Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Pandemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau Acquired Immunodeficiency


Syndrome (HIV/AIDS) telah berlangsung selama lebih dari 25 tahun. Infeksi HIV merupakan
salah satu masalah kesehatan utama di dunia dengan lebih dari 40 juta orang saat ini
dinyatakan positif mengidap HIV. Suatu studi menyatakan bahwa sekitar 7000 kasus baru
HIV per hari, dengan total 2,5 juta kasus baru per tahun, dan diperkirakan sekitar 2,1 juta
kematian terkait HIV/AIDS per tahun. Hal tersebut menjadikan saat ini infeksi terkait
HIV/AIDS merupakan penyebab kematian ke-4 di dunia.1 Data WHO menyebutkan 90%
kasus HIV berada di negara berkembang.5 Di Indonesia sekitar 310.000 (200.000-460.000)
dewasa dan anak-anak mengidap HIV pada tahun 2009, hanya 20% yang telah mendapat
pengobatan antiretroviral yang semestinya.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu sindrom yang timbul
karena terganggunya

sistem imun tubuh

manusia akibat

infeksi HIV (Human

Immunodeficiency Virus), yaitu virus yang memperlemah kekebalan tubuh, sehingga rentan
terhadap infeksi oportunistik dan keganasan. Infeksi HIV dapat terjadi melalui kontak
langsung antar membran mukosa atau darah, dengan cairan tubuh yang telah terinfeksi HIV,
atau terjadi melalui transfusi darah, antara ibu dengan bayinya (selama proses kehamilan,
melahirkan, dan menyusui), dan hubungan seksual.
Infeksi HIV melibatkan semua sistem tubuh manusia, termasuk pada mata.
Komplikasi pada mata sering ditemukan kurang lebih sekitar 5075% pada individu yang
terinfeksi virus HIV. Infeksi pada mata tersebut meliputi

bagian adneksa mata, bagian

segmen anterior mata dan bagian segmen posterior mata. Infeksi oportunistik dapat
berkembang pada keadaan dimana sistem imun telah menurun, dan dapat dinilai dengan
perhitungan sel CD4.

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

Kelopak Mata
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan
sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea. Palpebra merupakan alat
menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar dan
pengeringan bola mata.1,2
Dapat membuka diri untuk memberi jalan masuk sinar kedalam bola mata yang
dibutuhkan untuk penglihatan.2
Pembasahan dan. pelicinan seluruh permukaan bola mata terjadi karena pemerataan
air mata dan sekresi berbagai kelenjar sebagai akibat gerakan buka tutup kelopak mata.
Kedipan kelopak mata sekaligus menyingkirkan debu yang masuk.2
Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedang di bagian
belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal.1
Gangguan penutupan kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata
sehingga terjadi keratitis et lagoftalmos.1
Pada kelopak terdapat bagian-bagian :1
- Kelenjar seperti : kelenjar sebasea, kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada
pangkal rambut, dan kelenjar Meibom pada tarsus.
- Otot seperti : M. orbikularis okuli yang berjalan melingkar di dalam kelopak atas dan
bawah, dan terletak di bawah kulit kelopak. Pada dekat tepi margo palpebra terdapat otot
orbikularis okuli yang disebut sebagai M. Rioland. M. orbikularis berfungsi menutup bola
mata yang dipersarafi N. facial M. levator palpebra, yang berorigo pada anulus foramen
orbita dan berinsersi pada tarsus atas dengan sebagian menembus M. orbikularis okuli
menuju kulit kelopak bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M. levator palpebra terlihat

sebagai sulkus (lipatan) palpebra. Otot ini dipersarafi oleh n. III, yang berfungsi untuk
mengangkat kelopak mata atau membuka mata.
- Di dalam kelopak terdapat tarsus yang merupakan jaringan ikat dengan kelenjar di
dalamnya atau kelenjar Meibom yang bermuara pada margo palpebra.
- Septum orbita yang merupakan jaringan fibrosis berasal dari rima orbita merupakan
pembatas isi orbita dengan kelopak depan.
- Tarsus ditahan oleh septum orbita yang melekat pada rima orbita pada seluruh lingkaran
pembukaan rongga orbita. Tarsus (terdiri atas jaringan ikat yang merupakan jaringan
penyokong kelopak dengan kelenjar Meibom (40 bush di kelopak atas dan 20 pada kelopak
bawah).
- Pembuluh darah yang memperdarahinya adalah a. palpebra.
- Persarafan sensorik kelopak mata atas didapatkan dari ramus frontal N.V, sedang kelopak
bawah oleh cabang ke II saraf ke V.
Konjungtiva tarsal yang terletak di belakang kelopak hanya dapat dilihat dengan
melakukan eversi kelopak. Konjungtiva tarsal melalui forniks menutup bulbus okuli.
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang mempunyai sel Goblet yang menghasilkan
musin.1

Gambar kelopak mata atas


3

Sistem Lakrimal
Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata. Sistem
ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus
nasolakrimal, meatus inferior.1,2
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :1,2
- Sistem produksi atau glandula lakrimal. Glandula lakrimal terletak di temporo antero
superior rongga orbita.
- Sistem ekskresi, yang terdiri atas pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal dan duktus nasolakrimal. Sakus lakrimal terletak dibagian depan rongga
orbita. Air mata dari duktus lakrimal akan mengalir ke dalam rongga hidung di dalam
meatus inferior.
Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata. Air mata akan masuk ke dalam
sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal tidak menyinggung bola
mata, maka air mata akan keluar melalui margo palpebra yang disebut epifora. Epifora juga
akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang berlebihan dari kelenjar lakrimal.1
Untuk melihat adanya sumbatan pada duktus nasolakrimal, maka sebaiknya dilakukan
penekanan pada sakus lakrimal. Bila terdapat penyumbatan yang disertai dakriosistitis, maka
cairan berlendir kental akan keluar melalui pungtum lakrimal.1

Sistem Saluran air mata


4

Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang.3 Bermacam-macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva
mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola
mata terutama kornea.1
Selaput ini mencegah benda-benda asing di dalam mata seperti bulu mata atau lensa
kontak (contact lens), agar tidak tergelincir ke belakang mata. Bersama-sama dengan kelenjar
lacrimal yang memproduksi air mata, selaput ini turut menjaga agar cornea tidak kering.3
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :1
- Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
- Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.
- Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di
bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1

Bola Mata
Bola mata terdiri atas :2
- dinding bola mata
- isi bola mata.
Dinding bola mata terdiri atas :2
- sklera
- kornea.
Isi bola mata terdiri atas uvea, retina, badan kaca dan lensa.2
5

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian
depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan
2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :1
1

Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata,
merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut
kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.
Kelengkungan kornea lebih besar dibanding sklera.

Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang
yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang
disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil
yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata. Otot
dilatator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi oleh
parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk
kebutuhan akomodasi.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos
humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas
kornea dan sklera.

Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan
lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan
merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat
rongga yang potensial antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid
yang disebut ablasi retina.
Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin yang hanya
menempel pupil saraf optik, makula dan pars plans. Bila terdapat jaringan ikat di dalam
badan kaca disertai dengan tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina.
Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya pada badan siliar
melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat
sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea.

Terdapat 6 otot penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak di
daerah temporal atas di dalam rongga orbita.

Penampang horizontal mata kanan

Sklera
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan pembungkus
dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik sampai kornea. 1 Sklera
sebagai dinding bola mata merupakan jaringan yang kuat, tidak bening, tidak kenyal dan
tebalnya kira-kira 1 mm.2
Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera mempunyai
kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata.1 Dibagian
belakang saraf optik menembus sklera dan tempat tersebut disebut kribosa. Bagian luar sklera
berwarna putih dan halus dilapisi oleh kapsul Tenon dan dibagian depan oleh konjungtiva.
Diantara stroma sklera dan kapsul Tenon terdapat episklera. Bagian dalamnya berwarna
coklat dan kasar dan dihubungkan dengan koroid oleh filamen-filamen jaringan ikat yang
berpigmen, yang merupakan dinding luar ruangan suprakoroid.2

Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus, atau merendah pada
eksoftalmos goiter, miotika, dan meminum air banyak.1

Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan
dan terdiri atas lapis : 1,2
1. Epitel
- Tebalnya 50 pm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang sating tumpang tindih;
satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
- Pada sel basal Bering terlihat mitosis sel, dan sel muds ini terdorong ke depan menjadi lapis
sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel
basal di sampingya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden;
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
- Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan
akan mengakibatkan erosi rekuren.
- Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2

Membran Bowman

- Terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan kolagen yang tersusun
tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
- Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi
3

Stroma

- Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada
permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serat kolagen ini
bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang
sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak

di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
- Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma komea dihasilkan sel
endotel dan merupakan membran basalnya.
- Bersifat sangat elastik dan berkembang terns seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.
5. Endotel
- Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 pm. Endotel melekat
pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbul Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.1
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak
mempunyai daya regenerasi.1
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50
dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.1

Penampang melintang kornea

Uvea
Walaupun dibicarakan sebagai isi, sesungguhnya uvea merupakan dinding kedua bola
mata yang lunak, terdiri atas 3 bagian, yaitu iris, badan siliar, dan koroid.1,2
Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri
siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat
masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior,
medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung
menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae posterior mendapat
perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar
tempat masuk saraf optik.1
10

Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata dengan
otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang menerima 3 akar saraf di bagian
posterior yaitu :1
1

Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut sensoris untuk
komea, iris, dan badan siliar.

Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf simpatis yang
melingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil.

Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan pupil.
Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps. Iris terdiri atas

bagian pupil dan bagian tepi siliar, dan badan siliar terletak antara iris dan koroid. Batas
antara korneosklera dengan badan siliar belakang adalah 8 mm temporal dan 7 mm nasal. Di
dalam badan siliar terdapat 3 otot akomodasi yaitu longitudinal, radiar, dan sirkular.1
Ditengah iris terdapat lubang yang dinamakan pupil, yang mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk kedalam mata. Iris berpangkal pada badan siliar dan memisahkan
bilik mata depan dengan bilik mata belakang. Permukaan depan iris warnanya sangat
bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripti.2
Badan siliar dimulai dari basis iris kebelakang sampai koroid, yang terdiri atas otototot siliar dan proses siliar.2
Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Jika otot-otot ini berkontraksi ia menarik
proses siliar dan koroid kedepan dan kedalam, mengendorkan zonula Zinn sehingga lensa
menjadi lebih cembung.2
Fungsi proses siliar adalah memproduksi Humor Akuos.2
Koroid adalah suatu membran yang berwarna coklat tua, yang letaknya diantara sklera
dan. retina terbentang dari ora serata sampai kepapil saraf optik. Koroid kaya pembuluh darah
dan berfungsi terutama memberi nutrisi kepada retina.2

Pupil
11

Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya cahaya yang
masuk.2
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis. Orang
dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa silau yang
dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.1
Pupil waktu tidur kecil , hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma dan tidur
sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari :1
1

Berkurangnya rangsangan simpatis

Kurang rangsangan hambatan miosis

Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu bangun korteks
menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu tidur hambatan subkorteks
hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang sempurna yang akan menjadikan miosis.1
Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi dan
untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang difragmanya dikecilkan.1

Sudut bilik mata depan


Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada
bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan pengaliran
keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehinga
tekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan jaringan
trabekulum, kanal Schelmm, baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris.1
Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera kornea dan disini
ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas
belakang sudut filtrasi Berta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula
mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar dan
uvea.1

12

Pada sudut fitrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan
membran descement, dan kanal Schlemm yang menampung cairan mata keluar ke
salurannya.1
Sudut bilik mata depan sempit terdapat pada mata berbakat glaukoma sudut tertutup,
hipermetropia, blokade pupil, katarak intumesen, dan sinekia posterior perifer.1

Retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada
serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior
berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan
terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang berperan penting
untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat bercak mengkilat yang merupakan
reflek fovea.2
Kira-kira 3 mm kearah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih
kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang ditengahnya agak melekuk dinamakan
ekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk kedalam bola mata ditengah
papil saraf optik. Arteri retina merupakan pembuluh darah terminal.2
Retina terdiri atas lapisan:1
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang yang mempunyai
bentuk ramping, dan sel kerucut.
2

Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.

Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan batang. Ketiga
lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler koroid.

Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat sinapsis sel
fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal

Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller Lapis
ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral

13

Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat sinaps sel bipolar,
sel amakrin dengan sel ganglion

Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.

Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arch saraf optik. Di
dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh darah retina.

2. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid. 1 Batang
lebih banyak daripada kerucut, kecuali didaerah makula, dimana kerucut lebih banyak.
Daerah papil saraf optik terutama terdiri atas serabut saraf optik dan tidak mempunyai daya
penglihatan (bintik buta).2

Fundus okuli normal

Badan kaca
Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa
dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung air sebanyak
90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan
fungsi cairan mata, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi
ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu
jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata, pars plana,
dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah
dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan kaca akan memudahkan
melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.1
14

Struktur badan kaca merupakan anyaman yang bening dengan diantaranya cairan
bening. Badan kaca tidak mempunyai

pembuluh darah dan menerima nutrisinya dari

jaringan sekitarnya: koroid, badan siliar dan retina.2


Lensa mata
Lensa merupakan badan yang bening, bikonveks 5 mm tebalnya dan berdiameter 9
mm pada orang dewasa. Permukaan lensa bagian posterior lebih melengkung daripada bagian
anterior. Kedua permukaan tersebut bertemu pada tepi lensa yang dinamakan ekuator. Lensa
mempunyai kapsul yang bening dan pada ekuator difiksasi oleh zonula Zinn pada badan
siliar. Lensa pada orang dewasa terdiri atas bagian inti (nukleus) dan bagian tepi (korteks).
Nukleus lebih keras daripada korteks.2

Dengan bertambahnya umur, nukleus makin membesar sedang korteks makin


menipis, sehingga akhirnya seluruh lensa mempunyai konsistensi nukleus.2
15

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :1


- Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung
- Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
- Terletak di tempatnya.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :1
- Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia,
- Keruh atau spa yang disebut katarak,
- Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar
dan berat.
Fungsi lensa adalah untuk membias cahaya, sehingga difokuskan pada retina.
Peningkatan kekuatan pembiasan lensa disebut akomodasi.2

BAB III
MANIFESTASI KLINIS HIV PADA MATA
16

III.1 Infeksi HIV/AIDS


Infeksi HIV terdiri dari 4 fase, yaitu fase akut, fase awal asimtomatik, fase menengah
simtomatik, dan fase akhir. Fase awal dimulai dengan adaya tanda-tanda awal viremia pada
sindrom awal infeksi virus, seperti demam, letargi, mialgia, sakit kepala, faringitis,
limfadenopati, dan ruam, berlangsung sekitar 10-14 hari setelah 1-6 minggu terinfeksi.
Selanjutnya fase asimtomatik dimana mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4+ secara
perlahan, tetapi masih diatas 500 sel/mm3. Pada fase ini biasanya bertahan 4-5 tahun, dengan
proses yang terjadi antara lain limfadenopati. Kemudian fase selanjutnya adalah fase
menengah simtomatik, dimana CD4+ menurun sekitar 30-60 sel/mm 3 per tahun sampai 350
sel/mm3, mulai terlihat secara klinis tanda-tanda imunodefisiensi dengan munculnya awal
dari AIDS-defining illness, seperti gingivitis, moluskum kontangiosum, infeksi herpes zoster,
serta meningkatnya risiko infeksi oportunistik dan keganasan seperti tuberkulosis, sarkoma
Kaposi, dan limfoma non-Hodgkin. Pada suatu studi didapatkan bahwa fase dimana jumlah
sel CD4+ kurang dari 240 sel/mm3 dapat timbul triad yang disebut AIDS-related
complexyaitu penurunan berat badan, demam, dan diare.4
Tahap finalnya ialah fase akhir yaitu saat pertahanan sistem imun sangat lemah,
ditandai dengan meningkatnya viral load HIV dan penurunan CD4+ sampai dibawah 200
sel/mm3. Pada fase ini ditandai dengan sejumlah penyakit yang merupakan AIDS- defining
illness. Tatalaksana yang tidak adekuat akan berakibat fatal seperti infeksi yang mengancam
nyawa, keganasan yang berkembang cepat dan berat, perubahan status mental, dan kombinasi
manifestasi tersebut.4

III.2 Manifestasi okular pada HIV/AIDS


Pada beberapa studi dikatakan bahwa nilai CD4+ mempunyai nilai prediktor untuk
komplikasi okular pada pasien HIV (Tabel 1).18 Penggunaan Highly Active Antiretroviral
17

Therapy (HAART) saat ini dapat menurunkan jumlah RNA HIV plasma dan meningkatkan
jumlah limfosit CD4+, sebagai akibatnya sistem imun meningkat, angka harapan hidup lebih
tinggi, yang berakibat temuan manifestasi okular meningkat. Studi yang dilakukan Gharai
dkk14 menunjukkan bahwa manifestasi okular berupa vaskulopati dan mikroangiopati pada
pasien AIDS dengan CD4 <100 sel/mm 3 berbeda bermakna dengan pasien dengan jumlah
CD4+ > 100 sel/mm3, tetapi tidak untuk manifestasi neuro-oftalmologi, retinitis CMV,
uveitis, dan retinal nekrosis.

Tabel 1. Jumlah CD4 + dan kaitannya dengan manifestasi okular6


Jumlah CD4+
<500 sel/mm3

Penyakit
Sarkoma Kaposi
Limfoma
Tuberkulosis

<250 sel/mm3

Pneumocystis carini
Toksoplasmosis
Mikrovaskulopati retina/ konjungtiva
Retinitis CMV
Keratoconjuctivitis sicca

<100 sel/mm3

Retinitis VZV
Infeksi Mycobacterium avium complex
Cryptococcosis
Microsporidiosis
Ensefalopati HIV
Progressive multifocal leucoencephalopathy

III.3 Manifestasi adneksa


Yang dimaksud dengan adneksa mata yaitu kelopak mata (palpebra), konjungtiva, serta
sistem drainase lakrimal. Manifestasi adneksa mata yang paling sering pada infeksi HIV
18

meliputi blefaritis, mata kering (dry eyes/ sicca syndromes), herpes zoster oftalmikus,
sarkoma Kaposi, dan molluskum kontagiosum.4
1. Blefaritis dan Dry Eyes/ Sicca Syndromes4,5
Blefaritis, radang, atau ulkus pada kelopak sering dilaporkan menjadi
manifestasi awal dari infeksi HIV.

Onsetnya dapat berjalan kronis, juga

ditemukan pada pasien yang baru mendapatkan terapi anti retro viral.
Sicca Syndromes juga sering ditemukan bersamaan dengan blefaritis, dimana terjadi
kerusakan pada kelenjar lakrimal yang mebuat terjadinya mata kering, pasien merasa
matanya seperti terbakar, rasa tidak nyaman, rasa seperti ada yang mengganjal, dan
mata merah. Keluhan ini dapat diatasi dengan pemberian air mata buatan.

Gambar 1. Blefaritis dan dry eyes/Sicca Syndrome

2. Herpes Zoster Oftalmika4,5


Herpes zoster oftalmika disebabkan oleh virus varicella zoster yang menyerang kulit dan
mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivitas virus yang terjadi setelah infeksi primer. Herpes
zoster oftalmika terdapat pada sekitar 3 4 % pasien dengan infeksi HIV. Manifestasi yang
dapat dilihat adalah terdapat bercak atau rash (maculo papulo vesicular rash) yang disertai
19

rasa nyeri, yang ditemukan di sekitar dahhi, menjalar ke bagian kelopak mata dengan sisi
yang sama, dan juga menyerang konjungtiva. Komplikasi okular meliputi stromal dan
neurotropik keratitis, uveitis anterior, skleritis, retinitis, dan neuralgia post herpetik. Herpes
zoster oftalmika dapat terjadi pada individu dengan infeksi HIV maupun pada individu yang
tidak terinfeksi HIV. Pada indiviu yang terinfeksi HIV, herpes zoster dapat terjadi pada
stadium awal,dimana perhitungan CD4 sekitar diatas 200 sel/ mm3.
Terapi yang dapat diberikan yaitu Aciclovir 800 mg 5 x / hari. Pada pasien
immunocompromised aciclovir diberikan secara interavena selama dua minggu. Manifestasi
okular seperti uveitis anterior dapat diberikan steroid dan midriatik.

Gambar 2. Herpes zoster oftalmika pada pasien dengan HIV

3. Sarkoma Kaposi
Sarkoma Kaposi (SK) merupakan tumor vaskuler yang secara eksklusif
hampir selalu ditemukan pada pasien AIDS. SK yang disebabkan oleh human herpes
virus 8 (HHV-8) merupakan salah satu komplikasi dari infeksi HIV yang
20

teridentifikasi pada tahap lanjut. Pada sarkoma kaposi di adneksa mata ini akan
ditemukan lesi

terpisah berwarna ungu di subkonjungtiva ataupun nodul pada

palpebra. Umumnya sarkoma kaposi hanya mengenai kulit tetapi saat perhitungan
CD4 sangat rendah maka secara progresif akan menyerang organ pencernaan dan
sistem saraf pusat.

Biasanya pasien akan mengeluh iritasi pada mata, trichiasis

ataupun gangguan penglihatan yang disebabkan oleh lesi. 4


Pengobatan sarcoma Kaposi yang mengenai adneksa mata mungkin
diperlukan untuk kepentingan kosmetik dan untuk mengembalikan kesulitan
fungsional. Pilihan utama untuk pengobatan adalah radioterapi. Pilihan lain meliputi
cryotherapy dan kemoterapi.5

Gambar 3. Sarkoma Kaposi pada pasien AIDS

4. Moluskum Kontagiosum
Pada dasarnya moluskum kontagiosum merupakan infeksi virus pada kulit.
Infeksi ini menyerang hamper 20% pasien HIV simtomatis. Infeksi virus ini tampak
sebagai sejumlah lesi mutiara putih dengan cekungan pada tengah lesi dan biasanya
berhubungan dengan konjungtivitis serta keratitis. Lesi ini tidak nyeri dan akan
muncul sekret seperti lilin berwarna putih bila ditekan. Pada penderita HIV, biasanya
lesi berjumlah lebih banyak dari normal, lebih tersebar , dan lebih resisten terhadap
terapi konvensional.
Moluskum kontagiosum sulit dibedakan dengan infeksi kulit kriptokokus.
Untuk menegakkan diagnosis maka diperlukan biopsi pada lesi.

21

Biasanya

lesi

akan

mengalami

regresi

sesuai

dengan

keadaan

imunokompetensi pasien. Pilihan penatalaksanaan termasuk menggunakan obat


topical seperti phenol dan trichloracetic acid. Insisi dengan atau tanpa kuretase, eksisi,
dan krioterapi cukup efektif. Tanpa pengobatan, lesi pada palpebra sangat umum
terjadi pada penderita AIDS, biasanya dalam waktu 6-8 minggu, tergantung dari masa
inkubasi virus. Pemberian HAART dengan mengembalikan imunitas akan
memberikan perbaikan penuh dari infeksi moluskum kontagiosum yang tersebar dan
mengurangi infeksi.6

Gambar 4. Moluskum kontagiosum pada penderita AIDS

III.4 Manifestasi Segmen Anterior 4,5,6


1. Keratitis Viral
Virus varicella zoster dan virus herpes simplex merupakan penyebab yang
paling sering pada pasien AIDS dengan keratitis. Keratitis yang disebabkan oleh virus
varicella zoster berhubungan dengan herpes zoster oftalmika dan menyebabkan
komplikasi seperti infiltrate subepitelial, keratitis stromal, keratitis disciformis,
uveitis, dan glaucoma sekunder. Komplikasi dari virus herpes simplex meliputi
keratitis epithelial dan lesi dendritik, keratitis stromal, dan iridosiklitis.
Keratitis herpetik dapat menyebabkannyeri dan sering terjadi ulserasi kornea,
dengan lesi bercabang (dendritik) yang khas pada pemeriksaan slitlamp. Keratitis
epithelial biasanya muncul bersamaan dengan konjungtivitis folikularis dan lesi
vesicular palpebra. Keratitis stromal dan interstisial jarang terjadi. Keratitis yang
22

disebabkan oleh virus herpes simplex biasanya berhubungan dengan scar pada kornea,
iritis serta peningkatan TIO, dan biasanya sering kambuh.
Penatalaksanaan meliputi pemberian obat-obatan topical seperti salep
acyclovir, salep vidarabine 3%, dan sikloplegia. Debridement pada ulkus dengan
menggunakan aplikator kapas dapat mempercepat penyembuhan.
2. Keratitis Bakteri
Flora normal pada penderita terinfeksi HIV tidak terlalu berbeda dengan
orang normal, namun risiko infeksi pada penderita dengan immunosupresi biasanya
lebih besar dan flora normal pada penderita terinfeksi HIV akan berkembang cep at
dibandingkan orang normal. Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis dan
Pseudomonas

aeruginosa merupakan

penyebab

tersering.

Klebsiella

oxytoca, Streptococcus, Bacillus,Micrococcus, Capnocytophaga, dan Acanthameba


species juga terbukti menjadi penyebabnya. Faktor predisposisi yang menyebabkan
terjadinya keratitis bakteri adalah pernah menderita keratokonjungtivitis sika
sebelumnya ataupun keratitis viral, sehingga menyebabkan terjadinya eroosi epithelial
kornea yang mempermudah bakteri untuk masuk.
Manifestasi klinis dari keratitis bacterial pada penderita terinfeksi HIV
berbeda dengan populasi umum. Pada individu imunosupresi biasanya bilateral,
melibatkan pathogen yang multiple, dan membawa risiko perforasi yang lebih besar.
3. Keratitis Jamur
Pada populasi umum, ulserasi kornea oleh jamur jarang terjadi tanpa
terjadinya trauma, penyakit pada permukaan mata, ataupun karena penggunaan
kortikosteroid berlebihan. Sedangkan pada penderita HIV/AIDS, infeksi jamur
berkembang secara spontan. Di Negara berkembang, Candida dan kriptokokus
merupakan penyebab paling sering terjadinya manifestasi jamur

di mata pada

penderita HIV positif. Candida merupakan penyebab keratitis segmen anterior.


Kriptokokus merupakan pencetus tersering dari keratitis segmen posterior, walaupun
sering juga menyebabkan konjungtivitis,infeksi limbal, dan granuloma iris. Kultur
dan biopsi pada lesi penting untuk dilakukan pada penderita terinfeksi HIV dengan
infeksi permukaan mata agar dapat membedakan antara infeksi jamur ataupun infeksi
bakteri.
23

III.5. Manifestasi Segmen Posterior4,5,6


Retinopati HIV
Komplikasi mata paling sering pada penderita terinfeksi HIV adalah
mikrovaskulopati retina. Hal tersebut terjadi pada 50-70% penderita dengan jumlah
hitung CD4 <100 sel/l. Biasanya ditandai dengan adanya cotton-wool spot multiple dan
perdarahan intraretinal dot-blot pada pemeriksaan funduskopi.
Etiologi dari retinopati ini diperkirakan berhubungan dengan infeksi HIV pada
endothelium dari mikrovaskular retina (kemungkinan di sebabkan oleh cytomegalovirus)
dan deposisi kompleks imun.
Pada umumnya, retinopati ini tidak menyebabkan gangguan penglihatan yang
signifikan dirasakan oleh pasien. Adanya cotton-wool spot dan perdarahan intraretinal
mungkin sulit dibedakan dengan retinopati diabetes atau penyakit iskemia lain pada mata.
1. Retinitis Cytomegalovirus
Retinitis cytomegalovirus (CMV) merupakan penyebab tersering infeksi
oportunistik pada mata dan penyebab paling penting yang menyebabkan penurunan
penglihatan pada pasien AIDS (20%/tahun pada pasien dengan jumlah hitung CD4
50 sel/l), serta merupakan indicator terjadinya HIV tahap lanjut. Pada beberapa
pasien. Retinitis CMV merupakan manifestasi klinis AIDS yang paling pertama
muncul.
Pasien dengan retinitis CMV dapat muncul asimtomatis atau dapat mengeluh
timbulnya floaters, penglihatan kabur,

atau lapang pandang menyempit. Lesi

biasanya muncul pada bagian perifer retina sebagai white fluffy area dari retinitis
nekrotikans berhubungan dengan perdarahan dan vascular sheating , dan jika tidak
diobati akan menyebar sampai ke macula dan optic disk, dan secara hematogen
menyebar ke mata sebelahnya. Kebutaan dapat terjadi jika area macula terkena atau
ablasio retina terjadi karena adanya nekrosis retina.
Retinitis CMV harus dibedakan dari retinitis dengan penyebab yang lain.
Secara umum, segmen anterior dan vitreous menunjukkan sedikit inflamasi pada
retinitis CMV. Karena biasanya asimtomatis, maka disarankan pemeriksaan
24

oftalmologis untuk deteksi dini retinitis CMV pada pasien dengan jumlah hitung CD4
sangat rendah (100 sel/l).

Gambar 5. Retinitis CMV melibatkan optic disk

2. Retinokoroiditis Toxoplasmosis
Toxoplasmosis merupakan penyebab retinitis kedua tersering pada pasien
terinfeksi HIV. Tidak seperti pasien imunokompeten dengan lesi nekrotik unilateral di
sebelah jaringan sikatriks lama, pasien dengan HIV memilikki lesi difus dan multifocal,
melibatkan kedua mata, dan relatif menyebabkan sedikit inflamasi vitreous.
Pada pasien dengan infeksi HIV, toxoplasmosis okuler dapat menjadi salah
diagnose dengan retinitis CMV. Yang membedakannya adalah : pada toxoplasmosis lesi
muncul sebagai eksudat putih-kekuningan padat dengan batas fluffy, tidak terdapat
perdarahan retina, dan inflamasi intraocular lebih terlihat. Pasien dengan toxoplasmosis
memilikki jumlah hitung CD4 lebih tinggi dibandingkan pasien dengan retinitis CMV.
Lesi toxoplasmosis biasanya menimbulkan respon terapi yang baik dengan sulfadiazine
(4-6 g/ hari) atau klindamisin (.4 g/hari dibagi dalam 4 dosis) dan pirimetamin (loading
dose 100-200 mg dilanjutkan dengan 50-75 mg/hari). Jika sulfadiazine diberikan, maka
asam folat 20-25 mg juga harus diberikan.

25

Gambar 6. Retinokoroiditis toxoplasmosis

3. Sifilis Okular
Sifilis ocular dapat terjadi pada setiap tahap imunodefisiensi. Sifilis ocular
dapat bermanifestasi sebagai uveitis anterior, neuroretinitis, korioretinitis, vitritis,
papilitis, dan vaskulitis retina.
Sifilis harus diperhatikan

pada pasien HIV dengan uveitis anterior dan

posterior. Pasien ini cenderung dapat berkembang menjadi neurosifilis dan harus
dievaluasi dengan melakukan pungsi lumbal untuk analisa cairan serebrospinal serta
tes VDRL.

4. Tuberculosis
Manifestasi ocular paling sering pada tuberculosis adalah uveitis anterior dan
koroiditis diseminata, khususnya pada tuberculosis miliar.

26

Gambar 7. Koroiditis diseminata pada pasien TB miliar

5. Koroidopati Pneumcystis
Koroidopati Pneumocystis jirovecii lebih sering terjadi pada pasien HIV
dengan infeksi diseminata dan lebih meningkat hubungannya dengan profilaksis
pentamidin aerosol. Penyakit ini ditandai dengan adanya lesi bulat kuning keputihan
pada subretinal dengan inflamasi minimal. Pasien dengan koroiditis P. jirovecii
biasanya asimtomatis.
6. Korioretinitis Kriptokokal
Manifestasi klinis paling sering pada infeksi spora jamur ini adalah
papilloedema yang berkaitan dengan meningitis kriptokokus, dengan diikuti
hilangnya penglihatan karena atrofi optic atau kebutaan kortikal. Korioretinitis
kriptokokal dapat terjadi melalui perluasan langsung dari infeksi meningeal atau
berhubungan dengan septicemia kriptokokal.

27

Gambar 8. Oedem optic disk pada korioretinitis kriptokokal

28

DAFTAR PUSTAKA
1

Ilyas Sidarta. Anatomi dan Fisiologi Mata. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Edisi ke-4.
Cetakan ke-2. 2012. Halaman 1-12

2
3

Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata, Penerbit Airlangga, Surabaya, 1984. h:1-8.
Mason H. Anatomy and Physiology of the Eye, in Mason, H. & McCall, S. Visual
Impairment: Access to Education for Children and Young People, David Fulton
Publishers, London, 1999. p:30-38.

Iqbal Tajunisah. A Handbook for Health Care Providers. In : HIV Related Eye
Conditions. Chapter 7. Department of Opthalmology 2010. Malaysia. P.45-50

Jyotirmay Biswas MS, Sudharshan S. Ocular Compications in HIV. Indian J


Ophthalmol. 2008 Sep-Oct; 56(5): 363375.

T Emmett. Cunningham, P Todd. Ocular Manifestations of HIV Infection. N Engl J


Med. 2007 July; 339:236-244

29

Anda mungkin juga menyukai