Anda di halaman 1dari 19

REFRESHING

"Jaras Penglihatan"

Pembimbing :

dr. Rety Sugiarti, Sp. M

Disusun oleh :

Aqmarina Ajrina
2015730013

KEPANITERAAN KLINIK STASE MATA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJAR KOTA BANJAR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya pada
penulis sehingga dapat menyelesaikan refreshing dengan tema “Jaras Penglihatan” ini tepat
pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.
Refreshing ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas untuk penilaian kegiatan
kepaniteraan klinik stase Mata tahun 2020. Dan juga untuk memperdalam pemahaman
tinjauan pustaka yang telah dipelajari sebelumnya.
Penulis menyadari ketidaksempurnaan laporan ini. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penyusunan laporan selanjutnya.
Terimakasih penulis ucapkan kepada pembimbing dr. Rety Sugiarti, Sp.M yang telah
membimbing penyusunan laporan ini. Terima kasih juga pada semua pihak yang telah
membantu dalam tahap pengumpulan referensi, analisis materi dan penyusunan laporan ini.

Jakarta, Mai 2020


PENDAHULUAN

Mata adalah salah satu indera yang penting bagi manusia, melalui mata manusia
menyerap informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan. Namun
gangguan terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan hingga gangguan
yang berat yang dapat mengakibatkan kebutaan. Upaya mencegah dan menanggulangi
gangguan penglihatan dan kebutaan perlu mendapatkan perhatian. (Kementerian Kesehatan
RI)
Sekitar 80% gangguan penglihatan dan kebutaan di dunia dapat dicegah. Dua
penyebab terbanyak adalah gangguan refraksi dan katarak, yang keduanya dapat ditangani
dengan hasil dan cost-effective di berbagai negara termasuk Indonesia. Kesulitan untuk
mendapatkan kacamata bagi penderita disebabkan oleh kurangnya dokter spesialis mata yang
merupakan tenaga kesehatan yang kompeten, sedikitnya kesediaan kacamata yang mampu
dibeli, dan kurangnya dukungan struktur kesehatan masyarakat dalam penyediaan bantuan
kacamata menyebabkan banyak penderita tidak dapat berkerja dengan optimal. Gangguan
penglihatan bukan hanya masalah kesehatan. Tetapi memiliki efek terhadap faktor ekonomi,
pendidikan dan keselamatan umum.
Pada kelainan lapangan pandang dapat terjadi penyempitan dari batas lapangan
pandang tersebut atau adanya beberapa bintik buta di berbagai macam daerah di lapangan
pandang. Oleh karena kelainan lapangan pandang yang besar sekalipun dapat saja tidak jelas
bagi pasien, pemeriksaan lapangan pandang sebaiknya dilakukan setiap pemeriksaan
oftalmologis. Hasil dari pemeriksaan lapangan pandang dapat membantu diagnosis
penyebabnya. Penentuan lokasi lesi dapat ditinjau dari manifestasi klinis dengan melihat
bagaian lapangan pandang mana yang mengalami defisit.
Fisiologi Jaras Penglihatan

Ketika cahaya masuk ke mata lalu ke dalam iris yang terdapat pigmen yang
menentukan warna mata. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masukya cahaya
kebagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos,
sirkuler dan radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil
apabila otot sirkuler (kontstriktor) berkontraksi dan membentuk cincin yang lebih kecil.
Refleks konstriksi pupil ini terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang
masuk ke mata. Apabila otot radialis (dilator) memendek, ukuran pupil meningkat. Dilatasi
pupil itu terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk. Otot-
otot iris dikontrol oleh saraf otonom. Sirkuler = parasimpatis, radial = simpatis.

Mata Membiaskan Cahaya Masuk Untuk Memfokuskan Bayangan Di Retina

Cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari paket-paket
individual energy seperti partikel ang disebut foton yang berjalan menurut cara-cara
gelombang. Gelombang cahaya mengalami divergensi ke semua arah yang dari setiap titik
sumber cahaya dan ketika mencapai mata harus dibelokkan kea rah dalam untuk difokuskan
kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan akurat
mengenai sumber cahaya.

Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu
medium dengan kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lain, misalnya
air dan kaca. Ketika berkas suatu cahaya masuk ke medium dengan densitas yang lebih
tinggi, cahaya tersebut melambat.

Dua factor berperan dalam derajat refraksi; densitas komparatif antara dua media
(semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya
berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan).

Pada permukaan yang melengkung seperti lensa, semakin besar kelengkungan,


semakin besar derajat pembiasan dan semakin kuat lensa. Dua struktur yang paling penting
dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur
pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan paling besar
dalam kemampuan refraktif total mata karena perbedaan densitas antara lensa dan cairan
yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap koinstan karena
kelengkugan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya, kemampuan refraksi lensa dapat
disesuaikan degan mengubah kelengkugannya sesuai keperluan untuk melihat dekat atau jauh
yang biasa dikenal dengan istilah akomodasi. Akomodasi meningkatkan kekuatan lensa untuk
penglihatan dekat.

Cahaya harus melewati beberapa lapisan retina sebelum mencapai fotoreseptor. 10 lapisan
retina dapat dilihat dalam gambar di bawah ini;
Fototransduksi oleh selretina mengubah rangsangan cahaya menjadi sinyal saraf.
Fototransduksi yaitu mekanisme eksitasi, pada dasarnya sama untuk semua fotoreseptor.
Ketika menyerap cahaya, molekul fotopigmen berdisosiasi menjadi komponen retinen dan
opsin, dan bagia retinennya mengalami perubahan bentuk yang mencetuskna aktivitas
enzimatik opsin. Melalui serangkaian reaksi, perubahan biokimiawi pada fotopigmen yag
diinduksi oleh cahaya ini menimbulkan hiperpolarisasi potensial reseptor yang
mempengaruhi pengeluaran zat perantara dari terminal sinaps fotoreseptor.

Secara anatomis serabut-serabut nervus optikus merupakan akson dari sel-sel dalam
lapisan ganglionik retina. Meraka bersatu pada diskus optikus dan dan keluar dari mata,
sekitar 3 atau 4 mm dari sisi nasal pusatnya, sebagai nervus opticus. Nervus optikus
meninggalkan rongga orbita melalui canalis opticus dan bersatu dengan nervus opticus sisi
lain untuk membentuk chiasmaopticum.
Chiasma opticum terletak pada perbatasan dinding anterior dan dasar ventrikel III.
Pada chiasma opticum, termasuk bagian nasal macula, menyilang garis tengah dan masuk ke
traktus opticus sisi kontralateral, sedangkan serabut-serabut dari bagian temporal retina
termasuk bagian temporal macula, berjalan ke posterior dalam tractus opticus sisi yang sama.
Tractus opticus keluar dari chiasma opticum dan berjalan ke posterolateral sekitar pedunculus
cerebri. Sebagian besar serabut berakhir dengan bersinap dengan sel-sel saraf dalam corpus
geniculatum lateral. Akson sel-sel saraf dalam corpus geniculatum lateral meninggalkannya
untuk membentuk radiation optica. Serabutserabut radiatio optica adalah akson sel-sel saraf
corpus geniculatum lateral. Traktus berjalan ke posterior melalui pars retro-lenticularis
capsula interna dan berakhir pada korteks penglihatan (area 17) yang terletak di bibir atas dan
bawah fisura calcarina pada permukaan medial hemisphere cerebri.
Korteks asosiasi penglihatan (area 18 dan 19) bertanggung jawab untuk pengenalan
objek dan persepsi warna.

Gambar Otak dan kegiatan-kegiatan yang dikontrolnya


Terdapat empat neuron yang berperan pada penghantaran impuls penglihatan ke korteks
penglihatan, yaitu :
1. Sel batang dan kerucut, yang merupaka neuron reseptor khusus pada retina.
2. Neuron bipolar, yang menghubungkan sel batang dan kerucut ke sel-sel ganglion.
3. Sel ganglion
4. Neuron pada corpus geniculatum lateral, yang aksonnya berjalan ke kortex cerebri.
Pada penglihatan binokular, lapangan penglihatan kanan dan kiri di proyeksikan pada
kedua bagian retina. Bayangan obyek pada lapangan penglihatan kanan diproyeksikan pada
retina bagian nasal dan bagian temporal retina kiri. Pada chiasma opticum, akson-akson dari
kedua bagian retina ini bersatu membentuk tractus opticus kiri. Neuron corpus geniculatum
lateral sekarang memproyeksikan seluruh lapangan penglihatan kanan ke korteks penglihatan
hemisphere kiri, dan lapangan penglihatan kiri ke korteks penglihatan hemisphere kanan.
Kuadran bawah retina (lapangan penglihatan bagian atas) di proyeksikan ke dinding
bawah fissura calcarina, sedangkan kuadran atas retina (lapangan penglihatan bagian bawah)
di proyeksikan ke dinding atas fissura.
Jika tidak ada penyakit intraokular, kerusakan penglihatan pada satu mata selalu
menandakan lesi pada bagian orbita, foramen atau kranial dari saraf opticus. Jika pusat
chiasma opticum mengalami kerusakan sehingga serat yang menyebrang menjadi terganggu
misal karena tumor hipofise, hasilnya adalah hemianopsia bitemporal. Biasanya, serat yang
datang dari separuh bawah retina dan mengisi bagian ventral chiasma, adalah yang
pertamatamarusak. Menjelaskan mengapa hemianopia dimulai pada kuadran atas bitemporal
dari lapangan pandangan. Berlawanan dengan heteronimitas dari lesi chiasma, lesi yang
mencederai traktus opticus menghasilkan hemianopia homonimus. Sebagai contoh, lesi pada
traktus opticus kanan mengganggu impuls yang berasal dari separuh kanan kedua retina.
Akibatnya kerusakan penglihatan melibatkan kedua separuh kiri dari lapangan pandang.
Kelainan lapangan penglihatan yang dihubungkan dengan lesi-lesi pada lintasan
penglihatan:
1. Buta sirkumferensial sisi kanan akibat neuritis retrobulbar.
2. Buta total mata kanan akibat pemotongan n.opticus kanan.
3. Hemianopsia nasalis kanan akibat lesi parsial chiasma opticum kanan.
4. Hemianopsia bitemporalis akibat lesi total chiasma opticum.
5. Hemianopsia temporalis kiri dan hemianopsia nasalis kanan akibat lesi pada tractus opticus
kanan.
6. Hemianopsia nasalis kanan dan temporalis kiri akibat lesi pada radiation optica kanan.
7. Hemianopsia temporalis kiri dan nasalis kanan akibat lesi pada korteks penglihatan kanan
Gambar Lintasan visual dan gangguan medan penglihatan akibat lesi di lintasan visual

Media Refraksi

Mata normal atau mata emetropia adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar atau
jauh dibiaskan atau difokuskan oleh sistem optik mata tepat pada daerah makula lutea tanpa
mata melakukan akomodasi. Sinar yang masuk ke dalam mata harus melalui beberapa media
refraksi. Media refraksi adalah bagian mata yang akan membiaskan cahaya dalam proses
melihat sehingga bayangan benda jatuh pada retina. Media refraksi terdiri atas kornea, humor
aqueus, lensa, vitreous humor dan saraf optik. Berikut akan dijelaskan secara singkat anatomi
mata yang berfungsi sebagai media refraksi yang terdiri dari :

a. Bola Mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian
depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat
bentuk dengan dua kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh tiga
lapisan, yaitu :
(1) Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal
dan memberikan bentuk pada mata, merupakan bagian terluar yang
melindungi bola mata.
(2) Jaringan uvea merupakan jaringan vaskuler.
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Otot siliar yang
terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata
(humor aqueus), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada
pangkal iris di batas kornea dan sklera. Humor aqueus dibentuk dalam mata
rata-rata 2 sampai 3 mikroliter tiap menit (Guyton, 2014). Menurut
Perhimpunan Dokter Mata Indonesia (2002), koroid adalah suatu membran
berwarna coklat tua, yang terletak diantara sklera dan retina terbentang dari
ora serrata sampai ke papil saraf optik. Koroid kaya pembuluh darah dan
berfungsi terutama memberi nutrisi kepada retina bagian luar.
(3) Retina atau selaput jala adalah bagian mata
yang mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina
merupakan lapisan bola mata yang terletak paling dalam dan mempunyai
susunan sebanyak sepuluh lapis yang merupakan lapisan membran
neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik
dan diteruskan ke otak.
b. Kornea
Merupakan 1/6 bagian pembungkus bola mata yang bening dan berbentuk kaca
arloji terletak di dataran depan bola mata. Kornea hidup bersifat transparan dan
jernih sehingga mampu meneruskan sinat atau membiaskannya ke dalam bola
mata (70%). Kornea tidak memiliki vaskularisasi (avaskuler), sehingga bila terjadi
perubahan pada permukaan kornea (yang seharusnya licin) maka akan terjadi
gangguan pembiasan sinar dan berkurangnya tajam penglihatan secara nyata.
Namun kaya akan serabut sensoris yang berasal dari saraf siliar yang merupakan
cabang oftalmik n.trigeminus. Tebal kornea di bagian sentral 0,5 mm yang terdiri
atas 5 lapisan yaitu:
a. Epitel anterior. Sel epitel gepeng, sel sayap dan sel basal atau sel kuboid. Sel
basal melekat erat dengan membran basal kornea. Sel basal dan membran
basal epitel kornea mempunyai daya regenerasi.
b. Membran bowman (lamina limitan anterior). Tidak memiliki daya regenerasi.
c. Stroma. Tidak mempunyai daya regenerasi, sehingga proses penyembuhan
akan menghasilkan jaringan parut yang keruh pada kornea, sementara lapisan
ini merupakan yang paling tebal sekitar 90% dari ketebalan kornea.
d. Membran descment (lamina limitan posterior). Lapisan elastik kornea yang
bersifat transparan.
e. Endotel. Terdiri atas satu lapis sel gepeng heksagonal

c. Pupil
Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang
bundar anterior di bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke
mata. Pupil akan membesar bila intensitas cahaya kecil (bila berada di tempat
gelap), dan apabila berada di tempat terang atau intensitas cahayanya besar, maka
pupil akan mengecil.

d. Lensa
Lensa terletak tepat di belakang iris, di depan badan vitreous, dan dilingkari oleh
prosesus siliaris yang mana overlap pada bagian tepinya. Kapsul lensa (capsula
lentis) merupakan membran transparan yang melingkupi lensa, dan lebih tebal
pada bagian depan daripada di belakang. Lensa merupakan struktur yang rapuh
namun sangat elastis. Di bagian belakang berhadapan dengan fossa hyaloid,
bagian depan badan vitreous; dan di bagian depan berhadapan dengan iris. Lensa
merupakan struktur transparan bikonveks. Kecembungannya di bagian anterior
lebih kecil daripada bagian posteriornya. Peranan lensa yang terbesar adalah pada
saat melihat dekat atau berakomodasi. Lensa mata menerima cahaya dari pupil
dan meneruskannya pada retina. Fungsi lensa adalah mengatur fokus cahaya,
sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang
jauh (cahaya datang dari jauh), lensa aka menipis. Sedangkan untuk melihat objek
yang dekat lensa mata akan menebal.

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertantu, yaitu:

a. Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam akomodasi untuk
menjadi cembung.
b. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:

a. Menjadi kaku karena bertambahnya umur mengakibatkan presbiopia.


b. Keruh atau yang disebut katarak
c. Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
e. Aqueous Humor
Aqueous humor diproduksi oleh badan siliar. Setelah memasuki bilik mata
belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian
ke perifer menuju sudut bilik mata depan

f. Badan Vitreous (Vitreous body)


Vitreous body membentuk sekitar empat perlima bola mata. Zat seperti agar-agar
ini mengisi ruangan yang dibentuk oleh retina. Transparan, konsistensinya seperti
jeli tipis, dan tersusun atas cairan albuminus terselubungi oleh membrane
transparan tipis, membran hyaloid. Membran hyaloid membungkus badan
vitreous. Porsi di bagian depan ora serrata tebal karena adanya serat radial dan
dinamakan zonula siliaris (zonule of Zinn). Disini tampak beberapa jaringan yang
tersusun radial, yaitu prosesus siliaris, sebagai tempat menempelnya. Zonula
siliaris terbagi atas dua lapisan, salah satunya tipis dan membatasi fossa hyaloid,
lainnya dinamakan ligamen suspensori lensa, lebih tebal, dan terdapat pada badan
siliaris untuk menempel pada kapsul lensa. Ligamen ini mempertahankan lensa
pada posisinya, dan akan relaksasi jika ada kontraksi serat sirkular otot siliaris,
maka lensa akan menjadi lebih konveks. Tidak ada pembuluh darah pada badan
vitreous, maka nutrisi harus dibawa oleh pembuluh darah retina dan prosesus
siliaris. Fungsi dari vitreous humor yaitu sebagai media refraksi, pembentuk
massa bola mata, tamponade.

Gambar Anatomi Bola Mata

Fisiologi proses penglihatan

Proses visual (proses penglihatan) merupakan rangkaian aktivitas yang berlangsung


selama terjadinya persepsi visual. Selama proses visual, bayangan obyek yang dilihat oleh
mata akan terfokus pada retina sehingga tercipta persepsi obyek tersebut.

Ketika bayangan obyek dalam lingkungan tersebut difokuskan pada retina, maka
energi dalam spektrum visual akan dubah menjadi potensial elektris (impuls) oleh sel batang
dan kerucut dalam retina melalui sejumlah reaksi kimia. Impuls dari sel batang dan kerucut
akan mencapai korteks serebri melalui nervus optikus dan sensasi penglihatan akan
dihasilkan dalam korteks serebri. Jadi, proses sensasi visual dapat terjadi berdasarkan
pembentukan bayangan dan fenomena saraf, kimiawi seta elektris. Berikut akan dijelaskan
mekanisme pembentukan bayangan pada melihat jauh dan dekat.

Penglihatan jauh dan dekat

Ketika melihat suatu obyek, sinar cahaya memasuki mata melewati kornea akan
diteruskan melalui pupil dan kemudian difokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu
ke retina sehingga akan menghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika
dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan
ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen
kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary
dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut
dikenal juga sebagai myoepithelial cells. Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini
berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata.
Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika
kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh.

Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada
retina tadi bergantung pada kemampuan refraksi mata. Beberapa media refraksi mata yaitu
kornea,aqueous humour dan lensa. Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan
lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus
pada benda yang dekat dan jauh. Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di
retina, harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan
menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat
difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi. Mata mengatur (akomodasi) sedemikian
rupa ketika melihat obyek yang jaraknya bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan
lensa. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa akan menipis.
Sedangkan untuk melihat objek yang dekat lensa mata akan menebal. Kekuatan lensa untuk
menebal dan menipis ini bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot
siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior.
Pada mata normal, otot siliaris melemas/ relaksasi dan lensa mendatar untuk penglihatan
jauh, tetapi otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan
lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot
siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi
otot untuk penglihatan dekat. Semua media refraksi tersebut harus bekerja simultan untuk
dapat melihat suatu obyek baik dari jarak jauh maupun dari jarak dekat.

Proses Akomodasi

Pada keadaan normal cahaya berasal dari jarak yang tidak berhingga atau jauh akan
terfokus pada retina,demikian pula bila benda jauh tersebut di dekatkan, hal ini terjadi akibat
adanya daya akomudasi lensa yang dapat memfokuskan bayangan pada retina atau makula
lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda terfokus pada retina.
Akomodasi adalah kemampuan lensa di dalam mata untuk mencembungkan yang terjadi
akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi,daya pembiasan lensa yang mencembung akan
lebih kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat
benda makin kuat mata harus berakomodasi (lensa mencembung). Kekuatan akomodasi
diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan
pada waktu konvergensi atau melihat dekat.

Dengan bertambahnya usia maka akan berkurang pula daya akomodasi, hal ini
diakibatkan berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencumbung. Keadaan
berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut di sebut presbiopia. Daya akomodasi diukur
dengan satuan dioptri. Bila benda terletak jauh bayangan akan terletak pada bintik kuning.
Bila benda tersebut didekatkan maka bayangan akan bergeser ke belakang retina. Akibat
benda ini didekatkan pengelihatan menjadi kabur maka mata akan berakomodasi dengan
mencembungkan lensa di bagian sentralnya. Pada lensa yang makin cembung di tengah
semakin kuat daya biasnya maka semakin dekat bayangan benda yang terjadi pada mata
terhadap retina yang sebelumnya terletak dibelakang retina.

Pada akomodasi terjadi kontraksi otot akomodasi atau muskulus siliar. Hal akomodasi
juga dapat terjadi sebaliknya. Pada benda yang dijauhkan maka otot akomodasi melemah
sehingga lensa menjadi pipih kembali dan benda kembali terletak pada retina. Untuk melihat
jauh m.siliar istirahat/ relaksasi dan lensa kembali pada bentuknya yang lebih pipih.

Dibawah ini akan dijelaskan beberapa teori akomodasi :

-Teori Helmholtz

Bertambahnya kecembungan lensa mata diakibatkan kendornya zonula Zinn, yang


menghilangkan pengaruh penarikan lensa sehingga memungkinkan lensa yang elastis
menjadi cembung.

-Teori Schoen

Akibat kontraksi otot siliar pada bola karet yang dipegang dengan kedua tangan
dengan jari akan mengakibatkan pencembungan bola di bagian tengah.

-Teori Tscherning
Akibat kontraksi bagian depan kedua serabut radiasi dan sirkular otot siliar akan
terdoronng ke belakang dan keluar; dan mendorong lensa , dimana tekanan bagian
depan otot mengakibatkan lensa menjadi lebih cembung.

Lensa berakomodasi secara langsung untuk jauh dan dekat. Kekuatan akomudasi
ditentukan dengan satuan dioptri, lensa 1 dioptri mempunyai titik fokus pada jarak 1 meter.
Variasi kekuatan maksimal mata disebut sebagai kekuatan akomudasi mata tersebut. Cara
mengetahui adanya akomodasi adalah dengan menjauhkan tangan dan menatap kuku ibu jari
yang diacungkan dilihat detail bagian kuku tersebut. Kuku ibu jari tersebut didekatkan dan
dilihat terus gambaran detail kuku tersebut sampai terlihat mulai kabur. Bila detail mulai
tidak jelas ini menunjukkan kemampuan akomodasi maksimal sudah tercapai. Akomodasi
dapat dibatasi dengan kesadaran keinginan melihat jelas.

Akomodasi merupakan suatu peroses dimana mata menyesuaikan diri pada objek
yang didekatkan pada mata untuk difokuskan pada retina.Demikian pula terjadi sebaliknya
dimana benda dijauhkan akan tetap terfokus pada retina. Sesungguhnya mekanisme
terjadinya akomodasi belum terdapat kata sepakat. Pada akomodasi melihat dekat otot siliar
berkontraksi disertai dengan manik mata atau pupil mengecil dan sumbu mata bergulir
kedalam atau berkonvergensi. Ketiga hal ini disebut sebagai reflaks akomodasi.

Otot siliaris hampir seluruhnya diatur oleh sinyal saraf parasimpastis yang
dihantarkan ke mata melalui saraf kranial III pada batang otak. Perangsangan saraf
parasimpatis menimbulkan kontraksi kedua set serat otot siliaris, yang akan mengendurkan
ligamen suspensorium di lensa sehingga menyebabkan lensa menjadi tebal dan meningkatkan
daya biasnya. Makin besar suatu lensa membelokkan cahaya, makin besar pula daya bias
lensa tersebut. Dengan meningkatnya daya bias, mata mampu melihat obyek lebih dekat
dibanding sewaktu daya biasnya rendah. Akibatnya dengan memendeknya objek ke arah
mata, jumlah impuls parasimpatis yang sampai ke otot siliaris harus ditingkatkan secara
progresif agar pbyek dapat terlihat dengn jelas. Perangsangan simpatis memberikan efek
tambahan terhadap relaksasi otot siliaris tapi efek ini sangat kecil sehingga hampir tidak
berperan dalam mekanisme akomodasi normal.

Kemampuan mata berakomodasi berkurang pada pertambahan umur. Akomodasi


merupakan cara mata untuk memfokuskan benda pada jarak tertentu, tebalnya lensa
merupakan kemampuan memfokuskan benda yang dekat. Pada anak mungkin adalah mudah
untuk melihat jauh dan dekat dengan jelas. Pada usia 40 tahun lensa kurang kenyal dan
kemampuan akomodasi perlahan-lahan berkurang dan mengakibatkan pekerjaan dekat
bertambah sukar. Keadaan ini dinamakan presbiopia.

Refraksi
Pada orang normal (emetropia) susunan pembiasan oleh media penglihatan dan
panjang bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Individu dengan mata emetropia dapat
melihat jarak jauh dengan jelas tanpa berakomodasi (Bruce, et al, 2003).

Gambar Mata Normal (emetropia)

Pada mata emetropia terdapat keseimbangan antara kekuatan pembiasan sinar dengan
panjang bola mata. Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya
pembiasan sinar terkuat dibanding media penglihatan mata lainnya. Lensa memegang
peranan terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat.

Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar
oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih
pendek) bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut
ametropia, terdapat 3 keadaan yang menyebabkan ametropia, yaitu :

a. Miopia (penglihatan dekat), terjadi bila kekuatan optik mata terlalu tinggi, biasanya
karena bola mata yang panjang, dan sinar cahaya paralel jatuh pada fokus di depan
retina
b. Hipermetropia (penglihatan jauh), terjadi apabila kekuatan optik mata terlalu rendah,
biasanya karena bola mata terlalu pendek, dan sinar cahaya paralel mengalami
konvergensi pada titik di belakang retina.
c. Astigmatisma, terjadi bila kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda tidak sama.
Sinar cahaya paralel yang melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke titik fokus yang
berbeda.
KESIMPULAN

Jaras penglihatan merupakan saluran saraf ke retina ke pusat penglihatan pada daerah
oksipital otak terdapat beberapa dasar jalur penglihatan seperti retina bagian nasal dari
makula diproyeksikan ke arah temporal lapang pandang, serabut saraf bagian nasal retina
menyilang di kiasma optik, serabut saraf bagian temporal berjalan tidak bersilang di kiasma
optik.

Lokasi lesi di jaras penglihatan ditentukan dengan pemeriksaan lapang pandang


sentral dan perifer. Gangguan lapang pandang mempunyai manifestasi klinis yang bermakna,
berguna untuk tinjauan awal lokasi lesi. Pemeriksaan lapang pandang ada berbagai macam
dimulai dari anamnesa, pemeriksaan metode konfrontasi hingga pemeriksaan penunjang lebih
lanjut lainnya seperti Computerized Threshold Perimetry, Frequency Doubling Perimetry,
Goldmann Kinetic Perimetry, dan Tangent Screen Visual Field Testing.
Daftar Pustaka

Kementerian Kesehatan RI. Situasi Gangguan Penglihatan dan Kebutaan.Jakarta:


Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2014.

Lubis, R.R. et al. Identifikasi Kelainan Mata dan Koreksi Tajam Penglihatan
Presbiopia Abdimas Talenta 1 (1) 2016

Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta :
EGC

Sherwood, LZ., 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta:EGC.

Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.

Anda mungkin juga menyukai