ANGKATAN XXXII
Disusun oleh:
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas berkat
Rahmat dan Karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek
Profesi Apoteker di Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta periode 9-21 Juli 2018. Sholawat
serta salam tidak lupa penulis kirimkan kepada nabi Muhammad SAW, yang telah membawa
umatnya ke jalan yang di ridoi oleh Allah SWT. Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu
sayarat untuk meraih gelar Apoteker dari Prodi Profesi Apoetker Universitas Islam Indonesia.
Dalam proses penyusunan dan penulisan Laporan ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan,
doa dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Drs. Allwar, M.Sc., Ph.D sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Islam Indonesia.
2. Dimas Adhi Pradana, M.Sc.,Apt sebagai Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia.
3. dr. Prie Aka Mahdayanti sebagai Kepala Puskesmas Tegalrejo, KotaYogyakarta.
4. Diesty Anita Nugraheni, M.Sc.,Apt sebagai dosen pembimbing Praktik Kerja Profesi
Apoteker Universitas Islam Indonesia.
5. Zahriyah Inayati S, S. Farm., Apt sebagai Apoteker penanggung jawab di Puskesmas
Tegalrejo, Yogyakarta.
6. Ibu Yani, Ibu Upik dan Ibu Ningrum selaku Asisten Apoteker Puskesmas Tegalrejo Kota
Yogyakarta.
7. Seluruh staf karyawan di Puskesmas Tegalrejo atas kerja sama dan bantuan yang
diberikan selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker.
8. Seluruh keluarga Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia angkatan
XXXII.
9. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
terselesaikannya penyusunan laporan ini.
Penulis berharap saran dan kritik dari pembaca dan semua pihak yang bersifat
membangun karena penulis menyadari penulisan Laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Semoga Laporan PKPA di Puskesmas Tegalrejo ini dapat membawa manfaat bagi masyarakat
pada umumnya dan profesi Apoteker khususnya serta dapat menjadi pengembangan ilmu.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................. 1
B. Tujuan dan Manfaat PKPA............................................................................. 2
BAB II KEGIATAN PRAKTEK KERJA DAN PEMBAHASAN
MEMBANDINGKAN ANTARA TEORI DAN PRAKTIK........................... 4
1. Aspek Umum................................................................................................... 4
a. Aspek Legal Puskesmas.............................................................................. 6
b. Struktur Organisasi dan SDM Puskesmas Tegalrejo.................................. 9
c. Peran dan Fungsi Apoteker di Puskesmas.................................................. 12
d. Kebijakan Pengelolaan Obat....................................................................... 13
2. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas........................... 15
a. Perencanaan dan Permintaan..................................................................... 15
b. Penerimaan, Penyimpanan, dan Distribusi................................................. 17
c. Pengendalian Obat, Pencatatan dan Pelaporan........................................... 20
d. Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Obat............................................. 22
3. Pelayanan Farmasi Klinis di Puskesmas......................................................... 23
a. Pelayanan Kefarmasian Rawat Jalan dan Rawat Inap............................... 23
b. Pengkajian dan Pelayanan Resep................................................................ 25
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)................................................................. 25
d. Pelayanan Konseling dan/atau Home Care................................................. 27
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)............................. 29
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO).................................................................. 30
g. Evaluasi Penggunaan Obat Rasional.......................................................... 31
4. Program Promosi Kesehatan ........................................................................... 33
5. Tugas................................................................................................................ 34
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 71
A. Kesimpulan...................................................................................................... 71
B. Saran................................................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 72
LAMPIRAN.......................................................................................................... 73
DAFTAR TABELY
DAFTAR LAMPIRA
Lampiran 1. Etiket Obat.......................................................................................73
Lampiran 2. Lembar Kartu Stok..........................................................................74
Lampiran 3. LPLPO.............................................................................................75
Lampiran 4. Pencatatan Puskesmas Pembantu....................................................76
Lampiran 5. Lembar Pelayanan Informasi Obat (PIO)........................................77
Lampiran 6. Lembar Konseling...........................................................................78
Lampiran 7. Daftar Pelayanan Laboratorium di Puskesmas Tegalrejo................79
Lampiran 8. Laporan MESO................................................................................80
Lampiran 9. Struktur Organisasi..........................................................................82
Lampiran 10. Ruang Pelayanan Kefarmasian dan Ruang Tunggu.......................81
Lampiran 11. Ruang Penyimpanan......................................................................85
Lampiran 12. Kegiatan Promosi Kesehatan.........................................................86
Lampiran 13. Kegiatan PKPA Puskesmas Tegalrejo............................................87
Lampiran 14. Leaflet............................................................................................89
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis sehingga
setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses pelayanan di bidang
kesehatan. Perlu dilakukan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran mayrakat akan
pentingnya kesehatan. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau
masyarakat(1).
Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat Puskesmas adalah unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas yang menjadi sarana penyedia pelayanan
kesehatan tingkat pertama (Primary Health Care) yang mengutamakan pelayanan yang
bersifat dasar harus menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat(2).
Menurut Permenkes RI No.74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas, standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi pengelolaan sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan sediaan
farmasi dan bahas medis habis pakai meliputi: a) perencanaan; b) permintaan; c) penerimaan;
d) penyimpanan; e) pendistribusian; f) pengendalian; g) pencatatan, pelaporan dan
pengarsipan; dan h) pemantauan dan evaluasi pengelolaan. Sedangkan untuk pelayanan
farmasi klinik di Puskesmas meliputi: a) pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian
informasi obat; b) Pelayanan Informasi Obat (PIO); c) konseling; d) ronde/visite pasien
(khusus Puskesmas rawat inap); e) pemantauan dan pelaporan efek samping obat; f)
pemantauan terapi obat; dan g) evaluasi penggunaan obat(2).
Pekerjaan kefarmasian di Puskesmas dipimpin oleh seorang apoteker yang memiliki
STRA. Apoteker dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang telah memiliki STRTTK. Apoteker merupakan tenaga profesional yang memiliki dasar
pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab
untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Hal ini menunjukkan bahawa peran apoteker
sangatlah dibutuhkan di Puskesmas(3).
Agar dapat memahami dan mengetahui peran dan fungsi apoteker di Puskesmas,
maka dibutuhkan suatu program praktek kerja yang dapat memberikan pengalaman kerja,
pengetahuan dan gambaran tentang peran apoteker di Puskesmas. Kegiatan PKPA (Praktek
Kerja Profesi Apoteker) di Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta yang berlangsung dari
tanggal 09 Juli sampai dengan 21 Juli 2018 dapat digunakan sebagai kesempatan untuk
belajar dan mengembangkan kemampuan dalam menjalankan praktek profesi, pelayanan
kefarmasian di lapangan, serta melatih dan mengembangkan kemampuan dalam menghadapi
tantangan dan permasalahan profesi apoteker secara nyata sehingga kelak akan menghasilkan
para apoteker yang handal dan berdedikasi tinggi di masyarakat.
B. TUJUAN
1. Dapat meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi dan tanggung
jawab apoteker dalam pengelolaan obat dan praktek pelayanan farmasi klinis di
Puskesmas.
2. Dapat meningkatkan pemahaman kepada calon apoteker tentang kebijakan
pengelolaan obat di puskesmas.
3. Dapat memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk belajar berinteraksi, bekerja
sama, dan berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain di Puskesmas sesuai dengan
etika profesi apoteker yang benar.
4. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat, mempelajari, dan
mempraktekan pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
5. Dapat memberikan kesempatan kepada calon Apoteker untuk belajar pengalaman
praktek profesi apoteker di Puskesmas dalam kaitan dengan peran, tugas, dan fungsi
apoteker dalam bidang kesehatan masyarakat.
C. MANFAAT
1. Mendapatkan pengalaman praktik dan realistis tentang pelayanan kefarmasian di
Puskesmas.
2. Memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang peran, fungsi, dan tanggung jawab
apoteker dalam pengelolaan obat dan praktek pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
3. Memperoleh pengalaman tentang tata cara berkomunikasi dan berinteraksi yang baik
dengan tenaga kesehatan lain di Puskesmas.
BAB II
KEGIATAN PRAKTEK KERJA DAN PEMBAHASAN MEMBANDINGKAN
ANTARA TEORI DAN PRAKTEK
Tabel 2.2 Data sepuluh pemakaian obat terbanyak di Puskesmas Tegalrejo tahun 2017
No Nama Obat Jumlah
1. Paracetamol 500 mg 35.500
2. Metformin 500 mg 30.651
3. Amoxicilin 500 mg 21.759
4. Amlodipin 5 mg 20.314
5. Asam Askorbat 50 mg 19.639
6. Kalsium Laktat 500 mg 14.727
7. Simvastatin 14.612
8. Methylprednisolon 4 mg 12.693
9. Kalium diklofenak 25 mg 11.375
10. Dexamethason 0,5 mg 11.371
1) Pengertian Puskesmas
Pusat kesehatan masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit pelaksana
teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan berupa upaya kesehatan masyarakat ataupun perseorangan
tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di suatu wilayah kerja (2).
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu, hidup
dalam lingkungan sehat, dan memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber
daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta
administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat,
penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep) dengan
memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam
upaya mencapai tujuan yang ditetapkan(4)
Tugas apoteker dalam pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai di
Puskesmas Tegalrejo meliputi perencanaan kebutuhan obat dan BMHP untuk satu tahun,
mengadakan kebutuhan obat satu bulan sekali ke Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
berdasarkan permintaan dari poli pelayanan di Puskesmas, penerimaan obat dari Dinas
Kesehatan Yogyakarta, penyimpanan obat di Gudang Farmasi, pendistribusian, pencatatan
pelaporan pengeluaran dan sisa stok obat serta melakukan evaluasi bulanan dalam
LPLPO.
Pelayanan farmasi klinik dilakukan oleh Apoteker di Puskesmas Tegalrejo berupa
skrining resep (skrining administrasi, farmasetis, dan klinis), proses peracikan dan
penyiapan obat yang diberikan kepada pasien yang disertai dengan pemberian informasi
mengenai obat atau terapi yang digunakan atau diperoleh, konseling kepada pasien
(kondisional). Kegiatan visite pada pasien rawat inap (bersalin) dan homecare kepada
pasien belum dilakukan oleh Apoteker secara rutin di Puskesmas Tegalrejo karena
terkendala waktu pelaksanaan. Hanya pasien dengan kondisi khusus atau berkebutuhan
khusus yang biasanya dilakukan home care (contoh: pasien TB dengan tingkat kepatuhan
minum obat yang kurang).
Data persediaan obat tersebut akan menjadi dasar jumlah permintaan yang akan
diajukan kepada UPT Farmalkes. Puskesmas juga dapat mengajukan permintaan khusus
di luar jadwal distribusi rutin (BON) jika terjadi peningkatan kebutuhan, sehingga dapat
menghindari kekosongan, obat rusak, dan obat kadaluwarsa. Obat dengan permintaan
khusus (BON) akan dimasukkan ke dalam tagihan bulan berikutnya. Jumlah dari obat
atau alat kesehatan yang diminta akan disesuaikan dengan waktu sampai dropping
selanjutnya, dan maksimal hanya boleh dilakukan dua kali dalam satu bulan dengan satu
kali bon sebanyak 10 item.
b. Penerimaan, Penyimpanan, dan Distribusi
1) Penerimaan
Penerimaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) merupakan suatu kegiatan
dalam menerima obat dan BMHP dari Instalasi Farmasi Kabupaten / Kota atau hasil
pengadaan Puskesmas secara mandiri sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.
Tujuannya adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh Puskesmas (1). Penerimaan obat dan BMHP harus
dilaksanakan oleh petugas pengelola obat di Puskesmas. Petugas penerimaan wajib
melakukan pengecekan terhadap Obat dan BMHP yang diserahkan antara lain dilakukan
pengecekan jenis obat, jumlah, kondisi fisik obat, dan tanggal kadaluarsa. Kemudian
dicocokan antara obat dan bahan medis habis pakai yang diterima dengan yang tertulis pada
dokumen LPLPO dan Berita Acara Serah Terima. Apabila telah sesuai kemudian
ditandatangani oleh petugas penerima, dan diketahui oleh apoteker penanggung jawab.
Untuk setiap penambahan obat dilakukan pencatatan pada buku penerimaan obat dan
kartu stok. Apabila obat yang diterima tidak memenuhi syarat, maka petugas penerima
dapat mengajukan keberatan(19).
Proses penerimaan obat dan BMHP di Puskesmas Tegalrejo dilakukan dengan
dropping dari dinas kesehatan kota ke Puskesmas Tegalrejo. Penerimaan obat dan BMHP
di Puskesmas Tegalrejo dilakukan sesuai dengan prosedur yaitu melakukan proses
pengecekan dengan mencocokan antara obat yang diterima dengan yang tertera pada
dokuen LPLPO dan Berita Acara Serah Terima. Pengecekan yang dilakukan meliputi:
jumlah obat, jenis, kualitas obat, bentuk sediaan, kecocokan dosis obat yang diminta,
nomor batch, dan expired date obat. Setelah dipastikan bahwa obat yang diterima telah
sesuai, petugas penerima menandatangani LPLPO dan berita acara serah terima yang
membuktikan bahwa obat dan BMHP telah diterima sesuai dengan permintaan dan dalam
kondisi yang baik. Setiap penambahan obat dilakukan pencatatan pada buku penerimaan
obat dan kartu stok. Apabila ada obat dan BMHP yang ditemukan tidak sesuai (terdapat
kesalahan, rusak atau kadaluwarsa), maka dilakukan pengembalian.
2) Penyimpanan
Penyimpanan Obat dan BMHP merupakan kegiatan pengaturan terhadap obat yang
diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan
mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tujuannya adalah
agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan. Metode penyimpanan obat dapat dilakukan berdasarkan
kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis sediaan Farmasi dan disusun secara alfabetis
dengan menerapkan prinsip FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First
Out). Penyimpanan obat dan BMHP yang penampilan dan penamaan mirip (LASA, Look
Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus
untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat. Penyimpanan obat dan BMHP
mempertimbangkan hal-hal antara lain yaitu(2):
a) Bentuk dan jenis sediaan;
b) Stabilitas (suhu, cahaya, kelembapan);
c) Mudah atau tidaknya meledak/terbakar;
d) Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus; dan
Pelayanan rawat inap adalah pelayanan rawat inap di puskesmas rawat inap kepada
pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan atau pelayanan
kesehatan lainnya dengan menempati tempat tidur. Rawat inap Puskesmas Tegalrejo
hanya terdapat rawat inap bersalin.
b. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pelayanan resep menurut PMK No.74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
(2)
Kefarmasian di Puskesmas meliputi pengkajian resep, penyiapan dan penyerahan obat .
Pengkajian resep meliputi:
Resep:
12/7/2018
Saat melakukan visite pasien rawat inap ibu bersalin di Puskesmas Tegalrejo,
apoteker memberikan informasi terkait penggunaan obat yang di minum pasien yaitu obat
hemafort dengan indikasi kekurangan darah karena kekuangan zat besi atau pendarahan
setelah melahirkan, asam mefenamat untuk mengurangi rasa nyeri, dan obat antibiotik
amoxicilin yang harus dihabiskan minum tiap 8 jam. Kegiatan visite di puskesmas ini juga
belum dilakukan secara optimal.
Berdasarkan tabel diatas, untuk presentase peresepan antibiotik pada ISPA Non-
Pneumonia di Puskesmas Tegalrejo adalah 12,00% dengan capaian POR 100%. Presentase
peresepan antibiotik pada diare non-spesifik yaitu 7,69% dengan capaian POR 100%. Dari
kedua indikator tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik di Puskesmas
Tegalrejo dikendalikan dengan baik dan dapat dikatakan penggunaannya sudah rasional
karena tidak melebihi batas toleransi. Dan untuk presentase peresepan injeksi pada myalgia
adalah 0,00% dengan capaian POR 100%. Berdasarkan indikator WHO untuk persentase
penggunaan injeksi pada Myalgia adalah 1%. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian
penggunaan injeksi pada Myalgia di Puskesmas Tegalrejo terlihat baik, karena ketersediaan
obat di Puskesmas Tegal Rejo tidak terbatas pada sediaan injeksi, namun lebih berpengaruh
terhadap peresepan obat.
Berbeda dengan evaluasi peresepan antibiotik dan sediaan injeksi, untuk monitoring
dan pelaporan peresepan obat generik dilakukan tiap 3 bulan. Untuk sampel yang diambil
yaitu 50 resep umum dan 50 resep jaminan kesehatan. Apabila presentase penggunaan
mendekati 100%, maka hasilnya semakin baik. Berikut merupakan monitoring penggunaan
obat generik di Puskesmas Tegalrejo dalam kurun waktu 3 bulan terkahir:
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa Puskesmas Tegalrejo sebagai unit
pelayanan kesehatan fase pertama yang berada di bawah Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
sudah cukup baik penggunaannya pada obat generik karena mendekati 100%.
4. Program Promosi Kesehatan Masyarakat
Promosi Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar mereka dapat
menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat,
sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan
(Anonim, 2005). Tujuan Promkes ialah mengubah gaya hidup masyarakat, lingkungan dan
kondisi ekonomi agar mencegah terjadinya dampak negatif kesehatan individu dan
masyarakat, mencegah timbulnya penyakit, memberikan advokasi untuk sehat, mendorong
dan membuat orang mencapai kesehatan yang potensial dan menjadi penengah minat
masyarakat terhadap pencarian kesehatan(18).
Selama kegiatan PKPA berlangsung, kegiatan Promosi Kesehatan dilakukan di luar
Puskesmas yakni dilakukan di SMAN 4 Yogyakarta melalui penyuluhan dengan tema
“Edukasi Terkait Bahaya Narkoba di Kalangan Pelajar”. Tema ini di pilih karena
penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin meningkat salah satunya adalah pelajar yang
menduduki peringkat ke 2 setelah pekerja swasta. Penyuluhan dilakukan kepada siswa baru
sebanyak 5 kelas yang di bagi menjadi 2 ruangan kelas besar dengan jumlah sekitar 150
siswa. Media yang digunakan adalah leaflet tentang narkoba, dan slide (Power Point).
Informasi yang diberikan adalah mengenai apa itu Narkoba, apa saja contohnya, faktor
penyebab sesorang yang terjerat narkoba, manfaat Narkoba dalam bidang kesehatan, apa
saja dampak penggunaan narkoba, bagaimana cara mencegah narkoba, dan tempat-tempat
yang perlu dihindari. Penyuluhan yang dilakukan mendapat respon positif dari siswa-siswa
SMA sehingga penyampaian informasi dapat diterima dengan baik.
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau ektoparasit Sarcoptes scabei varian haminis dan telurnya(1). Telur dan protein
dari tungaulah yang bertanggungjawab pada reaksi gatal-gatal dan ruam kulit yang khas.
Rasa gatal-gatal akan semakin terasa parah pada malam hari (2). Penyakit kulit skabies
merupakan penyakit yang mudah menular. Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung
(kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan
seksual. Penularan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, dan selimut(3). Sinonim atau nama lain dari skabies adalah kudis, gudig, budukan atau
gatal agogo. Skabies menjadi masalah utama pada daerah yang padat dengan masalah sosial,
sanitasi yang buruk, dan juga lingkungan dengan tingkat kebersihan yang kurang. Skabies
dapat terjadi pada wanita dan pria, pada semua umur, smua etnik dan pada semua tingkat
sosial ekonomi(4). Prevalensi skabies yang tinggi biasanya ditemukan di lingkungan dengan
kepadatan penghuni dan kontak interpersonal yang tinggi seperti asrama, pondok pesantren,
ataupun panti asuhan(5).
B. ETIOLOGI
Skabies dapat menyebar dengan cepat pada kondisi yang ramai dimana sering terjadi
kontak tubuh. Skabies tergolong penyakit yang tidak mengancam jiwa, sehingga seringkali
diabaikan dan prioritas penanganannya pun rendah. Namun sebenarnya penyakit ini dapat
menjadi kronis dan berat serta menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Dilihat dari
morfologinya, tungau Sarcoptes scabiei berukuran 400 x 300 �m dan hampir tidak terlihat
dengan mata telanjang. Putih seperti mutiara, tidak memiliki mata, tembus cahaya, kecil,
berbentuk oval, dan memiliki perut yang rata. Tungau memiliki delapan kaki yang melekat
pada ventral permukaan cephalothorax. Tungau jantan dan betina melakukan kopulasi
(perkawinan) di permukaan kulit. Kopulasi ini hanya terjadi sekali selama hidup tungau
betina. Tungau betina dapat membuat liang dalam epidermis kemudian meletakkan telur-
telurnya di dalam liang tersebut. Ukuran telur cukup besar yaitu setengah dari panjang tungau
betina untuk setiap telurnya. Tungau betina dewasa mati setelah 5 minggu di ujung
terowongan. Sepanjang waktu ini, tungau akan memperpanjang terowongan dengan
kecepatan yang bervariasi mulai dari 0.5-5 mm per hari(6).
Gambar 1. Bentuk Dewasa Sarcoptes scabei(7)
Tungau jantan akan mati, namun terkadang masih dapat hidup beberapa hari dalam
terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina dapat bertahan hidup selama 1
sampai 2 bulan. Siklus hidup S. scabiei dimulai saat tungau dewasa masuk ke dalam kulit
host (manusia) dan tungau betina bertelur. Larva menetas dari telur dan akhirnya berkembang
menjadi tungau dewasa. Selanjutnya, tungau dewasa betina menggali terowongan pada
stratum korneum dan tinggal di dalamnya. Tungau dewasa keluar ke atas kulit untuk
berkopulasi dan setelah kopulasi, tungau jantan akan mati dan tungau betina korneum dan
menaruh 2‐3 telurnya setiap hari selama 4‐6 minggu. Sesudah 3‐4 hari, telur menetas menjadi
larva. Dalam sehari setelah ditetaskan, larva bermigrasi ke permukaan kulit dan menggali
lubang kecil dan mengisap cairan yang terkandung dalam sel‐sel kulit. 3‐4 hari kemudian,
larva berubah menjadi nimfa (tungau dewasa muda). Dalam 4‐6 hari selanjutnya, nimfa
berubah menjadi tungau jantan atau tungau betina dewasa. Secara keseluruhan, siklus hidup
Sarcoptes scabiei terdiri dari 4 fase yaitu telur (3‐8 hari), larva (2 ‐3 hari), nimfa (± 7 ‐10 hari),
dan dewasa. Lesi kulit pada skabies disebabkan oleh liang atau terowongan tungau dan
respons inflamasi yang lebih luas di kulit, yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif terhadap
tungau dan produknya(1).
D. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk
tersebut antara lain(9):
1. Skabies pada orang bersih
Skabies jenis ini biasanya akan hilang dengan mandi yang teratur. Skabies jenis ini
terdapat pada orang dengan tingkat kebersihan yang baik sehingga sering salah didiagnosis.
2. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher,
telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima
sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka.
3. Skabies yang ditularkan oleh hewan
Sarcoptes scabei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan
erat dengan hewan tersebut, misalnya peternak dan penggembala. Gejalanya ringan, rasa
gatal tidak terlalu terasa, tidak ada terowongan dan lesi hanya terdapat pada daerah yang
kontak langsung dengan hewan tersebut. Skabies jenis ini akan sembuh dengan sendirinya
apabila menjauhi hewan tersebutt dan mandi dengan bersih secara teratur.
4. Skabies noduler
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat
di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul
sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari
satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan
sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan corticosteroid.
5. Skabies incognito
Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda skabies,
sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topical yang lama dapat
pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan
respons imun seluler.
6. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat
menderita skabies yang lesinya terbatas.
7. Skabies krustosa (Norwegian scabies)
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta,
skuama generalisata, dan hyperkeratosis yan tebal. Bagian yang biasanya terkena skabies
jenis ini yaitu kulit kepala yang berambut, siku, lutut, telapak tangan, dan kaki yang dapat
disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies
Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang
menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik
sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau sehingga dapat berkembang
biak dengan mudah.
E. GAMBARAN KLINIS
Gambaran yang sangat nampak pada penderita skabies adalah rasa gatal yang sangat
parah terutama pada malam hari dan juga ketika penderita berada dalam kondisi panas
ataupun berkeringat. Sedangkan untuk menegakkan diagnosa penyakit skabies, dapat
ditegakkan dengan menentukan minimalnya 2 dari 4 tanda dibawah ini(6):
a. Pruritus nokturNal yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang lebih
tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang kelompok, misalnya dalam keluarga, biasanya seluruh
anggota keluarga, begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya,
sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata 1 cm, pada ujung
terowongan ditemukan papula (tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada
infeksi sekunder, timbul polimorf (gelembung leokosit). Bagian yang sering terdapat
terowongan adalah seperti sela-sela jari, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan
ketiak, lipatan payudara wanita, bokong dan peru bagian bawah. Pada bayi, skabies
biasanya menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
d. Menemukan tungau Sarcoptes scabei merupakan hal yang paling diagnostig. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat terutama pada
malam hari sebelum tidur Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil bernanah),
ekskoriasi (bekas garukan), bekas -bekas lesi yang berwarna hitam.
Skabies dapat disertai dengan infeksi sekunder yang dapat dilihat dari adanya 4 tanda
utama atau cardinal sign seperti yang disebutkan diatas. Adapun beberapa cara untuk
menemukan tungau yaitu(1):
1. Kerokan kulit
2. Mengambil tungau dengan jarum
3. Tes tinta pada terowongan (burrow ink test)
4. Membuat biopsy irisan (epidermal shave biopsy)
5. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.
F. TATALAKSANA TERAPI
1. Terapi Farmakologi
Pemilihan terapi untuk pasien skabies didasarkan pada efektifivitas obat, potensi
toksisitas, jenis skabies dan usia dari penderita itu sendiri. Obat-obat yang digunakan dalam
pengobatan skabies biasanya menggunakan obat topikal yang penggunaannya dioleskan ke
seluruh bagian tubuh dari leher hingga jari kaki(10). Berikut ini merupakan obat-obat yang
digunakan sebagai terapi farmakologi pada skabies:
a. Obat-obat utama(1,6,11):
1. Permethrin krim 5%
Terapi lini pertama pasien dewasa adalah skabisid topikal, dapat digunakan
permethrin krim 5%. Penggunaannya yaitu dengan dioleskan ke seluruh permukaan
tubuh, kecuali area wajah dan kulit kepala (daerah banyak terdapat kelenjar
pilosebaceus), dan lebih difokuskan di sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit
sekitar kuku dan area belakang telinga(1). Permethrin diaplikasikan selama 8-12 jam
dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan
pemberian kedua setelah 1 minggu, dan pemberian ketiga 1 minggu setelah pemberian
kedua. Obat ini efektif membunuh parasit, tetapi tidak membunuh telur. Oleh karena
itu, penggunaan permethrin hingga 3 kali pemberian sesuai siklus hidup tungau.
Pemberian kedua dan ketiga dapat membunuh tungau yang baru menetas.
Permethrin jarang diberikan pada bayi kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu
menyusui karena keamanannya belum dapat dipastikan. Wanita hamil dapat diberikan
dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam. Efek samping jarang ditemukan, berupa
rasa terbakar, perih, dan gatal, mungkin karena kulit sensitive dan terekskoriasi.
2. Presipitat Sulfur 5-10%
Sulfur presipitatum 5‐10% dalam bentuk salep aman digunakan untuk pengobatan
topikal skabies pada anak, termasuk bayi berusia kurang dari 2 bulan. Dalam
konsentrasi 10%, obat ini mampu membunuh larva, nimfa, dan tungau dewasa tetapi
tidak halnya dengan telur (non ovisidal). Pada beberapa daerah endemik skabies,
seperti di beberapa desa di India, sabun sulfur dalam kadar 6-10% digunakan sebagai
terapi andalan skabies.
3. Benzyl Benzoate
Benzyl benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan dalam
bentuk emulsi 25% dengan periode kontak 24 jam, diberikan setiap malam selama 3
hari. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-
anak kurang dari 2 tahun, lebih efektif untuk resistant crusted scabies.
4. Gamma Benzene Heksaklorida (Gammexane)
Merupakan insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau.
Tersedia dalam bentuk 1% krim, lotion, gel, tidak berbau, dan tidak berwarna.2
Pemakaian secara tunggal dioleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-
24 jam. Setelah pemakaian, cuci bersih, dan dapat diaplikasikan kembali setelah 1
minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh
pengobatan sebelumnya. Tidak dianjurkan mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta
menggunakan konsentrasi selain 1% karena efek samping neurotoksik SSP (ataksia,
tremor, dan kejang) akibat pemakaian berlebihan
5. Croamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toludine)
Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-OToluidine) sebagai pengobatan untuk
skabies tersedia dalam bentuk krim 10% atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi
antara 50%-70%. Hasil terbaik diperoleh jika diaplikasikan dua kali sehari setelah
mandi selama lima hari berturut-turut. Obat ini tidak dapat digunakan pada wajah.
Efek samping yang mungkin timbul dari penggunaan obat ini yaitu iritasi bila
digunakan dalam jangka panjang, namun tidak ada efek sistemik.
6. Ivermectin
Ivermectine digunakan sebagai terapi oral skabies, baik sebagai monoterapi
maupun kombinasi dengan obat topikal. Karena menghasilkan efek terapeutik
sistemik dalam waktu relatif cepat, ivermectine oral dapat digunakan untuk mengatasi
wabah skabies dan menghasilkan angka kesembuhan yang setara dengan terapi
konvensional dengan obat topikal untuk skabies klasik. Efikasi ivermectine sebesar 76
hingga 100% diperlihatkan oleh beberapa studi open‐label. Ivermectin dapat
membunuh larva, nimfa, dan tungau dewasa, kecuali telur (non ovisidal) sehingga
perlu dikombinasi dengan obat lainnya. Tidak direkomendasikan untuk anak berusia
dibawah 5 tahun, ibu hamil, atau menyusui karena keterbatasan data mengenai
keamanan obat ini.
b. Pengobatan Komplikasi
Pasien yang mengalami komplikasi atau adanya infeksi sekunder bakteri dapat
digunakan antibiotik oral(1).
c. Pengobatan Simptomatik
Mengatasi gejala yang timbul dari adanya skabies seperti gatal dapat digunakan anti
histamin. Pada bayi dapat diberikan hidrokortison 1% pada lesi kulit dan pada orang
dewasa dapat digunakan triamnisolon 0,1%. Jika pengobatan telah berhasil
membunuh tungau namun setelah 6 minggu mengalami eczematus atau masa
penyembuhan dapat diberikan emolien dan kortikosteroid topikal(1).
Tabel 1. Pengobatan scabies(1)
Jenis obat Dosis Keterangan
Lindane 1% lotion Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada anak umur
(gammexane) setelah itu diberihkan dan 2 tahun kebawah, wanita hail, dan
diulangi seminggu laktasi
kemudian
Precipitatum sulfur 5-10% Dioleskan selama 3 hari Aman untuk anak kurang dari 2 bulan
lalu diersihkan dan wanita hamil serta laktasi, tetapi
tampak kotor dan data efisiensi masih
kurang
Benzyl benzoat 10% lotion Dioleskan selama 24 jam Efektif namun dapat meyebabkan
setelah itu dibersihkan dermatitis pada wajah
2. Terapi Non-Farmakologi
Selain terapi secara farmakologi, juga diperlukan terapi non-farmakologi berupa
edukasi yang harus diberikan kepada pasien. Adapun informasi penting yang harus
disampaikan kepada penderita skabies adalah sebagai berikut(1,2,12):
a. Pengobatan dioleskan dikulit pada malam hari dan waktu terbaik adalah sebelum
tidur.
b. Pakaian, handuk, sprei, dan sofa yang digunakan selalu dicuci dengan teratur
minimalnya 2 kali seminggu dan segera diganti ketika diketahui ada yang terkena
penyakit scabies.
c. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain, sekalipun anggota
keluarga lain.
d. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi
tungau skabies.
e. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.
f. Setiap anggota keluarga dalam serumah sebaiknya mendapat pengobatan yang sama
dan serentak.
IDENTIFIKASI KASUS DENGAN METODE SOAP
A. KASUS 1
R/ Scabimite No. I
S1ddue
R/ Cetirizine 10 mg No. VI
S1dd1
R/ Methyl Prednisolon No. X
S2dd1
R/ Amoxicillin 500 mg No. XV
S3dd1
1. SUBJECTIVE
Gatal-gatal di bagian sela-sela jari kaki dan tangan, 3 bulan yang lalu pernah terkena
skabies.
2. OBJECTIVE
An. AMG seorang pelajar, berusia 17 tahun , golongan darah O, BB 50 kg.
Diagnosa pasien adalah skabies.
3. ASSESMENT
4. PLAN
Diberikan edukasi untuk menjaga kebersihan, selalu mengganti pakaian yang baru,
pakaian yang sebelumnya digunakan direndam dengan air panas atau direbus. Obat
dioleskan saat malam hari dan hendak tidur, dioleskan pada seluruh tubuh dari kulit
kepala dan setiap lipatan tubuh. Obat dioleskan ketika kulit dalam kondisi kering (tidak
boleh lembab). Setelah obat dioleskan tunggu 10 menit agar obat yang dioleskan kering
kemudian baru gunakan pakaian. Setelah 8 – 12 jam bersihkan badan dari krim (< 8 jam
tidak boleh dibasuh). Jika belum sembuh pengobatan diulang 1 minggu kemudian. Jika
bagian yang diolesi krim terbasuh air sebelum 8 jam, dioleskan kembali obat pada bagian
yang terbasuh.
Selain itu juga perlu pemberian edukasi untuk penderita skabies dan juga anggota
keluarga lainnya. Setiap anggota keluarga dalam serumah sebaiknya mendapatkan
pengobatan yang sama. Pakaian handuk, sprei, dan sofa yang digunakan selalu dicuci
dengan teratur serta menggunakan air panas dan segera diganti. Membiasakan diri untuk
mencuci tangan sebelulm dan sesudah aktivitas, mandi menggunakan sabun, mengganti
pakaian dan pakaian dalam, tidak saling bertukar pakaian, kebiasan keramas
menggunakan sampo, tidak saling bertukar handuk dan kebiasa memotong kuku,
sehingga dapat mengurangi resiko terkna skabies lebih parah
B. KASUS 2
R/ Scabimite No. I
SUE
R/ Cetirizine 10 mg No. V
S 1 d d ½ tab
R/ Amoxicillin 500 mg No. III
M fla pulv X
S3dd1
1. SUBJECTIVE
Gatal-gatal di bagian sela-sela jari kaki dan tangan, bagian kanan kiri, dan kepala.
Gatal-gatal sudah selama 1 miggu. Awalnya terdapat plenting-plenting berisi air dan
terasa gatal. Gatal terasa sangat mengganggu pada malam hari.
2. OBJECTIVE
An. UDM berusia 3 tahun , golongan darah O, BB 14 kg.
Diagnosa pasien adalah skabies dengan infeksi sekunder.
3. ASSESMENT
4. PLAN
Diberikan edukasi untuk menjaga kebersihan, selalu mengganti pakaian yang baru,
pakaian yang sebelumnya digunakan direndam dengan air panas atau direbus. Obat
dioleskan saat malam hari dan hendak tidur, dioleskan pada seluruh tubuh dari kulit
kepala dan setiap lipatan tubuh. Obat dioleskan ketika kulit dalam kondisi kering (tidak
boleh lembab). Setelah obat dioleskan tunggu 10 menit agar obat yang dioleskan kering
kemudian baru gunakan pakaian. Setelah 8 – 12 jam bersihkan badan dari krim (< 8 jam
tidak boleh dibasuh). Jika belum sembuh pengobatan diulang 1 minggu kemudian. Jika
bagian yang diolesi krim terbasuh air sebelum 8 jam, dioleskan kembali obat pada bagian
yang terbasuh.
Selain itu juga perlu pemberian edukasi untuk penderita skabies dan juga anggota
keluarga lainnya. Setiap anggota keluarga dalam serumah sebaiknya mendapatkan
pengobatan yang sama. Pakaian handuk, sprei, dan sofa yang digunakan selalu dicuci
dengan teratur serta menggunakan air panas dan segera diganti. Membiasakan diri untuk
mencuci tangan sebelulm dan sesudah aktivitas, mandi menggunakan sabun, mengganti
pakaian dan pakaian dalam, tidak saling bertukar pakaian, kebiasan keramas
menggunakan sampo, tidak saling bertukar handuk dan kebiasa memotong kuku,
sehingga dapat mengurangi resiko terkna skabies lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tan Sukmawati T., Jessica A., Krisnataligan, 2017, Scabies : Terapi Berdasarkan Siklus
Hidup, CDK-254, Vol. 44(7):507-510
2. Ministry of Health Malaysia, 2015, Guideline for Management of Scabies in Adults and
Children, Malaysia.
3. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 6,
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Dewi, M. K., Wathoni, N., Artikel Review: Diagnosis dan Regimen PEngobatan Skabies,
Bandung, Farmaka: Suplemen Volume 15:1.
5. Mutiara H., Syailindra, F., 2016, Skabies, Lampung: Universitas Lampung, Majority Vol.
5:2.
6. Handoko R.P., Djuana A., Hamzah M., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed.
Jakarta:FKUI;2016. Hal 137-140
7. Chosidow O., 2006. Scabies. The New England Journal of Medicine, 354: 1718-1727.
8. Currie B.J. and McCarthy J.S., 2010. Permethrin and Ivermectin for Scabies. The New
England Journal of Medicine, 362: 717 -725.
9. Harahap M., 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, Jakarta : 109 -113
10. Graham-Brown R. and Burns T., 2005. Infeksi Ektoparasit. In: Lecture Notes on
Dermatology 8th edition. Erlangga, Jakarta: 297 -300
11. Stone, S.P., Goldfarb J.N., and Bacelieri R.E., 2008. Scabies, Other Mites, and
Pediculosis. In: Wolff K., Goldsmith L.A., Katz S.I., Gilchrest B.A., Paller A.S., and
Leffell D.J. Ed. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th edition. McGraw Hill,
New York: 2029-2037.
Disusun oleh:
NIKEN BUNGA PRATAMASIWI 17811252
2. Etiologi
Parasit yang menginfeksi tubuh terdapat dalam 2 bentuk yaitu tropozoit dan kista,
apabila infeksi terjadi melalui kontak makanan yang mengandug amoeba maka bentuk
tropozoit yang tertelan tidak menimbulkan infeksi karena tropozoit tersebut tidak
tahan dengan asam lambung. Sedangkan apabila kista yang masuk ke dalam tubuh
akan menyerang epitel usus dan akan menyebabkan penyakit yang akan
menghancurkan jaringan inang. Penyakit ini ditandai dengan diare yang biasanya
mengandung akultisme atau darah(2)
3. Patofisiologi
Kista dan trofozoid terdapat dalam kotoran (1). Dimana trofozoid tidak dapat
menyebabkan infeksi karena tidak tahan dengan asam lambung, sedangkan yang
menyebabkan infeksi Entamoeba histolytica yaitu kista(2) yang terkontaminasi pada
makanan, air, atau tangan yang terkontaminasi. Kemudian makanan, air, atau tangan
yang terkontaminasi kista yang tertelan akan melewati usus halus. Pada usus halus
terjadi proses excystation(3), dimana kista berubah bentuk menjadi stadium trofozoid.
Pada stadium ini Entamoeba histolytica bersifat patogen.
Meskipun telah berbentuk stadium trofozoid pada E. Histolytica, patogen ini tidak
menyerang mukosan usus halus melainkan menyerang dinding usus besar. Bentuk
trofozoid dapat bersifat non-invasive dan invasive. Pada patogen non-invasive,
trofozoid tidak melekat pada mukosa usus, namun merangsang hipersekresi usus
sehingga terdapat lendir pada tinja. Pada invasive, trofozoid akan melekat pada
mukosa dinding usus besar dan merusak jaringan. Jika terjadi kerusakan hingga
pembuluh darah, tinja dapat keluar bercampur dengan darah (disentri)
Amoebiasis umumnya tanpa gejala yang spesifik. Beberapa tanda dan gejala apabila
seseorang terkena Amoebasis yaitu sakit perut, dan kram perut. Disentri amebic
adalah bentuk amebiasis parah yang berhubungan dengan sakit perut, adanya darah
pada tinja, demam, diare, perut terasa kembung dan nafsu makan menurun.
5. Jalur penularan
Semua orang dapat terkena penyakit ini dan sering terjadi pada orang-orang yang
tinggal di daerah tropis dengan kondisi sanitasi yang buruk. E histolytica pada
umumnya menular melalui rute oral-fecal secara langsung. Amebiasis dapat menular
melalui :
a) Metronidazole: 500 mg setiap 8 jam selama 5-10 hari (40-60 mg/kg BB untuk dosis
anak)
b) Tinidazole: 2 gram untuk single dose selama 2-3 hari
c) Omidazole: 1,5 gram setiap 24 jam selama 3 hari
d) Secnidazol: 2 gram untuk single dose
e) Nitazoxanaide: 500 mg tiap 12 jam selama 3 hari (umur>12 tahun), 200 mg setiap
12 jam selama 3 hari (umur 4-11 tahun), atau 100 mg tiap 12 jam selama 1-3 hari.
f) Klorokuinon: 300 mg tiap 12 jam(3)
Selain itu dalam PIONAS juga disebutkan bahwa antibiotik metronidazole
merupakan antimikroba dengan aktivitas yang sangat baik terhadap bakteri anaerob dan
protozoa, salah satu indikasinya yaitu infeksi Entamoeba histolytica. Metronidazol
merupakan obat pilihan untuk disentri amuba invasif akut, karena obat ini efektif
terhadap bentuk vegetatif Entamoeba histolytica. Diberikan dalam dosis dewasa
sebesar 800 mg tiga kali sehari selama 5 hari(4).
Untuk menunjang terapi yang diberikan, selain diberikan terapi farmakologi perlu
juga diberikan terapi non-farmakologi seperti(2)
c. Makan dari makanan yang bersih, hindari kontak langsung makanan dengan tangan
yang tidak dicuci
8. Kasus
a. Subjektive
Ny. T mengeluhkan bab berdarah dan mengalami diare lebih dari 10 kali dalam
sehari. Diarenya sudah dialami sejak kemaren (1 hari yang lalu). Obat yang
diresepkam yaitu metronidazol 500 mg, Diatab, Hyosin, dan Oralit
b. Objektive
1. Ny. T berusia 53 tahun
2. Berat badan 61kg
3. Tinggi badan 155cm
4. Tekanan darah 120/80.
5. Didiagnosis mengalami disentri amoebiasis
c. Assesment
No Problem Terapi Jenis DRP Literatur
medik
1 Amoebia Metronidazole Tidak ada DRP 1. Pionas
sis 500mg (3x1) (Pengunaan obat 2. Aladwan M,
sudah tepat dkk, 2012,
karena obat yang Relationship
diberikan between
merupakan first metronidazole
line therapy and co-
amoebiasis trimoxazole
dengan dosis on eradication
yang sesuai) of E.
histolytica,
American
Journal of
Microbiolog,
Vol.3 (2)
3. Sukandar, Elin
Yulinah dkk,
2008, Iso
Farmakoterap
i, PT. ISFI,
Jakarta
2 Diare Diatab (3x1 Tidak ada DRP Sukandar, Elin
(Penggunaan Yulinah dkk,
diatab digunakan 2008, Iso
untuk mengatasi Farmakoterapi,
diare pasien PT. ISFI, Jakarta
sudah tepatdan
sesuai dengan
dosis )
3 Kejang Hyosin (3x1) Tidak ada DRP Sukandar, Elin
perut (Penggunaan Yulinah dkk,
hyosin pada 2008, Iso
pasien sudah tepat Farmakoterapi,
dan sesuai dengan PT. ISFI, Jakarta
dosis )
4 Cairan Oralit (setelah Tidak ada DRP Sukandar, Elin
tubuh habis BAB) (Penggunaan Yulinah dkk,
oralit digunakan 2008, Iso
untuk mengganti Farmakoterapi,
cairan tubuh yang PT. ISFI, Jakarta
hilang saat diare
sudah tepat dan
sesuai dengan
dosis )
d. Plan
1. Plan terapi
Terapi farmakologi
Rencana pengobatan yang diberikan yaitu obat yang diberikan dilanjutkan
karena sudah tepat yaitu metronidazole 500mg setiap 8jam selama 5-10hari,
diatab diberikan 3xsehari, hyosin 3xsehari dan oralit diberikan setiap habis
diare
Terapi non-farmakologi
Memberikan edukasi terkait pola hidup bersih sehat diantaranya :
Makan dari makanan yang bersih, hindari kontak langsung makanan
dengan tangan yang tidak dicuci
Selalu membersihkan tempat pembuangan feses (toilet)
Tidak menggunakan tinja manusia untuk menjadi pupuk
Dan memberikan edukasi tentang resiko dari aktivitas seksual yang
kontak secara fecal-oral
2. Monitoring plan
Mengamati tanda dan gejala pasien yang dialami pasien dan menganjurkan
pasien untuk melakukan kultur setelah selesai terapi (5 hari) untuk memastikan
parasit penyebab sudah tidak ada lagi.
3. Konseling plan
Penggunaan metronidazole digunakan setiap 8 jam dan harus dihabiskan,
penggunaan oralit dapat digunakan untuk membantu mengembalikan cairan
tubuh yang hilang saat diare sehingga tidak mengalami dehidrasi dan harus
selalu menjaga kebersihan makanan dan lingkungan .
daftar pustaka :
1. Bobbi S. Pritt, MD, and C. Graham clark, 2008, Amebiasis, Mayo Clin Proc,
83(10):1154-1160
3. https://www.cdc.gov/parasites/amebiasis/general-info.html
4. http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/55-infeksi-protozoa/552-antiamuba
5. Sukandar, Elin Yulinah dkk, 2008, Iso Farmakoterapi, PT. ISFI, Jakarta.
6. Aladwan M, dkk, 2012, Relationship between metronidazole and co-trimoxazole on
eradication of E. histolytica, American Journal of Microbiolog, Vol.3 (2)
MAKALAH STUDI PENGGUNAAN OBAT
PENYAKIT INFEKSI MENULAR SEKSUAL : GONORE
OLEH :
DESI ELIYAWARNI
17811253
Secara morfologik bakteri gonokokus terdiri dari 4 tipe yaitu tipe I dan II yang
mempunyai pili yang bersifat virulen (dapat menyebabkan penyakit dan mampu
menyerang jaringan tubuh sehingga menyebabkan penyakit parah), serta tipe III dan
IV yang memiliki pili yang bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel
dan akan menimbulkan reaksi radang. Hanya tipe I dan II yang patogen pada manusia
(2)
.
Gejala : biasanya berkaitan dengan infeksi pada saluran kemih dan endoserviks
dengan peningkatan jumlah sekresi lendir, nyeri perut bagian bawah, dysuria,
dan pendarahan intermenstrual atau menorhagia namun langka terjadi (5).
D. Jalur Penularan
E. Patofisiologi
G. Penatalaksanaan Terapi
a. Terapi Farmakologi
• sefiksim 400 mg secara oral sebagai dosis tunggal + azitromisin 1 g secara oral
sebagai dosis tunggal.
Terapi dengan obat tunggal dapat diberikan apabila sudah terjadi resistensi pada
salah satu antibiotik diatas :
Terapi diatas bisa direkomendasikan untuk ibu hamil. Selain itu terapi obat
tunggal, seperti gentamisin atau kanamisin, belum disarankan karena kurangnya
data pengawasan berdasarkan data kejadian resistensi N. Gonorrhoeae (7).
Seorang pasien dengan inisial Ny. PA (17 tahun) datang ke Puskesmas dengan
keluhan nyeri/mules perut, dan mengatakan keluarnnya flek/cairan pada vaginanya.
Tekanan darah pasien adalah 110/70 mmHg yang menunjukkan normal. Dokter
mendiagnosis pasien dengan penyakit gonore.
Data rekam medik :
Pendidikan : SD
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Alergi : -
RPD :-
RPK :-
BB : 40 kg (sebelum hamil)
TB : 159 cm
- TB : 159 cm
- Obat : R/ azytromycin 1 gr / SD
R/ cefixime 400 mg / SD
R/ antasid VI/2 dd 1
c. Assesment (penilaian)
Data
Problem Terapi
Subjektif Jenis DRP
Medis Diberikan
Objektif Literatur
Gonore NY. PA. G Azithromysin 1 Tidak ada DRP WHO tahun 2016
( pemberian terapi sudah
(17thn) g SD, Cefixime tatalaksana terapi
tepat karena obat yang
dengan 400 mg SD, dalam pengobatan
diberikan merupakan first
diagnosa gonore yang
line therapy gonore dengan
gonore, disebabkan infeksi
dosis yang sesuai dan
hamil 34 N. Gonorrheae dan
direkomendasikan untuk
minggu. medscape.com
ibu hamil. Dimana kategori
kehamilan kedia obat
tersebut termasuk dalam
kategori B (7,10).
Antasid VI 2 Tidak ada DRP Basic
dd 1 ( Berdasarkan keluhan pharmacology and
pasien merasakan drugs notes edisi
mules/nyeri perut maka 2017 .
dapat diberikan obat untuk
lambungnya antasid yang
aman untuk ibu hamil
termasuk kategori B (11).)
d. Plan
- Banyak minum air putih untuk menjaga tubuh agar tidak dehidrasi.
Daftar Pustaka :
1. Puspitorini D dan Lumintang H., 2017., Studi Retrospektif: Profil Pasien Baru Gonore
(A Retrospective Study: The Profile of New Gonorrhoeae Patients), Journal
Periodical of Dermatology and Venereology, Vol 29:1 (hal 59-64).
2. Jawas, Fitri A dan Mutiastutik S., 2008, Penderita Gonore di Divisi Penyakit Menular
Seksual Unit Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo
Surabaya Tahun 2002–2006, Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, Vol
20;3 (hal 217-228).
3. https://www.cdc.gov/amd/project-summaries/treating-gonorrhea-threat.html. Diakses
pada tanggal 19 juli 2018.
4. Shehabi, AA., Hamze, M., 2017, Diagnosis and Antimicrobial Treatment of Bacterial
Neisseria Gonorrhea Infections: Update Review Article, The International Arabic
Journal of Antimicrobial Agents, Vol 1-7.
5. Bignell, C., Unemo, M., 2013, 2012 European Guideline on The Diagnosis and
Treatment of Gonorrhoea in Adults, International Journal of STD & AIDS, Orebro.
7. WHO, 2016, Guidelines for The Treatment of Neisseria Gonorrhoeae, World Health
Organization Document Production Services, Swiss.
8. Wet, HD., et al, 2012, Medicinal Plants Used for The Treatment of Sexually
Transmitted Infections by Lay People in Northern Maputaland, Kwazulu–Natal
Province, South Africa, South African Journal of Botany 78 Hal : 12–20.
11. Anonim, 2017, Basic Pharmacology and Drugs Notes, MMN Publishing : Makasar.
TUGAS KONSELING
Resep 1:
Ibu N berusia 77 tahun datang ke Puskesmas Tegalrejo untuk melakukan kontrol rutin.
Ibu SM merupakan pasien hipertensi dan DM. Selain itu pasien juga menerima terapi obat
kolesterol. Beliau mengatakan bahwa kolesterolnya tinggi (210 mg/dl). Ibu N mendapatkan
terapi obat sebanyak 4 macam obat yaitu obat amlodipin 5 mg, simvastatin, metformin dan
vitamin B kompleks. Obat amlodipin 5 mg diminum satu kali sehari 1 tablet sebelum makan
pada pagi hari untuk terapi hipertensi, simvastatin diminum satu kali sehari 1 tablet setelah
makan pada malam hari untuk terapi kolesterol, metformin diminum 2 kali sehari setelah
makan tiap pagi dan malam, dan diberikan vitamin B komplek yang berguna sebagai
multivitamin dimunum 1 kali sehari setelah makan. Pasien mengeluhkan kadar gulanya yang
terkadang tidak terkontrol padahal pasien sudah mengkonsumsi anti diabetik oral secara rutin.
Setelah digali informasinya, ternyata waktu penggunaan metformin oleh Ibu N kurang tepat.
Beliau mengkonsumsi metformin 2 kali sehari pagi dan siang. Edukasi yang dapat diberikan
kepada pasien adalah hendaknya ibu N meminum obat dengan teratur. Untuk penggunaan
obat yang tepat apabila aturannya 2 kali sehari berarti digunakan tiap 12 jam. Selain itu
pasien juga diberikan edukasi untuk memperhatikan dan mengontrol pola makannya. Ibu N
disarankan mengkonsumsi nasi jagung/nasi merah daripada nasi biasa karena memiliki
kandungan glukosa yang lebih sedikit, kemudian menghindari stress dan istrihat yang cukup.
Apabila obat habis maka ibu N di anjurkan untuk kontrol kembali ke dokter.
Resep 2 :
Ibu SM berusia 67 tahun datang ke Puskesmas Tegalrejo untuk melakukan kontrol
rutin. Ibu SM merupakan pasien Hipertensi. Selain itu pasien juga menerima terapi obat
kolesterol. Beliau mengatakan bahwa kolesterolnya tinggi (210 mg/dl), setiap pagi
mengeluhkan pilek karena dingin, serta nyeri di bagian kaki dan lengan atasnya. Ibu SM
mendapatkan terapi obat sebanyak 5 macam obat yaitu obat amlodipin 10 mg, simvastatin,
meloxicam, eflin dan vitamin B kompleks. Obat amlodipin 10 mg diminum satu kali sehari
1 tablet sebelum makan pada pagi hari untuk terapi hipertensi, simvastatin dimunum satu
kali sehari 1 tablet setelah makan pada malam hari untuk terapi kolesterol, meloxicam
diminum sati kali sehari 1 tablet sesudah makan untuk terapi nyerinya diminum jika nyeri
saja, eflin diminum tiga kali sehari setelah makan untuk mengobati pilek, dan diberikan
vitamin b komplek yang berguna sebagai multivitamin dimunum 1 kali sehari setelah
makan. Edukasi yang dapat diberikan kepada pasien adalah hendaknya ibu SM meminum
obat dengan teratur, memperhatikan dan mengontrol pola makannya seperti mengurangi
konsumsi garam, hindari untuk makan daging sapi ataupun daging kambing yang
mengandung kolesterol tinggi, banyak mengkonsmsi sayur dan buah segar (seledri, wortel,
belimbing dan mentimun), hindari stress dan istrihat yang cukup. Apabila obat habis maka
ibu SM di anjurkan untuk kontrol kembali ke dokter.
Resep 3 :
12 JULI 2018
% %
% Penggunaan Rerata Item / lembar Resep
Penggunaan Penggunaa
Antibiotik pada
Antibiotik n Injeksi
ISPA Non- ISP Myalgi Rata-
pada Diare pada Diare
Pneumonia A a rata
Non-Spesifik Myalgia
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
12.00% 7.69% 0.00% 4.56 1.44 2.68 2.893333
Berdasarkan tabel diatas, untuk presentase peresepan antibiotik pada ISPA Non-Pneumonia di
Puskesmas Tegalrejo adalah 12,00% dengan capaian POR 100%. Presentase peresepan
antibiotik pada diare non-spesifik yaitu 7,69% dengan capaian POR 100%. Dari kedua
indikator tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik di Puskesmas Tegalrejo
dikendalikan dengan baik dan dapat dikatakan penggunaannya sudah rasional karena tidak
melebihi batas toleransi. Dan untuk presentase peresepan injeksi pada myalgia adalah 0,00%
dengan capaian POR 100%. Berdasarkan indikator WHO untuk persentase penggunaan
injeksi pada Myalgia adalah 1%. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian penggunaan
injeksi pada Myalgia di Puskesmas Tegalrejo terlihat baik, karena ketersediaan obat di
Puskesmas Tegal Rejo tidak terbatas pada sediaan injeksi, namun lebih berpengaruh terhadap
peresepan obat
TUGAS VAKSIN
Vaksin merupakan antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi
dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah menjadi toksoid, protein
rekombinan yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik
secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu (Kemenkes, 2013). Suatu upaya untuk
mempertahankan kondisi vaksin agar dalam kondisi yang optimal dari tahap penyimpanan
dan distribusi hingga diakhiri dengan pemberian vaksin kepada pasien. disebut dengan
Vaccine cold chain (Rantai dingin vaksin). Vaksin yang terpapar panas, dingin atau cahaya
berlebih dapat merusak vaksin mengakibatkan hilangnya potensi vaksin yang kondisinya
tidak bisa kembali seperti semula sehingga pemberian vaksin akan sia-sia (CDC, 2014).
Umumnya vaksin disimpan pada suhu 2ºC – 8ºC pada lemari es. Tetapi ada juga
pengecualian untuk beberapa macam vaksin seperti yellow fever, varisela dan OPV (Oral
Polio Vaccine). Khusus vaksin hepatitis B, pada bidan desa disimpan pada suhu ruangan,
terlindung dari sinar matahari langsung (Kemenkes, 2013).
Berikut ini jenis vaksin di Puskesmas Tegalrejo yaitu :
a. Vaksin (BCG) Bacillus Calmette Guerin adalah vaksin dalam bentuk kering yang
mengandung mycobavterium bovis yang sudah dilemahkan. Vaksin BCG digunakan
untuk memberikan kekebalan aktif terhadap tuberkulosa (Depkes, 2009). Biasanya
diberikan pada umur ≤ 2 bulan. Namun, dapat juga diberikan pada umur 0-12 bulan
untuk mendapat cakupan imunisasi yang lebih luas
b. DPT-HB-HIB adalah Imunisasi kombinasi Pentavalen terdiri dari 5 jenis vaksin
sekaligus diantaranya DPT-HB,Hib. Imunisasi ini diberikan untuk mencegah penyakit
difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B dan Haemophilus influenza tipe B. Dengan usia 3
bulan - dosis 1, 4 bulan - dosis 2, dan 5 bulan - dosis 3.
c. Vaksin DT (Difteri Tetanus) ialah vaksin yang mengandung toxoid difteri dan tetanus
yang telah dimurnikan. Vaksin DT digunakan untuk memberikan kekebalan simultan
terhadap difteri dan tetanus. Dengan usia 2, 4, 5, 15, 18 bulan.
d. Inactivated Polio Vaccine (IPV) mengandung virus polio yang telah dimatikan dan
diberikan melalui suntikan. Imunisasi IPV diberikan untuk mencegah penyakit
poliomyelitis yang disebabkan oleh infeksi virus polio yang dapat menyebabkan
kelumpuhan dan kematian. Unutk usia 1-4 bulan (Kemenkes, 2004).
e. Vaksin MR , Imunisasi campak diberikan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit campak. Campak, measles atau rubella adalah penyakit virus akut yang
disebabkan oleh virus campak. Usia 9-11 bulan.
f. Td, Vaksin ini memiliki manfaat untuk memberikan proteksi terhadap penyakit difteri
dan tetanus. Merupakan Imunisasi ulangan (booster) kepada anak usia >7 tahun.
g. Vaksin Hepatitis B digunakan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap infeksi yang
disebabkan oleh virus Hepatitis B, namun tidak untuk mencegah infeksi virus lain
seperti virus hepatitis A atau C yanng dketahui dapat menginfeksi hati. Vakim ini
diberikan pada bayi usia dini 0-7 hari.
h. Vaksin TT (Tetanus Toksoid) adalah vaksin yang mengandung toxoid tetanus yang telah
dimurnikan.untuk Anak usia kelas 2 dan 3 SD serta digunakan untuk mencegah tetanus
pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi Wanita Usia Subur (WUS) atau ibu
hamil(Depkes, 2009).
Tahapan perencanaan vaksin di Puskesmas Tegalrejo diawali dari pengelola vaksin yaitu
Bidan melakukan permintaan dengan membuat laporan resmi yakni Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Vaksin (LPLPV). LPLPV akan dikirimkan ke Dinas Kesehatan
sebelumnya LPLPV diberikan dahulu kepada Apoteker di unit pelayanan obat dan akan
diserahkan bersamaan dengan LPLPO dari unit farmasi di Puskesmas Tegalrejo. Jumlah
vaksin yang diterima sesuai dengan permintaan puskesmas dalam laporan resmi tersebut.
Setiap hari dilakukan pengontrolan suhu untuk memastikan vaksin disimpan dalam kondisi
yang sesuai dan untuk menjamin stabilitas dan kualitas vaksin. penyimpanan vaksin di
puskesmas Tegalrejo disimpan dalam lemari es khusus vaksin pada suhu 2 oC hingga 8oC
dengan vaccine cold chain.
Daftar Pustaka :
1. Centers for Disease Control and Prevention. 2014. Vaccine Storage & Handling
Toolkit. U.S: Department of Health and Human Services
2. Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengelolaan Vaksin. Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan. Jakarta.
3. Kemenkes RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 42
Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
4. Kepmenkes RI, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1059/Menkes/SK/Ix/2004 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi
BAB III
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA:
1. Presiden RI. Undang – undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta,
2009
2. Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
3. Presiden RI, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, Presiden Republik Indonesia, Jakarta.
4. Depkes RI. Pedoman Pelayanan Kefarmasian di UPT Pusat Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006
5. Depkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2014
6. Menkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2004
7. Menkes RI., 2008, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 296 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pengobatan Dasar di UPT Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
8. Menkes RI, 2007, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor585/MENKES/SK/V/2007 Tentang Pedoman Pelaksanaan PromosiKesehatan Di
UPT Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
9. Depkes RI, 2006, Pedoman Pelayanan Kefarmasian di UPT Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
10. Presiden RI. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Jakarta : Presiden Republik Indonesia,
2011
11. Menkes RI, 2013, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 328/MENKES/IX/
2013tentang Formularium Nasional. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
12. Menkes RI, 2013, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor312/MENKES/SK/IX/2013 Tentang Daftar obat Esensial Nasional. Jakarta :
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
13. Menkes RI, 2015, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02 /
MENKES / 532 / 2015 tentang Formularium Nasional. Jakarta :
14. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer.
15. Presiden RI, 2014, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014tentang
Tenaga Kesehatan. Jakarta : Presiden Republik Indonesia.
16. Menkes RI, 2014, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159 /
MENKES / SK/V/2014 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
328 / MENKES / SK / IX / 2013 tentang Formularium Nasional. Jakarta : Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2013 tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Era JKN.
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 69 tahun 2014 tentang Tarif
Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Tingkat I dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
19. Menteri Kesehatan RI. Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di UPT Pusat
Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010
20. Notoadmodjo, S., 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta
21. Menkes, 2015, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2015
Tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, Dan
Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, Jakarta, Mennteri Kesehatan RI.
PENYIMPANAN DIGUDANG