PENDAHULUAN
Korteks visual berhubungan dengan hampir 55% dari keseluruhan area kortikal otak.
Sebagai perbandingan, korteks hanya berhubungan 3% dengan sistem auditori dan 11%
berhubungan dengan sistem somatosensori.1 Informasi mengenai dunia luar diteruskan ke
susunan saraf pusat dari reseptor sensorik suatu indra khusus. Salah satu indra khusus di
antaranya adalah mata. Mata merupakan suatu organ fotosensitif yang sangat berkembang
dan rumit, yang menganalisa bentuk, intensitas, dan warna cahata yang dipantulkan objek dan
menimbulkan sensasi penglihatan. Setiap bola mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang
kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem jaringan transparan yang membiaskan
cahaya untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem neuron yang
berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak.2
Neurofisiologi organ indra khusus mata memperlihatkan prinsip jaras penglihatan dari
kedua retina ke korteks penglihatan. Sinyal saraf penglihatan meninggalkan retina melalui
nervus optikus untuk kemudian melalui kiasma optikum di mana serabut nervus optikus dari
bagian nasal retina menyeberangi garis tengah, tempat serabut nervus optikus bergabung
dengan serabut-serabut yang berasal dari bagian temporal retina mata yang lain sehingga
terbentuklah traktus optikus. Serabut-serabut dari setiap traktus optikus bersinaps di nukleus
genikulatum lateralis dorsalis pada talamus, dan dari sini, serabut-serabut genikulokalkalarina
berjalan melalui radiasi optikus, menuju korteks penglihatan primer yang terletak di fisura
kalkarina lobus oksipitalis. Suatu jaras penglihatan ini penting untuk mengetahui letak lesi
yang dapat terjadi baik itu pada daerah prekiasma, kiasma, dan post kiasma.3
Lesi pada jaras penglihatan diklasifikasikan berdasarkan tiga lokasi utama, di
antaranya lesi prekiasma (lesi pada nervus optikus) yang mengakibatkan defek lapang
pandang pada sisi yang sama. Kemudian, lesi kiasma (lesi pada kiasma optikum), biasanya
menyebebkan bilateral hemanopsia temporal namun dapat juga unilateral atau bilateral defek
lapang pandang. Selanjutnya, lesi retrokiasma/postkiasma (lesi pada jaras penglihatan yang
letaknya posterior dari kiasma optikum, dari traktus optikus hingga korteks visual)
menyebkan defek lapangan pandang homonim.4
Etiologi tersering dari lesi pada daerah kiasma optikum di antaranya adalah adenoma
hipofisis, parasella meningioma, craniopharyngioma, dan parasellar aneurisma arteri karotis
interna. Lesi akibat massa pada sistem saraf pusat dapat pula menyebabkan dilatasi ventrikel
ketiga dan penekanan retrokiasma sekunder.5
1
Jaras penglihatan kiasma optik dan retrokiasma rentan terhadap berbagai macam
trauma, yang dapat menyebabkan suatu pola hilangnya penglihatan yang dapat dengan tepat
dilokalisasi dengan temuan neuroimaging. Lokalisasi yang akurat, yang dapat pula didukung
dengan gambaran klinis, dengan berbagai macam diagnosis banding yang sesuai yang
tentunya dapat dikonfirmasi dengan tepat melalui aplikasi diagnostik yang sesuai. Lokalisasi
yang akurat, diagnosis, dan pengawasan klinis yang tepat tentunya terbilang penting dalam
tindakan serta tatalaksana efektif gangguan penglihatan. Pentingnya evaluasi lesi pada jaras
penglihatan baik itu prekiasma, kiasma, serta retrokiasma untuk fungsi indra penglihatan
yang optimal menuntut kita untuk mengetahui lebih lanjut serta menatalaksana dengan tepat.6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jaras Penglihatan
Jaras penglihatan aferen dimulai dari retina. Tidak adanya reseptor retina pada
diskus optikus menyebabkan skotoma fisiologis (blind spot), terletak sekitar 17o dari
fovea dan berukuran sekitar 5o x 7o. Fovea (sekitar 1,5 mm, atau berdiameter 1 diskus)
terletak sekitar 4 mm (atau 2,5 diameter diskus) dari dan 0,8 mm lebih kecil
dibandingkan diskus optikus.5
Gambar 1. Tampak basal dari bagian otak menunjukkan jaras visual anterior dan posterior.5
(Ilustrasi oleh Dave Peace. Sumber: Cantor, 2014).
Sel horizontal, amakrin, dan sel interplexiform (pleksiform dalam dan pleksiform
luar) yang berhubungan satu sama lain secara horizontal memberikan sinyal-sinyal
dalam lapisan-lapisan retina. Sel-sel pendukung glia seperti sel Muller dan astrosit juga
mempengaruhi proses visual dan kemungkinan memiliki peran metabolik juga.5
Terdapat rasio yang bervariasi antara sel-sel fotoreseptor dan sel ganglion pada
daeerah yang berbeda dari retina. Rasio ini tinggi pada daerah perifer, yang berarti selsel fotoreseptor lebih banyak dibandingkan sel ganglion dengan rasio 1000:1 dan sangat
rendah pada fovea, di mana sel ganglion hanya menerima sinyal dari satu sel kerucut.
Karena peningkatan kepadatan sel-sel ganglion pada daerah sentral (69% pada bagian
sentral 30o), sel-sel bipolar dengan pola radial (membulat) pada makula. Susunan radial
dari axon dan sel bipolar ini (lapisan Henle) berperan dalam akumulasi cairan dalam
pola berbentuk menyerupai bintang. Lokasi diskus optikus dan awal nervus optikus
bagian nasal menuju fovea. Jadi, meskipun serat-serat sel ganglion datang dari retina
bagian nasal dapat menjalar menuju diskus optikus tanpa adanya halangan, sedangkan
serat sel ganglion dari retina bagian temporal harus menjauhi makula yang secara
anatomis berpisah untuk dapat masuk ke diskus melalui baik itu kutup superior dan
kutub inferior.
Dua nervus optikus berawal dari mata menuju kiasma optikum, masing-masing
saraf mengandung sekitar satu juta axon, diselubungi myelin oleh oligodendrosit
(oligodendrosit mengelilingi dan memielinisasi banyak akson, berbeda dengan sel
4
schwann), dan dikeliling oleh pia mater, arachnoid mater, dan dura mater. 8 Pia mater
melapisi saraf dan terpisah dari arachnoid oleh ruang subaraknoid. Pembuluh darah
retina sentral melintasi ruang subaraknoid, dan jika tekanan cairan serebrospinal
meningkat secara tidak normal, vena dapat tertekan yang dapat menyebabkan edema
diskus optikus (papiledema). Pada kiasma optikum, serabut datang dari nasal setengah
bagian dari masing-masing retina yang menyilang. Beberapa serabut menyilang menuju
saraf optikus kontralareral sebelum memasuki traktus optikus; Beberapa putaran
kembali menuju traktus ipsilateral sebelum menyilang. Masing-masing traktus optikus
memanjang kembali dari kiasma menuju badan genikulatum lateralis, di mana serabutserabut saraf tersebut berakhir. Beberapa serabut meninggalkan masing-masing traktus
optikus untuk dapat turun ke superior brachium menuju superior ipsilateral kolikulus
dan masing-masing nukleus pretektal. Stimulus retinokolikular yang baik dapat
menginduksi refleks pergerakan kepala dan mata, mengikuti kilatan cahaya; nukleus
pretektal
menyebabkan
refleks
cahata
pupil.
Radiasi
optik
(pada
traktus
genikulokalkarin) berada pada bagian retrolentiform pada kapsul internal. Serabutserabut melewati korteks visual primer yang berada di atas sulkus kalkarin yang keluar
melalui kornu posterior ventrikel lateral. Serabut-serabut melewati korteks visual di
bawah sulcus loop menuju lobus temporal, lateral menuju kornu inferior ventrikel
(Meyer's loop). Radiasi optik juga termasuk proyeksi serabut dari korteks oksipital
menuju nukelus genikulatum lateral dan superior kolikulus.7
Korteks visual primer (aread Broadmann 17) berada pada dinding dan kedalaman
sulkus kalkarin. Korteks asosiasi visual (area 18, 19) berada pada lobus oksipital di
5
sekitar area 17, yang berfungsi memproses informasi yang diterima dari area 17 dan
berhubungan dengan aspek komplek dari persepsi visual yang memiliki input dari
puvinar thalamus dan merupakan sumber serabut kortikokolikular yang memediasi
refleks akomodasi pupil, refleks genggaman visual dan scanning otomatis. Permukaan
posteroinferior lainnya dari lobus temporal (area 20) berhubungan dengan pola
pengenalan visual dan tempat penyimpanan memori visual. Mengingat posisi suatu
objek juga merupakan fungsi dari lobulus parietal superior yang terletak pada area
Broadmann 7.7
Gambar 4. Sebagian nervus optikus berdekusasio; proyeksi gambar secara bertahap direkonstruksi pada jaras
korteks visual.7
(Sumber: Wilkinson, 1992)
Secara fungsional rangsang visual ditangkap oleh retina (sebagai stasiun I).
kemudian diteruskan melalui serabut saraf otak kedua (saraf optik). Saraf optik yang
berasal dan sisi nasal kedua mata akan menyilang di daerah kiasma opikum sedangkan
yang berasal dari sisi temporal tidak bersilangan di daerah kiasmaini. Selanjutnya
serabut saraf ini akan melanjutkan perjalanannya sebagai traktus optikum. Traktus
optikus ini selanjutnya menuju ke thalamus sebagai kumpulan sel-sel saraf yang
mengolah dan bertindak sebagai stasiun informasi ke II. Bagian thalamus yang
berhubungan dengan fungsi visual disebut Corpus Geniculaturn Laterale (CGL).
Stasiun ke II ini bertugas menyampaikan informasi ke korteks serebri bagian oksipital.
Dengan sampainya informasi ke korteks penglihatan akan hal-hal yang terlihat oleh
mata dapat disadari. Dari stasiun ke II ini informasi visual juga disebarkan ke seluruh
SSP yang mempunvai hubungan dengan indera penglihatan. ke pusat keseimbangan
motorik, medulla spinalis, pendengaran, dan sebagainya.3
Corpus geniculatum laterale ( CGL ) merupakan terminal dan seluruh serabut
saraf aferen jaras visual. CGL merupakan bagian dari thalamus. Pada CGL terjadi rotasi
90 dari serabut saraf, sehingga serabut saraf yang berasal dari retina bagian superior
akan berada di bagian medial CGL, sedangkan yang berasal dan bagian inferior retina
akan berada di bagian lateral. Perputaran akan terjadi lagi serabut meninggalkan CGL
sehingga retina bagian superior dan inferior terletak superior dan inferior dalam
radiasio optika dan korteks serebri.3
Radiasio optika mengandung 3 kelompok besar serabut yaitu (1) bagian superior
(berisi serabut yang mengurus lapangan pandang inferior), (2) bagian inferior (berisi
serabut yang mengurus lapang pandang superior), (3) bagian sentral (berisi serabut
makula).3
Jadi pada radiasio optika (traktus genikulo-kalkarina) terjadi pemutaran, sehingga
posisi serabut penglihatan kembali seperti sebelum memasuki CGL yaitu bagian atas
retina berjalan dan diproyeksikan di bagian atas korteks serebri dan sebaliknya. Korteks
proyeksi penglihatan disebut juga korteks striata (area 17), berada di sepanjang bibir
superior dan fissure kalkarina. Ketika impuls sampai di area 17, maka akan terbentuk
sensasi visual sederhana. Impuls ini akan rnempunyai arti dan bentuk dengan
perantaraan korteks asosiasi area 18 dan 19.3
Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Sebagaimana
halnya nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun secara fisik terletak
di perifer dari sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang paling utama dari retina adalah
7
sel-sel reseptor sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras
penglihatan. Lapisan terdalam (neuron pertama) retina mengandung fotoreseptor (sel
batang dan sel kerucut) dan dua lapisan yang lebih superfisial mengandung neuron
bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel ganglion (lapisan neuron ketiga). Sekitar
satu juta akson dari sel-sel ganglion ini berjalan pada lapisan serat retina ke papila atau
kaput nervus optikus. Pada bagian tengah kaput nervus optikus tersebut keluar cabang
cabang dari arteri centralis retina yang merupakan cabang dari a. oftalmika.1
Gambar 3.
Radiatio
Optika 1
Pada
pupil,
refleks
setelah
serabut
saraf berlanjut ke
arah
kolikulus superior,
saraf
berakhir
nukleus area
pada
akan
(parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat konsensual.
Saraf eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus
okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot sfingter pupil
(gambar 6).4,9
10
Gambar 5. Potongan anatomi dari kiasma optik dan struktur di sekitarnya A. Tampak Sagital, dan
B. Tampak Superior.5
(Sumber: Cantor, 2014)
Terdapat persilangan sebagian dari serabut-serabut saraf pada kiasma optik. Jadi,
serabut-serabut dari hemiretina kiri masing-masing mata berakhir pada traktus optikus
kiri, sedangkan serabut-serabut dari hemiretina kanan berakhir pada traktus optikus
kanan. Perlu diingat bahwa bagian nasal serabut retina dari masing-masing mata,
memiliki peranan dalam penglihatan lapang pandang lateral (temporal), melintasi
kiasma optik. Lesi pada kiasma optik biasanya menyebabkan bitemporal (bilateral
lateral) defek lapang pandang. Lesi pada mata, retina, atau nervus optikus biasanya
menyebabkan defek lapangan pandang monokular. Karena persilangan optik kiasma,
lesi pada bagian proksimal dari kiasma (traktus optikus, genikulatum lateral, radiasi
optik, atau korteks visual) biasanya menyebabkan defek lapangan pandang homonim,
yang berarti bahwa defek terjadi pada porsi yang sama pada lapang pandang masingmasing mata.9
11
Kiasma optik rentan terhadap kompresi dari hipofisis. Oleh karena itu, kiasma
optik rentan mengalami lesi karena kompresi jaringan di sekitarnya misalnya oleh
karena tumor pituitary dan lesi lain di sekitarnya. Traktus optikus membungkus di
sekitar otak tengah bagian lateral untuk mencapai nukleus genikulatum lateral di
thalamus.9
12
Lokasi pasti kiasma dari sella bervariasi. Umumnya berada di superior, namun
sekitar 17% dari individu memiliki sella yang terletak di anterior sella (prefixed), dan
sekitar 4% memiliki kiasma tepat di posterior (postfixed).5
13
Aspek superior dari kiasma disuplai oleh cabang dari arteri serebral anterior dan arteri
anterior komunikan.
Aspek inferior kiasma yang disuplai oleh bentuk cabang internal arteri karotis dan arteri
posterior komunikan. Sebuah cabang dari arteri oftalmika menyuplai margin anteroinferior
kiasma tersebut.
Aspek superior dari kiasma didrainase oleh vena kiasma superior yang berakhir di vena
cerebral anterior.
Aspek inferior kiasma didrainase oleh vena preinfundibular yang mengalir ke dalam vena
14
Gambar 9.
Darah Jalur
Suplai
Visual.11
(Sumber: Agarwall, 2010)
2.4 Retrokiasma
2.5 Lesi Kiasma Optikum
Lesi pada kiasma optikum berakibat pada hemitemporal hemianopsia, disebabkan
oleh kerusakan serabut saraf segmen nasal dari masing-masing retina. Interupsi pada
traktus optikus (bagian dari jaras visual antara kiasma dan badan genikulatum lateral)
berimbas pada kontralateral hemianopsia homonim. Lesi pada radias optik atau korteks
striata juga dapat menyebabkan parsial atau defek sempurna kontralateral heminaposia
homonim.12
Lesi pada jaras visual dapat diklasifikasikan berdasarkan tiga lokasi utama, yaitu4:
1) Lesi Prekiasma, yang merupakan lesi pada nervus optikus yang mengakibatkan
defek visual pada daerah yang terkena.
2) Lesi kiasma, yang merupakan lesi pada kiasma optikum (tepat di persilangan serabut
aferen retina pada bagian kiasma), biasanya disebabkan oleh bilateral hemianopsia
temporal namun dapat juga disebabkan oleh unilateral atau bilateral defek lapangan
pandang.
3) Lesi retrokiasma (lesi pada jaras visual posterior dari kiasma optikum hingga ke
daerah proksimal yaitu dari traktus optikus hingga korteks visual) menyebabkan
defek lapangan pandang homonim.
15
Gambar 10. Lokalisasi lesi pada jaras visual; lesi prekiasma, kiasma, dan retrokiasma. 12
(Sumber: Netter, 2013)
Lesi Prekiasma
16
Lesi prekiasma merupakan lesi yang terjadi dari nervus optikus yang mengarah
pada penurunan visus pada daerah ipsilateral dan atau defek lapangan pandang pada sisi
ipsilateral.12
Lesi pada nervus optikus menyebabkan kehilangan penglihatan monokular atau
monokular skotoma, yang dapat terjadi parsial, tergantung dari derajat keparahan lesi.
Penyebab tersering adalah glaukoma, neuritis optik, peningkatan tekanan intrakranial,
neuropati optik iskemik anterior, glioma optik, schwannoma, meningioma, dan trauma.9
Gambar 11. Lapang pandang normal pada mata kiri dan mata kanan dalam rentang 30o. Keparahan defek
lapang pandang digambarkan dengan peningkatan skala abu-abu. Hal yang berkaitan dengan intensitas cahaya
spesifik ini (ASB merupakan singkatan dari apostlib) dan digambarkan dengan skala logaritmik (DB merupakan
desibel) untuk memvisualisasi sensitivitas retina lebih baik. Daerah kehitaman pada kedua grafik menunjukkan
area titik buta (blind spot).4
(Sumber: Lang, 2000)
optik, peningkatan tekanan intrakranial, neuropati optik iskemik anterior, optik glioma,
schwannoma, meningioma, dan trauma.
Gambar 12. Sindroma nervus optikus distal (sindroma anterior kiasma). Pasien merupakan seorang wanita
dengan penurunan tajam penglihatan pada mata kanan. Visus OD 6/7,5 dan 6/6 OS. A) Terdapat defek lapangan
pandang kecil pada superior temporal pada mata kiri dengan perimetri statik, menggunakan Humphrey 24-2
Threshold Test. Defek ini tidak terdeteksi dengan perimetri kinetik. B) Terdapat defek hemianopia padat pada
bagian temporal lapangan pandang mata kanan. Pasien ini memiliki adenoma hipofisis.6
(Sumber: Glisson, 2014)
Etiologi
Skotoma merupakan ciri utama dari neuropati optik. Penyakit demyelinasi
(neuritis optik), atrofi optik Leber hereditary, toksin (metil alkohol, kuinin, klorokuin,
dan beberapa obat fenotiazin), kekurangan nutrisi (yang dapat disebut juga dengan
ambliopia yang disebabkan oleh rokok-alkohol), dan penyakit vaskular (iskemik optik
neuropati atau oklusi cabang arteri retina) merupakan penyebab yang biasa terjadi.
Tumor orbitaloretroorbital dan infeksi atau prosesus granuloma (contohnya sarkoid,
retinaltoksoplasmosis pada AIDS) merupakan penyebab yang paling sering pada lesi
prekiasma.4
LesiKiasma
Kiasma optikum dan nervus optik menduduki diafragma sella, lipatan dura yang
membentuk atap sela turkika. Hipofisis pada sela turkika berada pada inferior kisma
optikum. Arteri karotid interna merupakan tepi lateral dari kiasma. Hipotalamus dan
lobus anterior dari serebrum berlokasi di superior kiasma. Di dalam kiasma, serabut
nasal inferior menyilang secara inferior dan anterior, dan karena itu mudah sekali
dipengaruhi oleh tumor hipofisis. Sedangkan, serabut nasal superior menyilang secara
18
posterior dan superior dalam kiasma dan oleh karena itu lebih sering dipengaruhi oleh
kraniofaringioma. Serabut makula menyilang pada beberapa lokasi di kiasma, secara
superior dan posterior.4
Kiasma optik terletak dekat glandula hipofisis dan dapat tertekan oleh lesi yang
muncul di sekitar area ini. Kerusakan pada kiasma optik biasanya menyebabkan
hemianopsia bitemporal, yang dapat bersifat asimetris dibandingkan dari gambaran
yang diperlihatkan. Lesi ini biasanya disebabkan adenoma hipofiis, meningioma,
kraniofaringioma, dan glioma hipotalamus, meskipun berbagai lesi lainnya juga dapat
terjadi.9
Etiologi
1. Adenoma hipofisis: tumor ini diakibatkan oleh peningkatan sekresi hormon pada
lobus anterior kelenjar hipofisis. Apabila kelenjar ini membesar ke atas (secara
superior), kelenjar ini dapat meraih tepi anterior kiasma optikum yang dapat
menekan bagian inferior dan serabut nasal yang menyilanginya. Hal ini dapat
mengacu pada permulaan dari defek lapang pandang pada kuadran superior temporal
yang nantinya akan berujung pada hemianopsia bilateral temporal sempurna
(complete). Defek lapang pandang ini biasanya menyebar dalam pola yang asimetris.
Kelainan mata yang ditandai dengan defek lapang pandang seringkali menunjukkan
penurunan tajam penglihatan.4 Tumor hipofisis biasanya terjadi pada orang hamil
19
Gambar 14. Kompresi inferior kiasma optikum yang diakibatkan oleh adenoma hipofisis.4
(Sumber: Lang, 2000)
20
Gambar 15. Kompresi superior kiasma optikum yang diakibatkan oleh kraniofaringioma.4
(Sumber: Lang, 2000)
3. Meningioma: merupakan tumor yang berasal dari araknoid. Tumor ini dapat
mempengaruhi bagian-bagian yang berbeda dari kiasma tergantung tempat mulanya.
Tumor ini dapat mengenai tuberkulum sela, dapat menekan baik itu nervus optikus
maupun kiasma. Meningioma dapat menekan persimpangan nervus optikus dan
kiasma secara simultan menekan serabut pada arkus Wilbrand. Sebagai tambahan
pada daerah skotoma ipsilateral sentral, yang dapat menyebabkan defek lapang
pandang kontralateral pada kuadran superior temporal. Meningioma dapat
berlangsung dari tepi sphenoid dan menekan nervus optikus. Sedangkan
meningioma yang berasal dari sepanjang traktus olfaktorius dapat menyebabkan
kehilangan rasa penciuman dibandingkan penekanan pada nervus optikus.
4. Aneurisma: pelebaran arteri karotid interna sehubungan dengan aneurisma dapat
menyebabkan penekanan lateral dari kiasma optikum. Hal ini menyebabkan defek
lapangan pandang yang bermula unilateral namun dapat menjadi bilateral jika
kiasma tertekan terhadap arteri karotid interna kontralateral. Awalnya terdapat
ipsilateral heminanopsia bagian nasal. Namun dapat diikuti oleh penekanan pada sisi
kontralateral yang dapat menyebabkan kontralateral hemianopsia bagian nasal.
21
Gambar 16. Potongan koronal, gambaran anterior dari sinus sphenoid menunjukkan hubungan arteri karotid
interna dan nervus optikus pada dinding lateral sinus.5 (Sumbangsih dr. Albert L. Rhoton, Jr.)
(Sumber: Cantor, 2014)
5. Kelainan lain di kiasma: sesuatu dari luar dapat memberikan efek pada kiasma,
perubahan dapat terjadi di dalam kiasma itu sendiri. Di antaranya glioma (tumor
ganas pada sel glia), demyelinasi, dan trauma. Kiasma dapat juga terlibat pada
perubahan infiltratif atau inflamasi dari leptomeningen basalis (araknoiditis dari
kiasma optikum). Defek lapang pandang dapat sangat bervariasi.
22
23
Gambar 18. Defek lapangan pandang dari badan genikulatum lateral. Uji lapangan pandang otomatis
menunjukkan: (A) Sentral dan berbentuk seperti baji sektoranopia homonim yang diakibatkan oleh oklusi arteri
koroid lateral posterior, dan (B) kehilangan kuadran homonim atas dan bawah, dengan lapangan pandang
horizontal normal yang diakibatkan oleh oklusi arteri koroid anterior.5 (Produksi ulang atas izin dari Trobe JD.
The Neurology of Vision. Contemporary Neurology Series. Oxford: Oxford University Press. 2001:130)
(Sumber: Cantor, 2014)
Ketika serabut mencapai lobus oksipitalis, lesi yang jelas berbatas tegas menjadi
sesuatu yang khas. Serabut sentral menjadi terpisah dengan serabut perifer, serabut sentral
menuju puncak oksipital, sedangkan serabut perifer menuju korteks anteromedial. 5 Defek
lapangan pandang bersifat hemianopia homonim. Makula bisa jadi dipengaruhi oleh
perluasan lesi. Dapat juga ditemui kebutakan kortikal.4
24
Gambar 19. Infark lobus oksipital. A, B, Pola lapangan pandang menunjukkan hemianopsia homonim simetris
yang dipisahkan oleh meridian vertikal, C, aksial T2-weighted MRI menunjukkan stroke parietooksipital kiri
(tanda panah) yang dipisahkan oleh puncak oksipital.5 (Sumbangsih dr. Michael S. Lee dan Steven A. Newman.)
(Sumber: Cantor, 2014)
Lesi retrokiasma dapat diakabiatkan oleh berbagai macam penyakit neurologis seperti
tumor, stroke, meningitis basal, aneurisma arteri komunikans posterior, abses, dan luka
(seperti luka countercoup pada lobus oksipital), dan vasospasme (pada migren okular). Defek
lapangan pandang homonim merupakan ciri khas utama lesi retrokiasma. Pengobatan yang
dapat diberikan tergantung dengan penyebab dari penyakit, pasien dapat dirujuk ke bagian
neurologis maupun bedah saraf untuk pengobatan. Prognosis biasanya terbilang jelek, dan
defek lapangan pandang biasanya tidak membaik.4
2.4 Evaluasi Lesi Prekiasma, Kiasma, dan Retrokiasma
Penegakan diagnosis serta evaluasi sindroma kiasma dapat dilakukan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Evaluasi dini dari berbagai
macam lesi baik itu lesi prekiasma, kiasma, maupun retrokiasma dapat memperbaiki
prognosis untuk memperbaiki baik itu tajam penglihatan, maupun defek lapangan pandang.
25
penglihatan stereopsis yang terganggu. Penglihatan stereopsis yang terganggu ini dapat
mengganggu baik dari segi pekerjaan seperti menjahit ataupun menggunakan alat-alat
lainnya. Hal ini berdampak pada timbulnya konvergensi pada kedua sisi buta temporal
sehingga evaluasi dari pemeriksaan stereopsis perlu dilakukan.10
Evaluasi yang dapat dilakukan adalah dengan uji Wirst Titmus Stereo Vectogram. Uji
ini dilakukan untuk melihat streopsis dan korespondensi retina normal dan menilai
kemampuan fusi mata bila obyek diproyeksikan sedikit pada daerah nonkorespondensi retina.
Dasar teknik ini adalah stereopsis dilihat berdasarkan disparitas kecil. Teknik pemeriksaan ini
yang pertama adalah kaca polaroid dipasang dengan jarak pemeriksaan 30 cm. Pasien diminta
melihat gambar-gambar stereoskopis. Hasil yang didapatkan adalah apabila pada pasien NRC
(Normal Retina Correspondence) dengan visus baik dan fusi baik terlihat kesembilan
lingkaran dalam 3 dimensi. Pasien dengan ARC (Abnormal Retina Correspondence) hanya
dapat melihat lalat besar dengan memakai mekanisme fusi perifer. Bila tidak dapat melihat
lalat-stereo berarti tidak ada stereopsis menunjukkan berkurangnya secara progresif
penglihatan sentral akibat sindroma kiasma. Bila pada lalat stereo, terlihat seluruh binatang
dan 1-6 lingkaran berarti fusi perifer. Bila terlihat lingkaran 7-9 yang mempunyai 3 dimensi,
berarti ada fusi sentral.13
Pemeriksaan Oftalmoskopi
Pasien dengan sindroma kiasma secara funduskupi dapat terlihat adanya lapisan
serabut saraf atau atrofi optik (gambaran putih pada papil optik berbatas tegas) saat pertama
kali diperiksa. Bagaimanapun, ketika atropi didapati pada pasien dengan hemianopsia
bitemporal, polanya dapat cukup spesifik, muncul sebagai band yang menyilangi diskus
(contonya band atrophy). Hal ini terjadi karena degenerasi yang terjadi pada serabut perifer
dan makula sel ganglia retina yang berlokasi di nasal dari fovea. Akson dari sel ganglion
retina perifer berlokasi nasal dari baik itu niskus dan fovea yang menyilang langsung di sisi
nasal dari diskus. Serabut-serabut dari sel ganglion retina berlokasi di antara diskus dan fovea
membentuk suatu daerah dari berkas arkuata superior dan inferior, termasuk sejumlah besar
serabut-serabut dari sel ganglion retina temporal perifer.10
Gambaran papiledema didapati pada pasien dengan tumor prekiasma dan jarang
dijumpai pada tumor intrasella. Papiledema paling sering terlihat pada tumor yang terletak di
prekiasma dan retrokiasma.
27
Gambar 21. Sindroma kiasma optikum. A dan B, diskus optikus kiri dan kanan meunjukkan atrofi band dengan
kehilangan serabut saraf sel ganglion yang berkaitan yang berlokasi di nasal dari fovea. C. Diagram hilangnya
serabut saraf pada pasien dengan hemianopia temporal. Daerah yang ditandai dengan A, B, dan C menunjukkan
daerah serabut-serabut saraf yang masih ada, hilang sebagian, dan hilang seluruhnya. D. Potongan transversum
orbita nervus optikus pada pasieng dengan hemianopia bitemporal menunjukkan pola "band" atau "bowtie" dari
suatu atrofi dengan pemisahan daerah saraf superior dan inferior.5 (C, From Hoyt WF, Kommerell G. Der
Fundus oculi bei Homonyer Hemianopia. Klin Monatsbl Augenheilkd 1973;162 456464. D, From Unso ld R,
Hoyt WF. Band atrophy of the optic nerve. Arch Ophthalmol 1980;98 16371638.)
(Sumber: Cantor, 2014)
28
Gambar 22. Papiledema. A. Mata Kanan, B. Mata Kiri. Tepi diskus terlihat kabur, dengan gambaran putih
keabu-abuan, penebalan lapisan seabut saraf peripapiler, titik cotton-wool, dan perdarahan api, Pembuluh darah
retina sebagian terhalang pada tepi diskus dan di dalam retina papiler.10 (Courtesy of Sophia M. Chung, MD)
(Sumber: Rizzo, 2012)
Gambar 23. Nistagmus gergaji. ketiga mata kanan melirik ke atas, mata ini berintersi yang diikuti dengan mata
kiri melirik ke bawah dan ekstorsi. Begitu pula sebaliknya.10
(Sumber: Rizzo, 2012)
30
Perimetri
Perimetri digunakan untuk memeriksa lapangan pandang perifer dan sentral. Teknik
ini, yang digunakan terpisah pada setiap mata, mengukur fungsi retina, nervus optikus, dan
jaras visual intrakranial secara bersama. Alat ini secara klinis digunakan untuk mendeteksi
atau memonitor hilangnya lapangan pandang akibat penyakit di tempattempat tersebut.
Kerusakan suatu bagian tertentu pada jaras visual neurologik mungkin menimbulkan pola
perubahan yang khas pada pemeriksaan lapangan pandang serial.
Lapangan pandang mata diukur dan dipetakan menurut derajat kelengkungan
(degrees of arc). Pengukuran derajat kelengkungan itu tetap konstan, tidak tergantung jarak
bidang dari mata yang diperiksa. Sensitivitas penglihatan paling besar di pusat lapangan
pandang (fovea) dan paling kecil di perifer. Perimetri tergantung pada respon pasien secara
subjektif, dan hasilnya akan tergantung status psikomotor dan status penglihatan pasien.
Meskipun perimetri bersifat subjektif, metode-metode berikut telah distandarkan untuk
memudahkan pengulangan dan memungkinkan perbandingan di kemudian hari.
Pemeriksaan perimetri memerlukan (1) fiksasi tetap dan perhatian pasien, (2) jarak
yang tetap dari mata ke layar atau alat penguji, (3) kadar pencahayaan dan kontras latar
belakang yang seragam dan standar, (4) target uji dengan ukuran dan kecerahan yang standar,
(5) protokol yang universal, untuk pelaksanaan uji oleh pemeriksa. Terdapat dua metode
dasar penyajian objek, yaitu statik dan kinetik, yang dapat dipakai sendiri sendiri atau
digabung selama pemeriksaan.
Pada perimetri kinetik, mulamula diuji sensitivitas seluruh lapangan pandang
terhadap satu objek uji (dengan ukuran dan kecerahan yang tetap). Objek itu perlahanlahan
digerakkan dari perifer ke pusat sampai ia pertama kali terlihat. Dengan melalukan hal serupa
dari berbagai arah, tercipata batasbatas peta yang disebut isopter yang khas untuk objek
tersebut. Isopter membentuk batas batas terlihatnya objek, diluar batas itu, objek tidak
terlihat. Jadi, makin besar isopter, makin baik lapangan pandang mata tersebut. Batasbatas
isopter diukur dan dipetakan dalam derajat kelengkungan. Dengan mengulang uji
menggunakan sejumlah objek yang ukuran atau kecerahannya berbeda, tercipta banyak
isopter bagi mata tersebut. Makin kecil atau makin lemah objek yang diujikan, makin sempit
isopter yang dihasilkan.
Pada perimeteri statik, lokasi yang berbeda dalam lapangan pandang diuji satu per
satu. Sebuah objek uji yang sulit. seperti cahaya lemah, disajikan pertama kali di lokasi
tertentu. Jika tidak terlihat ukuran atau intensitas cahaya secara bertahap dinaikkan sampai
31
cukup besar atau cukup terang agar dapat terdeteksi. Ini disebut tingkat sensitivitas ambang
untuk lokasi itu. Hal serupa dilakukan di lokasilokasi lain sehingga sensitivitas cahaya
berbagai titik dalam lapangan pandang dapat dinilai dan digabungkan, membentuk gambaran
lapangan pandang.15
Terdapat berbagai macam jenis perimetri, antara lain: Tangent screen, perimetri
Goldmann, dan computerized automated perimetri.
Tangent Screen (Bjerrum Screen)
Tangent screen merupakan alat sederhana untuk perimetri standar. Pemeriksaan ini
memakai jarum dengan berbagai ukuran pada tongkat hitam yang ditampilkan pada layar
hitam dan dipakai terutama untuk menguji lapangan pandang sentral 30. Pemeriksaan ini
menggunakan metode kinetik perimetri.
Pasien duduk 1 meter dari suatu layar hitam berukuran 2 m 2 dengan target di tengah.
Mata yang tidak diperiksa ditutup. Saat pasien memandang target tersebut, objek dengan
ukuran 3 hiingga 50 mm digerakkan dari perifer ke pusat dan pasien memberi tahu ketika
objek tersebut terlihat dan menghilang.
Keuntungan metode ini, yaitu kesederhanaan dan kecepatannya, kemungkinan
mengubah jarak subjek ke layar, dan kebebasan memilih jenis fiksasi dan objek uji, termasuk
warna yang berbeda.15,16
berbentuk mangkuk bulat tersebut, dan dagu pasien dilatakkan pada chin rest. Satu mata
ditutup dan mata yang tidak tertutup diposisikan sejajar dengan target fiksasi. Pemeriksa
duduk di belakang alat perimeter dan fiksasi mata pasien dimonitor melalui sebuah teleskop.
Cahaya dengan berbagai ukuran dan intensitas disajikkan oleh pemeriksa, memakai prinsip
statik atau kinetik. Ketika pasien melihat cahaya tersebut, pasien menekan buzzer untuk
memberitahu pemeriksa. Metode ini dapat menguji seluruh pandangan perifer dan
menetapkan lapangan pandang pasien pasien glaukoma. 13,14
33
34
sebagai
penatalaksanaan
disertai
terapi
radiasi.
Obat-obatan
seperti
35
BAB III
KESIMPULAN
Kiasma optikum merupakan tempat persilangan serabut saraf yang merupakan jaras
penglihatan dari nervus optikus menuju traktus optikus untuk kemudian diinterpratasikan
melalui korteks visual yang secara khusus berada di area 17 lobus oksipital.
Lesi pada jaras visual dapat diklasifikasikan berdasarkan tiga lokasi utama, yaitu Lesi
Prekiasma, yang merupakan lesi pada nervus optikus yang mengakibatkan defek visual pada
daerah yang terkena. Lesi kiasma, yang merupakan lesi pada kiasma optikum (tepat di
persilangan serabut aferen retina pada bagian kiasma), biasanya disebabkan oleh bilateral
hemianopsia temporal namun dapat juga disebabkan oleh unilateral atau bilateral defek
lapangan pandang. Lesi retrokiasma (lesi pada jaras visual posterior dari kiasma optikum
hingga ke daerah proksimal yaitu dari traktus optikus hingga korteks visual) menyebabkan
defek lapangan pandang homonim.
Penyebab dari lesi kiasma optikum bervariasi, mulai dari intrinsik yang disebabkan
oleh lesi dari dalam kiasma itu sendiri seperti infeksi, maupun ekstrinsik yang disebabkan
oleh kompresi dari luar seperti adanya tumor hipofisis maupun tumor suprasellar.
Evaluasi lesi prekiasma, kiasma, dan retrokiasma penting dilakukan untuk dapat
membedakan letak lesi yang terjadi serta memberikan tatalaksana yang tepat sesuai etiologi.
Evaluasi dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan tajam
penglihatan, pemeriksaan stereopsis, serta pemeriksaan lapangan pandang untuk dapat
menentukan lokasi lesi yang sesuai. Selain itu, diperlukan pemeriksaan penunjang yang tepat
untuk memperkuat diagnosis dengan MRI maupun CT-Scan agar mendapatkan gambaran
etiologi lesi ekstrinsik dari sindroma kiasma
Penegakan diagnosis dan tatalaksana awal penting untuk dilakukan guna memperkecil
angka kesakitan serta memberikan prognosis yang lebih baik dalam penatalaksanaan lesi baik
itu prekiasma, kiasma, maupun retrokiasma.
DAFTAR PUSTAKA
1. Moraes, Carlos Gustavo De. 2013. Anatomy of Visual Pathway. Lippincot Williams &
Wilkins. J Glaucoma 22(5). S4-S7.
2. Mescher, Anthony L. 2012. Histologi Dasar Junqueira: Teks & Atlas Edisi 12. Jakarta:
EGC.
3. Guyton, Arthur C & John E Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC. p. 669-680
4. Lang, Gerhard K. 2000. Ophthalmology; A Short Textbook. New York: Thieme Stuttgart.
36
5. Cantor, Louis B., Rapuano Christopher J., and George A. Cioffi. 2014. NeuroOpthalmology. Italy: American Academy of Ophthalmology.
6. Glisson CC. 2014. Visual loss due to optic chiasm and retrochiasmal visual pathway
lesions. Continuum (Minneap Minn). Aug Neuro-ophthalmology.907-21. doi:
10.1212/01.CON.0000453312.37143.d2. Diakses pada tanggal 16 Agustus 2016.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25099100
7. Wilkinson, J. L. 1992. Neuroanatomy for Medical Students 2nd ed. UK: Cambridge
Composing
8. Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi Difiore: dengan Korelasi Fungsional Edisi
11. Jakarta: EGC.
9. Blumenfeld, Hal. 2010. Neuroanatomy Through Clinical Cases 2nd ed. China: Sinauer
Associates.
10. Rizzo, JF. 2012. Embryology, Anatomy, and Physiology of The Afferent Visual Pathway.
Diakses pada 16 Agustus 2016. http://content.lib.utah.edu/utils/getfile/collection/EHSLNOVEL/id/1975/filename/1501.pdf
11. Agarwall, Amar., 2010. Manual of Neuro Opthalmology. New Delhi: Jaypee. 75-98
12. Netter, Frank H. 2013. The Netter Collection of Medical Illustrations Nervous System
Part II-Spinal Cord and Peripheral Motor and Sensory Systems 2nd Edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier.
13. Ilyas, Sidarta. 2012. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi Ke-4.
Jakarta: BP UI.
14. Pavon, Langston D. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. Edisi 5. USA: Lippincott
Williams & Wilkins; 2002.
15. Riordan, Eva P, Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2010.
16. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2006. hal. 20 22.
37