Anda di halaman 1dari 52

PROPOSAL SKRIPSI

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA


PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) DI RS PKU
MUHAMMADIYAH BANTUL

Oleh :

Yulita Kolong
19331048

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AKBIDYO
YOGYAKARTA
2023
Lembar Persetujuan

Proposal Skripsi

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI


SALURAN KEMIH (ISK) DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH
BANTUL

Telah memenuhi syarat dan disetujui untuk diseminarkan


Proposal Skripsi di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan AKBIDYO Yogyakarta

Tanggal 25 januari 2023

Disusun Oleh:

Yulita Kolong

NIM: 19331048

Dosen Penguji : Apt. M. Alif Fajri M.Pharm. .......tanggal....


Dosen Pembimbing I : Apt. Melia Eka Rosita M.Pharm., Sci .......tanggal....

Dosen Pembimbing II : Apt. Aji Tetuko, M. Sc .......tanggal....

Ketua Program Studi S1 Farmasi

Apt. Aji Tetuko, M. Sc.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi ini dengan judul

‘’RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) DI RUMAH SAKIT PKU

MUHAMMADIYAH BANTUL” Proposal ini disusun untuk memenuhi salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) di Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Abidyo Yogyakarta.

Proses pembuatan proposal skripsi penulis menyadari telah mendapat banyak

bantuan, bimbingan, dukungan dan semangat dari berbagai pihak, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Bersama ini perkenankan saya mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Bdn. Endang Khorunnisa, S.ST.Keb., M.Kes selaku ketua Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Akbidyo Yogyakarta.

2. Bapak Apt. Aji Tetuko, M. Sc. selaku ketua program studi Sarjana Farmasi.

3. Ibu Apt. Melia Eka Rosita, M.Pharm., S.ci selaku dosen pembimbing I.

4. Bapak Apt. Aji Tetuko, M. Sc. selaku dosen pembimbing II.

5. Seluruh Dosen di program studi Sarjana Farmasi yang telah memberikan

bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

6. Keluarga dan teman-teman program studi sarjana Farmasi yang selalu

memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan proposal skripsi

ini.

ii
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis memohon

maaf apabila terdapat hal-hal yang kurang berkenan serta penulis mengharapkan

saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga proposal

ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan dan dapat memberikan

sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan terutama di bidang kefarmasian.

Yogyakarta...............................2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ..ii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iii


DAFTAR TABEL ..................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. v


BAB I ......................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 4
E. Keaslian Penelitian ............................................................................... 5
BAB II ........................................................................................................ 6

TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 6
A. Landasan Pustaka ................................................................................. 6
1. Antibiotik ....................................................................................... 6
a. Definisi Antibiotik .................................................................. 6
b. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik ..................................... 12
2. Infeksi saluran kemih (ISK) ......................................................... 16
a. Definisi infeksi saluran kemih (ISK) ..................................... 16
b. Klasifikasi ............................................................................ 16
c. Patofisiologi ......................................................................... 17
d. Epidemiologi ........................................................................ 18
e. Tanda dan Gejala .................................................................. 19
f. Tatalaksana .......................................................................... 20
3. Evaluasi Penggunaan Antibiotik .................................................. 25
4. Rumah Sakit ................................................................................ 35
B. Kerangka Konsep ............................................................................... 36
BAB III..................................................................................................... 37
METODE PENELITIAN .......................................................................... 37

A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................... 37


B. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 37

iv
C. Subjek Penelitian .......................................................................... 37
D. Variabel Penelitian ....................................................................... 37
E. Instrumen Penelitian ..................................................................... 37
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 37
G. Prosedur Penelitian ........................................................................ 38
H. Analisis data .................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 41

v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Keaslian Penelitian....................................................................................4
Tabel 2. Terapi antibiotik ISK menurut Guideline on urological infections...........9
Tabel 3. Dosis terapi parenteral...............................................................................9
Tabel 4. Terapi antibiotik berdasarkan IDAI 2011..................................................9
Tabel 6. Range dosis berdasarkan IONI 2014.......................................................10
Tabel 7. Kategori penilaian penggunaan antibiotik berdasarkan alur gyssens......29

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Patofisiologi ISK ......................................................................... 18


Gambar 2. Algoritma ISK ............................................................................. 24
Gambar 3. Diagram alir penilaian kualitas antibiotik metode gyssens ............ 23
Gambar 4. Kerangka konsep penelitian ......................................................... 35
Gambar 5. Alur jalannya penelitian .............................................................. 38

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan semakin meningkat seiring dengan perkembangan

penyakit, salah satunya yaitu infeksi saluran kemih (ISK). ISK diartikan

sebagai terdapatnya bakteri, jamur atau virus dalam jumlah yang

signifikan di dalam kandung kemih (Kurniawan, 2019). ISK dapat

menyerang pasien dari segala usia mulai dari bayi hingga orang tua. Pada

umumnya wanita lebih sering mengalami ISK jika dibandingkan dengan

pria, hal ini dikarenakan uretra wanita lebih pendek dari uretra pria.

Namun pada masa neonatus ISK lebih banyak terdapat pada bayi laki-laki

(2,7%) yang tidak menjalani masa sirkumsisi jika dibandingkan dengan

bayi perempuan (0,7%). Semakin bertambahnya usia, insiden ISK terbalik

yaitu pada masa sekolah, ISK pada anak perempuan 3% dan pada anak

laki-laki 1,1%. Insiden ISK pada usia remaja meningkat 3,3-5,8%.

Bakteriuria asomatik pada wanita usia 18-40 tahun adalah 5-6% dan angka

ini meningkat menjadi 20% pada wanita lanjut usia (Purnomo, 2003).

Menurut National Kidney and Urologic Disease Information

Clearinghouse (NKUDIC) ISK menempati urutan kedua infeksi yang

sering menyerang setelah infeksi pernafasan dengan jumlah 8,3 juta

pertahun (NKUDIC, 2012). ISK seringkali dianggap penyakit yang tidak

berbahaya, tetapi penyakit ini cukup menjadi beban bagi penderitanya.

Jumlah penderita penyakit ISK di Indonesia masih cukup banyak, yaitu

1
2

mencapai 95 kasus per 100.000 penduduk pertahunnya atau sekitar

180.000 kasus baru pertahunnya (Depkes RI, 2014). ISK termasuk dalam

kelompok penyakit tidak menular. Peningkatan status ekonomi, perubahan

gaya hidup dan efek modernisasi menyebabkan prevalensi penyakit tidak

menular diikuti dengan pergeseran dominasi penyebab kematian di Daerah

Istimewa Yogyakarta yang semula karena penyakit menular menjadi

penyakit tidak menular sejak tahun 1977 (Dinkes DIY, 2017). Berdasarkan

data dari dinas kesehatan Bantul pada tahun 2019 dengan Infeksi Saluran

Kemih (ISK) sebanyak 619 kasus. Dengan total kasus baru sebanyak 44

kasus pada laki-laki dan 90 kasus pada perempuan. Dan kemudia total

kasus lama sebanyak 158 kasus pada laki-laki dan 327 kasus pada

perempuan (Dinkes Bantul, 2019).

Obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi yaitu antibiotik.

Antibiotik merupakan suatu substansi antimikroba yang berasal dari suatu

mikroorganisme atau suatu zat sintetik yang dapat menghambat kerja dari

suatu mikroorganisme lain (IAUI, 2015). Penggunaan antibiotik secara

rasional didefinisikan sebagai meresepkan obat yang tepat, tepat pasien,

tepat indikasi dan tepat informasi serta waspada terhadap efek samping.

Pemilihan antibiotik berperan penting dalam pengobatan ISK karena jika

terjadi kesalahan pemilihan antibiotik maka dapat meningkatkan toksisitas

dan resistensi (Permenkes, 2011). Resistensi tidak dapat dihilangkan akan

tetapi dapat diperlambat dengan cara penggunaan antibiotik yang baik dan

benar (Kemenkes, 2011).


3

Banyaknya kasus ISK yang terjadi bisa mempengaruhi kondisi

kesehatan pasien sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien infeksi saluran

kemih (ISK) di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran penggunaan antibiotik pada pasien infeksi

saluran kemih (ISK) ?

2. Bagaimana rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien infeksi

saluran kemih (ISK) di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana rasionalitas penggunaan antibiotik pada

pasien infeksi saluran kemih (ISK) di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Bantul.

2. Tujuan Khusus

1) Untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien

ISK berdasarkan kriteria 4T (tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien,

tepat dosis).

2) Untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik berdasarkan

kriteria gyssens.
4

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat di bidang-bidang berikut ini :

1. Rumah sakit

Sebagai tambahan data ilmiah bagi Rumah sakit PKU Muhammadiyah

Bantul yang dapat digunakan untuk meningkatkan rasionalitas

penggunaan obat dan sebagai acuan tenaga farmasi dan tenaga medis

lainnya dalam penggunaan antibiotik yang lebih rasional.

2. Instansi

Sebagai data ilmiah yang dapat digunakan untuk bahan pembelajaran

mengenai rasionalitas penggunaan antibiotik.

3. Peneliti

Sebagai bahan acuan untuk penelitian lain yang berkaitan dengan

rasionalitas penggunaan antibiotik.

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian Penelitian


Penelitian Judul penelitian Metodologi Perbedaan
Retno Dwi Rasionalitas Tempat Penelitian ini menggunakan
Hartanti, penggunaan penelitian : metode deskriptif dengan data
Nur antibiotik pada instalasi yang diambil secara retrospektif.
Oktavia, pasien infeksi rawat inap Populasi penelitian ini adalah
Aurelia Da saluran kemih RSUD Soe. seluruh data rekam medis pasien
Silva. di instalasi rawat inap dengan diagnosa ISK di
Tahun rawat inap RSUD Soe. Sampel pada
2020 RSUD Soe penelitian ini yaitu seluruh data
rekam medis pasien ISK tahun
2018 yang disesuaikan dengan
kriteria inklusi.
Angelica Evaluasi Tempat Penelitian ini merupakan
Inez, rasionalitas penelitian : penelitian observasional dengan
5

Nurmainah penggunaan Rawat inap rancangan potong lintang (cross


, Ressi antibiotik pada rumah sakit sectional) bersifat deskriptif.
sussanti. pasien anak universitas Pengumpulan data dilakukan
Tahun rawat inap di tanjungpura. secara retrospektif berdasarkan
2018 Rumah Sakit data rekam medis pasien anak
Universitas rawat ina di rumah sakit
tanjung pura universitas tanjungpura.
periode januari-
juni 2018.
Wirda Evaluasi Tempat Penelitian ini merupakan
Anggraini, Kualitatif penelitian : penelitian observasional dengan
Tiffany penggunaan RSUD menggunakan desain penelitian
Maulida antibiotik pada Kanjuruhan cross sectional. Pengambilan data
Candra, infeksi saluran kabupaten dilakukan secara retrospektif
Sitti kemih dengan malang. selama bulan september-november
Maimunah, metode Gyssens 2019 dan menggunakan 27 data
Hajar S. rekam medik pasien ISK rawat
Tahun inap.
2020
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Pustaka

1. Antibiotik

a. Definisi Antibiotik
Antibiotik adalah suatu obat yang digunakan untuk membunuh

atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotika dapat ditemukan

dalam beberapa bentuk sediaan dan penggunaannya dapat melalui

berbagai jalur pemberian seperti secara topikal, oral, maupun

intravena (Jensen et al., 2018) Antibiotik ada yang memiliki

spektrum luas dan spektrum sempit serta selektif terhadap jenis

bakteri tertentu (IAUI, 2015).

Antibiotik merupakan salah satu senjata paling ampuh untuk

memerangi infeksi yang mengancam jiwa pada hewan maupun

manusia (Antibiotic resistance threats in the United States, 2019).

Antibiotik yang membunuh bakteri disebut bakterisidal, sedangkan

antibiotik yang menghambat pertumbuhan bakteri disebut

bakteriostatik (Etebu and Arikekpar, 2016).

Menurut Radji (2015), antibiotik dapat digolongkan berdasarkan

mekanisme kerjanya, antara lain :

1) Antibotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri,

misalnya golongan penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin

dan sikloserin.

6
7

2) Antibiotik yang mengganggu fungsi dari selaput atau membran

sel bakteri, misalnya polimiksin.

3) Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel bakteri,

mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan

makrolida, aminoglikosida, tetrasiklin, kloramfenikol dan

linkomisin.

4) Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel bakteri,

misalnya golongan kuinolon dan rifampisin.

5) Antibiotik yang menghambat metabolisme sel bakteri, misalnya

golongan sulfonamide, trimetoprim dan asam p-Amino salisilat.

Golongan antibiotik berdasarkan luas aktivitasnya adalah sebagai

berikut (Gallagher dan Macdougal, 2018) :

a) Antibiotik narrow-spectrum (spektrum sempit) yaitu hanya aktif

terhadap beberapa jenis mikroba saja. Misalnya, penisilin G dan

penisilin V, klindamisin, ertromisin, kanamisin dan asam fusidat

yang hanya bekerja terhadap bakteri gram positif, sedangkan

spektromisin hanya untuk bakteri gram negatif

b) Antibiotik broad-spectrum (spektrum luas) yaitu antibiotik yang

bekerja terhadap jenis bakteri gram positif dan gram negatif.

Artinya, mencakup berbagai jenis bakteri sehingga disebut

antibiotik spektrum luas. Misalnya , ampisilin, sulfonamida,

sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin dan rifampisin.


8

Tabel 2. Terapi antibiotik ISK menurut Guideline on urological


infections ISK tanpa komplikasi akut/sistitis pada wanita
premonopous (Grabe et al, 2015)

Antibiotik Dosis harian Durasi terapi Komentar


Pilihan pertama
Fosfomicin trimetamol 3 g dosis 1 hari
tunggal
Nitrofurantoin 100 mg 5 hari Menghindari
defisiensi G6P6
Pivmecillinam 400 mg 3 kali 3 hari
Alternatif
Ciprofloxacin Tidak selama
kehamilan
Lefloxacin Tidak selama
kehamilan
Ofloxacin Tidak selama
kehamilan
sefalosporin 500 mg 2 kali 3 hari
(sefadroxil)
Jika pola resistensi lokal dikenal (E. Colli resisten <20%)

TMP 200 mg 2 kali 5 hari TMP tidak


diberikan pada
trimester pertama
kehamilan
TMP-SMX 160/800 mg 2 3 hari SMX tidak dalam
kali trimenon terakhir
kehamilan

Keterangan :
G6PD : dehidrogenase-glukosa-6-fosfat
TMP : Trimethoprim
SMX : sulphamethoxazole
9

Tabel 3. Terapi antibiotik ISK menurut Guideline on urological


infections ISK tanpa komplikasi akut/piolenofritis pada
wanita premonopous dengan terapi oral (Grabe et al, 2015)

Antibiotik Dosis Durasi


Ciprofloxacin 500-750mg 2 x sehari 7-10 hari
Levofloxacin 500mg 4 x sehari 7-10 hari
Levofloxacin 750mg 4x sehari 5 hari
Alternatif (klinis tapi tidak mikrobologi setara efikasi dibandingkan dengan
flouroquinolones)

Cefpodoxime proxetil 200mg 2 kali sehari 10 hari


Ceftibuten 400mg 4 kali sehari 10 hari
Hanya jika diketahui pathogen rentan ( tidak untuk terapi empiris awal)

Trimethoprin 160/800mg 2 kali sehari 14 hari


sulphamethoxazole
Co-amoxiclav 0,5/0,125 g 3 kali sehari 14 hari

Tabel 4. Dosis terapi parenteral (Grabe et al, 2015)

Antibiotik Dosis harian


Ciprofloxacin 500 mg 2 x sehari
Levloxacin 250-500 mg 4 x sehari
Levloxacin 750 mg 4 x sehari
Alternatif
Cefotaxime 2 g 3 x sehari
Ceftriaxone 1-2 g 4 x sehari
Cefepinem 1-2 g 3 x sehari
Co-amoxiclav 1,5 g 3 x sehari
Piperacillin/tazobactam 2,5-4,5 g 3 x sehari
Gentamicin 5 mg/kg 4 x sehari
Amikasin 15 mg/kg 4 x sehari
Ertapenem 1 g 4 x sehari
Imipenem/cilastatin 0,5 g 3 x sehari
Meropenem 1 g 3 x sehari
Doripenem 0,5 g 3 x sehari
Catatan : fluoroquinolons kontraindikasi selama kehamilan.
10

Tabel 5. Terapi antibiotik berdasarkan IDAI (2011)

Pilihan antibiotik parenteral pada pasien ISK pediatri

Jenis antibiotik Dosis perhari


Seftriakson 75mg/KgBB/hari
Sefotaksim 150-300mg/KgBB/hari dibagi setiap 6
jam
Seftazidim 150mg/KgBB/hari dibagi setiap 6 jam
Sefazolin 50mg/KgBB/hari dibagi setiap 8 jam
Gentamisin 7,5mg/KgBB/hari dibagi setiap 6 jam

Amikasin 15mg/kgBB/hari dibagi setiap 12 jam


Tobramisin 5mg/ kgBB/hari dibagi setiap 8 jam
Tikarsilin 300mg/KgBB/hari dibagi setiap 6 jam
Ampisilin 100mg/KgBB/hari dibagi setiap 6 jam

Tabel 6. Range dosis berdasarkan IONI 2014

No Nama antibiotik Range dosis


Golongan sefalosporin
1 Sefiksim Usia ≤6 bulan dan ≤45kg:
oral: 8mg/KgBB/hari dibagi dalam 12-24 jam
(max: 400mg/hari)
Berdasarkan berat badan (sediaan oral):
5 sampai <7,6kg: 50mg/hari
7,6 sampai <10,1kg: 80mg/hari 10,
1 sampai <12,6kg: 100mg/hari
12,6 sampai <20,6kg: 150mg/hari 20,6
sampai <28,1kg: 200mg/hari
28,1 sampai <33,1kg: 250mg/hari
33,1 sampai <40,1kg: 300mg/hari 40,
1 sampai ≤45 kg: 350mg/hari BB>45kg dan
usia >12tahun menggunakan dosis dewasa
(oral: 400mg/hari dibagi setiap 12-24 jam)
2 Seftriakson IM,IV: 50-100mg/KgBB/hari dalam 1-2 dosis
terbagi (max: 4000mg/hari)
11

3 Sefizoksim Usia ≥6
bulan Infeksi ringan-sedang
IV,IM : 40-80mg/KgBB/hari terbagi dalam
2-4 dosis Infeksi berat IV,IM:
120mg/KgBB/hari
4 Sefotaksim <50kg: IM,IV: 50-180mg/KgBB/hari dibagi
setiap 4-6 jam (max:12g/hari)
Golongan kuinolon
5 Asam pipetida Oral: 15-20mg/KgBB/hari terbagi dalam 2
dosis
Golongan makrolida
6 Azitromisin Oral: 5-12mg/kg satu kali sehari (max:
500mg/hari) atau 30mg/kg sebagai single
dose (max:1500mg/hari)
Golongan
aminoglikosida
7 Amikasin IM, IV: 5-7,5mg/KgBB/dose tiap 8 jam

Golongan sulfonamide
8 Kotrimoksazol Infeksi ringan-sedang:
Oral: 8mg TMP/kg/hari dalam dosis terbagi
setiap 12 jam
Infeksi berat:
Oral: 15-20mg TMP/kg/hari dalam dosis
terbagi setiap 6 jam IV: 8-12mg TMP/kg/hari
dalam dosis terbagi setiap 8-12 jam
12

b. Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

Rasionalitas penggunaan antibiotik diartikan sebagai hanya

menggunakan obat-obatan yang sudah terbukti efektifitas dan

keamanannya dengan uji klinik. Kriteria rasionalitas penggunaan

antibiotik mencakup tepat indikasi, tepat obat, tepat penderita, tepat

dosis dan cara pemakaian, serta waspada terhadap efek samping

(Kemenkes RI, 2011).

1. Tepat Indikasi

Tepat indikasi dipakai untuk menentukan apakah antibiotik

yang diberikan sesuai dengan keperluan dan farmakoterapi

serta kemanfaatannya. Pemilihan obat mengacu pada diagnosa

yang ditegakkan, jika diagnosa yang ditegakkan tidak sesuai

maka obat yang dipakai juga tidak akan memberikan efek yang

dibutuhkan.

2. Tepat obat

Jenis obat yang dipilih harus memenuhi beberapa

pertimbangan, yakni :

a. Keamanan dan kemanfaatan obat harus sudah terbukti

secara pasti.

b. Obat mempunyai efektifitas yang sudah terbukti.

c. Jenis antibiotik harus sesuai dengan sensitivitas dari

dugaan kuman penyebab berdasarkan terapi empirik atau


13

sesuai dengan hasil uji sensitifitas terhadap kuman

penyebab jika uji sensitifitas dilakukan.

d. Derajat penyakit pasien mencakup pasien dengan penyakit

berat membutuhkan obat yang bisa cepat mencapai kadar

obat dalam plasma dan cepat membunuh kuman penyebab

infeksi.

e. Risiko dari pengobatan dipilih yang paling kecil untuk

pasien dan seimbang dengan manfaat yang akan

didapatkan. Risiko pengobatan meliputi toksisitas obat,

efek samping dan interaksi dengan obat lain.

f. Biaya obat paling sesuai untuk alternatif-alternatif obat

dengan manfaat dan keamanan yang sama dan dapat

dijangkau oleh pasien.

g. Jenis obat yang mudah didapatkan.

h. Cara pemakaian yang cocok dan mudah diikuti pasien.

i. Sesedikit mungkin kombinasi obat atau jumlah jenis obat.

3. Tepat Pasien

Tepat pasien merupakan kesesuaian pemilihan obat yang

mempertimbangkan keadaan pasien sehingga tidak memicu

kontraindikasi kepada pasien.


14

4. Tepat dosis

Dosis, cara dan lama pemberian obat berpengaruh terhadap

efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya

untuk obat yang dengan rentang terapi sempit akan sangat

berisiko timbulnya efek samping.

5. Tepat cara pemberian

Cara pemberian obat yang tidak tepat akan mengurangi

ketersediaan obat dalam tubuh.

6. Waspada terhadap efek samping

Pemberian obat potensial dapat memicu efek samping, yaitu

efek yang tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat

dengan dosis terapi.

c. Prinsip penggunaan antibiotik secara rasional

Penggunaan antibiotik haruslah berdasarkan bukti yang kuat

termasuk evaluasi selama penggunaan terapi infeksi. Pembuktian

kultur bakteri dengan polymerase chain reaction (PCR) adalah salah

satu cara cepat untuk membuktikan jenis infeksi berbasis DNA yang

objektif. Antibiotik digunakan hanya jika memberikan keuntungan

klinik yang nyata (Rogers et al., 2012).

Pemberian antibiotik dilakukan dengan mempertimbangkan

beberapa hal yaitu :

1. Mengonfirmasi infeksi berdasarkan pada gejala klinik dan tanda

infeksi seperti tanda demamdengan suhu 38˚C atau lebih. Secara


15

klinis dapat dilakukan investigasi mikroorganisme berdasarkan

jumlah angka leukosit.

2. Investigasi mikrobiologik dilakukan untuk memastikan

mikroorganisme penyebab dengan pengecatan gram. Selain itu

dilakukan uji sensitivitas serta uji kultur untuk mengetahui jenis

mikroba.

3. Pertimbangan faktor organisme berdasarkan tempat dan gejala

infeksi penyebab yang diduga, yaitu virus, jamur atau bakteri.

Secara keseluruhan dalam seleksi antibiotik mempertimbangkan

faktor organisme, faktor pasien dan faktor antibiotik itu sendiri. Faktor

organisme mempertimbangkan pemberian terapi empiris sebelum hasil

kultur keluar dan atau sesitivitasnya, lokasi ditemukannya infeksi dan

efek obat pada organisme. Untuk faktor pasien yaitu berat ringannya

infeksi, status imun, status alergi, riwayat penyakit, serta faktor

farmaskokinetika dan farmakogenetika pasien. Untuk faktor antibiotik itu

sendiriyaitu spektrum antibiotik, dosis, efek sinergis, interaksi obat, efek

samping obat serta harga obat (Ihsan, 2021).


16

2. Infeksi saluran kemih (ISK)

a. Definisi infeksi saluran kemih (ISK)

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana kuman

atau mikroba tumbuh dan berkembang biak dalam saluran kemih dalam

jumlah yang bermakna (IDAI, 2011). ISK umum digunakan untuk

menandakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih

(Haryono, 2012). ISK merupakan penyakit dengan kondisi dimana

terdapat mikroorganisme dalam urin yang jumlahnya sangat banyak dan

mampu menimbulkan infeksi pada saluran kemih (Dipiro dkk, 2011).

b. Klasifikasi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) diklasifikasikan berdasarkan letak

anatomis serta gejala klinis (Purnomo, 2008).

a) Berdasarkan letak anatomis

ISK Atas Pielonefritis yaitu proses inflamasi yang terjadi pada

parenkim ginjal. Penyakit ini terbagi atas pielonefritis akut dan

kronik, berdasarkan lama keberlangsungannya (Enday, 2009). ISK

Bawah Yang tergolong pada klasifikasi ini ialah sistisis dan

uretritis.

b) Berdasarkan gejala klinis

1) ISK tanpa komplikasi

Dikatakan ISK tanpa komplikasi jika tidak disertai kelainan

anatomi maupunstruktural pada saluran kemih.


17

2) ISK dengan komplikasi

ISK yang disertai dengan kelainan anatomis maupun

struktural pada saluran kemih.

3) ISK berulang (rekuren)

ISK berulang (rekuren) merupakan infeksi yang terjadi

kembali setelah dinyatakan sembuh dengan terapi antibiotik.

Dalam klasifikasi ini terbagi atas re-infeksi dan relapsing

infection. Dikatakan re-infeksi jika mikroorganisme yang

ditemukan berlainan dari infeksi sebelumnya, yang pada

umumnya terjadi pada interval >6 minggu. Sedangkan relapsing

infection yaitu infeksi akibat mikroorganisme yang sama.

c. Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) terjadi pada saat mikroorganisme

masuk kedalam saluran kemih dan berkembang biak didalam urin.

Mikroorganisme tersebut dapat memasuki saluran kemih melalui cara

ascending, hematogen seperti penularan M.tuberculosis atau S.aureus,

limfogen dan langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya sudah

mengalami infeksi (Purnomo, 2016).

Sebagian besar dari mikroorganisme memasuki saluran kemih

melalui cara ascending yaitu masuknya mikroorganisme dari uretra

ke kandung kemih dan mengakibatkan infeksi pada saluran kemih.

Kuman penyebab ISK pada umunya berasal dari flora normal usus

dan hidup dengan cara komensal didalam intoroitus vagina,

prepusium penis, kulit perineum dan sekitar daerah anus.


18

Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra – prostat –

vas deferens – testis (pada pria) – buli-buli – ureter dan hingga ke

ginjal. Terjadinya ISK dikarenakan adanya gangguan keseimbangan

antara mikroorganisme penyebab infeksi sebagai agent dan epitel

saluran kemih sebagai host. Penyebab gangguan keseimbangan ini

dikarenakan pertahanan tubuh dari host menurun atau dikarenakan

oleh virulensi agent meningkat (Purnomo, 2016).

Gambar 1. Patofisiologi ISK (Purnomo, 2016)

Keterangan Gambar :
Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih
1. Kolonisasi kuman di sekitar uretra
2. Masuknya kuman melalui uretra ke buli-buli
3. Penempelan kuman pada dinding buli-buli
4. Masuknya kuman melalui ureter ke ginjal

d. Epidemiologi
ISK di Indonesia merupakan salah satu penyakit yang relatif

sering terjadi mulai dari bayi sampai orang tua. Semakin

bertambahnya usia, insidensi ISK lebih banyak terjadi pada

perempuan dibandingkan laki-laki karena uretra perempuan lebih

pendek dibandingkan laki-laki (Purnomo, 2014).


19

National Kidney and Urology Disease Information Clearinghouse

(NKUDIC) tahun 2012, mengungkapkan bahwa pria jarang terkena

ISK namun apabila terkena dapat menjadi masalah serius. Perempuan

aktif secara seksual 18-24 tahun memiliki insiden ISK tertinggi.

Sekitar 25% dari perempuan ini memiliki resolusi spontan gejala dan

jumlah yang sama menjadi terinfeksi (Sobel, 2014).

e. Etiologi

Infeksi saluran kemih (ISK) sebagian besar disebabkan oleh

bakteri. Penyebab ISK terbanyak adalah bakteri gram negatif

termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus dan akan naik ke

sistem saluran kemih antara lain adalah Escherichia coli, Proteus sp,

Klebsiella, Enterobacter (Purnomo, 2014). Pasca operasi juga sering

terjadi infeksi oleh Pseudomonas, sedangkan Chlamydia dan

Mycoplasma bisa terjadi tetapi jarang dijumpai pada pasien ISK.

Selain mikroorganisme, ada faktor lain yang dapat memicu ISK yaitu

faktor predisposisi (Fauci dkk., 2011). Escherichia coli merupakan

penyebab ISK yang paling sering. Penyebab lainnya yaitu klebsiela,

enterobakteri, pseudomonas, streptokok, dan stafilokok (SudoyoAru,

2013)

f. Tanda dan Gejala


ISK dapat diketahui dengan beberapa gejala seperti demam, susah

buang air kecil, nyeri setelah buang air besar (Dysuria terminal),

sering buang air kecil, kadang-kadang merasa panas ketika berkemih,

nyeri pinggang dan nyeri suprapubik. Gejala-gejala klinis tersebut


20

tidak selalu diketahui atau ditemukan pada penderita ISK. Penegakan

diagnosa dapat dilakukan dengan bantuan pemeriksaan penunjang

seperti pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, ureum dan kreatinin,

kadar gula darah, kultur urin, dan dip-stick urine test (IAUI, 2015).

Pasien dikatakan ISK jika terdapat kultur urin positif ≥ 100.000

CFU/mL dan ditemukannya positif dip-stick leukosit esterase 64-

90%. Positif nitrit pada dip-stick urin, menunjukkan konversi nitrat

menjadi nitrit oleh bakteri gram negatif tertentu (tidak gram positif),

sangat spesifik sekitar 50% untuk ISK. Temuan sel darah putih

(leukosit) dalam urin (pyuria) adalah indikator yang paling sering

terdapat pada ISK (Grabe et al., 2015).

g. Tatalaksana
Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih (ISK) menurut Diyono

dan Mulyanti (2019) :

1. Terapi antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun

Gram negatif.

2. Apabila pielonefritis kroniknya disebabkan oleh obstruksi atau

refluks maka diperlukan penatalaksaan spesifik untuk mengatasi

masalah-masalah tersebut.

3. Dianjurkan untuk sering minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk

membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra, untuk

wanita harus membilas dari depan kebelakang untuk menghindari

kontaminasi lubang uretra oleh bakteri feses.


21

Beberapa penjelasan mengenai golongan antibiotik yang dipakai

untuk pengobatan ISK.

1) Antibiotik golongan Beta-Laktam

Golongan Beta-Laktam yaitu antara lain golongan

sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefadroksil), golongan

monosiklik dan golongan penisilin (amoxicilin, ampicilin,

cloxacilin, clavunalic acid). Menurut khasiat antimikrobanya dan

resistensi terhadap beta-laktamase, sefalosporin digolongkan

didalam kelompok yang disebut generasi. Perbedaan utamanya

adalah pembagian antara sefalosporin yang peka dan tidak peka

terhadap Beta-Laktamase. Antibiotik yang peka terhadap beta

laktamase adalah generasi ke satu yaitu sefaleksin dan sefradin

yang hanya digunakan peroral, sefalotin dan sefazolin hanya

digunakan parenteral (Tjai dan Rahardja, 2015). Penggolongan

lengkapnya didalam generasi adalah sebagai berikut:

a) Generasi pertama

Obat pada generasi pertama melingkupi sefazolin,

cefadroxyl dan cefradin. Memiliki aktivitas yang sedang

terhadap gram negatif dan efektif terhadap gram positif.

Cefradine dan cefaleksin diberikan secara peroral dalam

dosis 0,25-0,5 gram empat kali sehari (15-30mg/kg/hari),

cefadroxyl dalam dosis 0,5-1 gram dua kali sehari (katzung,

2013).
22

b) Generasi kedua

Obat pada generasi kedua mencakup sefmetazol, sefaklor

dan sefuroksim lebih aktif terhadap kuman gram negatif,

termasuk proteus, klebseilla dan kuman-kuman yang resisten

terhadap amoxicillin. Obat-obat tersebut tahan terhadap

laktamase (Tjay dan Rahardja, 2015).

c) Generasi ketiga

Sefalosporin pada generasi ketiga memiliki aktivitas

yang lebih tinggi melawan kuman gram negatif. Obat pada

generasi ketiga ini mencakup cefiksim dan cefataksim

(Harvey, 2013).

d) Generasi keempat

Salah satu contoh dari sefalosporin generasi keempat

adalah sefepim. Obat ini lebih resisten terhadap hidrolisis

oleh Beta-Laktamase spektrum luas. Sefepim mempunyai

aktivitas yang baik terhadap bakteri S. Aureus, pneumoniae

dan entrobactericeae, serta dapat menembus cairan

serebrospinal dengan baik (Katzung, 2013).

2) Antibiotik golongan sulfonamid dan trimethoprin

Antibiotik golongan sulfonamid dan trimethoprin merupakan

obat yang mekanisme kerjanya menghambat sintesis asam folat

bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak terbentuknya basa

purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi trimethoprin dan


23

sulfonamid adalah pengobatan yang efektif terhadap infeksi

sistemik dan infeksi saluran kemih (Tjay dan Rahardja, 2015).

3) Antibiotik golongan kuinolon

Pada fase pertumbuhan antibiotik golongan kuinolon

berkhasiat untuk mematikan bakteri. Mekanisme kerja dari

antibiotik golongan kuinolon yaitu menghambat DNA gyrase

sehingga sintesis DNA terganggu. Antibiotik golongan kuinolon

hanya dipakai pada ISK tanpa komplikasi. Misalnya

ciprofloksasin, levofloksasin, trovaflosasin dan asam nalidiksat

(Tjay dan Rahardja, 2015).

4) Antibiotik golongan aminoglikosida

Antibiotik golongan aminoglikosida digunakan untuk bakteri

gram negatif yang artinya spektrumnya sempit, aminoglikosida

bekerja dengan menghambat sintesis protein yang irreversible.

Misalnya gentamisin, kanamisin, neomisin, tobramisin dan

streptomisin (Gallagher dan MacDougall, 2018).


24

Infeksi saluran kemih(ISK)

Tanda dan gejala


 Dysuria dalam kombinasi
dengan frekuensi, urgensi,
nyeri suprabik dan hematuria
Tanda dan gejala  Biasanya tanpa gejala pada
vagina
Dysuria dalam  Pyuria pada urinalisis rutin
kombinasi dengan
frekuensi, nyeri Pastikan urin telah di kumpulkan untuk tes
suprabik dan C&S yaitu pasien kateter ganti kateter dan
hematuria kumpulkan spesimen melalui kateter yang
bersih
Tanda dan gejala tambahan
 Demam
 Nyeri perut dan nyeri Pielonefritis
sistitis pinggang
 Mual/muntah

(Ringan)
(Ringan)
IV
Oral
GFR≥60ml/menit
 Nitrofurantoin 100 mg 2 x sehari
selama 5 hari  Gentamisin 5-7 mg/kg setiap 24 jam
(kehamilan : hindari jangka pendek  Ceftriaxone 1 g setiap 24 jam
>35 minggu) Oral : TMP/SMX 1 tablet 2 x sehari
 Tab. TMP/SMX 1 tablet 2 x sehari (Berat)
selama 3 hari (kehamilan : hindari IV
trimester 1 dan 6 minggu terakhir GFR≥60ml/menit
kehamilan)  Gentamisin 5-7mg/kg setiap 24 jam
 Cefixime 400 mg 3 x sehari + ampicilin 1 g setiap 6 jam
(Berat)  Ceftriaxone 1 g setiap 24 jam +
Oral ampicilin 1 g setiap 6 jam
 Amoxilin-klavulanat 500/125mg 3 x Oral
sehari  Amoxicilin-klavulanat 500/125mg 3 x
 TMP/SMX 1 tablet 2 x sehari sehari
 TMP/SMX 1 tablet 2 x sehari

Gambar 2. Algoritma infeksi saluran kemih (ISK)


25

Algoritma Infeksi Saluran Kemih (ISK) dimulai dari penegakan

diagnosa melihat tanda dan gejala. Jika terdapat tanda dan gejala tambahan

maka pasien dikategorikan mengalami ISK piolenofritis. Terapi ISK

piolenofritis dimulai dari terapi ringan berupa penggunaan antibiotik

gentamisin maupun ceftriaxone per IV dengan memperhatikan GFR

pasien. Terapi oral yang bisa diberikan untuk ISK piolenofritis yaitu

TMP/SMX 1 tablet 2 x sehari, sedangkan untuk ISK piolonefritis berat

pemberian antibiotik pilihan per IV masih sama dengan terapi ringan dan

untuk terapi per oral dapat ditambahkan amoxicilin-klavunalat.

Berdasarkan algoritma jika tidak terdapat tanda dan gejala tambahan

maka pasien termasuk dalam kategori ISK sistitis dan mendapatkan terapi

berupa antibiotik nitrofurantoin, TMP/SMX dan sistitis peroral, sedangkan

untuk sistitis berat maka pilihan antibiotiknya adalah amoxicilin-

klavulanat atau TMP/SMX.

3. Evaluasi Penggunaan Antibiotik

Untuk menentukan terapi obat yang didapatkan oleh pasien sudah

rasional atau belum maka apoteker atau farmasis perlu secara rutin

melakukan evaluasi penggunaan obat baik efektivitasnya maupun efek

yang tidak diharapkan. Evaluasi pengobatan adalah bentuk pelayanan

kefarmasian yang mencakup dua bidang, yaitu bidang manajemen

pengelolaan obat dan farmasi klinik. Evaluasi penggunaan obat ini dapat

dilakukan pada sarana kesehatan atau fasilitas pelayanan kesehatan seperti

apotek, rumah sakit dan puskesmas (Ihsan, 2021).


26

Menurut WHO, metode evaluasi dibagi menjadi evaluasi secara kuantitatif

dan evaluasi secara kualitatif. Secara kuantitatif berarti parameter

kerasionalan pemberian obat itu berhubungan dengan seberapa banyak

obat yang diberikan pada pasien baik dalam satu lembar resep maupun

dalam satu hari. Hal ini berkaitan dengan polifarmasi dimana semakin

banyak obat yang diterima pasien maka kemungkinan penggunaan obat

tersebut tidak rasional yang berpotensi memberikan efek yang tidak

diinginkan (WHO, 2007).

Secara kualitatif evaluasi penggunaan obat berarti menelisik

rasionalitas penggunaan obat pada pasien dalam penggunaannya secara

klinik, dimana obat memenuhi kriteria aman, efektif dan ekonomis.

Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk (Menkes RI, 2016) :

1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan kefarmasian.

2. Memberikan pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,

keamanan dan efesiensi obat dan bahan medis habis pakai (BMHP).

3. Meningkatkan kerja sama dengan profesi kesehatan lain dan

kepatuhan pasien yang terkait dalam pelayanan kefarmasian.

4. Melaksanakan kebijakan obat di pelayanan kesehatan dalam rangka

meningkatkan penggunaan obat secara rasional


27

Menurut kementrian kesehatan RI tahun 2011, dampak negatif

ketidakrasionalan penggunaan obat adalah :

a. Dampak pada rendahnya mutu pengobatan dan pelayanan yang

dihasilkan dari kualitas pengobatan karena tidak tercapainya tujuan

dari pemberian obat

b. Dampak terhadap tingginya biaya pengobatan akibat penggunaan obat

yang tidak diperlukan oleh pasien.

c. Dampak terhadap besarnya kemungkinan terjadinya efek samping

atau efek lain yang tidak diharapakan adverse drug reaction (ADR)

dan akhirnya resistensi atibiotik.

d. Dampak terhadap berkurangnya mutu pengelolaan obat yang dilihat

pada tingkat ketersediaan obat dari indikator pengadaan dan distribusi

obat yang berlebihan atau tidak perlu yang menyebabkan pemborosan.

e. Dampak psikososial dapat berupa timbulnya ketidakpercayaan

masyarakat terhadap obat.

Dalam pelayanan kesehatan, pemberian obat adalah salah satu proses

dari keseluruhan proses terapi dalam suatu sistem pelayanan kesehatan

dengan tujuan utama peningkatan kualitas hidup pasien dari kondisi awal

yaitu kondisi sakit. Oleh karena itu, penilaian rasionalitas penggunaan

antibiotik adalah rangkaian kegiatan yang dimulai sejak obat yang

diresepkan oleh dokter sampai pada seluruh kemungkinan timbulnya efek

baik efek terapi maupun efek yang tidak diinginkan (Ihsan, 2021).
28

Evaluasi penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan cara

kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif penggunaan antibiotik yang

dilakukan yaitu penilaian pada ketepatan pemilihan jenis antibiotik,

kesesuaian dosis serta lama pemberian. Penilaian ini dilakukan bertujuan

untuk meningkatkan kualitas penggunaan antibiotik. Kualitas penggunaan

antibiotik yang dinilai dapat berasal dari rekam pemberian antibiotik

(RPA) dan rekam medik pasien (Menkes RI, 2011).

Secara kualitatif evaluasi antibiotik merupakan penilaian terhadap

rasionalitas penggunaan. Penggunaan antibiotik yang rasional secara

kualitatif berarti obat yang diberikan kepada pasien tersebut dapat

memenuhi kebutuhan pasien akan obat yang memenuhi kriteria aman,

efektif dan ekonomis. Salah satu yang dapat digunakan untuk menilai

rasionalitas penggunaan antibiotik yaitu dengan menggunakan alur

Gyssens (Ihsan, 2021).

Alur Gyssens merupakan analisis kualitatif yang menggunakan

kategori pemakaian obat dari VI-0. Alur Gyssens disusun dalam bentuk

algoritma yang terdiri atas enam kategori yang dimulai dengan

kelengkapan data rekam medik untuk kategori VI, jika terdapat data rekam

medik yang tidak lengkap (kategori VI) dan antibiotik tidak tepat secara

indikasi (kategori V) penilaian antibiotik tidak dilanjutkan, penilaian

dilanjutkan hanya yang lolos dari kategori VI dan kategori V tersebut

(Gyssens, 2005). Penggunaan antibiotik yang tepat yaitu yang

penilaiannya lolos sampai kategori 0 atau urutan terakhir dari seluruh


29

rangkaian penilaian. Pada alur Gyssens kategori penilaian dimulai dari

enam kategori dan dimulai dari atas kebawa (Ihsan, 2021).

Tabel 7. Kategori penilaian penggunaan antibiotik berdasarkan alur gyssens.


(Van Der Meer and Gyssens, 2001)
No Kategori Keterangan

1 Kategori VI Data rekam medik tidak lengkap

2 Kategori V Tidak ada indikasi untuk penggunaan antibiotik

3 Kategori IV D Ada antibiotik lain yang spektrum spesifik

4 Kategori IV C Ada antibiotik lain (dalam kelas yang sama) yang

lebih murah

5 Kategori IV B Ada antibiotik lain yang keamanannya lebih

tinggi/kurang toksik

6 Kategori IV A Ada antibiotik lain yang efektivitasnya lebih baik

7 Kategori III B Durasi penggunaan antibiotik yang terlalu singkat

8 Kategori III A Durasi penggunaan antibiotik yang terlalu lama

9 Kategori II C Cara/rute pemberian yang penggunaan antibiotik

yang tidak tepat.

10 Kategori II B Interval pemberian antibiotik yang tidak tepat

11 Kategori II A Penggunaan dosis antibiotik yang tidak tepat

12 Kategori I Waktu penggunaan antibiotik (sebagai profilaksis)

yang tidak tepat.

13 Kategori 0 Penggunaan antibiotik yang tepat.


30

Kategori VI merupakan kategori ketidaktepatan karena catatan rekam

medik yang tidak lengkap. Analisis dihentikan jika termasuk kategori ini.

Kategori V adalah kategori terkait pemberian antibiotik yang tidak

diperlukan bagi pasien tersebut atau tidak tepat indikasi. Tidak tepat

indikasi yaitu hanya untuk yang terdiagnosis infeksi bakteri. Analisis

dihentikan jika termasuk dalam kategori ini (Ihsan, 2021).

Kategori IVD yaitu kategori pemilihan antibiotik berdasarkan

spektrum antibiotik dari hasil kultur darah pasien atau berdasarkan jenis

kuman. Analisis dilanjutkan sampai kategori I meskipun masuk dalam

kategori tersebut. Kategori IVC yaitu kategori antibiotik berdasarkan harga

yang lebih murah dari kelas terapi yang sama. kategori IVB adalah

kategori adanya antibiotik lain yang lebih aman. Dapat dilihat adanya

interaksi obat atau adanya efek toksik pada pasien tersebut termasuk

adanya reaksi alergi. Kategori IVA yaitu kategori adanya antibiotik lain

yang efektivitasnya lebih baik. Dilihat dari adanya antibiotik lain yang

lebih sesuai kondisi pasien dari efek terapi yang diharapkan (Ihsan, 2021).

Kategori IIIB yaitu kategori durasi penggunaan antibiotik yang terlalu

singkat berdasarkan guideline terapi penyakit infeksi. Kategori IIIA yaitu

kategori durasi penggunaan antibiotik yang terlalu lama yang dilihat

berdasarkan durasi penggunaan setiap antibiotik dari guideline. Kategori

IIC yaitu kategori ketidaktepatan penggunaan antibiotik pada cara atau

rute pemberian dimana dipilih rute yang paling aman dan bermanfaat bagi

pasien. Kategori IIB yaitu kategori ketidaktepatan penggunaan antibiotik


31

dari interval pemberian. Kategori IIA yaitu kategori penggunaan antibiotik

tidak tepat dosis baik terlalu kecil maupun terlalu besar (Ihsan, 2021).

Kategori I yaitu kategori ketepatan penggunaan antibiotik dari segi

waktu. Waktu pemberian merupakan pemberian antibiotik sebagai

priofilaksis dimana paling singkat 30 menit sampai 2 jam sebelum

pemberian atau sesudah pembedahan. Dan yang terakhir yaitu kategori 0

yaitu merupakan kategori penggunaan antibiotik memenuhi ketepatan

penggunaan untuk seluruh kategori VI sampai I (Ihsan, 2021).


32

Gambar 3. Diagram alir penilaian kualitas pemberian antibiotik metode

gyssens (Meer dan Gyssens, 2001).


33

4. Rumah sakit
a. Pengertian Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun

2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan

dan gawat darurat (Depkes RI, 2009). Rumah Sakit adalah suatu

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna atau menyeluruh yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat

(Kemenkes RI, 2011).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 2018 Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat

darurat (Permenkes, 2018).

b. Tugas dan fungsi Rumah Sakit

Rumah Sakit memiliki tugas dan fungsi berdasarkan undang-

undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit. Tugas Rumah Sakit

adalah melaksanakan upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna

dan berhasil guna dengan mengutamakan penyembuhan dan

pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan

peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan, rumah


34

sakit juga mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna.

Sedangkan untuk fungsi rumah sakit adalah :

1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga

sesuai kebutuhan medis.

3) Pelayanan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan

kesehatan.

4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah model konseptual mengenai bagaimana

teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai

masalah yang penting (Sugiyono, 2017). Kerangka konsep dalam penelitian

dijadikan dasar dari penelitian yang dirancang. Skema kerangka konsep dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :


35

RS PKU Muhammadiyah Bantul

Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Terapi

Evaluasi penggunaan

Standar terapi menurut Guidelines on Urological Infections


2015, pedoman pelayanan kefarmasian untuk terapi
antibiotik (Kemenkes RI, 2011), Informatorium Obat
Nasional Indonesia (IONI) tahun 2014 dan konsensus
infeksi saluran kemih pada anak Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) tahun 2011

Kriteria kerasionalan 4T
1. Tepat indikasi
2. Tepat obat
3. Tepat pasien
4. Tepat dosis

Metode Gyssens

Hasil dan kesimpulan

Gambar 4. Kerangka konsep penelitian


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian observasional dengan

rancangan deskriptif. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif

dengan menggunakan data yang tercantum pada rekam medis pasien di

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul pada

Tahun 2023.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek

atau subjek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2019). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh data rekam medis pasien ISK yang di rawat inap dan mendapat

pengobatan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul tahun 2022

yang memenuhi kriteria inklusi yaitu semua pasien ISK tanpa penyakit

penyerta (komplikasi) yang menjalani perawatan di Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Bantul selama tahun 2022. Adapun kriteria eksklusi

dalam pengumpulan data adalah Pasien meninggal dunia dalam

periode terapi dan Pasien hamil.

36
37

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi tersebut. Pengambilan

sampel dilakukan dalam penelitian ini dengan metode total sampling.

Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana seluruh

anggota populasi dijadikan sampel (Sugiyono, 2019).

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel tunggal yaitu

penggunaan antibiotik pada ISK di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Bantul yang dianalisis berdasarkan rasionalitas 4T dan metode gyssens.

E. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar pengumpulan data

yang berisi informasi penelitian meliputi nomor rekam medis, identitas

pasien, diagnosis utama, antibiotik untuk terapi ISK yang diberikan, dosis,

bentuk sediaan, cara pemberian, tanggal masuk rumah sakit, tanggal keluar

rumah sakit dan lama rawat inap.

F. Teknik Pengumpulan data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu non eksperimental

observasional menggunakan teknik total sampling secara retrospektif

dengan instrumen penelitian untuk mendapatkan informasi atau data

penelitian dan hasil penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif.


38

G. Prosedur Penelitian

Studi pustaka

Administrasi perijinan penelitian


(Stikes Akbidyo Yogyakarta)

Pengajuan ijin ke RS PKU Muhammadiyah Bantul

Pengambilan data

Bagian pelayanan instalasi Instalasi rekam medis

Pencatatan data penggunaan Pencatatan data pasien ISK


antibiotik pada pasien ISK

Penelusuran data dan pencatatan data rekam medis


yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Menganalisis data dengan kerasionalitasan 4T dan


metode Gyssens

Pembahasan dan kesimpulan

Gambar 5. Alur jalannya penelitian


39

H. Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yaitu analisis

rasionalitas dilakukan dengan melihat penggunaan antibiotik tiap kasus,

kemudian dibandingkan dengan standar terapi yaitu Guidelines on

Urological Infections 2015, pedoman pelayanan kefarmasian untuk terapi

antibiotik (Kemenkes RI, 2011), Informatorium Obat Nasional Indonesia

(IONI) tahun 2014 dan konsensus infeksi saluran kemih pada anak Ikatan

Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2011 yang digunakan sebagai acuan

pengobatan. Setelah itu, dilakukan evaluasi rasionalitasnya dengan metode

gyssens sehingga persentasi rasionalitas penggunaan antibiotik di Rumah

Sakit PKU Muhammadiyah Bantul dapat diketahui.

Berikut merupakan rumus untuk mengetahui rasionalitas penggunaan

antibiotik dengan menggunakan kriteria kerasionalitasan 4T :

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖


1. % ketepatan indikasi = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛


2. % ketepatan pasien = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡 𝑜𝑏𝑎𝑡


3. % ketepatan obat = 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠
× 100%

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑡𝑒𝑝𝑎𝑡 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠


4. % ketepatan dosis = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠

Persamaan untuk mengetahui persentasi rasionalitas penggunaan

antibiotik dengan menggunakan metode gyssen :

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝐾𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝑉𝐼


a. % kategori VI = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝐾𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝑉𝐼


b. % kategori V = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠
40

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝐾𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝐼𝑉 𝐶


c. % kategori IV C = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝐾𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝐼𝑉 𝐴


d. % kategori IV A = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝐾𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝐼𝑉 𝐵


e. % kategori IV B = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝐾𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝐼𝑉 𝐴


f. % kategori IV A = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝐾𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝐼𝐼𝐼 𝐵


g. % kategori III B = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝐾𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝐼𝐼𝐼 𝐴


h. % kategori III A = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝐾𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝐼𝐼 𝐵


i. % kategori II B = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝐾𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 𝐼


j. % kategori I = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝐾𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖 0


k. % kategori 0 = × 100%
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠
41

DAFTAR PUSTAKA

Antibiotic resistance threats in the United States, 2019. Centers for


Disease Control and Prevention. doi: CS239559-B
BPOM RI, 2014. Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI). Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen kesehatan RI, 2009. Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.

Departemen kesehatan RI, 2014. Survei demografi dan kesehatan


Indonesia. Jakarta: Dekes RI.

Dinas Kesehatan DIY, 2017. Profil Kesehatan Provinsi DIY.


Yogyakarta: Dinkes Provinsi DIY.

Dipiro, J.T., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L. 2015 .


Pharmacotherapy Handbook. Ninth Edition. Mc Graw-Hill
Education, USA

Etebu, E. and Arikekpar, I,. 2016. Antibiotics: Classification and


mechanisms of action with emphasis on molecular perspectives,
IJAMBR, 4, pp. 90–101.

Gallagher, J.C. & MacDougall, C., 2018. Antibiotic Simplified. 4th


edition. Jones and Bartlett Learning.

Grabe, M., Bishop, M.C., Cek, M., Lobel, B., Naber, K.G., Palau, J.,
Tenke, P., Wagenlehner.W. 2015. Guideline on urological
infection. Europian Association of Urology.

Gyssens, I.C. 2005. Audits for Monitoring the Quality of Antimicrobial


Prescription, dalam : Gould, I.M., Meer, J.W.M. van der (Eds),
Antibiotiks Policies: Theory and Practice. New York: Spinger.
197-226.

Harvey, R. A. dan Champe, P.C., 2013, Farmakologi Ulasan Bergambar,


Edisi 4, Jakarta, Buku Kedokteran EGC

Ikatan Ahli urologi Indonesia (IAUI), 2015, Guideline Penatalaksanaan


Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria 2015 edisi 2, Ikatan Ahli
Urologi Indonesia, Surabaya, 3.

Ihsan, S. 2021. Analisis Rasionalitas Antibiotik di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan. Yogyakarta: Deepublish.
42

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), (2011). Konsensus infeksi Saluran


Kemih Pada Anak. Badan Penerbit IDAI, Jakarta

Jensen, C. S., Nielsen, S. B., & Fynbo, L. 2018. Risking Antimicrobial


Resistance: A Collection Of One-Health studies of antibiotics and
its social and health consequences. In risking antimicrobial
resistance: A collection of one-health studies of antibiotics and its
social and health consequences.

Katzung, Bertram G. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. EGC,
Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pedoman Umum


Penggunaan Antibiotik. Kemenkes RI, Jakarta

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Pedoman Pelayanan


Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik. Kemenkes RI, Jakarta

Menkes RI, 2016. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor


72 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian.

Munaf, S., 1994, Catatan Kuliah Farmakologi, Penerbit Buku Kedokteran,


ECG.

NKUDIC, National Kidney and Urologic Disease Information


Clearinghouse, 2012. Urinary Tract Infection In Adult.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2406 tahun 2011.


Pedoman umum penggunaan antibiotik. Jakarta, Menkes.

Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia, 2018, Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang
Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.

Purnomo, B. B., 2003. Dasar-dasar urologi, Edisi 3 Malang: CV. Sagung


Seto.

Purnomo, B. B., 2014. Dasar-dasar urologi, Edisi 3 Malang: CV. Sagung


Seto

Purnomo, B. B., 2016. Dasar-dasar urologi, Edisi 3 Malang: CV. Sagung


Seto
43

Radji, Maksum. 2015. Mekanisme Aksi Molekuler Antibiotik dan


Kemoterapi. Jakarta :EGC

Sobel. J.D., Kaye D. Urinary tract infections. In: Mandell. G.L., Bennett.
J.E, eds. Principles and Practice of Infectious Diseases, 8th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders. 2014:886-913.

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D,


Bandung: CV. Alfabeta.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.


Bandung : Alfabeta, CV.

Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.


Bandung : Alfabeta, CV.

Supartuningsih, S. 2017. Kualitas pelayanan kepuasan pasien Rumah


sakit: kasus pada pasien rawat jalan. Jurnal Medicoeticolegal dan
Manajemen Rumah Sakit, 6(1),pp.9-15.

Tjay, H T., dan Rahardja K., 2015. Obat-obat Penting khasiat,


penggunaan dan efek-efek sampingnya. Jakarta : Pt. Elex media
Komputindo

WHO, 2007. Progress in the rational use of medicine. WHA60.16


44

Anda mungkin juga menyukai