PAPER
ICE Syndrome
Disusun oleh :
HANNAN AB. ZUBAIDI
150100078
Supervisor :
Dr. dr. Masitha Dewi Sari, M.Ked(Oph), Sp.M(K)
MEDAN
2020
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih,
berkat, dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “ICE Syndrome”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr.
Masitha Dewi Sari, M.Ked(Oph), Sp.M(K) selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
untuk perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.
i
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
ii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
iii
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
iv
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN
5
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
Patologi dasar terletak pada endotel kornea yang berproliferasi dan bermigrasi
melintasi sudut ruang anterior dan ke permukaan anterior iris. Kontraksi pada
membran ini menyebabkan perubahan iris, PAS, dan galaukoma sekunder. ICE
syndrome adalah kondisi yang didapat, dengan etiologi yang tidak jelas, beberapa
laporan mengatakan adanya keterlibatan virus Herpes simpleks dalam
etiopatogenesis penyakit. Terdapat dua komplikasi mayor pada ICE syndrome,
yaitu glaukoma dan dekompensasi kornea. (CHANDRAN)
Penilaian ultra-struktural endotelium dengan teknik in vivo confocal
microscopic (IVCM) dapat memainkan peran penting dalam mengkonfirmasi
diagnosis klinis. IVCM memiliki keuntungan resolusi yang sensitif dan sedikit
kerusakan pada kualitas gambar kornea edema atau jaringan parut ringan.
(INDIA)
Dilaporkan oleh Chandran et al
6
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
8
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
9
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
Trabecular meshwork
Merupakan struktur seperti saringan pada sudut anterior chamber di mana
90% aqueous humour dialirkan keluar mata melalui struktur ini. Trabecular
meshwork memiliki 3 komponen:
1. Uveal meshwork
Merupakan bagian yang paling dalam dan terdiri dari endotel
menyerupai seperti kawat jala yang terbentang dari iris hingga badan
stroma. Ukuran pori hingga 70 μm. Ruangan intratrabekular relatif luas
dan memberikan tahanan kecil terhadap aliran akuos.6,7
2. Corneoscleral meshwork
Merupakan struktur yang terletak di luar uveal meshwork membentuk
bagian paling tebal trabekulum. Struktur ini terdiri dari lapisan jaringan
ikat seperti lembaran-lembaran dengan ukuran pori hingga 30 μm.
Ruangan intertrabecular lebih kecil dari uveal meshwork serta
memberikan tahanan yang lebih besar terhadap aliran akuos.6,7
3. Juxtacanalicular (cribiform) meshwork
Merupakan struktur terluar trabekulum dan menghubungkan
coeneoscleral meshwork dengan endothelium dinding kanal Schlemm
yang lebih dalam. Struktur ini terdiri dari sel yang terjalin dalam
matriks ekstraselular yang padat dengan ruang interselular yang kecil
10
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
Gambar 2.3 Anatomi saluran keluar akuos: A. uveal meshwork B. corneoscleral meshwork
C. Schwalbe line D. Schlemm canal E. connector channel F. Otot longitudinal badan siliar G.
scleral spur7
11
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
Gambar 2.4 Aliran aqueous humor dari mata sehat dan mata dengan glaucoma.9
12
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
13
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
kecenderungan tekanan lebih tinggi pada pagi hari dan menurun pada sore dan
malam hari.7
2.2 Glaukoma
2.2.1 Definisi
Glaukoma adalah sekelompok neuropati optik progresif yang ditandai
dengan degenerasi sel ganglion retina dan mengakibatkan perubahan pada optic
nerve head. Glaukoma merupakan sekelompok penyakit yang didefinisikan oleh
neuropati optik khas yang konsisten dengan remodelling elemen jaringan ikat
optic nerve head (juga disebut optic disc) dan dengan hilangnya jaringan saraf
yang terkait dengan perkembangan akhirnya pada gangguan pola visual yang khas
visual. Hilangnya sel-sel ganglion berhubungan dengan tingkat tekanan
intraokular, tetapi faktor-faktor lain mungkin juga berperan. Meskipun
peningkatan tekanan intraokular adalah salah satu faktor risiko utama untuk
berkembangnya glaukoma, peningkatan tersebut tidak memiliki peran dalam
definisi penyakit. Lebih lanjut, TIO dari semua tingkatan dapat berdampak pada
risiko glaukoma. 1,10
Kerentanan terhadap glaukoma ditentukan tidak hanya oleh TIO, tetapi
juga oleh ketahanan saraf optik terhadap berbagai mekanisme patogenik yang
terlibat dalam neuropati. Dengan demikian, pada beberapa individu, cedera
progresif dapat terjadi pada tingkat TIO yang rendah sedangkan pada orang lain
dengan tekanan yang lebih tinggi, cedera tidak pernah terjadi. Pada sebagian besar
kasus glaukoma, diduga bahwa TIO terlalu tinggi untuk berfungsinya akson saraf
14
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
optik dan menurunkan tekanan akan menstabilkan kerusakan. Namun, saraf optik
dapat terus rusak meskipun terjadinya penurunan TIO.1
2.2.2 Epidemiologi
Glaukoma menyerang 2-3% orang di atas usia 40 tahun; 50% mungkin
tidak terdiagnosis. Glaukoma sudut terbuka primer (POAG) adalah bentuk paling
umum pada orang kulit putih, Hispanik / Latin dan kulit hitam. Prevalensinya
sangat tinggi pada pada terakhir ini. Pada basis di seluruh dunia, primary angle
closure (PAC) mencakup hingga setengah dari kasus, dan memiliki prevalensi
yang sangat tinggi pada individu keturunan Asia, meskipun dengan peningkatan
pemeriksaan seperti rutin gonioskopi dalam lingkungan yang lebih gelap daripada
lingkungan yang cerah, PAC diketahui lebih umum pada individu Kaukasia.7
15
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
2.2.3 Klasifikasi
Menurut American Academy of Ophtalmology, glaukoma diklasifikasikan
sebagai berikut.1
16
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
Juvenile open-angle Istilah ini sering digunakan ketika POAG didiagnosis pada usia
glaucoma (JOAG) muda (biasanya 4-35 tahun)
Ocular hypertension Optic disc dan lapang pandangan normal yang terkait dengan
peningkatan TIO
Glaucoma suspect Terduga glaukoma hanya berdasarkan gambaran optic disk atau
lapang pandangan, tanpa diketahui nilai TIO
Angle-closure glaucoma
Primary angle Sudut sempit tanpa tanda kerusakan trabecular meshwork atau
closure suspect saraf optic
(PACS)
Primary angle Sudut sempit dengan peningkatan TIO atau PAS tetapi tidak ada
closure (PAC) kerusakan saraf optic
Primary angle- Sudut sempit dengan peningkatan TIO atau PAS dengan bukti
closure glaucoma adanya kerusakan saraf optic
(PACG)
Primary angle- Variasi anatomi di iris root di mana penyempitan sudut terjadi
closure without bukan karena pupillary block
pupillary block
(plateau iris)
Chronic angle- Peningkatan TIO yang disebabkan oleh berbagai bagian dari sudut
closure anterior chamber yang ditutup secara permanen oleh sinekia
anterior perifer
Secondary angle- Pupillary block terjadi akibat mekanisme selain kelainan anatomi
closure glaucoma segmen anterior (misalnya intumescent atau secluded pupil)
with pupillary block
17
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
2.2.4 Diagnosis
Diagnosis meliputi anamnesis penyakit pasien, melakukan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang lain.
Anamnesis
Dokter harus menanyakan tentang gejala yang sering dikaitkan dengan
glaukoma, seperti nyeri, kemerahan, lingkaran cahaya berwarna di sekitar
lampu, perubahan penglihatan, dan hilangnya penglihatan. Anamnesis juga
mencakup penyelidikan spesifik tentang penyakit atau kondisi yang mungkin
memiliki manifestasi okular atau yang mungkin mempengaruhi kemampuan
pasien untuk mentolerir obat. Kondisi tersebut termasuk diabetes mellitus,
penyakit jantung dan paru, hipertensi, syok hemodinamik, hipotensi sistemik,
sleep apnea, fenomena Raynaud, migrain dan penyakit neurologis lainnya,
batu ginjal, dan kehamilan. Harus ditanyakan juga riwayat penggunaan
kortikosteroid, baik topikal atau sistemik serta riwayat penyakit dalam
keluarga.1,11
Pemeriksaan tajam penglihatan
Pada tahap awal glaukoma, ketajaman visual sentral tetap dan dapat tetap
utuh bahkan sampai tahap terakhir penyakit. Oleh karena itu, ketajaman
visual saja tidak selalu memberikan informasi yang cukup untuk
mengevaluasi tingkat keparahan glaukoma. Namun demikian, dalam kasus
18
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
glaukoma yang sangat lanjut, ketajaman visual dapat menjadi hal yang
penting dalam pemilihan pengobatan. Penurunan tajam dalam ketajaman
visual dalam kasus yang sangat maju juga dapat menjadi indikator
progresivitas.11
Pemeriksaan Glaukoma
a. Pemeriksaan tekanan bola mata.
Pemeriksaan tekanan bola mata dilakukan dengan tonometer dan disebut
sebagai tonometri. Beberapa alat tonometer seperti alat tonometer Schiotz
dan tonometer aplanasi Goldman. Pemeriksaan tekanan bola mata dapat
juga dilakukan secara palpasi, akan tetapi cara ini sangat subjektif,
sehingga kurang dapat dipercaya.5
b. Tebal kornea
Kornea yang tipis dapat memberikan kesan tekanan bola mata yang
rendah. Demikian pula sebaliknya kornea yang tebal akan memberikan
kesan tekanan bola mata tinggi. Dengan pakimeter, tebal kornea dapat
diukur dengan waktu yang pendek.5
c. Gonioskopi
Dengan gonioskopi dapat dilihat keadaan sudut bilik mata yang dapat
menimbulkan glaukoma. Penentuan gambaran sudut bilik mata dilakukan
pada setiap kasus yang dicurigai adanya glaukoma. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (goniolens) di dataran depan
kornea setelah diberikan anestesi lokal. Lensa ini dapat dipergunakan
19
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
d. Oftalmoskop
Merupakan alat untuk melihat bagian dalam mata atau fundus okuli.
Pemeriksaan dengan oftalmoskop dinamakan oftalmoskopi.
Oftalmoskopi dibedakan dalam oftalmoskopi langsung dan tidak
langsung. Pada oftalmoskopi langsung daerah yang dilihat, paling perifer
sampai daerah ekuator, tidak stereoskopis, berdiri tegak dan pembesaran
15 kali. Oftalmoskopi tidak langsung akan terlihat daerah fundus okuli 8
kali diameter papil, dapat dilihat sampai daerah ora serata, karena dilihat
dengan 2 mata maka terdapat efek stereoskopik dan dengan pembesaran
2-4 kali.5
20
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
Sindrom ini hampir selalu melibatkan sel-sel yang bergerak dari kornea ke
iris. Hilangnyasel-sel dari kornea dapat menyebabkan pembengkakan kornea, iris,
dan pupil yang dapat menjadi distorsi. Ketika sel-sel kornea bergerak, mereka
dapat menghalangi cairan mengalir dengan baik melalui saluran drainase
mikroskopis mata. Penyumbatan ini menyebabkan terbentuknya tekanan pada
mata yang mengarah ke glaukoma.(https://www.aao.org/eye-
health/diseases/iridocorneal-endothelial-syndrome-ice).
2.3.2 Epidemiologi
Sindrom ICE dianggap sporadis dalam presentasi, tanpa hubungan yang
konsisten dengan penyakit mata atau sistemik lainnya, serta hubungan dengan
keluarga jarang terjadi. Penyakit ini muncul sebagai penyakit unilateral, lebih
sering terjadi pada wanita berusia 20 sampai 50 tahun. Sindrom ICE harus
dipertimbangkan dalam diagnosis banding untuk setiap pasien muda hingga
setengah baya yang mengalami galukoma unilateral, dekompensasi kornea, dan
atau atrofi iris.
(https://eyewiki.aao.org/Iridocorneal_Endothelial_Syndrome_and_Secondary_Gla
ucoma)
2.3.3 Etiologi
Etiologi sebenarnya dari sindrom ICE belum dipahami sepenuhnya. Beberapa
ahli telah berteori bahwa infeksi virus yang mendasari sindrom ini adalah Herpes
simpleks atau Eipstein-Barr yang menyebabkan peradangan tingkat rendah pada
endotel kornea, yang mengakibatkan aktivitas epitel yang tidak biasa. Tes
Polymerase Chain Reaction (PCR) sel endotel kornea dari pasien sindrom ICE
ditemukan memiliki persentase tinggi HSV DNA dibandingkan dengan kontrol
normal.
(https://eyewiki.aao.org/Iridocorneal_Endothelial_Syndrome_and_Secondary_Gla
ucoma).
2.3.4 Patogenesis
21
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
2.3.5 Diagnosis
2.3.7 Tatalaksana
A. Medikasi
Selama glaucomatocyclitic crisis, pengobatan harus dimulai untuk
mengendalikan TIO dan mengurangi peradangan. Obat-obat hipotensif okular
topical (misalnya, β-blocker) dan oral (misalnya inhibitor karbonat anhidrase)
digunakan untuk mengurangi TIO. Penggunaan derivat prostaglandin belum
terbukti bermanfaat dan dapat berisiko memperburuk peradangan. Kortikosteroid
topikal dan obat antiinflamasi nonsteroid topikal dan / atau oral (misalnya,
indometasin) dapat bermanfaat. Tidak ada bukti bahwa terapi supresi jangka
panjang dengan agen antiinflamasi nonsteroid topikal atau kortikosteroid adalah
efektif.1,7 Terapi profilaksis untuk glaukoma atau uveitis tidak mencegah rekurensi
dan tidak direkomendasikan dipakai di antara serangan.17
B. Operatif
Pada kasus di mana tekanan intraokuler tidak dapat dikontrol dengan
menggunakan terapi suportif yang maksimal, terapi operatif dapat
dipertimbangkan, terutama ketika tanda-tanda kerusakan saraf optik atau
perubahan lapang pandang muncul.18 Serangkaian kasus yang dilaporkan 8 pasien
dengan Posner Schlossman Syndrome yang menjalani trabeculectomy dengan
mitomycin-C dengan peningkatan tekanan intraokuler yang tidak terkendali dan
penyempitan lapang pandang, pada follow-up lebih lanjut semua pasien tidak
memerlukan obat tetes penurun tekanan intraokuler, meskipun kambuhnya iritis
tercatat pada 2 pasien.11 Tindakan operasi diperkirakan tidak hanya untuk
membantu mengeluarkan cairan, tetapi juga dengan meningkatkan drainase dari
sel-sel inflamasi.19
2.3.8 Prognosis
22
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
23
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
BAB 3
KESIMPULAN
24
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
25
PAPER
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NAMA : HANNAN AB. ZUBAIDI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RS UNIVERSITAS NIM : 150100078
SUMATERA UTARA
12. Kapetanakis VV, Chan MPY, Foster PJ, et alGlobal variations and time trends
in the prevalence of primary open angle glaucoma (POAG): a systematic
review and meta-analysisBritish Journal of Ophthalmology 2016;100:86-93.
13. Morrison JC, Pollack IP. Glaucoma Science and Practice. New York: Thieme
Medical Publisher; 2003.280-281p
14. Shazly TA, Aljajeh M, Latina MA. Posner-Schlossman Glaucomatocyclitic
Crisis. Seminars in Ophthalmology. 2011;26(4-5): 282-284
15. Takusagawa HL, Liu Y, Wiggs JL. Infectious Theories of Posner-Schlossman
Syndrome. International Ophthalmology Clinics. 2011; 51(4): 105-115
16. Shen SC, Ho WJ, Wu SC et al. Peripheral Vascular Endothelial Dysfunction
in Glaucomatocyclitic Crisis: A Preliminary Study. Investigative
Ophthalmology & Visual Science. January 2010; 50(1): 272-276
17. Sokolić P. Developmental factor in the etiopathogenesis of glaucomatocyclitic
crisis. Ophthalmologica. 1970;161(5):446–50
18. Shacknow PN, Samples JR. The Glaucoma Book: A Practical Evidence-Based
Approach to Patient Care. Springer; 2010. 537-38p
19. Zhong Y, Cheng Y, Liu X, Feng P. Trabeculectomy in the management of
glaucomatocyclitic crisis with visual field defect. Ocul Immunol Inflamm.
2010;18(3):233-6.
20. Jap A, Sivakumar M, Chee SP. Is Posner Schlossman Syndrome Benign?
American Academy of Ophthalmology. 2001: 108: 913-918
26