Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL PENELITIAN

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT OAT PADA


PENDERITA TBC DI UPT BLUD PUSKESMAS AIKMELL

Skripsi Ini Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA FARMASI (S.Farm)

OLEH:

AYU LESTARI MULYANA


NIM: 4820119114

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDDIN BAGU
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’aalamiin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat, petunjuk-Nya, sehingga saya mampu menyelesaikan
proposal yang berjudul “Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Oat Pada
Penderita Tbc Di Upt Blud Puskesmas Aikmell”. Proposal ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi
Fakultas Kesehatan Universitas Qamarul Huda Badaruddin.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan pembuatan proposal ini, tidak lepas


dari bantuan serta dukungan berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai pada
penyusunan proposal ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih
kepada:

1. TGH. L. M. Turmudzi Badaruddin selaku Ketua Universitas Qamarul


Huda Badaruddin dan sebagai Pembina dan Pengasuh Yayasan Pondok
Pesantren Qamarul Huda sekaligus sebagai pendiri Universitas Qamarul
Huda badaruddin Bagu Lombok Tengah. Semoga Allah SWT merahmati
kesehatan.
2. Dr. H. Menap S.Kp., M.Kes., selaku Rektor Universitas Qamarul Huda
Badaruddin Bagu Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah.
3. dosen pembimbing utama, selaku dosen pembimbing pendamping, yang
telah banyak memberikan bimbingan, masukan, motivasi dan perhatian
dari awal penelitian hingga saat ini sehingga penelitian dapat terselesaikan
dengan lancer
4. Untuk Bapak, Ibu dan seluruh keluarga besar saya yang telah memberikan
dukungan moral dan material sehingga saya dapat menyelesaikan karya
tulis ilmiah ini.
5. Untuk sahabat sahabatku yang selalu menberikan semangat dan motivasi.
6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan proposal ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

ii
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam proposal baik dari
segi penulisan maupun isinya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan
maupun saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan proposal ini.
Penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan hal yang
bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi pembaca karya tulis ilmiah ini.

Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bagu, 23 Oktober 2023

Ayu Lestari Mulyana

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3

BAB II ..................................................................................................................... 5

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 5

2.1 Tuberkulosis (TBC) .................................................................................. 5

2.1.1 Definisi TBC ..................................................................................... 5

2.1.2 Klasifikasi TBC ................................................................................. 5

2.1.3 Diagnosis TBC .................................................................................. 8

2.2 Pengobatan Tuberkulosis.......................................................................... 9

2.3 Konsep Kepatuhan Minum Obat ............................................................ 11

2.3.1 Definisi Kepatuhan.......................................................................... 11

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat penderita TB


paru 12

2.4 Alat Ukur Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis .................. 14

BAB III.................................................................................................................. 16

METODE PENELITIAN ...................................................................................... 16

3.1. Rancangan Penelitian ............................................................................. 16

iv
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 16

3.2.1 Tempat Penelitian............................................................................ 16

3.2.2 Waktu Penelitian ............................................................................. 16

3.3. Populasi dan Sampel............................................................................... 16

3.3.1 Populasi ........................................................................................... 16

3.3.2 Sampel ............................................................................................. 16

3.3.3 Kriteria Inklusi ................................................................................ 18

3.3.4 Kriteria Eksklusi.............................................................................. 18

3.4. Definisi Operasional Variabel ................................................................ 18

3.5. Instrumen Penelitian ............................................................................... 19

3.6. Pengumpulan Data.................................................................................. 19

3.7. Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ 19

3.8. Alur Penelitian ........................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

LAMPIRAN .......................................................................................................... 23

v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Dosis Rekomendasi OAT Lini Pertama untuk Dewasa .......................... 11
Tabel 2. Instrumen Kepatuhan Minum Obat......................................................... 14

vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Persetujuan (Informed Consent) ............................................. 23
Lampiran 2. Data Demografi Responden.............................................................. 24
Lampiran 3. Lembar Kuesioner Kepatuhan Pasien............................................... 25

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan bagi negara maju maupun negara berkembang seperti
Indonesia. Pada tahun 2020 diperkirakan sekitar 10 juta orang mengalami TB di
seluruh dunia diantaranya 5,6 juta pria, 3,3 juta wanita dan 1,1 anak-anak (WHO,
2020). Tuberkulosis merupakan penyebab kematian tertinggi setelah penyakit
jantung iskemik dan penyakit serebrovaskuler. Terlepas dari kemajuan yang telah
dicapai Indonesia, jumlah kasus tuberkulosis baru di Indonesia masih menduduki
peringkat ketiga di dunia dan merupakan salah satu tantangan terbesar yang
dihadapi Indonesia dan memerlukan perhatian dari semua pihak, karena
memberikan beban morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2020).

Berdasarkan Global TB Report 2018, diperkirakan di Indonesia pada tahun


2017 terdapat 842.000 kasus TB baru (319 per 100.000 penduduk) dan kematian
karena TB sebesar 116.400 (44 per 100.000 penduduk) termasuk pada TB-HIV
positif. Angka notifikasi kasus (case notification rate/CNR) dari semua kasus
dilaporkan sebanyak 171 per 100.000 penduduk. Secara nasional diperkirakan
insidens TB HIV sebesar 36.000 kasus (14 per 100.000 penduduk). Jumlah kasus
TB-RO diperkirakan sebanyak 12.000 kasus (diantara pasien TB paru yang
ternotifikasi) yang berasal dari 2.4% kasus baru dan 13% kasus pengobatan ulang
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

Data Profil Kesehatan Kabupaten Lombok Timur Tahun 2022 terdapat


1.960 kasus baru TB Paru BTA+ yang terdiri dari laki-laki sebanyak 1.098 kasus
(56,029%) dan perempuan sejumlah 862 kasus (43,97%). Jumlah orang terduga
TB+ mendapatkan pelayanan sesuai sesuai standar adalah 19.601 orang dan
jumlah Terduga tuberkulosis sejumlah 26.163 orang, maka persentase orang
terduga TB Paru BTA+ mendapat pelayanan sesuai standar sebesar 74,9%.
Sedangkan capaian kegiatan pelayanan TB sesuai standar tahun 2021 diperoleh

1
2

sebesar 56.2% (12.918 orang ) dari jumlah orang terduga TBC 22.982 orang
(Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur, 2022).

Berdasarkan target program penanganan penyakit menular ditetapkan


sebesar 100% penduduk harus terlayani, yang artinya capaian pelayanan TB
mendapatkan pelayanan sesuai standar pada tahun 2022 masih belum mencapai
targe meskipun dibandingkan capaian tahun 2021 terdapat peningkatan sebesar
18,7% . Angka keberhasilan pengobatan (Success Rate) pasien tuberkulosis semua
kasus menunjukkan dari total jumlah 1.444 kasus yang mendapat pengobatan
pada tahun 2021 hingga tahun 2022 di Kabupaten Lombok Timur yang berhasil
dan sukses melaksanakan pengobatan lengkap sebanyak 1.323 kasus (91,6%)
yang terdiri dari 745 kasus laki-laki dan 578 kasus perempuan. Jika dibandingkan
dengan pencapaian keberhasilan pengobatan tahun 2021 sebesar 92,5% (1.091
kasus ), maka terjadi penurunan kasus sebesar 0,9% pada tahun 2022. Sedangkan
kematian selama pengobatan tuberkulosis pada tahun 2022 sejumlah 93 kasus,
maka kematian karena tuberculosis diperoleh sebesar 6,4%. Jumlah kematian
akibat TB paru pada tahun 2021 sebesar 52 kasus (4,4%), dengan demikian terjadi
perunan kasus kematian sebesar 2%. Ini menggambarkan keberhasilan program
pengobatan penyakit tuberculosis pada tahun ini cukup baik di Kabupaten
Lombok Timur (Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur, 2022).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Imelda (2022) menyatakan faktor


yang menyebabkan gagalnya terapi TBC hingga berujung kematian diantaranya
efek samping obat, tidak adanya pengawas menelan obat (PMO), kurangnnya
motivasi, kurangnya pengetahuan dan ketidakpatuhan pasien minum obat. Perlu
adanya edukasi terhadap penderita TBC dan juga keluarga mengenai pengobatan
TBC seperti motivasi yang tinggi untuk sembuh dan dampak akibat jika tidak
menyelesaikan pengobatan (Ritonga & Manurung, 2022). Menurut penelitian
Sundari (2017) menyampaikan bahwa ada beberapafaktor yang berpengaruh
dalam menjaga kepatuhan berobat pasien Tuberkulosis Paru, disusul dengan peran
keluarga diposisi kedua dan peran petugas kesehatan dan Pengawasan Minum
Obat (OAT) diposisi terakhir. Ketidakpatuhan untuk minum obat secara tidak
teratur bagi penderita Tuberkulosis Paru tetap menjadi hambatan untuk mencapai
3

angka kesembuhan yang tinggi. Sebagian besar pasien tidak datang selama fase
intensif karena kurangnya motivasi untuk mematuhi pengobatan, dan sebagian
besar pasien merasa baik-baik saja di akhir fase intensif dan merasa bahwa
mereka tidak perlu kembali untuk perawatan lebih lanjut (Sundari, 2017).

Atas semua dasar diatas, saya sebagai peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terkait gambaran tingkat kepatuhan berobat pada pasien penyakit
Tuberkulosis Paru yang dirawat di salah satu fasilitas kesehatan di Lombok Timur
yaitu di Upt Blud Puskesmas Aikmel yang mencakup karakteristik kepatuhan
berobat pasien serta yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan dan jarak rumah ke tempat pelayanan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran tingkat kepatuhan penggunaan obat pada pasien
Tuberkulosis di Upt Blud Puskesmas Aikmel?
2. Adakah hubungan antara karakteristik pasien dengan tingkat kepatuhan
pasien tuberkulosis dalam menjalani pengobatan di Upt Blud Puskesmas
Aikmel?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui gambaran tingkat kepatuhan penggunaan obat pada pasien
Tuberkulosis di Upt Blud Puskesmas Aikmel?
2. Mengetahui hubungan antara karakteristik pasien dengan tingkat
kepatuhan pasien tuberkulosis dalam menjalani pengobatan di Upt Blud
Puskesmas Aikmel

1.4 Manfaat Penelitian


Dari uraian diatas peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi instansi


terkait untuk meningkatkan kepatuhan berobat pasien setelah mengetahui
hasil dari evaluasi kepatuhan dan faktor apa saja yang berpengaruh pada
kepatuhan pasien dalam pengobatan TB.
4

2. Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi pasien & masyarakat


mengenai pentingnya kepatuhan pasien dalam menjalani regimen
pengobatan.
3. Manfaat penelitian ini bagi penulis yaitu dapat menambah ilmu dan
wawasan mengenai tingkat kepatuhan serta faktor-faktor yang
berpengaruh pada kepatuhan pada pasien TB.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis (TBC)


2.1.1 Definisi TBC
Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian
besar kuman TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan
TB paru, namun bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh
lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra
paru lainnya (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB: Mycobacterium


tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium
microti dan Mycobacterium cannettii. M.tuberculosis (M.TB), hingga saat ini
merupakan bakteri yang paling sering ditemukan, dan menular antar manusia
melalui rute udara (World Health Organization, 2020)

2.1.2 Klasifikasi TBC


Diagnosis TB dengan konfirmasi bakteriologis atau klinis dapat
diklasifikasikan berdasarkan :

1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomis


a. TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena
terdapat lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstra paru
harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.
b. TB ekstra paru adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar
parenkim paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran
genitorurinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. Kasus TB ekstra
paru dapat ditegakkan secara klinis atau histologis setelah diupayakan
semaksimal mungkin dengan konfirmasi bakteriologis.
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan

5
6

a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT


sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan (<
dari 28 dosis bila memakai obat program).
b. Kasus dengan riwayat pengobatan adalah pasien yang pernah
mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih (>28 dosis bila memakai obat
program). Kasus ini diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil
pengobatan terakhir sebagai berikut : c. Kasus kambuh adalah pasien
yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat ini
ditegakkan diagnosis TB episode kembali (karena reaktivasi atau
episode baru yang disebabkan reinfeksi). d. Kasus pengobatan setelah
gagal adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan
dinyatakan gagal pada akhir pengobatan. e. Kasus setelah loss to
follow up adalah pasien yang pernah menelan OAT 1 bulan atau lebih
dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2 bulan berturut-turut dan
dinyatakan loss to follow up sebagai hasil pengobatan. f. Kasus lain-
lain adalah pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan hasil
akhir pengobatannya tidak diketahui atau tidak didokumentasikan.
Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui adalah pasien yang
tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya sehingga tidak dapat
dimasukkan dalam salah satu kategori di atas.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Berdasarkan hasil uji kepekaan, klasifikasi TB terdiri dari :

a. Monoresisten: resistensi terhadap salah satu jenis OAT lini pertama.


b. Poliresisten: resistensi terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multidrug resistant (TB MDR) : minimal resistan terhadap isoniazid
(H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.
d. Extensive drug resistant (TB XDR) : TB-MDR yang juga resistan
terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan salah satu dari
7

OAT lini kedua jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin, dan


amikasin).
e. Rifampicin resistant (TB RR) : terbukti resistan terhadap Rifampisin
baik menggunakan metode genotip (tes cepat) atau metode fenotip
(konvensional), dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT lain yang
terdeteksi. Termasuk dalam kelompok TB RR adalah semua bentuk
TB MR, TB PR, TB MDR dan TB XDR yang terbukti resistan
terhadap rifampisin.
4. Klasifikasi berdasarkan status HIV
a. Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB terkonfirmasi
bakteriologis atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil
tes HIV-positif, baik yang dilakukan pada saat penegakan diagnosis
TB atau ada bukti bahwa pasien telah terdaftar di register HIV (register
pra ART atau register ART).
b. Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB terkonfirmasi
bakteriologis atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki hasil
negatif untuk tes HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan diagnosis
TB. Bila pasien ini diketahui HIV positif di kemudian hari harus
kembali disesuaikan klasifikasinya.
c. Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB
terkonfirmasi bakteriologis atau terdiagnosis klinis yang tidak
memiliki hasil tes HIV dan tidak memiliki bukti dokumentasi telah
terdaftar dalam register HIV. Bila pasien ini diketahui HIV positif
dikemudian hari harus kembali disesuaikan klasifikasinya. - 19 -
Menentukan dan menuliskan status HIV sangat penting dilakukan
untuk mengambil keputusan pengobatan, pemantauan dan menilai
kinerja program. Dalam kartu berobat dan register TB, WHO
mencantumkan tanggal pemeriksaan HIV, kapan dimulainya terapi
profilaksis kotrimoksazol, dan kapan dimulainya terapi antiretroviral
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).
8

2.1.3 Diagnosis TBC


Semua pasien terduga TB harus menjalani pemeriksaan bakteriologis
untuk mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada
pemeriksaan apusan dari sediaan biologis (dahak atau spesimen lain),
pemeriksaan biakan dan identifikasi M. tuberculosis atau metode diagnostik cepat
yang telah mendapat rekomendasi WHO (World Health Organization, 2020).

Pada wilayah dengan laboratorium yang terpantau mutunya melalui sistem


pemantauan mutu eksternal, kasus TB Paru BTA positif ditegakkan berdasarkan
hasil pemeriksaan BTA positif, minimal dari satu spesimen. Pada daerah dengan
laboratorium yang tidak terpantau mutunya, maka definisi kasus TB BTA positif
bila paling sedikit terdapat dua spesimen dengan BTA positif (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

WHO merekomendasikan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan minimal


terhadap rifampisin dan isoniazid pada kelompok pasien berikut:

1. Semua pasien dengan riwayat pengobatan OAT. Hal ini dikarenakan TB


resistan obat banyak ditemukan terutama pada pasien yang memiliki
riwayat gagal pengobatan sebelumnya.
2. Semua pasien dengan HIV yang didiagnosis TB aktif. Khususnya mereka
yang tinggal di daerah dengan prevalensi TB resistan obat yang tinggi.
3. Pasien dengan TB aktif yang terpajan dengan pasien TB resistan obat.
4. Semua pasien baru di daerah dengan kasus TB resistan obat primer >3%.
5. Pasien baru atau riwayat OAT dengan sputum BTA tetap positif pada
akhir fase intensif. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan sputum BTA pada
bulan berikutnya (World Health Organization, 2020).

Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dapat dilakukan dengan 2 metode


diantarany: :

1. Metode konvensional uji kepekaan obat


Pemeriksaan biakan M.TB dapat dilakukan menggunakan 2 macam
medium padat (Lowenstein Jensen /LJ atau Ogawa) dan media cair MGIT
(Mycobacterium growth indicator tube). Biakan M.TB pada media cair
9

memerlukan waktu yang singkat minimal 2 minggu, lebih cepat


dibandingkan biakan pada medium padat yang memerlukan waktu 28-42
hari.
2. Metode cepat uji kepekaan obat (uji diagnostik molekular cepat)
Pemeriksaan molekular untuk mendeteksi DNA M.TB saat ini merupakan
metode pemeriksaan tercepat yang sudah dapat dilakukan di Indonesia.
Metode molekuler dapat mendeteksi M.TB dan membedakannya dengan
Non-Tuberculous Mycobacteria (NTM). Selain itu metode molekuler
dapat mendeteksi mutasi pada gen yang berperan dalam mekanisme kerja
obat antituberkulosis lini 1 dan lini 2. WHO merekomendasikan
penggunaan Xpert MTB/RIF untuk deteksi resistan rifampisin. Resistan
obat antituberkulosis lini 2 direkomendasikan untuk menggunakan second
line line probe assay (SL-LPA) yang dapat mendeteksi resistensi terhadap
obat antituberkulosis injeksi dan obat antituberkulosis golongan
fluorokuinolon. Pemeriksaan molekuler untuk mendeteksi gen pengkode
resistensi OAT lainnya saat ini dapat dilakukan dengan metode
sekuensing, yang tidak dapat diterapkan secara rutin karena memerlukan
peralatan mahal dan keahlian khusus dalam menganalisisnya. WHO telah
merekomendasi pemeriksaan molekular line probe assay (LPA) dan TCM,
langsung pada spesimen sputum (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2020).

2.2 Pengobatan Tuberkulosis


Berdasarkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Tuberkulosis, tujuan dilakukannya pengobatan TB adalah :

a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien


b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
c. Mencegah kekambuhan TB
d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
e. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat 2.

Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam


pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk
10

mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB. Pengobatan yang
adekuat harus memenuhi prinsip:

a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung


minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi
b. Diberikan dalam dosis yang tepat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas
menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap
awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

Tahapan pengobatan pasien TB terdiri dari 2 tahap yaitu tahap awal dan
tahap lanjutan:

a. Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang
ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil
kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus
diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara
teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun
setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
b. Tahap lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang
masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat
sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan
selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan setiap hari
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).
11

Tabel 1. Dosis Rekomendasi OAT Lini Pertama untuk Dewasa

Dosis Rekomendasi 3 kali per minggu


Obat Dosis Maksimum Dosis Maksimum
(mg/kgBB (mg) (mg/kgBB (mg)
Isoniazid (H) 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rifampisin (R) 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid (Z) 25 (20-30) - 35 (30-40) -
Etambutol (E) 15 (15-20) - 30 (25-35) -
Streptomisin (S) 15 (12-18) - 15 (12-18) -

2.3 Konsep Kepatuhan Minum Obat


2.3.1 Definisi Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata “Patuh” yang berarti suka menurut perintah,
taat kepada peritah dan aturan dan kedisiplinan. Kepatuhan adalah perilaku positif
penderita dalam mencapai tujuan terapi. Kepatuhan merupakan suatu bentuk
perilaku manusia yang taat pada aturan, perintah yang telah ditetapkan, prosedur
dan disiplin yang harus dijalankan (Rosa, 2018).

Perilaku pasien yang mentaati semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan
oleh kalangan tenaga medis, seperti dokter dan apoteker. Segala sesuatu yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satunya adalah
kepatuhan minum obat. Hal ini merupakan syarat utama tercapainya keberhasilan
pengobatan yang dilakukan (Wulandari, 2015). Kepatuhan adalah derajat dimana
pasien mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya. Menurut Sacket
dalam Niven (2002) kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan
ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan.

Teori ini berdasarkan tindakan seseorang yang mempengaruhi perilaku


yang berhubungan dengan kepatuhan minum obat dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors), faktor yang mendahului


perilaku seseorang yang akan mendorong untuk berperilaku yaitu
12

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai dan persepsi


yangmendorong seseorang atau kelompok untuk melakukan tindakan.
2. Faktor pendukung atau pendorong (enabling factors), faktoryang
memotivasi individu atau kelompok untuk melakukan tindakan yang
berwujud lingkungan fisik, tersedianya fasilitas dan sarana kesehatan,
kemudahan mencapai sarana kesehatan, waktu pelayanan, dan kemudahan
transportasi.
3. Faktor penguat (reinforce factors), mencakup sikap dan dukungan
keluarga, teman, guru, majikan, penyedia layanan kesehatan, pemimpin
serta pengambil keputusan (Wulandari, 2015).

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat penderita TB


paru
Faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat penderita tuberculosis
sebagai berikut:

1. Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi ketuntasan
pengobatan dimana TB, dimana semakin bertambahnya usia seseorang
dapat mempengaruhi produksi dari sel limfosit, semakin rendah sel
limfosit yang dihasilkan maka akan berpengaruh terhadap sistem imun.
Sistem imun yang rendah dapat mengakibatkan perlawan infeksi yang
dihasilkan kurang cepat bereaksi (Lestari, dkk., 2022).

Kematangan dalam berifikir didukung ketika seseorang semakin cukup


usia. Hal ini akan mendukung keteraturan seseorang dalam melakukan
sesuatu seiring bertambah dewasa. Pada negara berkembang, kategori
yang paling sering terkena TB Paru adalah mayoritas dibawah 50 tahun,
sedangkan di negara maju mayoritas diatas 50 tahun. Di Indonesia, pada
usia produktif (15-50 tahun) mempunyai mobilitas yang cukup tinggi. Hal
ini akan meningkatkan resiko terpapar bakteri TB Paru lebih tinggi
(Adhanty & Syarif, 2023 )

2. Jenis kelamin
13

WHO menyebutkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak


menyumbang kasus TB Paru dibanding dengan jenis kelamin perempuan.
Jenis kelamin dapat mempengaruhi ketuntasan pengobatan dilihat dari
pola hidup laki - laki yang cenderung lebih sering merokok dan
mengomsumsi alkohol yang dapat mempengaruhi daya tahan tubuh jika
pola hidup tersebut masih terus dilakukan pada masa pengobatan akan
mempengaruhi ketuntasan pengobatan TB. Laki-laki cenderung memiliki
aktivitas di luar rumah sehingga dapat juga meningkatkan resiko paparan
TB Paru (Dwiningrum, dkk., 2021; Lestari, dkk., 2022).
3. Lama Pengobatan
Seseorang yang sudah didiagnosis menderita TB Paru akan menjalani
terapi dalam dua tahap, yaitu tahapan pertama atau awal yang sering
disebut sebagai tahap intensif dan tahapan kedua yang sering disebut
sebagai tahap lanjutan. Ketika seorang penderita menjalani fase intensif,
maka akan mengkonsumsi obat selama 2 bulan selama setiap hari. Pada
tahap intensif harus dilakukan dengan teratur dan tepat sehingga
diharapkan dalam waktu dua minggu akan menurunkan resiko penularan.
Seseorang yang sudah melewati fase intensif akan melanjutkan
pengobatan selama 4 bulan berikutnya dengan konsumsi obat yang lebih
sedikit dari fase intensif. Pada fase lanjutan ini bertujuan untuk membasmi
atau membunuh kuman persister yang akan mencegah timbulnya
kekambuhan dikemudian hari. Lamanya pengobatan akan memicu seorang
penderita merasa jenuh sehingga akan mempengaruhi keteraturan dan
kepatuhan dalam mengkonsumsi OAT. Hal ini dapat menimbulkan
terjadinya resistensi obat terhadap bakteri yang masih tersisa dalam tubuh.
Terdapat hubungan antara lama pengobatan yang sedang dijalani terhadap
kepatuhan minum OAT. Lamanya pengobatan memiliki resiko 1,5 kali
membuat penderita tidak patuh dalam menjalani terapi (Dwiningrum,
Wulandari , & Yunitasari, 2021)
4. Efek Samping
Keluhan yang dialami penderita sehabis meminum obat merupakan efek
samping obat. Mual-mual, sakit kepala, nafsu makan menurun, muntah,
14

dan keluhan persendian adalah efek samping dari minum OAT. Hal ini
sering terjadi pada umumnya pada fase intensif yang harus mengkonsumsi
obat yang jumlahnya lebih dari satu jenis sehingga meningkatkan
ketidakpatuhan seorang pasien TB Paru untuk mengkonsumsi OAT (Astuti
& Aini, 2020)
5. Pendidikan
Pendidikan menjadi salah satu faktor dalam tingkat kepatuhan seseroang
dalam mengkonsumsi OAT. Pendidikan mampu menjadikan seseorang
memiliki tingkat pemahaman dan pengertian akan suatu hal sehingga dapat
memberikan suatu keputusan yang menjadi landasan seseorang untuk
hidup. Tingkat pendidikan yang rendah menjadikan seseorang memiliki
pengetahuan yang rendah tentang TB Paru. Hal ini berbeda dengan
seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi Kepatuhan
minum OAT akan lebih patuh pada tingkat pendidikan yang tinggi
dibanding dengan tingkat pendidikan yang rendah (Dwiningrum,
Wulandari , & Yunitasari, 2021).
6. Dukungan keluarga
Keluarga merupakan petugas yang mempunyai fungsi sebagai pengawas
dan pemberi dukungan. Salah satu pengawasan yang dilakukan yaitu
memastikan seorang pasien TB paru untuk patuh dalam terapi yang sedang
dijalani. Dukungan yang diberikan yang mampu menaikkan keberhasilan
yaitu menjadi pengingat untuk mengkonsumsi obat dan tidak lupa untuk
memberikan semangat untuk rajin dalam mengkonsumsi obat (Astuti &
Aini, 2020).

2.4 Alat Ukur Kepatuhan Minum Obat Penderita Tuberkulosis


Instrumen yang sering digunakan untuk menilai kepatuhan minum obat
penderita TB, yaitu:

Tabel 2. Instrumen Kepatuhan Minum Obat

Morinsky Kuesioner Adherence Morisky scale Medication


Medication (MMAS-8) merupakan salah satu kuesioner yang dapat
Adherence Scale digunakan untuk mengukur kepatuhan minum obat.
15

Eight-item (MMAS- Kuesioner ini terdiri dari 8 pertanyaan dengan 2 pilihan


8) jawaban jawaban (ya dan tidak). Alat ukur ini telah diuji
dan dinyatakan valid dan realibel (Sinuraya, 2018)
Brief Medication Kuesioner ini digunakan untuk mengeksplore perilaku
quesrionnaire pengambilan obat pasien dan hambatannnya dalam
(BMQ) kepatuhan. terdiri dari 5 item regimen screen yang
menanyakan bagaimana pasien minum obat setiap hari
dalam seminggu terakhir, 2- item belief screen untuk
menanyakan efek obat dan fitur yang menggagu dan 2
item recall screen entang kemungkinan kesulitan
mengingat. alat ukur ini valid dan realiber dengan nilai
crombach alfa 0.66 (Wahyudi, dkk., 2021)
Medication MARS-5 terdiri dari 5 item yang menggambarkan
Adherence report perilaku tidak patuh (“Saya lupa minum obat / Saya
Scale (MARS) mengubah dosis obat / Saya berhenti minum obat untuk
sementara / Saya memutuskan untuk melewatkan satu
dosis / Saya meminum kurang dari diinstruksikan”):
pasien diminta untuk mengevaluasi seberapa sering
mereka mengadopsi setiap perilaku dengan skala 5 poin,
mulai dari “selalu” hingga “tidak pernah” (1–5 poin).
Skor total skala berkisar dari 5 (kepatuhan terendah)
hingga 25 poin (kepatuhan maksimal) (Scribano,
Caprioli, & Michielan, 2019)
The Self-efficacy for Kuesioner SEAMS berfokus pada self efficacy dalam
appropriate mengukur hambatan untuk kepatuhan minum obat.
medication use scale kuesioner ini terdiri dari 13 item, dan 3 point skala likert.
(SEAMS) alat ini telah di uji dengan nilai reabilitas 0.89 dan 0.88
sehingga dinyatakan valid dan realibel (Lamarche,
Tejpal, & Mangin, 2018)
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian


Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif observasional dengan
pendekatan crosss sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu
pengukuran atau observasi data dalam satu kali pada satu waktu (Sahir , 2021).
Hal ini berarti bahwa setiap subjek penelitian hanya diobservasi satu kali saja dan
pengukuran variabel subjek juga dilakukan pada saat itu pula, sehingga pada studi
cross sectional tidak diperlukan suatu pemeriksaan/ pengukuran ulangan

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Upt Blud Puskesmas Aikmel kecamatan
Aikmel kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.

3.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Upt Blud Puskesmas Aikmel. Penelitian ini
dilakukan pada periode November 2023.

3.3. Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien TBC rawat jalan yang
masuk ke bagian farmasi Upt Blud Puskesmas Aikmel.

3.3.2 Sampel
Sampel penelitian diambil dengan menggunakan rumus dasar perhitungan
sampel Slovin. Sebelum menggunakan rumus ini, pertama ditentukan berapa batas
toleransi kesalahan. Metode pengambilan sampel pada penelitian adalah
accidental sampling. Batas toleransi kesalahan dinyatakan dengan persentase,
semakin kecil toleransi kesalahan, semakin akurat sampel menggambarkan
populasi. Penelitian dengan batas kesalahan 10% berarti memiliki tingkat akurasi
90% (Machal, 2021).

16
17

dimana

n: Ukuran sampel/jumlah responden


N: Ukuran populasi
e: Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel
yang masih bisa ditolerir
e: 0,1

Dalam rumus Slovin ada ketentuan sebagai berikut:

Nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar

Nilai e = 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil

Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari teknik Solvin adalah antara
10-20 % dari populasi penelitian. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah
sebanyak 275 pasien TBC rawat jalan ,sehingga presentase kelonggaran yang
digunakan adalah 10% dan hasil perhitungan dapat dibulatkan untuk mencapai
kesesuaian. Maka untuk mengetahui sampel penelitian, dengan perhitungan
sebagai berikut:

Berdasarkan perhitungan diatas sampel yang mejadi responden dalam


penelitian ini di sesuaikan menjadi sebanyak 60 orang atau sekitar 41.4% dari
seluruh pasien TBC rawat jalan, hal dilakukan untuk mempermudah dalam
pengolahan data dan untuk hasil pengujian yang lebih baik. Sampel yang diambil
berdasarkan teknik probability sampilng; simple random sampling, dimana
peneliti memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota pupulasi untuk
dipilih menjadi sampel yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata
yang ada dalam populasi itu sendiri.
18

3.3.3 Kriteria Inklusi


1. Pasien yang pernah berkunjung ke Upt Blud Puskesmas Aikmel minimal
satu kali di instalasi farmasi Upt Blud Puskesmas Aikmel.
2. Pasien yang bersedia mengisi kuisioner.

3.3.4 Kriteria Eksklusi


1. Pasien yang tidak mengisi kuisioner penelitian secara lengkap.

3.4. Definisi Operasional Variabel


Variabel penelitian adalah komponen yang sudah ditentukan oleh seorang
peneliti untuk diteliti agar mendapatkan jawaban yang sudah dirumuskan yaitu
berupa kesimpulan penelitian (Sahir , 2021). Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tingkat kepatuhan pasien TB paru dalam meminum obat anti
tuberkulosis.

1. Upt Blud Puskesmas Aikmel adalah sarana fasilitas kesehatan yang


dijadikan sebagai lokasi pengambilan data tingkat kepatuhan penderita
tuberkulosis dalam mengkonsumsi obat anti tuberkulosis.
2. Responden adalah pasien tuberkulosis yang bersedia dijadikan subjek uji
dalam penelitian dengan cara mengisi kuesioner.
3. OAT (obat anti tuberkulosis) adalah obat-obat tuberculosis yang
dikonsumsi oleh penderita tuberkulosis.
4. Kepatuhan pasien adalah tolak ukur pasien TB paru dalam meminum obat
secara rutin sesuai dengan terapi pengobatan.
5. Morinsky Medication Adherence Scale Eight-item (MMAS-8) adalah
salah satu metode pengisian kuesioner yang berisikan 8 pertanyaan terkait
kepatuhan penderita tuberculosis dalam mengkonsumsi OAT.
6. Formulir Informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh
responden kepada peneliti untuk bersedia menjadi responden setelah
mendapatkan penjelasan dari peneliti yang bersangkuta.
7. Formulir sosiodemografi adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
tingkat kepatuhan pasien di Upt Blud Puskesmas Aikmel yang meliputi
jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan.
19

3.5. Instrumen Penelitian


Alat yang digunakan oleh peneliti untuk melakukan penelitian tingkat
kepatuhan adalah :

1. Formulir Informed consent


2. Formulir sosiodemografi
3. Kuesioner MMAS
4. Data Pengobatan Pasien

3.6. Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel purposive
sampling yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh
peneliti sendiri berupa kriteria inklusi dan kriteria eksklusi (Machal, 2021).
Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuisioner dari pasien. Kuesioner
yang digunakan untuk mengukur kepatuhan pasien adalah kuesioner Morisky
Medication Adherence Scale (MMAS). Sebelum diberikan kuisioner, responden
akan diberikan penjelasan tentang penelitian dan terkait isi dari kuisioner. Setelah
diberikan penjelasan responden berhak menentukan ketersediannya dalam
penelitian dengan menandatangani informed consent .

3.7. Pengolahan dan Analisis Data


Pada penelitian ini analisis data yang digunakan secara deskriptif yang
bertujuan untuk memperoleh gambaran dari hasil penelitian data yang dihasilkan
berupa grafik dan persentase menggunakan Microsoft Excel dan pengolahan
menggunakan distribusi frekuensi dengan persen. Data hasil wawancara
dimasukkan ke dalam kolom-kolom kuesioner yang telah tersedia yang meliputi
data kerakteristik pasien dan data tingkat kepatuhan pasien. Hasil dari pengolahan
data tersebut kemudian dibandingkan terhadap teori yang telah ada.
20

3.8. Alur Penelitian


Skema penelitian dapat di gambarkan sebagai berikut:

Pembuatan Proposal Penelitian

Pembuatan Surat Izin

Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuisioner dari
pasien yang telah bersedia dan menandatangani informed
consent

Pengolahan data

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan saran


DAFTAR PUSTAKA

Adhanty, S., & Syarif, S. (2023 ). Kepatuhan Pengobatan pada Pasien


Tuberkulosis dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya: Tinjauan
Sistematis. Jurnal Epidemiologi Kesehatan IndonesiaVolume 7 Juni- 2023
No. 1, Volume 7, No. 1, Hal. 7-14.
Astuti, & Aini, L. (2020). Hubungan Antara Efek Samping Obat Anti
Tuberculosis (Oat) Dan Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) Dengan
Kepatuhan Pengobatan Pada Penderita Tuberculosis (TB) Paru. Jurnal
Ilmiah Multi Science Kesehatan, Volume 12, Nomor 2, Hal. 24-34.
Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur. (2022). Profil Kesehatan Kabupaten
Lombok Timur Tahun 2022 . Lombok Timur: Dinas Kesehatan Kabupaten
Lombok Timur.
Dwiningrum, R., Wulandari , R. Y., & Yunitasari, E. (2021). Hubungan
Pengetahuan dan Lama Pengobatan TB Paru dengan Kepatuhan Minum
Obat pada Pasien TB Paru Di Klinik Harum Melati. Jurnal Aisyah: Jurnal
Ilmu Kesehatan, Volume 6, No.1, Hal. 209–214.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberculosis . Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tatalaksana Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Lamarche, L., Tejpal, A., & Mangin, D. (2018). Self-efficacy for medication
management: a systematic review of instruments. Patient Preference and
Adherence, Vol. 12, Hal. 1279–1287.
Lestari, N. P., Dedy, M. A., Artawan, I. M., & Febianti , I. (2022). Perbedaan Usia
Dan Jenis Kelamin Terhadap Ketuntasan Pengobatan Tb Paru Di
Puskesmas Di Kota Kupang. Cendana Medical Journal , Nomor 1, Hal.
24-31.
Machal, I. (2021). METODE PENELITIAN KUANTITATIF :Panduan Praktis
Merencanakan, Melaksanakan dan Analisis dalam Penelitian Kuantitatif.
Yogyakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Niven, N. (2002). Perilaku Kesehatan dalam Psikologi Kesehatan edisi kedua.
Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC.
Ritonga, I. L., & Manurung, A. P. (2022). Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan
Pengobatan Tbc Pada Penderita TBC Di Rsu Imelda Pekerja Indonesia.
Jurnal Ilmiah Keperawatan IMELDA, Vol. 8, No. 2, Hal. 107-112.

21
22

Rosa, E. M. (2018, Januari 27). Kepatuhan (Compliance). Retrieved Oktober 23,


2023, from UMY MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT:
https://mars.umy.ac.id/kepatuhan-compliance/
Sahir , S. H. (2021). Metodologi Penelitian. Bantul: Penerbit KBM Indonesia.
Scribano, M. L., Caprioli, F., & Michielan, A. (2019). Translation and initial
validation of the Medication Adherence Report Scale (MARS) in Italian
patients with Crohn’s disease. ELSEVIER, 640-674.
Sinuraya, R. K. (2018). Pengukuran Tingkat Kepatuhan Pengobatan Pasien
Hipertensi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di Kota Bandung.
Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Vol. t, No. 2, Hal. 124-131.
Sundari, A. R. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan
Pasien Terhadap Pengobatan Tuberkulosis Paru di Lima Puskesmas Se-
kota Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Riau , Vol. 4, No. 2, Hal. 1–20.
Wahyudi, A., Oktianti, D., Karminingtyas, S. R., Ramadhan, E. F., & Setyadi, A.
D. (2021). Hubungan Medication Beliefs Terhadap Kepatuhan Minum
Obat Antihipertensi Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II. JCPS (Journal
of Current Pharmaceutical Sciences), Vol. 4 No. 2 .
World Health Organization. (2020). Global Tuberculosis Report 2020. Norway:
World Health Organization.
Wulandari, D. H. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kepatuhan Pasien Tuberkulosis Paru Tahap Lanjutan Untuk Minum Obat
di RS Rumah Sehat Terpadu Tahun 2015. Jurnal Administrasi Rumah
Sakit, Volume 2, Nomor 1, Hal. 17-28.
23

LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Persetujuan (Informed Consent)

TINGKAT KEPATUHAN PENGGUNAAN OBAT OAT PADA


PENDERITA TBC DI UPT BLUD PUSKESMAS AIKMELL

PERSETUJUAN PENGAMBILAN DATA


INFORMED CONSENT

Saya telah mendapatkan penjelasan dan mengerti mengenai penelitian


“Tingkat Kepatuhan Penggunaan Obat Oat Pada Penderita Tbc Di Upt Blud
Puskesmas Aikmell” oleh Ayu Lestari Mulyana (4820119114), mahasiswa
program studi Farmasi Universitas Qamarul Huda Badaruddin Bagu. Saya bersedia
mengisi kuesioner ini sebagai bentuk partisipasi saya terhadap penelitian ini.

Lombok Timur, November 2023

Responden
24

Lampiran 2. Data Demografi Responden


25

Lampiran 3. Lembar Kuesioner Kepatuhan Pasien

Anda mungkin juga menyukai