
perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan.
Kemudian dibuat perencanaan kebutuhan obat Narkotika dan Psikotropika
kemudian diserahkan ke bagian pengadaan.(Rahma, 2018)
2.6.2 Pengadaan
Pengadaan Puskesmas dilakukan secara mandiri sesuai dengan
permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar Sediaan Farmasi
yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang
diajukan oleh Puskesmas, dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat,
dan mutu. Proses pengadaan dilakukan berdasarkan membuat Rancangan
Kebutuhan Obat ( RKO) dengan menghitung jumlah jumlah dan anggaran
obat. Kemudian dari bagian pengadaan melakukan pemesanan ke Pedagang
Besar Farmasi (PBF) untuk melakukan proses pemenuhan kebutuhan obat
selama melakukan pelayanan kefarmasian. Lalu bagian pengadaan
membuat surat pesanan obat obat Psikotropika dan Narkotika. Surat
Pesanan untuk melakukan pengadaan dibuat rangkap 3 lembar untuk obat
Narkotika, rangkap 2 lembar untuk obat Psikotropika.(Rahma, 2018)
2.6.3 Penerimaan dan Pemeriksaan Barang
Penerimaan Psikotropika dan Narkotika dari Pedagang Besar
Farmasi (PBF) harus diterima oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) lalu
menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya dilakukan pencocokan
dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang
meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan.(Rahma, 2018)
2.6.4 Penyimpanan
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika Farmasi di fasilitas
pelayanan kefarmasian harus mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
Syarat tempat penyimpanan obat Psikotropika dan Narkotika:
(Rahma, 2018)
1. Tempat penyimpanan Psikotropika dan NarkotikaFarmasi dapat berupa
gudang, ruangan atau lemari khusus
2. Tempat penyimpanan Psikotropika dan Narkotika dilarang digunakan
untuk menyimpan barang selain Psikotropika dan Narkotika
3. Tempat penyimpanan Psikotropika dan Narkotika dilarang digunakan
untuk menyimpan barang selain Psikotropika dan Narkotika.
Obat-obat yang termasuk golongan Psikotropika dan narkotika di
Puskesmas disimpan pada lemari khusus, memiliki 2 kunci yang berbeda,
terdiri dari 2 pintu, .Lemari tersebut terletak di tempat yang tidak diketahui
oleh umum, tetapi dapat diawasi langsung oleh Asisten Apoteker yang
bertugas dan penanggung jawab Psikotropika dan Narkotika.
2.6.5 Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap seluruh rangkaian kegiatan
dalam pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Sediaan Farmasi, baik
Sediaan Farmasi dan Perbekalan Sediaan Farmasi yang diterima, disimpan,
didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah(Rahma, 2018):
1. Bukti bahwa pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Srdiaan
Farmasi telah dilakukan
2. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian
3. Sumber data untuk pembuatan laporan.
Untuk Pelaporan Psikotropika dan Narkotika di input ke dalam suatu
aplikasi SIPNAP yang dimana berisi data terkait jumlah pengeluaran serta
pemasukan obat Psikotropika dan Narkotika serta dilakukan setiap bulan
pada saat akhir bulan.
Pengelolaan Barang Kadarluarsa dan Barang Rusak
Pengertian obat rusak adalah keadaan obat yang tidak bisa terpakai lagi
karena rusak secara fisik atau berubah bau dan warna yang dipengaruhi oleh
udara yang lembab, sinar matahari, suhu dan goncangan fisik. Pengertian obat
kadaluarsa / expire date adalah obat yang sudah melewati tanggal kadaluarsa
yang tercantum pada kemasan yang menandakan obat tersebut sudah tidak
layak lagi untuk di konsumsi / digunakan. Kadaluarsa obat adalah berakhirya
batas aktif dari obat yang memungkinkan obat menjadi kurang aktif atau
menjadi obat yang sudah tidak layak lagi untuk di konsumsi / digunakan.
Kadaluarsa obat juga diartikan sebagai batas waktu dimana produsen obat
menyatakan bahwa suatu produk dijamin stabil dan mengandung kadar zat
sesuai dengan yang tercantum dalam kemasannya pada penyimpanan sesuai
dengan anjuran. Tahap pengelolaan obat kadaluarsa meliputi, pencatatan,
pemilahan, pengumpulan, penampungan sementara, dan pengangkutan.
(Siregar, 2003)
Barang yang diterima dari gudang besar farmasi setelah di cek ternyata
ada barang yang rusak dan mendekati tanggal kadaluarsa, maka dibuatkan
berita acara lalu barang yang mendekati tanggal kadaluarsa dan rusak tersebut
di kembalikan kedinas kesehatan kabupaten/kota untuk dilakukan
pemusnahan. (Siregar, 2003)
Obat rusak dan kadaluarsa akan mengalami perubahan fisik seperti
terjadi perubahan rasa, warna dan bau, kerusakan berupa pecah, retak, lubang,
sumbing, noda, berbintik-bintik dan atau terdapat benda asing, jadi bubuk dan
lembab. Pada jenis tablet tertentu ada yang menjadi basah dan lengket satu
dengan tablet yang lainnya. Pada sediaan kapsul akan menjadi terbuka, tidak
berisi, rusak atau lengket satu sama lainnya (BPOM RI, 2013).
Prosedur tetap penanganan obat rusak dan kadaluarsa adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi obat yang sudah rusak atau kadaluarsa
2. Memisahkan obat rusak atau kadaluarsa dan disimpan pada tempat
terpisah dari penyimpanan obat lainnya
3. Membuat catatan nama / No. batch, jumlah dan tanggal kadaluarsa obat
yang rusak atau kadaluarsa
4. Melaporkan ke Suku Dinas ( SuDin) terkait obat expied dan disaksikan
oleh pihak ketiga.
Pelayanan Resep dan Pelayanan Informasi Obat
2.8.1 Pelayanan Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter
hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Pelayanan resep adalah
proses kegiatan yang meliputi aspek teknis dan non teknis yang harus
dikerjakan mulai dari penerimaan resep, peracikan obat sampai dengan
penyerahan obat kepada pasien. (Suciati, 2006)
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari pelayanan
kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan
dengan obat dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan farmasi
klinik bertujuaan untuk meningkatkan mutu dan mempeluas cakupan
pelayanan kefarmasian di puskesmas, memberikan pelayanan kefarmasian
yang dapat menjamin efektivitas, keamanan, dan efisiensi obat dan
Perbekalan Sediaan Farmasi dipakai untuk meningkatkan kerjasama dengan
profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang terikat dalam pelayanan
kefarmasiaan. (Suciati, 2006)
Dalam melaksanakan kebijakan obat di puskesmas dalam rangka
meningkatkan penggunaan obat secara rasional ( Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 75 Tentang standar pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, 2016 )
Pelayanan kefarmasiaan meliputi pengkajian dan pelayanan resep,
Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, visite pasien (khusus
puskesmas rawat inap, Monitoring Efek Samping Obat (MESO),
Pemantauan Terapi Obat (PTO), dan evaluasi penggunaan obat. Setiap
kegiatan pelayanan farmasi klinik, harus dilaksanakan sesuai standar
prosedur operasional. Standar Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh
kapala puskesmas. SPO tersebut diletakakan ditempat yang mudah dilihat
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 75 Tentang standar pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas, 2016 )
2.8.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas
dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat dan pasien. Tjuan
dilakukannya pelayanan informasi obat adalah menyediakan informasi
mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan puskesmas,
pasien dan masyarakat, menyediakan informasi untuk membuat kebijakan
yang berhubungan dengan obat (contoh : kebijakan permintaan obat oleh
jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat
penyimpanan yang memadai), serta menunjang penggunaan obat yang
rasional (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tentang standar pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas, 2016)
Kegiatan dalam melakukan Pelayanan Informasi Obat (PIO) antara lain:
1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara
proaktif dan pasif
2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka
3. Membuat bulentin, leafet, label obat, poster, majalah dinding
4. Melakukan kegiatan penyuluhan bagian pasien rawat jalan serta
masyarakat
2.8.3 Konseling
Konseling merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan
penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat
pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien. (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2016). Konseling merupakan metode yang sesuai untuk
meningkatkan pengetahuan pasien karena konseling merupakan komunikasi
dua arah yang dilakukan secara sistematis antara pasien dan farmasis.
Konseling terbentuk dari dua unsur, yaitu konsultasi dan edukasi. Konseling
merupakan sarana bagi pasien untuk berkonsultasi dengan mengutarakan
semua kesulitan yang dihadapinya selama menjalankan terapi. Sebagai
sarana edukasi, dalam konseling juga terdapat edukasi yang diberikan oleh
farmasis kepada pasien untuk membantu pasien menyelesaikan masalah
terkait terapi yang dijalaninya. (Permatasari, Almasdy, & Raveinal, 2017)
Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman
yang bener mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, cara penyimpanan dan penggunaan obat.
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016)
Kegiatan dalam melakukan konseling adalah (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2016):
1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan Pasien
2. Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter
kepada pasien dengan metode pertanyaan terbuka
3. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat
4. Verifikasi akhir yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi
dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan
obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Faktor yang perlu diperhatikan: (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2016)
b. Kriteria pasien:
1) Pasien rujukan dokter.
2) Pasien dengan penyakit kronis.
3) Pasien dengan Obat yang berindeks terapetik sempit dan poli
farmasi.
4) Pasien geriatrik.
5) Pasien pediatrik.
6) Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
d. Sarana dan prasarana:
1) Ruangan khusus.
2) Kartu pasien/catatan konseling.
Pasien yang memerlukan konseling adalah pasien yang merupakan
pasein rujukan dokter, pasien dengan penyakit kronis, pasien dengan obat
yang berindeks terapetik sempit dan polifarmasi, pasien geriatrik, pasien
pediatrik, pasien pulang sesuai dengan kriteria diatas. Sarana dan prasarana
yang digunakan merupakan harus dalam ruangan khusus serta memerlukan
katu pasien/catatan konseling pasien, setelah dilakukan konseling, pasien
yang memiliki kemungkinan mendapat risiko masalah terkait obat misalnya
komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karakteristik obat,
kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan obat, kebingungan
obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan kefarmasian
dirumah (home pharmacy care) yang bertujuan tercapainya keberhasilan
terapi obat. (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2016)
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
3.1.1 Perencanaan
Dilakukan Pengecekan
Pencatatan
Disimpan dalam
ruangan atau termpat
Barang Khusus
yang (Disimpan
berdasarkan Abjad
diterima dan Efek Farmakologis)
3.1.5 Pelaporan
LPLPO
SIPNAP
SUDIN BPOM
Pengkajian Resep
Apoteker Resep
P
Pembuatan Etiket
Pembuatan Etiket
I Resep
O
Menyiapkan/Meracik
Obat
Resep
Apoteker dan
Tenaga teknik
kefarmasian
Penyerahan Obat