OLEH:
Triyono
RPL03190093B
i
POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI
SALURAN KEMIH (ISK) DI INSTALASI FARMASI RAWAT
JALAN RSUI KUSTATI SURAKARTA TAHUN 2019
Oleh:
Triyono
RPL03190093B
i
Pengesahan Proposal Penelitian
Berjudul
Oleh :
Triyono
RPL03190093B
Mengetahui
Pembimbing Utama
ii
PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun oleh :
Triyono
RPL03190093B
Menyeujui Mengetahui,
Pembimbing Utama Ketua Program Studi
DIII Farmasi
Dr. Ika Purwidyaningrum, M.Sc., Apt. Dr. Gunawan Pamudji, M.Si., Apt.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
.........................................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................
........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................
.......................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
........................................................................................................................v
DAFTAR TABEL...........................................................................................
........................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................
.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................…..
.....................................................................................................4
C. Tujuan Penelitian......................................................................
.....................................................................................................4
D. Kegunaan Penelitian.................................................................
.....................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Saluran Kemih..............................................................
.....................................................................................................6
1. Definisi.......................................................................................
.....................................................................................................6
2. Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih.............................................
.....................................................................................................7
2.1. Dari Segi Anatomi ........................................................... 7
2.2. Dari Segi klinis.................................................................. 7
iv
v
vi
vii
viii
ix
DAFTAR PUSTAKA…..................................................................................
29
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.Bagan alur penelitian........................................................................………
26
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jenis antibiotik untuk terapi infeksi saluran kemih(Dipiro,J.T.,2009)........
.....................................................................................................................14
2. Terapi Antibiotik ISK pada pasien dewasa (Dipiro,J.T.,2009) .................
.....................................................................................................................15
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang disebabkan
karena adanya invasi bakteri pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih
disebabkan oleh bakteri Escherechia coli, Klebsiella pneumonia dan
Pseudomonas aeruginosa. Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik pria
maupun wanita dari semua umur baik anak, remaja, dewasa maupun usia lanjut.
Wanita lebih sering terinfeksi dari pria dengan angka populasi umum kurang lebih
5-15% (Tessy&Suwanto, 2001).
Terutama pada usia subur wanita tampak mempunyai kecenderungan
untuk terkena infeksi saluran kemih. Hubungan seksual menyebabkan bakteriuria
sementara pada sebagian besar wanita, dan beberapa penelitian telah
menghubungkan aktivitas seksual dengan peningkatan resiko infeksi saluran
kemih (Sumolang et al, 2013).
Mikroorganisme yang paling banyak menyebabkan infeksi saluran kemih
sejauh ini adalah E. Coli yang diperkirakan dapat menimbulkan 80% kasus
infeksi, sisanya 20% disebabkan oleh bakteri Gram negatif lain seperti Klebsiella
dan spesies Proteus, dan bakteri Gram positif seperti Cocci, Enterococci dan
Staphylococcus saprophyticus. Organisme terakhir dapat ditemui pada kasus-
kasus infeksi saluran kemih wanita muda yang aktif kegiatan seksualnya (Mahesh
et al, 2011).
Menurut WHO sebanyak 25 juta kematian di seluruh dunia pada tahun
2011, sepertiganya disebabkan oleh penyakit infeksi (WHO, 2011). Infeksi
saluran kemih (ISK) merupakan infeksi dengan keterlibatan bakteri dan hampir
10% orang pernah terkena ISK selama hidupnya. Sekitar 150 juta penduduk di
seluruh dunia tiap tahunnya terdiagnosis menderita infeksi saluran Kemih
(Rajabnia, 2012).
Data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2014 menunjukkan bahwa
1
2
jumlah penderita penyakit infeksi saluran kemih (ISK) mencapai 90-100 kasus per
100.000 penduduk per tahun. Total penderita infeksi saluran kemih di Kota
Manado pada tahun 2013 - 2014 sebanyak 773 penderita (Anonim, 2015). Data
penderita infeksi saluran kemih di Instalasi Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit
Umum Islam Kustati Surakarta pada tahun 2019 sebanyak 485 penderita.
Apabila ISK tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan munculya
komplikasi. Komplikasi bisa terjadi pada infeksi saluran kemih antara lain batu
saluran kemih, obstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multi sistem
sampai dengan gangguan ginjal. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang.
Salah satu obat untuk mengatasi masalah tersebut adalah antimikroba antara lain
antibakteri/antibiotik, antijamur, antivirus, antiprotozoa. Antibiotik merupakan
obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri
(Depkes, 2011).
Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan
secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak
memerlukan antibiotik. Pemilihan antibiotik perlu dilakukan berdasarkan jenis
ISK, pola resistensi kuman penyebab ISK, dan keadaan fungsi ginjal yang akan
menentukan ekskresi dan efek obat serta kemungkinan terjadinya akumulasi atau
efek samping atau toksik obat. Penggunaan antibiotik secara tidak tepat dapat
meningkatkan biaya pengobatan dan efek samping antibiotik (Grabe et al, 2011).
Penelitian lain tentang perbandingan levofloxacin dengan siprofloksasin
peroral dalam menurunkan leukosituria sebagai profilaksis ISK pada katerisasi di
Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr. M. Djamil Padang dengan parameter
penurunan jumlah leukosit urin yang di uji secara statistika didapatkan hasil
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna tingkat efektivitas antara pemberian
levofloksasin oral dengan siprofloksasin oral dalam menurunkan insiden
leukosituria sebagai profilaksis ISK pada pasien yang dipasang foley cathteter, hal
ini memang tidak sesuai dengan teori dari beberapa literatur yang mengatakan
bahwa levofloxacin merupakan antibiotik golongan kuinolon generasi ke tiga,
3
dimana daya antibakterinya lebih kuat dan spektrumnya lebih luas bila
dibandingkan dengan siprofloksasin yang merupakan golongan kuinolon generasi
kedua (Marwazi et al, 2014).
Bahaya resistensi antibiotik merupakan salah satu masalah yang dapat
mengancam kesehatan masyarakat. Bakteri yang telah mengalami resistensi
terhadap antibiotik ini dapat menyebar ke anggota keluarga, teman, tetangga
ataupun orang lain sehingga mengancam masyarakat akan hadirnya jenis penyakit
infeksi baru yang lebih sulit untuk diobati dan membuat biaya pengobatan
menjadi lebih mahal (Badan POM, 2011).
Guna mencegah timbulnya resistensi terhadap penggunaan antibiotik ini,
maka perlu dilakukan evaluasi terhadap rasionalitas penggunaan antibiotik.
Rasionalitas penggunaan antibiotik ini meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat
dosis, tepat frekuensi pada pasien ISK. Sampai sekarang penggunaan antibiotik
untuk menangani penyakit ISK di Rumah Sakit belum dapat mencapai 100%
rasional. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh (Febrianto et al, 2013) tentang
rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien infeksi saluran kemih (ISK) di
Instalasi Rawat Inap RSUD Undata Palu tahun 2012.
Karakteristik pasien pada penelitian di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta
yang mengalami infeksi saluran kemih (ISK) paling tinggi menunjukan bahwa
rentang usia 45-54 tahun dan usia 55-64 tahun didapatkan persentase sebesar
masing-masing 22,86%, sisanya pada usia muda sebesar 14,29%. Sedangkan
berdasarkan jenis kelamin pada pasien laki-laki sebesar 51,43% dan perempuan
sebesar 48,57%. Penggunaan antibiotik yang paling banyak adalah golongan
sefalosporin generasi ketiga yaitu sefiksim, seftriakson, sefoperazon, sefadroksil
sebesar 52,9% dan golongan kuinolon sebesar 27,5% serta sisanya golongan
antibiotik yang lain sebesar 19,6% (Pontoan J. et al, 2017). Di Instalasi Farmasi
Rawat Jalan RSUI Kustati Surakarta terdapat beberapa dokter, yaitu ada dokter
tetap dan dokter tamu yang terdiri dari dokter spesialis dan dokter umum.
Sehingga meresepkan bermacam-macam pola penggunaan antibiotik pada pasien
ISK di Instalasi Rawat Jalan RSUI Kustati Surakarta.
4
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat dilakukan penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi mengenai gambaran penggunaan antibiotik untuk pasien
ISK di RSUI Kustati Surakarta tahun 2019 khususnya bagi instalasi farmasi
dalam pengadaan perbekalan farmasi.
2. Bagi akademik dapat memberikan data dan pustaka untuk peneliti yang
akan datang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
8
E.coli. Pada pria di samping uretranya yang lebih panjang (15-18cm), cairan
prostatnya juga memiliki sifat-sifat bakterisid sehingga menjadi pelindung
terhadap infeksi oleh kuman kuman uropatogen (Pratiwi, 2015).
2. Klasifikasi infeksi saluran kemih
2.1. Dari segi anatomi.Penyakit ISK dari segi anatomi diklasifikasikan
menjadi 2 macam yaitu infeksi saluran kemih bagian bawah dan infeksi saluran
kemih bagian atas. Infeksi saluran kemih bagian bawah terdiri dari sistitis (infeksi
pada kandung kemih), uretritis (infeksi pada uretra), serta prostatitis (kelenjar
prostat). Jenis ISK yang paling sering dijumpai adalah sistitis. Biasanya sistitis
terjadi pada wanita sesudah melakukan hubungan seksual, dimana bakteri
memasuki kandung kemih melalui uretra. Infeksi saluran kemih bagian atas terdiri
dari pielonefritis yaitu infeksi yang melibatkan ginjal (Coyle dan Prince, 2005).
2.2. Dari segi klinis. Penyakit ISK dari segi klinis diklasifikasikan
menjadi 2 macam yaitu infeksi saluran kemih tanpa komplikasi
(simple/uncomplicated urinary tract infection), bila infeksi saluran kemih tanpa
faktor penyulit dan tidak didapatkan gangguan struktur maupun fungsi saluran
kemih infeksi. Infeksi saluran kemih terkomplikasi (complicated urinary tract
infection), bila terdapat hal – hal tertentu sebagai infeksi saluran kemih dan
kelainan struktur maupun fungsional yang merubah aliran urin seperti obstruksi
aliran urin, batu saluran kemih, kista ginjal, tumor ginjal, abses ginjal, residu urin
dalam kandungan kemih.
Terdapat perbedaan yang bermakna antara infeksi saluran kemih
terkomplikasi dan tidak terkomplikasi dalam hal kebutuhan pemeriksaan resiko
terjadinya infeksi dan gejala sisa infeksi saluran kemih (Coyle dan Prince, 2005).
3. Etiologi atau gejala dan penyebab infeksi saluran kemih
Gejala klinis infeksi saluran kemih yang sering ditemukan ialah disuria,
polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan. Nyeri
suprapubik dan daerah pelvis. Polakisuria terjadi akibat kandungan kemih tidak
dapat menampung urin lebih dari 500 mL karena mukosa yang meradang
sehingga sering kecing. Stranguria yaitu kencing yang susah dan disertai kejang
9
dapat terjadi, bila pasien sebelumnya diet rendah nitrat, diuresis yang banyak,
infeksi oleh enterokoki dan asinetobakter (Schmiemann et al, 2010)
5.4. Tes plat-celup (dip-dlide). Pabrik mengeluarkan biakan buatan yang
berupa lempeng plastik bertangkai di mana pada kedua sisi permukaannya dilapisi
pembenihan padat khusus. Lempeng tersebut dicelupkan ke dalam air kemih
pasien atau dengan digenangi air kemih setelah itu lempeng dimasukkan kembali
ke dalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu dilakukan pengeraman
semalam pada suhu 37⁰C. Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan
membandingkan pola pertumbuhan pada lempeng pembenihan dengan
serangkaian gambar yang memperlihatkan kepadatan koloni yang sesuai dengan
jumlah kuman antara 1000 dan 100.000 dalam tiap mL air kemih yang diperiksa.
Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup akurat. Keterangannya adalah jenis
kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui walaupun demikian plat celup ini
dapat dikirim ke laboratorium yang mempunyai fasilitas pembiakan dan tes
kepekaan yang diperlukan (Schmiemann et al, 2010).
5.5. Pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Pemeriksaan radiologis pada infeksi saluran kemih dimaksudkan untuk
mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis sedangkan pemeriksaan lainnya,
misalnya ultrasonografi dan CT-scan (Schmiemann et al, 2010)
6. Penatalaksanaan
6.1 Terapi non farmakologi. Terapi yang dilakukan tanpa melibatkan
penggunaan antibiotik, antara lain minum air putih yang banyak agar urine yang
keluar juga meningkat untuk merangsang diuresis. Dianjurkan delapan gelas per
hari, kurang lebih 1500ml – 2000ml. Menjaga dengan baik kebersihan sekitar
organ intim dan saluran kencing agar bakteri tidak mudah berkembang biak.
Tidak menahan bila ingin berkemih.
6.2 Terapi farmakologi. Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah
dan menghilangkan gejala, mengobati bakteriemia dan bakteriuria serta
mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul akibat pemberian obat-
obat yang sensitif, murah aman dengan efek samping yang minimal (sukandar,
14
2006).
Berikut ini adalah deskripsi beberapa jenis antimikroba yang umum
digunakan dalam terapi infeksi saluran kemih:
6.2.1 Siprofloksasin. Obat golongan kuinolon ini bekerja dengan
menghambat DNA gyrase sehingga sintesa DNA kuman terganggu.
Siprofloksasin terutama aktif terhadap kuman gram negatif termasuk Salmonella
Shigella, Kampilobakter, Neiseria, dan Pseudomonas. Obat ini juga aktif terhadap
kuman gram positif seperti Str. pneumonia dan Str. faecalis, tapi bukan
merupakan obat pilihan utama untuk Pneumonia streptococcus.
6.2.2 Seftriakson. Seftriakson merupakan antibiotik golongan
sefalosporin generasi ketiga. Berkhasiat bakterisid dalam fase pertumbuhan
kuman, berdasarkan penghambatan sintesa peptidoglikan yang diperlukan kuman
untuk ketangguhan dindingnya (Tjay dan Rahardja, 2007). Seftriakson memiliki
waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosporin yang lain sehingga
cukup diberikan satu kali sehari. Obat ini diindikasikan untuk infeksi berat seperti
septikemia, pneumonia, dan meningitis.
6.2.3. Sefiksim. Sefiksim digunakan untuk terapi infeksi saluran kemih
oleh kuman yang sensitif. Dosis oral untuk orang dewasa yang dianjurkan adalah
400 mg sehari sekali, atau diminum dua kali dengan dosis terbagi, yakni sefiksim
200mg diminum dua kali sehari (setiap 12 jam). Dosis untuk anak yang
dianjurkan adalah 8 mg/kg sehari, atau dapat diberikan dalam dua dosis terbagi,
yakni 4 mg setiap 12 jam. Sefiksim tersedia dalam bentuk tablet 400 mg, kapsul
100 mg, kapsul 200 mg, dan suspensi oral 100 mg/5ml dalam kemasan botol
20ml.
Mekanisme kerja Sefalosporin biasanya bakterisida terhadap bakteri dan
bertindak dengan sintesis mucopeptide penghambat pada dinding sel sehingga
penghalang rusak dan tidak stabil. Mekanisme yang tepat untuk efek ini belum
pasti ditentukan, tetapi antibiotik beta-laktam telah ditunjukkan untuk mengikat
beberapa enzim (carboxypeptidases, transpeptidases, endopeptidases) dalam
membran sitoplasma bakteri yang terlibat dengan sintesis dinding sel. Afinitas
15
ringan sampai sedang diberikan 2-4 g sehari, dibagi untuk 4 kali pemberian,
sedangkan untuk penyakit berat sebaiknya diberikan preparat parenteral sebanyak
4-8 g sehari.
6.2.7. Amoksisillin. Amoksisilin merupakan antibiotik golongan
penisilin bekerja dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida yang
diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif,
penisilin akan menghasilkan efek bakterisid (Tjay dan Rahardja, 2007).
Amoksisillin merupakan turunan ampisillin yang hanya berbeda pada satu gugus
hidroksil dan memiliki spektrum antibakteri yang sama. Obat ini diabsorpsi lebih
baik bila diberikan per oral dan menghasilkan kadar yang lebih tinggi dalam
plasma dan jaringan. Dosis amoksisilin klavulanat per oral untuk dewasa dan
anak berat > 40 kg ialah 250/125 mg tiap 8 jam. Untuk penyakit berat dosis
500/125 mg tiap 8 jam. Untuk anak berat < 40 kg dosis amoksisilin20 mg/kg/hari,
dosis klavulanat disesuaikan dengan dosis amoksisilin.
moxifloksasin
Nitrofurantoin Efektif sebagai agen terapeutik dan profilaksis pada
ISK berulang. Efek samping kecil.
Azitromisin Terapi dosis tunggal untuk infeksi klamidia.
Fosfomycin 3 gr Terapi dosis tunggal untuk infeksi tidak komplikasi.
Terapi parenteral
Golongan Aminoglikosid Gentamisin dan Tobramisin sama efektif, gentamisin
Gentamisin, Amikasin, lebih murah.Tobramisin aktifitas pseudomonal lebih
Tobramisin, Netilmisin baik. Amikasin biasanya digunakan untuk bakteri
multiresisten.
Golongan Penisilin Penisilin spektrum diperluas, lebih efektif melawan P.
Ampisilin, ampisilin- Aeruginosa dan Enterococci serta lebih dipilih daripada
sulbaktam, Tikarsilin- sefalosporin.Sangat berguna pada pasien dengan
klavulanat, piperasil- gangguan ginjal, ketika aminoglikosid harus dihindari
tazobaktam
Golongan sefalosporin Generasi kedua dan ketiga punya aktifitas spektrum
Generasi pertama, kedua, luas melawan bakteri gram negarif, tapi tidak aktif
ketiga melawan enterococci dan P. Aeruginosa
Imipenem-cilastin,Meropenem Aktivitas spektrum luas meliputi gram positif, negatif,
bakteri anaerob. Aktif melawan P.aeruginosa dan
enterococci
Aztreonam Manobaktam yang hanya aktif melawan bakteri gram
negatif, berguna pada infeksi nosokomial.
Golongan Kuinolon Aktivitas spektrum luas melawan bakteri gram negatif
Siprofloksasin, levofloksasin, dan gram positif. Konsentrasi dalam urin tinggi dan di
Gatifloksasi sekresikan secara aktif pada fungsi ginjal yang turun
B. Antibiotik
1. Sejarah dan definisi
Antibiotik pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming seorang
ilmuwan asal Skotlandia yang berhasil menemukan Penisilin, yaitu sejenis
antibiotik yang dihasilkan oleh jamur Penicillium notatum. Zat temuannya ini
dapat digunakan untuk membunuh banyak jenis bakteri yang berbahaya bagi
tubuh manusia. Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan
bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tjay dan Rahardja, 2007).
2. Klasifikasi antibiotik
Ada tiga cara mengklasifikasikan antibiotik, yaitu berdasarkan sifat
antibiotik, berdasarkan mekanisme kerja antibiotik, dan berdasarkan struktur
kimia antibiotik.
2.1 Berdasarkan sifat antibiotik. Yaitu antibiotik yang bersifat
bakteriostatik dan bakterisid. Bakteriostatik adalah sifat antibiotik yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri, bersifat sementara (reversible) sedangkan
bakterisid adalah sifat antibiotik yang dapat membunuh bakteri, bersifat menetap.
Antibiotik yang termasuk bakteriostatik adalah sulfonamida, tetrasiklin,
19
5.1 Rute parenteral. Ditempuh bila infeksi perlu segera diatasi dan
terdapat pada lokasi yang memerlukan konsentrasi darah yang tinggi dari
antibiotik untuk menjamin penetrasi pada jaringan yang terinfeksi.
5.2 Rute oral. Lebih banyak diplih mengatasi kebanyakan jenis infeksi
saluran kemih, faringitis oleh streptokokus dimana antibiotik disampaikan
kejaringan.
5.3 Lamanya pemberian antibiotik. Harus menjamin musnah total
penyebab infeksi, sehingga tidak mungkin penyakit infeksi kambuh lagi.
Kambuhnya infeksi ditentukan oleh daya tahan mikroorganisme terhadap sistem
pertahanan tubuh tuan rumah, lokasi interaksi dan kemampuan antibiotik untuk
memcapainya, aktivitas primer antibiotik terhadap mikroorganismenya,
mekanisme resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik.
6. Kegagalan terapi antibiotik
Kesalahan terapi ini pada dasarnya, yang pertama dalam memilih
antibiotik tidak tepat,misalnya antibiotik diberikan untuk demam tanpa
didokumentasi mikroorganisme, menggunakan antibiotik toksik walaupun ada
yang kurang toksik, menggunakan antibiotik yang mahal walaupun tersedia yang
lebih murah. Yang kedua yaitu salah pemberian atau penggunaan (dosis salah,
rute pemberian tidak memadai, jangka waktu penggunaan tidak cukup, kepatuhan
pasien tidak tercapai), dan faktor lainnya karena resistensi mikroorganisme
terhadap antibiotik yang digunakan, terjadinya suprainfeksi (Rizvi et al, 2011).
7. Efek samping antibiotik
Penggunaan antibiotik dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan
pada tubuh manusia, yaitu reaksi alergi, resistensi, hipersensitivitas, reaksi
toksisitas dan suprainfeksi.
7.1. Resistensi. Resistensi pada suatu mikroba adalah suatu keadaan di
mana kehidupan mikroba itu sama sekali tidak terganggu oleh kehadiran
antibiotik. Sifat ini merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh dari suatu
makhluk hidup.
7.2. Hipersensitivitas. Reaksi hipersensitivitas terhadap antimikroba
22
atau produk metabolitnya sering terjadi, misalnya pada penicilin, selain memiliki
kemampuan toksisitas mikroba yang selektif, obat ini dapat menimbulkan masalah
hipersensitivitas serius misalnya gatal – gatal dan syok anafilaksis.
7.3. Toksisitas. Kadar antibiotik yang tinggi dapat menimbulkan
toksisitas langsung, misalnya pada penggunaan antibiotik golongan aminoglikosid
secara parenteral, akan menyebabkan toksisitas jaringan fungsi ginjal.
7.4. Suprainfeksi. Keadaan ini merupakan infeksi baru yang disebabkan
oleh mikroba patogen atau jamur pada pengobatan infeksi primernya dengan
antibiotik atau bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Hal tersebut biasanya
sulit diobati (Schmiemann et al, 2010).
C. Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Standar
Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
bagi tenaga kefarmasian dalam menyelengggarakan pelayanan kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, meliputi standar pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai, dan pelayanan farmasi klinik.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Bahan Medis Habis Pakai,
meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, serta
administrasi. Sedangkan pelayanan farmasi klinik, meliputi pengkajian dan
pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat,
Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, visite, serta Pemantauan Terapi Obat
(PTO). Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus
didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang
berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional.
23
Sumber daya kefarmasian, meliputi sumber daya manusia, sarana dan peralatan.
Pengorganisasian harus menggambarkan uraian tugas, fungsi, dan
tanggung jawab serta hubungan koordinasi di dalam maupun di luar pelayanan
kefarmasian yang ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit. Standar prosedur
operasional ditetapkan oleh pimpinan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
D. Profil RSUI Kustati Surakarta
RSUI Kustati Surakarta merupakan institusi pelayanan kesehatan
didirikan oleh Yayasan Kustati. Nama ‘Kustati’ berasal dari nama salah seorang
putri bangsawan Kasunanan Surakarta yang bernama G.P.H. Hadiwijoyo. Riwayat
gedung RSUI Kustati cukup panjang dalam sejarah perjuangan Republik
Indonesia. Sejak tahun 1930 cikal bakal bangunan tersebut dipakai sebagai
Asrama Siswa H.A.S (Holland Arabische School), dan semasa perjuangan
kemerdekaan dipakai sebagai Markas Hizbullah. Kemudian sejak tahun 1948
gedung tersebut dipakai sebagai Sekolah Guru dan Hakim Islam (HGSI) dibawah
Departemen Agama, dan pada tanggal 21 Desember 1848 bangunan gedung
tersebut dibumihanguskan oleh TNI agar tidak dipakai oleh tentara Belanda.
Awalnya pada hari Pahlawan 10 November 1962, ‘klinik Kustati’ dibuka,
yang kemudian dikembangkan menjadi ‘Klinik Bersalin’ pada tahun 1963.
Perijinan dari Dep.Kes RI sebagai rumah sakit dimulai pada tahun 1984, tepatnya
melalui Surat Keputusan Departemen Kesehatan Republik Indonesia atas nama
Menteri Kesehatan RI, Dirjen Yanmed No. 458 / Yankes / RS / 1984 tertanggal 6
Maret 1984.RSUI Kustati Surakarta adalah rumah sakit swasta tipe C. Rumah
sakit ini juga menampung rujukan yang berasal dari rumah sakit luar daerah dan
puskesmas. Pada bulan Mei 2019, terakreditasi dengan predikat paripurna.
Terakhir Rumah Sakit dipimpin oleh dr. Budi Suryandari Yuwono, Sp.B(trauma).
E. Formularium Rumah Sakit
Formularium rumah sakit adalah suatu metode yang digunakan staf
medik dari suatu rumah sakit yang bekerja melalui Panitia Farmasi dan
Terapi, mengevaluasi, menilai, dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan
24
produk obat yang tersedia, yang dianggap paling berguna dalam perawatan
penderita. Sistem formularium adalah sarana penting dalam memastikan mutu
penggunaan obat dan pengendalian harganya (Depkes RI, 2004). Berdasarkan
Kepmenkes No 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit, panitia farmasi dan terapi adalah organisasi yang mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di
rumah sakit dan apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan
lainnya.
F. Landasan Teori
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang disebabkan
karena adanya invasi bakteri pada saluran kemih.Infeksi saluran kemih dapat
mengenai baik pria maupun wanita dari semua umur baik anak, remaja, dewasa
maupun usia lanjut (Tessy & Suwanto, 2001). Tujuan penatalaksanaan ISK adalah
mencegah dan menghilangkan gejala, mengobati bakteriemia dan bakteriuria serta
mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul akibat pemberian obat-
obat yang sensitif, murah aman dengan efek samping yang minimal (sukandar,
2006).
Penggunaan antibiotik untuk infeksi saluran kemih, harus didasarkan
pada tingkat keparahan, tempat terjadinya infeksi, dan jenis bakteri penyebabnya.
Infeksi saluran kemih merupakan suatu kondisi dimana terjadinya invasi bakteri
pada saluran kemih melalui ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Untuk itu
diperlukan pemahaman mengenai dasar-dasar pemilihan antibiotik yang rasional,
sehingga penggunaanya dapat lebih efektif dan efisien (Grabe et al, 2011).
G. Keterangan Empirik
1. Karakteristik pasien infeksi saluran kemih di Instalasi Farmasi Rawat Jalan
RSUI Kustati Surakarta yang meliputi faktor usia dan jenis kelamin.
2. Pola penggunaan antibiotik pada pasien infeksi saluran kemih di Instalasi
Farmasi Rawat Jalan RSUI Kustati Surakarta tahun 2019 yang paling banyak
digunakan.
25
λ2. N.P.Q
S=
d2(N-1) + λ2 . . P. Q
Keterangan:
S = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
λ2= Chi kuadrat, dengan dk = 1 taraf kesalahan 5% = 3,481
d = Ketelitian (error) = 0,05
P = Proporsi dalam populasi = Q = 0,5
Jumlah pasien ISK di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSUI Kustati
Surakarta tahun 2019 sebanyak 485 pasien. Sampel yang diambil setelah
dimasukan rumus sebesar
3,481.485.0,5.0,5
S=
0.05 (485 - 1 ) + 3,481.0,5.0,5
2
26
27
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan rawat darurat di RSUI
Kustati Surakarti.
b. Rekam Medik adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada
pasien infeksi saluran kemih (ISK) di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSUI
Kustati Surakarta.
c. Pola Penggunaan obat dalam penelitian ini adalah semua jenis obat antibiotik
yang digunakan pada pasien umum dan BPJS penderita penyakit infeksi
saluran kemih di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSUI Kustati Surakarta.
d. Kesesuaian penggunaan obat terhadap Formularium adalah kesesuaian nama,
golongan, kekuatan obat, dan jumlah penggunaan yang diresepkan semua
dokter yang terdapat di dalam Formularium RSUI Kustati Surakarta.
e. Kesesuaian penggunaan obat terhadap guidline Dipiro adalah kesesuaian nama,
golongan, kekuatan obat, dan jumlah penggunaan yang diresepkan semua
dokter yang terdapat di dalam guidline Dipiro,2009.
f. Karakteristik pasien dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan yang
menderita penyakit infeksi saluran kemih, meliputi faktor usia dan jenis
kelamin.
C. Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berkas Rekam Medik
yang memuat data–data pasien umum dan BPJS di Instalasi Farmasi rawat jalan
RSUI Kustati Surakarta tahun 2019.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Rekam Medik pasien
ISK di Instalasi Farmasi rawat jalan RSUI Kustati Surakarta tahun 2019,
formularium Rumah Sakit dan guidline Dipiro,2009, formulir untuk merekap data
penggunaan antibiotik pasien ISK di Instalasi Farmasi rawat jalan RSUI Kustati
Surakarta tahun 2019.
E.Jalanya Penelitian
29
Alur Penelitian
Dalam penelitian ini, langkah-langkah yang dilakukan antara lain :
1. Membuat dan mengajukan proposal KTI kepada dosen pembimbing
Universitas Setia Budi Surakarta.
2. Mengajukan surat pengantar untuk penelitian di RSUI Kustati Surakarta.
3. Mengajukan surat permohonan ijin penelitian kepada RSUI Kustati
Surakarta dengan membawa surat pengantar dari Universitas Setia Budi
Surakarta.
4. Setelah mendapatkan ijin penelitian, melakukan survei awal untuk
menentukan populasi dan sampel.
5. Melakukan penelusuran catatan medik penderita ISK di RSUI Kustati
Surakarta.
6. Melakukan pengolahan terhadap data yang sudah diperoleh.
7. Membuat kesimpulan, yaitu karakteristik pasien ISK berdasarkan jenis kelamin
dan faktor usia, pola penggunaan antibiotik terbanyak yang digunakan untuk
pengobatan pasien ISK di Instalasi Farmasi rawat jalan RSUI Kustati
Surakarta tahun 2019, serta kesesuaian jenis obat yang digunakan untuk
pasien ISK terhadap formularium Rumah Sakit dan guidline Dipiro,2009
meliputi nama obat, golongan, kekuatan sediaan, dan jumlah penggunaan.
30
Membuat kesimpulan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Pasien
1. Kategori pasien ISK berdasarkan jenis kelamin
Hasil pengambilan data di Instalasi Rekam Medik RSUI Kustati Surakarta
tahun 2019 sebanyak 203 pasien, yang terdiri dari 127 pasien berjenis kelamin
perempuan dan 76 pasien berjenis kelamin laki-laki dari jumlah total pasien.
2. Persentase pasien berdasarkan jenis kelamin
Tabel 3. Persentase pasien ISK rawat jalan berdasarkan jenis kelamin di RSUI
Kustati Surakarta tahun 2019
Tabel 4. Persentase pasien ISK rawat jalan berdasarkan umur di RSUI Kustati Surakarta
tahun 2019
masa lansia awal rentan terkena ISK, karena pada usia tersebut mengalami
penurunan sistem imunologis, kurangnya kebersihan penggunaan kateter dapat
juga meningkatkan resiko ISK. Infeksi bakteriuria meningkat seiring penuaan dan
ketidakmampuan. Akibat proses penuaan dapat mengurangi kekuatan pancaran
urine dan keefektifan pengeluaran bakteri melalui berkemih (Perdana M, et al
2017).
4. Kategori penggunaan antibiotik tunggal dan kombinasi
Tabel 5. Jenis antibiotik tunggal dan kombinasi yang digunakan pasien ISK rawat jalan di
RSUI Kustati Surakarta tahun 2019
Penggunaan antibiotik Jumlah pasien Persentase
Terapi tunggal
Levofloksasin 500 mg 93 45,82
Cefiksim 100 mg 63 31,03
Cefadroksil 500mg 13 6,40
Azitromisin 500 mg 1 0,49
Amoksisilin 500 mg 2 0,99
Ciprofloksasin 500 mg 23 11,33
Lizor (cefprozil) 500 mg 1 0,49
Cotimoksazol Forte 3 1,48
Ofloksasin 200 mg 3 1,48
Terapi kombinasi
Levofloksasin 500mg & Doxyciclin 100 mg 1 0,49
Total 203 100
Dosis levofloksasin untuk pasien dengan fungsi ginjal normal 250 mg- 500 mg
sehari sekali tergantung dari tingkat keparahan infeksi.
Dari total pasien, ada satu pasien yang mendapat terapi antibiotik
kombinasi, yaitu Levofloksasin 500 mg dan doxycicline 100 mg disebabkan
terjadi ISK kronis atau berat. Pada waktu berkemih keluar darah dan nanah,
sehingga perlu diberikan antibiotik kombinasi.
2 Cefiksime 100 mg _ _
3 Cefadroksil 500 mg _ _
4 Azitromisin 500 mg _ _
5 Amoksisilin 500 mg _ _
5 Ciprofloksasin 500 mg _ _
7 Lizor 500 mg _ _
8 Cotrimoksazol Forte _ _
9 Ofloksasin 200 mg _ _
10 Doxycicline 100 mg _ _
Persentase (%) 100 0 100 0
BAB V
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Karakteristik pasien ISK di Instalasi Farmasi rawat jalan RSUI Kustati
Surakarta tahun 2019 berdasarkan jenis kelamin paling banyak berjenis kelamin
perempuan sebanyak 127 pasien dengan persentase 62,56 % dan berdasarkan
usia paling banyak berusia 36-45 tahun sebanyak 52 pasien dengan persentase
25,62 %.
2. Pola penggunaan antibiotik terbanyak untuk pasien ISK di Instalasi Farmasi
rawat jalan RSUI Kustati Surakarta tahun 2019 adalah Levofloksasin golongan
quinolone dengan persentase 45,82 %.
3. Berdasarkan kesesuaian penggunaan antibiotik pada pasien ISK di Instalasi
Farmasi rawat jalan RSUI Kustati Surakarta tahun 2019 dengan formularium
Rumah Sakit dan guidline Dipiro, 2009 menunjukkan 100 % sudah sesuai.
B. Saran
1. Pencatatan data-data rekam medik sudah cukup baik, seperti tulisan mudah
dibaca, penulisan diagnosis yang jelas, tetapi diperlukan peningkatan
kelengkapan pencatatan rekam medik terutama berat badan.
2. Penulisan resep dokter terutama untuk dosis sediaan obat, terkadang kekuatan
obat tidak dicantumkan sedangkan obat yang diresepkan terdiri dari berbagai
macam dosis sediaan obat yang sangat erat kaitanya dengan berat badan dan
umur pasien.
3. Perlu adanya pembuatan Standar Pelayan Medik(SPM) resmi dan dibukukan
sebagai acuan agar pemilihan terapi yang rasional bisa terlaksana.
4. Penelitian serupa perlu dilakukan pada waktu yang berkelanjutan agar dapat
mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik di RSUI Kustati Surakarta baik
rawat inap maupun rawat jalan.
37
4.
38
DAFTAR PUSTAKA
Amalia dan Siregar JP. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan,
Jakarta: ECG.
Anonim. 2015. Angka Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Kota Manado tahun
2013-2014. Dinkes Kota Manado.
Barbara G. Wells, Dipiro JT., Terry L. Schwinghammer, Dipiro CV.2009.
Pharmacotherapy handbook, in 7th Edition,The McGraw Hill Companies,
Inc., USA.
Badan POM, 2011. Gunakan Antibiotik Secara Rasional untuk Mencegah
Kekebalan Kuman, Info POM, 12 (2), 01-03
Coyle, E. A. & Prince, R. A., 2005.Urinary Tract Infection and Prostatitis, in 7th
Edition, The McGraw Hill Comparies, Inc., USA.
Depkes. 2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Elder JS. 2011. Urinary Tract Infections. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF, editor. Nelson textbook of pediatrics.Ed ke19.
Philadelphia: Saunders Elsevier.
Febrianto AW, Mukaddas A, Faustine I. 2013. Rasionalitas Penggunaan
Antibiotik pada Pasien Infeksi Saluran Kemih (ISK) di Instalasi Rawat
Inap RSUD Undata Palu tahun 2012. Jurnal of Natural Science.
2(3):20-29
Grabe M, Bjerklund-Johansen TE, Botto H, Wullt B, Cek M, Naber KG. 2011.
Guidelines on Urological Infections.Arnhem. The Netherlands: European
Association of Urology (EAU)
IAUI, 2015. Buku Guidline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genetalia
Pria Edisi ke-2 tahun 2015. Penerbit Ikatan Ahli Urologi Indonesia. ISBN
978-602-18283-8-0
Istiantoro, H.S.Vincent.2007. Penisilin Sefalosporin dan Antibiotik Betalaktam
Lainya. Dalam: Ganiswara Sulistia G, editor. Farmakologi dan Terapi
Edisi 5. Jakarta. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
39
Indonesia.hlm. 664-693
Knowles, M., 2005. The Definitive Classic in Adult Education and Human
Resource Development 6th edition. Amsterdam.
Mahesh E, Medha Y, Indumathi VA, Kumar PS, Khan MW, Punith K. 2011.
Community-acquired urinary tract infection in the elderly. BJMP.
4(1):407.
Pontoan, J. Meila, O., Fariza, N.A.2017. Pola Peresepan Antibiotik pada Pasien
ISK di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Social Clinical Pharmacy
Indonesia. Journal Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta. (Vol.2, No.1,
Mar-Agus 2017).
Perdana M, Haryani, Aulawi K. 2017. Hubungan Pelaksanaan Perawatan
Indwelling Kateter dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih. Jurnal
Keperawatan Klinis dan Komunitas Vol.01/01/Maret/2017.
Pratiwi H. 2015. Evaluasi Peresepan Antibiotik Pasien Infeksi Saluran Kemih di
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Roemani Semarang. ISBN: 978-602-
19556-2-8
Rajabnia, M., Gooran, S., Fazeli, F., Dashipour, A., 2012.Antibiotic resistance
pattern in urinary tract infections in Imam-Ali hospital Zahedan (2010-
2011).Zahedan Journal of Research in Medical Science: Zahedan
Sumolang SA, John P, Standy S. 2013. Pola bakteri pada penderita infeksi saluran
kemih di BLU RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Biomedik.
Vol. 1(1): 597-601
Sofyan, M., Alvarino, A., Erkadius, E.2014. Perbandingan Levofloxacin dengan
Ciprofloxacin Peroral dalam Menurunkan Leukosituria sebagai Profilaksis
ISK pada Katerisasi di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas,3(1).
Sukandar, 2006. Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 1. Edisi 4. Jakarta. Pusat Penerbit IPD FKUI.
Tessy A, Ardayo, Suwanto. Infeksi Salauran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001.
h .369.
Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,
Alfabeta,Bandung
Tan, H T., dan Rahardja, K., 2007. Obat- Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Efek-efek Samping Edisi Keenam. Jakarta : Pt. Elex Media Komputindo
40
41
42
Amoxicillin trihydrate 100 mg Per AMOXSAN PAED 15 Suspensi PT. SANBE FARMA
mL ML
Amoxicillin+As.Clavulanac Tablet PT. Otto Pharmaceutichal
CLAMIXIN
Industries
Amoxicillin 500 mg dan asam Tablet PT. Dexa Medica
DEXYCLAV 500MG
Clavulanat
Amoxicillin+As.Clavulanac Suspensi PT. Otto Pharmaceutichal
CLAMIXIN SYR
Industries
Ampicillin 1 gr, Sulbactam 0,5gr Vial PT. Meiji Ind
VICILLIN SX