Anda di halaman 1dari 31

PAPER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

PAPER

Konjungtivitis Bakterial

Disusun oleh :

IDA SHARINA RAZALI


130100433

Supervisor :

dr. Fithria Aldy, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Konjungtivitis Bakterial”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Fithria Aldy, M.Ked (Oph), Sp. M(K) selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini
dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara
optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 2 Juli 2020

i
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i


DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 3
2.1. Anatomi Konjungtiva................................................................................. 3
2.2. Konjungtivitis............................................................................................. 4
2.2.1. Definisi ................................................................................................ 4
2.2.2. Jenis Konjungtivitis.............................................................................. 5
2.3. Konjungtivitis Bakterial............................................................................ 9
2.3.1. Definisi ................................................................................................ 9
2.3.2. Epidemiologi........................................................................................ 9
2.3.3. Etiologi ............................................................................................... 10
2.3.4. Patofisiologi......................................................................................... 10
2.3.5. Jenis Konjungtivitis ............................................................................. 11
2.3.6. Gejala dan Tanda ................................................................................. 12
2.3.7. Diagnosis ............................................................................................. 13
2.3.8. Penatalaksanaan ...................................................................................17
2.3.9. Komplikasi............................................................................................21
2.3.10. Prognosis ..............................................................................................22
BAB 3 KESIMPULAN..................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................24

ii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kaitan konjungtiva dengan orbit dan struktur............................... 3


Gambar 2.2. Bagian-bagian konjungtiva............................................................ 4
Gambar 2.3. Konjungtivitis Alergi..................................................................... 5
Gambar 2.4. Konjungtivitis Iritan ...................................................................... 6
Gambar 2.5. Konjungtivitis Bakteri.................................................................... 6
Gambar 2.6. Konjungtivitis Virus...................................................................... 7
Gambar 2.7. Konjungtivitis Immunocompromised ........................................... 8
Gambar 2.8. Konjungtivitis Neonatal ................................................................ 8
Gambar 2.9. Mucous Discharge ....................................................................... 13

iii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Antibiotik topikal digunakan untuk mengobati konjungtivitis


bakteri ........................................................................................... 18

iv
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mata merupakan salah satu organ yang memiliki peranan penting bagi tubuh,
terutama sebagai indera penglihatan. Dalam menjalankan fungsinya, mata di
tunjang oleh berbagai struktur, termasuk konjungtiva sebagai struktur terluarnya.
Hal ini membuat konjungtiva rentan terhadap paparan bahan atau zat serta agenagen
infeksi. Berbagai reaksi inflamasi dapat terjadi sebagai respon utama terhadap
adanya paparan bahan atau agen infeksi yang menyerang mata. Hal ini biasanya
bermanifestasi sebagai gejala berupa mata merah.1
Radang konjungtiva atau konjungtivitis adalah penyakit mata paling umum di
dunia dan bervariasi dari hiperemia ringan dengan mata berair hingga konjungtivitis
berat dengan sekret purulen kental. Konjungtivitis dapat menyerang seluruh
kelompok umur, akut maupun kronis, serta disebabkan oleh berbagai faktor baik
eksogen maupun endogen. Faktor eksogen meliputi bakteri, virus, jamur, maupun
zat kimiawi irritatif, seperti asam, basa, asap, angin, sinar ultraviolet hingga
iatrogenik. Faktor endogen penyebab konjungtivitis berupa reaksi hipersensitivitas,
baik humoral maupun selular, serta reaksi autoimun.1
Di Indonesia konjungtivitis menduduki peringkat 10 besar penyakit rawat jalan
terbanyak pada tahun 2009. Dari 135.749 pasien yang berkunjung ke poli mata, 73%
adalah kasus konjungtivitis.2
Konjungtivitis bakteri dibagi berdasarkan onset dan keparahannya menjadi
hiperakut, akut dan kronis. Neisseria gonorrhoeae merupakan penyebab utama
konjungtivitis bakteri hiperakut yang biasanya mengenai neonatus dan orang
dewasa yang aktif berhubungan seksual. Konjungtivitis bakteri hiperakut ditandai
dengan onset yang mendadak, sekret yang profus kental dan berwana kuning
kehijauan, hiperemi konjungtiva yang hebat dan kemosis. Jika tidak ditangani secara
tepat maka konjungtivitis bakteri hiperakut ini dapat menyebabkan kekeruhan

1
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

kornea, perforasi kornea dan endoftalmitis.3 Pada konjungtivitis bakteri kronis tanda
dan gejala timbul lebih dari 3 minggu dan sering terjadi kekambuhan.
Hiperemi dan sekret yang timbul biasanya ringan sampai sedang.4
Konjungtivitis bakteri akut didefinisikan sebagai konjungtivitis yang
berlangsung kurang dari 3 minggu, dan merupakan penyakit mata yang paling sering
ditemui oleh dokter umum.5,6 Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering di dunia
adalah S. aureus.7
Konjungtivitis bakteri mudah menular dari satu mata ke mata sebelahnya dan
juga mudah menular ke orang lain melalui kontak langsung dan benda yang kontak
dengan mata.8

2
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Konjungtiva


Konjungtiva adalah selaput lendir halus yang menutupi dan bergabung
dengan permukaan anterior bola mata ke permukaan posterior kelopak mata.
Membran transparan ini melapisi bagian putih mata mulai dari tepi kornea (limbus)
dan berjalan di belakang mata untuk menutupi bagian anterior sklera. Kemudian
mengalir, loop ke depan, dan membentuk permukaan bagian dalam kelopak mata.
Pada canthus medial, konjungtiva terlipat, yang disebut lipatan semilunar. 9

Gambar 2.1 Kaitan konjungtiva dengan orbit dan struktur

Konjungtiva dibagi menjadi tiga bagian tergantung pada lokasi: konjungtiva


palpebra, konjungtiva bulbar dan fornix konjungtiva. Secara histologis konjungtiva
dibagi menjadi tiga lapisan, terdiri dari lapisan epitel, adenoid dan fibrosa. Lapisan
konjungtiva ini mengandung berbagai struktur yang meliputi kelenjar, melanosit,
sel langerhans, sel mast dan jaringan limfoid.9

Pasokan darah arteri ke konjungtiva terdiri dari cabang-cabang arteri


oftalmik (yaitu arteri ciliary anterior dan arcade palpebral), arteri konjungtiva
anterior dan posterior. Pembuluh darah vena umumnya mengikuti pola arteri,

3
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

dimana vena konjungtiva posterior mengaliri vena pada kelopak mata dan vena
konjungtiva anterior mengalirkan vena siliaris anterior ke vena ophthalmic. 9

Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan


profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus
limfatikus. Persarafan konjungtiva dari percabangan (oftalmik) pertama nervus 5
(Trigeminal) dengan relatif sedikit serabut nyeri. 1

Gambar 2.2 Bagian-bagian Konjungtiva

2.2. Konjungtivitis
2.2.1. Definisi
Konjungtivitis adalah istilah yang digunakan secara luas untuk
menggambarkan peradangan konjungtiva.9 Peradangan pada konjungtiva,
umumnya ditandai dengan iritasi, gatal, sensasi benda asing, dan penyiraman atau
keluarnya cairan.10
Konjungtivitis, yang didefinisikan sebagai peradangan bulbar dan / atau
konjungtiva palpebral (selaput lendir pelumas transparan yang menutupi
permukaan mata dan lapisan bawah permukaan kelopak mata), memiliki banyak

4
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

etiologi, termasuk infeksi dari berbagai bakteri, jamur , dan virus, serta penghinaan
beracun dan alergi.11

2.2.2. Jenis Konjungtivitis


1. Konjungtivitis alergi dan iritan
Konjungtivitis alergi terbagi atas dua gangguan akut; konjungtivitis alergi
musiman (yang lazim pada bulan-bulan musim panas) dan konjungtivitis alergi
perenial (yang timbul sebentar-sebentar) dan tiga gangguan kronis,
keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik, dan konjungtivitis papiler
raksasa. Konjungtivitis alergi dianggap reaksi hipersensitivitas tipe I.
Perawatannya sebagian besar suportif, meskipun dalam kasus yang parah,
kortikosteroid topikal mungkin bermanfaat.9

Gambar 2.3. konjungtivitis alergi9

Konjungtivitis iritan adalah bentuk konjungtivitis yang sering disebabkan


oleh faktor eksternal. Faktor, yang dianggap sebagai 'iritasi', secara langsung
mempengaruhi konjungtiva, menyebabkan respons peradangan. Namun, tidak
semua penyebab konjungtivitis iritan bersifat eksternal. Penyebab konjungtivitis
iritan sangat luas, meskipun beberapa penyebab yang lebih umum adalah produk
rambut (misalnya sampo), asap atau asap, air yang diklorinasi yang digunakan di
kolam renang. Sumber non-eksternal yang umum adalah bulu mata yang
terperangkap, yang terus-menerus mengiritasi konjungtiva. Pengobatan
konjungtivitis iritan adalah pembersihan mata secara menyeluruh dan
menghilangkan iritasi.9

5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

Gambar 2. 4. konjungtivitis iritan9

2. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis bakteri adalah infeksi yang relatif umum dan mempengaruhi
semua orang, walaupun insiden yang lebih tinggi terlihat pada bayi, anak-anak
sekolah dan orang tua. Konjungtivitis bakteri memiliki prevalensi yang lebih tinggi
pada anak-anak, di mana sebuah studi baru-baru ini oleh Rose et al
mengidentifikasi 67% dari 326 anak-anak memiliki penyebab bakteri. Walaupun
insidensinya terus menurun di negara berkembang, peningkatan insidensi secara
berkala terlihat selama musim hujan di banyak negara seperti Bangladesh, dan
karenanya, konjungtivitis bakteri adalah penyebab paling umum konjungtivitis
infektif di negara berkembang.9

Gambar 2. 5. Konjungtivitis bakteri9

6
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

3. Konjungtivitis Virus

Konjungtivitis virus adalah infeksi umum di antara populasi Barat, dan


sering dikaitkan dengan infeksi lain di sekitar tubuh. Karena persentuhan dengan
anatomi saluran pernapasan, infeksi saluran pernapasan atas virus merupakan
penyebab umum konjungtivitis virus sekunder.9

Sebagian besar kasus konjungtivitis virus ringan. Hari 3-5 infeksi seringkali
merupakan yang terburuk, tetapi infeksi biasanya akan hilang dalam 714 hari tanpa
pengobatan dan tanpa konsekuensi jangka panjang. Dalam beberapa kasus,
konjungtivitis virus dapat memakan waktu 2-3 minggu atau lebih untuk sembuh,
terutama jika komplikasi muncul.9

Gambar 2. 6. konjungtivitis virus9

4. Konjungtivitis Immunocomromised
Konjungtivitis pada immunocompromised adalah sesuatu yang sering
diabaikan oleh dokter umum. Namun, penting untuk menyelidiki konjungtivitis
pada pasien dengan imunodefisiensi karena mereka lebih mungkin menderita
komplikasi jangka panjang seperti borok dendritik dan kerusakan kornea. 9
Sebagian besar laporan konjungtivitis dalam immunocompromised,
terutama HIV, telah menunjukkan stafilokokus sebagai agen infektif utama, dengan
stafilokokus negatif koagulase (sebagian besar epidermidis stafilokokus ) yang
bertanggung jawab atas sebagian besar kasus. Organisme flora normal utama
lainnya yang menyebabkan infeksi pada pasien yang mengalami gangguan

7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

kekebalan tubuh termasuk cornybacterium pseudo / diphtherticum (ditemukan di


nasofaring) dan beberapa anggota kelompok Haemophilus. Kasus terisolasi dari
neisseriameningitidis dan virus campak juga telah ditemukan pada pasien dengan
imunocompromised, meskipun belum ada penelitian yang menunjukkan hubungan
langsung antara kedua organisme ini dan konjungtivitis pada sistem
imunocompromised.9

Gambar 2.7. konjungtivitis imunocompromised.9

5. Konjungtivitis Neonatal
Konjungtivitis neonatal juga dikenal sebagai ophthalmia neonatorum
adalah peradangan pada konjungtiva yang terjadi pada bulan pertama kehidupan.
Kondisi ini disebabkan oleh sejumlah patogen yang berbeda. Ini termasuk bakteri,
virus dan agen kimia. Dalam beberapa waktu terakhir profilaksis telah
menyebabkan penurunan morbiditas di negara maju. Namun, masih merupakan
penyebab signifikan morbiditas okular, kebutaan, dan bahkan kematian di negara
berkembang. Ophthalmia neonatorum dapat secara luas dibagi menjadi dua jenis,
septik dan aseptik. Jenis aseptik (konjungtivitis kimia) umumnya sekunder akibat
berangsur-angsur tetes perak nitrat untuk profilaksis okular. Konjungtivitis
neonatal septik terutama disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus. 9

8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

Gambar 2. 8. Konjungtivitis neonatal9

2.3. Konjungtivitis Bakterial


2.3.1. Defenisi
Konjungtivitis bakteri adalah radang konjungtiva akibat infeksi bakteri.12
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva, umumnya ditandai
dengan iritasi, gatal, sensasi benda asing, dan penyiraman atau keluarnya cairan.
Perawatan sering didasarkan pada kecurigaan klinis bahwa konjungtivitis adalah
bakteri, tanpa menunggu hasil tes mikrobiologis. Konjungtivitis bakteri pada
pemakai lensa kontak menjadi perhatian khusus karena risiko keratitis bakteri —
infeksi kornea yang menyertai trauma kornea akut atau subakut. Keratitis bakteri
lebih sulit diobati daripada konjungtivitis dan dapat mengancam penglihatan.
Konjungtivitis yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae. Disebut sebagai
ophthalmia neonatorum — terutama merupakan penyakit neonatus yang
disebabkan oleh paparan konjungtiva neonatal pada eksudat servikovaginal wanita
yang terinfeksi selama persalinan.10
2.3.2. Epidemiologi
Insiden konjungtivitis bakteri diperkirakan 135 dalam 10.000 dalam satu
studi. Konjungtivitis bakteri dapat tertular langsung dari individu yang terinfeksi
atau dapat terjadi akibat proliferasi abnormal flora konjungtiva asli. 13
Konjungtivitis bakterial terjadi pada orang dari semua ras, meskipun
perbedaan frekuensi dapat dicerminkan oleh variasi geografis dari prevalensi
patogen. Usia adalah faktor yang relevan dalam prevalensi konjungtivitis bakteri.
Di Amerika Serikat, konjungtivitis bakteri lebih banyak terjadi pada anak-anak
daripada orang dewasa; 23% kasus dilaporkan pada anak usia 0-2 tahun, 28% pada
anak usia 3-9 tahun, dan 13% pada anak usia 10-19 tahun. Orang dewasa

9
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

menyumbang 36% kasus. H influenzae adalah patogen paling umum pada anak-
anak, diikuti oleh S pneumoniae, S aureus, dan Moraxella catarrhalis. Pada orang
dewasa, S aureus , H influenzae , S pneumoniae, dan Moraxellaspesies adalah
patogen yang paling umum. Prevalensi MRSA telah meningkat di panti jompo. 11
Praktisi harus waspada dalam mempertimbangkan penyakit menular seksual
yang disebabkan oleh N gonorrhoeae dan Chlamydia pada kelompok usia yang aktif
secara seksual dan pada bayi baru lahir yang mungkin terpapar selama kelahiran.
Pengambilan riwayat yang bijaksana dan rahasia adalah keterampilan yang
diperlukan untuk menghindari pelanggaran peraturan HIPAA. Dalam situasi etis
atau medisolegal, mendapatkan nasihat dari administrasi dan / atau kolega
direkomendasikan.11
2.3.3. Etiologi
Konjungtivitis bakteri paling sering terjadi pada orang yang sehat. Faktor
risiko termasuk pajanan pada orang yang terinfeksi, kontak muntah (mis. Handuk,
serbet, sarung bantal, dudukan lampu slit-rest dan handle), pemakaian lensa kontak,
sinusitis, keadaan imunodefisiensi, penyakit mata sebelumnya, trauma, dan pajanan
terhadap agen seksual. penyakit menular saat lahir. 11
Penggunaan lensa kontak adalah hal biasa dan karenanya patut mendapat
pertimbangan khusus. Diketahui bahwa pemakaian lensa kontak, terutama tidur saat
mengenakan lensa, adalah faktor risiko umum untuk infeksi kornea bakteri,
terutama di negara maju di mana penggunaan lensa kontak lebih umum. Risiko
infeksi bakteri kornea pada pemakai lensa kontak juga diketahui meningkat dengan
menjaga integritas lensa kontak dan kebersihan lensa kontak secara tidak tepat,
gagal membuang lensa kontak pada waktu yang tepat, dan mengekspos lensa kontak
ke air (misalnya berenang, mandi , keran air). Konjungtivitis alergi pada pengguna
lensa kontak juga umum, dan diferensiasi penting untuk perawatan yang tepat.
Biasanya bijaksana untuk mengobati konjungtivitis bakteri yang dicurigai pada
pengguna lensa kontak, termasuk menghentikan penggunaan lensa dan meresepkan
antibiotik topikal.11
Spesies Staphylococcus paling umum pada orang dewasa, dan Streptococcus
pneumonia dan organisme Gram-negatif Haemophilus influenzae dan Moraxella

10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

catarrhalis pada anak-anak. Pemakai lensa kontak memiliki risiko khusus untuk
infeksi Gram-negatif. seperti Pseudomonas aeruginosa. Neisseria gonorrhoeae
terutama merupakan etiologi neonatal.12
2.3.4. Patofisiologi
Jaringan permukaan mata dan adnexa okular dijajah oleh flora normal
seperti streptokokus, stafilokokus, dan corynebacteria. Perubahan pada pertahanan
inang, dalam titer bakteri, atau pada spesies bakteri dapat menyebabkan infeksi
klinis. Perubahan pada flora juga dapat terjadi akibat kontaminasi eksternal
(misalnya, pemakaian lensa kontak, berenang), penggunaan antibiotik topikal atau
sistemik, atau penyebaran dari situs infeksi yang berdekatan (misalnya, gosok
mata).11

Pertahanan utama terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang menutupi


konjungtiva. Gangguan pada penghalang ini dapat menyebabkan infeksi.
Pertahanan sekunder termasuk mekanisme imun hematologis yang dilakukan oleh
pembuluh darah konjungtiva, imunoglobulin film air mata, dan lisozim dan aksi
pembilasan lakrimasi dan kedip.11
2.3.5. Jenis Konjungtivits
Konjungtivitis bakteri dapat secara luas dibagi menjadi tiga kategori utama;
konjungtivitis bakteri hiperakut, konjungsi akut dan konjungtivitis kronis. 9
 Konjungtivitis bakteri hiperakut umumnya terlihat pada pasien yang
terkena N. Gonore . Onsetnya sering cepat dengan bentuk injeksi
konjungtiva yang berlebihan, kemosis, dan pengeluaran purulen yang
berlebihan. Perawatan yang cepat sangat penting untuk mencegah
komplikasi.9
 Konjungtivitis bakteri akut adalah konjungtivitis bakteri yang paling sering
terlihat dan sering muncul dengan presentasi yang khas, perjalanan waktu
dan prognosis. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Weiss et al,
patogen yang paling umum pada konjungtivitis bakteri akut adalah
Staphylococcus aureus , Haemophilus influenzae, streptococcus
pneumoniae , dan Moraxella catarrhalis , sedangkan dalam penelitian yang

11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

lebih tua dilakukan oleh Gigilotti et al, Chlamydia trachomatis juga


ditemukan.9
 Konjungtivitis bakteri kronis, yaitu mata merah dengan cairan bernanah
yang bertahan lebih dari beberapa minggu, umumnya disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis atau dikaitkan dengan nidus untuk infeksi seperti
pada dakriosistitisda infeksi.9
Pada konjungtivitis bakteri tertentu, penting untuk mengidentifikasi
patogen. Seperti disebutkan, sebagian besar penyebab konjungtivitis didiagnosis
dan diobati berdasarkan pemeriksaan klinis, tetapi pada pasien yang sangat rentan
seperti pasien neonatus atau yang kekurangan imun, diagnosis mikrobiologis harus
dibuat untuk mengecualikan patogen berbahaya seperti N.gonorrheae , Listeria
monocytogenes , Corynobacterium diptheriae dan anggota tertentu dari kelompok
Haemophilus . Patogen ini mengandung enzim proteolitik yang dapat
menyebabkan kerusakan jangka panjang pada parenkim konjungtiva. 9
2.3.6. Gejala dan Tanda
Konjungtivitis bakterial umunya bilateral dan memungkinkan menyebar
mulai di satu mata dan kemudian menyebar ke yang lain. Infeksi bakteri pada
kantung konjungtiva dapat menjadi sekunder akibat keluarnya cairan dari benda
asing, mata kering, trichiasis, atau mucocele lakrimal. Penting untuk memeriksa
margin tutup, membuka tutup atas, dan mencari debit dari puncta lakrimal.14
Gejala seperti mata merah, keluarnya purulen atau mukopurulen, dan
kemosis umum terjadi. Masa inkubasi dan kemampuan menular diperkirakan
masing-masing 1 hingga 7 hari dan 2 hingga 7 hari. Masalah bilateral kelopak mata
dan kepatuhan kelopak mata, kurangnya gatal, dan tidak ada riwayat konjungtivitis
adalah prediktor positif kuat konjungtivitis bakteri. Pengeluaran purulen parah
harus selalu dikultur dan konjungtivitis gonokokal harus dipertimbangkan.
Konjungtivitis yang tidak menanggapi terapi antibiotik standar pada pasien yang
aktif secara seksual menjamin evaluasi klamidia. Kemungkinan keratitis bakteri
yang tinggi di pemakai lensa kontak, yang harus diobati dengan antibiotik topikal
dan dirujuk ke dokter mata. Seorang pasien yang memakai lensa kontak harus
diminta untuk segera melepasnya.13

12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

Konjungtivitis bakteri secara klasik tampak sebagai mata merah, beriritasi


dengan cairan berwarna putih-kuning atau hijau, sensasi benda asing, papilla
konjungtiva, dan kemosis. Satu minggu antibiotik topikal umumnya diindikasikan.
Konjungtivitis hiperakut dengan keluarnya cairan berwarna kuning-hijau purulen
yang berlebihan disertai dengan keratitis marginal, papilla konjungtiva, dan
adenopati preauricular merupakan sugestif konjungtivitis gonokokal. Pengobatan
memerlukan antibiotik topikal agresif (misalnya, bacitracin atau gentamicin),
irigasi untuk mencegah akumulasi bahan purulen yang berpotensi merusak kornea,
serta pengobatan sistemik yang sesuai (ceftriaxone dan cakupan untuk klamidia
dengan azitromisin atau doksisiklin). 17

Gambar 2. 9. Mucous discharge18

2.3.7. Diagnosis
Evaluasi awal pasien harus mencakup aspek-aspek yang relevan dari
evaluasi mata medis yang komprehensif, tetapi beberapa elemen evaluasi dapat
ditunda pada pasien dengan gejala dan tanda-tanda sugestif konjungtivitis
menular.15
Anamnesa :15
Pertanyaan berikut dari riwayat pasien untuk memperoleh informasi yang
bermanfaat:
 Gejala dan tanda (mis., Gatal, keputihan, iritasi, nyeri, fotofobia, penglihatan
kabur)
 Durasi gejala dan waktu perjalanan
 Faktor-faktor yang memperburuk

13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

 Presentation Presentasi unilateral atau bilateral


 Karakter discharge
 Pajanan terhadap individu yang terinfeksi
 Trauma: mekanik, kimia, ultraviolet
 Mucus Fishing (mis., Manipulasi berulang dan menyeka konjungtiva,
menyebabkan iritasi mekanis)
 Menggunakan lensa kontak: jenis lensa, kebersihan, dan rejimen penggunaan
Gejala dan tanda yang berpotensi terkait dengan penyakit sistemik (mis.,
Keluarnya genitourinarius, disuria, disfagia, infeksi saluran pernapasan atas,
lesi kulit dan mukosa)
 Alergi, asma, eksim
 Penggunaan obat topikal dan sistemik
 Riwayat mata mencakup rincian tentang episode konjungtivitis sebelumnya
dan sebelumnya operasi mata.
 Riwayat medis memperhitungkan hal-hal berikut:
 Status kekebalan tubuh yang dikompromikan (mis., Human immunodeficiency
virus (HIV), kemoterapi, imunosupresan)
 Penyakit sistemik saat ini atau sebelumnya (mis., Atopi, sindrom
StevensJohnson, karsinoma, leukemia, cacar air, GVHD)
 Sejarah sosial harus mencakup kebiasaan merokok, pekerjaan dan hobi,
perjalanan, dan aktivitas seksual.
Pemeriksaan fisik:15
Pemeriksaan mata awal meliputi pengukuran ketajaman visual,
pemeriksaan eksternal, dan biomicroscopy slit-lamp. Tanda-tanda klinis khas
untuk jenis konjungtivitis yang paling umum atau paling penting untuk diobati.
Pemeriksaan eksternal harus mencakup unsur-unsur berikut:
 Limfadenopati regional, khususnya preauricular
 Kulit: tanda rosea, eksimosis, seborrhea
 Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan
warna, malposisi, kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, neoplasia

14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

 Konjungtiva: pola injeksi, perdarahan subconjunctival, kemosis,


perubahan cicatricial, symblepharon, massa, debit
Biomikroskopi celah lampu harus mencakup evaluasi yang cermat terhadap halhal
berikut:
 Margin kelopak mata: peradangan, ulserasi, keputihan, nodul atau
vesikel, debris berwarna darah, keratinisasi
 Bulu mata: kehilangan bulu mata, pengerasan kulit, scurf, nits, kutu,
trichiasis
 Lacrimal puncta dan canaliculi: cemberut, keputihan
 Konjungtiva Tarsal dan forniceal:
 Kehadiran dan ukuran papila, folikel
 Perubahan Cicatricial, termasuk foreshortening dan symblepharon
 Pembesaran forniceal
 Membran dan pseudomembran
 Ulserasi
 Pendarahan
 Bahan asing
 Discharge Pengeluaran lendir
 Massa
 Kelemahan menutup mata
 Bulbar konjungtiva / limbus: folikel, edema, nodul, kemosis,
kelonggaran, papila, ulserasi, jaringan parut, phlyctenules,
perdarahan, benda asing, keratinisasi
 Kornea:
 Cacat epitel
 Keratopati punctate dan keratitis dendritik
 Filamen Ulserasi
 Infiltrasi, termasuk infiltrat dan phlyctenules subepitel
 Vaskularisasi
 Endapan keratic
 Anterior chamber / iris: reaksi inflamasi, sinekia, cacat transiluminasi
 Pola pewarnaan: konjungtiva dan kornea

15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

Tes Diagnostik:15
Beberapa kasus konjungtivitis dapat didiagnosis berdasarkan riwayat dan
pemeriksaan (mis., Konjungtivitis virus dengan adanya infeksi saluran
pernapasan atas). Namun, dalam kasus lain, tes diagnostik tambahan mungkin
bermanfaat.
 Budaya
Kultur konjungtiva diindikasikan dalam semua kasus dugaan konjungtivitis
neonatal. Kultur bakteri juga dapat membantu untuk konjungtivitis purulen
purulen rekuren, berat, atau kronis pada kelompok umur apa pun dan dalam
kasus di mana konjungtivitis belum merespons terhadap pengobatan.
 Tes Diagnostik Virus
Kultur virus tidak secara rutin digunakan untuk menegakkan diagnosis. Tes
imunodiagnostik in-office yang cepat menggunakan deteksi antigen tersedia
untuk konjungtivitis adenovirus. Dalam studi terhadap 186 pasien dengan
konjungtivitis akut, tes ini memiliki sensitivitas 88% hingga 89% dan
spesifisitas 91% hingga 94%. Baru-baru ini, sebuah penelitian terhadap 128
pasien dengan konjungtivitis virus akut menemukan bahwa tes yang lebih baru
memiliki sensitivitas antara 85% dan 93% dan spesifisitas antara 96% dan
99% .26 Tes imununagnagnostik mungkin tersedia untuk virus lain, tetapi ini
tidak divalidasi untuk spesimen mata. Reaksi rantai polimerase (PCR) dapat
digunakan untuk mendeteksi asam deoksiribonukleat virus.
Ketersediaan akan bervariasi tergantung pada kebijakan laboratorium.
 Tes Diagnostik Klamidia
Diduga kasus konjungtivitis klamidia dewasa dan neonatal dapat dikonfirmasi
dengan uji laboratorium. Tes diagnostik berbasis imunologi tersedia, termasuk
tes antibodi imunofluoresen langsung dan uji imunosorben terkait-enzim. Tes-
tes ini sebagian besar telah digantikan oleh PCR untuk spesimen genital, dan,
oleh karena itu, ketersediaannya untuk spesimen konjungtiva lebih terbatas.
Ketersediaan PCR untuk menguji sampel okular bervariasi. Meskipun
spesimen dari mata telah digunakan dengan kinerja yang memuaskan, aplikasi
ini belum disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA).

16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

 Bintik / Sitologi
Apusan untuk sitologi dan pewarnaan khusus (mis., Gram, Giemsa)
direkomendasikan dalam kasus dugaan konjungtivitis neonatal yang menular,
konjungtivitis kronis atau berulang, dan dalam kasus dugaan konjungtivitis
gonokokal pada semua kelompok umur.
 Biopsi
Biopsi konjungtiva dapat membantu dalam kasus konjungtivitis yang tidak
responsif terhadap terapi. Karena mata semacam itu mungkin mengandung
neoplasma, biopsi terarah bisa menyelamatkan mata dan menyelamatkan jiwa.
Biopsi konjungtiva dan tes diagnostik pewarnaan imunofluoresen dapat membantu
menegakkan diagnosis penyakit seperti OMMP dan sindrom paraneoplastik.
Biopsi konjungtiva bulbar harus dilakukan dan sampel harus diambil dari daerah
yang tidak terlibat dalam mata dengan peradangan aktif ketika dicurigai OMMP.
Biopsi itu sendiri dapat menyebabkan jaringan parut konjungtiva lebih lanjut pada
OMMP, jadi pengaturan harus dilakukan sebelumnya untuk pewarnaan imun yang
tepat. Banyak biopsi harus dihindari. Dalam kasus yang diduga sebaceous
carcinoma, biopsi kelopak mata penuh diindikasikan.35 Ketika
mempertimbangkan biopsi, konsultasi pra operasi dengan ahli patologi disarankan
untuk memastikan penanganan dan pewarnaan spesimen yang tepat.
 Mikroskopi confocal
Mikroskopi konfokal mungkin bermanfaat sebagai alat non-invasif untuk
mengevaluasi beberapa bentuk konjungtivitis (mis., atopik, SLK).
 Tes darah
Tes fungsi tiroid diindikasikan untuk pasien dengan SLK yang tidak memiliki
riwayat penyakit tiroid.
2.3.8. Penatalaksanaan
Pola praktik untuk meresepkan antibiotik topikal bervariasi. Untuk kasus
konjungtivitis bakteri ringan, kebanyakan praktisi meresepkan agen spektrum luas
secara empiris tanpa memperoleh kultur. Selalu waspada dengan diagnosis banding
dengan mengambil riwayat kasus yang teliti dan evaluasi permukaan mata yang

17
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

cermat. Instruksikan pasien untuk mencari perawatan lanjutan jika perbaikan yang
diharapkan tidak terjadi atau jika penglihatan menjadi terpengaruh.11
Untuk konjungtivitis bakteri ringan dan tidak mengancam, antibiotik
generasi yang lebih tua harus digunakan. Antibiotik generasi selanjutnya dan
fluoroquinolon terbaru harus disediakan untuk infeksi yang lebih serius untuk
meminimalkan risiko pengembangan resistensi mikroba. 11
Untuk konjungtivitis bakteri sedang dan berat, fluoroquinolon terbaru,
termasuk moxifloxacin, besifloxacin, dan levofloxacin, umumnya efektif. Infeksi
berat yang jarang juga mungkin memerlukan rawat inap pasien untuk memastikan
pemberian terapi kombinasi aminoglikosida-sefalosporin yang diperkaya secara
konsisten, vankomisin topikal yang diperkaya, atau perawatan monoterapi
fluoroquinolone topikal setiap 15 menit hingga setiap jam. Semua adalah
perawatan yang efektif, meskipun antibiotik yang diperkaya harus disiapkan tanpa
bahan pengawet di apotek peracikan dan harus tetap didinginkan karena umur
simpannya yang lebih pendek.11

Tabel 2.1. Antibiotik topikal digunakan untuk mengobati konjungtivitis


bakteri12
Antibiotik Kelas Cakupan Mekanisme Ketersediaan
Azitromisin Makrolida Spektrum Bakteriostatik Azasite ® 1%
yang luas (Inspire
Pharmaceuticals
Inc)
Besifloxacin Fluoroquinolone Spektrum Bakterisida Besivance ® 0,6
yang luas % (Bausch dan
Lomb)

18
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

Kloramfenikol Kloramfenikol Spektrum Bakteriostatik Tetes topikal


yang luas tidak dipasarkan
di US
Optrex Infected
Eyes ® 0,5% di
Inggris
Ciprofloxacin Fluoroquinolone Spektrum Bakterisida Ciloxan ® 0,3%
yang luas (Alcon
Laboratories
Inc)
Salep atau tetes
Asam fusidat Penghambat Terutama Bakteriostatik Tidak tersedia di
sintesis protein Gram-positif US

Fucithalmic ® 1
% (Leo Pharma)
di Kanada dan
Inggris
Gatifloxacin Fluoroquinolone Spektrum Bakterisida Zymar 0,3%
yang luas (Allergan Inc)
Gentamicin Aminoglikosida Terutama Bakterisida Obat tetes mata
Gram-negatif 0,3% generik
levofloxacin Fluoroquinolone Spektrum Bakterisida Iquix ® 1.5%
yang luas (Vistakon
Pharmaceuticals
)
lemofloxacin Fluoroquinolone Spektrum Bakterisida Tidak tersedia di
yang luas Amerika serrikat

19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

Moxifloxacin Fluoroquinolone Spektrum Bakterisida Vigamox ® 0,5


yang luas % (Alcon
Laboratories
Inc)
Neomycin Aminoglikosida, Spektrum Bakterisida Neosporin ® (Ki
polymyxin B- polimiksin yang luas ng
gramicidin dan Pharmaceuticals
gramatidin Inc)
Netilmicin Aminoglikosida Terutama Bakterisida Tidak tersedia di
Gram-negatif Amerika serrikat
Norfloxacin Fluoroquinolone Spektrum Bakterisida Chibroxin 0,3%
yang luas (Merck and Co
Inc)
Tidak tersedia di
AS
ofloxacin Fluoroquinolone Spektrum Bakterisida Obat tetes mata
yang luas generik 0,3%

Providoneyodium Spektrum Bakterisida Betadine 5%


yang luas (Alcon
Laboratories
Inc)
Rifamycin Rifamycin Spektrum Bakterisida Tidak tersedia di
yang luas
Amerika serrikat
Tobramycin Aminoglikosida Terutama Bakterisida Salep atau tetes
Gram-negatif Tobrex ® 0
,3% (Alcon
Laboratories
Inc)
Sekitar 60% sembuh dalam 5 hari tanpa pengobatan.
 Antibiotik topikal,

20
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

Biasanya empat kali sehari hingga satu minggu tetapi kadang-kadang lebih intensif,
sering diberikan untuk mempercepat pemulihan dan mencegah infeksi ulang dan
penularan. Tidak ada bukti bahwa antibiotik tertentu lebih efektif. Salep dan gel
memberikan konsentrasi yang lebih tinggi untuk periode yang lebih lama daripada
tetes tetapi penggunaan siang hari terbatas karena penglihatan kabur. Antibiotik
berikut tersedia:
 Kloramfenikol, aminoglikosida (gentamisin ") neomisin, tobramisin),
kuinolon (ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin, lomefloxacin,
gatifloxacin, moxifloxacin, moksiblooksasin bacin, makromaksoksin,
makromaksoksin)
 Beberapa praktisi, khususnya di Amerika Serikat, percaya bahwa
kloramfenikol tidak boleh digunakan untuk perawatan rutin karena
kemungkinan kaitannya dengan anemia aplastik.
 Konjungtivitis gonokokus dan meningokokus harus diobati dengan
quinolone, gentamisin, kloramfenikol atau bacitracin 1-2 jam serta terapi
sistemik (lihat di bawah).
 Antibiotik sistemik diperlukan dalam keadaan berikut:
 Infeksi gonokokal biasanya diobati dengan sefalosporin generasi ketiga
seperti cef e quinolones dan beberapa makrolida adalah alternatif. Penting
untuk meminta nasihat dari ahli mikrobiologi dan / atau spesialis
genitourinari.
 Infeksi H. influenzae, terutama pada anak-anak, diobati dengan amoksisilin
oral dengan asam klavulanat; ada 25% risiko terkena otitis dan sistem
lainnya - O konjungtivitis meningokokus, juga terutama pada anak-anak,
yang mengalami profilaksis sistemik mungkin menyelamatkan jiwa hingga
30% mengembangkan discase sistemik invasif. Saran dari spesialis diskase
pasdiatrik dan menular harus dicari tetapi jika ragu pengobatan dengan
benzylpenisilin intramuskular, ceftriaxone atau cefotaxime, atau
ciprofloxacin oral tidak boleh ditunda.
 Selulitis preseptal atau orbital.
 Steroid topikal, dapat mengurangi jaringan parut pada konjungtivitis membran
dan pseudomembran, meskipun bukti penggunaannya tidak jelas.

21
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

 Irigasi untuk membuang debit berlebih mungkin


berguna dalam kasus hyperpurulent.
 Pemakaian lensa kontak harus dihentikan sampai setidaknya 48 jam setelah
penyelesaian gejala sepenuhnya. Lensa kontak tidak boleh dipakai saat
pengobatan antibiotik topikal terus berlanjut.
 Risiko penularan harus dikurangi dengan mencuci tangan dan menghindari
berbagi handuk.
 Tinjauan tidak diperlukan untuk sebagian besar kasus dewasa ringan / sedang,
meskipun pasien harus diperingatkan untuk mencari nasihat lebih lanjut jika
terjadi kemunduran.
 Pemberitahuan resmi dari otoritas kesehatan publik mungkin diperlukan
secara lokal untuk beberapa alasan.19
2.3.9. Komplikasi
Komplikasi konjungtivitis akut jarang terjadi. Namun, pasien yang gagal
menunjukkan perbaikan dalam 5 hingga 7 hari harus memiliki rujukan ke dokter
mata untuk evaluasi lebih lanjut. Pasien dengan konjungtivitis HZV berada pada
risiko komplikasi tertinggi. Sekitar 38,2% pasien dengan HZV mengalami
komplikasi kornea, dan 19,1% mengalami uveitis; pasien-pasien ini harus selalu
mengunjungi dokter spesialis mata untuk evaluasi ulang yang cermat. Pasien
dengan N. gonore juga berisiko tinggi untuk keterlibatan kornea dan perforasi
kornea sekunder sehingga harus ditangani dengan tepat. 20
2.3.10. Prognosis
Prognosis konjungtivitis bakteri biasanya sangat baik dengan pengobatan
infeksi yang tepat dan cepat. Dalam banyak kasus, remisi spontan, tanpa bekas
yang terlihat.9
Penelitian menunjukkan penyembuhan klinis atau perbaikan yang
signifikan dengan plasebo dalam 2 sampai 5 hari pada 65% orang. Beberapa
organisme menyebabkan komplikasi kornea atau sistemik, atau keduanya. Otitis
media dapat berkembang pada 25% anak-anak dengan konjungtivitis H influenzae,
dan meningitis sistemik dapat mempersulit konjungtivitis meningokokus primer
pada 18% orang. Oftalmia neonatorum gonokokal yang tidak diobati dapat

22
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

menyebabkan ulserasi kornea, perforasi bola mata, dan panophthalmitis.


Investigasi untuk mendeteksi infeksi bersamaan, serta bakteremia dan meningitis
gonokokal, dan dirawat ke rumah sakit untuk perawatan parenteral infeksi mata
sering diperlukan.16

23
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

BAB 3
KESIMPULAN

Konjungtivitas adalah istilah yang digunakan secara luar untuk


menggambarkan peradangan konjungtiva/ Konjungtivitas bakteri adalah radang
konjungtiva akibat infeksi bakteri. Konjungtivitas bakteri terbagi atas tiga yaitu
konjungtivitas bakteri hiperakut, konjungtivitas bakteri akut dan konjungtivitas
kronis. Penyebab paling umum yaitu Spesies Staphylococcus pada orang dewasa,
dan Streptococcus pneumonia dan organisme Gram-negatif Haemophilus influenzae
dan Moraxella catarrhalis pada anak-anak.
Peradangan pada konjungtiva umumnya ditandai dengan mata merah,
beriritasi dengan cairan berwarna putih-kuning atau hijau, sensasi benda asing,
papilla konjungtiva, dan kemosis. Satu minggu antibiotik topikal umumnya
diindikasikan. Konjungtivitis hiperakut dengan keluarnya cairan berwarna
kuninghijau purulen yang berlebihan disertai dengan keratitis marginal, papilla
konjungtiva, dan adenopati preauricular merupakan sugestif konjungtivitis
gonokokal. Pengobatan memerlukan antibiotik topikal agresif (misalnya, bacitracin
atau gentamicin), irigasi untuk mencegah akumulasi bahan purulen yang berpotensi
merusak kornea, serta pengobatan sistemik yang sesuai (ceftriaxone dan cakupan
untuk klamidia dengan azitromisin atau doksisiklin).

24
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

1. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Konjungtiva. Dalam: Vaughan &
Asbury. Oftalmologi Umum. Edisi ke-17. Jakarta: EGC, 2008. h. 97-124.
2. Kemenkes RI. (2010). 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009. Profil
Kesehatan Indonesia Tahun 2009, diakses 06 Juni 2015, dari
http://www.Depkes.go.id
3. Høvding., G. (2008). Acute Bacterial Counjunctivitis. Acta Ophthalmol
(Copenh) 86: 5–17
4. Rubenstein, J., B. (1999). Disorders of The Conjunctiva and Limbus. In: Yanoff
M & Du- ker JS (eds) Ophthalmology. St Louis: Mosby, 12–18.
5. Dart, J., K., G. (1986). Eye Disease at a Community Health Centre. Br Med J
293: 1477– 1480.
6. McDonnell, P., J. (1988). How Do General Practitioners Manage Eye Disease
in The Community?, Br J Ophthalmol 72: 733–736.
7. Mannis, M., J., Plotnik, R., D. (2005). Bacterial Conjunctivitis. In: Tasman M
& Jaeger EA (eds) Duane’s Clinical Ophthalmology, vol. 4. Philadelphia:
Lippincott, Williams & Wilkins, 1–11.
8. Ilyas, S., Yulianti, S. (2014). Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta : FKUI
9. Haq, A., Wardak, H. and Kraskian, N., 2013. Infective Conjunctivitis – Its
Pathogenesis, Management And Complications. 1st ed. pp.21-29.
10. JOHN, J., 2010. Bacterial Conjunctivitis. BMJ Publishing Group, [online]
82(6), pp.665-666. Available at:
<https://www.aafp.org/afp/2010/0915/p665.html#> [Accessed 3 June 2020].
11. Yeung K.K, Bacterial Conjunctivitis (Pink Eye). 2019. [Accesed : 3 June 2020]
Avaliable on : https://emedicine.medscape.com/article/1191730overview
12. Hutnik, C. and Mohammad-Shahi, M., 2010. Clinical
Ophthalmology. Bacterial conjunctivitis, [online] 4, pp.1452-1457. Available
at: <https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3000772/#> [Accessed 3
June 2020].

25
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : IDA SHARINA RAZALI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 130100433
SUMATERA UTARA

13. Azari. A.A. and Barney, N.P., 2013. HHS Public Access. Conjungtivitis,
310(16): 1721-1729. Avaliable at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4049531/
14. Wood, M. 1999. Community Eye Health Journal. Conjungtivitis : Diagnosisi
and Management, 12(30): 19-20. Avaliable at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1706007/
15. Emptage, N. P., Collins, N., Mizuiri, D., Ravetto, J., Lum, J. C., 2013.
American Academi of Ophthalmology. Conjunctivitis.1st ed. pp.10-14.
16. Epling, J., 2012. BJM Clinical Evidance. Bacterial conjunctivitis, 2012:0704.
Avaliable at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3635545/
17. JUCM, J., 2019. PINK EYE: Is it Viral or Bacterial?. Urgent Care Association
(UCA) and College of Urgent Care Medicine (CUCM), 14(1), pp.12-13.
18. Sahoo, S., Haq, A., Sahoo, R. and Sahoo, I., 2011.
Management of
Conjunctivitis in General Practice, 6, p.97.
19. Kanski, J. and Bowling, B., 2016. Kanski's Clinical Ophthalmology E-Book:
A Systematic Approach. 8th ed. ELSEVIER, p.136.
20. Ryder; E. C., Benson. S., 2020, StatPearls. Conjunctivitis. Avaliable at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK541034/

26

Anda mungkin juga menyukai