Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

Central retinal vein occlusions (CRVO)

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti


Program Pendidikan Profesi KSM Ilmu Kesehatan Mata

PEMBIMBING:

dr. YUDIKA IWAN KAHARAP TOEMON, Sp.M

Disusun Oleh:

Luth Lolly Rahim A.S, S.Ked


FAB 118 074

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Central retinal vein occlusions (CRVO)

Luth Lolly Rahim A.S, S.Ked


FAB 118 074

REFERAT
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Akhir di KSM Ilmu Kesehatan
Mata

Referat ini disahkan oleh:

Nama Tanggal Tanda Tangan

dr. Yudika Iwan Kaharap Toemon, Sp.M Desember 2019 …………….…

ii
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Luth Lolly Rahim A.S, S.Ked

NIM : FAB 118 074

Jurusan : Profesi Dokter

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa referat yang berjudul “Central retinal vein
occlusions (CRVO) ” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan peniruan
terhadap hasil karya dari orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain yang ditunjuk
sesuai dengan cara – cara penulisan yang berlaku. Apabila dikemudian hari terbukti atau
dapat dibuktikan bahwa referat ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan
lain yang dianggap melanggar peraturan maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.

Palangka Raya, Desember 2019

Luth Lolly Rahim A.S, S.Ked


FAB 118 074

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-
Nya, penyusunan referat yang berjudul “Central retinal vein occlusions (CRVO) ” dapat
diselesaikan dengan baik. Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam
kepaniteraan klinik di KSM Ilmu Kesehatan Mata di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya. Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan referat ini banyak mengalami
kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga
kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terimakasih kepada dr. Yudika Iwan
Kaharap Toemon, Sp.M dan dr. Rosmaryati Manulu, Sp.M yang juga turut membimbing dan
membantu saya dalam penyusunan referat ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Kiranya referat ini dapat berguna dan
membantu generasi dokter-dokter muda selanjutnya maupun mahasiswa jurusan kesehatan
lain yang sedang dalam menempuh pendidikan, referat ini berguna sebagai referensi dan
sumber bacaan untuk menambah ilmu pengetahuan.

Palangka Raya, Desember 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN………................................................................ ii
PERNYATAAN KEASLIAN ………….…………………………………… iii
KATA PENGANTAR ……............................................................................... iv
DAFTAR ISI....................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………… 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Retina ……………………………………………. 3
2.2. Vaskularisasi Retina………………………………………….. 6
2.3. Fisiologi Retina ……………………………………..………. 8
2.4. Central Retinal Vein Occlusions (CRVO) …………………… 10
2.4.1. Definisi……………………….………………………. 10
2.4.2. Epidemiologi……… ……….………………………… 10
2.4.3. Klasifikasi…………………. ………………………… 10
2.4.4. Etiologi……… ……………….……………………… 14
2.4.5. Faktor Risiko……… ……….………………………… 14
2.4.6. Patofisiologi…………….. …………………………… 17
2.4.7. Manisfestasi Klinis ……………….………………… 21
2.4.8. Diagnosis………….. ……….………………………… 21
2.4.9. Diagnosis Banding……….…………………………… 24
2.4.10. Penatalaksanan……………….……………………….. 24
2.4.11. Komplikasi ………………….………………………… 26
2.4.12. Prognosis……………………………………………… 26
BAB III PENUTUP ………….…….………………………………………. 28
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 29

v
BAB I
PENDAHULUAN

Central retinal vein occlusions (CRVO) adalah penyumbatan vena retina


yang mengakibatkan gangguan perdarahan di dalam bola mata. Biasanya
penyumbatan terletak di mana saja pada retina, akan tetapi lebih sering terletak di
depan lamina kribosa. Penyumbatan vena retina dapat terjadi pada suatu cabang
kecil ataupun pembuluh vena utama (vena retina sentral) sehingga daerah yang
terlibat memberi gejala sesuai dengan yang dipengaruhi. Suatu penyumbatan
cabang vena retina lebih sering terdapat didaerah temporal atas atau temporal
bawah.1
Central retinal vein occlusions (CRVO) disebabkan oleh trombosis pada
vena retina sentralis saat melewati lamina kribrosa. CRVO sering dikenal dengan
sebutan stroke pada mata. Kelainan ini merupakan penyebab kebutaan kedua
tertinggi dari seluruh kelainan pada pembuluh darah retina. Diperkirakan terdapat
2.5 juta kasus CRVO dari seluruh dunia. Insidens CRVO dilaporkan berkisar
antara 0.1-0.7% di beberapa studi populasi dan mencapai 1.3% pada orang berusia
65 tahun ke atas. Kebutaan akibat CRVO paling sering disebabkan oleh edema
makula, perdarahan vitreus, neovaskularisasi dan glaukoma neovaskular. Faktor
risiko untuk CRVO adalah tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol, diabetes
melitus, glaucoma sudut terbuka, usia, peningkatan laju endap darah, kelainan
kardiovaskular dan dislipidemia.2
CRVO diklasifikasikan menjadi tipe iskemik dan non iskemik berdasarkan
perfusi jaringan retina. Tipe iskemik berkaitan dengan gangguan penglihatan serta
komplikasi yang lebih berat akibat peningkatan anti vascular epithelial growth
factor (VEGF).2 Secara umum, 75% kasus CRVO adalah tipe non iskemik yang
kemudian 34% diantaranya berkembang menjadi iskemik setelah 3 tahun follow-
up, 50% sembuh spontan tanpa terapi, Prognosis visual untuk CRVO non iskemik
biasanya baik. Sebaliknya tipe iskemik dilaporkan memiliki prognosis visual lebih
buruk karena komplikasi berupa edema makula persisten dan neovaskularisasi

1
ditemukan pada 40-70% pasien. Hampir 90% pasien dengan CRVO iskemik
memiliki tajam penglihatan akhir <6/60. Umumnya CRVO bersifat unilateral,
hanya 10% yang mengalami CRVO bilateral. pada kasus CRVO unilateral, 5%
diantaranya akan mengalami CRVO pada mata sebelahnya dalam kurun waktu 1
tahun.2
Gejala pada CRVO ini pasien mengeluah kehilangan penglihatan
mendadak meski onsetnya dapat kurang akut daripada onset oklusi arteri.1 Tata
laksana CRVO harus bersifat komprehensif dan terpadu. Kontrol ketat terhadap
faktor risiko memperkecil kemungkinan mata sebelahnya untuk mengalami oklusi
vena retina di kemudian hari. Sehingga dalam hal penangganan CRVO penting
untuk mengetahui tipe CRVO yang dialami pasien, iskemik atau non iskemik
karena berhubungan dengan derajat keparahan, komplikasi dan prognosis fungsi
penglihatan di kemudian hari.2

2
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1 Anatomi Retina


Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan
yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang
ke anterior hampir sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi
yang tidak rata.3 Secara kasar, retina dibagi menjadi dua bagian, yaitu kutub
posterior dan retina perifer yang dipisahkan dengan ekuator retina. Ekuator retina
adalah garis khayal yang dianggap membentang sejalan dengan keluar dari empat
vena vertikosa.4 Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora serata dan 0,56 mm
pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat makula lutea yang
berdiameter 5,5 sampai 6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang
dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal.3

Gambar 1. Anatomi mata

3
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi luar ke dalam, adalah sebagai
berikut:3,4
1. Membran limitans interna, merupakan lapisan terdalam dan
memisahkan retina dari vitreous, dibentuk oleh penyatuan terminal
ekspansi serat Muller, dan pada dasarnya adalah sebuah membran
basal.
2. Lapisan serat saraf, terdiri dari akson dari sel-sel ganglion, yang
melewati lamina cribrosa untuk membentuk saraf optic.
3. Lapisan sel ganglion, terutama berisi badan sel-sel ganglion (urutan
neuron kedua jalur visual). Ada dua jenis sel ganglion. Sel-sel
ganglion kerdil yang terdapat di daerah makula dan dendrit dari setiap
sinaps sel tersebut dengan akson sel bipolar tunggal. Sel ganglion
polisinaptik terletak terutama di retina perifer dan setiap sel tersebut
dapat synapse dengan upto seratus sel bipolar.
4. Lapisan pleksiformis dalam. Pada dasarnya terdiri dari hubungan
antara akson sel bipolar dendrit sel ganglion, dan prosesus sel
amakrin.
5. Lapisan inti dalam, terutama terdiri dari badan sel-sel bipolar. Hal ini
juga berisi badan sel amakrin horizontal dan sel-sel Muller dan
kapiler-kapiler arteri retina sentral. Sel-sel bipolar membentuk urutan
neuron pertama.
6. Lapisan pleksiformis luar, terdiri dari sambungan sferul sel batang dan
pedikel sel kerucut dengan dendrit sel bipolar dan sel horizontal.
7. Lapisan inti luar, terdiri dari inti sel batang dan kerucut;
8. Membran limitans eksterna, merupakan membran fenesterasi, melalui
prosesus sel batang dan kerucut.
9. Lapisan sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor). Batang dan kerucut
merupakan organ akhir penglihatan dan juga dikenal sebagai
fotoreseptor. Lapisan sel batang dan sel kerucut hanya memiliki satu
segmen luar sel fotoreseptor yang tersusun secara palisade. Ada

4
sekitar 120 juta sel batang dan 6,5 juta sel kerucut. Sel batang
mengandung zat fotosensitif visual yang ungu (rhodopsin) dan
bertanggung jawab pada penglihatan perifer dan penglihatan
pencahayaan rendah (penglihatan skotopik). Sel kerucut juga
mengandung zat fotosensitif dan terutama bertanggung jawab untuk
penglihatan sentral yang sangat diskriminatif (penglihatan fotopik)
dan penglihatan warna.

10. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan terluar dari retina. Terdiri
dari satu lapisan sel yang mengandung pigmen. Melekat kuat pada
lamina basal yang mendasari (membran Bruch) dari koroid.

5
Gambar 2. histologis lapisan-lapisan retina.5

2.2 Vaskularisasi Retina


Pasokan arteri utama orbita dan strukturnya berasal dari arteri optalmika,
cabang besar pertama dari bagian intrakranial arteri karotid interna. Cabang ini
lewat di bawah nervus optikus dan bersamanya masuk melalui kanal optik ke
orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri retina sentral, yang masuk
nervus optikus ±15 mm di belakang bola mata. Cabang lain dari arteri
optalmika termasuk arteri lakrimal, arteri siliaris posterior longus dan brevis;
arteri palpebral medial, dan arteri supraorbital dan supratrokhlearis.3
Drainase vena kavum orbita terutama melalui vena optalmika superior dan
inferior, di mana mengalirkan vena vortex, vena siliaris anterior, dan vena retina
sentralis. Vena optalmika berkomunikasi dengan sinus kavernosus melalui fisura
orbital superior dan pleksus pterygoid vena melalui fisura orbital inferior. Vena
optalmika superior awalnya terbentuk dari vena supraorbital dan
supratrokhlearis dan dari cabang vena angularis, yang semuanya mengalirkan
kulit daerah periorbital.3
Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-arteri tanpa anostomosis. Arteri
sentralis retina keluar pada diskus optikus yang dibagi menjadi dua cabang
besar. Arteri ini berbelok dan terbagi menjadi arteriole di sepanjang sisi luar

6
diskus optikus. Arteriol ini terdiri dari cabang yang banyak pada retina perifer.3,4
Sistem vena ditemukan banyak kesamaan dengan susunan arteriol. Vena
retina sentralis meninggalkan mata melalui nervus optikus yang mengalirkan
darah vena ke sistem kavernosus.3,4
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu :
1. khoriokapilaris yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang

mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan fleksiformis luar dan


lapisan inti luar, fotoresptor, dan lapisan epitel pigmen retina; sangat
bergantung terutama pada difusi pembuluh darah koroid untuk nutrisinya,
terutama untuk oksigen. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh
khoriokapilaris dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat
diperbaiki bila retina mengalami ablasi. Lapisan endotel pembuluh
koroid berlubang-lubang dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar
terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.
2. serta cabang-cabang dari sentralis retina, yang mendarahi 2/3 sebelah

dalam. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak


berlubang, yang membentuk sawar darah-retina. 3

Gambar 3. Anatomi dari sistem vena retina berdasarkan deskripsi dari


Duke-Elder. (1) Terminal retinal venule; (2) retinal venule; (3) minor retinal
vein; (4) main retinal vein; (5) papillary vein; (6) central retinal vein16

7
Gambar 4. Vaskularisasi Arteri mata

2.3 Fisiologi Retina


Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Sel-sel batang dan
kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi
impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf
optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk
ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian
besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1
antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal
ini menjamin penglihatan yang paling panjang. Di retina perifer, banyak
fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan system
pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu adalah makula
digunakan terutama untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik)
sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor
batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).6

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler


pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rhodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif. Rhodopsin

8
merupakan suatu glikolipid membrane yang separuh terbenam di lempeng
membrane lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penglihatan
skotopik diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan
adaptasi gelap ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna ini
tidak dapat dibedakan. Penglihatan siang hari (fotopik) terutama diperantarai
oleh fotoreseptor kerucut, senja (mesopik) oleh kombinasi sel kerucut dan
batang, dan penglihatan malam (skotopik) oleh fotoreseptor batang.6
Ada tiga tahap proses penglihatan :
1. Cahaya yang masuk akan di fokuskan oleh lensa ke retina.
2. Fotoreseptor di retina mentranduksikan energi elektomagnetik (cahaya)
menjadi potensial listrik.
3. Proses penghantaran sinyal listrik melalui jalur N.Opticus.
Benda mamantulkan cahaya  cahaya masuk ke mata melalui pupil
pangaturan jumlah cahaya oleh pupil melalui m.sphincter pupil (yang
mengkonstriksikan pupil dalam keadaan cahaya terang) dan m.dilator pupil (yang
melebarkan pupil dalam keadaan kekurangan cahaya)  difokuskan oleh lensa
(bikonveks) konvergensi cahaya bayangan jatuh di retina (bayangan terbalik)
 ditangkap oleh fotoreseptor, sel batang (berfungsi untuk penglihatan hitam
putih) dan sel kerucut (berfungsi untuk penglihatan warna) penjalaran impuls
melalui serabut saraf n.optikus dihantarkan ke korteks optik di otak persepsi
melihat.

9
2.4 Central retinal vein occlusions (CRVO)
2.4.1 Definisi
Oklusi vena retina adalah penyumbatan vena retina yang membawa darah
dari retina yang mengakibatkan gangguan perdarahan di dalam bola mata,
biasanya ditemukan pada usia pertengahan. Retina adalah lapisan jaringan di
bagian belakang mata bagian dalam yang mengubah gambar cahaya menjadi
sinyal saraf dan mengirimkannya ke otak.3,8 CRVO merupakan suatu keadaan di
mana terjadi penyumbatan vena retina pada bagian sentral yang mengakibatkan
gangguan perdarahan di dalam bola mata.

2.4.2 Epidemiologi
CRVO adalah penyebab penting morbiditas penglihatan pada lansia,
terutama mereka yang mengidap hipertensi dan glaukoma. Insiden CRVO
meningkat pada kondisi-kondisi sistemik tertentu, seperti hipertensi,
hiperlipidemia, diabetes militus,penyakit kolagen vaskular, gagal ginjal kronik,
dan sindrom hiperviskositas (misalnya, mieloma dan makroglobulinemia
Wildenstrőm). Merokok juga merupakan faktor resiko. CRVO berkaitan
dengan peningkatan mortalitas penyakit jantung iskemik, termasuk infark
miokardium.7-10 Insidensi yang benar RVO pada populasi secara keseluruhan
sulit untuk ditentukan, karena banyak RVO tersembunyi di mana kondisinya
ringan, pasien asimtomatik, dan hanya dideteksi secara kebetulan. Namun, studi
berbasis populasi longitudinal yang telah membantu dalam memberikan
perkiraan insidensi ini. The Blue Mountains Eye Study menemukan bahwa
insidensi kumulatif 10-tahun RVO adalah 1,6% dan secara signifikan
berhubungan dengan bertambahnya usia, terutama di atas usia 70 tahun.
Namun tidak ada predileksi untuk jenis kelamin atau ras. The Beaver Dam Eye
Study melaporkan insidensi kumulatif 15-tahun CRVO sebesar 0,5%.10-13

2.4.3 Klasifikasi
CRVO dibagi dua berdasarkan jenis respon pada angiografi fluoresein:
1. Tipe non iskemik (Mild)

10
CRVO ringan (non iskemia) dicirikan dengan baiknya ketajaman
penglihatan penderita, afferent pupillary defect ringan, dan penurunan
lapang pandang ringan. Funduskopi menunjukkan adanya dilatasi ringan
dan adanya gambaran cabang-cabang vena retina yang berliku-liku
branches dan terdapat perdarahan dot dan flame pada seluruh kuadran
retina. Edema makula dengan adanya penurunan tajam penglihatan dan
pembengkakan discus opticus bisa saja muncul. Jika edema discus
terlihat jelas pada pasien yang lebih muda, kemungkinan terdapat
kombinasi inflamasi dan mekanisme oklusi yang disebut juga
papillophlebitis. Fluorescein angiography biasanya menunjukkan
adanya perpanjangan dari waktu sirkulasi retina dengan kerusakan dari
permeabilitas kapiler namun dengan area nonperfusi yang minimal.
Neovaskularisasi segmen anterior jarang terjadi pada CRVO ringan.14

Gambar 5. Funduskopi Normal

11
A B

A. Normal Fluorescein Angiogram. Arterial


phase illustrating sodium fluorescein dye in
the retinal arteries before filling the retinal
veins.

B. Normal Fluorescein Angiogram. Early


venous phase illustrating sodium fluorescein
dye beginning to fill the retinal veins.

C. Normal Fluorescein Angiogram. Complete


fill of retinal arteries and veins with sodium
fluorescein dye.
C

Gambar 6. Normal Fluorescein Angiogram.15

Gambar 7. A. CRVO ringan, noniskemia, terperfusi, pada mata dengan visus


20/40. Dilatasi vena retina dan perdarahan retina terlihat jelas.

12
Gambar 8. B. Fluorescein angiogram menunjukkan adanya perfusi
pada pembuluh kapiler retina.16

2. Tipe iskemik

CRVO berat (iskemik) biasanya dihubungkan dengan penglihatan yang buruk,


afferent pupillary defect, dan central scotoma yang tebal. Dilatasi vena yang
menyolok; perdarahan 4 kuadran yang lebih ekstensif, edema retina, dan
sejumlah cotton-wool spot dapat ditemukan pada kasus ini. Perdarahan dapat
saja terjadi pada vitreous hemorrhage, ablasio retina juga dapat terjadi pada
kasus iskemia berat. Fluorescein angiography secara khas menunjukkan
adanya nonperfusi kapiler yang tersebar luas.

13
Gambar 9. A. CRVO berat, iskemia pada mata dengan visus 1/300. Vena
dilatasi dan terdapat perdarahan retina dan cotton-wool spot. Terlihat edema retina
menyebabkan corakan warna kuning pada dasar penampakan fundus dan
mengaburkan refleks fovea.

Gambar 10. B. Fluorescein angiogram menunjukkan adanya


nonperfusi kapiler, yang menyebabkan pembesaran pembuluh darah retina.16

14
Difference between ischemic and non-ischemic CRVO16

2.4.4 Etiologi
Sebab-sebab terjadinya penyumbatan vena retina sentral ialah:17
1. Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat
pada proses arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribrosa.

2. Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri seperti


fibrosklerosis atau endoflebitis.
3. Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti
yang terdapat pada kelainan viskositas darah, diksrasia darah, atau
spasme arteri retina yang berhubungan.
4. Abnormalitas darah itu sendiri (sindrom hiperviskositas dan
abnormalitas koagulasi);
5. Abnormalitas dinding vena (inflamasi);
6. Peningkatan tekanan intraokular.

2.4.5 Faktor Risiko


 Usia
Usia adalah faktor yang paling penting, karena lebih dari 90% kasus terjadi
pada pasien di atas usia 55 tahun.
 Hipertensi

15
Tekanan darah tinggi hadir di hingga 73% pasien CRVO di atas usia 50
tahun dan pada 25% pasien yang lebih muda. Kontrol hipertensi yang tidak
adekuat juga dapat menyebabkan kekambuhan CRVO pada mata yang sama
atau sesama.
 Hiperlipidemia
Kolesterol total> 6,5 mmol / l terdapat pada 35% pasien dengan CRVO,
tanpa memandang usia.
 Diabetes mellitus
Hiperglikemia terjadi pada sekitar 10% kasus di atas usia 50 tahun tetapi
jarang terjadi pada pasien yang lebih muda. Ini mungkin karena prevalensi
yang lebih tinggi dari faktor risiko kardiovaskular lainnya.
 Pil kontrasepsi oral
Pada wanita yang lebih muda pil kontrasepsi adalah asosiasi yang paling
umum yang mendasari, dan tidak boleh diambil oklusi vena retina. Risiko
dapat diperburuk oleh thrombophilia.
 Meningkatkan tekanan intraocular
TIO yang tinggi meningkatkan risiko CRVO, terutama ketika situs obstruksi
berada di tepi cup optik.
 Merokok
Merokok saat ini mungkin inklusif dengan kejadian CRVO, meskipun
penelitian menunjukkan hasil yang tidak konsisten.

Predisposisi Lain yang Jarang Terjadi


 Kelainan mieloproliferatif
- Polycythaemia
- Protein plasma abnormal (mis. Mieloma, Waldenstrom
macroglobulinaemia).
 Acquired hypercoagulable states
- Hyperhomocysteinaemia
- Antikoagulan lupus dan antibodi antiphospholipid
- Disfibrinogenaemia.

16
 Keadaan hiperkoagulasi yang diwariskan
- Resistensi protein C aktif (faktor V Leiden mutasi)
- Kekurangan Protein C
- Kekurangan Protein S.
- Defisiensi antitrombin
- Mutasi gen Prothrombin
- Faktor defisiensi Xll.
 Penyakit inflamasi terkait dengan periphlebitis oklusif
- Sindrom Behçet
- Sarkoidosis
- Granulomatosis Wegener
- Sindrom Goodpasture.
 Miscellaneous
- Gagal ginjal kronis
- Penyebab hipertensi sekunder (misalnya sindrom Cushing) atau
hiperlipidemia (mis. Hipotiroidisme)
- Penyakit Orbital
- Dehidrasi mungkin signifikan, terutama pada pasien yang lebih muda dan di
negara-negara panas

2.4.6 Patofisiologi
Patofisiologi retinal vein occlusion (RVO) terdiri dari tiga komponen dari
triad Virchow, yaitu abnormalitas dinding pembuluh darah, perubahan dalam
darah (misalnya, kelainan viskositas dan koagulasi), dan perubahan dalam aliran

darah.10,11,15 Patogenesis dari CRVO masih belum diketahui secara pasti. Ada
banyak faktor lokal dan sistemik yang berperan dalam penutupan patologis vena
retina sentral. Arteri dan vena retina sentral berjalan bersama-sama pada jalur
keluar dari nervus optikus dan melewati pembukaan lamina kribrosa yang
sempit. Karena tempat yang sempit tersebut mengakibatkan hanya ada
keterbatasan tempat bila terjadi displacement. Jadi, anatomi yang seperti ini
merupakan predisposisi terbentuknya trombus pada vena retina sentral dengan

17
berbagai faktor, di antaranya perlambatan aliran darah, perubahan pada dinding
pembuluh darah, dan perubahan dari darah itu sendiri.10 Perubahan
arterioskelerotik pada arteri retina sentral mengubah struktur arteri menjadi kaku
dan mengenai/ bergeser dengan vena sentral yang lunak, hal ini menyebabkan
terjadinya disturbansi hemodinamik, kerusakan endotelial, dan pembentukan
trombus. Mekanisme ini menjelaskan adanya hubungan antara penyakit arteri
dengan CRVO, tapi hubungan tersebut masih belum bisa dibuktikan secara
konsisten.10 Oklusi trombosis vena retina sentral dapat terjadi karena berbagai
kerusakan patologis, termasuk diantaranya kompresi vena, disturbansi
hemodinamik dan perubahan pada darah.10,12 Oklusi vena retina sentral
menyebabkan akumulasi darah di sistem vena retina dan menyebabkan
peningkatan resistensi aliran darah vena. Peningkatan resistensi ini menyebabkan
stagnasi darah dan kerusakan iskemik pada retina. Hal ini akan menstimulasi
peningkatan produksi faktor pertumbuhan dari endotelial vaskular (VEGF =
vascular endothelial growth factor) pada kavitas vitreous. Peningkatan VEGF
menstimulasi neovaskularisasi dari segmen anterior dan posterior. VEGF juga
menyebabkan kebocoran kapiler yang mengakibatkan edema makula.8,10,12,13
Pada Hipertensi dan Diabetes Mellitus, terjadi sclerosis pada arteri retina
sentralis yang berisiko menekan vena retina sentralis di lamina cribrosa ataupun
di retina. Penekanan ini menyebabkan turbulensi pada aliran darah vena retina
sentral sehingga meningkatkan resiko terbentuknya thrombus.
Tekanan intraocular yang tinggi pada gloukoma diteorikan menyebabkan
perubahan pada struktur lamina cribrosa sehingga memungkinkan terjadinya
penjepitan pada vena retina sentral yang menyebabkan turbulensi aliran darah
vena dan pembentukan thrombus.

Oklusi Vena Sentral Retina pada Abnormal Koagulasi

Koagulasi darah dipengaruhi oleh trombosit dan endotel pembuluh darah


itu sendiri. Proses koagulasi dapat terjadi bila adanya cedera pada pembuluh
darah. Pada saat pembuluh darah cedera, trombosit akan berkumpul dan melekat.

18
Trombosit akan mengeluarkan zat kimia yaitu adenosine difosfat (ADP), yang
menyebabkan permukaan trombosit dalam sirkulasi lengket dan melekat pada
lapisan trombosit yang telah terbentuk dan ditambah dengan adanya zat kimia
tromboksan A yang akan meningkatkan agregrasi trombosit.18
Setelah terbentuknya agregrasi trombosit, akan muncul reaksi berikutnya
yaitu proses pembekuan darah. Pada keadaan pembuluh darah yang normal,
faktor-faktor pembekuan darah dalam keadaan inaktif, namun bila terjadi cedera
pembuluh darah, faktor-faktor tersebut akan menjadi aktif dan akan membentuk
suatu bekuaan darah. Proses bekuan darah ini melihatkan fibrinogen yang akan
diubah menjadi fibrin oleh suatu enzim pada pembuluh darah yang cedera yaitu
trombin. Dalam keadaan normal, seharusanya trombin tidak ada pada pembuluh
darah, namun terdapat bentuk inaktif dari trombin, yaitu protrombin.18

Pada proses koagulasi, terdapat 2 jalur yaitu jalur intrinsk dan ekstrinsik,
dan melibatkan 12 faktor yang akan menprngaruhi koagulasi. Jalur intrinsik
adalah suatu proses pembekuan darah yang faktor-faktornya terdapat dalam
pembuluh darah.18

19
Oklusi vena sentral retina akibat abnormalitas koagulasi berhubungan erat
dengan suatu proses koagulasi. Pada kerusakan endotel yang normal, setelah
terjadinya proses hemostatik primer oleh karena trombosit yang menyatu, akan
terjadi suatu reparasi endotel. Bila penyumbatan hemostatik primer terjadi secara
berlebihan, akan terbentuk suatu trombus besar yang dapat menghentikan aliran
darah, yang akhirnya dapat menyebabkan oklusi pembuluh darah.19

20
Banyak studi mengatakan adanya hubungan antara
hyperhomocysteinemia, mutasi faktor V Leiden, defisiensi protein C dan S,
mutasi gen protrombin, dengan oklusi vena retina. Namun pada CRVO ini,
terjadinya suatu abnormalitas koagulasi sehingga reparasi tidak terjadi tetapi
yang terjadi adalah pengaktifan faktor-faktor koagulasi yang berlebihan sehingga
terjadilah trombus yang besar dan akhirnya terjadi oklusi pembuluh darah.20

2.4.7 Manifestasi Klinis


Pasien mengeluhkan kehilangan penglihatan parsial atau seluruhnya
mendadak. Penurunan tajam penglihatan sentral ataupun perifer mendadak dapat
memburuk sampai hanya tinggal persepsi cahaya. Tidak terdapat rasa sakit. Dan
hanya mengenai satu mata (unilateral).21

2.4.8 Diagnosis 4,7


Pasien harus menjalani pemeriksaan mata lengkap, termasuk ketajaman
penglihatan, reflex pupil, pemeriksaan slit lamp segmen anterior dan posterior
mata, dan pemeriksaan funduskopi.
 Ketajaman penglihatan merupakan salah satu indikator penting pada
prognosis penglihatan akhir sehingga usahakan untuk selalu mendapatkan
ketajaman penglihatan terkoreksi yang terbaik.
 Reflex pupil bisa normal dan mungkin ada dengan reflex pupil aferen

21
relative. Jika iris memiliki pembuluh darah abnormal maka pupil dapat tidak
bereaksi.
 Konjungtiva: kongesti pembuluh darah konjungtiva dan siliar terdapat pada
fase lanjut
 Iris dapat normal. Pada fase lanjut dapat terjadi neovaskularisasi.

Gambar 11. Iris neovaskularisasi.

 Pada pemeriksaan funduskopi terlihat vena berkelok-kelok, edema macula


dan retina, dan perdarahan berupa titik terutama bila terdapat penyumbatan
vena yang tidak sempurna. Perdarahan retina dapat terjadi pada keempat
kuadran retina. Perdarahan bisa superfisial, dot dan blot, dan atau dalam.
 Cotton wool spot umumnya ditemukan pada iskemik CRVO. Biasanya
terkonsentrasi di sekitar kutub posterior. Cotton wool spot dapat menghilang
dalam 2-4 bulan.
 Neovaskularisasi disk (NVD): mengindikasikan iskemia berat dari retina
dan bisa mengarah pada perdarahan preretinal/vitreus.
 Perdarahan dapat terjadi di tempat lain (NVE: Neovascularization of
elsewhere)
 Perdarahan preretinal/vitreus
 Edema macula dengan tanpa eksudat.
 Cystoid macular edema
 Lamellar or full –thickness macular hole

22
Gambar 12. macular edeme and increases retinal thickness in CRVO
Pemeriksaan ini didapatkan dari Optical coherence Tomography (OCT)
Dapat dengan mudah mendeteksi patologi di retina dan koroid.22

 Optic atrophy
 Perubahan pigmen pada makula.

23
12

Gambar 13. oklusi vena sentralis retina dengan perdarahan retina


superfisialis yang luas menutupi makula dan detail saraf optik

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang rutin didindikasikan untuk


diagnosis CRVO. Pada pasien tua, pemeriksaan laboratorium diarahkan pada
identifikasi masalah sistemik vaskular. Pada pasien muda, pemeriksaan
laboratoriumnya tergantung pada temuan tiap pasien, termasuk di antaranya:
hitung darah lengkap (complet blood cell count), tes toleransi glukosa, profil
lipid, elektroforesis protein serum, tes hematologi, serologis sifilis. 8-10,21

2.4.9 Diagnosis Banding


Diagnosis banding untuk penyakit oklusi vena retina sentral adalah:10
 Oklusi vena retina cabang

2.4.10 Penatalaksanaan
Manajemen CRVO disesuaikan dengan kondisi medis terkait, misalnya
hipertensi, diabetes mellitus, hiperhomosisteinemia, dan riwayat merokok. Jika
hasil tes negatif pada faktor-faktor resiko CRVO di atas, maka dipertimbangkan
untuk melakukan tes selektif pada pasien-pasien muda untuk menyingkirkan
kemungkinan trombofilia, khususnya pada pasien-pasien dengan CRVO

24
bilateral riwayat trombosis sebelumnya, dan riwayat trombosis pada keluarga.
Pengobatan terutama ditujukan kepada mencari penyebab dan mengobatinya,
antikoagulasia, dan fotokoagulasi daerah retina yang mengalami hipoksia.

Beberapa pilihan pengobatan untuk CRVO antara lain adalah:23


1. Terapi sistemik
• antikoagulasi sistemik
• imunosupresi sistemik
2. Fotokoagulasi
• Panretinal photocoagulation (PRP)
• chorioretinal vena anastomosis
3. Farmakoterapi
• intravitreal triamcinolone acetonide / kortikosteroid lainnya
• intravitreal agen anti-VEGF (misalnya, bevacizumab)
• farmakoterapi dikombinasikan dengan PRP
4. Terapi bedah
• Pars Plana vitrectomy (PPV) dengan penghapusan hyaloid
posterior dan / atau membran batas
• PPV dengan optik neurotomy / laminar tusukan radial
• PPV dengan operasi endovascular retina
• PPV dengan chorioretinal vena anastomosis

Kortikosteroid dan terapi untuk mengurangi perlengketan platelet


(aspirin) telah disarankan, tapi kemanjuran dan resikonya juga masih belum
terbukti. Antikoagulasi sistemik tidak dianjurkan. Edema makula tidak merespon
terhadap terapi laser. Penyuntikan intravitreal triancinolone memberikan sedikit
efek. Uji coba dengan menyuntikkan depot steroid atau agen anti -VEGF
memberi hasil yang menjanjikan. Suatu studi penelitian menemukan bahwa
faktor risiko paling penting pada neovaskularisasi iris adalah ketajaman
visual yang jelek. Bila terjadi neovaskularisasi iris, terapi bakunya adalah
fotokoagulasi laser pan-retina (Laser PRP). Neovaskularisasi juga dapat

25
dikontrol dengan agen anti-VEGF intravitreal. Namun laser-PRP (Pan Retinal
Photocoagulation) dapat menyebabkan skotoma perifer, berkemungkinan
meninggalkan hanya sedikit retina yang dapat berfungsi dengan baik dan
lapangan pandang yang menyempit.

2.4.11 Komplikasi16
Penyulit oklusi vena retina sentral berupa perdarahan masif ke dalam
retina terutama pada lapis serabut saraf retina dan tanda iskemia retina. Pada
penyumbatan vena retina sentral, perdarahan juga dapat terjadi di depan papila
dan ini dapat memasuki badan kaca menjadi perdarahan badan kaca. Oklusi vena
retina sentral dapat menimbulkan terjadinya pembuluh darah baru yang dapat
ditemukan di sekitar papil, iris, dan retina (rubeosis iridis).
Neovaskularisasi okular merupakan komplikasi yang potensial. Segmen
neovaskularisasi anterior dapat menyebabkan glaukoma neovascular. Segmen
neovaskularisasi posterior dapat menyebabkan perdarahan vitreous.
Edema makula adalah komplikasi yang potensial lain. Edema makula
adalah penyebab umum dari penurunan penglihatan pada CRVO, terlebih pada
jenis noniskemik. Ini mungkin menyelesaikan dengan perbaikan visual yang
baik. Pasien mungkin berkembang menjadi perubahan degeneratif permanen
dengan prognosis visual yang buruk dan dapat berkembang menjadi edema
makula cystoid yang mengarah ke lubang makula lamelar atau full-thickness.
Komplikasi potensial lainnya termasuk plastik maculopathy dan
mengerut makula, serta atrofi optik.

2.4.12 Prognosis
Morbiditas penglihatan dan kebutaan pada oklusi vena retina berhubungan
dengan edema makula, iskemia makula, dan glaukoma neovaskuler. Pada
gambaran patologis, didapati adanya pembentukan trombus intralumen, yang
dapat dihubungkan dengan kelainan pada aliran darah, unsur-unsur penyusunnya,
dan pembuluh darah yang bersesuaian dengan trias Virchow. Oklusi vena retina
sentral telah disamakan dengan sindrom kompartemen neurovaskuler pada situs
lamina cribrosa maupun akhir dari ujung vena retina yang terletak pada saraf

26
optik. CRVO tipe noniskemik terdapat pada 75-80% pasien dengan oklusi vena
retina.
Mortalitas dan Morbiditas
Pada sebuah penelitian disebutkan bahwa pemulihan penglihatan pada
penderita oklusi vena retina sentral amat bervariasi, dan ketajaman penglihatan
saat terjadinya penyakit merupakan prediktor terbaik dari ketajaman penglihatan
akhir. Prognosis yang baik dapat diperkirakan pada pasien dengan riwayat oklusi
alami tipe noniskemik. Enam puluh lima persen pasien dengan ketajaman
penglihatan 20/40 akan mendapatkan ketajaman yang sama atau lebih baik pada
evaluasi terakhir. Pada sekitar 50% pasien, ketajaman penglihatan dapat mencapai
20/200 atau lebih buruk, yang mana pada 79% pasien tampak adanya kemunduran
ketajaman penglihatan pada follow up.
Lebih dari setengah pasien mengalami penurunan ketajaman penglihatan
akibat edema makula, iskemia makula, perdarahan makula, dan perdarahan
vitreous. Oklusi vena retina sentral noniskemia dapat kembali ke keadaan seperti
semula tanpa adanya komplikasi pada sekitar 10% kasus. Sepertiga pasien dapat
berlanjut ke tipe iskemia, umumnya pada 6-12 bulan pertama setelah terjadinya
tanda dan gejala. Pada lebih dari 90% pasien dengan oklusi vena retina sentral
iskemia, tajam penglihatan akhir dapat mencapai 20/200 atau lebih.
Oklusi vena retina sentral iskemik, lebih dari 90% pasien akan memiliki
visus 20/200 atau lebih buruk. Sekitar 60% pasien mengembangkan
neovaskularisasi okular dengan komplikasi terkait. Sekitar 10% pasien dapat
mengembangkan CRVO atau oklusi vena jenis lain baik dalam mata yang sama
atau mata kontralateral dalam 2 tahun. Prognosis jangka panjang CRVO telah
meningkat secara signifikan dengan agen anti-VEGF dan steroid baru,
mempertahankan ketajaman visual yang baik untuk durasi yang lama pada
kebanyakan pasien, kecuali mereka dengan maculopathy iskemik berat.
Pengembangan komplikasi neovaskular juga menurun dengan pemantauan
berkelanjutan dan pengobatan anti-VEGF.21

27
BAB IV
KESIMPULAN

Oklusi vena retina adalah penyumbatan vena retina yang membawa darah
dari retina yang mengakibatkan gangguan perdarahan di dalam bola mata,
biasanya ditemukan pada usia pertengahan. Penyumbatan vena retina sentral
mudah terjadi pada pasien dengan glaucoma, DM, hipertensi, kelainan darah,
arteriosclerosis, papil edema, retinopati dan penyakit pembuluh darah.

Biasanya tajam penglihatan pada pasien sangat menurun dan mengganggu


secara mendadak, tanpa rasa sakit dan biasanya mengenai satu mata. Pada
gangguan koagulasi, faktor trombosist dan pembuluh darah sangat berpengaruh
dan disertai faktor-faktor lainnya. Semakin cepat pengobatan, prognosis pada
pasien dapat lebih baik.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S., Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed.5. Badan Penerbit FKUI,
Jakarta 2017. Hal. 196-197
2. Nasrul M. central retinal vein occlusions (CRVO) pada Pasien Hipertensi.
jurnal kedokteran 2016, 5(2): 40-43
3. Riordan-Eva P. Anatomy & Embryology of the Eye. In: Riordan-Eva P,

Whitcher JP (eds). Vaughan & Asbury's General Ophthalmology 17th


Edition. The McGraw-Hill Companies. 2007.
4. Khurana AK. Diseases of the Retina. In: Khurana AK (ed). Comprehensive

Ophthalmology 4th Ed. New Delhi: New Age International (P) Ltd.,
Publishers. 2007; 249 – 285.
5. Lang GE, Lang GK. Retina In: Lang GK (ed). Ophthalmology A Short
Textbook. New York : Thieme. 2000; 299 – 357.
6. Fletcher EC, Chong NV. Retina. In: Riordan-Eva P, Whitcher JP (eds).

Vaughan & Asbury's General Ophthalmology 17th Edition. The McGraw-Hill


Companies. 2007.
7. Graham EM. Ocular Disorders Associated with Systemic Diseases. In:
Riordan-Eva P, Whitcher JP (eds). Vaughan & Asbury's General

Ophthalmology 17th Edition. The McGraw-Hill Companies. 2007.


8. Vorvick LJ, Retinal vein occlusion. A.D.A.M. Medical Encyclopedia
[Internet]. 2013. Available at: www.ncbi.nlm.nih.gov/…/PMH0004583…

[Accessed : Des 7th, 2019]


9. American Academy of Ophthalmology. Retina and Vitreus. American
Academic of Ophthalmology. San Francisco. 2008.
10. Kooragayala LM. Central Retinal Vein Occlusion. In: Roy H (ed). MedScape
(Online). Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1223746.

2011. [Accessed : Des 7th, 2019]

29
11. American Academy of Ophthalmology. Retinal Vein Occlusion. Eye Facts.
2010. Available at: www.aao.org.
12. Karia N. Retinal vein occlusion: pathophysiology and treatment options.
Clinical Ophthalmology. 2010: 4; 809–816
13. Wong TY, Scott IU. Retinal-Vein Occlusion. N Engl J Med. 2010. 363(22);
2135 – 2143
14. Skorin L. Retinal vein occlusion – Diagnosis and management. OT. 2012;
44– 46. Available at: www.optometry.co.uk.
15. Roy J and Lucille A. Fluorescein Angiography. Departement of
Ophtalmology and Visual Sciences. Universitas of Iowa Health Care.2019.
Available at: www.medicine.uiowo.edu/ey
16. American Academy of Ophthalmology 2011
17. Pangesti CA. Oklusi Vena Sentral Retina. Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti. Jakarta, 19 Oktober – 21 November 2015
18. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi kedua. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran. 2001
19. Suharti C. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Dasar-dasar Hemostasis. Jilid
dua. Edisi ketiga. Jakarta: Interna Publishing. 2009
20. Wong TY. Scott IU. Retinal Vein Occlution. New England Journal of
Medicine. Med 363:22. New England. November.2010
21. James B, Chew C, Bron A. Retinal vascular disease. In: James B, Chew C,

Bron A (eds). Lecture notes on ophthalmology 9th ed. Massachusetts:


Blackwell Publishing Ltd. 2003; 135 – 148.
22. Kolar P. Definition and classification of Retinal vein occlusion. International
Journal of Ophthalmic Research. Vol 2. No 2.2016
23. Mahmood T. Central Retinal Vein Occlusion: Current Management Options.
Pak J Ophthalmol. 2009. 25(1); 1 – 3.

30
31

Anda mungkin juga menyukai