Anda di halaman 1dari 29

REFRESHING

Pemeriksaan Status Mental

Pembimbing :
dr. Prasila Darwin, Sp.KJ

Oleh :
Aqmarina Ajrina 2015730013
Nadya Anis Multazam 2015730099
Nur Aeni 2015730103
Raniedha Amalia 2015730109

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA ISLAM KLENDER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya pada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan Refreshing
dengan judul “Pemeriksaan Status Mental” ini tepat pada waktunya. Shalawat
serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Refreshing ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas untuk penilaian
kegiatan kepaniteraan klinik stase Ilmu Kesehatan Jiwa tahun 2020. Dan juga
untuk memperdalam pemahaman tinjauan pustaka yang telah dipelajari
sebelumnya.Penulis menyadari ketidaksempurnaan laporan Refreshing ini. Untuk
itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penyusunan
laporan selanjutnya.
Terimakasih penulis ucapkan kepada pembimbing Refreshing ini kepada dr.
Prasila Darwin, Sp.KJ yang telah membimbing dalam penyusunan laporan
refreshing. Terimakasih juga pada semua pihak yang telah membantu dalam tahap
pengumpulan referensi, analisis materi dan penyusunan laporan Refreshing ini.
Semoga laporan Refreshing ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi instansi kepaniteraan klinik FKK UMJ dan RSIJ klender pada umumnya.

Jakarta, 15 januari 2020

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN

Pemeriksaan psikiatrik lengkap berbeda dari pemeriksaan medik umum,


dalam hal perhatian khusus yang diarahkan manifestasi fungsi mental,emosional
dan perilaku. Pemeriksaan dilakukan untuk menyusun laoran tentang keadaan
psikologik dan psikopatologik pasien (Status Psikiatrikus).
Inti prosedur pemeriksaan psikiatrik adalah pemeriksaan khusus psikik,
(yaitu penampilan umum, bidang emosi-afek, pikiran-ideasi, motoric-perilaku),
selanjutnya evaluasi data yang diperoleh harus dibuat dalam konteks keseluruhan
data yang dihasilkan dari pemeriksaan lengkap.
Data khusus psikiatrik yang dihasilkan dari suatu pemeriksaan psikiatrik
ialah data perihal fungsi kejiwaan, yang diperoleh melalui observasi penampilan
dan perilaku pasien, pengamatan interaksi antara dokter dan pasien, pengamatan
interaksi antara pasien dan lingkungannya, dan pemahaman humanistik sang
dokter menganai pasiennya. “Alat pemriksaan” psikiatrik adalah kepribadian
dokter sendiri. Pemeriksaan ini diarahkan, dan data diungkapkan dalam
pembicaraan antara dokter dan pasien, yang disebut wawancara psikiatrik.
Wawancara merupakan wadah utama pemeriksaan pskiatrik. Secara teknis
sukar dipisahkan antara anamnesis dan pemeriksaan khusus psikik, dan antara
bidang-bidang khusus pemeriksaan psikik. Sambil membicarakan keluhan-
keluhannya, pasien akan berbicara dengan nada emosional tertentu, mengutarakan
pikiran-pikiran tertentu, dan memperlihatkan perilaku motorik tertentu pula. Dari
suatu peryataan, juga dari isi peryataan itu serta cara menyatakannya dapat
diperoleh respons pasien atau data pada beberapa bidang sekaligus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEKNIK WAWANCARA DALAM PSIKIATI


2.1.1 Pengertian Teknik Wawancara
Untuk mengobati seorang pasien psikiatrik, secara efektif, apakah dengan
medikasi, manipulasi lingkungan atau psikoterapi-psikodinamika, maka seorang
dokter psikiatrik harus membuat diagnosis yang akurat dan dapat dipercaya. Dan
untuk menyusun sebuah diagnosis yang baik, maka dokter tersebut haruslah
belajar mengenai pengaruh-pengaruh genetika, temperamental, biologi,
perkembangan sosial, dan psikologis. Seorang dokter psikiatrik seharusnya
mampu untuk menyampaikan keprihatinan, empati, rasa hormat, dan menciptakan
suatu rapport dan kepercayaan yang memungkinkan pasien untuk berbicara secara
jujur dan akrab.
Wawancara psikiatrik adalah suatu wawancara yang dilakukan oleh
seorang dokter dan pasien psikiatik yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi penting untuk menilai kondisi pasien dan membentuk hubungan
terapetik antara dokter dan pasien. Dalam wawancara psikiatrik biasanya pasien
mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi dan intim tentang penderitaan dan
kehidupannya kepada dokter. Wawancara ini dapat menjadi sulit karena tidak
semua pasien psikiatri secara sukarela mencari pertolongan dokter, sehingga
keinginan untuk bekerja sama terganggu, misalnya pada seorang psikiatrik yang
diantar oleh polisi atau keluarganya. Dengan demikian maka sebagian besar
waktu dokter untuk mendengarkan, pengamatan, dan interpretasi yang sangat
penting untuk menegakkan diagnosis yang tepat.
Dokter psikiatrik harus mengembangkan keterampilan dan teknik
wawancara paling efektif yang memungkinkan pasien menggambarkan tanda dan
gejala yang secara bersama-sama berperan dalam berbagai sindroma yang
kemungkinan dapat dijelaskan dan diobati. Pasien-pasien terentang dari mereka
yang pandai berbicara dengan jelas, dan mudah untuk diikutsertakan sampai
mereka yang mengalami gangguan berpikir, paranoid, berespon terhadap stimuli
internal, dan mengalami disorganisasi yang berat. Wawancara itu sendiri mungkin
bervariasi, tergantung pada tantangan spesifik yang ditemukan pada tiap-tiap
pasien. Beberapa teknik adalah berlaku universal pada semua situasi, teknik lain
terutama dapat diterapkan pada jenis wawancara tertentu.
Nancy Anderson dan Donald Black telah menuliskan 11 teknik yang
sering pada sebagian besar situasi wawancara psikiatrik.
1. Dapatkan rapport seawall mungkin pada wawancara
2. Tentukan keluhan utama pasien
3. Gunakan keluhan utama untuk mengembangkan diagnosis banding
sementara
4. Singkirkan atau masukkan berbagai kemungkinan diagnostic dengan
menggunakan pertanyaan yang terpusat dan terperinci
5. Ikuti jawaban yang samar-samar atau tak jelas dengan cukup gigih untuk
menentukan dengan akurat jawaban atas pertanyaan
6. Biarkan pasien berbicara dengan cukup bebas untuk mengamati
bagaimana kuatnya pikiran berkaitan
7. Gunakan campuran pertanyaan terbuka dan tertutup
8. Jangan takut untuk menanyakan tentang topic yang anda atau pasien
rasakan sulit atau memalukan
9. Tanyakan tentang pikiran atau ide bunuh diri
10. Berikan pasien kesempatan untuk menanyakan pertanyaan pada akhir
wawancara
11. Simpulkan wawancara awal dengan mendapatkan rasa kepercayaan, dan
jika mungkin harapan.
Dengan persiapan-persiapan di atas maka seorang dokter psikiatri dapat
membuat sebuah wawancara yang baik, memperoleh kepercayaan dari pasien,
yang dapat digunakan untuk membuat suatu diagnosis yang tepat.

2.1.2 Waktu Penatalaksanaan Wawancara


Untuk sebuah konsultasi awal hendaklah suatu wawancara berkisar
antara 30 menit hingga 1 jam, tergantung pada keadaan. Wawancara
dengan pasien psikotik atau pada pasien dengan penyakit medis biasanya
singkat, hal ini dikarenakan oleh pasien yang mungkin merasakan bahwa
wawancara adalah suatu hal yang menegangkan. Wawancara yang panjang
mungkin diperlukan di ruang gawat darurat. Kunjungan yang kedua
maupun kunjungan selanjutnya beserta wawancara psikiatrik yang terus
menerus juga bervariasi dalam lamanya.
Penatalaksanaan waktu perjanjian juga mengungkapkan aspek penting
dari kepribadian dan penanganan. Seringkali, pasien datang lebih awal
baik beberapa menit maupun jam dan mungkin sangat awal. Dari sini kita
menggali suatu kesimpulan apakah pasien sedang mengalami suatu
kecemasan ataupun suatu kebutuhan yang mendesak (dalam hal ini dapat
dianggap sebagai suatu petunjuk berat ringannya suatu keluhan). Dan jika
pasien terlambat atau bahkan absen maka dapat pula ditanyakan penyebab
keterlambatannya apakah karena lupa ataupun disebabkan suatu
keengganan untuk berkunjung dan berobat ke dokter.
Bagi dokter psikiatrik itu sendiri waktu juga merupakan suatu hal yang
penting di dalam wawancara. Jika seorang dokter psikiatrik sungguh-
sungguh tidak dapat menghindarkan keterlambatan untuk suatu
wawancara, sebaiknya dokter dapat mengungkapkan penyesalannya. Hal
ini berguna untuk menjaga sebuah hubungan yang baik antara pasien
dengan seorang dokter.
Pada umumnya setelah wawancara yang pertama, wawancara yang
berikutnya memungkinkan seorang pasien untuk memperbaiki kesalahan-
kesalahan informasi yang telah diberikan pada kesalahan pertama. Untuk
itu perlu untuk ditanyakan apakah ia telah berpikir mengenai wawancara
yang pertama. Pada umumnya, saat rasa nyaman dan akrab pasien dengan
dokter meningkat, mereka menjadi semakin mampu untuk
mengungkapkan perincian tentang kehidupan mereka.

2.1.3 Susunan Tempat Duduk untuk Wawancara


Cara kursi disusun di tempat periksa dokter psikiatrik dapat mempengaruhi
wawancara. Kedua kursi harus kira-kira sama tingginya, sehingga tidak ada
yang melihat ke bawah untuk melihat lawan bicaranya. Sebagian besar dokter
psikiatrik berpikir bahwa lebih disukai untuk menyusun kursi tanpa adanya
perabot lain di antara dokter dan pasien. Jika terdapat beberapa kursi, maka
dokter psikiatrik menentukan kursinya sendiri dan selanjutnya membiarkan
pasien memilih kursi di mana ia akan merasa paling nyaman.
Jika pasien yang sedang diwawancara adalah seorang yang kira-kira
berbahaya, maka pintu ruang wawancara harus dibiarkan terbuka, dokter
psikiatrik harus duduk di tempat yang paling dekat dengan pintu, tanpa ada
sesuatu yang menghalangi gerak dokter menuju pintu, dan jika diperlukan
orang ketiga harus diminta untuk berdiri di luar atau bahkan di dalam ruangan,
untuk berjaga-jaga jika terdapat masalah.

2.1.4 Tempat Periksa Dokter Psikiatrik


Seorang dokter psikiatrik tidak boleh tidak dikenal sama sekali oleh
pasiennya. Oleh karena itu perlu bagi seorang dokter psikiatrik untuk
membangun sebuah image yang baik kepada pasien mengenai
kepribadiannya. Hal ini dapat dibangun antara lain melalui suasana tempat
pemeriksaan. Sebagai contoh, kerapihan, kebersihan ruangan, keserasian
antara warna dinding ruangan, lukisan, perabotan dan tanaman, foto pribadi
serta diploma di dinding. Hal ini secara tidak langsung menggambarkan
sebagian mengenai diri dokter psikiatrik walaupun tidak diungkapkan secara
verbal.

2.1.5 Membuat Catatan


Untuk alasan legalitas dan medis, suatu catatan tertulis yang adekuat
tentang tiap-tiap pasien harus dibuat. Catatan pasien juga membantu ingatan
dokter psikiatrik mengenai riwayat penyakit dan pengobatan pasien. Tiap-tiap
klinisi harus membuat suatu sistem penyimpanan catatan dan memutuskan
informasi mana yang akan dicatat.

2.1.6 Situasi untuk Melakukan Wawancara


Wawancara dilakukan tergantung pada keadaan di mana wawancara
dilakukan, tujuan wawancara, kekuatan, kelemahan dan diagnosis pasien
tertentu. Pasien yang mempunyai diagnosis psikiatrik yang berbeda adalah
berbeda dalam kemampuannya untuk berperan serta dalam wawancara dan
berbeda dalam tantangan yang diberikannya pada dokter psikiatrik yang
melakukan wawancara. Tema tertentu yang konsisten seringkali terlihat dalam
wawancara dengan pasien tertentu yang mempunyai diagnosis yang sama,
walaupun, bahkan dengan diagnosa yang sama, pasien mungkin memerlukan
strategi wawancara yang cukup berbeda. Contohnya pada pasien dengan
depresi dan kemungkinan bunuh diri tentu saja cara penanganannya berbeda
dengan pasien yang diduga menderita gangguan afek maniakal ataupun
skizofrenia. Teknik ini juga membutuhkan kepekaan hati dari seorang psikiatri
untuk menyelami hati seorang pasien dan melihat ke dasar hatinya mengenai
penderitaan yang dialaminya sehingga kita dapat membangun sebuah
hubungan yang baik dengan pasien dengan cara membangun kepercayaan
dengan pasien sehingga pasien dapat menceritakan dengan sejujurnya apa
yang menjadi bebannya, penderitaan dan ketidakmampuannya sehingga
memudahkan bagi seorang psikiatri untuk menemukan penyebab apa yang
dikeluhkan oleh pasien tersebut.
a. Pasien depresi dan kemungkinan bunuh diri
Pasien depresi seringkali tidak mampu untuk bercerita secara
spontan dan adekuat mengenai penyakitnya karena faktor-faktor tertentu
seperti retardasi psikomotor dan keputusasaan. Dokter psikiatrik harus siap
untuk bertanya secara spesifik pada seseorang yang mengalami depresi
tentang riwayat dan gejala yang berhubungan dengan depresi. termasuk
pertanyaan tentang ide bunuh diri, di mana pasien pada awalnya tidak
sukarela. Alasan lain untuk bersikap spesifik dalam bertanya kepada
pasien depresi adalah bahwa pasien mungkin tidak menyadari bahwa
gejala tertentu seperti berjalan selama malam atau meningkatnya keluhan
somatik adalah berhubungan dengan gangguan depresi.
Salah satu aspek yang paling sulit dalam menghadapi pasien
depresi adalah mengalami keputusasaannya. Banyak pasien yang
mengalami depresi berat percaya bahwa perasaanya yang sekarang akan
terus tidak terbatas dan tidak ada harapan. Dokter psikiatrik harus berhati-
hati untuk tidak menentramkan pasien tersebut secara prematur bahwa
segala sesuatu akan menjadi baik, karena pasien kemungkinan akan
merasakan penentraman tersebut sebagai suatu indikasi bahwa dokter
psikiatrik tidak mengerti derajat penderitaan yang mereka rasakan.
Pendekatan yang tepat bagi dokter psikiatrik adalah menyatakan bahwa ia
merasakan betapa sulitnya perasaan pasien, bantuan tersebut tentu
dimungkinkan dan pada saat itu dapat dimengerti bahwa pasien tidak
percaya bahwa mereka akan ditolong. Selain itu, dokter psikiatrik harus
memperjelas bahwa ia memutuskan untuk membantu pasien agar merasa
lebih baik. Tiap orang yang mengalami depresi berharap secara disadari
maupun tidak disadari, bahwa dokter psikiatrik akan secara ajaib dan
segera menyembuhkan mereka, tetapi sebagian besar orang yang mau
mengikuti jalur terapetik bahkan jika sebagian dari mereka percaya bahwa
tidak ada harapan. Dokter psikiatrik yang melakukan wawancara harus
berhati-hati untuk tidak membuat janji bahwa pengobatan spesifik adalah
pemecahannya. Jika pengobatan tersebut ternyata tidak bekerja pada
pasien, kekecewaan akan menghilangkan harapan terakhir pasien.
Permasalahan khusus saat mewawancarai pasien yang mengalami
depresi adalah kemungkinan untuk bunuh diri. Ingatlah bahwa
kemungkinan bunuh diri adalah sangat penting, jika melakukan
wawancara pada setiap pasien depresi, bahkan jika tidak tampak resiko
bunuh diri.

b. Pasien kasar
Pasien yang kasar tidak boleh diwawancarai sendirian.
Sekurangnya satu orang lainnya harus selalu ada. Di dalam situasi tertentu
orang tersebut harus dijaga oleh seorang petugas keamanan atau polisi.
Tindakan berjaga-jaga lainnya adalah dengan membiarkan pintu ruang
wawancara terbuka dan pewawancara duduk diantara pasien dan pintu,
sehingga pewawancara mempunyai jalan keluar yang tidak terhalangi jika
diperlukan. Dokter harus memperjelas dengan cara yang tegas tetapi tidak
dengan dengan kemarahan, bahwa pasien boleh mengatakan atau
merasakan sesuatu tetapi tidak bebas untuk bertindak dengan cara
kekerasan.

c. Pasien dengan waham


Waham dari seorang pasien tidak boleh ditentang secara langsung.
Waham mungkin merupakan pikiran sebagai suatu strategi pertahanan dan
perlindungan diri pasien, walaupun maladaptif yaitu untuk melawan
ancaman kecemasan, penurunan harga diri dan kebingungan.
Menantang suatu waham dengan menegaskan bahwa hal tersebut
tidak benar atau tidak mungkin hanya meningkatkan kecemasan pasien
dan seringkali menyebabkan pasien yang terancam mempertahankan
keyakinannya bahkan secara mati-matian. Tidak dianjurkan untuk berpura-
pura mempercayai waham pasien.

2.3 KOMPONEN PEMERIKSAAN PSIKIATRIK


2.3.1 Riwayat Psikiatri
Riwayat psikiatri adalah suatu catatan mengenai kehidupan pasien.
Catatan ini memungkinkan seorang psikiater untuk memahami siapa
pasiennya, dari mana pasien berasal, dan kemana kemungkinan pasien pergi
di masa yang akan datang. Riwayat adalah suatu cerita kehidupan dari
pasien yang diceritakannya kepada psikiater dengan menggunakan bahasa
dari pasien sendiri serta berdasarkan sudut pandang dari pasien itu sendiri.
Seringkali, riwayat ini juga mengandung informasi yang tidak hanya
diperoleh dari pasien sendiri tetapi juga berasal dari sumber-sumber yang
lain, seperti orang tua, pasangan hidup dari pasien, ataupun dari teman-
teman pasien. Memperoleh suatu cerita yang lengkap yang berasal dari
pasien dan bila perlu berasal dari sumber-sumber yang informative dan
dapat dipercaya adalah amat sangat penting untuk membuat diagnosis yang
tepat dan menyusun rencana pengobatan yang efektif dan spesifik. Seperti
telah disebutkan diatas bahwa riwayat psikiatrik dengan riwayat yang
didapat pada kedokteran umum sedikit berbeda karena yang digali pada
riwayat kedokteran psikiatri adalah suatu keadaan yang menceritakan
kebiasaan hidup, perilaku sehari-hari dari pasien sampai pada keadaan saat
dia sakit, sedangkan riwayat pada kedokteran umum menceritakan
mengenai keadaan fisik seorang pasien serta perubahan-perubahan yang
terjadi secara fisik pada tubuh pasien yang berhubungan dengan penyakit
yang dideritanya. Riwayat psikiatrik memberikan gambaran mengenai
riwayat karakteristik kepribadian pasien secara individual termasuk di
dalamnya adalah kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan dari
pasien tersebut.1,2
Berikut adalah keterangan mengenai garis besar dari riwayat psikiatrik :
a. Data Identifikasi
Di dalam data identifikasi diberikan ringkasan demografi yang
ringkas mengenai nama pasien, usia, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, status pendidikan, alamat, nomor telepon, pekerjaan dan sumber
informasi. Data identifikasi ini dapat memberikan suatu gambaran sekilas
mengenai karakteristik dari pasien yang mempunyai kemungkinan
mempengaruhi diagnosis, prognosis, perawatan dan komplikasinya.

b. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan oleh pasien
yang menyebabkan ia datang atau dibawa untuk mendapatkan
pertolongan. Keluhan ini biasanya dikatakan dengan kata-kata pasien
sendiri, ataupun jika pasien tidak mampu untuk berbicara dengan baik
maka gambaran tentang orang yang memberikan informasi juga harus
dimasukkan.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Didalamnya diceritakan secara lengkap mengenai kronologi
peristiwa yang menjadi penyebab ataupun memicu keadaan pasien
menjadi seperti pada saat ini. Bagian ini mungkin merupakan bagian dari
riwayat psikiatri yang paling penting dan menentukan dalam membuat
suatu diagnosis. Di dalam bagian ini diceritakan mengenai perkembangan
gejala dari onset penyakit sampai keadaan saat ini, hubungannya dengan
kejadian-kejadian dalam hidupnya, adanya stresor, penggunaan obat dan
taraf-taraf perubahan dari fungsi yang normal.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit dahulu adalah suatu transisi dari riwayat
penyakit sekarang dan riwayat pribadi pasien. Di sini diceritakan keadaan /
episode sakit baik dalam hal psikiatri maupun kesehatan umum. Gejala-
gejala pada pasien baik adanya suatu inkapasitas, jenis pengobatan yang
telah diterima, tempat perawatan / berobat pasien sebelumnya dan derajat
kepatuhan pasien terhadap pengobatan sebelumnya harus dicatat dan digali
secara kronologis. Perhatian khusus pada bagian ini harus diberikan pada
episode yang menandakan onset dari suatu penyakit, karena episode
tersebut sering memberikan suatu data yang penting mengenai peristiwa-
peristiwa pencetus, kemungkinan-kemungkinan diagnosis dan kemampuan
untuk mengatasi penyakit tersebut. Mengingat pada riwayat medis,
seorang psikiatri seharusnya mendapatkan tinjauan medis mengenai gejala
dan mencatat tiap penyakit medis atau bedah dan trauma berat, khususnya
yang memerlukan perawatan di rumah sakit yang dialami oleh pasien.

e. Riwayat Pribadi
Dalam rangka untuk mempelajari penyakit pasien sekarang dan
situasi kehidupan saat ini, seorang psikiater membutuhkan pemahaman
yang menyeluruh mengenai masa lalu dari pasien dan hubungannya
dengan masalah mental sekarang. Disini dicatat setiap perubahan emosi
dari setiap periode kehidupan. Riwayat pribadi terdiri dari saat :
I. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Seorang psikiatri harus memperhitungkan keadaan dan situasi
rumah di mana pasien dilahirkan dan apakah pasien adalah anak yang
direncanakan dan diinginkan untuk dilahirkan. Keadaan persalinan juga
harus ditanyakan apakah cukup bulan atau tidak, macam persalinan
(spontan atau cesarian), obat yang diminum selama kehamilan, ada /
tidaknya komplikasi saat lahir dan defek saat bayi lahir. Hal- hal di atas
adalah pertanyaan yang harus ditanyakan oleh psikiatri untuk mengetahui
riwayat pribadi pasien pada saat kelahiran.

II. Masa Anak-Anak Awal (sejak lahir sampai usia 3 tahun)


Periode ini merupakan masa anak-anak awal yang terdiri dari 3
tahun pertama kehidupan pasien. Pada masa ini hal-hal yang perlu diamati
adalah mengenai hubungan antara ibu dan anak (interaksi melalui
pemberian makanan dan pengajaran ke toilet), ada / tidaknya gangguan
dalam hal tidur dan makan, bagaimana sifat anak tersebut (pemalu,
overaktif, menarik diri, senang belajar , takut-takut, senang bepergian,
ramah / tidak), perilaku yang aneh ada / tidak (membenturkan kepala ke
tembok), ada / tidaknya pengasuh yang lain selain ibu kandung, dan
perkembangan awal baik dalam hal berjalan, berbicara, berbahasa,
perkembangan fisik, perkembangan motorik, pola tidur, dan sebagainya.

III. Masa Anak-Anak Pertengahan (usia 3 tahun - 11 tahun)


Pada masa ini psikiater dapat memusatkan perhatian pada hal-hal
penting antara lain bagaimana cara pemberian hukuman pada pasien di
rumah, bagaimana proses identifikasi jenis kelamin, ada tidaknya riwayat
sakit dan trauma serta pengalaman tentang sekolah awal dari pasien,
khususnya bagaimana pasien pertama kali berpisah dengan ibunya. Hal
penting lainnya yang tidak boleh dilupakan adalah bagaimana cara dia
bergaul dan membawakan peran dalam pergaulannya, apakah dia sebagai
seorang pemimpin, pemalu, lebih gemar bermain sendirian, serta
popularitasnya di kalangan teman-teman sepermainannya. Perilaku anak
tersebut juga harus diperhatikan apakah suka menyiksa hewan, mimpi
malam yang buruk, fobia, ngompol, tindakan yang menimbulkan bahaya
kebakaran, dan riwayat masturbasi yang harus digali.

IV. Masa Anak-Anak Akhir (pubertas sampai masa remaja)


Selama masa ini, anak-anak cenderung untuk mengembangkan
kemandirian dari orang tua mereka (pemisahan diri) yang ditunjukkan
dalam hubungan dengan teman sebaya, dan di dalam aktivitas kelompok
bermain. Pada fase ini anak-anak biasanya mempunyai sosok figur yang
diidolainya dan hal ini perlu untuk diketahui oleh dokter. Hal-hal yang
perlu diperhatikan pada masa ini adalah onset dari pubertas, prestasi
akademik, bagaimana aktivitas diluar sekolah (olah raga dan klub), jenis
kegiatan yang diminatinya, keterlibatan hal-hal seksual, ketertarikannya
pada lawan jenis dan pengalaman seksual (masturbasi, berhubungan seks
dan mimpi basah), pengalaman bekerja, riwayat penggunaan alkohol dan
penggunaan zat psikoaktif serta ada / tidaknya gejala-gejala pada saat
puber (mood, ketidakteraturan dalam makan dan tidur, bagaimana dia
bertengkar dan berargumentasi).

V. Masa Dewasa
a. Riwayat pekerjaan
Pada bagian ini seorang psikiatri mendeskripsikan pilihan
pekerjaan pasien, keperluan pelatihan dan persiapannya, konflik
yang berhubungan dengan kerja, dan ambisi serta tujuan jangka
panjang. Psikiatri juga harus menggali perasaan pasien terhadap
pekerjaan yang dilakukannya sekarang apakah ia merasa senang,
terpaksa, jenuh ataupun tidak puas atas pilihan pekrjaannya
tersebut. Disamping itu perlu juga ditanyakan riwayat pekerjaannya
, lama ia bekerja, apakah pernah pindah kerja, bila ya tanyakan
juga alasannya, frekuensinya serta hubungannya dengan teman
sekerjanya.
b. Riwayat perkawinan dan persahabatan.
Di dalam bagian ini dokter menggambarkan setiap status
pernikahan, sah /sesuai dengan hukum adat yang berlaku.
Hubungan yang bermakna yang terjalin antara dokter dengan
pasiennya juga haruslah ditanyakan. Riwayat perkawinan atau
hubungan jangka panjang yang dideskripsikan haruslah
memberikan gambaran tentang perkembangan hubungan, dimulai
saat pasien baru menikah sampai keadaan pasien saat ini.
c. Riwayat agama
Seorang psikiater juga perlu untuk menggali lebih dalam
mengenai latar belakang agama kedua orang tua pasien, pasien
sendiri serta bagaimana pelaksanaannya di dalam keluarga. Sikap
pasien dan keluarganya tersebut apakah longgar, ketat, dan apakah
terdapat konflik keagamaan antara orang tua pasien dan pasien
sendiri dan bagaimana mereka mengatasinya.
d. Aktivitas sosial
Dokter psikiatrik haruslah menggambarkan kehidupan sosial
pasien dan sifat persahabatan, dengan penekanan pada kualitas
kedalaman hubungan manusia. Jenis hubungan yang dimiliki
pasien bersama teman-temannya, apa kegiatan mereka selama ini
dan apakah terdapat saling perhatian diantara mereka.

f. Riwayat psikoseksual
Seorang dokter psikiatri perlu untuk menanyakan riwayat seksual dari
pasien. Hal ini diperlukan untuk mengetahui apakah adanya kelainan dari
perkembangan seksual pasien sampai pada saat ini. Banyak riwayat seksual
infantil yang tidak diungkapkan pemeriksaan psikiatri yang disebabkan oleh
tidak diperhatikannya riwayat tersebut, karena kesulitan mendapatkan
informasi. Juga perlu ditanyakan riwayat seksual contohnya pertama kali
melakukan onani / masturbasi, apakah memperoleh kepuasan atau tidak,
frekuensinya, kualitas hubungan seksnya dan apakah ia puas dengan itu atau
terdapat penyimpangan dari perilaku seksualnya. Semua hal tersebut perlu
digali secara mendalam sebab seringkali memberikan arti yang penting dalam
hal pengumpulan data psikiatri dan penyimpulan diagnosis dari suatu pasien.

g. Riwayat Keluarga
Sebuah laporan yang singkat dan jelas mengenai tiap penyakit
psikiatrik, perawatan keluarga di rumah sakit serta pengobatan anggota
keluarga dekat pasien harus dimasukkan ke dalam bagian dari laporan ini juga.
Perlu ditanyakan juga ada atau tidaknya riwayat penggunaan alkohol atau zat-
zat yang lain ataupun perilaku antisosial yang terdapat dalam keluarga. Di
samping itu riwayat keluarga juga harus memberikan gambaran mengenai
riwayat psikiatrik, kesehatan umum dan penyakit genetik pada ayah, ibu, dan
kerabat yang lainnya. Perlu juga ditanyakan mengenai sikap keluarga terhadap
keadaan sakit pasien, apakah mereka mendukung terhadap pengobatan pasien
atau tidak. Kalau perlu ditanyakan keadaan finansial keluarga, siapa yang
bekerja dan apakah cukup untuk keluarga.
Semua penjelasan singkat tersebut diatas adalah hal-hal mengenai
riwayat psikiatri pasien yang perlu ditanyakan secara lengkap, detail sehingga
dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai pasien dan keadaan
kehidupannya serta saat sakitnya. Hal ini akan membantu kita sebagai seorang
psikiater untuk memahami seorang pasien sebagai seorang manusia secara utuh
baik jasmani maupun fisik.
Hal lain yang dapat membantu mengenai pemahaman kita akan
keadaan sakit pasien adalah dengan melakukan pemeriksaan mental yang
kemudian dicatat dalam status pemeriksaan mental. Status pemeriksaan mental
adalah bagian dari pemeriksaan klinis yang menggambarkan jumlah total
observasi pemeriksa dan kesan atau impresi tentang pasien psikiatri saat
wawancara. Pada status mental ini kita melakukan pemeriksaan terhadap
koordinat psikiatri / fungsi mental / fungsi kepribadian yaitu kesadaran, alam
pikiran, alam perasaan dan perilaku pasien. Untuk melakukannya dan
mendapatkan hasil yang optimal diperlukan observasi secara cermat dan
menyeluruh mengenai pasien juga tidak dilupakan adalah teknik wawancara
yang digunakan untuk menemukan kelainan-kelainan dalam fungsi mental
pasien.

3. Pemeriksaan Status Mental


Pemeriksaan status mental merupakan gambaran keselurhan tentang
pasien yang didapat dari hasil observasi pemeriksa dan kesan yang
dimunculkan oleh pasien pada saat wawancara. Secara garis besar gambaran
status mental adalah :
1. Deskripsi umum
a. Penampilan
b. Perilaku dan aktivitas psikomotor
c. Sikap terhadap pemeriksa
2. Mood dan afek
a. Mood
b. Afek
c. Keserasian afek
3. Pembicaraan
4. Persepsi
5. Pikiran
a. Proses dan bentuk piker
b. Isi pikir
6. Sensorium dan kognisi
a. Kesadaran
b. Orientasi dan daya ingat
c. Konsentrasi dan perhatian
d. Kemampuan membaca dan menulis
e. Kemampuan visuospasial
f. Pikiran abstrak
g. Intelegensi dan kemampuan informasi
h. Bakat kreatif
i. Kemampuan menolong diri sendiri
7. Pengendalian impuls
8. Daya nilai dan tilikan
9. Taraf dapat dipercaya

1. Deskripsi Umum
a. Penampilan
Merupakan pemeriksaan suatu gambaran tentang penampilan
pasien dan kesan fisik secara keseluruhan, seperti yang dicerminkan dari
postur, pakaian, dan dandanan. Pemeriksa dapat menilai segala hal mulai
dari tubuh, postur, ketenangan, pakaian, dandanan, rambut, kuku, dan
sebagainya. Istilah umum yang digunakan untuk mengggambarkan
penampilan antara lain tampak sehat, sakit, agak sakit, seimbang, kelihatan
tua, kelihatan muda, kusut, seperti anak-anak, dan kacau. Tanda
kecemasan yang mungkin tampak juga harus dicatat, misalnya tangan
yang lembab, keringat pada dahi, postur tegang, atau mata melebar.
Catat pula jenis kelamin pasien, usia, ras, dan latar belakang etnis.
Perhatikan juga postur, aktivitas pasien, pakaian pasien apakah sesuai usia
atau tidak.Mencatat waktu dan tanggal wawancara juga penting, terutama
karena status mental dapat berubah seiring waktu, misalnya pada delirium.
Lihat bagaimana pasien pertama kali muncul saat memasuki tempat
periksa. Perhatikan apakah sikap ini telah berubah di lain waktu, misalnya
menjadi lebih santai. Jika kegelisahan jelas sebelumnya, perhatikan apakah
pasien masih tampak gugup. Rekam apakah pasien telah mempertahankan
kontak mata sepanjang wawancara atau menghindari kontak mata
sebanyak mungkin, memindai ruangan atau menatap lantai atau langit-
langit.
Penampilan biasanya tidak termasuk pemeriksaan secara
tradisional, tetapi sangat penting untuk menilai adanya kemungkinan
konflik, kepribadian, relasi objek, fungsi ego, dan aspek lainnya yang
secara psikodinamik menjadi tambahan untuk menyampaikan kesan
keseluruhan dari pasien secara pribadi. Pada penampilan, perhatian
terutama ditujukan kepada adanya keistimewaan atau keanehan hingga
sekecil-kecilnya sehingga orang ketiga akan mudah mengenali apa yang
dilukiskan secara rinci.

b. Perilaku dan Aktifitas Psikomotor


Pengamatan ditujukan terhadap aspek kualitas dan kuantital
aktivitas psikomotor, seperti adanya manerisme, tics ¸gerak-gerik, kejang,
perilaku stereotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, fleksibilitas,
rigiditas, cara berjalan dan kegesitan. Kegelisahan, telapak tangan basah,
dan manifestasi fisik lainnya diamati. Perhatikan pula adanya perlambatan
psikomotor dan perlambatan dari pergerakan tubuh secara umum, dan
aktivitas tanpa tujuan.

c. Sikap terhadap pemeriksa


Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat digambarkan sebagai sikap
yang kooperatif, bersahabat, penuh perhatian, berminat, jujur, merayu,
defensive, merendahkan, bingung, berbelit-belit, apatis, hostil, bercanda,
menyenangkan, mengelak, atau berhati-hati. Perhatikan pula kemampuan
membentuk rapport selama wawancara.

2. Mood dan Afek


1. Mood
Mood di definisikan sebagai suasana perasaan yang bersifat
pervasive dan bertahan lama, yang mewarnai persepsi seseorang
terhadap kehidupannya.
2. Afek
Merupakan respon emosional saat sekarang, yang dapat dinilai
melalui ekspresi wajah, pembicaraan sikap dan gerak gerik tubuh paisen.
3. Keserasian afek
Pemeriksa mempertimbangkan keserasian respon pasien terhadap
topic yang sedang didiskusikan dalam wawancara.

3. Pembicaraan
Bicara adalah gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan melalui
bahasa, atau dengan kata lain merupakan komunikasi melalui penggunaan
kata-kata dan bahasa. Pemeriksa harus mengamat karakteristik saat pasien
berbicara. Yang dinilai dalam hal bicara ini adalah kuantitas dan
kualitasnya. Yang dimaksud kuantitas adalah jumlah pembicaraan, apakah
pasien banyak atau sedikit bicara saat pemeriksaan. Sedangkan secara
kualitas dapat dilihat dari isi bicaranya, apakah memberikan informasi
yang banyak atau sedikit. Dari segi kecepatan, perhatikan apakah pasien
berbicara dengan cepat atau lambat. Disamping itu juga perlu
diperhatikan adanya gangguan dalam berbicara misalnya : disartria,
dypsoprody, gagap, gangguan pada afasia,dsb.
Catat informasi tentang semua aspek pembicaraan pasien, termasuk
volume berbicara selama pemeriksaan. Memperhatikan tanggapan pasien
untuk menentukan bagaimana menilai pembicaraan mereka adalah
penting. Beberapa hal yang perlu diingat selama wawancara adalah apakah
pasien mengangkat suara mereka ketika merespons, apakah balasan
pertanyaan adalah jawaban satu kata atau elaboratif, dan seberapa cepat
atau lambat mereka berbicara. Merekam kecepatan spontan pasien ini
kaitannya dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan terbuka.
Pasien dapat digambarkan sebagai senang berbicara, suka
mengomel, fasih, pendiam, tidak spontan, atau berespon normal terhadap
petunjuk dari pewancara. Dalam bicara, pasien mungkin cepat atau lambat,
tertekan, ragu-ragu, emosional, dramatik, monoton, keras, berbisik,
bersambungan, terputus-putus, atau mengomel.

4. Persepsi
Persepsi adalah daya mengenal kualitas, hubungan serta perbedaan
suatu benda, melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikan.
Memindahkan stimuli fisik menjadi informasi psikologik, sehingga
stimulus sensoris berada dalam genggamannya. Gangguan ini dapat
berupa distorsi sensorik dan desepsi sensorik. Bentuk-bentuk distorsi
sensorik antara lain terjadi perubahan intensitas, perubahan kualitas,
perubahan bentuk / dismegalopsia. Sedangkan desepsi sensorik adalah
gangguan sensorik berupa munculnya persepsi baru dengan atau tanpa
objek luar, contohnya adalah halusinasi dan ilusi. Gangguan ini dapat
melibatkan berbagai sistem sensorik dalam tubuh kita antara lain
penglihatan, pembauan, pendengaran, taktil dan penciuman. Keadaan
halusinasi dan onset dari halusinasi terjadi adalah penting karena itu wajib
untuk digali dan diketahui oleh para dokter psikiatri yang bersangkutan.
Gangguan persepsi seperti halusinasi dan ilusi dapat dihayati
pasien terhadap diri dan lingkungnnya, gangguan persepsi melibatkan
sistem sensorik, seperti auditorik, visual, olfaktorik, atau taktil, isi
halusinasi atau ilusi perlu digambarkan. Dapat dijumpai halusinasi
hipnogogik yang mucul pada saat mulai tidur, atau halusinasi
hipnopompik yang muncul pada saat bangun tidur. Pertanyaan yang dapat
diajukan untuk menentukan adanya halusinasi adalah
 Apakah anda pernah mendengar suara atau bunyi yang tidak dapat
didengar orang lain disekitar anda?
 Apakah anda mengalami sensasi yang aneh di tubuh anda dan orang lain
tidak mengalami hal tersebut?
 Apakah anda pernah melihat sesuatu yang pada saat itu orang lain tidak
bisa melihatnya?

5. Pikiran
Pikiran adalah suatu aliran gagasan, asosiasi dan simbol yang mengarah
pada tujuan, dimulai dari adanya masalah atau tugas dan mengarah pada
kesimpulan yang berorientasi kenyataan serta terjadi dalam urutan yang
logis. Disini, gangguan pada pikiran dibagi menjadi 2 yaitu gangguan proses
pikir/ bentuk pikir dan gangguan isi pikir. Contoh gangguan pada proses
berpikir adalah adanya gangguan dalam hal produktivitas, kontinuitas
pikiran dan hendaya berbahasa. Sedangkan gangguan pada isi pikir adalah
terdapatnya preokupasi dan waham. Pada bagian ini pemeriksa dapat
menemukan adanya gangguan dalam hal berpikir antara lain terdapatnya
waham yang biasanya sering muncul pada orang dengan gangguan jiwa,
juga dapat diketemukan pula adanya pembicaraan yang tak berujung
pangkal atau juga adanya suatu ketidaksinambungan antara jawaban pasien
dengan pertanyaan yang diberikan oleh kita sebagai seorang psikiatri.
Pasien juga dapat memberikan penjelasan seolah-olah bahwa pikirannya
dapat dibaca orang lain, sepreti disiarkan atau juga disedot sehingga
pikirannya menjadi kosong. Macam-macam keanehan ini dapat diperoleh
oleh psikiatri dengan cara mengadakan wawancara dan melakukan obsevasi
dengan baik
Pikiran dapat dibagi menjadi proses dan isi pikir. Proses pikir
merupakan cara saat sesorang menyatukan semua ide-ide dan asosiasi-
asosiasi yang membentuk pemikiran sesorang. Proses atau bentuk pikir
dapat bersifat logik dan koheran atau tidak logik dan tidak komprehensif. Isi
pikir merujuk kepada apa yang dipikirkan oleh sesorang berupa ide,
keyakinan, preokupasi dan obsesi.
a. Proses Pikir (Bentuk Pikir)
Pasien dapat mempunyai ide pikiran yang berlebihan atau miskin.
Dapat pula ditemukan arus pikir yang cepat, yang secara ekstrim disebut
flight of idea. Pasien dapat memperlihatkan arus pikir yang lambat ataupun
ragu. Pikiran dapat palsu atau kosong. Perhatikan apakah pasien sungguh-
sungguh menjawab pertanyaan yang disampaikan pemeriksa, apakah
pasien mempunyai kemampuan untuk menjawab pertanyaan, berpikir
yang bertujuan, apakah respon yang disampaikan pasien relevan atau
tidak, apakah penjelasan pasien jelas dipahami dan mempunyai asosiasi
yang baik, apakah pasien menunjukkan pelonggaran asosiasi pada saat
berbicara. Gangguan terhadap kontinuitas pikir dapat berupa tangensia,
sirkumstansial, melantur, mengelak dan perseveratif.
Blocking merupakan interupsi dari suatu rangkaian proses pikir,
sebelum ide pikir terbentuk secara utuh. Pasien tampak tidak mampu
memgingat kembali ide yang telah atau yang akan disampaikan.
Sirkumstansial adalah kehilangan kapasitas untuk berpikir berorientasi
tujuan dalam proses penyampaian ide, pasien mengemukakan banyak ide-
ide yang tidak relevan dan komentar tambahan dan akhirnya tetap kembali
ke ide semula. Gangguan proses pikir dapat terlihat dalam bentuk
hubungan pikiran-pikiran yang inkoheren dan tidak komprehensif (word
salad), clang association (asosiasi bunyi), punning (asosiasi dengan
makna ganda) dan neologisma (kata baru yang diciptakan pasien dengan
mengombinasikan dan memadatkan kata-kata, misalnya “taci” berasal dari
kereta dan kelinci).
Sepanjang wawancara, pertanyaan yang sangat spesifik akan
ditanya tentang riwayat pasien. Catat apakah pasien merespon langsung ke
pertanyaan. Misalnya, ketika meminta kencan, perhatikan apakah respon
yang diberikan adalah tentang warna favorit pasien. Catat apakah pasien
menyimpang dari subjek dan telah dibimbing kembali ke topik lebih dari
sekali. Ambil semua hal ini ketika mendokumentasikan proses pemikiran
pasien.

b. Isi Pikir
Gangguan isi pikir termasuk:
Delusi : Apakah pasien memilik pemikiran untuk melakukan
sesuatu yang buruk terhadap dirinya?
Preokupasi : Melibatkan penyakit pasien
Obsesi : Apakah kamu memiliki ide yang instrusif dan berulang?
Kompulsif : Apakah kamu melakukan sesuatu tindakan berulang-
ulang? Apakah ada tindakan yang harus dilakukan secara
berurutan? Bila kamu tidak melakukannya sesuai urutan
apakan kamu harus mengulanginya?
Fobia, rencana, kehendak, ide, rekuren tentang bunuh diri dan
pembunuhan, gejala hipokondrialal, dorongan antisosial.
Gangguan isi pikir yang utama adalah delusi. Delusi merupakan keyakinan
yang salah dan menetap yang tidak terkait latar belakang budaya dapat
bersifat kongruen terhadap mood (sesuai dengan mood yang terdepresi dan
mood yang elasi, dapat pula tidak kongruen terhadap mood. Isi dari
sistematika delusi harus diungkapkan. Perilaku pasien dapat terpengaruh
karena adanya delusi, hal ini dapat terlihat dari riwayat gangguan
sekarang. Delusi dapat bersifat bizarre dan dapat melibatkan keyakinan
tentang adanya kontrol eksternal. Delusi dapat mempunyai tema
persekutorik atau paranoid, grandiose (kebesaran), iri hati, somatik,
perasaan bersalah, nihilistik, dan erotik. Ide-ide rujukan dan ide-ide
dipengaruhi juga harus dideskripsikan. Contoh dari ide rujukan adalah
sesorang yakin bahwa radio atau televisi berbicara tentang dirinya. Contoh
ide rujukan adalah keyakinan tentang orang lain atau kekuatan
mengontrol perilaku seseorang.
Untuk menentukan apakah pasien mengalami halusinasi atau tidak,
tanyakan beberapa pertanyaan berikut. "Apakah Anda mendengar suara-
suara ketika tidak ada orang lain di sekitar?" "Dapatkah Anda melihat hal-
hal yang tidak ada orang lain dapat melihat?" "Apakah Anda memiliki
sensasi yang tidak dapat dijelaskan lainnya seperti bau, suara, atau
perasaan?"
Yang penting, selalu bertanya tentang halusinasi perintah dan
menanyakan apa yang pasien akan melakukan dalam menanggapi
halusinasi perintah ini. Misalnya, tanyakan "Ketika suara-suara
memberitahu Anda melakukan sesuatu, Anda mematuhi instruksi mereka
atau mengabaikan mereka?" Jenis halusinasi pendengaran meliputi
auditorik (hal pendengaran), visual (melihat hal-hal), gustatory (mencicipi
hal), taktil (sensasi perasaan), dan penciuman (berbau hal-hal).
Untuk menentukan apakah pasien mengalami delusi, tanyakan
beberapa pertanyaan berikut. "Apakah Anda memiliki pikiran bahwa orang
lain berpikir yang aneh?" "Apakah Anda memiliki kekuatan khusus atau
kemampuan?" "Apakah televisi atau radio memberikan pesan khusus?"
Jenis delusi termasuk megah (delusi keagungan), agama (delusi status
khusus dengan Tuhan), penganiayaan (keyakinan bahwa seseorang ingin
untuk membahayakannya), erotomanic (keyakinan bahwa seseorang yang
terkenal adalah cinta dengan mereka), kecemburuan (keyakinan bahwa
semua orang ingin apa yang mereka miliki), pikir penyisipan (keyakinan
bahwa seseorang adalah meletakkan ide-ide atau pikiran ke dalam pikiran
mereka), dan ide-ide dari referensi (keyakinan bahwa segala sesuatu
mengacu kepada mereka).

6. Sensorium dan kognisi


Menilai fungsi otak organik, taraf intelegensi, kapasitas berpikir abstrak,
tingkatan tilikan dan daya nilai (judgement). Mini Mental State Examination
(MMSE) adalah instrumen singkat untuk menilai fungsi kognitif, menilai
orientasi, daya ingat, kalkulasi, kemampuan membaca dan menulis,
kemampuan visuospasial dan berbahasa.
a. Kesadaran

Kesadaran adalah isi dari pikiran atau fungsi mental dimana


seseorang mengetahui atau menginsyafinya. Kesadaran adalah salah satu
bagian dari teori topografi Freus. Kesadaran adalah persepsi yang dirubah
oleh emosi dan pikirannya sendiri. Kesadaran juga dapat didefinisikan
sebagai keadaan berfungsinya indera khusus.
Gangguan kesadaran biasanya menunjukkan adanya gangguan otak
organik. Kesadaran berkabut merupakan penurunan kewaspadaan
menyeluruh terhadap lingkungan. Pasien tidak dapat mempertahankan
perhatian terhadap stimulus lingkungan atau mempertahakan pikiran dan
perilaku yang bertujuan. Kadang-kadang kesadaran berkabut bukan
merupakan status mental yang tetap. Pasien memperlihatkan tingkat
kesiagaan yang berfluktatif terhadap lingkungan sekitar. Pasien yang
mengalami perubahan kesadaran biasanya ditandai dengan gangguan
orientasi. Tingkat kesadaran adalah berkabut, somnolen, stupor, koma,
letargi, alertness dan fugue state

b. Orientasi dan Memori


Memori merupakan suatu fungsi dimana informasi yang disimpan di
otak kemudian didapatkan kembali secara disadari. Memori merupakan
kemampuan untuk membangkitkan kembali pesan, pengalaman dan apa
yang sudah dipelajari di masa lampau, yang menyangkut 3 pokok proses
mental:

1. Registrasi, yaitu kemampuan merasakan, mengenal dan mengeluarkan


informasi di susuna saraf pusat.
2. Retensi, yaitu kemampuan menahan atau menyimpan informasi yang
sudah diregistrasi.
3. Recall, yaitu kemampuan untuk mendapatkan kembali informasi yang
sudah disimpan.
Apabila terjadi kesalahan dari salah satu proses diatas, maka fungsi
memori seseorang dapat terganggu.
Fungsi memori biasanya dibagi menjadi empat bidang : ingatan jauh
(remote memory), daya ingat masa lalu yang belum lama (recent memory),
dan penyimpanan daya ingat segera (immediate retention and recall).
Pada gangguan kognitif, daya ingat jangka pendek dan menengah
terganggu lebih dahulu sebelum daya ingat jangka panjang. Jika ditemui
hendaya daya ingat, maka dinilai pula bagaimana pasien mengatasinya
misalnya dengan menyangkal (denial), konfabulasi (secara tidak sadar
membuat jawaban palsu karena adanya gangguan memori), reaksi
katastrofik atau sirkumstansial dalam upaya menutupi hendaya daya
ingatnya. Konfabulasi biasanya berhubungan dengan adanya gangguan
kognitif

c. Konsentrasi dan Perhatian


Konsentrasi pasien dapat terganggu karena berbagai alasan. Pasien
diminta menghitung 100-7 secara serial sebanyak 7 kali. Perhatian dinilai
dengan kalkulasi atau meminta pasien mengeja dari belakang huruf yang
terdapat kata DUNIA. Dapat pula ditanyakan nama benda yang dimulai
dengan huruf tertentu.

d. Kemampuan membaca dan menulis


Pasien diminta untuk menulis kalimat “pejamkan mata anda” dan
melaksanakan perintah yang telah dibaca.

e. Kemampuan Visuospasial
Pasien diminta untuk meniru gambar jam dan pentagonal yang
berhimpitan pada satu sudut.

f. Pikiran abstrak
Nilai apakah pasien dapat menyebutkan persamaan apel dan jeruk,
meja dan kursi, lukisan dan puisi. Pasien yang mengalami reaksi
katastrofik dan kerusakan otak tidak dapat berfikir abstrak.
g. Kemampuan informasi dan intelegensi
Intelegensi pasien berhubugan dengan kosa kata dan pengetahuan
umum yang dimilikinya seperti nama presiden saat ini dan informasi-
informasi terkini.

7. Pengendalian Impuls
Dinilai kemampuan pasien untuk mengontrol impuls seksual, agresif, dan
impuls lainya. Control impuls dapat dinilai dari informasi terakhir perilaku
pasien yang diobservasi selama wawancara.

8. Daya nilai dan tilikan


a. Daya nilai
Apakah pasien memahami akibat dari perbuatan yang dilakukan
dan apakah pemahamannya ini mempengaruhi dirinya. Nilai pula dapatkah
pasien memperkirakan apa yang akan dilakukannya bila ia berada pada
situasi imajiner, misalnya apakah yang akan dilakukan bila pasien sedang
berada di bioskop yang ramai dan mencium bau asap.

b. Tilikan
Tilikan adalah derajat kesadaran dan pengertian pasien bahwa
mereka sakit. Pasien mungkin menunjukkan penyangkalan penyakitnya
sama sekali atau mungkin menunjukkan kesadaran bahwa mereka sakit
tetapi melemparkan kesalahan pada orang lain, faktor eksternal atau
bahkan faktor organik yang lain. Menilai pemahaman pasien terhadap
penyakit yang dideritanya. Derajat tilikan terdiri atas:
1. Penyangkalan penuh terhadap penyakit
2. Mempunyai sedikit pemahaman terhadap penyakit tetapi juga
sekaligus menyangkalnya pada waktu bersamaan
3. Sadar akan penyakitnya tetapi menyalahkan, tetapi menyalahkan
orang lain, faktor luar, atau faktor organik
4. Pemahaman bahwa dirinya sakit tetapi tidak mengetahui penyebabnya
5. Tilikan intelektual: mengakui bahwa dirinya sakit dan tahu bahwa
penyebabnya adalah perasaan irasional atau gangguan-gangguan yang
dialami, tetapi tidak memakai pengetahuan tersebut untuk pengalaman
di masa datang.
6. Tilikan emosional sejati: pemahaman emosional terhadap motif dan
perasaan-perasaan pada diri pasien dan orang-orang penting dalam
kehidupan pasien, yang dapat membawa perubahan mendasar pada
perilaku pasien.

9. Taraf dapat dipercaya


Menilai kejujuran dan keadaan yang sebenarnya dari yang dikatakan
pasien. Setelah melakukan wawancara psikiatrik komprehensif, pemeriksaan
status mental, informasi yang didapat dirangkum dalam bentuk laporan
psikiatrik dengan susunan sesuai standar riwayat psikiatrik dan status mental.
Setelah itu pemeriksa menyarankan pemeriksaan lebih lanjut bila
diperlukan dan membuat resume, membuat diagnosis multiaksial sementara,
membuat prognosis, bila perlu membuat formulasi psikodinamik dan terakhir
membuat rencana penatalaksanaan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Grebb, Jack A. Kaplan, Harold I, Sadock, Benjamin J. 2000. Behavioural


Sciences Clinical psychiatry, seven edition. Maryland, USA: William &
Wilkins.
2. American Psychiatric Association. 2008. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder, fourth edition. Washington DC: American
Psychiatric Association.
3. W.F Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Penerbit
Airlangga University Press.
4. Rusdi E. 2006. Buku Panduan Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Jiwa.
Jakarta : Rumah Sakit Jiwa Islam Klender.
5. Bachtiar Lubis & Sylvia D. 2005. Penuntun wawancara psikodinamik dan
psikoterapi. Jakarta: FKUI.
6. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto, 2017. Buku Ajar Psikiatri Edisi ke-3.
Badan Penerbit FK UI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai