Anda di halaman 1dari 97

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PUSKESMAS TEGALREJO KOTA YOGYAKARTA

ANGKATAN XXXII

PERIODE 09 JULI – 21 JULI 2018

Disusun oleh:

PUTRI MEY ARDITA, S.Farm (17811251)


NIKEN BUNGA PRATAMASIWI, S.Farm (17811252)
DESI ELIYAWARNI, S.Farm (17811253)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
JULI 2018
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas berkat
Rahmat dan Karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Laporan Kerja Praktek
Profesi Apoteker di Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta periode 9-21 Juli 2018. Sholawat
serta salam tidak lupa penulis kirimkan kepada nabi Muhammad SAW, yang telah membawa
umatnya ke jalan yang di ridoi oleh Allah SWT. Laporan PKPA ini disusun sebagai salah satu
sayarat untuk meraih gelar Apoteker dari Prodi Profesi Apoetker Universitas Islam Indonesia.
Dalam proses penyusunan dan penulisan Laporan ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan,
doa dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Drs. Allwar, M.Sc., Ph.D sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Islam Indonesia.
2. Dimas Adhi Pradana, M.Sc.,Apt sebagai Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Universitas Islam Indonesia.
3. dr. Prie Aka Mahdayanti sebagai Kepala Puskesmas Tegalrejo, KotaYogyakarta.
4. Diesty Anita Nugraheni, M.Sc.,Apt sebagai dosen pembimbing Praktik Kerja Profesi
Apoteker Universitas Islam Indonesia.
5. Zahriyah Inayati S, S. Farm., Apt sebagai Apoteker penanggung jawab di Puskesmas
Tegalrejo, Yogyakarta.
6. Ibu Yani, Ibu Upik dan Ibu Ningrum selaku Asisten Apoteker Puskesmas Tegalrejo Kota
Yogyakarta.
7. Seluruh staf karyawan di Puskesmas Tegalrejo atas kerja sama dan bantuan yang
diberikan selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker.
8. Seluruh keluarga Program Studi Profesi Apoteker Universitas Islam Indonesia angkatan
XXXII.
9. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
terselesaikannya penyusunan laporan ini.
Penulis berharap saran dan kritik dari pembaca dan semua pihak yang bersifat
membangun karena penulis menyadari penulisan Laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Semoga Laporan PKPA di Puskesmas Tegalrejo ini dapat membawa manfaat bagi masyarakat
pada umumnya dan profesi Apoteker khususnya serta dapat menjadi pengembangan ilmu.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, 21 Juli 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................... iii
DAFTAR ISI......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................. 1
B. Tujuan dan Manfaat PKPA............................................................................. 2
BAB II KEGIATAN PRAKTEK KERJA DAN PEMBAHASAN
MEMBANDINGKAN ANTARA TEORI DAN PRAKTIK........................... 4
1. Aspek Umum................................................................................................... 4
a. Aspek Legal Puskesmas.............................................................................. 6
b. Struktur Organisasi dan SDM Puskesmas Tegalrejo.................................. 9
c. Peran dan Fungsi Apoteker di Puskesmas.................................................. 12
d. Kebijakan Pengelolaan Obat....................................................................... 13
2. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas........................... 15
a. Perencanaan dan Permintaan..................................................................... 15
b. Penerimaan, Penyimpanan, dan Distribusi................................................. 17
c. Pengendalian Obat, Pencatatan dan Pelaporan........................................... 20
d. Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Obat............................................. 22
3. Pelayanan Farmasi Klinis di Puskesmas......................................................... 23
a. Pelayanan Kefarmasian Rawat Jalan dan Rawat Inap............................... 23
b. Pengkajian dan Pelayanan Resep................................................................ 25
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)................................................................. 25
d. Pelayanan Konseling dan/atau Home Care................................................. 27
e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)............................. 29
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO).................................................................. 30
g. Evaluasi Penggunaan Obat Rasional.......................................................... 31
4. Program Promosi Kesehatan ........................................................................... 33
5. Tugas................................................................................................................ 34
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 71
A. Kesimpulan...................................................................................................... 71
B. Saran................................................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 72
LAMPIRAN.......................................................................................................... 73
DAFTAR TABELY

Tabel 2.1 Data sepuluh penyakit di Puskesmas Tegalrejo tahun 2017....................4


Tabel 2.2 Data sepuluh pemakaian obat terbanyak di Puskesmas Tegalrejo tahun
201
Tabel 3.1 Evaluasi Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Tegalrejo bulan Juni
2018..........................................................................................................30
Tabel 3.2 Monitoring Penggunaan Obat Generik di Puskesmas Tegalrejo...........32
DAFTAR GAMBA

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Puskesmas Tegalrejo.........................................11


Gambar 2.2 Alur Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Tegalrejo......................23

DAFTAR LAMPIRA
Lampiran 1. Etiket Obat.......................................................................................73
Lampiran 2. Lembar Kartu Stok..........................................................................74
Lampiran 3. LPLPO.............................................................................................75
Lampiran 4. Pencatatan Puskesmas Pembantu....................................................76
Lampiran 5. Lembar Pelayanan Informasi Obat (PIO)........................................77
Lampiran 6. Lembar Konseling...........................................................................78
Lampiran 7. Daftar Pelayanan Laboratorium di Puskesmas Tegalrejo................79
Lampiran 8. Laporan MESO................................................................................80
Lampiran 9. Struktur Organisasi..........................................................................82
Lampiran 10. Ruang Pelayanan Kefarmasian dan Ruang Tunggu.......................81
Lampiran 11. Ruang Penyimpanan......................................................................85
Lampiran 12. Kegiatan Promosi Kesehatan.........................................................86
Lampiran 13. Kegiatan PKPA Puskesmas Tegalrejo............................................87
Lampiran 14. Leaflet............................................................................................89
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis sehingga
setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses pelayanan di bidang
kesehatan. Perlu dilakukan upaya kesehatan untuk meningkatkan kesadaran mayrakat akan
pentingnya kesehatan. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau
masyarakat(1).
Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat Puskesmas adalah unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas yang menjadi sarana penyedia pelayanan
kesehatan tingkat pertama (Primary Health Care) yang mengutamakan pelayanan yang
bersifat dasar harus menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan
kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat(2).
Menurut Permenkes RI No.74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas, standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi pengelolaan sediaan
farmasi dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan sediaan
farmasi dan bahas medis habis pakai meliputi: a) perencanaan; b) permintaan; c) penerimaan;
d) penyimpanan; e) pendistribusian; f) pengendalian; g) pencatatan, pelaporan dan
pengarsipan; dan h) pemantauan dan evaluasi pengelolaan. Sedangkan untuk pelayanan
farmasi klinik di Puskesmas meliputi: a) pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian
informasi obat; b) Pelayanan Informasi Obat (PIO); c) konseling; d) ronde/visite pasien
(khusus Puskesmas rawat inap); e) pemantauan dan pelaporan efek samping obat; f)
pemantauan terapi obat; dan g) evaluasi penggunaan obat(2).
Pekerjaan kefarmasian di Puskesmas dipimpin oleh seorang apoteker yang memiliki
STRA. Apoteker dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
yang telah memiliki STRTTK. Apoteker merupakan tenaga profesional yang memiliki dasar
pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab
untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Hal ini menunjukkan bahawa peran apoteker
sangatlah dibutuhkan di Puskesmas(3).
Agar dapat memahami dan mengetahui peran dan fungsi apoteker di Puskesmas,
maka dibutuhkan suatu program praktek kerja yang dapat memberikan pengalaman kerja,
pengetahuan dan gambaran tentang peran apoteker di Puskesmas. Kegiatan PKPA (Praktek
Kerja Profesi Apoteker) di Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta yang berlangsung dari
tanggal 09 Juli sampai dengan 21 Juli 2018 dapat digunakan sebagai kesempatan untuk
belajar dan mengembangkan kemampuan dalam menjalankan praktek profesi, pelayanan
kefarmasian di lapangan, serta melatih dan mengembangkan kemampuan dalam menghadapi
tantangan dan permasalahan profesi apoteker secara nyata sehingga kelak akan menghasilkan
para apoteker yang handal dan berdedikasi tinggi di masyarakat.

B. TUJUAN

1. Dapat meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi dan tanggung
jawab apoteker dalam pengelolaan obat dan praktek pelayanan farmasi klinis di
Puskesmas.
2. Dapat meningkatkan pemahaman kepada calon apoteker tentang kebijakan
pengelolaan obat di puskesmas.
3. Dapat memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk belajar berinteraksi, bekerja
sama, dan berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain di Puskesmas sesuai dengan
etika profesi apoteker yang benar.
4. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat, mempelajari, dan
mempraktekan pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
5. Dapat memberikan kesempatan kepada calon Apoteker untuk belajar pengalaman
praktek profesi apoteker di Puskesmas dalam kaitan dengan peran, tugas, dan fungsi
apoteker dalam bidang kesehatan masyarakat.
C. MANFAAT
1. Mendapatkan pengalaman praktik dan realistis tentang pelayanan kefarmasian di
Puskesmas.
2. Memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang peran, fungsi, dan tanggung jawab
apoteker dalam pengelolaan obat dan praktek pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
3. Memperoleh pengalaman tentang tata cara berkomunikasi dan berinteraksi yang baik
dengan tenaga kesehatan lain di Puskesmas.
BAB II
KEGIATAN PRAKTEK KERJA DAN PEMBAHASAN MEMBANDINGKAN
ANTARA TEORI DAN PRAKTEK

1. Aspek Umum Puskesmas Tegalrejo

Puskesmas Tegalrejo merupakan salah satu Puskesman di wilayah Kota Yogyakarta,


beralamat di Jalan Magelang KM.2 N0.180 Yogyakarta, tepatnya di Kelurahan Karangwaru,
Kecamatan Tegalrejo, sebelah barat Kota Yogyakarta dengan batas-batas wilayah sebagai
berikut:
a. Sebelah utara : Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman.
b. Sebelah timur : Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta.
c. Sebelah selatan : Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta.

d. Sebelah barat : Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul.


Puskesmas Tegalrejo mempunyai luas wilayah kerja 2,91 km2, dengan kepadatan
penduduk merata dengan jumlah 36.966 jiwa. Wilayah Tegalrejo termasuk perkotaan dengan
padatnya benagunan perumahan dan pertokoan serta pusat-pusat bisnis dan pendidikan.
Kecamatan Tegalrejo sendiri terdiri dari 4 Kelurahan dengan 46 Rukun Warga dan 188 Rukun
Tetangga.
a. Kelurahan Kricak : 13 RW dan 188 RT
b. Kelurahan Karangwaru : 14 RW dan 56 RT
c. Kelurahan Tegalrejo : 12 RW dan 47 RT

d. Kelurahan Bener : 7 RW dan 26 RT


Data 10 penyakit terbesar yang dilaporkan di Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Data sepuluh penyakit di Puskesmas Tegalrejo Tahun 2017
No Kode Penyakit Jenis Penyakit Jumlah
1 I10 Hipertensi Primer 6719
2 J06.9 Infeksi Akut Saluran Pernafasan Atas 5042
3 M79.1 Myalgia 3537
4 J00 Common Cold/Nasopharyngitis Acute 2296
5 K30 Dyspepsia 1958
6 E11 Diabetes Mellitus Tipe 2 1894
7 Z34 Supervision pada kehamilan normal 1652
8 R50.9 Demam 995
9 H81.3 Vertigo 792
10 K04.4 Penyakit Pulpa dan jaringan periapical 753
Dari tabel diatas dapat disimuplkan bahwa penyakit kronis hipertensi primer
menduduki peringkat pertama. Penyakit kronis dan degeneratif masuk kedalam daftar
sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas Tegalrejo sehingga Puskesmas Tegalrejo lebih
meningkatkan upaya kesehatan. Upaya kesehatan ini dilaksanakan dengan mengadakan
kegiatan Posyandu dengan melibatkan kader dan masyarakat secara umum dan lansia secara
khusus. Setelah dilihat sepuluh penyakit terbesar, dapat dilihat pula daftar 10 obat yang
pemakaian terbanyak pada tahun 2017.

Tabel 2.2 Data sepuluh pemakaian obat terbanyak di Puskesmas Tegalrejo tahun 2017
No Nama Obat Jumlah
1. Paracetamol 500 mg 35.500
2. Metformin 500 mg 30.651
3. Amoxicilin 500 mg 21.759
4. Amlodipin 5 mg 20.314
5. Asam Askorbat 50 mg 19.639
6. Kalsium Laktat 500 mg 14.727
7. Simvastatin 14.612
8. Methylprednisolon 4 mg 12.693
9. Kalium diklofenak 25 mg 11.375
10. Dexamethason 0,5 mg 11.371

Puskesmas Tegalrejo juga memiliki kegiatan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan


untuk mewujudkan visi dan misi organisasi. Adapun bentuk kegaiatannya yaitu Upaya
Pelayanan Kesehatan yang meliputi:
a) Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
Upaya Ksehatan Peorangan yang dilaksanakan oleh Puskesmas Tegalrejo adalah
sebagai berikut:
1) Pendaftaran
2) Rawat Inap (bersalin)
3) Unit Farmasi
4) Rekam Medis
5) Poliklinik Umum
6) Poliklinik Lansia
7) Poliklinik Gigi
8) Unit Gawat Darurat
9) Laboratorium
10) Loundry
11) Bagian Dapur

b) Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)


Upaya Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Tegalrejo terbagi menjadi 2 yaitu UKM
Wajib dan UKM pengembangan dimana dalam masing-masing UKM terdapat beberapa
kegiatan yang dilakukan.
1) UKM Wajib
a. Promosi Kesehatan
b. Kesehatan Lingkungan
c. KIA dan KB (KIA,KB dan Imunisasi)
d. Gizi
e. Pengendalian Penyakit (P2) (Penyakit Tidak Menular dan Penyakit
Menular)
2) UKM Pengembangan
a. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
b. Bina Kesehatan Pada Remaja (PKPR)
c. Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) / Kekerasan Terhadap Anak (KTA)
d. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Gigi
e. MTBS
f. Upaya Kesehatan Jiwa
g. Kesehatan Haji
h. Bina Keluarga Tradisional
i. Bina Kesehatan Kerja
a. Aspek Legal Puskesmas

1) Pengertian Puskesmas
Pusat kesehatan masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit pelaksana
teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan berupa upaya kesehatan masyarakat ataupun perseorangan
tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di suatu wilayah kerja (2).
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu, hidup
dalam lingkungan sehat, dan memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber
daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta
administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat,
penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep) dengan
memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam
upaya mencapai tujuan yang ditetapkan(4)

2) Akreditasi Puskesmas Tegalrejo


Akreditasi adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen
penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi standar
Akreditasi. Tujuan utama akreditasi Puskesmas adalah untuk pembinaan peningkatan
mutu, kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem manajemen,
sistem manajemen mutu dan sistem penyelenggaraan pelayanan dan program, serta
penerapan manajemen risiko. Penetapan status Akreditasi Puskesmas terdiri atas: tidak
terakreditasi, terakreditasi dasar, terakreditasi madya, terakreditasi utama, dan
terakreditasi paripurna(19). Status akreditasi di Puskesmas Tegalrejo merupakan akreditasi
paripurna. Didalam akreditasi, terdapat 9 Bab yang dinilai dalam proses akreditasi dan
farmasi masuk kedalam Bab 8.2. Aspek yang dinilai meliputi:
8.2 Obat yang tersedia dikelola secara efisien untuk memenuhi kebutuhan pasien.
8.2.1 Berbagai jenis obat yang sesuai dengan kebutuhan tersedia dalam jumlah yang
memadai.
8.2.2 Peresepan, pemesanan, dan pengelolaan obat dipandu kebijakan dan prosedur
yang aktif.
8.2.3 Ada jaminan kebersihan dan keamanan dalam penyimpanan, penyiapan, dan
penyampaian obat kepada pasien serta penatalaksanaan.
8.2.4 Efek samping yang terjadi akibat pemberian obat-obat yang diresepkan atau
riwayat alergi terhadap obat-obat tertentu.
8.2.5 Kesalahan obat dilaporkan melalui proses dan dalam kerangka waktu yang
ditetapkan oleh Puskesmas.
8.2.6 Obat-obat emergency tersedia, dimonitor dana man bilamana disimpan di luar
farmasi.
Tentunya dalam pelaksanaan kegiatan di Puskesmas Tegalrejo sudah mengacu pada SOP
dan SK yang sudah disahkan oleh Kepala Puskesmas. Suatu puskesmas dapat dikatakan
terakreditasi paripurna apabila dari 9 Bab yang dinilai, semuanya memperoleh nilai
≥80%.

3) Visi Puskesmas Tegalrejo


Visi dari Puskesmas Tegalrejo adalah “Mitra Keluarga Menuju Tegalrejo Sehat”
4) Misi Puskesmas Tegalrejo
Misi dari Puskesmas Tegalrejo adalah:
a) Meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
b) Mendorong dan meningkatkan kemandirian masyarakat untuk berperilaku
hidup sehat dalam lingkungan yang sehat.
c) Memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan mengutamakan
kepentingan pelanggan sesuai standar pelayanan.
d) Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dalam
mewujudkan kemandirian masyarakat hidup sehat.
e) Meningkatkan dan mengefektifkan surveilans, monitoring dan informasi
kesehatan.

5) Tata Nilai Puskesmas Tegalrejo


Puskesmas Tegalrejo menerapkan beberapa tata nilai yang disingkat menjadi
“JAAPEL”, yang memiliki kepanjangan jujur yang artinya jujur dalam bekerja dan
berperilaku, aman yang artinya bekerja dengan prinsip keamanan untuk pasien dan
petugas, professional yang artinya professional dalam bekerja dan melayani, empati yang
artinya melayani pasien dengan rasa empati serta lebih baik yang artinya selalu berusaha
memperbaiki diri untuk memberikan layanan yang lebih baik.
6) Landasan Hukum
Landasan hukum yang menjadi aspek legal dalam mengatur penyelenggaraan
pelayanan kesehatan di UPT Pusat Kesehatan Masyarakat Tegalrejo diantaranya yaitu:
a) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat(5).
b) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar
Puskesmas(6).
c) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan(1).
d) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 296 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pengobatan Dasar di Puskesmas(7).
e) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas(2).
f) Keputusaan Menteri Kesehatan Nomor 585/MENKES/SK/V/2007 tentang
Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Puskesmas(8).
g) Buku Pedoman Pelayanan Farmasi di Puskesmas (2006) dari Departemen
Kesehatan Republik Indonesia(9).
h) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2014 tentang BPJS(10).
i) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 328 Tahun 2013
tentang Formularium Nasional(11).
j) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 312 Tahun 2013
tentang Daftar obat Esensial Nasional(12).
k) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.
02.02/MENKES/523/2015 tentang Formularium Nasional(13).
l) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer(14).
m) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan(15).
n) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159/MENKES/V/2014
tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
328/MENKES/SK/IX/2013 tentang Formularium Nasional(16).
o) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2013 tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Era JKN(17).
p) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 69 tahun 2014 tentang Tarif
Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Tingkat I dan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjutan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan(18).
b. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia di Puskesmas
Struktur organisasi merupakan susunan sistem hubungan antar posisi kepemimpinan
yang ada di dalam suatu organisasi. Struktur organisasi memberikan kerangka yang
menghubungkan wewenang antara posisi para anggota organisasi. Struktur organisasi di
Puskesmas disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota berdasarkan kategori, upaya
kesehatan dan beban kerja Puskesmas. Organisasi Puskesmas di Puskesmas sedikitnya
terdiri atas(5):
1) Kepala Puskesmas, yang bertanggungjawab atas seluruh kegiatan di Puskesmas.
Kepala Puskesmas merupakan tenaga kesehatan yang mempunyai pendidikan
paling rendah sarjana, memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat,
masa kerja di Puskesmas minimal 2 (dua) tahun, dan telah mengikuti pelatihan
manajemen Puskesmas.
2) Kepala Sub Bagian Tata Usaha, membawahi beberapa kegiatan diantaranya
Sistem Informasi Puskesmas, kepegawaian, rumah tangga dan keuangan.
3) Penanggungjawab UKM dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat, yang
membawahi pelayanan promosi kesehatan termasuk Unit Kesehatan Sekolah
(UKS), kesehatan lingkungan, KIA-KB yang bersifat UKM, gizi yang bersifat
UKM, pencegahan dan pengendalian penyakit, dan keperawatan kesehatan
masyarakat.
4) Penanggungjawab UKP, Kefarmasian dan Laboratorium, , membawahi kegiatan
pelayanan pemeriksaan umum, kesehatan gigi dan mulut, KIA-KB yang bersifat
UKP, gawat darurat, gizi yang bersifat UKP, persalinan, rawat inap untuk
Puskesmas yang menyediakan pelayanan rawat inap, pelayanan kefarmasian, dan
pelayanan laboratorium.

5) Penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan


kesehatan, yang membawahi Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Bidan
Desa, dan Jejaring fasilitas pelayanan kesehatan.
Sumber Daya Manusia di Puskesmas terdiri atas Tenaga Kesehatan dan Tenaga Non
Kesehatan. Jenis dan jumlahnya didasarkan pada analisis beban kerja, dengan
mempertimbangkan jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah penduduk dan
persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja dan pembagian waktu
kerjanya.(5) Tenaga kesehatan yang setidaknya harus ada di puskesmas yaitu:
1) Dokter atau dokter layanan primer;
2) Dokter gigi;
3) Perawat;
4) Bidan;
5) Tenaga Kesehatan Masyarakat;
6) Tenaga Kesehatan Lingkungan;

7) Ahli teknologi laboratorium;


8) Tenaga Gizi; dan
9) Tenaga Kefarmasian
Sedangkan tenaga non kesehatan yang harus ada di puskesmas yaitu tenaga yang
dapat mendukung kegiatan ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi dan
kegiatan operasional di Puskesmas.
Struktur organisasi di Puskesmas Tegalrejo berdasarkan Keputusan Kepala Dinas
Kesehatan Kota Yogyakarta No.21 Tahun 2016 terdiri atas:
1) Kepala Puskesmas
2) Kepala Sub.Bagian Tata Usaha, yang membawahi S-IK, kepegawaian dan
keuangan
3) Penanggungjawab UKM, Esesnsial, Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat,
yang membawahi:
a) Pelayanan Promosi Kesehatan
b) Pelayanan Kesehatan Lingkungan
c) Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana
d) Pelayanan Gizi
e) Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
f) Keperawatan Kesehatan Masyarakat
4) Penanggungjawab UKP, Kefarmasian dan Laboratorium, yang membawahi:
a) Pelayanan Pemeriksaan Umum
b) Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
c) Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, dan Keluarga Berencana
d) Pelayanan Gizi
e) Pelayanan Laboratorium
f) Pelayanan Kefarmasian
g) Pelayanan Rawat Inap Persalinan
5) Penanggungjawab Jaringan Pelayanan Puskesmas dan Jejaring Fasyankes, yang
membawahi:
a) Puskesmas Pembantu
b) Jejaring Fasyankes
6) Penanggungjawab UKM Pengembangan, yang membawahi:
a) Pelayanan Kesehatan Lansia
b) Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB)
c) Upaya Kesehatan Sekolah (UKS)
d) Pelayanan Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan (KTP/A)

Gambar 2.1 Struktur Organisasi Puskesmas Tegalrejo


Jumlah tenaga kerja atau jumlah SDM di Puskesmas Tegalrejo terdiri dari
sekitar 80 orang pegawai.

c. Peran dan Fungsi Apoteker di Puskesmas


Berdasarkan Permenkes No. 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Puskesmas, penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Puskesmas minimal harus
memiliki 1 orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab dan dapat dibantu oleh
tenaga teknis kefarmasian sesuai kebutuhan(2). Puskesmas Tegalrejo memiliki 1 orang
Apoteker penanggungjawab dengan dibantu oleh 3 orang Asisten Apoteker. Dalam
menjalankan pelayanan kefarmasian, Apoteker di puskesmas memiliki peran manajerial
atau dalam bentuk pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai serta peran
fungsional dalam pelayanan farmasi klinik. Peran apoteker dalam fungsi manajerial dan
fungsional serta fungsi apoteker di Puskesmas Tegalrejo adalah:
1) Mengelola Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dari tahap:
perencanaan kebutuhan; permintaan; penerimaan; penyimpanan; pendistribusian;
pengendalian; pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan; dan pemantauan, serta
evaluasi pengelolaan.
2) Melakukan pelayanan farmasi klinik yang meliputi: pengkajian resep, penyerahan
obat dan pemberian informasi obat; pelayanan informasi obat; konseling;
ronde/visite pasien (khusus Puskemas rawat inap); pemantauan dan pelaporan
efek samping obat; pemantauan terapi obat; dan evaluasi penggunaan obat.

Tugas apoteker dalam pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai di
Puskesmas Tegalrejo meliputi perencanaan kebutuhan obat dan BMHP untuk satu tahun,
mengadakan kebutuhan obat satu bulan sekali ke Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
berdasarkan permintaan dari poli pelayanan di Puskesmas, penerimaan obat dari Dinas
Kesehatan Yogyakarta, penyimpanan obat di Gudang Farmasi, pendistribusian, pencatatan
pelaporan pengeluaran dan sisa stok obat serta melakukan evaluasi bulanan dalam
LPLPO.
Pelayanan farmasi klinik dilakukan oleh Apoteker di Puskesmas Tegalrejo berupa
skrining resep (skrining administrasi, farmasetis, dan klinis), proses peracikan dan
penyiapan obat yang diberikan kepada pasien yang disertai dengan pemberian informasi
mengenai obat atau terapi yang digunakan atau diperoleh, konseling kepada pasien
(kondisional). Kegiatan visite pada pasien rawat inap (bersalin) dan homecare kepada
pasien belum dilakukan oleh Apoteker secara rutin di Puskesmas Tegalrejo karena
terkendala waktu pelaksanaan. Hanya pasien dengan kondisi khusus atau berkebutuhan
khusus yang biasanya dilakukan home care (contoh: pasien TB dengan tingkat kepatuhan
minum obat yang kurang).

d. Kebijakan Pengelolaan Obat di Puskesmas

Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama dimana pemenuhan obat


dilakukan dengan mengajukan permintaan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Seperti
kita tahu bahwa obat merupakan komponen yang sangat penting, sehingga
pengelolaannya pun harus benar sehingga bisa efektif dan efisien serta menjamin
tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat waktu pendistribusian,
tepat penggunaan dan tepat mutu. Proses perencanaan kebutuhan obat puskesmas dan
perbekalan kesehatan diawali dari data yang disampaikan puskesmas ke Instalasi Farmasi
Kabupaten/ Kota berupa Laporan Pemakaian dan Permintaan obat (LPLPO). Perencanaan
kebutuhan buffer stok pusat maupun provinsi menyesuaikan pada kebutuhan obat publik
dan perbekalan kesehatan di Kabupaten/Kota dan tetap mengacu kepada Formularium
Nasional dan Daftar obat Esensial Nasional (DOEN)(2).
Pengadaan dan pelayanan obat di sarana kesehatan seperti Puskesmas didasarkan
pada prinsip penyelenggaraan obat dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan
menerapkan konsep obat generik. Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib menyediakan obat esensial dengan nama generik untuk kebutuhan
Puskesmas dan Unit Pelaksana Teknis lainnya sesuai kebutuhan(7).
Semua tenaga kefarmasian di puskesmas melaksanakan pelayanan kefarmasian
berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO) dan Surat Keputusan (SK) yang dibuat
secara tertulis. SPO disusun oleh Kepala Ruang Farmasi dan ditetapkan oleh Kepala
Puskesmas sedangkan SK dibuat oleh Kepala Puskesmas yang menyangkut pengelolaan
obat di puskesmas. Adapun beberapa dokumen SK dan SOP yang ada di Puskesmas
Tegalrejo yaitu:

1) SOP penilaian, pengendalian, penyediaan dan penggunaan obat.


2) SOP penyediaan dan penggunaan obat.
3) SK penanggungjawab pelayanan obat.
4) SK dan SOP tentang penyediaan obat yang menjamin ketersediaan obat.
5) SK tentang pelayanan obat 24 jam.
6) SOP evaluasi ketersediaan obat terhadap formularium, hasil evaluasi dan tindak
lanjut.
7) SK tentang persyaratan petugas yang berhak memberi resep.
8) SK tentang persyaratan petugas yang berhak menyediakan obat.
9) SK tentang pelatihan bagi petugas yang diberi kewenangan menyediakan obat
tetapi belum sesuai persyaratan.
10) SK dan SOP peresepan, pemesanan dan pengelolaan obat.
11) SOP menjaga tidak terjadinya pemberian obat kadaluarsa, pelaksanaan FIFO dan
FEFO, Kartu Stok terkendali.
12) SK dan SOP penggunaan obat yang dibawa sendiri oleh pasien/keluarga.
13) SOP pengawasan dan pengendalian penggunaan psikotropika dan narkotika.
14) SOP penyimpanan obat.
15) SOP pemberian obat kepada pasien dan pelabelan.
16) SOP pemberian informasi penggunaan obat.
17) SOP pemberian informasi tentang efek samping obat atau efek yang tidak
diharapkan.
18) SOP tentang petunjuk penyimpanan obat di rumah.
19) SK dan SOP penanganan obat kadaluarsa/rusak.
20) SOP pelaporan efek samping obat.
21) SOP pencatatan, pemantauan, pelaporan efek samping obat dan KTD.
22) SOP tindak lanjut efek samping obat dan KTD.
23) SOP identifikasi dan pelaporan kesalahan pemberian obat dan KNC.
24) SK penanggungjawab tindak lanjut pelaporan.
25) SK dan SOP penyediaan obat-obat emergensi di unit kerja.
26) SOP penyimpanan obat emergensi di unit pelayanan.
27) SOP monitoring penyediaan obat emergensi di unit kerja.

28) SK dan SOP tentang jenis dan pelaksanaan pelayanan.

2. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas Tegalrejo

a. Perencanaan dan Permintaan


1) Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi sediaan farmasi dan bahan medis
habis pakai untuk menentukan jenis dan jumlah dalam rangka pemenuhan kebutuhan
Puskesmas. Tujuannya adalah agar mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah yang
mendekati perkiraan, meningkatkan penggunaan obat secara rasional dan meningkatkan
efisiensi penggunaan obat. Perencanaan kebutuhan obat untuk Puskesmas setiap periode
dilaksanakan oleh Pengelola obat dan Perbekalan Kesehatan di Puskesmas. Dalam proses
perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian
obat dengan mengunakan LPLPO(2). Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang
akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas diwilayah
kerjanya. Ketepatan dan kebenaran data di Puskesmas akan berpengaruh terhadap
ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kabupaten/Kota.
Perencanaan di Puskesmas Tegalrejo dilakukan 1 tahun sekali. Perencanaan
tahunan didasarkan pada data pemakaian obat tahun sebelumnya. Metode konsumsi
digunakan dengan melihat pola penggunaan obat berdasarkan jumlah obat yang paling
banyak diresepkan oleh dokter pada periode sebelumnya sehingga pengadaan obat tidak
berlebihan atau kurang. Data penggunaan obat diperoleh dari data sediaan obat pada kartu
stok sebagai dasar penyusunan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO). Puskesmas Tegalrejo memiliki 2 seri LPLPO yakni lembar yang dikumpulkan
ke Dinas Kesehatan dan lembar yang diarsipkan oleh Puskesmas untuk keperluan audit
internal dan akreditasi. Adapun isi dari LPLPO yaitu nama obat, satuan, stok awal,
penerimaan, persediaan, pemakaian, obat rusak/kadaluarsa, sisa stok, permintaan,
pemberian, BON, no. batch, dan tanggal kadaluarsa. Unit-unit di Puskesmas Tegalrejo
yang memiliki kewajiban mengumpulkan LPLPO ke Gudang Farmasi Puskesmas antara
lain BPU, KIA, Lab, Ranap, dan BPG. Fungsi permintaan menggunakan LPLPO adalah
untuk mengoptimasi pengelolaan persediaan obat melalui proses perencanaan,
mengindari penyimpangan pengelolaan obat, dan indikator untuk memilih ketepatan
pengeloaan obat di Puskesmas. Kesesuaian antara perencanaan yang dibuat oleh
Puskesmas dengan kebutuhan obat yang sebenarnya menunjukkan bahwa perencanaan
yang dibuat sudah baik. Adapun rumus yang digunakan dalam perencanaan yaitu:

Perencanaan = (Rata- rata pemakaian perbulan x 12) + (10-20%) + lead time


2) Permintaan (1bulan) – sisa stok akhir
Tujuan permintaan adalah untuk memenuhi kebutuhan sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai di Puskesmas sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat.
Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Permintaan yang
dilakukan oleh Puskesmas Tegalrejo dilakukan setiap bulan dengan menggunakan data
kebutuhan obat dari LPLPO dan diajukan ke Dinas Kesehatan Kota (2). Laporan ini dibuat
sebanyak 2 rangkap yang kemudian diserahkan ke Dinkes Kota Yogyakarta dan satu
rangkap untuk arsip puskesmas. Selain obat yang dilakukukan permintaan tiap bulan, juga
terdapat beberapa obat program yang pemberiannya pada periode tertentu saja seperti
retinol, albendazole, vitamin sirup anak untuk gizi buruk, dan tablet penambah darah (Fe).
Untuk permintaannya dilakukan tergantung kapan program tersebut akan terlaksana.
Seperti pemberian vitamin A/retinol dilakukan pada bulan Februari dan Agustus sehingga
permintaannya dilakukan pada bulan Januari dan Juli. Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai yang disetujui akan dikonfirmasi sesuai permintaan puskesmas oleh UPT
Farmalkes. Adapun langkah pertama untuk melakukan permintaan obat yaitu dengan
menghitung stok awal (sisa stok bulan lalu) ditambah dengan penerimaan sehingga
diperoleh jumlah persediaan. Dari jumlah persediaan, kemudian dihitung total
pemakaiannya sehingga didapatkan sisa stok di bulan tersebut. Kebutuhan obat bulanan
Puskesmas dihitung berdasarkan stok optimum. Stok optimum merupakan stok ideal yang
ada dalam periode tertentu yaitu:

Stok Optimum = 2 x pemakaian


Puskesmas Tegalrejo tidak melakukan pengadaan tetapi melakukan permintaan
dikarenakan obat-obat di Puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
melalui Gudang Farmasi Kota Yogyakarta yang dilayani oleh UPT Farmalkes. Untuk obat
dan bahan medis habis pakai tertentu yang tidak disediakan oleh UPT Farmalkes,
Puskesmas Tegalrejo dapat melakukan pengadaan kebutuhan obat dan Bahan Medis
Habis Pakai dengan sistem Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Data untuk
permintaan obat diperoleh dari data pemakaian obat sebelumnya dan sisa stok dengan
rumus:

Permintaan = Stok optimum – sisa stok

Data persediaan obat tersebut akan menjadi dasar jumlah permintaan yang akan
diajukan kepada UPT Farmalkes. Puskesmas juga dapat mengajukan permintaan khusus
di luar jadwal distribusi rutin (BON) jika terjadi peningkatan kebutuhan, sehingga dapat
menghindari kekosongan, obat rusak, dan obat kadaluwarsa. Obat dengan permintaan
khusus (BON) akan dimasukkan ke dalam tagihan bulan berikutnya. Jumlah dari obat
atau alat kesehatan yang diminta akan disesuaikan dengan waktu sampai dropping
selanjutnya, dan maksimal hanya boleh dilakukan dua kali dalam satu bulan dengan satu
kali bon sebanyak 10 item.
b. Penerimaan, Penyimpanan, dan Distribusi
1) Penerimaan
Penerimaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) merupakan suatu kegiatan
dalam menerima obat dan BMHP dari Instalasi Farmasi Kabupaten / Kota atau hasil
pengadaan Puskesmas secara mandiri sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.
Tujuannya adalah agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh Puskesmas (1). Penerimaan obat dan BMHP harus
dilaksanakan oleh petugas pengelola obat di Puskesmas. Petugas penerimaan wajib
melakukan pengecekan terhadap Obat dan BMHP yang diserahkan antara lain dilakukan
pengecekan jenis obat, jumlah, kondisi fisik obat, dan tanggal kadaluarsa. Kemudian
dicocokan antara obat dan bahan medis habis pakai yang diterima dengan yang tertulis pada
dokumen LPLPO dan Berita Acara Serah Terima. Apabila telah sesuai kemudian
ditandatangani oleh petugas penerima, dan diketahui oleh apoteker penanggung jawab.
Untuk setiap penambahan obat dilakukan pencatatan pada buku penerimaan obat dan
kartu stok. Apabila obat yang diterima tidak memenuhi syarat, maka petugas penerima
dapat mengajukan keberatan(19).
Proses penerimaan obat dan BMHP di Puskesmas Tegalrejo dilakukan dengan
dropping dari dinas kesehatan kota ke Puskesmas Tegalrejo. Penerimaan obat dan BMHP
di Puskesmas Tegalrejo dilakukan sesuai dengan prosedur yaitu melakukan proses
pengecekan dengan mencocokan antara obat yang diterima dengan yang tertera pada
dokuen LPLPO dan Berita Acara Serah Terima. Pengecekan yang dilakukan meliputi:
jumlah obat, jenis, kualitas obat, bentuk sediaan, kecocokan dosis obat yang diminta,
nomor batch, dan expired date obat. Setelah dipastikan bahwa obat yang diterima telah
sesuai, petugas penerima menandatangani LPLPO dan berita acara serah terima yang
membuktikan bahwa obat dan BMHP telah diterima sesuai dengan permintaan dan dalam
kondisi yang baik. Setiap penambahan obat dilakukan pencatatan pada buku penerimaan
obat dan kartu stok. Apabila ada obat dan BMHP yang ditemukan tidak sesuai (terdapat
kesalahan, rusak atau kadaluwarsa), maka dilakukan pengembalian.
2) Penyimpanan
Penyimpanan Obat dan BMHP merupakan kegiatan pengaturan terhadap obat yang
diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan
mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tujuannya adalah
agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan. Metode penyimpanan obat dapat dilakukan berdasarkan
kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis sediaan Farmasi dan disusun secara alfabetis
dengan menerapkan prinsip FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First
Out). Penyimpanan obat dan BMHP yang penampilan dan penamaan mirip (LASA, Look
Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus
untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat. Penyimpanan obat dan BMHP
mempertimbangkan hal-hal antara lain yaitu(2):
a) Bentuk dan jenis sediaan;
b) Stabilitas (suhu, cahaya, kelembapan);
c) Mudah atau tidaknya meledak/terbakar;
d) Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus; dan

e) Tempat penyimpanan Sediaan Farmasi tidak dipergunakan untuk penyimpanan


barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
Sediaan Farmasi dan BMHP yang telah diterima disimpan di gudang farmasi
Puskesmas Tegalrejo yang terletak disebelah ruang pelayanan resep. Gudang Puskesmas
Tegalrejo telah memenuhi beberapa persyaratan gudang yaitu:
a) Merupakan ruangan tersendiri dengan ruangan yang cukup luas, lantai terbuat
dari kramik dan menggunakan sistem satu pintu
b) Tidak terkena sinar matahari langsung dan memiliki pencahayaan yang cukup
c) Telah dilengkapi dengan AC (air conditioner) yang diatur pada suhu sejuk ≤
250C dan disertai dengan kartu kontrol suhu untuk memastikan suhu ruangan
stabil.
d) Penyimpanan obat-obat khusus seperti psikotropik disimpan dalam lemari
khusus yang terbuat dari kayu dengan kunci ganda. Sedangkan untuk obat-
obatan dengan bentuk sediaan tablet, obat luar dan alat kesehatan disimpan pada
rak kaca, untuk sediaan sirup, suspensi dan obat ARV dilakukan penyimpanan
pada lemari besi. Selain itu juga terdapat kulkas khusus untuk menyimpanan
obat pada suhu dingin contohnya suppositoria.
Untuk metode yang digunakan dalam penyimpanan dan pengeluaran obat juga telah
sesuai dimana metode yang digunakan yaitu disusun berdasarkan alfabetis, bentuk sediaaan
dan FEFO / FIFO. FEFO (First Expired First Out): menempatkan obat-obatan yang
mempunyai ED (expired date) lebih lama diletakkan di belakang obat-obatan yang
mempunyai ED lebih pendek, dan FIFO(First In First Out) yaitu obat-obatan yang baru
masuk diletakkan di belakang obat yang terdahulu. Obat-obat yang termasuk kedalam
golongan LASA ditandai dengan menempelkan stiker LASA pada bagian dus obat. Obat
dan BMHP yang diterima dan dikeluarkan dikontrol dan dicatat melalui kartu stok.
Pencatatan kartu stok meliputi tanggal, nomor, dari/kepada, jumlah obat masuk, jumlah
obat keluar, jumlah obat yang tersisa, tanggal kadaluarsa, keterangan dan paraf petugas.
Obat-obat yang tidak dapat digunakan lagi karena rusak atau kadaluarsa dipisahkan
dari obat lain untuk kemudian dibuat laporan dan berita acara serta dikembalikan ke
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk dimusnahkan. Selain penyimpanan obat, pada
Puskesmas Tegalrejo juga terdapat penyimpanan vaksin. Penyimpanan vaksin disimpan
pada ruangan yang terpisah dari gudang obat Puskesmas yang dikelola oleh bagian KIA
dan disimpan pada lemari es khusus vaksin yang disertai dengan pengatur suhu. Untuk
vaksin (BCG, Hepatitis B, Pentavalen (DPT, Hepatitis B, HIV), IPV, TT, Campak, DT,
Td), disimpan pada suhu 2-8 0C didalam lemari es dimana didalamnya dilengkapi dengan
termometer yang selalu dipantau setiap hari pada pagi dan sore hari dan dicatat pada
lembar pengontrol suhu untuk menjamin stabilitas dan kualitas vaksin. Tempat
penyimpanan vaksin tidak boleh terlalu sering dibuka, hanya pada hari-hari khusus
imunisasi agar tidak merubah suhu.
3) Distribusi
Distribusi merupakan kegiatan pengeluaran dan penyerahan Obat dan BMHP secara
merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan
jaringannya. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan Obat sub unit pelayanan kesehatan
yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat(2).
Disribusi obat di Puskesmas Tegalrejo menggunakan sistem floor stock dan
individual prescribing. Floor stock yaitu perbekalan farmasi yang sering digunakan dan
dibutuhkan pasien sudah tersedia dalam ruang penyimpanan di sub unit selain Gudang
Farmasi. Teknisnya yaitu dengan menyiapkan obat dan BMHP di Unit Farmasi dan di
salurkan ke Balai Pengobatan Umum (BPU), Balai Pengobatan Gigi (BPG), Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA), laboratorium sesuai dengan kebutuhan. Setiap satu bulan sekali
masing-masing unit melakukan pendataan kebutuhan dan mencatat keperluan tersebut
pada buku distribusi yang dimiliki oleh masing-masing unit. Apabila permintaan obat
tersedia lengkap, maka obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan akan didistribusikan ke
unit-unit tersebut.
Sistem individual prescribing dilakukan untuk pasien rawat jalan, yaitu
berdasarkan resep perorangan/ individu dengan menebus obat di loket pelayanan obat.
Resep yang diterima kemudin dicek kesesuaian administrasi, farmasetis dan klinis
terlebih dahulu. Kemudian apoteker dan TTK dapat menyiapkan etiket dan obat sesuai
resep, setelah itu obat langsung diserahkan kepada pasien disertai dengan pemberian
informasi terkait nama, bentuk sediaan, indikasi, dosis, waktu dan cara penggunaan obat,
efek samping dan penyimpanan obat.
Puskesmas Tegalrejo juga melayani resep-resep obat prolanis pasien BPJS yang
bekerjasama dengan Apotek UGM. Pasien prolanis datang ke puskesmas sebulan sekali,
dalam kondisi obat hampir habis. Pasien menyerahkan resep beserta persyaratannya
kemudian obat akan diberikan keesokan hari nya.
c. Pengendalian Obat, Pencatatan, Pelaporan dan Pengarsipan
1) Pengendalian Obat
Pengendalian obat dan BMHP merupakan suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah
ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit
pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan
obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Pengendalian Obat terdiri dari pengendalian
persediaan; pengendalian penggunaan dan penanganan obat hilang, rusak, dan
kadaluwarsa. Pengendalian Sediaan Farmasi terdiri dari pengendalian persediaan,
pengendalian penggunaan, dan penanganan Sediaan Farmasi hilang, rusak, dan
kadaluarsa. Proses pengendalian harus dicatat dan dilaporkan(2).
Di Puskesmas Tegalrejo, pengendalian persediaan dilakukan dengan melakukan
stock opname di akhir bulan, tujuan dilakukan stock opname yaitu untuk mencegah
adanya kekosongan obat. Penanganan obat yang kadaluarsa dikendalikan dengan cara
disimpan terpisah dengan obat lain terlebih dahulu di puskesmas, yang selanjutnya akan
dikembalikan ke Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk dimusnahkan.
2) Pencatatan, Pelaporan dan Pengarsipan
Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam
rangka mendokumentasikan dan penatalaksanaan obat dan perbekalan kesehatan secara
tertib dan baik(4). Pada pencatatan dan pelaporan di Puskesmas Tegalrejo menggunakan
sarana antara lain SIMPUS (Sistem Informasi Manajemen Puskesmas), Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO), laporan penggunaan obat generik,
laporan penggunaan obat injeksi dan kartu stok. Sedangkan pelaporan dan pencatatan
obat dan BMHP yang dilaporakan diantaranya:

a) Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)


b) Laporan ketersedian obat indikator (obat-obatan yang wajib ada di Puskesmas
Tegalrejo)
c) Laporan monitoring obat generiK
d) Laporan persediaan obat (aset obat), laporan monitoring Penggunaan Obat
Rasional (POR)
Pelaporan dan pencatatan data obat dilakukan menggunakan SIMPUS. Yang terdiri
dari pelaporan dan pencatatan nama obat, jumlah obat, dan cara pakai. Dimana pelaporan
dan pencatatannya dilakukan setiap hari dengan mengentri resep obat dihari tersebut.
Tujuan SIMPUS yaitu untuk memudahkan dalam pendataan obat yang digunakan pasien,
sehigga apabila sewaktu-waktu diperlukan untuk pencarian data dapat dilakukan dengan
lebih mudah.
Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dapat digunakan untuk
analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan
pembuatan laporan pengelolaan obat (Kemenkes RI, 2010). Pada Puskesmas Tegalrejo
LPLPO yang dibuat merupakan gabungan antara LPLPO Induk Puskesmas Tegalrejo dan
Puskesmas Pembantu Tompeyan dan bener. Untuk LPLPO induk sendiri dibuat dari
pelaporan tiap-tiap poli yang berada di Puskesmas Tegalrejo meliputi Poli Lansia, Poli
Umum, Poli Gigi, Poli LKB, Poli KIA. Pengisian LPLPO dilakukan disetiap awal bulan
dengan mengisi LPLPO untuk bulan sebelumnya sehingga LPLPO yang dibuat diawal
bulan dapat digunakan sebagai lembar permintaan obat berdasarkan jumlah pemakaian di
bulan sebelumnya. Permintaan ini akan diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota untuk
kemudian disesuaikan dengan dana yang tersedia.
Di Puskesmas Tegalrejo untuk pelaporan penggunaan obat generik dilakukan
monitoring setiap 3bulan. Apabila hasil yang didapat mendekati 100% maka hasil yang
diperoleh sudah dikatakan baik. Untuk pelaporan penggunaan obat injeksi dan antibiotik
dapat dilihat melalui laporan monitoring Penggunaan Obat Rasional (POR) yang
dimonitorin setiap bulannya.
Selain itu pelaporan dan pencatatan juga menggunakan media kartu stok. Kartu stok
dapat digunakan untuk mengontrol persediaan obat. Kartu stok berisi nama barang,
satuan, tanggal, asal barang atau tujuan penggunaan barang, jumlah barang masuk,
jumlah barang keluar, sisa barang di gudang, dan keterangan.
d. Monitoring dan Evaluasi Obat

Monitoring merupakan kegiatan untuk memantau pada pelayanan kefarmasian,


sedangkan evaluasi merupakan kegiatan untuk menilai kinerja pada pelayanan
kefarmasian. Monitoring dan evaluasi bertujuan untuk mengendalikan dan menghindari
terjadinya kesalahan dalam pengelolaan obat dan BMHP sehingga menjamin kualitas
maupun pemerataan pelayanan, memperbaiki pengelolaan obat dan BMHP, memberikan
penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan. Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan
pada Sumber Daya Manusia (SDM), Pengelolaan sediaan farmasi, pelayanan farmasi
klinik, serta mutu pelayanan(4). Monitoring dan evaluasi yang telah dilakukan Puskesmas
Tegalrejo diantaranya:
1) Evaluasi pelayanan farmasi klinik
Monitoring dilakukan dengan meliputi pemeriksaan kelengkapan resep, telaah
resep, penyiapan sediaan, pengecekan hasil peracikan dan penyerahan obat yang disertai
informasinya sebagai bagian dari penerapan standar pelayanan farmasi klinik di
Puskesmas. Hal tersebut telah diterapkan di puskesmas tegal rejo dan evaluasi pelayanan
farmasi klinik ini dilakukan langsung oleh tenaga kefarmasian yang melakukan
dispensing resep sebelum, selama dan setelah penyerahan obat sehingga diharapkan
mampu mengurangi kesalahan dalam peresepan dan penyerahan obat ke pasien.
2) Evaluasi SDM
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus dilaksanakan
oleh 1 (satu) orang tenaga apoteker sebagai penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh
Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker
di Puskesmas adalah 1 (satu) apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien perhari. Di
Puskesmas Induk Tegalrejo terdapat 1 orang Apoteker dan 1 orang AA dengan kunjungan
pasien berkisar antara 80-90 pasien perhari.
3) Monitoring dan evaluasi pola peresepan
Monitoring dan evaluasi yang dilakukan meliputi evaluasi monitoring obat generik,
evaluasi penggunaan obat rasional, evaluasi penggunaan obat secara umum selama satu
semester serta evaluasi penggunaan obat berdasarkan Formularium Nasional dan
formularium Puskesmas Tegalrejo.
Laporan evaluasi peresepan obat generik dan non generik dilakukan dengan
menghitung obat generik yang diresepkan pada pasien sehingga dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat kesesuaian peresepan obat generik pada pasien. Evaluasinya
dilakukan setiap 3bulan sekali. Apabila hasil yang diperoleh mendekati 100%
menandakan bahwa hasil yang diperoleh sudah baik.
Evaluasi penggunaan obat rasional pada tiga penyakit yaitu Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) non pneumonia, diare non spesifik, dan myalgia sesuai dengan
ketentuan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta berdasarkan kepada penggunaan antibiotik
pada ISPA non pneumonia dan diare non spesifik serta injeksi pada penyakit myalgia
dengan menggunakan data resep selama satu bulan terakhir.
3. Pelayanan Farmasi Klinis di Puskesmas
a. Pelayanan Kefarmasian Rawat Jalan dan Rawat Inap

Pelayanan Kefarmasian merupakan pelayanan langsung dan bertanggung jawab


kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi untuk mencapai hasil yang pasti
dalam meningkatkan kualitas kehidupan pasien(3). Pelayanan kefarmasian di Puskesmas
meliputi pelayanan kefarmasian Rawat Jalan dan Rawat Inap. Pelayanan resep rawat jalan
dilakukan di Puskesmas Induk Tegalrejo dan di Puskesmas Pembantu yaitu Puskesmas
Tompeyan dan Puskesmas Bener. Untuk alur pelayanan kefarmasian mulai dari
penerimaan resep, skrining resep, menyiapkan obat atau meracik obat untuk obat racikan,
penulisan etiket, hingga penyerahan obat kepada pasien disertai dengan pemberian
informasi obat. Alurnya adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Alur Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Tegalrejo

Pelayanan rawat inap adalah pelayanan rawat inap di puskesmas rawat inap kepada
pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan atau pelayanan
kesehatan lainnya dengan menempati tempat tidur. Rawat inap Puskesmas Tegalrejo
hanya terdapat rawat inap bersalin.
b. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pelayanan resep menurut PMK No.74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
(2)
Kefarmasian di Puskesmas meliputi pengkajian resep, penyiapan dan penyerahan obat .
Pengkajian resep meliputi:

1) Pemeriksaan kelengkapan administratif resep, yaitu: nama dokter, nomor surat


izin praktek (SIP), alamat praktek dokter, paraf dokter, tanggal, penulisan resep,
nama obat, jumlah obat, cara penggunaan, nama pasien, umur pasien, dan jenis
kelamin pasien.
2) Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis, potensi,
stabilitas, cara dan lama penggunaan obat.
3) Pertimbangan klinik, seperti alergi, efek samping, interaksi, dan kesesuaian dosis.
4) Konsultasikan dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada resep atau obatnya
tidak tersedia.
Di Puskesmas Tegalrejo untuk pengkajian resep telah sesuai dengan teorinya,
dimana pada resep telah menggunakan checklish kelengkapan administratif dan
farmasetis (pada bagian belakang resep). Setelah dilakukan pengkajian resep kemudian
dilakukan penyiapan obat dan pemberian etiket. Resep di Puskemas tegalrejo meliputi
resep racikan dan non racikan. Resep racikan yang sering diresepkan meliputi puyer
(pulveres) dan rekonstitusi sirup antibiotik, sedangkan resep non racikan meliputi sediaan
berupa tablet, kaplet, kapsul, sirup, salep, tetes mata atau telinga, suppositoria dan obat
vaginal.
Etiket yang digunakan di Puskesmas Tegalrejo ada 2 jenis yaitu etiket yang menyatu
dengan plastik pembungkus dan etiket kertas. Untuk etiket yang menyatu dengan plastik
pembungkus biiasanya digunakan untuk sediaan oral yang dipindahan dari kemasan botol
dan kemasan ulang tablet. Sedangkan untuk etiket kertas terdiri dari 2 jenis yaitu etiket
yang berwarna putih dan biru. Dimana etiket putih digunakan untuk sediaan oral dan
etiket biru untuk sediaan topikal. Kemudian setelah dilakukan pemberian etiket , obat
diserahkan disertai dengan pemberian informasi.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien(2). Tujuan PIO yakni menyediakan
informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan Puskesmas, pasien
dan masyarakat; menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan obat (contoh: kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan
mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang memadai); dan
menunjang penggunaan Obat yang rasional. Kegiatan PIO meliputi beberapa hal yaitu(2):
1) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif dan
pasif.
2) Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan lainnya melalui
telepon, surat atau tatap muka.
3) Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan lainnya.
4) Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta
masyarakat.
5) Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
Salah satu faktor yang perlu diperhatikamn dalam PIO adalah sumber informasi
yang didapatkan. Semua sumber informasi yang digunakan diusahakan terbaru dan
disesuaikan dengan tingkat dan tipe pelayanan. Sumber informasi obat contohnya
Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional
Indonesia (IONI), Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku lainnya. Beberapa informasi
obat yang diperlukan oleh pasien seperti : waktu penggunaan obat (misalnya berapa kali
obat digunakan dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam), lama
penggunaan obat, cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan
pengobatan, efek yang akan timbul dari penggunaan obat, hal-hal lain yang mungkin
timbul, misalnya interaksi obat dengan obat lain atau makanan tertentu, kontraindikasi obat
tertentu, kehamilan menyusui serta kemungkinan terjadinya efek obat yang tidak
dikehendaki(17).
Semua kegiatan PIO harus didokumentasikan. Manfaat dokumentasi ialah sumber
informasi apabila ada pertanyaan serupa, memprioritaskan penyediaan sumber informasi
yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan, media pelatihan tenaga farmasi dan basis
data pencapaian kinerja, penelitian, analisis, evaluasi dan perencanaan layanan.
Dokumentasi memuat tanggal dan waktu pertanyaan dimasukkan, nama, umur pasien,
informasi yang diberikan. Selanjutnya sebagai tindak lanjut terhadap PIO, harus dilakukan
pemantauan dan evaluasi kegiatan secara berkala digunakan untuk menilai/mengukur
keberhasilan PIO itu sendiri dengan cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan
sesudah dilaksanakan PIO(17).
Pelayanan informasi obat yang di Puskesmas Tegalrejo yaitu berupa pemberian
informasi obat ketika dokter atau tenaga kesehatan lainnya dan pasien bertanya terkait
informasi obat, diantaranya nama obat, bentuk sediaan, kekuatan sediaan, indikasi obat,
interaksi obat, obat yang memiliki indikasi yang sama, jumlah sediaan obat, lama
pemakaian dan cara penggunaan obat. Salah satu pelayanan informasi obat diberikan
kepada pasien Tn. Wn terkait informasi cara penggunaan obat anti hemoroid suppositoria
karena ia belum pernah menggunakan sebelumnya. Dalam hal ini seorang Apoteker harus
menjelaskan informasi yang dibutuhkan oleh Tn. Wn yaitu menjelaskan informasi dengan
jelas menggunakan bahasa baik agar mudah dipahami oleh pasien. Berikut cara penggunaan
anti hemoroid suppositoria : a)cuci tangan hingga bersih, b) dikeluarkan suppositoria dari
kemasan basahi sedikit dengan air, c) diposisikan berbaring menyamping dengan kaki
bagian bawah diluruskan dan kaki bagian atas ditekuk kearah perut, d) dimasukkan
suppositoria pada bagian ujung runcingnya benar-benar masuk kedalam sekitar 2cm, e)
tunggu sejenak tetap berbaring dengan kedua kaki menutup selama 5 menit, f ) cuci tangan
kembali hingga bersih. Dijelaskan pula bahwa suppositoria digunakan pada malam hari
dan disimpan dalam lemari es. Kemudian Pelayanan Informasi Obat yang disampaikan
akan didokumentasikan dalam form yang sudah tersedia sebagaimana terlampir. Selain itu
pelayanan PIO juga dilakukan melalui penyebaran leaflet tentang Narkoba dengan
penyampaian informasi terkait isi leaflet yang dilakukan di sekolah SMAN 4 Yogyakarta.

d. Pelayanan Konseling dan/atau Home Care


Konseling merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian
masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan Obat pasien rawat jalan dan rawat inap,
serta keluarga pasien. Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang
benar mengenai Obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal
pengobatan, cara dan lama penggunaan Obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara
penyimpanan dan penggunaan Obat(2). Kriteria pasien yang dapat dilakukan konseling yaitu
pasien dengan penyakit kronik (diabetes, tuberkulosis, asma dan lain-lain), pasien dengan
sejarah ketidakpatuhan dalam pengobatan, pasien dengan multirejimen obat/polifarmasi,
pasien lanjut usia, pasien anak melalui orang tua dan pasien yang mengalami masalah
terkait penggunaan obatnya(17).
Konseling di Puskesmas Tegalrejo dilakukan pada saat penyerahan obat kepada
pasien yang sekiranya membutuhkan informasi dilihat dari obat dalam resep yang didapat.
Misalnya resep untuk penderita penyakit kronis seperti DM, Hipertensi dan bagi pasien
yang menerima obat dengan cara penggunaan khusus seperti suppositoria, tetes telinga,
tetes mata, salep mata.
Kegiatan ini berlangsung di kursi tunggu pasien dikarenakan keterbatasan ruangan
di Puskesmas, dalam pelaksaannya disertai dengan form pencatatan konseling yang berisi
data pengobatan pasien meliputi tanggal, nama pasien, nomor register, alamat, jenis
kelamin, umur, TB/BB/Gol darah, nama dokter, kasus, terapi yang diberikan, catatan
pelayanan apoteker (jumlah obat, lama minum obat, aturan pakai, indikasi, kontraindikasi
efek samping, penyimpanan dan pasien mengulang info), disertai juga catatan tambahan (di
isi informasi terkait edukasi misalya menyampaikan terapi non farmakologi yang dapat
mendukung terapi pasien). Berikut konseling yang dilakukan di Puskesmas Tegalrejo:

Resep:

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA


DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS TEGALREJO
Jl. Magelang KM 2. Telp: (0274) 586841 Yogyakarta

12/7/2018

R/ Metformin 500 mg No XXX


S2dd1
R/ Amlodipin 5 mg No XV
S1dd1
R/ Simvastatin 10 mg No XV
S1dd1
R/ Vitamin B Complex No V
S1dd1

Ibu N berusia 77 tahun datang ke Puskesmas Tegalrejo untuk melakukan kontrol


rutin. Ibu SM merupakan pasien hipertensi dan DM. Selain itu pasien juga menerima terapi
obat kolesterol. Beliau mengatakan bahwa kolesterolnya tinggi (210 mg/dl). Ibu N
mendapatkan terapi obat sebanyak 4 macam obat yaitu obat amlodipin 5 mg, simvastatin,
metformin dan vitamin B kompleks. Obat amlodipin 5 mg diminum satu kali sehari 1
tablet sebelum makan pada pagi hari untuk terapi hipertensi, simvastatin diminum satu kali
sehari 1 tablet setelah makan pada malam hari untuk terapi kolesterol, metformin diminum
2 kali sehari setelah makan tiap pagi dan malam, dan diberikan vitamin B komplek yang
berguna sebagai multivitamin dimunum 1 kali sehari setelah makan. Pasien mengeluhkan
kadar gulanya yang terkadang tidak terkontrol padahal pasien sudah mengkonsumsi anti
diabetik oral secara rutin. Setelah digali informasinya, ternyata waktu penggunaan
metformin oleh Ibu N kurang tepat. Beliau mengkonsumsi metformin 2 kali sehari pagi dan
siang. Edukasi yang dapat diberikan kepada pasien adalah hendaknya ibu N meminum obat
dengan teratur. Untuk penggunaan obat yang tepat apabila aturannya 2 kali sehari berarti
digunakan tiap 12 jam. Selain itu pasien juga diberikan edukasi untuk memperhatikan dan
mengontrol pola makannya. Ibu N disarankan mengkonsumsi nasi jagung/nasi merah
daripada nasi biasa karena memiliki kandungan glukosa yang lebih sedikit, kemudian
menghindari stress dan istrihat yang cukup. Apabila obat habis maka ibu N di anjurkan
untuk kontrol kembali ke dokter.
Selanjutnya untuk mengetahui tercapainya keberhasilan terapi obat maka perlu
dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home pharmacy care) pada pasien lanjut usia,
pasien dengan penyakit kronis dan memerlukan perhatian khusus tentang penggunaan
obatnya, interaksi obat dan efek samping obat, serts pasien yang menggunakan obat secara
berkala dan terus menerus, misalnya pasien Tuberkulosis (Anonim, 2010; 2016). Kegiatan
homecare di Puskesmas Tegalrejo dilakukan untuk pasien Tuberkulosis dengan tingkat
kepatuhan minum obat yang kurang. Saat homecare pasien penderita TB tidak melakukan
kontrol rutin karena pasien sudah merasakan lebih baik dari sebelumya. Oleh karena itu
diberikan edukasi kepada pasien TB untuk patuh meminum obat dan melakukan kontrol ke
Puskesmas meskipun gejala sakit berkurang dan disarankan untuk memakai masker. Namun
kegiatan homecare di Puskesmas Tegalrejo belum dilakukan secara rutin hal ini
dikarenakan keterbatasan waktu.

e. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping (ESO)


Kegiatan ini merupakan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan
atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Tujuan MESO
yaitu menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal
dan frekuensinya jarang, menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang
sudah sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan(2).
Selama PKPA di Puskesmas Tegalrejo terdapat kasus MESO, yaitu pasien
hipertensi Ny. S datang ke Puskesmas untuk kontrol rutin dan diresepkan obat captoril.
Beliau mengatakan bahwa captopril yang seblumnya ia konsumsi menyebabkan batuk
kering. Namun batuk yang dirasakan masih dalam kondisi wajar/tidak terlalu menggangu
aktifitasnya. Beliau pernah menggunakan obat amlodipine sebelumnya yang menyebabkan
pembengkakan pada kakinya sehingga sekarang digantikan captopril. Dalam kasus ini
didokumentasikan menggunakan form MESO sebagaimana terlampir. Berikut resep pasien
yang melaporkan efek samping obat:

f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan Terapi obat merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi Obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping. Tujuan dalam melaksanakan PTO antara lain: mendeteksi
masalah yang terkait dengan obat, dan memberikan rekomendasi penyelesaian masalah
yang terkait dengan obat. Berikut kriteria pasien yang perlu mendapatkan PTO, antara lain :
populasi khusus (anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui), menerima obat lebih
dari 5 (lima) jenis, adanya multidiagnosis, pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati,
menerima obat dengan indeks terapi sempit, dan menerima obat yang sering diketahui
menyebabkan reaksi obat yang merugikan(2). Pemantauan terapi obat di Puskesmas
Tegalrejo belum dilaksanakan secara optimal karena untuk pelayanan rawat inap masih
merupakan rawat inap ibu bersalin dimana pasiean pasca melahirkan hanya memerlukan
pelayanan rawat inap selama 1-2 hari. .
Dalam hal ini selama PKPA berlangsung melakukan visite. Visite merupakan
Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara mandiri atau
bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain
(Anonim, 2016). Kegiatan visite mandiri:
1) Untuk Pasien Baru
a) Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan.
b) Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi dan jadwal
pemberian Obat.
c) Menanyakan Obat yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah, mencatat
jenisnya dan melihat instruksi dokter pada catatan pengobatan pasien.
d) Mengkaji terapi Obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah terkait
Obat yang mungkin terjadi.
2) Untuk Pasien Lama dengan Instruksi Baru
a) Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan obat baru.
b) Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian obat.

Saat melakukan visite pasien rawat inap ibu bersalin di Puskesmas Tegalrejo,
apoteker memberikan informasi terkait penggunaan obat yang di minum pasien yaitu obat
hemafort dengan indikasi kekurangan darah karena kekuangan zat besi atau pendarahan
setelah melahirkan, asam mefenamat untuk mengurangi rasa nyeri, dan obat antibiotik
amoxicilin yang harus dihabiskan minum tiap 8 jam. Kegiatan visite di puskesmas ini juga
belum dilakukan secara optimal.

g. Evaluasi Penggunaan Obat Rasional


Evaluasi Penggunaan obat merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan
obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional). Tujuannya adalah untuk mendapatkan
gambaran pola penggunaan obat pada kasus tertentu, melakukan evaluasi secara berkala
untuk penggunaan obat tertentu. Penggunaan obat yang tidak rasional menjadi masalah
penting yang dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan, misalnya peningkatan
resistensi akibat penggunaan antibiotik, ketepatan jenis obat, dosis, dan cara pemberian
obat(2).
Evaluasi Penggunaan Obat Rasional (POR) dilihat berdasarkan indikator WHO,
yaitu rata-rata jumlah item obat tiap lembar resep (polifarmasi), persentase obat yang
diresepkan dengan nama generik, persentase peresepan antibiotik, dan persentase peresepan
injeksi. Adapun indikator POR di puskesmas sebagai indikator kinerja POR nasional antara
lain presentase penggunaan antibiotik ISPA Non-Pneumonia dengan batas toleransi 20%,
presentase antibiotik pada Diare Non Spesifik dengan batas toleransi 8 %, presentase
penggunaan injeksi pada Myalgia dengan batas toleransi 1 %, dan rerata jumlah item
obat/resep. Kegitan ini dilakukan 1 bulan sekali dengan mengumpulkan data dengan
minimal 25 pasien dari tiap diagnosis per bulan yang di isi pada formulir indikator
peresepan ISPA Non-Pneumonia, Diare Non Spesifik, dan Myalgia. Data yang sudah
didapat disatukan kedalam formulir Laporan Indikator di Puskesmas untuk melihat hasil
capaian kinerja POR yang akan dibandingkan dengan target pencapaiannya. Berikut ini
merupakan pelaporan evaluasi Penggunaan Obat Rasional pada bulan Juni 2018.

% Penggunaan % % Rerata Item / lembar Resep


Penggunaan Penggunaa
Antibiotik pada
Antibiotik n Injeksi ISP Myalgi Rata-
ISPA Non- Diare
pada Diare pada A a rata
Pneumonia
Non-Spesifik Myalgia
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
12.00% 7.69% 0.00% 4.56 1.44 2.68 2.893333

% Capaian POR % Capaian % Capaian % Capaian POR Rerata Item /


Penggunaan
100% POR
100% POR
100% lembar Resep
79.05%

Berdasarkan tabel diatas, untuk presentase peresepan antibiotik pada ISPA Non-
Pneumonia di Puskesmas Tegalrejo adalah 12,00% dengan capaian POR 100%. Presentase
peresepan antibiotik pada diare non-spesifik yaitu 7,69% dengan capaian POR 100%. Dari
kedua indikator tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik di Puskesmas
Tegalrejo dikendalikan dengan baik dan dapat dikatakan penggunaannya sudah rasional
karena tidak melebihi batas toleransi. Dan untuk presentase peresepan injeksi pada myalgia
adalah 0,00% dengan capaian POR 100%. Berdasarkan indikator WHO untuk persentase
penggunaan injeksi pada Myalgia adalah 1%. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian
penggunaan injeksi pada Myalgia di Puskesmas Tegalrejo terlihat baik, karena ketersediaan
obat di Puskesmas Tegal Rejo tidak terbatas pada sediaan injeksi, namun lebih berpengaruh
terhadap peresepan obat.
Berbeda dengan evaluasi peresepan antibiotik dan sediaan injeksi, untuk monitoring
dan pelaporan peresepan obat generik dilakukan tiap 3 bulan. Untuk sampel yang diambil
yaitu 50 resep umum dan 50 resep jaminan kesehatan. Apabila presentase penggunaan
mendekati 100%, maka hasilnya semakin baik. Berikut merupakan monitoring penggunaan
obat generik di Puskesmas Tegalrejo dalam kurun waktu 3 bulan terkahir:

Tabel 3.2 Monitoring Penggunaan Obat Generik di Puskesmas Tegalrejo

No. Jenis Resep Presentase


1 Umum 88,55%
2 Jaminan 87,89%

Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa Puskesmas Tegalrejo sebagai unit
pelayanan kesehatan fase pertama yang berada di bawah Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta
sudah cukup baik penggunaannya pada obat generik karena mendekati 100%.
4. Program Promosi Kesehatan Masyarakat
Promosi Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat agar mereka dapat
menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat,
sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan
(Anonim, 2005). Tujuan Promkes ialah mengubah gaya hidup masyarakat, lingkungan dan
kondisi ekonomi agar mencegah terjadinya dampak negatif kesehatan individu dan
masyarakat, mencegah timbulnya penyakit, memberikan advokasi untuk sehat, mendorong
dan membuat orang mencapai kesehatan yang potensial dan menjadi penengah minat
masyarakat terhadap pencarian kesehatan(18).
Selama kegiatan PKPA berlangsung, kegiatan Promosi Kesehatan dilakukan di luar
Puskesmas yakni dilakukan di SMAN 4 Yogyakarta melalui penyuluhan dengan tema
“Edukasi Terkait Bahaya Narkoba di Kalangan Pelajar”. Tema ini di pilih karena
penyalahgunaan narkoba di Indonesia semakin meningkat salah satunya adalah pelajar yang
menduduki peringkat ke 2 setelah pekerja swasta. Penyuluhan dilakukan kepada siswa baru
sebanyak 5 kelas yang di bagi menjadi 2 ruangan kelas besar dengan jumlah sekitar 150
siswa. Media yang digunakan adalah leaflet tentang narkoba, dan slide (Power Point).
Informasi yang diberikan adalah mengenai apa itu Narkoba, apa saja contohnya, faktor
penyebab sesorang yang terjerat narkoba, manfaat Narkoba dalam bidang kesehatan, apa
saja dampak penggunaan narkoba, bagaimana cara mencegah narkoba, dan tempat-tempat
yang perlu dihindari. Penyuluhan yang dilakukan mendapat respon positif dari siswa-siswa
SMA sehingga penyampaian informasi dapat diterima dengan baik.

MAKALAH STUDI PENGGUNAAN OBAT DAN


IDENTIFIKASI KASUS
INFEKSI PARASIT: SCABIES
Disusun oleh:
PUTRI MEY ARDITA 17811251

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
JULI 2018
A. DEFINISI

Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap tungau ektoparasit Sarcoptes scabei varian haminis dan telurnya(1). Telur dan protein
dari tungaulah yang bertanggungjawab pada reaksi gatal-gatal dan ruam kulit yang khas.
Rasa gatal-gatal akan semakin terasa parah pada malam hari (2). Penyakit kulit skabies
merupakan penyakit yang mudah menular. Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung
(kontak kulit dengan kulit) misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan
seksual. Penularan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, dan selimut(3). Sinonim atau nama lain dari skabies adalah kudis, gudig, budukan atau
gatal agogo. Skabies menjadi masalah utama pada daerah yang padat dengan masalah sosial,
sanitasi yang buruk, dan juga lingkungan dengan tingkat kebersihan yang kurang. Skabies
dapat terjadi pada wanita dan pria, pada semua umur, smua etnik dan pada semua tingkat
sosial ekonomi(4). Prevalensi skabies yang tinggi biasanya ditemukan di lingkungan dengan
kepadatan penghuni dan kontak interpersonal yang tinggi seperti asrama, pondok pesantren,
ataupun panti asuhan(5).

B. ETIOLOGI

Skabies dapat menyebar dengan cepat pada kondisi yang ramai dimana sering terjadi
kontak tubuh. Skabies tergolong penyakit yang tidak mengancam jiwa, sehingga seringkali
diabaikan dan prioritas penanganannya pun rendah. Namun sebenarnya penyakit ini dapat
menjadi kronis dan berat serta menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Dilihat dari
morfologinya, tungau Sarcoptes scabiei berukuran 400 x 300 �m dan hampir tidak terlihat
dengan mata telanjang. Putih seperti mutiara, tidak memiliki mata, tembus cahaya, kecil,
berbentuk oval, dan memiliki perut yang rata. Tungau memiliki delapan kaki yang melekat
pada ventral permukaan cephalothorax. Tungau jantan dan betina melakukan kopulasi
(perkawinan) di permukaan kulit. Kopulasi ini hanya terjadi sekali selama hidup tungau
betina. Tungau betina dapat membuat liang dalam epidermis kemudian meletakkan telur-
telurnya di dalam liang tersebut. Ukuran telur cukup besar yaitu setengah dari panjang tungau
betina untuk setiap telurnya. Tungau betina dewasa mati setelah 5 minggu di ujung
terowongan. Sepanjang waktu ini, tungau akan memperpanjang terowongan dengan
kecepatan yang bervariasi mulai dari 0.5-5 mm per hari(6).
Gambar 1. Bentuk Dewasa Sarcoptes scabei(7)
Tungau jantan akan mati, namun terkadang masih dapat hidup beberapa hari dalam
terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina dapat bertahan hidup selama 1
sampai 2 bulan. Siklus hidup S. scabiei dimulai saat tungau dewasa masuk ke dalam kulit
host (manusia) dan tungau betina bertelur. Larva menetas dari telur dan akhirnya berkembang
menjadi tungau dewasa. Selanjutnya, tungau dewasa betina menggali terowongan pada
stratum korneum dan tinggal di dalamnya. Tungau dewasa keluar ke atas kulit untuk
berkopulasi dan setelah kopulasi, tungau jantan akan mati dan tungau betina korneum dan
menaruh 2‐3 telurnya setiap hari selama 4‐6 minggu. Sesudah 3‐4 hari, telur menetas menjadi
larva. Dalam sehari setelah ditetaskan, larva bermigrasi ke permukaan kulit dan menggali
lubang kecil dan mengisap cairan yang terkandung dalam sel‐sel kulit. 3‐4 hari kemudian,
larva berubah menjadi nimfa (tungau dewasa muda). Dalam 4‐6 hari selanjutnya, nimfa
berubah menjadi tungau jantan atau tungau betina dewasa. Secara keseluruhan, siklus hidup
Sarcoptes scabiei terdiri dari 4 fase yaitu telur (3‐8 hari), larva (2 ‐3 hari), nimfa (± 7 ‐10 hari),
dan dewasa. Lesi kulit pada skabies disebabkan oleh liang atau terowongan tungau dan
respons inflamasi yang lebih luas di kulit, yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif terhadap
tungau dan produknya(1).

Gambar 2. Siklus Hidup Sarcoptes scabei(8)


C. PATOGENESIS
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga karena
garukan yang dilakukan oleh penderita sendiri. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kurang lebih satu bulan setelah
infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul,
vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan
infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang timbul bisa dapat menjadi lebih luas dari
lokasi tungau(3).

D. KLASIFIKASI
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk
tersebut antara lain(9):
1. Skabies pada orang bersih
Skabies jenis ini biasanya akan hilang dengan mandi yang teratur. Skabies jenis ini
terdapat pada orang dengan tingkat kebersihan yang baik sehingga sering salah didiagnosis.
2. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh kepala, leher,
telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder berupa impetigo, ektima
sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka.
3. Skabies yang ditularkan oleh hewan
Sarcoptes scabei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaannya berhubungan
erat dengan hewan tersebut, misalnya peternak dan penggembala. Gejalanya ringan, rasa
gatal tidak terlalu terasa, tidak ada terowongan dan lesi hanya terdapat pada daerah yang
kontak langsung dengan hewan tersebut. Skabies jenis ini akan sembuh dengan sendirinya
apabila menjauhi hewan tersebutt dan mandi dengan bersih secara teratur.
4. Skabies noduler
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus biasanya terdapat
di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Nodus ini timbul
sebagai reaksi hipersensetivitas terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari
satu bulan tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa bulan
sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan corticosteroid.
5. Skabies incognito
Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda skabies,
sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid topical yang lama dapat
pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena penurunan
respons imun seluler.
6. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat
menderita skabies yang lesinya terbatas.
7. Skabies krustosa (Norwegian scabies)
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan krusta,
skuama generalisata, dan hyperkeratosis yan tebal. Bagian yang biasanya terkena skabies
jenis ini yaitu kulit kepala yang berambut, siku, lutut, telapak tangan, dan kaki yang dapat
disertai distrofi kuku. Berbeda dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies
Norwegia tidak menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang
menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi imunologik
sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau sehingga dapat berkembang
biak dengan mudah.

E. GAMBARAN KLINIS
Gambaran yang sangat nampak pada penderita skabies adalah rasa gatal yang sangat
parah terutama pada malam hari dan juga ketika penderita berada dalam kondisi panas
ataupun berkeringat. Sedangkan untuk menegakkan diagnosa penyakit skabies, dapat
ditegakkan dengan menentukan minimalnya 2 dari 4 tanda dibawah ini(6):
a. Pruritus nokturNal yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang lebih
tinggi pada suhu yang lembab dan panas.
b. Penyakit ini menyerang kelompok, misalnya dalam keluarga, biasanya seluruh
anggota keluarga, begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya,
sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna putih
atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata 1 cm, pada ujung
terowongan ditemukan papula (tonjolan padat) atau vesikel (kantung cairan). Jika ada
infeksi sekunder, timbul polimorf (gelembung leokosit). Bagian yang sering terdapat
terowongan adalah seperti sela-sela jari, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan
ketiak, lipatan payudara wanita, bokong dan peru bagian bawah. Pada bayi, skabies
biasanya menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
d. Menemukan tungau Sarcoptes scabei merupakan hal yang paling diagnostig. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat terutama pada
malam hari sebelum tidur Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil bernanah),
ekskoriasi (bekas garukan), bekas -bekas lesi yang berwarna hitam.
Skabies dapat disertai dengan infeksi sekunder yang dapat dilihat dari adanya 4 tanda
utama atau cardinal sign seperti yang disebutkan diatas. Adapun beberapa cara untuk
menemukan tungau yaitu(1):
1. Kerokan kulit
2. Mengambil tungau dengan jarum
3. Tes tinta pada terowongan (burrow ink test)
4. Membuat biopsy irisan (epidermal shave biopsy)
5. Biopsi irisan dengan pewarnaan HE.

F. TATALAKSANA TERAPI
1. Terapi Farmakologi
Pemilihan terapi untuk pasien skabies didasarkan pada efektifivitas obat, potensi
toksisitas, jenis skabies dan usia dari penderita itu sendiri. Obat-obat yang digunakan dalam
pengobatan skabies biasanya menggunakan obat topikal yang penggunaannya dioleskan ke
seluruh bagian tubuh dari leher hingga jari kaki(10). Berikut ini merupakan obat-obat yang
digunakan sebagai terapi farmakologi pada skabies:
a. Obat-obat utama(1,6,11):
1. Permethrin krim 5%
Terapi lini pertama pasien dewasa adalah skabisid topikal, dapat digunakan
permethrin krim 5%. Penggunaannya yaitu dengan dioleskan ke seluruh permukaan
tubuh, kecuali area wajah dan kulit kepala (daerah banyak terdapat kelenjar
pilosebaceus), dan lebih difokuskan di sela-sela jari, inguinal, genital, area lipatan kulit
sekitar kuku dan area belakang telinga(1). Permethrin diaplikasikan selama 8-12 jam
dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan
pemberian kedua setelah 1 minggu, dan pemberian ketiga 1 minggu setelah pemberian
kedua. Obat ini efektif membunuh parasit, tetapi tidak membunuh telur. Oleh karena
itu, penggunaan permethrin hingga 3 kali pemberian sesuai siklus hidup tungau.
Pemberian kedua dan ketiga dapat membunuh tungau yang baru menetas.
Permethrin jarang diberikan pada bayi kurang dari 2 bulan, wanita hamil, dan ibu
menyusui karena keamanannya belum dapat dipastikan. Wanita hamil dapat diberikan
dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam. Efek samping jarang ditemukan, berupa
rasa terbakar, perih, dan gatal, mungkin karena kulit sensitive dan terekskoriasi.
2. Presipitat Sulfur 5-10%
Sulfur presipitatum 5‐10% dalam bentuk salep aman digunakan untuk pengobatan
topikal skabies pada anak, termasuk bayi berusia kurang dari 2 bulan. Dalam
konsentrasi 10%, obat ini mampu membunuh larva, nimfa, dan tungau dewasa tetapi
tidak halnya dengan telur (non ovisidal). Pada beberapa daerah endemik skabies,
seperti di beberapa desa di India, sabun sulfur dalam kadar 6-10% digunakan sebagai
terapi andalan skabies.
3. Benzyl Benzoate
Benzyl benzoate bersifat neurotoksik pada tungau skabies. Digunakan dalam
bentuk emulsi 25% dengan periode kontak 24 jam, diberikan setiap malam selama 3
hari. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-
anak kurang dari 2 tahun, lebih efektif untuk resistant crusted scabies.
4. Gamma Benzene Heksaklorida (Gammexane)
Merupakan insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau.
Tersedia dalam bentuk 1% krim, lotion, gel, tidak berbau, dan tidak berwarna.2
Pemakaian secara tunggal dioleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-
24 jam. Setelah pemakaian, cuci bersih, dan dapat diaplikasikan kembali setelah 1
minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh
pengobatan sebelumnya. Tidak dianjurkan mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta
menggunakan konsentrasi selain 1% karena efek samping neurotoksik SSP (ataksia,
tremor, dan kejang) akibat pemakaian berlebihan
5. Croamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-O-Toludine)
Crotamiton krim (Crotonyl-N-Ethyl-OToluidine) sebagai pengobatan untuk
skabies tersedia dalam bentuk krim 10% atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi
antara 50%-70%. Hasil terbaik diperoleh jika diaplikasikan dua kali sehari setelah
mandi selama lima hari berturut-turut. Obat ini tidak dapat digunakan pada wajah.
Efek samping yang mungkin timbul dari penggunaan obat ini yaitu iritasi bila
digunakan dalam jangka panjang, namun tidak ada efek sistemik.
6. Ivermectin
Ivermectine digunakan sebagai terapi oral skabies, baik sebagai monoterapi
maupun kombinasi dengan obat topikal. Karena menghasilkan efek terapeutik
sistemik dalam waktu relatif cepat, ivermectine oral dapat digunakan untuk mengatasi
wabah skabies dan menghasilkan angka kesembuhan yang setara dengan terapi
konvensional dengan obat topikal untuk skabies klasik. Efikasi ivermectine sebesar 76
hingga 100% diperlihatkan oleh beberapa studi open‐label. Ivermectin dapat
membunuh larva, nimfa, dan tungau dewasa, kecuali telur (non ovisidal) sehingga
perlu dikombinasi dengan obat lainnya. Tidak direkomendasikan untuk anak berusia
dibawah 5 tahun, ibu hamil, atau menyusui karena keterbatasan data mengenai
keamanan obat ini.
b. Pengobatan Komplikasi
Pasien yang mengalami komplikasi atau adanya infeksi sekunder bakteri dapat
digunakan antibiotik oral(1).
c. Pengobatan Simptomatik
Mengatasi gejala yang timbul dari adanya skabies seperti gatal dapat digunakan anti
histamin. Pada bayi dapat diberikan hidrokortison 1% pada lesi kulit dan pada orang
dewasa dapat digunakan triamnisolon 0,1%. Jika pengobatan telah berhasil
membunuh tungau namun setelah 6 minggu mengalami eczematus atau masa
penyembuhan dapat diberikan emolien dan kortikosteroid topikal(1).
Tabel 1. Pengobatan scabies(1)
Jenis obat Dosis Keterangan

Permethrin 5% cream Dioleskan selama 8-14 Terapi lini pertama di AS dan


jam,dan diulangi 7 hari kehamilan B
kemudian. Pemberian
sebanyak 3 kali

Lindane 1% lotion Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada anak umur
(gammexane) setelah itu diberihkan dan 2 tahun kebawah, wanita hail, dan
diulangi seminggu laktasi
kemudian

Crotamiton 10% cream Dioleskan selama 2 kali Memiliki efek anti-pruritus,tetapi


sehari, selama 5 hari efektivitasnya tidak sebaik topikal
berturut-turut lainnya

Precipitatum sulfur 5-10% Dioleskan selama 3 hari Aman untuk anak kurang dari 2 bulan
lalu diersihkan dan wanita hamil serta laktasi, tetapi
tampak kotor dan data efisiensi masih
kurang

Benzyl benzoat 10% lotion Dioleskan selama 24 jam Efektif namun dapat meyebabkan
setelah itu dibersihkan dermatitis pada wajah

Ivermectin Dosis tunggal oral dan Efektivitas tinggi dan aman


dapat digunakan selama
10-14 hari

2. Terapi Non-Farmakologi
Selain terapi secara farmakologi, juga diperlukan terapi non-farmakologi berupa
edukasi yang harus diberikan kepada pasien. Adapun informasi penting yang harus
disampaikan kepada penderita skabies adalah sebagai berikut(1,2,12):
a. Pengobatan dioleskan dikulit pada malam hari dan waktu terbaik adalah sebelum
tidur.
b. Pakaian, handuk, sprei, dan sofa yang digunakan selalu dicuci dengan teratur
minimalnya 2 kali seminggu dan segera diganti ketika diketahui ada yang terkena
penyakit scabies.
c. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain, sekalipun anggota
keluarga lain.
d. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai terinfeksi
tungau skabies.
e. Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.
f. Setiap anggota keluarga dalam serumah sebaiknya mendapat pengobatan yang sama
dan serentak.
IDENTIFIKASI KASUS DENGAN METODE SOAP
A. KASUS 1
R/ Scabimite No. I
S1ddue
R/ Cetirizine 10 mg No. VI
S1dd1
R/ Methyl Prednisolon No. X
S2dd1
R/ Amoxicillin 500 mg No. XV
S3dd1

1. SUBJECTIVE
Gatal-gatal di bagian sela-sela jari kaki dan tangan, 3 bulan yang lalu pernah terkena
skabies.
2. OBJECTIVE
An. AMG seorang pelajar, berusia 17 tahun , golongan darah O, BB 50 kg.
Diagnosa pasien adalah skabies.
3. ASSESMENT

Problem Data Subjektif Terapi Yang Jenis DRP Literatur


Medik /Objektif Diberikan
Gatal-gatal di Permethrin 5% - 1. Ministry of Health
Scabies sela-sela jari kaki (Scabimite) Malaysia, 2015,
dan tangan/ An. Guideline for
AMG 17 tahun, Management of Scabies
seorang pelajar, in Adults and Children
golongan darah 2. National Guideline on
O, didiagnosa the Management of
Scabies, terjadi Scabies, 2016
infeksi sekunder Dari literatur tersebut
pada tempat gatal dijelaskan bahwa
yang dialami Permethrin 5%
pasien merupakan lini pertama
pengobatan skabies.
Obat ini efektif, dapat
ditoleransi dan aman.
Cetirizine tab - Menurut artikel dari
10 mg 1 kali Ikatan Dokter Indonesia
sehari tahun 2017 bahwa untuk
mengatasi simptomatik
dari skabies dapat
diberikan anti histamin
dan untuk dosis menurut
Drug Information
Handbook, dosis yang
diberikan juga sudah
benar karena cetirizine
10mg diberikan 1 kali
sehari.
Methyl Pengobata Untuk pengobatan
Prednisolon 4 n tanpa skabies, diberikan
mg 2 kali sehari indikasi pengobatan topikal dan
anti histamin untuk
mengurangi gatal yang
menetap selama
beberapa minggu setelah
terapi anti skabies yang
adekuat.
Amoksisilin 500 - Antibiotik diberikan
mg 3 kali sehari pada penderita skabies
dikarenakan pasien
mengalami infeksi
sekunder sehingga
pengobatan sudah benar.

4. PLAN

Diberikan edukasi untuk menjaga kebersihan, selalu mengganti pakaian yang baru,
pakaian yang sebelumnya digunakan direndam dengan air panas atau direbus. Obat
dioleskan saat malam hari dan hendak tidur, dioleskan pada seluruh tubuh dari kulit
kepala dan setiap lipatan tubuh. Obat dioleskan ketika kulit dalam kondisi kering (tidak
boleh lembab). Setelah obat dioleskan tunggu 10 menit agar obat yang dioleskan kering
kemudian baru gunakan pakaian. Setelah 8 – 12 jam bersihkan badan dari krim (< 8 jam
tidak boleh dibasuh). Jika belum sembuh pengobatan diulang 1 minggu kemudian. Jika
bagian yang diolesi krim terbasuh air sebelum 8 jam, dioleskan kembali obat pada bagian
yang terbasuh.

Selain itu juga perlu pemberian edukasi untuk penderita skabies dan juga anggota
keluarga lainnya. Setiap anggota keluarga dalam serumah sebaiknya mendapatkan
pengobatan yang sama. Pakaian handuk, sprei, dan sofa yang digunakan selalu dicuci
dengan teratur serta menggunakan air panas dan segera diganti. Membiasakan diri untuk
mencuci tangan sebelulm dan sesudah aktivitas, mandi menggunakan sabun, mengganti
pakaian dan pakaian dalam, tidak saling bertukar pakaian, kebiasan keramas
menggunakan sampo, tidak saling bertukar handuk dan kebiasa memotong kuku,
sehingga dapat mengurangi resiko terkna skabies lebih parah

B. KASUS 2
R/ Scabimite No. I
SUE
R/ Cetirizine 10 mg No. V
S 1 d d ½ tab
R/ Amoxicillin 500 mg No. III
M fla pulv X
S3dd1
1. SUBJECTIVE
Gatal-gatal di bagian sela-sela jari kaki dan tangan, bagian kanan kiri, dan kepala.
Gatal-gatal sudah selama 1 miggu. Awalnya terdapat plenting-plenting berisi air dan
terasa gatal. Gatal terasa sangat mengganggu pada malam hari.
2. OBJECTIVE
An. UDM berusia 3 tahun , golongan darah O, BB 14 kg.
Diagnosa pasien adalah skabies dengan infeksi sekunder.
3. ASSESMENT

Problem Data Subjektif Terapi Yang Jenis DRP Literatur


Medik /Objektif Diberikan
Gatal-gatal di Permethrin 5% - 1. Ministry of Health
Scabies
bagian sela-sela (Scabimite) Malaysia, 2015,
Guideline for
jari kaki dan Management of Scabies
tangan, bagian in Adults and Children
2. National Guideline on
kanan kiri, dan the Management of
kepala. Gatal- Scabies, 2016
Dari literatur tersebut
gatal sudah
dijelaskan bahwa
selama 1 miggu. Permethrin 5%
Awalnya terdapat merupakan lini pertama
pengobatan skabies.
plenting-plenting Obat ini efektif, dapat
berisi air dan ditoleransi dan aman.
terasa gatal. Gatal Cetirizine tab 5 - Menurut artikel dari
terasa sangat mg 1 kali sehari Ikatan Dokter Indonesia
tahun 2017 bahwa untuk
mengganggu pada mengatasi simptomatik
malam hari/An. dari skabies dapat
diberikan anti histamin
UDM, usia 3
dan untuk dosis menurut
tahun, golongan Drug Information
darah O, BB 14 Handbook, dosis yang
diberikan juga sudah
kg, dianosa benar karena cetirizine
skabieas dengan diberikan 1 kali sehari.
infeksi sekunder. Amoksisilin 150 - Antibiotik diberikan
mg 3 kali sehari pada penderita skabies
dikarenakan pasien
mengalami infeksi
sekunder sehingga
pengobatan sudah benar.

4. PLAN

Diberikan edukasi untuk menjaga kebersihan, selalu mengganti pakaian yang baru,
pakaian yang sebelumnya digunakan direndam dengan air panas atau direbus. Obat
dioleskan saat malam hari dan hendak tidur, dioleskan pada seluruh tubuh dari kulit
kepala dan setiap lipatan tubuh. Obat dioleskan ketika kulit dalam kondisi kering (tidak
boleh lembab). Setelah obat dioleskan tunggu 10 menit agar obat yang dioleskan kering
kemudian baru gunakan pakaian. Setelah 8 – 12 jam bersihkan badan dari krim (< 8 jam
tidak boleh dibasuh). Jika belum sembuh pengobatan diulang 1 minggu kemudian. Jika
bagian yang diolesi krim terbasuh air sebelum 8 jam, dioleskan kembali obat pada bagian
yang terbasuh.

Selain itu juga perlu pemberian edukasi untuk penderita skabies dan juga anggota
keluarga lainnya. Setiap anggota keluarga dalam serumah sebaiknya mendapatkan
pengobatan yang sama. Pakaian handuk, sprei, dan sofa yang digunakan selalu dicuci
dengan teratur serta menggunakan air panas dan segera diganti. Membiasakan diri untuk
mencuci tangan sebelulm dan sesudah aktivitas, mandi menggunakan sabun, mengganti
pakaian dan pakaian dalam, tidak saling bertukar pakaian, kebiasan keramas
menggunakan sampo, tidak saling bertukar handuk dan kebiasa memotong kuku,
sehingga dapat mengurangi resiko terkna skabies lebih parah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tan Sukmawati T., Jessica A., Krisnataligan, 2017, Scabies : Terapi Berdasarkan Siklus
Hidup, CDK-254, Vol. 44(7):507-510
2. Ministry of Health Malaysia, 2015, Guideline for Management of Scabies in Adults and
Children, Malaysia.
3. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 6,
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Dewi, M. K., Wathoni, N., Artikel Review: Diagnosis dan Regimen PEngobatan Skabies,
Bandung, Farmaka: Suplemen Volume 15:1.
5. Mutiara H., Syailindra, F., 2016, Skabies, Lampung: Universitas Lampung, Majority Vol.
5:2.
6. Handoko R.P., Djuana A., Hamzah M., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed.
Jakarta:FKUI;2016. Hal 137-140

7. Chosidow O., 2006. Scabies. The New England Journal of Medicine, 354: 1718-1727.

8. Currie B.J. and McCarthy J.S., 2010. Permethrin and Ivermectin for Scabies. The New
England Journal of Medicine, 362: 717 -725.

9. Harahap M., 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, Jakarta : 109 -113

10. Graham-Brown R. and Burns T., 2005. Infeksi Ektoparasit. In: Lecture Notes on
Dermatology 8th edition. Erlangga, Jakarta: 297 -300

11. Stone, S.P., Goldfarb J.N., and Bacelieri R.E., 2008. Scabies, Other Mites, and
Pediculosis. In: Wolff K., Goldsmith L.A., Katz S.I., Gilchrest B.A., Paller A.S., and
Leffell D.J. Ed. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th edition. McGraw Hill,
New York: 2029-2037.

12. UK National Guideline on the Management of Scabies, 2016.


MAKALAH STUDI PENGGUNAAN OBAT DAN IDENTIFIKASI KASUS
AMOEBIASIS

Disusun oleh:
NIKEN BUNGA PRATAMASIWI 17811252

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
JULI 2018
1. Pengertian

Amoebiasis adalah Infeksi protozoa invasif yang disebabkan oleh Entamoeba


histolytica, terlokalisasi dalam usus besar, tetapi dapat menyebar ke organ visceral
lain seperti hati, pleura, paru-paru, selaput jantung dan limpa, kulit, otak dan genitor-
urinaria. Amoebiasis ini dapat ditularkan melalui makanan atau air yang mengandung
parasit E. Histolytica. Biasanya orang yang tinggal di daerah yang pandat penduduk
dan lingkungan yang kurang bersih akan rentang terkena oleh parasit amoeba ini.
Sifat-sifat yang khas pada diare amoeba yaitu volume tinja pada setiap kali buang air
besar pada diare amoeba lebih banyak, bau tinja yang menyengat, warna tinja
umumnya merah tua dengan darah dan lendir tampak bercampur dengan tinja(1) .

2. Etiologi

Parasit yang menginfeksi tubuh terdapat dalam 2 bentuk yaitu tropozoit dan kista,
apabila infeksi terjadi melalui kontak makanan yang mengandug amoeba maka bentuk
tropozoit yang tertelan tidak menimbulkan infeksi karena tropozoit tersebut tidak
tahan dengan asam lambung. Sedangkan apabila kista yang masuk ke dalam tubuh
akan menyerang epitel usus dan akan menyebabkan penyakit yang akan
menghancurkan jaringan inang. Penyakit ini ditandai dengan diare yang biasanya
mengandung akultisme atau darah(2)

3. Patofisiologi
Kista dan trofozoid terdapat dalam kotoran (1). Dimana trofozoid tidak dapat
menyebabkan infeksi karena tidak tahan dengan asam lambung, sedangkan yang
menyebabkan infeksi Entamoeba histolytica yaitu kista(2) yang terkontaminasi pada
makanan, air, atau tangan yang terkontaminasi. Kemudian makanan, air, atau tangan
yang terkontaminasi kista yang tertelan akan melewati usus halus. Pada usus halus
terjadi proses excystation(3), dimana kista berubah bentuk menjadi stadium trofozoid.
Pada stadium ini Entamoeba histolytica bersifat patogen.
Meskipun telah berbentuk stadium trofozoid pada E. Histolytica, patogen ini tidak
menyerang mukosan usus halus melainkan menyerang dinding usus besar. Bentuk
trofozoid dapat bersifat non-invasive dan invasive. Pada patogen non-invasive,
trofozoid tidak melekat pada mukosa usus, namun merangsang hipersekresi usus
sehingga terdapat lendir pada tinja. Pada invasive, trofozoid akan melekat pada
mukosa dinding usus besar dan merusak jaringan. Jika terjadi kerusakan hingga
pembuluh darah, tinja dapat keluar bercampur dengan darah (disentri)

4. Tanda dan gejala

Amoebiasis umumnya tanpa gejala yang spesifik. Beberapa tanda dan gejala apabila
seseorang terkena Amoebasis yaitu sakit perut, dan kram perut. Disentri amebic
adalah bentuk amebiasis parah yang berhubungan dengan sakit perut, adanya darah
pada tinja, demam, diare, perut terasa kembung dan nafsu makan menurun.

5. Jalur penularan

Semua orang dapat terkena penyakit ini dan sering terjadi pada orang-orang yang
tinggal di daerah tropis dengan kondisi sanitasi yang buruk. E histolytica pada
umumnya menular melalui rute oral-fecal secara langsung. Amebiasis dapat menular
melalui :

a. Menelan sesuatu, seperti air atau makanan yang terkontaminasi dengan E.


Histolytica

b. Seksual ketika melakukan sex oral-anal (anilingus)


6. Tatalaksana terapi

Tata laksana terapi Infeksi usus berat dan abses amuba

a) Metronidazole: 500 mg setiap 8 jam selama 5-10 hari (40-60 mg/kg BB untuk dosis
anak)
b) Tinidazole: 2 gram untuk single dose selama 2-3 hari
c) Omidazole: 1,5 gram setiap 24 jam selama 3 hari
d) Secnidazol: 2 gram untuk single dose
e) Nitazoxanaide: 500 mg tiap 12 jam selama 3 hari (umur>12 tahun), 200 mg setiap
12 jam selama 3 hari (umur 4-11 tahun), atau 100 mg tiap 12 jam selama 1-3 hari.
f) Klorokuinon: 300 mg tiap 12 jam(3)
Selain itu dalam PIONAS juga disebutkan bahwa antibiotik metronidazole
merupakan antimikroba dengan aktivitas yang sangat baik terhadap bakteri anaerob dan
protozoa, salah satu indikasinya yaitu infeksi Entamoeba histolytica. Metronidazol
merupakan obat pilihan untuk disentri amuba invasif akut, karena obat ini efektif
terhadap bentuk vegetatif Entamoeba histolytica. Diberikan dalam dosis dewasa
sebesar 800 mg tiga kali sehari selama 5 hari(4).

7. Terapi non farmakologi

Untuk menunjang terapi yang diberikan, selain diberikan terapi farmakologi perlu
juga diberikan terapi non-farmakologi seperti(2)

a. Menghindari penggunaan kolam renang yang dipakai secara umum, karena


kontaminasi melalui air dapat menjadi sumber transmisi pathogen.

b. Perilaku hidup bersih dan sehat

c. Makan dari makanan yang bersih, hindari kontak langsung makanan dengan tangan
yang tidak dicuci

d. Memberikan nasihat kepada individu yang sudah terinfeksi untuk menghindari


kontak langsung dengan makanan bersama orang lain

e. Selalu membersihkan tempat pembuangan feses (toilet)


f. Memberikan edukasi tentang resiko dari aktivitas seksual yang kontak secara fecal-
oral

g. Tidak menggunakan tinja manusia untuk menjadi pupuk

8. Kasus

R/ Metronidazole 500mg No.XV


S3dd1
R/ Diatab No.X
S3dd1
R/ Hyosin No. X
S3dd1
R/ oralit No. X
Tiap habis diare
Pasien T 53 tahun mengeluhkan bab berdarah, diare > 10kali dalam 1 hari, sudah dari
kemaren (1 hari).

Dgn TD = 120/80; TB=155cm; BB=61kg

Diagnosis dokter adalah disentri (Amoebiasis)

a. Subjektive

Ny. T mengeluhkan bab berdarah dan mengalami diare lebih dari 10 kali dalam
sehari. Diarenya sudah dialami sejak kemaren (1 hari yang lalu). Obat yang
diresepkam yaitu metronidazol 500 mg, Diatab, Hyosin, dan Oralit

b. Objektive
1. Ny. T berusia 53 tahun
2. Berat badan 61kg
3. Tinggi badan 155cm
4. Tekanan darah 120/80.
5. Didiagnosis mengalami disentri amoebiasis
c. Assesment
No Problem Terapi Jenis DRP Literatur
medik
1 Amoebia Metronidazole Tidak ada DRP 1. Pionas
sis 500mg (3x1) (Pengunaan obat 2. Aladwan M,
sudah tepat dkk, 2012,
karena obat yang Relationship
diberikan between
merupakan first metronidazole
line therapy and co-
amoebiasis trimoxazole
dengan dosis on eradication
yang sesuai) of E.
histolytica,
American
Journal of
Microbiolog,
Vol.3 (2)
3. Sukandar, Elin
Yulinah dkk,
2008, Iso
Farmakoterap
i, PT. ISFI,
Jakarta
2 Diare Diatab (3x1 Tidak ada DRP Sukandar, Elin
(Penggunaan Yulinah dkk,
diatab digunakan 2008, Iso
untuk mengatasi Farmakoterapi,
diare pasien PT. ISFI, Jakarta
sudah tepatdan
sesuai dengan
dosis )
3 Kejang Hyosin (3x1) Tidak ada DRP Sukandar, Elin
perut (Penggunaan Yulinah dkk,
hyosin pada 2008, Iso
pasien sudah tepat Farmakoterapi,
dan sesuai dengan PT. ISFI, Jakarta
dosis )
4 Cairan Oralit (setelah Tidak ada DRP Sukandar, Elin
tubuh habis BAB) (Penggunaan Yulinah dkk,
oralit digunakan 2008, Iso
untuk mengganti Farmakoterapi,
cairan tubuh yang PT. ISFI, Jakarta
hilang saat diare
sudah tepat dan
sesuai dengan
dosis )

d. Plan
1. Plan terapi
Terapi farmakologi
Rencana pengobatan yang diberikan yaitu obat yang diberikan dilanjutkan
karena sudah tepat yaitu metronidazole 500mg setiap 8jam selama 5-10hari,
diatab diberikan 3xsehari, hyosin 3xsehari dan oralit diberikan setiap habis
diare
Terapi non-farmakologi
Memberikan edukasi terkait pola hidup bersih sehat diantaranya :
 Makan dari makanan yang bersih, hindari kontak langsung makanan
dengan tangan yang tidak dicuci
 Selalu membersihkan tempat pembuangan feses (toilet)
 Tidak menggunakan tinja manusia untuk menjadi pupuk
 Dan memberikan edukasi tentang resiko dari aktivitas seksual yang
kontak secara fecal-oral
2. Monitoring plan
Mengamati tanda dan gejala pasien yang dialami pasien dan menganjurkan
pasien untuk melakukan kultur setelah selesai terapi (5 hari) untuk memastikan
parasit penyebab sudah tidak ada lagi.
3. Konseling plan
Penggunaan metronidazole digunakan setiap 8 jam dan harus dihabiskan,
penggunaan oralit dapat digunakan untuk membantu mengembalikan cairan
tubuh yang hilang saat diare sehingga tidak mengalami dehidrasi dan harus
selalu menjaga kebersihan makanan dan lingkungan .

daftar pustaka :

1. Bobbi S. Pritt, MD, and C. Graham clark, 2008, Amebiasis, Mayo Clin Proc,
83(10):1154-1160

2. Dhawan V.K. & Cleveland K.O, 2017, Amebiasis, diakses dari


http://emedicine.medscape.com/article/212029-overview, pada 17 July 2018 pukul
19.25 wib

3. https://www.cdc.gov/parasites/amebiasis/general-info.html

4. http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/55-infeksi-protozoa/552-antiamuba
5. Sukandar, Elin Yulinah dkk, 2008, Iso Farmakoterapi, PT. ISFI, Jakarta.
6. Aladwan M, dkk, 2012, Relationship between metronidazole and co-trimoxazole on
eradication of E. histolytica, American Journal of Microbiolog, Vol.3 (2)
MAKALAH STUDI PENGGUNAAN OBAT
PENYAKIT INFEKSI MENULAR SEKSUAL : GONORE

OLEH :

DESI ELIYAWARNI
17811253

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
JULI 2018
A. Definisi Gonore (GO)
Gonore merupakan infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoe. Gonore bisa terjadi pada laki-laki maupun wanita(1).
B. Etiologi
Penyebab Gonore adalah bakteri Neisseria gonorrhoeae suatu diplokokus
gram negatif yang terlihat di luar atau di dalam sel polimorfonuklear (leukosit), tidak
tahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan suhu di atas
39° C dan tidak tahan terhadap zat desinfektan. Selain itu berbentuk seperti biji kopi
dengan lebar 0,8 μ, panjang 1,6 μ dan bersifat tahan asam. Afinitas bakteri ini sangat
baik pada mukosa yang dilapisi epitel silindris seperti pada vagina atau epitel lapis
gepeng yang belum berkembang (imatur,pada wanita prepubertas) sedangkan epitel
transisional dan berlapis pipih lebih resisten terhadap kuman gonokokus ini (1,2)..

Gambar 1 : Bakteri Neisseria gonorrhoe (3)

Secara morfologik bakteri gonokokus terdiri dari 4 tipe yaitu tipe I dan II yang
mempunyai pili yang bersifat virulen (dapat menyebabkan penyakit dan mampu
menyerang jaringan tubuh sehingga menyebabkan penyakit parah), serta tipe III dan
IV yang memiliki pili yang bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel
dan akan menimbulkan reaksi radang. Hanya tipe I dan II yang patogen pada manusia
(2)
.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala gonore dapat dikenali dan muncul setelah masa inkubasi N.
gonorrhoeae yang singkat, umumnya pada pria bervariasi antara 2 sampai 8 hari,
dengan kebanyakan infeksi menjadi simptomatik dalam 2 minggu atau lebih lama
atau karena gejala yang kurang jelas sehingga tidak diperhatikan oleh penderita.
Sedangkan pada wanita masa inkubasi N. gonorrhoae sulit ditentukan, paling lambat
terjadi 6 sampai 12 bulan, karena pada umumnya bersifat asimptomatik dan baru
diketahui setelah terjadinya komplikasi(4)
Berikut ini tanda dan gejala berdasarkan jenis kelamin yaitu:
a. Pada pria
Tanda : setelah pemeriksaan umumnya ditemukan pengeluaran lendir atau
nanah saat berkemih (mucopurulent urethral discharge), disertai kemerahan
pada lubang uretra.
Gejala : uretritis akut dengan gejala kencing nanah dan disuria, biasanya
dimulai 2 sampai 8 hari setelah paparan.
b. Pada wanita

Tanda : pemeriksaan biasanya normal, adanya pengeluaran lendir atau nanah di


daerah serviks terkadang disertai hiperemia (kemerahan pada kulit vagina) dan
pendarahan pada endoserviks.

Gejala : biasanya berkaitan dengan infeksi pada saluran kemih dan endoserviks
dengan peningkatan jumlah sekresi lendir, nyeri perut bagian bawah, dysuria,
dan pendarahan intermenstrual atau menorhagia namun langka terjadi (5).

D. Jalur Penularan

Jalur penularan gonore dapat diakibatkan aktivitas seksual secara genito-


genital (kelamin dengan kelamin), namun dapat juga kontak seksual secara oro-
genital (mulut dengan kelamin) dan ano-genital (anus dengan kelamin)(2). Selain itu
gonoro dapat ditularkan melalui berhubungan tanpa pengaman, berhubungan seks
dengan banyak pasangan, berhubungan dengan pasangan sesama jenis, berhubungan
dengan pasangan yang memiliki riwayat HIV/AIDS, berhubungan dibawah pengaruh
obat-obatan atau alkohol, ditularkan oleh ibu kepada bayinya saat proses kelahiran,
dan tempat hidup yang kurang sehat(6) .

E. Patofisiologi

Pada awalnya bakteri Neiseria gonorrhoeae menyerang membran mukosa


terutama mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur)
dari saluran genitourinaria, mata, rektum dan tenggorokan. Neiseria gonorrhoeae
akan melakukan penetrasi permukaan mukosa dan berkembang biak dalam jaringan
subepitelial serta menghasilkan berbagai produk ekstraseluler yang dapat
mengakibatkan kerusakan sel, infeksi yang menyebabkan mobilisasi leukosit
polimorfonuklear, menyebabkan terbentuknya mikro abses subepitelial yang pada
akhirnya pecah dan melepaskan polimorfonuklear dan koloni gonokokus lainnya
melalui sekresi di kelamin(9).
F. Komplikasi

Komplikasi terjadi bila pengobatan tidak segera dilakukan atau pengobatan


sebelumnya tidak adekuat. Infeksi dapat menjalar ke uretra bagian belakang secara
ascendent. Pada pria dapat memberi gambaran klinis antara lain: tisonitis,
parauretritis, litritis, cowperitis, prostatitis, vesikulitis, funikulitis dan epididimitis,
sistitis. Sedangkan pada wanita, komplikasi yang dapat terjadi antara lain: salpingitis,
penyakit radang panggul (PRP), parauretritis dan bartolinitis (2).

G. Penatalaksanaan Terapi

a. Terapi Farmakologi

Berdasarkan pedoman WHO tahun 2016 tentang Treatment of Neisseria


gonorrhoeae dapat dilakukan dengan terapi ganda (salah satu dari yang berikut) :

• ceftriaxone 250 mg intramuskular (IM) sebagai dosis tunggal + azitromisin 1 g


secara oral sebagai dosis tunggal

• sefiksim 400 mg secara oral sebagai dosis tunggal + azitromisin 1 g secara oral
sebagai dosis tunggal.

Terapi dengan obat tunggal dapat diberikan apabila sudah terjadi resistensi pada
salah satu antibiotik diatas :

Terapi tunggal dapat diberikan salah satu diantara berikut ini :

• ceftriaxone 250 mg IM sebagai dosis tunggal

• sefiksim 400 mg per oral sebagai dosis tunggal

• spectinomycin 2 g IM sebagai dosis tunggal.

Terapi diatas bisa direkomendasikan untuk ibu hamil. Selain itu terapi obat
tunggal, seperti gentamisin atau kanamisin, belum disarankan karena kurangnya
data pengawasan berdasarkan data kejadian resistensi N. Gonorrhoeae (7).

b. Terapi Non Farmakologi

Berikut ini beberapa tanaman yang mempunyai potensi sebagai pengobatan


gonore diantaranya, Cocor bebek (Bryophyllum pinnatum), Pepaya (Carica
papaya), ubi jalar (Ipomoea batatas). Tumbuhan pepaya dan ubi jalar sebagai
pengobatan alternatif gonore dengan cara menumbuk beberapa helai daunnya dan
direbus dalam 2 (ubi jalar) atau 4 (pepaya) liter air lalu diminum setengah cangkir
2 kali sehari. Selain itu dapat dilakukan untuk menghindari melakukan hubungan
seksual yang tidak sehat, usahakan alat vital selalu dalam keadaan kering, selalu
menjaga kebersihan, cuci pakaian dalam secara terpisah dan rendam dengan air
panas sebelumnya dan perbanyak minum air putih hangat (8).

H. Kasus Gonore Analisis DRP

Seorang pasien dengan inisial Ny. PA (17 tahun) datang ke Puskesmas dengan
keluhan nyeri/mules perut, dan mengatakan keluarnnya flek/cairan pada vaginanya.
Tekanan darah pasien adalah 110/70 mmHg yang menunjukkan normal. Dokter
mendiagnosis pasien dengan penyakit gonore.
Data rekam medik :

Nama : PA (17 tahun)

Pendidikan : SD

Status : Menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

Alergi : -

RPD :-

RPK :-

BB : 40 kg (sebelum hamil)

TB : 159 cm

Usia hamil : 34 minggu

SOAP pasien dalam rekam medik :

S : Ibu mengatakan keluar flek/cairan, mules/nyeri perut


O : TD  110/70, Suhu  36,70C
Hasil lab: HB 11 gr/dl, trombosit 330.000/min, Hematokrit  32,2 %
A : G1 Po Abo uk 34 dengan PPI dan GO.
P : R/ azytromycin 1 gr / SD
R/ cefixime 400 mg / SD
R/ antasid VI/2 dd 1
Analisis kasus Metode SOAP :
a. Subject : Ibu mengatakan keluar flek/cairan, mules/nyeri perut.
b. Object : - TD  110/70, Suhu  36,70C
- Hasil lab: HB 11 gr/dl, trombosit 330.000/min, Hematokrit  32,2
%.
- BB : 40 kg (sebelum hamil)

- TB : 159 cm

- G1 Po Abo uk 34 dengan PPI dan GO.

- Obat : R/ azytromycin 1 gr / SD
R/ cefixime 400 mg / SD
R/ antasid VI/2 dd 1

c. Assesment (penilaian)

Data
Problem Terapi
Subjektif Jenis DRP
Medis Diberikan
Objektif Literatur
Gonore NY. PA. G Azithromysin 1 Tidak ada DRP WHO tahun 2016
( pemberian terapi sudah
(17thn) g SD, Cefixime tatalaksana terapi
tepat karena obat yang
dengan 400 mg SD, dalam pengobatan
diberikan merupakan first
diagnosa gonore yang
line therapy gonore dengan
gonore, disebabkan infeksi
dosis yang sesuai dan
hamil 34 N. Gonorrheae dan
direkomendasikan untuk
minggu. medscape.com
ibu hamil. Dimana kategori
kehamilan kedia obat
tersebut termasuk dalam
kategori B (7,10).
Antasid VI 2 Tidak ada DRP Basic
dd 1 ( Berdasarkan keluhan pharmacology and
pasien merasakan drugs notes edisi
mules/nyeri perut maka 2017 .
dapat diberikan obat untuk
lambungnya antasid yang
aman untuk ibu hamil
termasuk kategori B (11).)

d. Plan

- Monitoring efektivitas terapi

- Terapi pengobatan gonorrahae dilanjutkan sesuai dengan regimen terapi


yang sudah diberikan. Jika gejala tidak berkurang pasien disarankan untuk
kontrol ke dokter kembali.

- Monitoring kepatuhan pasien untuk melakukan kontrol ke dokter dan


monitoring apakah terdapat efek samping obat dalam pengobatan

- Selalu menjaga kebersihan lingukungan dan asupan makanan.

- Banyak minum air putih untuk menjaga tubuh agar tidak dehidrasi.

- Karena pasien dalam kondisi hamil jangan melakukan banyak aktifitas,


memperbanyak istirhat.

Daftar Pustaka :

1. Puspitorini D dan Lumintang H., 2017., Studi Retrospektif: Profil Pasien Baru Gonore
(A Retrospective Study: The Profile of New Gonorrhoeae Patients), Journal
Periodical of Dermatology and Venereology, Vol 29:1 (hal 59-64).
2. Jawas, Fitri A dan Mutiastutik S., 2008, Penderita Gonore di Divisi Penyakit Menular
Seksual Unit Rawat Jalan Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Dr. Soetomo
Surabaya Tahun 2002–2006, Jurnal Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin, Vol
20;3 (hal 217-228).
3. https://www.cdc.gov/amd/project-summaries/treating-gonorrhea-threat.html. Diakses
pada tanggal 19 juli 2018.
4. Shehabi, AA., Hamze, M., 2017, Diagnosis and Antimicrobial Treatment of Bacterial
Neisseria Gonorrhea Infections: Update Review Article, The International Arabic
Journal of Antimicrobial Agents, Vol 1-7.
5. Bignell, C., Unemo, M., 2013, 2012 European Guideline on The Diagnosis and
Treatment of Gonorrhoea in Adults, International Journal of STD & AIDS, Orebro.

6. https://www.webmd.com/sexual-conditions/guide/gonorrhea. Diakses pada tanggal 19


juli 2018.

7. WHO, 2016, Guidelines for The Treatment of Neisseria Gonorrhoeae, World Health
Organization Document Production Services, Swiss.

8. Wet, HD., et al, 2012, Medicinal Plants Used for The Treatment of Sexually
Transmitted Infections by Lay People in Northern Maputaland, Kwazulu–Natal
Province, South Africa, South African Journal of Botany 78 Hal : 12–20.

9. Harningtyas, CD., 2017, Administration of Oral Therapy for Gonorrheal Urethritis


Patients with Local Complications in Men: Case Reports, Journal of Agromedicine
and Medical Sciences Vol 3:3.

10. https://www.medscape.com/pharmacists. Di akses pada tanggal 19 juli 2018.

11. Anonim, 2017, Basic Pharmacology and Drugs Notes, MMN Publishing : Makasar.

TUGAS KONSELING

Resep 1:

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA


DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS TEGALREJO
Jl. Magelang KM 2. Telp: (0274) 586841 Yogyakarta
12/7/2018

R/ Metformin 500 mg No XXX


S2dd1
R/ Amlodipin 5 mg No XV
S1dd1
R/ Simvastatin 10 mg No XV
S1dd1
R/ Vitamin B Complex No V
S1dd1

Ibu N berusia 77 tahun datang ke Puskesmas Tegalrejo untuk melakukan kontrol rutin.
Ibu SM merupakan pasien hipertensi dan DM. Selain itu pasien juga menerima terapi obat
kolesterol. Beliau mengatakan bahwa kolesterolnya tinggi (210 mg/dl). Ibu N mendapatkan
terapi obat sebanyak 4 macam obat yaitu obat amlodipin 5 mg, simvastatin, metformin dan
vitamin B kompleks. Obat amlodipin 5 mg diminum satu kali sehari 1 tablet sebelum makan
pada pagi hari untuk terapi hipertensi, simvastatin diminum satu kali sehari 1 tablet setelah
makan pada malam hari untuk terapi kolesterol, metformin diminum 2 kali sehari setelah
makan tiap pagi dan malam, dan diberikan vitamin B komplek yang berguna sebagai
multivitamin dimunum 1 kali sehari setelah makan. Pasien mengeluhkan kadar gulanya yang
terkadang tidak terkontrol padahal pasien sudah mengkonsumsi anti diabetik oral secara rutin.
Setelah digali informasinya, ternyata waktu penggunaan metformin oleh Ibu N kurang tepat.
Beliau mengkonsumsi metformin 2 kali sehari pagi dan siang. Edukasi yang dapat diberikan
kepada pasien adalah hendaknya ibu N meminum obat dengan teratur. Untuk penggunaan
obat yang tepat apabila aturannya 2 kali sehari berarti digunakan tiap 12 jam. Selain itu
pasien juga diberikan edukasi untuk memperhatikan dan mengontrol pola makannya. Ibu N
disarankan mengkonsumsi nasi jagung/nasi merah daripada nasi biasa karena memiliki
kandungan glukosa yang lebih sedikit, kemudian menghindari stress dan istrihat yang cukup.
Apabila obat habis maka ibu N di anjurkan untuk kontrol kembali ke dokter.

Resep 2 :
Ibu SM berusia 67 tahun datang ke Puskesmas Tegalrejo untuk melakukan kontrol
rutin. Ibu SM merupakan pasien Hipertensi. Selain itu pasien juga menerima terapi obat
kolesterol. Beliau mengatakan bahwa kolesterolnya tinggi (210 mg/dl), setiap pagi
mengeluhkan pilek karena dingin, serta nyeri di bagian kaki dan lengan atasnya. Ibu SM
mendapatkan terapi obat sebanyak 5 macam obat yaitu obat amlodipin 10 mg, simvastatin,
meloxicam, eflin dan vitamin B kompleks. Obat amlodipin 10 mg diminum satu kali sehari
1 tablet sebelum makan pada pagi hari untuk terapi hipertensi, simvastatin dimunum satu
kali sehari 1 tablet setelah makan pada malam hari untuk terapi kolesterol, meloxicam
diminum sati kali sehari 1 tablet sesudah makan untuk terapi nyerinya diminum jika nyeri
saja, eflin diminum tiga kali sehari setelah makan untuk mengobati pilek, dan diberikan
vitamin b komplek yang berguna sebagai multivitamin dimunum 1 kali sehari setelah
makan. Edukasi yang dapat diberikan kepada pasien adalah hendaknya ibu SM meminum
obat dengan teratur, memperhatikan dan mengontrol pola makannya seperti mengurangi
konsumsi garam, hindari untuk makan daging sapi ataupun daging kambing yang
mengandung kolesterol tinggi, banyak mengkonsmsi sayur dan buah segar (seledri, wortel,
belimbing dan mentimun), hindari stress dan istrihat yang cukup. Apabila obat habis maka
ibu SM di anjurkan untuk kontrol kembali ke dokter.

Resep 3 :

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA


DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS TEGALREJO
Jl. Magelang Km.2 telp: (0274) 586841 Yogyakarta

12 JULI 2018

R/ Metformin Tab no XXX


S2dd
R/ Ambroxol Tab No.X
S3dd
R/ Salbutamol tab No.X
S2dd
Untuk : ibu ST (64th) / Kragilan Rt.10 Rw.08
Ibu ST usia 64 tahun datang ke Puskesmas Tegalrejo untuk kontrol rutin penyakit gula
(DM) yang dimiliki pasien. Pasien mengalami DM sudah sejak 3 tahun yang lalu. Pasien
rutin melakukan kontrol ke dokter setiap obatnya akan habis. Selama menjalani pengobatan
DM, ibu ST merupakan pasien yang rutin meminum obat. Namun belakang ini dan baru
perama kalinya pasien mengeluhkan dadanya sering merasa sesak dan mengalami batuk
semenjak musim dingin ini. Pasien juga menceritakan bahwa pada sekitar bulan november
2017 pasien dilarikan ke rumah sakit, karena pasien baru saja selese mengadakan pernikahan
anaknya sehingga tidak menjaga pola makannya. Semenjak keluar dari rumah sakit pasien
selalu mengontrol pola makan dan rutin untuk meminum obat sehingga sekarang kadar
gulanya sudah dapat terkontrol. Pasien diresepkan metformin diminum setiap 12 jam untuk
mengatasi penyakit gulanya, salbutamol diminum 2x sehari untuk mengatasi sesak nafas yg
dialami pasien dan ambroxol 3x1 untuk mengatasi batuk pasien. Saat konseling, pasien
menyampaikan bahwa selama penggunaan obat-obatan yang didapatkan, kondisi kesehatan
pasien mulai membaik. Keluhan yang disampaikan pasien, apabila duduk terlalu lama sering
merasakan kesemutan. Dan pasien mengaku jarang melakukan olahraga. Sehingga pada saat
konseling diberikan edukasi terkait keluhan yang dialami pasien bahwa pasien harus rutin
melakukan olahraga setiap harinya. Olahraganya tidak perlu berat-berat contohnya seperti
jalan santai saja selama 15 menit tanpa berhenti, kemudian dapat juga dengan menggerakan
jari-jari tangan dan kaki selama 15menit. Untuk mengatasi batu dan sesak nafas yang dialami
pasien, selain dengan obat dapat ditunjang dengan minum air yang cukup minimal sehari 8
gelas dan apabila akan keluar rumah pasien disarankan untuk menggunakan jaket agar tidak
memperparah keluhan pasien. Walaupun kadar gula pasien sudah mulai terkontrol namun
tetap diingatkan terkait pengatran pola makan dan harus rutin kontrol ke dokter agar dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien. Untuk pola makannya tidak disarankan mengkonsumsi
karbohidrat yang terlalu berlebih, apabila makan nasi jangan makan ketika nasi masih panas
sebaiknya didinginkan terlebih dahulu, atau bias juga menggantinya dengan nasi jagung atau
nasi merah. Juga perlu dibatasi untk mengkonsumsi makanan yang manis-manis dan
makanlah sedikit-sedikt namun dengan freuensi yang sering.

TUGAS EVALUASI PENGGUNAAN OBAT


Berikut ini merupakan pelaporan evaluasi Penggunaan Obat Rasional pada bulan Juni
2018 :

% %
% Penggunaan Rerata Item / lembar Resep
Penggunaan Penggunaa
Antibiotik pada
Antibiotik n Injeksi
ISPA Non- ISP Myalgi Rata-
pada Diare pada Diare
Pneumonia A a rata
Non-Spesifik Myalgia
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
12.00% 7.69% 0.00% 4.56 1.44 2.68 2.893333

% Capaian POR % Capaian % Capaian % Capaian POR Rerata Item /


Penggunaan
100% POR
100% POR
100% lembar Resep
79.05%

Berdasarkan tabel diatas, untuk presentase peresepan antibiotik pada ISPA Non-Pneumonia di
Puskesmas Tegalrejo adalah 12,00% dengan capaian POR 100%. Presentase peresepan
antibiotik pada diare non-spesifik yaitu 7,69% dengan capaian POR 100%. Dari kedua
indikator tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik di Puskesmas Tegalrejo
dikendalikan dengan baik dan dapat dikatakan penggunaannya sudah rasional karena tidak
melebihi batas toleransi. Dan untuk presentase peresepan injeksi pada myalgia adalah 0,00%
dengan capaian POR 100%. Berdasarkan indikator WHO untuk persentase penggunaan
injeksi pada Myalgia adalah 1%. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian penggunaan
injeksi pada Myalgia di Puskesmas Tegalrejo terlihat baik, karena ketersediaan obat di
Puskesmas Tegal Rejo tidak terbatas pada sediaan injeksi, namun lebih berpengaruh terhadap
peresepan obat

TUGAS VAKSIN

Vaksin merupakan antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati, masih hidup tapi
dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah diolah menjadi toksoid, protein
rekombinan yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik
secara aktif terhadap penyakit infeksi tertentu (Kemenkes, 2013). Suatu upaya untuk
mempertahankan kondisi vaksin agar dalam kondisi yang optimal dari tahap penyimpanan
dan distribusi hingga diakhiri dengan pemberian vaksin kepada pasien. disebut dengan
Vaccine cold chain (Rantai dingin vaksin). Vaksin yang terpapar panas, dingin atau cahaya
berlebih dapat merusak vaksin mengakibatkan hilangnya potensi vaksin yang kondisinya
tidak bisa kembali seperti semula sehingga pemberian vaksin akan sia-sia (CDC, 2014).
Umumnya vaksin disimpan pada suhu 2ºC – 8ºC pada lemari es. Tetapi ada juga
pengecualian untuk beberapa macam vaksin seperti yellow fever, varisela dan OPV (Oral
Polio Vaccine). Khusus vaksin hepatitis B, pada bidan desa disimpan pada suhu ruangan,
terlindung dari sinar matahari langsung (Kemenkes, 2013).
Berikut ini jenis vaksin di Puskesmas Tegalrejo yaitu :
a. Vaksin (BCG) Bacillus Calmette Guerin adalah vaksin dalam bentuk kering yang
mengandung mycobavterium bovis yang sudah dilemahkan. Vaksin BCG digunakan
untuk memberikan kekebalan aktif terhadap tuberkulosa (Depkes, 2009). Biasanya
diberikan pada umur ≤ 2 bulan. Namun, dapat juga diberikan pada umur 0-12 bulan
untuk mendapat cakupan imunisasi yang lebih luas
b. DPT-HB-HIB adalah Imunisasi kombinasi Pentavalen terdiri dari 5 jenis vaksin
sekaligus diantaranya DPT-HB,Hib. Imunisasi ini diberikan untuk mencegah penyakit
difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B dan Haemophilus influenza tipe B. Dengan usia 3
bulan - dosis 1, 4 bulan - dosis 2, dan 5 bulan - dosis 3.
c. Vaksin DT (Difteri Tetanus) ialah vaksin yang mengandung toxoid difteri dan tetanus
yang telah dimurnikan. Vaksin DT digunakan untuk memberikan kekebalan simultan
terhadap difteri dan tetanus. Dengan usia 2, 4, 5, 15, 18 bulan.
d. Inactivated Polio Vaccine (IPV) mengandung virus polio yang telah dimatikan dan
diberikan melalui suntikan. Imunisasi IPV diberikan untuk mencegah penyakit
poliomyelitis yang disebabkan oleh infeksi virus polio yang dapat menyebabkan
kelumpuhan dan kematian. Unutk usia 1-4 bulan (Kemenkes, 2004).
e. Vaksin MR , Imunisasi campak diberikan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit campak. Campak, measles atau rubella adalah penyakit virus akut yang
disebabkan oleh virus campak. Usia 9-11 bulan.
f. Td, Vaksin ini memiliki manfaat untuk memberikan proteksi terhadap penyakit difteri
dan tetanus. Merupakan Imunisasi ulangan (booster) kepada anak usia >7 tahun.
g. Vaksin Hepatitis B digunakan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap infeksi yang
disebabkan oleh virus Hepatitis B, namun tidak untuk mencegah infeksi virus lain
seperti virus hepatitis A atau C yanng dketahui dapat menginfeksi hati. Vakim ini
diberikan pada bayi usia dini 0-7 hari.
h. Vaksin TT (Tetanus Toksoid) adalah vaksin yang mengandung toxoid tetanus yang telah
dimurnikan.untuk Anak usia kelas 2 dan 3 SD serta digunakan untuk mencegah tetanus
pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi Wanita Usia Subur (WUS) atau ibu
hamil(Depkes, 2009).
Tahapan perencanaan vaksin di Puskesmas Tegalrejo diawali dari pengelola vaksin yaitu
Bidan melakukan permintaan dengan membuat laporan resmi yakni Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Vaksin (LPLPV). LPLPV akan dikirimkan ke Dinas Kesehatan
sebelumnya LPLPV diberikan dahulu kepada Apoteker di unit pelayanan obat dan akan
diserahkan bersamaan dengan LPLPO dari unit farmasi di Puskesmas Tegalrejo. Jumlah
vaksin yang diterima sesuai dengan permintaan puskesmas dalam laporan resmi tersebut.
Setiap hari dilakukan pengontrolan suhu untuk memastikan vaksin disimpan dalam kondisi
yang sesuai dan untuk menjamin stabilitas dan kualitas vaksin. penyimpanan vaksin di
puskesmas Tegalrejo disimpan dalam lemari es khusus vaksin pada suhu 2 oC hingga 8oC
dengan vaccine cold chain.

Daftar Pustaka :
1. Centers for Disease Control and Prevention. 2014. Vaccine Storage & Handling
Toolkit. U.S: Department of Health and Human Services
2. Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pengelolaan Vaksin. Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan. Jakarta.
3. Kemenkes RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 42
Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
4. Kepmenkes RI, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1059/Menkes/SK/Ix/2004 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1) Pengelolaan obat yang dilakukan di Puskesmas dilakukan oleh apoteker penanggung


jawab.
2) Peran, fungsi, dan tanggung jawab Apoteker dalam pengelolaan obat dan praktek
kefarmasian di Puskesmas dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan,
penyimpanan, distribusi, pengendalian, pencatatan dan pelaporan untuk pengelolaan
obat serta pelayanan kefarmasian yang meliputi pelayanan resep, PIO, konseling,
visite, MESO, PTO dan evaluasi penggunaan obat.
3) Calon Apoteker mendapatkan bekal pengetahuan, keterampilan, sikap
profesionalisme, dan pengalaman nyata untuk melakukan praktek profesi Apoteker di
Puskesmas.
4) Calon Apoteker dapat melihat, mempelajari, dan mempraktekan pelayanan
kefarmasian di Puskesmas.
5) Calon Apoteker dapat belajar berkomunikasi, bekerja sama, dan berinteraksi dengan
tenaga kesehatan lain di Puskesmas sesuai etika profesi Apoteker.
6) Calon Apoteker dapat belajar dan melakukan praktek secara langsung di Puskesmas
mengenai peran, tugas, dan fungsi Apoteker dalam bidang kesehatan masyarakat.
B. SARAN
1) Untuk Calon Apoteker
Untuk calon apoteker yang akan melakukan kegiatan PKPA di Puskesmas sebaiknya
membekali diri tentang peraturan perundangan mengenai kefarmasian, pelayanan dan
KIE obat resep dan non resep, manajemen/pengelolaan obat dan farmakoterapi dari
suatu penyakit sehingga pada saat melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di
Puskesmas dapat melakukannya dengan optimal.
2) Untuk Puskesmas Tegalrejo
a. Perlu adanya penambahan ruangan khusus untuk konseling/pemberian informasi
obat.
b. Pelayanan konseling dilakukan oleh apoteker.
c. Perlu ada penambahan SDM apoteker, agar tiap melakukan pelayanan
kefarmasian baik di Puskesmas Induk maupun Puskesmas Pembantu terdapat
minimalnya 1 orang apoteker standby.

DAFTAR PUSTAKA:

1. Presiden RI. Undang – undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta,
2009
2. Departemen Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
3. Presiden RI, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, Presiden Republik Indonesia, Jakarta.
4. Depkes RI. Pedoman Pelayanan Kefarmasian di UPT Pusat Kesehatan Masyarakat.
Jakarta : Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006
5. Depkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2014
6. Menkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/Menkes/SK/II/2004
tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2004
7. Menkes RI., 2008, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 296 Tahun 2008 tentang
Pedoman Pengobatan Dasar di UPT Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
8. Menkes RI, 2007, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor585/MENKES/SK/V/2007 Tentang Pedoman Pelaksanaan PromosiKesehatan Di
UPT Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
9. Depkes RI, 2006, Pedoman Pelayanan Kefarmasian di UPT Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
10. Presiden RI. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Jakarta : Presiden Republik Indonesia,
2011
11. Menkes RI, 2013, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 328/MENKES/IX/
2013tentang Formularium Nasional. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
12. Menkes RI, 2013, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor312/MENKES/SK/IX/2013 Tentang Daftar obat Esensial Nasional. Jakarta :
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
13. Menkes RI, 2015, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02 /
MENKES / 532 / 2015 tentang Formularium Nasional. Jakarta :
14. Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer.
15. Presiden RI, 2014, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014tentang
Tenaga Kesehatan. Jakarta : Presiden Republik Indonesia.
16. Menkes RI, 2014, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 159 /
MENKES / SK/V/2014 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
328 / MENKES / SK / IX / 2013 tentang Formularium Nasional. Jakarta : Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2013 tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Era JKN.
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 69 tahun 2014 tentang Tarif
Pelayanan Kesehatan Pada Fasilitas Tingkat I dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan
Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.
19. Menteri Kesehatan RI. Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di UPT Pusat
Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010
20. Notoadmodjo, S., 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta
21. Menkes, 2015, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2015
Tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, Dan
Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, Jakarta, Mennteri Kesehatan RI.

Lampiran 1. Etiket Resep


Lampiran 2. Lembar Kartu Stok
Lampiran 3. LPLPO
Lampiran 4. Pencatatan Puskesmas Pembantu
Lampiran 5. Lembar Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Lampiran 6. Lembar Konseling


Lampiran 7. Daftar Pelayanan Laboratorium di Puskesmas Tegalrejo
Lampiran 8. Laporan MESO
Lampiran 9. Struktur Organisasi
Lampiran 10. Ruang Pelayanan Kefarmasian dan Ruang Tunggu
RUANG TUNGGU RUANG PERACIKAN

DISPENSING OBAT TEMPAT SKRINING DAN ETIKET

PENYERAHAN DAN KIE OBAT MENGINPUT SIMPUS

Lampiran 11. Ruang Penyimpanan


PENYIMPANAN OBAT UNTUK PELAYANAN

PENYIMPANAN DIGUDANG

PENYIMPANAN DI KULKAS KHUSUS OBAT


PENYIMPANAN ARSIP LEMARI PSIKOTROPIKA
Lampiran 12. Kegiatan Promosi Kesehatan
Lampiran 13. Kegiatan PKPA puskesmas Tegalrejo

KEGIATAN PENERIMAAN DAN PENYIMPANAN OBAT DIGUDANG

KEGIATAN KONSELING KEGIATAN VISITE RANAP BERSALIN

HOMECARE PASIEN TBC


KEGIATAN DISKUSI KASUS
Lampiran 14. Leaflet

Anda mungkin juga menyukai