PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Neuropati optik toksik merupakan suatu bentuk gangguan fungsi dan
struktur serabut saraf karena badan sel saraf dan serabut-serabutnya mengalami
kerusakan primer oleh zat toksik. Gejala awal neuropati optic toksik meliputi
hilangnya penglihatan yang simetris, bilateral, tanpa disertai nyeri yang progresif,
dan tidak ditemukan tanda-tanda oftalmologi yang jelas.
Sebagian besar kasus menunjukkan tidak ada kelainan pada pemeriksaan
oftalmologi. Hasil pemeriksaan lapang pandang biasanya menunjukkan skotoma
sentrosekal yang simetris. Gambaran klinis yang mencolok adalah hilangnya
tajam penglihatan yang subakut, disertai oleh penciutan lapang pandang,
berkurangnya persepsi warna, dan diskus optic yang pucat. Penelitian
menunjukkan bahwa angka prevalensi neuropati neuropati optic pada anak
sekolah di Tanzania adalah 1%(95%CI: 0,5%-1,4%).
Diagnosis neuropati optic toksik akut ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan oftalmologis yang mendukung, dan harus ditunjang oleh riwayat
pemakaian atau paparan zat-zat toksin. Pemeriksaan laboratorium dan radiologis
dapat digunakan untuk penegakan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis
banding kausatif. Penatalaksanaan utama neuropati adalah penghentian paparan
zat toksik. Pelacakan penyebab sangat membantu dalam terapi karena beberapa
zat toksik memiliki anti dotumnya. Pemberian multivitamin dan diet yang
seimbang juga dianjurkan. Prognosisnya bervariasi mulai dari pulih sempurna
sampai hilangnya penglihatan permanen. Pada kasus-kasus awal yang segera
ditangani, prognosis penglihatan dapat pulih sempurna walaupun lambat. Pada
kasus kasus yang lanjut yang telah disertai perubahan diskus optikus (atrofi papil)
maka prognosisnya lebih buruk.
Angka morbiditas dari neuropati optik toksik tergantung pada faktor
risiko, etiologi penyebab, dan lamanya gejala sebelum dilakukan terapi. Neuropati
optik toksik biasanya dihubungkan dengan eksposure dari zat toksik yang
diperoleh di tempat kerja, konsumsi zat atau makanan yang mengandung toksin,
atau akibat penggunaan obat-obatan sitemik. Gangguan ini tidak mempunyai
predileksi ras. Semua ras dapat mengalami neuropati optik toksik serta ditemukan
seimbang antara laki-laki dan perempuan, dan dapat mengenai semua umur.1,3
Diagnosis neuropati optik dibuat dengan mempertimbangkan diagnosis
banding berbagai kemungkinan etiologi termasuk herediter, imflamasi, infiltratif,
iskemik, demielinasi (neuritis optik), toksik, dan kompresif. Pada umumnya
gambaran nervus optik (normal, edema, atau pucat) tidak spesifik dan tidak dapat
membedakan berbagai kemungkinan etiologi neuropati optik. 2,4
Untuk memastikan diagnosis dan penyebab adanya suatu neuropati optik
toksik, maka pada setiap penderita yang datang ke poliklinik harus diperiksa
secara lengkap mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisis, dan tes diagnostik untuk
menentukan adanya disfungsi nervus optik, sehingga dapat ditentukan kausa
penyebabnya.5,6
b. Rumusan masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi nervus optic?
2. Apa yang dimaksud dengan neuropati optik toksik?
3. Bagaimana patofisiologi neuropati optik toksik?
4. Apa saja etiologi yang paling sering menyebabkan neuropati optik
toksik?
5. Apa saja diagnosis banding dari neuropati optik toksik?
6. Bagaimana prognosis dari neuropati optik toksik?
c. Tujuan
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi nervus optic?
2. Mengetahui definisi neuropati optik toksik?
3. Mengetahui bagaimana patofisiologi neuropati optik toksik?
4. Mengetahui etiologi yang paling sering menyebabkan neuropati optik
toksik?
5. Mengetahui diagnosis banding dari neuropati optik toksik?
6. Mengetahui prognosis dari neuropati optik toksik?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Area intraocular dari nervus optik yang disebut diskus optik yang terbagi
1. Bagian Intraokuler
Diskus Optik
Gambar 2 . struktur nervus optik (a) gambaran klinis yang tampak pada oftalmoskop, (b) potongan
longitudinal, LC : lamina cribrosa, (c) potongan melintang, P : pia; A : arachnoid; D : dura, (d)
pembungkus nervus optik dan pembuluh darah Pial. 9
2. Bagian Intraorbital
Setelah melewati lamina cribrosa, nervus optik diselubungi oleh
myelin sheath yang dibentuk oleh oligodendrosit. Adanya mielin dan
oligodendrosit ini menyebabkan diameter nervus optik meningkat menjadi
3-4 mm. Panjang nervus optik bagian orbital kira-kira 25 mm, sekitar 6
mm lebih panjang dari ukuran jarak bola mata dengan kanalis optikus.
Ukurannya yang lebih panjang memungkinkan nervus optik berjalan
berkelok-kelok dan memudahkan pergerakan nervus optik mengikuti
pergerakan bola mata. Nervus optik ini diselubungi oleh 3 lapisan
menings yaitu, lapisan padat duramater, lapisan arachnoid di bagian
tengah, dan lapisan vaskuler yang terdalam,piamater.9,11,12,14
Pada bagian anterior bagian intraorbital nervus optik dikelilingi
oleh jaringan lemak yang mengandung pembuluh darah dan nervus siliaris.
Ganglion siliaris berada di antara sisi lateral serabut saraf dan muskulus
rektus lateral . Sedangkan di bagian posterior, serabut nasosiliaris dan
arteri oftalmikus berjalan di sisi medial melintasi bagian atas nervus
optikus.7
Sekitar 12 mm di belakang bola mata, permukaan inferomedial dari
duramater ditembus oleh arteri dan vena retina sentralis. Pembuluh arteri
6
Bagian Intracanalicular
Mendapat suplai dari cabang pleksus pial. Pleksus ini menerima cabang
rekuren dari arteri oftalmikus.
Bagian Intrakranial
Bagian ini juga mendapat suplai darah dari pleksus pial, dimana pada
bagian ini pleksus pial disuplai oleh arteri oftalmika dan arteri hipofisis
superior yang merupakan cabang dari arteri karotis interna.7,16,17
b. Patofisiologi Neuropati Optik Toksik
Gambar 4. (a dan b) aliran aksoplasmik (c dan d) hambatan pada transport aksoplasmik pada
lamina cribrosa pada edema papil. 9
Informasi dari sel ganglion ke KGL terjadi melalui proses aksi potensial.
Stimulasi cahaya pada sel-sel fotoreseptor retina menghasilkan sinyal yang akan
berjalan melalui sel horizontal, bipolar, dan sel amakrin sebelum mencapai sel
ganglion. Sel-sel fotoreseptor lebih banyak dibandingkan dengan sel ganglion
(sekitar 130 :1). Elemen- elemen neuron pada retina beserta koneksinya sangat
kompleks. Banyak tipe sel- sel bipolar, amakrin dan sel ganglion lain yang
berperan. Elemen- elemen neuron dimana lebih dari 120 juta sel rod dan 6 juta sel
cone saling berhubungan satu sama lain dan proses pengiriman sinyal antara
neurosensori retina sangat penting. Setiap satu saraf optik memiliki lebih dari 1
juta serabut saraf. Serabut- serabut saraf yang berasal dari temporal berjalan
melengkung mengelilingi makula untuk memasuki daerah superior dan inferior
diskus optik. Serabut- serabut saraf papillomakular dan fovea berjalan lurus ke
dalam diskus optik. Proses fisiologis pengiriman sinyal ke nervus optik ini dapat
10
terhambat oleh adanya kerusakan atau gangguan pada nervus optik yang dikenal
dengan neuropati optik. 19,20
Adanya neuropati optik dapat dipertimbangkan jika ditemukan :
1. penurunan penglihatan yang dihubungkan dengan anomali, edema, atau
pucat pada diskus optik.
2. Segmen posterior dalam batas normal tetapi ditemukan penurunan tajam
penglihatan, penglihatan warna, dan defek lapangan pandang yang disertai
dengan defek serabut saraf aferen pupil.
Tabel 1. Gambaran Klinik neuropati Optik. 3
11
12
13
14
a) Anamnesis
Banyak penyebab neuropati optik toksik dapat diidentifikasi melalui
anamnesis riwayat pasien. Gejala yang muncul biasanya progresif.
Umumnya pasien datang dengan keluhan hilangnya penglihatan yang bersifat
simetris bilateral tanpa disertai nyeri. Beberapa pasien awalnya datang dengan
keluhan diskromatopsia terhadap warna tertentu, seperti warna merah yang
tidak terlalu terang. Biasanya melibatkan hanya satu mata pada tahap awal,
yang kemudian memberat dan akhirnya melibatkan mata yang lainnya. Pada
neuropati optik toksik, dari anamnesis dapat diketahui riwayat eksposur zat
toksik atau obat yang dikonsumsi pasien, riwayat keluarga, dan riwayat
konsumsi makanan. Umumnya penderita mempunyai riwayat mendapat terapi
antibiotik atau agen kemoterapi, penyalahgunaan zat atau obat, atau
mengalami eksposur dari limbah industri.5,18
b) Pemeriksaan Fisik
Evaluasi sistemik
Pemeriksaan penderita dengan suspek neuropati optik dimulai
dengan evaluasi keadaan sistemik meliputi kesehatan fisik, status mental,
dan tanda vital. Hal ini sangat penting mengingat banyak penyakit
neuropati optik yang dipengaruhi oleh kelainan sistemik seperti hipertensi,
obesitas, hipertiroidisme, dan lain-lain. Pada penderita neuropati optik
toksik, kelainan sistemik perlu disingkirkan untuk memastikan kausa
neuropati optik toksik. Selain itu, kelainan sistemik seperti diabetes, gagal
ginjal, dan penyakit tiroid dapat meningkatkan kadar zat-zat toksik dalam
tubuh. 3,4,18
Pemeriksaan Okuler
Hampir semua penderita neuropati optik dapat diidentifikasi
melalui adanya penurunan tajam penglihatan, defisiensi penglihatan
15
warna, defek lapangan pandang, defek jalur aferen pupil (RAPD), dan
abnormalitas gambaran nervus optik pada funduskopi.
Tajam Penglihatan
Umumnya tajam penglihatan baik jauh maupun dekat berkurang
pada neuropati optik, meskipun penurunan tajam penglihatan tersebut
bervariasi pada setiap penderita. Pada neuropati optik toksik penurunan
tajam penglihatan dapat bersifat akut maupun kronik. Pada neuropati optik
toksik biasanya mempunyai tajam penglihatan 20/400, kecuali toksik
oleh metanol, dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat
hingga mencapai kebutaan. 4,5,18
Penglihatan Warna
Adanya ketidakseimbangan antara tajam penglihatan yang baik dan
penglihatan warna yang buruk merupakan indikator yang sangat penting
dan sensitif terhadap disfungsi nervus optik. Hal ini mungkin didasari
bahwa nervus optik mengandung banyak akson sel ganglion yang berasal
dari area makula, dan akson-akson ini mempunyai satu hubungan dengan
satu sel cone densitas tinggi pada area makula. Diskromatopsia yang
sering terjadi utamanya melibatkan defek warna merah dan hijau. Teknik
yang sederhana untuk mendeteksi adanya defek penglihatan warna
uniokuler yaitu dengan meminta pasien untuk membandingkan objek
warna merah antara kedua mata.Untuk penilaian yang lebih akurat dapat
digunakan tes pseudoisokromatik Ishihara atau tes Farnsworth-Munsell
100-hue. 3,18
Sensitivitas Kontras
Sensitivitas kontras yang abnormal merupakan tanda lain dari
disfungsi nervus optik. Beberapa pasien dengan neuropati optik
mempunyai tajam penglihatan yang baik, tetapi sensitivitas kontrasnya
menurun. Sensitivitas kontras diuji dengan meminta pasien untuk
mengidentifikasi secara bertahap peningkatan kontras dengan Arden plate.
Tes ini sangat sensitif terhadap hilangnya penglihatan yang tersembunyi,
16
17
Gambar 6. Defek lapangan pandang pada penyakit nervus optik (a) skotoma sentral, (b) skotoma
cecosentral (c) nerve fiber bundle (d) altitudinal. 9
Funduskopi
Pada tahap awal neuropati optik toksik, diskus optik biasanya memberi
gambaran yang normal. Edema dan hiperemia pada diskus optik sering terlihat
pada intoksikasi akut. Beratnya penyakit dan kecepatan perkembangan ke arah
atrofi papilomacular bandle dan temporal diskus optik tergantung pada jenis
toksin. 5,6,9
18
Gambar 7. Gambaran funduskopi yang atrofi pada bagian temporal diskus optik pada penderita
dengan neuropati optik toksik.21
19
c)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Neuromaging
Walupun pemeriksaan imaging dalam penelitian memberikan
gambaran yang normal pada neuropati optik toksik, pemeriksaan ini
hampir selalu dianjurkan, kecuali jika diagnosis sudah dapat dipastikan.
Pemeriksaan imaging yang paling sering dilakukan adalah Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dari nervus optik dan kiasma optik dengan
atau tanpa penambahan gadolinium. Apabila riwayat medis dari anamnesis
tidak khas sehingga sulit untuk menentukan penyebab dan
mengkorfirmasi diagnosis, maka dibutuhkan pemeriksaan neuroimaging
untuk menyingkirkan penyebab neuropati optik kausa kompresif dan
iskemik, dimana hilangnya penglihatan sentral bilateral dapat juga terjadi
akibat adanya lesi oksipital bilateral. MRI pada nervus optik dan kisma
20
optik juga dibutuhkan untuk menilai tanda inflamasi dan atau adanya
demielinasi pada neuritis optik. 3,5,9
Pemeriksaan Elektrofisiologi
Secara fisiologis, adanya persepsi dari penglihatan dihasilkan dari
adanya sinyal elektrik yang dihasilkan di retina untuk dialirkan melalui
lintasan penglihatan dan berakhir pada korteks oksipital. Visual evoked
response (VER) merupakan pemeriksaan elektrofisiologi untuk mengukur
potensial elektrik yang dihasilkan dari stimulus visual dari retina ke
korteks visual. Pemeriksaan elektrofisiologi ini juga telah digunakan pada
penderita neuropati optik toksik. Adanya hambatan dalam konduksi neural
21
Gambar 10. VER pada OS normal berlawanan dengan VER pada OD yang menunjukkan
tidak adanya respon oleh karena adanya lesi yang berat pada nervus optik. 24
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan pada penderita yang kita curigai
neuropati optik toksik dan nutrisional mencakup pemeriksaan jumlah sel
darah lengkap dan apusan darah tepi. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan
meliputi kadar folat sel darah merah, VDRL (Venereal Disease Research
Laboratory), kadar vitamin, konsentrasi protein serum, kimia darah,
urinalisis, dan skrining kadar logam berat seperti timah, talium, dan
merkuri. Identifikasi toksin yang dicurigai perlu diperiksa dalam darah dan
urine. Pemeriksaan laboratorium ini tergantung pada dugaan yang
diperoleh dari hasil pemeriksan sebelumnya. 4,5,6,18
Table 3. evaluasi neuropati optik bilateral (yang diduga neuropati optik toksik atau nutrisional). 4
22
23
Gambar 11. Alcohol-tobacco ambliopia, (a dan b) pucat pada temporal diskus optik, (c) skotoma
cecosentral bilateral.9
24
25
dengan kebutaan, koma, dan gagal jantung jika intoksikasinya berat. Efek metanol
terhadap sistem saraf pusat mirip dengan efek etanol walaupun dalam dosis
rendah metanol tidak mempunyai efek eforia. Kehilangan visus permanen dapat
terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa hari setelah konsumsi metanol.3,5
Toksisitas metanol dimediasi oleh asam format, yang merupakan hasil
metabolisme metanol. Metanol dikatabolisme menjadi formaldehida di hati oleh
enzim alkohol dehidrogenase dan katalase. Formaldehid kemudian dimetabolisme
lagi menjadi asam format oleh enzim aldehid dehidrogenase di hati dan sel darah
merah. Asam format ini bisa menganggu produksi ATP dengan menghambat kerja
enzim sitokrom oksidase, yang selanjutnya akan menyebabkan kegagalan transpor
aksonal dan hilangnya konduksi dan polaritas membran sel. Keadaan ini
menyebabkan disfungsi nervus optik sehingga dapat menyebabkan penurunan
penglihatan. Adanya kompressi akson dari pembengkakan nervus optik
retrobulber juga dapat menyebabkan obstruksi aliran aksoplasmik anterograde
sehingga memperberat kerusakan nervus optik.5,6
26
hyperemia, hingga atrofi pada nervus optik. Pada tahap awal, pada diskus optik
bisa terjadi edema dan hiperemis dengan edema retina peripapil. Respon pupil
biasanya menurun, dan refleks cahaya yang negatif menunjukkan prognosis yang
buruk. Perbaikan penglihatan biasanya terjadi dalam satu minggu setelah
konsumsi metanol dihentikan. Tetapi dalam beberapa kasus, penglihatan bisa
memburuk lagi setelah membaik dalam beberapa minggu. Diskus optik secara
bertahap dapat menjadi pucat dengan gambaran glaucomatous-like cupping, dan
arteri retina dapat memberi gambaran atenuasi.
Pemeriksaan laboratorium terhadap kadar metanol dalam darah yang > 20
mg/dL, dengan anion gap besar, kadar asam format dalam darah yang tinggi, dan
menurunnya kadar bikarbonat dalam darah menjadi dasar diagnosis pasti adanya
intoksikasi metanol. Peak level terjadi dalam 60-90 menit setelah konsumsi
alkohol, tetapi kondisi ini tidak berkorelasi dengan derajat toksisitas. Oleh karena
itu peak level tidak dapat dijadikan sebagai indikator dalam prognosis. Derajat
keasaman (pH) arteri tampak berkorelasi paling baik dengan kadar asam format ,
dimana pH < 7,2 berarti telah terjadi intoksikasi berat.
Terapi suportif bertujuan dalam penanganan pertama saluran napas,
koreksi gangguan elektrolit, dan memberikan hidrasi yang adekuat. Pengosongan
lambung sangat berguna hanya dalam dua jam setelah konsumsi metanol. Terapi
dilakukan dengan buffer like sodium bicarbonate yang diberikan untuk
mengoreksi asidosis metabolik. Selain itu, diberikan juga antidote berupa etanol
untuk menghambat matabolisme metanol membentuk metabolit yang bersifat
toksik (asam format). Jika diperlukan, dapat dilakukan hemodialisis untuk
mengoreksi asidosis dan membersihkan metanol dan asam format dalam darah.
Jika terapi terlambat melewati beberapa jam setelah konsumsi metanol, maka
kehilangan penglihatan permanen dapat terjadi.
Terapi antidote lain yang dapat digunakan adalah jenis etanol lain atau
fomepizole. Etanol, seperti metanol, juga dimetabolisme oleh ADH dan enzim
dengan afinitas 10-20 kali lebih tinggi dari metanol. Fomepizole juga
dimetabolisme oleh enzim yang sama. Kelebihannya bahwa fomepizole tidak
27
menyebabkan depresi sistem saraf pusat. Namun penggunaan obat ini terbatas
karena harganya mahal dan sulit diperoleh. Etanol umumnya diberikan secara IV
dalam bentuk larutan 10 % dalam dekstrosa 5 %. Untuk loading dose diberikan
0.6 g/kg per IV infusion diikuti dengan 0.07 -0.16 g/kg/jam.
Pemberian steroid telah diuji pada beberapa pasien untuk menyelamatkan
penglihatan, dan cukup berhasil. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan efek
antiinflamasi dan imunoupressan dari steroid.
Etilene Glikol
Konsumsi etilen glikol, sebuah bahan aktif pada antifreeze automobile,
menyebabkan toksik dengan gejala yang mirip dengan toksik akibat metanol,
seperti mual, muntah, nyeri abdominal, koma, dan gagal jantung. Berbeda dengan
komplikasi akibat metanol, gagal ginjal sering terjadi pada keracunan etilen
glikol, dan frekuensi hilangnya penglihatan akibat etilen glikol biasanya lebih
rendah.5,6
Diskus optik awalnya tampak normal, kemudian diikuti dengan atrofi
optik. Berbeda dengan gejala visus pada toksik akibat metanol, edema papilyang
berasal dari peningkatan tekanan intrakranial mungkin dihubungkan dengan
adanya nistagmus dan oftalmoplegi. 5,6
Penemuan kristal-oksalat dalam urine menunjang diagnosis pasti adanya
intoksikasi akibat etilen glikol. Glikolate, sebagai hasil metabolisme etilen glikol,
juga dapat menyebabkan asidosis metabolik, dan anion gap besar. Oleh karena itu,
terapi intoksikasi ini mirip dengan intoksikasi metanol, meliputi bikarbonat,
etanol, dan hemodialisis. 6
Amiodarone
Amiodarone, derivat diiodinate benzofuran,merupakan obat yang
digunakan dalam terapi aritmia jantung seperti pada fibrilasi atrial dan ventrikuler
28
serta ventrikuler takikardia. Obat ini juga diduga dapat menyebabkan neuropati
optik toksik. Toksisitas obat ini menunjukkan gejala hilangnya penglihatan
binokuler yang bersifat progresif lambat dengan edema diskus optik yang lama
(beberapa bulan). Neuropati optik iskemik anterior (AION) unilateral dan
bilateral yang akut juga telah dilaporkan pada pasien yang menggunakan
amiodarone. Oleh karena penderita juga mempunyai faktor risiko yang sama
dengan faktor risiko pada AION yaitu penyakit kardiovaskuler dan crowded optic
disc, maka sulit untuk membedakan apakah AION merupakan manifestasi
penyakit oklusif vaskuler atau karena penggunaan obat amiodarone.6,32
Bukti yang menghubungkan amiodarone dengan kerusakan nervus optik
masih belum dapat disimpulkan. Neuropati optik toksik tidak berkembang
simultan dengan neuropati perifer toksik. Neuropati optik toksik sendiri tidak
tergantung pada dosis obat, reversibel, dan demielinasi seperti pada neuropati
perifer.5,6
Pada neuropati optik yang dihubungkan dengan amiodarone, penderita
mempunyai gejala ringan atau bahkan tidak ada keluhan gangguan penglihatan
sama sekali. Berbeda dengan AION, onset hilangnya penglihatan terjadi dari
beberapa hari hingga beberapa minggu, gejala visual biasanya progresif lambat
dan mulai dari 1 hingga 72 bulan setelah terapi awal amiodarone. Hilangnya
penglihatan biasanya simultan bilateral, dapat mencapai visus 20/200, dengan
edema diskus optik yang menetap selama beberapa bulan. Defek lapangan
biasanya ringan dan umumnya mengakibatkan konstriksi perifer atau skotoma
cecosentral.3,32
Patofisiologi terjadinya neuropati optik akibat amiodarone masih tidak
jelas. Amiodarone diduga berikatan dengan polar lipid dan terakumulasi dalam
lisosom. Menurut Garret, dkk. kapiler koroid peripapil yang berfenestra bersifat
permeabel terhadap amiodarone. Cairan interstisial koroid yang mengandung
amiodarone menginduksi terjadinya fosfolipidosis, yang berikatan dengan
membran sel dengan badan inklusi multilamelar yang berakumulasi di dalam
astrosit dan akson ganglion. Akumulasi badan inklusi ini akan menghambat aliran
aksoplasmik yang menyebabkan edema pada diskus optik. 5.6
29
30
31
Gambar 13. (a dan b) diskus optic yang pucat pada penderita wanita, 44 tahun dengan toksisitas
etambutol. (c dan d) hasil pemeriksaan perimetri Goldman yang menunjukkan skotoma cecosentral
bilateral.3
3,22,37
32
Gambar 14. Foto Fundus penderita neuropati optik bilateral karena toksisitas etambutol yang
menunjukkan CDR 0.5 pada setiap mata dengan gambaran pucat pada bagian temporal diskus
optik, disertai gambaran OCT yang menunjukkan ketebalan lapisan serabut saraf retina masih
dalam batas normal, tidak mengalami penipisan.38
33
5,21,44
34
Gambar 15. Pemeriksaan histopatologis dekat fovea menunjukkan hilangnya lapisan sel ganglion
retina.44
Linezolid
Antimikroba golongan linezolid merupakan golongan antibiotik yang
efektif melawan bakteri gram positif. Obat ini merupakan antibiotik yang
digunakan dalam terapi stafilococcus yang resisten terhadap meticilin,
enterococcus yang resisten terhadap vancomycin, pneumonia nosokomial, dan
infeksi kulit yang berkomplikasi. Lama terapi yang direkomendasikan adalah
maksimal 28 hari. Linezolid bekerja dengan cara menghambat translasi RNA
dengan berikatan dengan ribosom 23S RNA dari subunit ribosom 50s untuk
merusak kumpulan ribosom. Linezolid telah dilaporkan dapat menyebabkan
neuropati optik toksik dengan gejala penurunan tajam penglihatan,
diskromatopsia, dan skotoma cecosentral. Penghentian antibiotik akan
mengembalikan tajam penglihatan secara bertahap. Hampir semua penelitian
melaporkan bahwa pada penderita neuropati optik toksik akibat penggunaan
linezolid dengan tajam penglihatan awal 20/200 akan membaik hingga 20/30
setelah obat dihentikan. Defek penglihatan warna, defek lapangan pandang, dan
edema pada diskus optik juga akan mengalami perbaikan secara bertahap.5,45
Neuropati optik akibat linezolid biasanya berhubungan dengan lamanya
terapi dengan linezolid. Selama uji klinik yang dilakukan secara random
terhadap pengguna obat ini, ditemukan bahwa munculnya efek samping terjadi
35
jika obat ini digunakan hingga 28 hari terapi. Beberapa studi juga melaporkan
kejadian neuropati optik karena linezolid terjadi sekitar 8 hingga 10 bulan setelah
penggunaan obat dengan dosis standar 600 mg per hari. Telah dilaporkan juga tiga
kasus pada tahun 2005 , neuropati optik dan perifer akibat penggunaan linezolid
selama lebih dari 28 hari.45 Hal ini merekomendasikan untuk melakukan
monitoring efek samping dengan pemeriksaan mata setiap bulan jika penderita
menerima antibiotik lebih dari 28 hari. Pemeriksaan mata yang dilakukan meliputi
pemeriksaan tajam penglihatan, defek lapangan pandang, penglihatan warna, dan
funduskopi.5,6
Interferon alfa
Interferon alfa (IFN-) merupakan glikoprotein yang disekresikan oleh
sistem imun sebagai respon terhadap infeksi virus. Fungsinya memberikan sinyal
intraseluler untuk meningkatkan ekspresi gen spesifik, serta meningkatkan dan
menginduksi limfosit untuk membunuh sel target dan menghambat replikasi virus
pada sel-sel yang terinfeksi. Oleh karena IFN- mempunyai sifat antisitokin,
antiviral, immunomodulator, dan aktivitas antiproliferatif, maka IFN- digunakan
dalam terapi hepatitis kronik B dan C, kanker, dan trombositosis esensial. Selain
itu, IFN- juga diduga dapat membentuk autoantibodi dan selanjutnya dapat
menyebabkan deposit kompleks imun pada arteri kecil pada nervus optik. IFN-
dapat menstimulasi sitokin lain sehingga terjadi reaksi inflamasi pada pembuluh
darah yang selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya iskemia.5,6
Neuropati optik iskemik anterior (AION) merupakan komplikasi yang
jarang dalam terapi IFN-. Mekanisme terjadinya AION setelah terapi dengan
IFN- masih belum jelas. Lohman dan Coll menduga bahwa IFN- dapat
menghasilkan autoantibodi yang menyebabkan terjadinya deposisi kompleks
imun pada arteri kecil pada nervus optik dan retina, sehingga mengakibatkan
terjadinya reaksi inflamasi pada pembuluh darah yang berakibat terjadinya
iskemik. Disamping itu, IFN- juga berperan sebagai imunomodulator yang dapat
menstimulasi produksi sitokin lain seperti interleukin yang juga menimbulkan
36
37
Gambar 16. Fundus fluorescein angiography penderita dengan terapi infliximab. Kapiler pada
nervus optik dilatasi dengan kebocoran vaskuler. Splinter hemorraghe tampak pada tepi diskus
optik.47
38
infertilitas primer setelah menerima klomifen sitrat 50 mg setiap pagi selama lima
hari. Dia mengalami penglihatan kabur akut pada mata kanan dengan visus
20/200, RAPD positif pada mata kanan, penurunan penglihatan warna merah, dan
defek altitudinal inferior pada mata kanan. Pada diskus optik mata kanan terjadi
edema dan hiperemis dengan dilatasi vena dan splinter hemorraghes. Dua bulan
kemudian visus mata kanan menjadi 20/50(-2), dan tampak pucat pada diskus
optik.48,49,50
Tamoxifen
Tamoksifen merupakan obat yang berfungsi dalam mengatur aktifitas
estrogen reseptor- dan sering digunakan sebagai adjuvan atau monoterapi pada
terapi kanker. Beberapa studi melaporkan insiden toksisitas okuler pada
penggunaan tamoxifen yaitu sekitar 12 %. Neuropati optik bilateral jarang terjadi,
tetapi deteksi dini dapat membantu mencegah kebutaan permanen. Pada suatu
penelitian prospektif, 65 wanita dengan kanker payudara pada awalnya
mempunyai penglihatan normal dan kemudian diberikan terapi tamoksifen oral 20
mg/hari, 12 % diantaranya mengalami toksisitas okuler, dimana 7 pasien
mengalami keratopati, 3 pasien retinopati pigmentari bilateral, dan 1 pasien
mengalami neuritis optik bilateral. Pasien dengan neuropati optik menunjukkan
papil nervus optik pucat dengan tajam penglihatan yang menurun. Perubahan
keratopati biasanya bersifat reversibel setelah obat dihentikan. Pemeriksaan mata
setiap tahun direkomendasikan pada penderita yang diterapi dengan tamoksifen
dalam jangka panjang. 5,51
40
hipotensi nokturnal fisiologis yang cukup untuk menurunkan tekanan perfusi pada
arteri siliaris posterior.5,9
Taladafil, obat lain sejenis yang juga digunakan untuk disfungsi ereksi
spesifik dengan cara inhibisi cGMP PDE5 . Obat ini juga telah dilaporkan dapat
mengakibatkan NAION. Bollinger dan Lee, melaporkan seorang laki-laki 65
tahun dengan riwayat hiperkolesterolemi telah menkonsumsi obat ini dan
mengalami penglihatan kabur pada lapangan pandang inferior yang bersifat
sementara dalam 2 jam setelah mengkonsumsi 4 dosis taladafil. Tiga hari
kemudian dia meminum dosis kelima dan berkembang menjadi defek lapangan
pandang inferior yang permanen pada mata kanan. Pada pemeriksaan funduskopi
ditemukan adanya edema diskus optik pada mata kanan dan mempunyai rasio
cup-disk yang kecil pada mata kiri. Hilangnya lapangan pandang setelah konsumsi
obat taladafil menunjukkan bahwa PDE5 inhibitor dapat menjadi faktor risiko
berkembangnya NAION. 54
Radiasi
Neuropati optik yang diinduksi oleh radiasi merupakan suatu proses
iskemik pada nervus optik. Neuropati optik yang terjadi biasanya menunjukkan
neuropati optik iskemik posterior (retrobulber) dengan gejala hilangnya
penglihatan berat yang irreversible. Neuropati optik umumnya terjadi sekitar 18
bulan setelah radioterapi dan setelah dosis kumulatif radiasi lebih dari 50 Gy atau
single doses lebih dari 10 Gy. Ini sering terlihat sebagai komplikasi dari terapi
radiasi pada sinus paranasal dan regio basis kranii dan post operatif dari adenoma
pituitari, meningioma parasellar, glioma frontal dan temporal, kraniofaringioma,
dan tumor intraokuler. Selisih antara dosis radiasi yang aman dan tidak aman
bervariasi tergantung dari toleransi individu. Terapi sebelumnya atau kombinasi
dengan kemoterapi seperti metotrexate, ara-C, vincristine, dan kombinasi dengan
obat lain dapat meningkatkan risiko terjadinya neuropati optik akibat radiasi.
Radiasi dapat mengubah struktur seluler seperti permeabilitas blood-brain
barrier, atau granulasi arachnoid, sehingga mengubah farmakokinetik dari
distribusi dan clearance obat. Selain itu, peningkatan permeabilitas blood brain
41
barrier juga dapat mengakibatkan metotrexate dapat masuk ke SSP. Oleh karena
itu, efek toksik dari obat kemoterapi dapat memicu terjadinya efek samping dari
radiasi atau sebaliknya.5,6,18
Dosis radiasi per fraksi, dosis total, total durasi terapi, dan tipe radiasi
(proton, elektron, atau neutron) dapat mempengaruhi risiko berkembangnya
neuropati optik akibat radiasi. Ketika dosis total, ukuran fraksi, atau volume
radiasi meningkat, frekuensi komplikasi juga meningkat. Adanya penyakit
sistemik sebelumnya seperti diabetes atau gangguan endokrin yang dihasilkan dari
Cushing syndrome, atau tumor yang memproduksi hormon pertumbuhan, sebagai
faktor risiko tambahan.55,56
Neuropati optik yang diinduksi radiasi merupakan neurotoksisitas yang
mempengaruhi white matter selama beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah
eksposur radiasi ionisasi terhadap lintasan penglihatan anterior. Ini menunjukkan
bahwa radiasi dapat menyebabkan kerusakan pada DNA jaringan normal yang
akan merangsang terbentuknya radikal bebas yang dapat merusak endotel dan sel
glia pada white matter. Jumlah sel endotel vaskuler berkurang tergantung pada
dosis dan lamanya eksposur yang dibuktikan pada eksperimen otak tikus yang
diradiasi.5,56
Gejala neuropati optik akibat radiasi umumnya berupa hilangnya
penglihatan yang bersifat akut, progresif pada satu atau kedua mata selama
beberapa minggu atau bulan. Hilangnya penglihatan biasanya bilateral dan tanpa
nyeri, dan terjadi pada tiga perempat penderita. Gangguan penglihatan umumnya
terjadi 18 bulan setelah terapi radiasi berakhir. Hilangnya penglihatan biasanya
bersifat irreversibel, tetapi kadang dapat membaik spontan pada pasien yang
dilaporkan dengan papillitis akibat radiasi. 4,5
Visus akhir pasien dengan neuropati optik radiasi umumnya 20/200.
Defek lapangan pandang menunjukkan defek altitudinal atau skotoma sentral. Jika
nervus optik bagian distal terkena, maka junctional syndrome dengan neuropati
optik dan hemianopsia temporal kontralateral dapat ditemukan. Neuropati optik
retrobular paling sering terjadipada penderita pasca radiasi. Diskus optik awalnya
tampak normal dan kemudian menjadi pucat setelah 4 sampai 6 minggu. Setelah
42
radiasi intraokuler atau orbita, kemungkinan dapat terjadi papillopati radiasi, yang
mengenai diskus optik bagian anterior. Gejalanya berupa edema papil diskus
optik dihubungkan dengan timbulnya cairan subretinal, eksudat peripapil, dan
cotton wool spots. Secara bertahap papil diskus optik akan menjadi pucat
(atrofi).4,5,6
Diagnosis neuropati optik radiasi dapat diperoleh dari gambaran klinik dan
biasanya dikonfirmasi dengan MRI. Pada neuropati optik akibat radiasi, tidak
tampak kelainan pada gambaran MRI, tetapi terkadang tampak adanya penebalan
nervus optik, kiasma, dan traktus optik pada beberapa kasus. Penebalan ini
biasanya menyembuh setelah beberapa bulan.4,5
Diagnosis banding neuropati optik radiasi yaitu tumor ganas primer
maligna, arachnoiditis, tumor parasellar yang diinduksi radiasi, secondary empty
sella syndrome dengan prolaps nervus optik dan kiasma. Biasanya diagnosis ini
dibedakan dengan neuropati optik radiasi dengan melakukan MRI otak dan
orbita.4
Tabel 4. Diagnosis banding neuropati optik radiasi.4
43
44
45
Adanya lesi kompresif atau infiltratif pada kiasma optik dapat menjadi salah
satu diagnosis banding untuk penyakit neuropati optik toksik. Oleh karena itu,
harus selalu dilakukan pemeriksaan neuroimaging untuk menyingkirkan kausa ini.
Defek lapangan pandang cecosentral dan bitemporal pada penyakit kiasma optik
mirip satu sama lain dan ada banyak penyebab skotoma sentral dan cecosentral
bilateral yang berasal dari tumor. 3,5,9,18
Neuritis optik akibat demielinasi, inflamasi, atau infeksi dapat terjadi
simultan pada kedua mata, dan kadang membingungkan dengan neuropati optik
toksik. Defek lapangan pandang keduanya mirip, tetapi pada neuritis optik
biasanya disertai nyeri dan atau edema diskus optik lebih dari 90 % penderita.
Untuk memastikan biasanya dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal dan
pemeriksaan laboratorium khusus untuk memastikan adanya infeksi sistemik dan
inflamasi.6,9
Pada umumnya, analisis gejala dan tanda penyakit dimulai dari detail
anamnesis dan pemeriksaan fisik hingga pemeriksaan penunjang akan
menentukan diagnosis neuritis optik toksik. Sangat bijaksana jika kita
menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan neuroimaging kecuali diagnosis
yang dibuat sudah pasti. MRI dengan kontras dan dikhususkan pada nervus optik
dan kiasma optik merupakan pemeriksaan optimal pada banyak kasus.
Pemeriksaan laboratorium mengenai level vitamin B12 dan folat dapat dipikirkan
jika neuropati optik toksik dianggap berhubungan juga dengan adanya defisiensi
nutrisi. Selain itu, ketika suatu intoksikasi spesifik disuspek, maka harus dicoba
46
untuk mengidentifikasi toksin atau metabolit pada cairan (darah atau urine) atau
jaringan penderita. 5,6,21
Tabel 5. Diagnosis banding neuropati optik toksik. 21
6. Prognosis
Langkah pertama dalam terapi neuropati optik adalah menghentikan
penggunaan agen toksik yang dicurigai sebagai penyebab. Terapi neuropati
optik toksik tergantung pada agen toksik yang menyebabkan neuropati optik
toksik tersebut. Terapi medis termasuk suplemen multivitamin yang dibutuhkan
47
48
BAB III
KESIMPULAN
49
optik karena demielinasi, inflamasi, infeksi, atau oleh karena adanya kompresi
atau infiltrasi. Semua diagnosis banding tersebut dapat disingkirkan dengan
menilai gejala dan tanda dari penderita serta melakukan berbagai pemeriksaan
yang menunjang diagnosis.
50
DAFTAR PUSTAKA
51
12. Chai SJ, Foroozan R. Decreased retinal nerve fibre layer thickness
detected by optical coherence tomography in patients with ethambutolinduced optic neuropathy. Br J Ophthalmol. 2007;91:8957.
13. Grace EM. Lee AG. Ethambutol toxicity & optic neuropathy ; 60 years old
female with bilateral painless central vision loss. Eyerounds.org. 2007.
14. Behbehani R. Clinical approach to optic neuropathies. Clin
Ophthalmol. 2007;1:23346.
52