Anda di halaman 1dari 27

PAPER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

PAPER

ICE Syndrome

Disusun oleh :
HANNAN AB. ZUBAIDI
150100078

Supervisor :
Dr. dr. Masitha Dewi Sari, M.Ked(Oph), Sp.M(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “ICE Syndrome”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr.
Masitha Dewi Sari, M.Ked(Oph), Sp.M(K) selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 22 Februari 2020

i
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i


DAFTAR ISI .....................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Aqueous Humour...................................................3
2.2 Glaukoma ..................................................................................................9
2.2.1 Definisi.............................................................................................9
2.2.2 Epidemiologi....................................................................................10
2.3.3 Faktor Risiko....................................................................................10
2.2.4 Klasifikasi.........................................................................................11
2.2.5 Diagnosis..........................................................................................13
2.3 Iridocorneal endothelial syndrome............................................................16
2.3.1 Definisi.............................................................................................16
2.3.2 Epidemiologi....................................................................................16
2.3.3 Etiologi.............................................................................................17
2.3.4 Patofisiologi......................................................................................18
2.3.5 Diagnosis..........................................................................................18
2.3.6 Diagnosis Banding............................................................................19
2.3.7 Tatalaksana.......................................................................................19
2.3.8 Prognosis..........................................................................................20
BAB 3 KESIMPULAN.....................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................22

ii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sudut bilik mata depan.................................................................. 4


Gambar 2.2 Struktur anterior mata dan arah aliran akuos................................. 5
Gambar 2.3 Anatomi saluran keluar akuos........................................................ 7
Gambar 2.3 Aliran aqueous humor dari mata sehat dan glaucoma................... 7
Gambar 2.5 Tonometri Goldmann..................................................................... 14

iii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi glaukoma ......................................................... 12


Tabel 2.2 Klasifikasi Shaffer............................................................... 15

iv
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Iridocorneal endothelial (ICE) syndrome adalah kelainan langka yang


ditandai dengan kelainan proliferatif dan struktural dari endotel kornea, obstruksi
progresif dari sudut iridokornea, dan anomali iris seperti atrofi dan pembentukan
lubang. Konsekuensi dari perubahan ini adalah dekompensasi kornea dan
glaukoma,yang merupakan penyebab paling sering hilangnya fungsi visual pada
pasien dengan ICE syndrome. ICE syndrome terdiri dari spektrum klinis: atrofi
iris esensial progresif, Cogan-Reese syndrome, dan Chandler syndrome.
(HINDAWI)
Pada tahun 1903, Harms secara ekstensif menggambarkan kondisi mata
langka yang ditandai dengan atrofi iris dan galukoma, dikenal sebagai atrofi iris
esensial progresif. Lima dekade kemudian, Chandler menggambarkan kondisi
okular unilateral langka yang ditandai dengan atrofi iris yang berkaitan dengan
perubahan endotel kornea, edema kornea, dan glaukoma. Selanjutnya, disarankan
bahwa ‘Chandler syndrome’ ini dan atrofi iris esensial progresif adalah dua
bentuk berbeda dari penyakit yang sama. Ketika Cogan dan Reese
menggambarkan kondisi serupa yang terkait dengan nodul iris, terminologi ketiga
diidentifikasi dan kemudian dinamai nevus iris atau ‘Cogan-Reese syndrome’.
Studi selanjutnya mengkonfirmasi bahwa ketiga klinis ini menunjukkan riwayat
dan temuan klinis yang sama dan berbagi mekanisme patogenik yang sama, yaitu
ditandai dengan proliferasi abnormal endotel kornea dan kemudian diberi istilah
‘Iridocorneal endothelial (ICE) syndrome’ oleh Yanoff. (SOURCE NCBI
BOOKMARK)
ICE syndrome bersifat sporadis dalam presentasinya, biasanya unilateral dan
lebih sering terjadi pada wanita dewasa (HINDAWI). Tidak ada kelainan genetik
atau penyakit sistemik penyerta yang berkontribusi dalam kejadian ICE
syndrome.(CASE REPORT. Manifestasi yang paling umum adalah rasa tidak
nyaman pada okuli, penurunan visual, dan kelainan iris (CASEREPORT).

5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

Patologi dasar terletak pada endotel kornea yang berproliferasi dan bermigrasi
melintasi sudut ruang anterior dan ke permukaan anterior iris. Kontraksi pada
membran ini menyebabkan perubahan iris, PAS, dan galaukoma sekunder. ICE
syndrome adalah kondisi yang didapat, dengan etiologi yang tidak jelas, beberapa
laporan mengatakan adanya keterlibatan virus Herpes simpleks dalam
etiopatogenesis penyakit. Terdapat dua komplikasi mayor pada ICE syndrome,
yaitu glaukoma dan dekompensasi kornea. (CHANDRAN)
Penilaian ultra-struktural endotelium dengan teknik in vivo confocal
microscopic (IVCM) dapat memainkan peran penting dalam mengkonfirmasi
diagnosis klinis. IVCM memiliki keuntungan resolusi yang sensitif dan sedikit
kerusakan pada kualitas gambar kornea edema atau jaringan parut ringan.
(INDIA)
Dilaporkan oleh Chandran et al

6
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Aqueous Humour

Salah satu fungsi utama dari aqueous humor inflow adalah


menstabilkan sifat optis. Diharapkan bahwa TIO mata akan
relatif konstan tentang median yang diamati dari 16-17 mmHg.
Fungsi utama kedua dari aqueous humor adalah untuk
memberikan oksigen, nutrisi dan untuk menghilangkan produk
sisa metabolisme dari segmen anterior avaskular yang terdiri
dari lensa, kornea, dan kerja trabecular meshwork. Fungsi-fungsi
lain yang dianggap berasal dari aqueous humor inflow adalah
distribusi antioksidan, seperti askorbat, dan respon imun lokal.
Epitel silia memekatkan askorbat dalam aqueous humor 40 kali
lipat di atas konsentrasi plasma. Dengan demikian, konsentrasi
askorbat intraseluler dari epitel ciliary cenderung meningkat ke
tingkat milimolar melalui cotransporter Naþ-askorbat. Ini
sebanding dengan kadar askorbat dalam cairan serebrospinal
dan sel-sel otak.4
Aquaeous humor disekresikan oleh epitel ciliary ke dalam
ruang posterior yang dibatasi oleh vitreous humor dan lensa di
posterior, dan iris dan pupil di anterior. Sebagian besar cairan
mengalir melalui pupil ke anterior chamber, dan akhirnya keluar
pada sudut yang dibentuk oleh iris dan kornea. Sebagian besar
aqueous humor primata telah lama dianggap meninggalkan
ruang anterior melalui jalur trabecular 'konvensional', yang
terdiri dari jalinan trabecular, jaringan juxtacanalicular, kanal
Schlemm, saluran kolektor, dan aliran keluar vena secara seri.
Studi terbaru telah meningkatkan kemungkinan bahwa sebagian
besar dari aqueous humor dapat keluar melalui sistem aliran

7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

uveoscleral paralel yang kompleks. Berbeda dengan TIO, laju


masuknya aqueous humor mengalami aritme sirkadian tegas dan
mencolok. Dari jam 8 pagi sampai 12 malam, aliran masuk pada
manusia muda normal mencapai 3 ml/menit, tetapi turun sekitar
60% menjadi 1,3 ml / menit dari jam 12 sampai jam 6 pagi.4
Lebih jauh, fenomena siklus sirkadian menunjukkan bahwa
aliran masuk diatur secara fisiologis. Namun, peraturan itu
tampaknya tidak sensitif terhadap TIO karena aliran masuk tidak
berubah pada pasien glaukoma. Pentingnya memahami sekresi
aqueous humor tidak terletak pada memperjelas patogenesis
glaukoma, tetapi dalam memfasilitasi pengembangan strategi
untuk menurunkan TIO.4
A. Sudut Bilik Mata Depan (Anterior Chamber)
Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris.
Pada bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan mata (aqueous humour).
Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm,
baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris. Sudut filtrasi berbatas dengan sklera
kornea dan ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar dan merupakan
batas belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman
trabekula mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen
yaitu badan siliar dan uvea. Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang
merupakan akhir perifer endotel dan membrane descement, serta kanal Schlemm
yang menampung cairan mata keluar ke salurannya.5
Bila terdapat hambatan dalam pengeluaran aqueous humour akan terjadi
penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehingga tekanan bola mata
meninggi atau glaukoma. Sudut bilik mata depan sempit terdapat pada mata
berbakat glaukoma sudut tertutup, hypermetropia, blokade pupil, katarak
intumesen dan sinekia posterior perifer.5

8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

Gambar 2.1 Sudut bilik mata depan.6

B. Produksi Aqueous Humour


Aqueous humour dihasilkan dari plasma oleh epitel siliar badan siliar pars
plikata dengan menggunakan kombinasi sekresi aktif dan pasif. Filtrat protein
tinggi keluar dari kapiler fenestrasi (ultrafiltrasi) ke dalam stroma prosesus siliaris,
yang mana transpor aktif zat terlarut terjadi melintasi epitel siliar berlapis ganda.
Dengan demikian gradien osmotik memfasilitasi aliran pasif air ke ruang
posterior. 1,7
 Sekresi aktif; mengacu pada transportasi yang membutuhkan energi untuk
memindahkan natrium, klorida, bikarbonat, dan ion lainnya, yang saat ini
tidak diketahui, melawan gradien elektrokimia. Sekresi aktif tidak tergantung
pada tekanan dan menyebabkan sebagian besar produksi aqueous humour. Ini
melibatkan, setidaknya sebagian, aktivitas enzim karbonat anhidrase.
 Utrafiltrasi; mengacu pada gerakan yang bergantung pada tekanan di
sepanjang gradien tekanan. Pada prosesus siliaris, perbedaan tekanan
hidrostatik antara tekanan kapiler dan TIO mendukung pergerakan cairan ke
dalam mata, sedangkan gradien onkotik antara keduanya melawan
perpindahan cairan. Hubungan antara sekresi dan ultrafiltrasi tidak diketahui.
 Difusi; melibatkan pergerakan ion pasif, berdasarkan muatan dan konsentrasi,
melintasi membran.1
C. Pengeluaran Aqueous Humour

9
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

Aqueous humour dihasilkan oleh badan siliar. Memasuki posterior


chamber, aqueous humor melewati pupil ke dalam anterior chamber. Struktur
yang berkaitan dengan pengeluaran aqueous humour adalah sebagai berikut.1,3

Gambar 2.2 Struktur anterior mata dan arah aliran aqueous8

 Trabecular meshwork
Merupakan struktur seperti saringan pada sudut anterior chamber di mana
90% aqueous humour dialirkan keluar mata melalui struktur ini. Trabecular
meshwork memiliki 3 komponen:
1. Uveal meshwork
Merupakan bagian yang paling dalam dan terdiri dari endotel
menyerupai seperti kawat jala yang terbentang dari iris hingga badan
stroma. Ukuran pori hingga 70 μm. Ruangan intratrabekular relatif luas
dan memberikan tahanan kecil terhadap aliran akuos.6,7
2. Corneoscleral meshwork
Merupakan struktur yang terletak di luar uveal meshwork membentuk
bagian paling tebal trabekulum. Struktur ini terdiri dari lapisan jaringan
ikat seperti lembaran-lembaran dengan ukuran pori hingga 30 μm.
Ruangan intertrabecular lebih kecil dari uveal meshwork serta
memberikan tahanan yang lebih besar terhadap aliran akuos.6,7
3. Juxtacanalicular (cribiform) meshwork
Merupakan struktur terluar trabekulum dan menghubungkan
coeneoscleral meshwork dengan endothelium dinding kanal Schlemm
yang lebih dalam. Struktur ini terdiri dari sel yang terjalin dalam
matriks ekstraselular yang padat dengan ruang interselular yang kecil

10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

dan menjadi bagian terbesar dari tahanan normal terhadap aliran


(ukuran pori 4-7 μm). 6,7
 Schlemm canal
Merupakan saluran yang melingkar dalam perilimbal sklera. Dinding bagian
dalam dihubungkan dengan sel endotel berbentuk spindle yang irregular dan
memiliki vakuola yang besar. Dinding terluar dibatasi oleh sel rata yang halus
dan mencakup pembukaan saluran pengumpul yang meninggalkan kanal pada
sudut yang miring dan berhubungan secara langsung atau tidak langsung
dengan vena episklera. Septa umumnya membagi lumen ke dalam 2-4
saluran.7

Gambar 2.3 Anatomi saluran keluar akuos: A. uveal meshwork B. corneoscleral meshwork
C. Schwalbe line D. Schlemm canal E. connector channel F. Otot longitudinal badan siliar G.
scleral spur7

11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

Gambar 2.4 Aliran aqueous humor dari mata sehat dan mata dengan glaucoma.9

D. Aliran aqueous humour


Aqueous humour mengalir dari bilik mata belakang melalui pupil ke bilik
mata depan. Aqueous humour keluar dari mata melalui tiga jalur:7
 Aliran tabekular (90%): akuos mengalir melewati trabekulum ke kanal
Schlemm dan kemudian ke vena episkleral. Ini merupakan jalur aliran akuos
dalam jumlah besar yang sensitive tekanan, sehingga peningkatan TIO akan
meningkatkan pengeluaran akuos.
 Aliran uveoskleral (10%): akuos mengalir melewati permukaan badan siliar
menuju ruang suprakoroidal dan dikeluarkan melalui sirkulasi vena pada
badan siliar, koroid dan sklera.
 Iris: sebagian kecil akuos juga dikeluarkan melalui iris

E. Tekanan intra okular

12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

Tekanan intra okular (TIO) ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah


produksi akuos dan pengeluarannya dan selanjutnya berkaitan dengan faktor yang
melibatkan resistensi yang dihadapi trabekulum dan tingkat tekanan vena
episkleral.7 Tekanan intraokular (TIO) adalah tekanan cairan mata
dimana ukuran kekuatan per area, TIO adalah pengukuran yang
melibatkan besarnya gaya yang diberikan oleh aqueous humor
pada area permukaan internal mata anterior. Tekanan
intraokular dapat secara teori ditentukan oleh persamaan
Goldmann, yaitu IOP = (F/C) + P, di mana F merupakan laju
aliran berair, C merupakan aliran keluar akuos, dan P adalah
tekanan vena episkleral. Perubahan atau fluktuasi pada salah
satu variabel ini pasti akan mengubah TIO. 9
Tekanan intraokular ada sebagai keseimbangan antara
produksi dan drainase aqueous humor. Keseimbangan antara TIO
meningkat dengan meningkatnya tekanan darah sistemik.
Peningkatan TIO yang tiba-tiba dapat menyebabkan tekanan
mekanis dan efek iskemik pada lapisan serat saraf retina,
sementara penurunan TIO yang tiba-tiba dapat menyebabkan
gelembung mikro terbentuk dari gas terlarut dalam
mikrovaskatur dengan emboli gas yang dihasilkan dan kerusakan
jaringan iskemik. Peningkatan TIO kronis telah terlibat dalam
patogenesis glaukoma sudut terbuka primer dan masalah
perusakan penglihatan lainnya.Tekanan intraokular diatur
dengan hati-hati, dan gangguan sering berimplikasi pada
perkembangan patologi seperti glaukoma, uveitis, dan ablasi
retina.9
Tekanan intra okular rata-rata pada populasi secara umum adalah sekitar
16 mmHg pada applanation tonometry dan tekanan intra okular normal berkisar
11-21 mmHg. Nilai normal TIO bervariasi dengan waktu (variasi diurnal), detak
jantung, tekanan darah dan pernapasan. Pola diurnal bervariasi, dengan

13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

kecenderungan tekanan lebih tinggi pada pagi hari dan menurun pada sore dan
malam hari.7

F. Komposisi aqueous humour


Aqueous humour adalah cairan bening yang mengisi bilik mata bagian
depan dan belakang. Volumenya sekitar 250 μL, dan laju produksinya, yang
dikenakan variasi diurnal, sekitar 2,5 μL/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih
tinggi dari plasma. Komposisi aqueous humour sama dengan plasma kecuali
untuk konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang jauh lebih tinggi dan
konsentrasi protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.8

2.2 Glaukoma
2.2.1 Definisi
Glaukoma adalah sekelompok neuropati optik progresif yang ditandai
dengan degenerasi sel ganglion retina dan mengakibatkan perubahan pada optic
nerve head. Glaukoma merupakan sekelompok penyakit yang didefinisikan oleh
neuropati optik khas yang konsisten dengan remodelling elemen jaringan ikat
optic nerve head (juga disebut optic disc) dan dengan hilangnya jaringan saraf
yang terkait dengan perkembangan akhirnya pada gangguan pola visual yang khas
visual. Hilangnya sel-sel ganglion berhubungan dengan tingkat tekanan
intraokular, tetapi faktor-faktor lain mungkin juga berperan. Meskipun
peningkatan tekanan intraokular adalah salah satu faktor risiko utama untuk
berkembangnya glaukoma, peningkatan tersebut tidak memiliki peran dalam
definisi penyakit. Lebih lanjut, TIO dari semua tingkatan dapat berdampak pada
risiko glaukoma. 1,10
Kerentanan terhadap glaukoma ditentukan tidak hanya oleh TIO, tetapi
juga oleh ketahanan saraf optik terhadap berbagai mekanisme patogenik yang
terlibat dalam neuropati. Dengan demikian, pada beberapa individu, cedera
progresif dapat terjadi pada tingkat TIO yang rendah sedangkan pada orang lain
dengan tekanan yang lebih tinggi, cedera tidak pernah terjadi. Pada sebagian besar
kasus glaukoma, diduga bahwa TIO terlalu tinggi untuk berfungsinya akson saraf

14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

optik dan menurunkan tekanan akan menstabilkan kerusakan. Namun, saraf optik
dapat terus rusak meskipun terjadinya penurunan TIO.1

2.2.2 Epidemiologi
Glaukoma menyerang 2-3% orang di atas usia 40 tahun; 50% mungkin
tidak terdiagnosis. Glaukoma sudut terbuka primer (POAG) adalah bentuk paling
umum pada orang kulit putih, Hispanik / Latin dan kulit hitam. Prevalensinya
sangat tinggi pada pada terakhir ini. Pada basis di seluruh dunia, primary angle
closure (PAC) mencakup hingga setengah dari kasus, dan memiliki prevalensi
yang sangat tinggi pada individu keturunan Asia, meskipun dengan peningkatan
pemeriksaan seperti rutin gonioskopi dalam lingkungan yang lebih gelap daripada
lingkungan yang cerah, PAC diketahui lebih umum pada individu Kaukasia.7

2.2.3 Faktor Risiko


Faktor risiko terjadinya glaucoma diantaranya:7
• TIO. Semakin tinggi IOP, semakin besar kemungkinanglaukoma. Asimetri
dari TIO 4 mmHg atau lebih jugapenting. 7
• Usia. POAG lebih sering terjadi pada individu yang lebih tua. 7
• Ras. Secara signifikan (mungkin empat kali) lebih umum,berkembang
pada usia lebih dini dan mungkin lebih sulit untuk dikendalikan pada
orang kulit hitam daripada orang kulit putih. 7
• Riwayat keluarga dengan Primary open angle glaucoma (POAG).
Keluarga pasien tingkat pertama dengan POAG berada pada risiko yang
meningkat. Perkiraan risiko untuk saudara kandung adalah empat kali dan
untuk anak dua kali lipat dari risiko populasi normal,meskipun angka yang
disurvei bervariasi. 7
• Diabetes mellitus. Studi longitudinal tidak menunjukkan peningkatan
risiko glaukoma. Bias seleksi mungkin menjelaskan mengapa penelitian
berbasis klinis melaporkan prevalensi glaukoma yang lebih tinggi pada
orangdengan diabetes. 7
• Miopia dikaitkan dengan peningkatan insiden POAGdan mata rabun jauh
lebih rentan terhadap glaukomakerusakan.Terapi Anti-VEGF (faktor

15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

pertumbuhan endotel vaskular). Pasien yang menjalani terapi anti-VEGF


untuk yang berkaitan dengan usiadegenerasi makula atau edema makula
diabetes beresikodari peningkatan TIO berkelanjutan. Ini lebih mungkin
terjadi setelahinjeksi berulang dengan bevacizumab dibandingkan dengan
ranibizumab.Risiko ini secara signifikan lebih besar untuk pasien dengan
glaukomadaripada untuk orang normal. Risiko operasi glaukomaakan
dibutuhkan peningkatan setelah enam suntikan. 7
• Pil kontrasepsi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa jangka
panjangpenggunaan pil kontrasepsi oral dapat meningkatkan
risikoglaukoma, mungkin dengan menghalangi efek estrogen pelindung. 7
• Penyakit pembuluh darah. Berbagai kondisi sistemik terkaitkompromi
vaskular mungkin berhubungan, meskipun jelashubungan terbukti sulit
untuk ditunjukkan secara konsisten. Hipertensi sistemik, penyakit
kardiovaskular, diabetesdan semua kondisi vasospastik seperti
migrainterlibat. Perfusi okular yang buruk mungkin menjadi faktor
risikoperkembangan glaukoma. 7
• Gradien tekanan translaminar. Studi menunjukkan bahwa aperbedaan
dalam tingkat IOP dan tekanan CSF orbital mungkinmeningkatkan
kemungkinan perkembangan dan perkembangankerusakan glaukoma,
mungkin karena deformasi yang terkaitdari lamina cribrosa. 7
• Area diskus optikus. Cakram besar lebih rentan terhadap kerusakan.•
Tekanan perfusi okular adalah perbedaan antara TD arteri dan TIO dan
telah ditunjukkan dalam studi populasi untuk dikaitkan dengan
peningkatan risiko untuk pengembangan dan perkembangan glaukoma. 7

2.2.3 Klasifikasi
Menurut American Academy of Ophtalmology, glaukoma diklasifikasikan
sebagai berikut.1

16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

Tabel 2.1 Klasifikasi Glaukoma1


Tipe Karakteristik
Open-angle glaucoma and related diagnoses
Primary open-angle Tidak berhubungan dengan gangguan okular atau sistemik yang
glaucoma (POAG) menyebabkan peningkatan resistensi terhadap aliran humor akuos
atau kerusakan saraf optik; biasanya berhubungan dengan
peningkatan TIO
Normal-tension Merupakan lanjutan dari POAG, istilah ini digunakan ketika tidak
glaucoma (NTG) terdapat peningkatan TIO

Juvenile open-angle Istilah ini sering digunakan ketika POAG didiagnosis pada usia
glaucoma (JOAG) muda (biasanya 4-35 tahun)

Ocular hypertension Optic disc dan lapang pandangan normal yang terkait dengan
peningkatan TIO

Glaucoma suspect Terduga glaukoma hanya berdasarkan gambaran optic disk atau
lapang pandangan, tanpa diketahui nilai TIO

Secondary open- Meningkatnya resistensi terhadap aliran trabecular meshwork


angle glaucoma yang berhubungan dengan kondisi lain (misalnya pigmentary
glaucoma, phacolityc glaucoma, steroid induced glaucoma,
exfoliation syndrome, angle-recession glaucoma)
Peningkatan tekanan vena episkleral (mis.carotid cavernous
fistula)

Angle-closure glaucoma
Primary angle Sudut sempit tanpa tanda kerusakan trabecular meshwork atau
closure suspect saraf optic
(PACS)
Primary angle Sudut sempit dengan peningkatan TIO atau PAS tetapi tidak ada
closure (PAC) kerusakan saraf optic

Primary angle- Sudut sempit dengan peningkatan TIO atau PAS dengan bukti
closure glaucoma adanya kerusakan saraf optic
(PACG)
Primary angle- Variasi anatomi di iris root di mana penyempitan sudut terjadi
closure without bukan karena pupillary block
pupillary block
(plateau iris)
Chronic angle- Peningkatan TIO yang disebabkan oleh berbagai bagian dari sudut
closure anterior chamber yang ditutup secara permanen oleh sinekia
anterior perifer

Secondary angle- Pupillary block terjadi akibat mekanisme selain kelainan anatomi
closure glaucoma segmen anterior (misalnya intumescent atau secluded pupil)
with pupillary block

Secondary angle- Mekanisme posterior pushing: lensa-iris didorong ke depan

17
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

closure glaucoma (misalnya, tumor segmen posterior, prosedur scleral buckling,


without pupillary efusi uvea).
block Mekanisme anterior pulling: anterior segment process menarik
iris untuk membentuk peripheral anterior synechiae (misalnya,
iridocorneal endothelial syndrome, glaukoma neovaskular, dan
inflamasi)
Childhood glaucoma
Primary congenital Primary glaucoma yang muncul saat lahir atau dalam beberapa
glaucoma (PCG) tahun pertama kehidupan

Glaucoma Berhubungan dengan gangguan okular (misalnya, anterior


associated with segment dysgenesis, aniridia)
congenital Berhubungan dengan penyakit sistemik (misalnya, Sturge-Weber
anomalies syndrome, neurofibromatosis 1)
Secondary Berhubungan dengan peyakit yang didapat (misalnya, inflamasi,
glaucoma in infants trauma retinoblastoma)
and children

2.2.4 Diagnosis
Diagnosis meliputi anamnesis penyakit pasien, melakukan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang lain.
 Anamnesis
Dokter harus menanyakan tentang gejala yang sering dikaitkan dengan
glaukoma, seperti nyeri, kemerahan, lingkaran cahaya berwarna di sekitar
lampu, perubahan penglihatan, dan hilangnya penglihatan. Anamnesis juga
mencakup penyelidikan spesifik tentang penyakit atau kondisi yang mungkin
memiliki manifestasi okular atau yang mungkin mempengaruhi kemampuan
pasien untuk mentolerir obat. Kondisi tersebut termasuk diabetes mellitus,
penyakit jantung dan paru, hipertensi, syok hemodinamik, hipotensi sistemik,
sleep apnea, fenomena Raynaud, migrain dan penyakit neurologis lainnya,
batu ginjal, dan kehamilan. Harus ditanyakan juga riwayat penggunaan
kortikosteroid, baik topikal atau sistemik serta riwayat penyakit dalam
keluarga.1,11
 Pemeriksaan tajam penglihatan
Pada tahap awal glaukoma, ketajaman visual sentral tetap dan dapat tetap
utuh bahkan sampai tahap terakhir penyakit. Oleh karena itu, ketajaman
visual saja tidak selalu memberikan informasi yang cukup untuk
mengevaluasi tingkat keparahan glaukoma. Namun demikian, dalam kasus

18
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

glaukoma yang sangat lanjut, ketajaman visual dapat menjadi hal yang
penting dalam pemilihan pengobatan. Penurunan tajam dalam ketajaman
visual dalam kasus yang sangat maju juga dapat menjadi indikator
progresivitas.11
 Pemeriksaan Glaukoma
a. Pemeriksaan tekanan bola mata.
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan tonometer dan disebut
sebagai tonometri. Beberapa alat tonometer seperti alat tonometer Schiotz
dan tonometer aplanasi Goldman. Pemeriksaan tekanan bola mata dapat
juga dilakukan secara palpasi, akan tetapi cara ini sangat subjektif,
sehingga kurang dapat dipercaya.5

Gambar 2.5 Tonometri Goldmann7

b. Tebal kornea
Kornea yang tipis dapat memberikan kesan tekanan bola mata yang
rendah. Demikian pula sebaliknya kornea yang tebal akan memberikan
kesan tekanan bola mata tinggi. Dengan pakimeter, tebal kornea dapat
diukur dengan waktu yang pendek.5

c. Gonioskopi
Dengan gonioskopi dapat dilihat keadaan sudut bilik mata yang dapat
menimbulkan glaukoma. Penentuan gambaran sudut bilik mata dilakukan
pada setiap kasus yang dicurigai adanya glaukoma. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran depan
kornea setelah diberikan anestesi lokal. Lensa ini dapat dipergunakan

19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

untuk melihat sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360


derajat.3,6 Sistem klasifikasi Shaffer menggambarkan sudut antara
trabecular meshwork dan iris seperti dalam tabel berikut.1

Tabel 2.2 Klasifikasi Shaffer1


Grade Keterangan
Grade 4 Sudut antara iris dan trabecular meshwork 45°
Grade 3 Sudut antara iris dan trabecular meshwork diantara 20° sampai 45°
Grade 2 Sudut antara iris dan trabecular meshwork kurang dari 20°.
Kemungkinan sudut tertutup.
Grade 1 Sudut antara iris dan trabecular meshwork 10°. Kemungkinan sudut
tertutup.
Slit Sudut antara iris dan trabecular meshwork kurang dari 10°.
Kemungkinan sudut tertutup sangat mungkin.
0 Iris dan trabecular meshwork berhimpitan. Sudut tertutup dijumpai.

d. Oftalmoskop
Merupakan alat untuk melihat bagian dalam mata atau fundus okuli.
Pemeriksaan dengan oftalmoskop dinamakan oftalmoskopi.
Oftalmoskopi dibedakan dalam oftalmoskopi langsung dan tidak
langsung. Pada oftalmoskopi langsung daerah yang dilihat, paling perifer
sampai daerah ekuator, tidak stereoskopis, berdiri tegak dan pembesaran
15 kali. Oftalmoskopi tidak langsung akan terlihat daerah fundus okuli 8
kali diameter papil, dapat dilihat sampai daerah ora serata, karena dilihat
dengan 2 mata maka terdapat efek stereoskopik dan dengan pembesaran
2-4 kali.5

2.3 Iridocorneal endothelial syndrome


2.3.1 Definisi
Iridocorneal endothelial (ICE) syndrome adalah kelainan okular langka
yang mencakup sekelompok kondisi yang ditandai oleh struktur dan kelainan
proliferatif endotel kornea, sudut ruang anterior, dan iris. Gambaran klinis umum
termasuk edema kornea, glaukoma sekunder, atrofi iris, dan anomali pupil, mulai
dari distorsi hingga polikoria. Subtipe utama dari sindrom ini adalah atrofi iris
progresif, sindrom Cogan-Reese, dan sindrom Chandler. (HINDAWI)

20
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

Sindrom ini hampir selalu melibatkan sel-sel yang bergerak dari kornea ke
iris. Hilangnyasel-sel dari kornea dapat menyebabkan pembengkakan kornea, iris,
dan pupil yang dapat menjadi distorsi. Ketika sel-sel kornea bergerak, mereka
dapat menghalangi cairan mengalir dengan baik melalui saluran drainase
mikroskopis mata. Penyumbatan ini menyebabkan terbentuknya tekanan pada
mata yang mengarah ke glaukoma.(https://www.aao.org/eye-
health/diseases/iridocorneal-endothelial-syndrome-ice).

2.3.2 Epidemiologi
Sindrom ICE dianggap sporadis dalam presentasi, tanpa hubungan yang
konsisten dengan penyakit mata atau sistemik lainnya, serta hubungan dengan
keluarga jarang terjadi. Penyakit ini muncul sebagai penyakit unilateral, lebih
sering terjadi pada wanita berusia 20 sampai 50 tahun. Sindrom ICE harus
dipertimbangkan dalam diagnosis banding untuk setiap pasien muda hingga
setengah baya yang mengalami galukoma unilateral, dekompensasi kornea, dan
atau atrofi iris.
(https://eyewiki.aao.org/Iridocorneal_Endothelial_Syndrome_and_Secondary_Gla
ucoma)

2.3.3 Etiologi
Etiologi sebenarnya dari sindrom ICE belum dipahami sepenuhnya. Beberapa
ahli telah berteori bahwa infeksi virus yang mendasari sindrom ini adalah Herpes
simpleks atau Eipstein-Barr yang menyebabkan peradangan tingkat rendah pada
endotel kornea, yang mengakibatkan aktivitas epitel yang tidak biasa. Tes
Polymerase Chain Reaction (PCR) sel endotel kornea dari pasien sindrom ICE
ditemukan memiliki persentase tinggi HSV DNA dibandingkan dengan kontrol
normal.
(https://eyewiki.aao.org/Iridocorneal_Endothelial_Syndrome_and_Secondary_Gla
ucoma).

2.3.4 Patogenesis

21
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

2.3.5 Diagnosis

2.3.6 Diagnosis Banding

2.3.7 Tatalaksana
A. Medikasi
Selama glaucomatocyclitic crisis, pengobatan harus dimulai untuk
mengendalikan TIO dan mengurangi peradangan. Obat-obat hipotensif okular
topical (misalnya, β-blocker) dan oral (misalnya inhibitor karbonat anhidrase)
digunakan untuk mengurangi TIO. Penggunaan derivat prostaglandin belum
terbukti bermanfaat dan dapat berisiko memperburuk peradangan. Kortikosteroid
topikal dan obat antiinflamasi nonsteroid topikal dan / atau oral (misalnya,
indometasin) dapat bermanfaat. Tidak ada bukti bahwa terapi supresi jangka
panjang dengan agen antiinflamasi nonsteroid topikal atau kortikosteroid adalah
efektif.1,7 Terapi profilaksis untuk glaukoma atau uveitis tidak mencegah rekurensi
dan tidak direkomendasikan dipakai di antara serangan.17
B. Operatif
Pada kasus di mana tekanan intraokuler tidak dapat dikontrol dengan
menggunakan terapi suportif yang maksimal, terapi operatif dapat
dipertimbangkan, terutama ketika tanda-tanda kerusakan saraf optik atau
perubahan lapang pandang muncul.18 Serangkaian kasus yang dilaporkan 8 pasien
dengan Posner Schlossman Syndrome yang menjalani trabeculectomy dengan
mitomycin-C dengan peningkatan tekanan intraokuler yang tidak terkendali dan
penyempitan lapang pandang, pada follow-up lebih lanjut semua pasien tidak
memerlukan obat tetes penurun tekanan intraokuler, meskipun kambuhnya iritis
tercatat pada 2 pasien.11 Tindakan operasi diperkirakan tidak hanya untuk
membantu mengeluarkan cairan, tetapi juga dengan meningkatkan drainase dari
sel-sel inflamasi.19

2.3.8 Prognosis

22
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

Posner Schlossman Syndrome (glaucomatocyclitic crisis) telah lama


dianggap sebagai penyakit “benign” kebanyakan pasien diobati karena serangan
kemudian sembuh tanpa gejala sisa jangka panjang. Namun, sejumlah pasien
dengan serangan berulang, bahkan jika diobati, dapat menunjukkan perubahan
jangka panjang pada saraf optik dan lapang pandang. Diperkirakan bahwa hal ini
adalah merupakan durasi dari peningkatan tekanan intraokuler, bukan frekuensi
serangan, yang menyebabkan terjadinya kerusakan. Pasien seperti ini mungkin
memerlukan terapi operatif.19,20

23
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

BAB 3
KESIMPULAN

Posner-Schlossman syndrome (ditemukan oleh Posner dan


Schlossman pada tahun 1948 dan dikenal juga sebagai Glaucomatocyclitic
crisis) merupakan salah satu bentuk glaukoma inflamatorik sudut terbuka
yang tidak biasa. Hal ini ditandai dengan peningkatan nyata tekanan
intraokuler yang bersifat episodik unilateral yang disertai dengan inflamasi
derajat ringan pada anterior chamber mata.
Selama serangan akut, pasien datang dengan gejala yang minimal
berupa ketidaknyamanan okular dan penglihatan kabur, sering dialami
dengan durasi yang singkat. Gejala mengenai pada satu mata yang dapat
berlangsung antara beberapa jam dan beberapa minggu. Pada pemeriksaan
klinis, ditemukan iridosiklitis ringan dengan sedikit ciliary flush, edema
kornea, nonpigmented keratic precipitate berukuran sedang hingga
menengah pada kornea sentral dan inferior. Biasanya, ada trace cell dan
flare cell pada ruang anterior. Sinekia posterior dan sinekia anterior perifer
secara khas tidak ada. Kenaikan TIO terjadi dengan kisaran kenaikan 40-
50 mmHg. Gonioskopi didapatkan sudut terbuka, dan kadang-kadang,
presipitat keratik dapat ditemukan pada trabecular meshwork.
Perawatan awal diarahkan untuk mengendalikan tekanan
intraokular dan mengurangi peradangan. Terapi lini pertama meliputi
golongan beta blockers topikal seperti timolol, Agonis alpha-adrenergic
seperti brimonidine, dan inhibitor karbonat anhidrase seperti dorzolamide.
Pada kasus di mana tekanan intraokuler tidak dapat dikontrol dengan
menggunakan terapi suportif yang maksimal, terapi operatif dapat
dipertimbangkan, terutama ketika tanda-tanda kerusakan saraf optik atau
perubahan lapang pandang muncul.

24
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Section 10: Glaucoma BCSC 2018-


2019, USA: American Academy of Ophthalmology; 2018
2. Seibold, LK and Sieck EG. Posner-Schlossman Syndrome (PSS)
(Glaucomatocyclitic Crisis). Medscape. 2019.
3. Arunasalam K, Tjahjaningtyas E, Ekowati RAR. Description of
PosnerSchlossman Syndrome Patients in Bandung, Indonesia during the
Period of August 2009 to July 2011. Althea Medical Journal. 2015
March;2(1):42-45
4. Civan, M. The Eye’s Aqueous Humor, Edition 2 : current topics in
membranes volume 62. Elsevier,2008.1-2p.
5. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata Edisi 7. Jakarta: FK UI;2012. 8-9,
16-17, 47-51p.
6. Friedman NJ, Kaiser PK, Trattler WB. Review of Ophthalmology 3rd edition.
Elsevier;2018.917-25p.
7. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology 8th edition, New York: Elsevier; 2016. 306-
394.
8. Eva PR, Augsburger JJ. Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology 19 th ed.
London: McGraw – Hill; 2018. 523-24p.
9. Machiele R, Motlagh M, Patel BC. Intraocular Pressure. [Updated 2019 Sep
9]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532237/
10. Weinreb RN, Aung T, Medeiros FA. The pathophysiology and treatment of
glaucoma: a review. JAMA. 2014;311(18):1901–1911.
doi:10.1001/jama.2014.3192
11. Yanoff M, Duker JS. Ophthalmology 5th edition. Elsevier; 2019.1024-25,
1088p.

25
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA

12. Kapetanakis VV, Chan MPY, Foster PJ, et alGlobal variations and time trends
in the prevalence of primary open angle glaucoma (POAG): a systematic
review and meta-analysisBritish Journal of Ophthalmology 2016;100:86-93.
13. Morrison JC, Pollack IP. Glaucoma Science and Practice. New York: Thieme
Medical Publisher; 2003.280-281p
14. Shazly TA, Aljajeh M, Latina MA. Posner-Schlossman Glaucomatocyclitic
Crisis. Seminars in Ophthalmology. 2011;26(4-5): 282-284
15. Takusagawa HL, Liu Y, Wiggs JL. Infectious Theories of Posner-Schlossman
Syndrome. International Ophthalmology Clinics. 2011; 51(4): 105-115
16. Shen SC, Ho WJ, Wu SC et al. Peripheral Vascular Endothelial Dysfunction
in Glaucomatocyclitic Crisis: A Preliminary Study. Investigative
Ophthalmology & Visual Science. January 2010; 50(1): 272-276
17. Sokolić P. Developmental factor in the etiopathogenesis of glaucomatocyclitic
crisis. Ophthalmologica. 1970;161(5):446–50
18. Shacknow PN, Samples JR. The Glaucoma Book: A Practical Evidence-Based
Approach to Patient Care. Springer; 2010. 537-38p
19. Zhong Y, Cheng Y, Liu X, Feng P. Trabeculectomy in the management of
glaucomatocyclitic crisis with visual field defect. Ocul Immunol Inflamm.
2010;18(3):233-6.
20. Jap A, Sivakumar M, Chee SP. Is Posner Schlossman Syndrome Benign?
American Academy of Ophthalmology. 2001: 108: 913-918

26

Anda mungkin juga menyukai