Anda di halaman 1dari 32

PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

PAPER

SOCKET SYNDROME

Disusun oleh :
Yusuf Adhira
120100256

Supervisor :

Dr.dr.Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph), Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

2017
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah “Socket Syndrome”
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik senior di
Departemen Ilmu Penyakit Mata RSUP H. Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.dr.


Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked(Oph), Sp.M selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan saran dalam penyusunan
makalah ini.

Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi


mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan Socket Syndrome. Dengan
demikian diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam
proses pembelajaran serta diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.Oleh


karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah dimasa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2017

Penulis

i
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................................... ........i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ......ii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... .....iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... .....iv

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. .......1


1.1. LatarBelakang ........................................................................... .......1
1.2. Tujuan ....................................................................................... .......2
1.3. Manfaat ..................................................................................... .......2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... .......3
2.1. Anatomi Orbita ......................................................................... .......3
2.1.1. Volume Orbita ............................................................. .......3
2.1.2. Tepi Orbita ................................................................... .......3
2.1.3. Anatomi Dinding Orbita .............................................. .......4
2.1.4. Jaringan Lunak Orbita .................................................. .......8
2.1.5. Vaskularisasi Orbita ..................................................... .....13
2.1.6. Inervasi Orbita ............................................................. .....15
2.2. Socket Syndrome....................................................................... .....15
2.2.1. Definisi.......................................................................... .....15
2.2.2. Epidemiologi......................................................................15
2.2.3. Etiopatogenesis ............................................................ .....16
2.2.4. Gejala Klinis ................................................................ .....17
2.2.5. Diagnosis ........................................................................ ...18
2.2.6. Komplikasi dan Penatalaksanaan.......................................19
2.2.7. Prognosis ...................................................................... .....24
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................. .....25

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... .....26

ii
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Tepi Orbita ................................................................................... .......4
Gambar 2.2 Anatomi Dinding Atas Orbita..............................................................5
Gambar 2.3 Anatomi Dinding Lateral Orbita .................................................. .......6
Gambar 2.4 Anatomi Dinding Medial Orbita .................................................. .......7
Gambar 2.5 Anatomi Dasar Orbita .................................................................. .......8
Gambar 2.6 Periorbita dan Septum Orbita ....................................................... .......9
Gambar 2.7 Lig.Whitnall dan Lig.Lockwood .................................................. .....10
Gambar 2.8 Otot-otot Ekstraokuler.................................................................. .....11
Gambar 2.9 Annulus Zinn................................................................................ .....12
Gambar 2.10 Jaringan Lemak Orbita ............................................................... .....12
Gambar 2.11 Sistem Arteri pada Orbita........................................................... .....14
Gambar 2.12 Sistem Vena pada Orbita ............................................................ .....14
Gambar 2.13 Inervasi pada Orbita ................................................................... .....15
Gambar 2.14 Klasifikasi Penutupan Socket ..................................................... .....20

iii
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rata-rata Ukuran Orbita pada Orang Dewasa ................................... .......3

iv
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Socket Syndrome adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kondisi


anophthalmos atau tidak adanya bola mata dalam rongga orbita. Socket Syndrome
ditandai dengan enophthalmus, sulkus superior dalam, kekenduran kelopak mata
bawah, ptosis, dan malaposisi. Keadaan anophthalmia ini dapat terjadi secara
kongenital maupun acquired. Penyebab anophthalmia kongenital ini sendiri
belum diketahui secara pasti, beberapa menyatakan idiopatik atau pun kesalahan
pada tingkat kromosom sedangkan prevalensi congenital anophthalmos adalah
0,2-0,3 per 10000 kelahiran.1,2

Berkurangnya volume mata pada Socket Syndrome disebut sebagai soket


kontraktur, pada keadaaan ini soket tidak dapat menahan protesa. Protesa yang
sulit atau tidak terpasang baik dan nyaman akan menimbulkan masalah kosmetik
pada penderita. Soket Kontraktur dapat disebabkan banyak hal, antara lain trauma
berat yang menyebabkan banyak jaringan konjungtiva yang hilang, infeksi parah,
trauma kimia dan prosedur operasi anoftalmia yang kurang tepat.2,4

Socket Syndrome yang tidak tertangangi dengan baik dapat menyebabkan


soket kontraktur. Hal ini akan menyebabkan sulitnya atau tidak dapat
terpasangnya protesa yang akan menimbulkan masalah kosmetik pada penderita.
Soket kontraktur terjadi pada 7,7% dari angka kejadaian Socket Syndrome. Dari
prevalensi tersebut didapatkan 5,9% kasus soket kontraktur dari Socket Syndrome
yang didapat sedangkan soket kontraktur dari Socket Syndrome yang didapat
sekitar 1,8%.4

Beberapa keadaan yang sering terjadi setelah dilakukan enukleasi atau


eviseari adalah post-enucleation socket syndrome (PESS) dan Soket Kontraktur.
Post-enucleation socket syndrome dapat terjadi karena implantasi yang tidak
adekuat yang dilakukan setelah tindakan enukleasi atau eviserasi. Manifestasi

1
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

klinis dari post-enucleation socket syndrome adalah ptosis, enophthalmos, ulkus


palpebra superior, sag pada palpebra inferior, entropion pada palpebra superior
dengan lagoftalmos.2,3

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan paper yang berjudul “Socket Syndrome” ini antara
lain:
1. Membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis Socket Syndrome.
2. Menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik senior di Departemen Ilmu Penyakit
Mata RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3 Manfaat
Hasil paper ini diharapkan dapat bermanfaat dalam menambah wawasan,
baik bagi penulis maupun pembaca terkait dengan Socket Syndrome, serta dapat
menjadi sumber referensi untuk makalah selanjutnya.

2
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Orbita


2.1.1 Volume Orbita

Volume masing- masing orbita pada orang dewasa adalah sekitar 30 cc,
dengan bola mata mengisi sekitar 1/5 bagiannya, jarak antero-posterior adalah
sekitar 40-45 mm pada orang dewasa, yang dipengaruhi oleh jenis kelamin dan
ras. Muara kavum orbita memiliki lebar 35 mm dan tinggi 45 mm. Pengukuran
rata- rata kavum orbita ditunjukkan pada tabel dibawah ini3

Tabel 1. Rata- rata Ukuran Orbita pada Orang Dewasa3

2.1.2 Tepi Orbita

Tepi orbita yang berbentuk kuadrilateral dengan sudut-sudut membulat,


yang pada orang dewasa dimensi lebar lebih besar dari dimensi tinggi, terdiri
atas :5,6

 Tepi superior
Dibentuk oleh os frontalis, dengan duapertiga bagian lateral
permukaannya tajam, dibandingkan permukaan sepertiga bagian
medial yang lebih tumpul. Pada pertemuan dua area tersebut terdapat
supraorbital notch atau foramen supraorbital yang akan dilalui oleh
pembuluh darah dan saraf supraorbita.5,6

3
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

 Tepi inferior
Tepi infraorbita yang tajam pada bagian lateral dibentuk oleh os
zigomatikum, dan di bagian medial dibentuk oleh os maksilaris.5,6

 Tepi Medial
Pada tepi medial atas orbita dibentuk oleh prosessus maksilaris os
frontalis, sedang pada tepi medial bawah oleh krista lakrimalis
posterior os lakrimalis dan krista lakrimal anterior os maksilaris.6,7

 Tepi Lateral
Merupakan bagian terkuat dari tepi orbita, dibentuk oleh prosessus
frontalis os zigomatikum pada bagian bawah dan prosessus
zigomatikum os frontalis pada bagian atas.6,7

Gambar 2.2 Anatomi Tepi Orbita3

2.1.3 Anatomi Dinding Orbita

1. Atap Orbita
Atap orbita dibentuk oleh komponen os frontal dan ala parva ossis
sphenoidalis. Pada atap orbita ini terdapat struktur yang penting, yakni
fossa glandula lakrimalis, terletak anterolateral dibelakang prosessus
zygomaticus os frontal yang berisi lobus orbitalis glandula lakrimal.

4
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Dimedialnya terdapat fossa trochlearis yang terletak ± 4 mm dari tepi


medial orbita.5,6,7

Gambar 2.2 Anatomi Dinding Atas Orbita3

2. Dinding Lateral Orbita


Dinding ini merupakan bagian terkuat dari dinding orbita. Dibentuk oleh
tulang zygomaticus dan ala magna os sphenoidalis. Dipisahkan dengan
sebagian kecil atap orbita oleh fissura orbitalis. Pada dinding lateral ini
terdapat tuberkulum orbital lateralis dari Whitnall, penonjolan kecil tepi
os zygomaticus, yang merupakan tempat melekatnya struktur :5,6,7
- Ligamentum check m. rektus lateralis
- Ligamentum suspensorium
- Ligamentum palpebra lateralis
- Aponeurosis musculus levator

5
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.3 Anatomi Dinding Lateral Orbita 3

3. Dinding Medial Orbita


Dinding medial orbita dibentuk oleh 4 buah tulang :
- Prossesus frontal os maxilla
- Os Lakrimalis
- Pars Orbitalis os Ethmoidalis
- Ala parva os sphenoidalis

Os ethmoidalis mengambil porsi terbesar dinding medial orbita.


Fossa lakrimalis dibentuk oleh prosessus frontalis os maxillaris dan os
lakrimalis. Dinding ini berbentuk segi empat dan memisahkan rongga
orbita dari sinus ethmoidalis. Pars orbital os ethmoid memiliki struktur
yang setipis kertas yang disebut lamina payracea. Prosessus frontal os
maxilla dan os lakrimal membentuk fossa lakrimal yang merupakan
bagian anterior dari dinding medial. Di bagian bawah fossa lakrimal
melanjutkan diri menjadi kanalis nasolakrimalis dan berjalan menuju
meatus nasi inferior.5,6,7

6
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.4 Anatomi Dinding Medial Orbita3

4. Dasar Orbita
Dasar orbita dipisahkan dari dinding lateral orbita oleh fissura orbitalis
inferior dan merupakan atap dari sinus maxillaris. Dasar orbita menukik
turun dari posterior ke anterior kurang lebih 20o, dinding ini terbentuk dari
3 buah tulang :
- Os maxillaris
- Os palatina
- Pars orbita os zygomaticus
Muskulus oblikus inferior muncul dari dasar orbita tepat disebelah lateral
dari pintu masuk kanalis nasolakrimalis, muskulus ini merupakan satu-
satunya otot ekstra okuler yang tidak berorigo pada apex orbita.5,6,7

7
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.5 Anatomi Dasar Orbita3

2.1.4 Jaringan Lunak Orbita

a. Periorbita
Periorbita merupakan jaringan periosteal yang menutupi tulang-tulang
orbita. Pada daerah apex orbita, lapisan ini menyatu dengan duramater dan
membungkus nervus optik. Di anterior, periorbita bersambung dengan
septum orbita dan periosteum tulang- tulang wajah. Garis persambungan
lapisan ini pada tepi orbita disebut annulus marginalis. Jaringan periorbita
ini melekat longgar pada orbita, kecuali pada tepi orbita, sutura, fissura,
foramina, dan canalis. Pada prosedur eksenterasi jaringan ini dengan
mudah dilepaskan kecuali pada struktur diatas. 2,5,10
b. Septum Orbita
Merupakan fasia dibelakang bagian muskularis orbikularis yang terletak
diantara tepian orbita dan tarsus, dan berfungsi sebagai pemisah antara
orbita dan palpebra. Septum orbitale ditembus pembuluh darah dan saraf
lakrimalis, yaitu pembuluh dan nervus supratrochlearis, pembuluh-
pembuluh dan nervus supraorbitalis, nervus infratrochlearis, anastomosis
antara vena angularis dan ophtalmika dan muskulus levator palpebra
superior. Septum orbitale superior menyatu dengan tendon dari levator

8
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

palpebrae superior dan tarsus superior, sedangkan septum orbitale inferior


menyatu dengan tarsus inferior. Septum orbita ini berfungsi mencegah dan
membatasi proses inflamasi pada mata.5,6,7

Gambar 2.6 Periorbita dan Septum Orbita5

c. Kapsula Tenon (Fascia Bulbi)


Merupakan lapisan jaringan ikat pembungkus elastis yang menyatu
dibagian posterior dengan selaput nervus optik dan dianterior dengan
lapisan tipis septum intramuskular dekat limbus. Di dekat limbus,
konjungtiva, kapsula tenon dan episklera menyatu. Pada segmen posterior,
kapsula tenon menjadi lebih tebal dan kuat, pada sisi bagian dalam kapsula
tenon berhadapan langsung dengan sklera, dan sisi luarnya berhadapan
dengan lemak orbita dan struktur- struktur lainnya. Segmen bawah
kapsula tenon tebal dan menyatu dengan fasia muskulus rektus inferior
dan muskulus obliquus inferior membentuk ligamentum suspensorium
bulbi (Ligamentum Lockwood), tempat terletaknya bola mata,
Ligamentum ini merupakan hasil penyatuan dari lapisan fasia m. rektus
inferior, tarsus otot- otot inferior, ligamentum check otot rektus medial

9
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

dan lateral, ligamentum ini berfungsi menyokong bola mata dan bagian
anteroinferior orbita.5,6,7

Gambar 2.7 Ligamentum Whitnall dan Ligamentum Lockwood5

d. Nervus Optik
Segmen infra orbita dari nervus optik, kira- kira berukuran 30 mm, nervus
optik ini lebih panjang dari kedalaman orbita, sehingga memiliki posisi
berbentuk huruf – S, yang memungkinkan n. optik bergerak bebas
mengikuti gerakan bola mata. Nervus optik berdiameter ± 4 mm dan di
selubungi oleh piamater, arachnoid dan duramater, lapisan yang sama
dengan lapisan yang membungkus otak.3,5
e. Otot- otot ekstra okuler
Otot- otot ekstra okuler berperan dalam pergerakan bola mata serta proses
sinkronisasi, terdapat empat buah otot rektus dan dua buah otot obliquus
pada masing- masing mata;
Dari enam buah otot ekstraokuler, lima buah otot berorigo pada pada apex
orbita, satu otot lagi yakni m. obliquus inferior berorigo didasar orbita.
Otot- otot ekstraokular ini berjalan keanterior menuju insersinya pada
bola mata. Pada segmen anterior orbita, otot-otot rektus dihubungkan oleh
membran yang disebut septum intermuscular.3.5

10
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.8 Otot-otot Ekstra Okuler5


f. Annulus Zinn
Merupakan cincin fibrous yang dibentuk oleh origin ke empat otot rektus.
Cincin ini melingkari foramen optik dan bagian tengah fissura orbitalis
superior. Origo superior otot rektus lateralis membagi fissura orbitalis
menjadi 2 bagian.5

11
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.9 Annulus Zinn5

g. Jaringan Lemak Periorbita


Jaringan lemak pembungkus orbita dibagi dua oleh septum intermuscular
menjadi lapisan lemak intraconal dan lapisan lemak extraconal. Lapisan
lemak intraconal dan extraconal ini disebut juga central surgical space
dan peripheral surgical space. 5

Gambar 1

Gambar 2.10 Jaringan Lemak Orbita5

12
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.1.5 Vaskularisasi Orbita


A. Sistem Arteri
Pasokan darah orbita terutama berasal dari arteri ophtalmika, yang
merupakan cabang dari arteri karotis interna. arteri ophtalmika ini dipercabangkan
pada saat arteri karotis keluar dari sinus cavernosus. Arteri Ophtalmika berjalan
lurus dibawah n. optik dan memasuki rongga orbita melalui canalis optikus. Arteri
ini memberi banyak cabang dengan variasi yang signifikan. Secara umum, cabang
a. ophthalmika ini dibagi menjadi 3 grup, yakni okular, orbital dan ekstraorbital,
sesuai dengan target organnya. 3,5

Pembuluh darah orbita dan extraorbita kemudian bercabang dan


beranastomose dengan pembuluh darah dari arteri karotis eksterna. Arteri
Zygomatic berasal dari arteri lakrimalis yang mempercabangkan divisi temporal
dan fasial yang beranastomose dengan cabang arteri temporalis superfisial.3,5

Sebagian kecil berasal dari arteri karotis eksterna yang mempercabangkan


arteri maxillaris interna dan arteri fasialis. Arteri ophtalmika berjalan diabawa
nervus optic melalui duramater disepanjang canalis opticus, yang memasuki orbita.
Cabang mayor arteri ophtalmika adalah :

- Cabang ke otot- otot ekstraokuler


- Arteri retina sentralis
- Arteri ciliaris posterior

Cabang terminal arteri ophtalmika berjalan ke anterior dan membentuk


anastomose dengan cabang arteri karotis eksterna pada daerah fasial.3,5

B. Sistem Vena
Vena-vena orbita berkelok-kelok dan saling beranastomose satu dengan yang lain.
Vena-vena tersebut tidak berkatup. Orbita memperoleh drainase oleh vena
oftalmik superior dan inferior kemudian ke sinus kavernosus. Aliran utama vena
orbita terutama berasal dari vena oftalmik superior, yang mulai berjalan pada
kuadran superonasal orbita kemudian ke posterior melalui fissura infraorbitalis
inferior masuk ke sinus kavernosus.3,5

13
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Gambar 2.11 Sistem Arteri pada Orbita5

Gambar 2.12 Sistem Vena pada Orbita5

2.1.6 Inervasi Orbita


Persarafan orbita terdiri atas saraf motorik, sensorik dan autonom. Saraf
motorik terdiri atas nervus okulomotorius, nervus trochlearis dan nervus abdusens
yang menginervasi otot- otot ekstraokuler. Saraf sensorik berasal dari divisi
oftalmik dan divisi maxilla nervus trigeminal. Divisi oftalmik memiliki 3 cabang
utama yaitu nervus frontal, nervus lakrimal, nervus nasosiliar. Cabang frontal dan
lakrimal menginervasi kantus medial (cabang supratrochlear), palpebra superior
(cabang lakrimal dan supratrochlear), kulit kepala (cabang supratrochlear),

14
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

sedangkan cabang nasosiliar menginervasi mata melalui cabang- cabang siliar


untuk menginervasi iris, kornea dan muskulus siliar.3,5

Gambar 2.13 Inervasi pada Orbita5

2.2 Socket Syndrome


2.2.1 Definisi
Socket Syndrome adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kondisi
anophthalmos atau tidak adanya bola mata dalam rongga orbita. Socket Syndrome
ditandai dengan enophthalmus, sulkus superior dalam, kekenduran kelopak mata
bawah, ptosis, dan malaposisi.1,3
Keadaan anophthalmia ini dapat terjadi secara kongenital maupun
acquired. Penyebab anophthalmia kongenital ini sendiri belum diketahui secara
pasti, beberapa menyatakan idiopatik atau pun kesalahan pada tingkat kromosom.
Sedangkan Socket Syndrome yang bersifat acquired sering terjadi setelah
dilakukan enukleasi atau eviseari adalah post-enucleation socket syndrome (PESS)
dan Soket Kontraktur. Post-enucleation socket syndrome dapat terjadi karena
implantasi yang tidak adekuat yang dilakukan setelah tindakan enukleasi atau
eviserasi. Manifestasi klinis dari post-enucleation socket syndrome adalah ptosis,
enophthalmos, ulkus palpebra superior, sag pada palpebra inferior, entropion pada
palpebra superior dengan lagoftalmos.2,3

15
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi kelahiran anoftalmia umumnya telah diperkirakan 0,2-0,3
per 10000 kelahiran. Data epidemiologis menunjukkan faktor risiko untuk kondisi
ini adalah usia ibu lebih dari 40, kelahiran kembar, bayi dengan berat lahir rendah
dan usia kehamilan rendah. Tidak ada predileksi yang berkaitan dengan ras atau
jenis kelamin dan biasanya anoftalmia terjadi bilateral.2,8

Socket Syndrome yang tidak tertangangi dengan baik dapat menyebabkan


soket kontraktur. Hal ini akan menyebabkan sulitnya atau tidak dapat
terpasangnya protesa yang akan menimbulkan masalah kosmetik pada penderita.
Soket kontraktur terjadi pada 7,7% dari angka kejadaian Socket Syndrome. Dari
prevalensi tersebut didapatkan 5,9% kasus soket kontraktur dari Socket Syndrome
yang didapat sedangkan soket kontraktur dari Socket Syndrome yang didapat
sekitar 1,8%.4

2.2.3 Etiopatogenesis

Etiologi socket syndrome masih belum diketahui secara pasti apalagi


pada socket syndrome yang disebabkan oleh kelainan kongenital. Beberapa
sumber menyatakan bahwa anoftalmia memiliki genesisnya di awal kehamilan
sebagai akibat dari kegagalan perkembangan dari tuba neural anterior (anoftalmia
sekunder) atau lubang optik untuk memperbesar dan membentuk vesikula optik
(anoftalmia primer) serta pada anoftalmia consecutive atau degeneratif yang
diterapkan pada kasus-kasus di mana vesikel optik mengalami degenerasi dan
menghilang setelah pembentukan.8,9

Studi epidemiologis telah diprediksi baik faktor yang diwariskan dan


faktor lingkungan dalam menyebabkan anoftalmia. Pandangan ini berfokus pada
penyebab yang diwariskan sebagai bukti penyebab lingkungan baik yang lebih
mendalam maupun jumlah proporsi kasus yang kecil. Duplikasi kromosom, delesi
dan translokasi telah terlibat dalam anoftalmia, dan biasanya berhubungan dengan
sindrom karakteristik seperti kromosom pada pita 14q22-23, trisomy 13-15, dan

16
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

lain-lain. Penyebab monogenik (gen dengan mutasi yang dihubungkan dengan


anofalmia), hanya SOX2 sampai saat ini telah diidentifikasi sebagai gen penyebab
utama terjadinya anoftalmia. 10,11

Pada beberapa keadaan seperti trauma, tumor, dan deformitas


kongenital perlu dilakukan pengangkatan bola mata dengan tindakan enukleasi
atau eviserasi. Dalam perjalanannya, setelah dilakukan tindakan enukleasi atau
eviserasi dapat timbul socket syndrome lebih dikenal sebagai post-enucleation
socket syndrome. Post-enucleation socket syndrome dapat terjadi karena tidak ada
atau sedikitnya implantasi yang dilakukan pasca tindakan enukleasi atau eviserasi.
Beberapa etiologi lain menyebutkan bahwa herniasi lemak orbita, migrasi tonus
otot, traumatic bony loss, atrofi lemak orbita, hilangnya volume setelah tindakan
enukleasi atau eviserasi, disensersi levator, dan malposis dari muskulus rektus
superior.12,13,14

2.2.4 Gejala Klinis


Gejala klinis yang paling nyata dari Socket Syndrome adalah tidak
didapati lagi bola sehingga didalam ruang orbita hanya didapti jaringan orbita
yang ditutupi kapsula Tenon dan konjungtiva serta kelopak mata. Perubahan
anatomi pada Socket Syndrome dapat merubah estetik dan pergerakan otot
ekstraokuler akibat memedeknya otot tersebut walaupun volumenya tetap. Hal ini
dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan otot tersebut, sehingga protesa juga
tidak dapat bergerak secara normal. Pada penderita Post Enucleation Socket
Syndrome, pasien sering mengalami masalah pada penampilan karena adanya
enophthalmos mata buatan, sulkus kelopak mata bagian dalam yang dalam, yang
bisa sangat ditandai, kelopak mata kelopak mata bawah, dan malposisi kelopak
mata seperti ptosis atau retraksi lid. Gejala Klinis tersebut mungkin berbeda di
soket kontraktur dengan berbagai tingkat keparahannya. Soket Kontraktur ringan
dikaitkan dengan lagophthalmos, entropion, dan retraksi kelopak mata bawah
karena kontraksi konjungtiva dan kompartemen jaringan ikat orbital yang
mendasarinya menyebabkan fornix dangkal, di mana mata buatan masih dapat
dipertahankan. Kasus yang lebih lanjut menunjukkan hilangnya fornix, yang

17
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

menyebabkan hilangnya mata buatan secara spontan, hingga soket yang sangat
berkontraksi dengan hilangnya lapisan konjungtiva dan pembentukan
symblephara atau bahkan ankyloblepharon. Hal ini membuat pemakaian mata
buatan tidak mungkin.3,4

2.2.5 Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis maka perlu dilakukan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis harus ditanyakan
sejak kapan pasien menderita hal tersebut, apakah pasien pernah menjalani
tindakan enukleasi atau eviserasi, riwayat trauma berat, tumor maupun keganasan,
serta faktor-faktor resiko yang memungkinkan seperti usia ibu saat hamil, apakah
ibu pernah sakit saat hamil dan apakah ada keluarga pasien mengalami hal yang
sama. Pemeriksaan fisik ataupun pemeriksaan oftalmologi sulit untuk
mendiagnosis socket syndrome secara klinis. Pemeriksaan fisik yang mungkin
dilakukan adalah untuk menilai derajat penutupan soket.8,9

Berikut ini klasifikasi penutupan soket :


 Kelas 0: soket ini dilapisi dengan konjungtiva sehat dan memiliki forniks
dalam dan bentuk yang bagus (Gambar 2.14 A).
 Kelas 1: soket ini ditandai dengan forniks bawah dangkal atau shelving
forniks bawah. Pada kasus ini, forniks bawah diubah menjadi downward
sloping shelf yang mendorong kelopak bawah ke bawah dan keluar,
mencegah retensi mata buatan (Gambar 2.14 B).
 Kelas 2: soket ini ditandai dengan hilangnya forniks atas dan bawah
(Gambar 2.14 C).
 Kelas 3: soket ini ditandai dengan hilangnya forniks atas, bawah, medial,
dan lateral (Gambar 2.14 D).
 Kelas 4: soket ini ditandai dengan hilangnya semua forniks dan reduksi
celah palpebra pada dimensi horizontal dan vertikal (Gambar 2.14 E).

18
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

 Kelas 5: pada beberapa kasus, ada kekambuhan penutupan soket setelah


uji rekonstruksi berulang (Gambar 2.14 F).3,17

Gambar 2.14 Klasifikasi Penutupan Soket3

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan socket


syndrome antara lain:

a. Penilaian pediatri dan genetika klinis


Karena spektrum fenotip luas terkait dengan anoftalmia, sangat penting
untuk menilai pasien dalam tim multi-disiplin yang mencakup dokter
anak dan ahli genetika klinis. Penyelidikan lebih lanjut tergantung pada
gambaran klinis. Jika tidak ada sindrome diidentifikasi pada masa bayi,
pemeriksaan lebih lanjut setelah tiga atau empat tahun yang diinginkan
karena banyak sindrom menjadi lebih jelas pada usia ini.8,9
b. Pencitraan
CT scan dan MRI memfasilitasi diagnosis anophthalmia. Kedua scan
menunjukkan tidak adanya bola mata dalam orbita meskipun jaringan
amorf lunak dapat dibedakan (Intensitas sinyal T1 intermediate dan
intensitas sinyal T2 rendah pada MRI scan, densitas intermediate pada
CT scan). Jaringan saraf membentuk jalur visual dan otot ekstraokuler

19
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

yang bervariabel. Dari hasil pencitraan dapat dijumpai dimensi dan


volume orbital berkurang.8,9

2.2.6 Penatalaksanaan
1. Sulkus Superior Dalam

Deformitas sulkus superior dalam disebabkan oleh berkurangnya volume


orbita. Dokter mata dapat memperbaiki deformitas ini dengan meningkatkan
volume orbita melalui penempatan implan sekunder subperiosteal pada dasar
orbita.Implan ini mendorong implan awal dan lemak orbita superior atas untuk
mengisi sulkus superior. Cangkok dermis-lemak dapat ditanamkan di kelopak
mata atas untuk mengisi sulkus, namun kontur dan fungsi kelopak mata mungkin
rusak dan cangkok mengalami resorpsi. Deformitas sulkus superior juga dapat
diperbaiki dengan penggantian implan asli dengan implan sekunder yang lebih
besar. Sebagai alternatif, modifikasi dari prostesis mata dapat digunakan untuk
memperbaiki sulkus superior dalam.3,15,16

2. Penutupan forniks

Mencegah forniks yang memendek meliputi mempertahankan seperti


konjungtiva dan membatasi diseksi di forniks. Penempatan otot ekstraokular
dalam posisi anatomi normalnya juga meminimalkan penutupan forniks. Ini
direkomendasikan bahwa pasien memakai penyesuaian yang mungkin secara
pasca operasi meminimalkan penutupan konjungtiva. Penyesuaian dan prostesis
tidak harus diangkat dalam waktu lebih dari 24 jam. Prostesis dapat sering
diangkat dan dibersihkan bila ada infeksi tetapi harus diganti segera setelah irigasi
soket.15,16,17

3. Paparan dan Ekstrusi Implan

Implan dapat mengekstrusi jika ditempatkan terlalu jauh kedepan atau jika
penutupan Tenon fascia anterior tidak memuaskan. Infeksi pascaoperasi,
penyembuhan luka yang buruk, pencocokan atau penyesuaian prostesis buruk, dan

20
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

titik penekanan antara implan dan prostesis juga dapat menyokong ekstrusi implan.
Implan yang terpajan subyek yang terinfeksi. Meskipun defek kecil diatas implan
berpori jarang dapat menutup secara spontan, sebagian besar paparan harus
ditutupi dengan cangkok potongan kecil sklera atau cangkok jaringan autogenous
untuk mempertimbangkan penyembuhan konjungtiva.3,16,17

Cangkok dermis-lemak dapat digunakan ketika jumlah konjungtiva yang


menetap dalam soket terbatas. Cangkok ini meningkatkan jumlah konjungtiva
yang ada seperti reepithelialisasi konjungtiva di atas permukaan depan dermis.
Resorpsi lemak yang tidak terprediksi adalah kelemahan serius teknik cangkok
dermis-lemak pada orang dewasa. Namun, seperti yang dinyatakan sebelumnya,
cangkok dermis-lemak pada anak tampaknya terus tumbuh seiring dengan orbita
sekitarnya dan dapat membantu menstimulasi perkembangan orbita jika enukleasi
yang diperlukan selama masa pertumbuhan atau masa kanak-kanak.15,16,17

4. Penutupan Soket
Penyebab penutupan soket termasuk:
 Pengobatan radiasi (biasanya sebagai pengobatan tumor yang
mengharuskan pengangkatan mata)
 Enucleation Implan Extrusion (Pembuatan implan sesuai dengan luas
penampang mata yang akan diganti dengan protesa)
 Cedera awal yang berat (luka bakar alkali atau laserasi luas)
 Teknik bedah yang buruk (pengorbanan atau penghancuran konjungtiva
dan kapsul Tenon yang berlebihan; diseksi traumatis dalam soket
menyebabkan pembentukan jaringan parut yang berlebihan)
 Beberapa operasi socket
 Pengangkatan penyesuaian atau prostesis dalam waktu lama. 15,16,17

Soket dianggap memendek ketika forniks terlalu kecil untuk


mempertahankan prostesis (Gambar 2.14). Prosedur rekonstruksi socket
melibatkan insisi atau eksisi jaringan bekas luka dan penempatan cangkok untuk
memperbesar forniks. Cangkok membran mukosa ketebalannya lebar lebih

21
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

disukai karena memungkinkan jaringan dicangkokkan untuk mencocokkan


konjungtiva secara histologis. Cangkokan mukosa bukal dapat diambil dari pipi
atau dari bibir atas, bibir bawah, atau langit-langit keras.3,17

Penutupan forrniks sendiri (lebih banyak dengan di forniks inferior)


biasanya terkait dengan penutupan socket derajat ringan. Dalam kasus ini,
cangkok mukosa bukal ditempatkan pada defek, dan selembar silikon dipasang
dengan menjahit pinggir superior atau inferior orbita, tergantung pada forniks
yang terlibat. Dalam 2 minggu, lembaran mungkin diangkat dan prostesis
ditempatkan.3,16,17

5. Anoftalmis Ektropion

Kelopak mata bawah ektropion mungkin akibat dari mengendurnya


penyokong kelopak mata bawah dibawah berat prostesis. Pengangkatan sering
prostesis atau penggunaan prostesis yang lebih besar mempercepat pengembangan
lemahnya penutupan mata. Pengencangan tendon canthal lateral atau medial dapat
memperbaiki situasi. Ahli Bedah rnampu mengkombinasikan perbaikan ektropion
dengan koreksi dari retraksi kelopak mata dengan pembuatan lapisan otot retractor
inferior dan cangkok jaringan membran mukosa di forniks inferior.15,16,17

6. Anoftalmis Ptosis

Anoftalmis soket ptosis hasil dari migrasi superotemporal dari implan


bulat, jaringan cicatricial di forniks atas, atau kerusakan pada otot atau saraf
levator. Sejumlah kecil ptosis dapat dikelola dengan modifikasi prostesis. Ptosis
dalam jumlah lebih besar memerlukan pengencangan aponeurosis levator.
Prosedur ini terbaik dilakukan di bawah anestesi lokal dengan penyesuaian
intraoperatif dari ketinggian dan kontur kelopak mata karena kekuatan mekanik
dapat menyebabkan ahli bedah meremehkan fungsi levator yang sebenarnya.
Operasi ptosis biasanya memperbaiki sulkus dalam dengan membawa lemak
preaponeurotic kedepan. Ptosis ringan dapat diperbaiki dengan reseksi otot
konjungiva/Muller. Suspensi frontalis biasanya prosedur yang kurang dapat

22
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

diterima karena tidak ada dorongan visual untuk menstimulasi penutupan otot
frontalis untuk mengelevasi kelopak mata.16.17

Klasifikasi :
 Pseudoptosis hasil dari kurangnya volume orbital, dan sering mungkin
akibat dari microfthalmos, enopfalmos, ftisis, atau pemasangan prostesis
yang buruk. Pseudoptosis juga dapat menjadi jelas dengan regresi cepat
dari edema atau atrofi jaringan orbital posterior.
 Ptosis persistent umumnya dikaitkan dengan kecelakaan atau trauma
bedah (lapisan aponeurotic melekat pada otot levator menjadi disinserted).
mungkin ada juga menjadi miogenic, neurologis, atau penyebab bawaan.
Selain itu, sebuah bola mata superior bermigrasi menyebabkan otot
levator dan tarsus harus didorong ke depan dan ke bawah dapat
menghasilkan sebuah ptosis.
 Ptosis temporary paling sering terjadi setelah enukleasi atau eviserasi
selama beberapa minggu pertama sampai beberapa bulan. Hal ini biasanya
disebabkan oleh edema jaringan orbital menekan tepi atas tarsus depan,
kemudian, kelopak atas bergerak anterior atau inferior. Infeksi,
peradangan, dan miopati steroid juga menyebabkan jenis ptosis ini
 Ptosis Intermittent mungkin sering menjadi masalah medis sekunder untuk
seperti sindrom Horner sementara, miastenia gravis, atau kelumpuhan
saraf ketiga. Ptosis saat berjalan atau pagi juga mungkin menjadi ptosis
intermiten dan ptosis pseudo-intermiten hasil dari deposit protein pada
permukaan prostesis. Ptosis tipe fatigue hasil dari kelelahan
otot levator dan juga intermiten.
 Ptosis progresif dan pseudoptosis mungkin hasil dari ptosis familial
seperti blefarofimosis atau tumor di orbita. Sebuah tumor tumbuh biasanya
akan bermanifestasi secara progresif. Atrofi jaringan lemak orbital
posterior atau regresi cepat dari edema juga dapat memanifestasikan
dirinya sebagai progresif ptosis.16,17

23
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

7. Lash Margin Entropion

Lash margin entropion, trikiasis, dan ptosis dari bulu mata yang umum di
socket syndrome. Penutupan forniks atau jaringan cicatricial dekat margin bulu
mata berhubungan dengan kelainan ini. Insisi tarsal horisontal dan rotasi dari
margin bulu mata dapat memperbaiki masalah. Dalam kasus yang lebih parah,
pemisahan margin kelopak mata pada garis abu-abu dengan cangkok membran
mukosa ke margin kelopak mata dapat memperbaiki entropic lash margin.3,17

8. Optik Kosmetik
Gaya kerangka dan lensa berwarna yang dipilih untuk kacamata dapat
membantu menyamarkan sisa defek pada soket direkonstruksi. Lensa plus
(cembung) atau lensa minus (cekung) mungkin ditempatkan di kacamata di depan
prostesis untuk mengubah ukuran menurut penglihatan dari prostesis. Prisma pada
kacamata dapat digunakan untuk mengubah posisi vertikal dari prostesis.3,17

2.2.7 Prognosis

Pada pasien yang didiagnosis dengan socket syndrome memang tidak


dapat lagi diperbaiki fungsi penglihatannya. Tujuan dari pengbatan lebih
ditujukan kepada perbaikan secara kosmetik.8

24
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

BAB 3

KESIMPULAN

Socket Syndrome adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kondisi


anophthalmos atau tidak adanya bola mata dalam rongga orbita. Socket Syndrome
ditandai dengan enophthalmus, sulkus superior dalam, kekenduran kelopak mata
bawah, ptosis, dan malaposisi.
Socket Syndrome secara etiologi dibagi menjadi dua yaitu yang besifat
kongenital maupun acquired. Socket Syndrome yang bersifat kongenital
disebabkan oleh kelainan kromosom dan genetik yang sampai sekarang baru gen
SOX2 yang diprediksi menyebabkan anophthalmic congenital. Sedangkan socket
syndrome yang bersifat acquired disebabkan oleh tindakan enukleasi atau
eviserasi karena trauma berat, tumor atau pun keganasan pada mata.
Tatalaksana untuk menangani socket syndrome adalah secara pembedahan
maupun operasi. Pemasangan protesa yang adekuat juga diperlukan untuk
mencegak socket syndrome berulang dikemudian hari. Selain itu masalah
kosmetik juga menjadi perhatian agar pasien bisa tetap percaya diri dalam
beraktivitas sehari-hari.

25
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Sucipto, R.G.H., Protesa Mata Pasca Enukleasi dan Eviserasi. Jurnal


Oftalmologi Indonesia Vol.6 No.2. 2008. p.69-80.
2. Hintschich, C., Anophthalmic Socket. Karger. 2014. 5. p.92-112. Doi.
10.1159/000363720
3. American Academy of Ophthalmology. Orbit Eyelid and Lacrimal System.
Section 7 Chapter 6. San Fransisco:Basic and Clinical Science Course.
2014-2015.
4. Shintiya, D., Lyrawati, D., Soket Kontraktur orbita: Definisi, Penyebab dan
Klasifikasi. Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol.26 No.6. 2011.
5. Remington, L.A. Clinical Anatomy of The Visual System. Second Edition.
Missouri: Elsevier. 2005.
6. Eva, P.R., Whitcher, J.P. Vaughan & Asbury: General Opthalmology 17th
Edition. Chapter 1. Anatomi Mata. Jakarta: EGC Medical Publisher. 2010.
7. Ilyas, H.S., Yulianti, S.R. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI. 2014.
8. Verma, A.S., FitzPatrick, D.R., Review Anophthalmia and Microphthalmia.
Orphanet Journal of Rare Disease. 2007. Doi:10.1166/1750-1172-2-47.
9. Plaisancie, J., Calvas, P., Chassaing, N., Genetic Advance in
Microphthalmia. Thieme. 2015. Doi: 10.1055/s-0036-1592350.
10. Salcha, S., Ajmal, M., Zafar, S., Hameed, A., Gene Mapping In A
Anophthalmic Pedigree Of A Consanguineous Pakistani Family Opened
New Horizaons For Research. BMJG. 2016. Doi: 10.1515/bmjg-2016-0010.
11. Scalicky, S.E., White, A., Grig, J., Microphthalmia, Anophthalmia, and
coloboma and Associated Ocular and Systemic Features Understanding the
Spectrum. JAMA Network. 2017.
12. Wladis, E.J., Aakalu, V.K., Sobel, R.K., et al, Orbital Implants in
Enucleation Surgery. American Academy Of Opthalmology.
13. Phan, L.T., Hwang, T.N, McCulley, T.J., Evisceration in the Modern Age.
Middle east African Journal of Ophthalmology. 2012.19.

26
PAPER NAMA : YUSUF ADHIRA
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA NIM : 120100256
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

14. Ando, A., Cruz, A.A., Management of Enophthalmus and Superior Sulcus
Deformity Induced by the Silent Sinus Syndrome. Aesthetic Plastic Surgery.
Doi: 10.1007/s00266-004-0118-1.
15. Eo, D., Kim, Y., Woo, K.I., Surgical Rehabilitation for Anophthalmic
Sockets Devoid of Orbital Implant. Journal of Cranio-Maxxilo-Facial
Surgery. Elsevier. 2017.
16. Quaranta-Leoni, F.M., Treatment of the Anophthalmic Socket. Curr Opin
Ophthalmol. Lippincot Williams&Wilkins. 2008.
17. Shah, C.T., Hughes, M.O., Kirzhner, M., Anophthalmic Syndrome: A
Review of Management. Ophthal Plast Reconstr Surg. 2014. Doi:
10.1097/IOP.0000000000000217.

27

Anda mungkin juga menyukai