ANAMNESIS-PEMERIKSAAN,
PSIKOEDUKASI dan RUJUKAN
2
TEORI SINGKAT
Ketrampilan medik psikiatri mengenai anamnesis sangat penting untuk membina relasi
yang baik antara dokter dengan pasien dan/atau keluarga. Relasi yang baik akan
mempermudah pasien menceritakan semua yang dirasakan dan dipikirkan sehingga
mempermudah dokter menilai gejala dan mendiagnosis. Selanjutnya akan mudah
melakukan penanganan holistik dan memberi psikoedukasi serta merujuk pasien bila
diperlukan.
Untuk dapat melakukan anamnesis dengan baik, maka prinsip dasar komunikasi
interpersonal yang efektif perlu dikuasai, yaitu empati, kemampuan dokter memahami
pasien dalam hal perasaan dan pikirannya, keseluruhan dirinya. Selama proses
anamnesis hendaknya dokter berempati kepada pasien. Usaha empati akan terlihat dalam
sikap, ucapan dan perilaku dokter. Dengan londisi demikian pasien akan merasa
dipahami, diperhatikan dan diorangkan. Beban mental karena penyakitnya akan
terbantukan.
3
Pertanyaan tertutup digunakan untuk mengklarifikasi gejala atau bertanya tentang hal-hal
yang belum diceritakan pasien untuk menunjang diagnosis.
Wawancara harus berjalan secara spontan. Biarkanlah pasien, bila ia mengambil inisiatif
sendiri untuk melanjutkan dan menghubungkan ceritanya. Interviu juga harus fleksibel,
tidak kaku atau secara obsesif mengikuti suatu skema tertentu. Kita harus mengetahui apa
yang perlu diperiksa sambil dalam pikiran kita mempunyai gambaran skema
pemeriksaan. Wawancara sendiri harus disesuaikan dengan keadaan dan perasaan pasien.
Perhatikan resistensi pasien, bila terjadi, maka alihkan pembicaraan kepada hal-hal lain
yang tidak berhubungan dengan keluhannya. Terus lakukan empati, setelah dirasakan
sudah tidak resisten, baru kembali kepada keluhannya.
Untuk dapat mendengarkan yang baik, dibutuhkan beberapa hal dibawah ini:
- Kurangi hal-hal yang mengganggu anamnesis, misal TV, telpon, bising. Karena bila
suasana yang diceritakan menyangkut ekspresi perasaan dan terpotong, maka sangat
tidak nyaman dirasakan pasien. Kegiatan yang dilakukan dokter yang memotong juga
sangat tidak menyamankan pasien.
- Tidak melakukan pekerjaan selain wawancara pada saat wawancara, menulis catatan
bisa dilakukan dengan memohon ijin kepada pasien.
4
- Kenali perasaan pasien dengan mengatakan, misal ”Nampaknya anda sedih”, dengan
menyatakan ini menunjukkan dokter berempati kepada pasien.
- Jika tidak mengerti, dokter mengajukan pertanyaan. Bukanlah tabu bila dokter merasa
kurang mengerti cerita pasien, sehingga perlu bertanya kembali tentang hal-hal yang
belum dipahami, biasanya dengan pertanyaan tertutup.
- Jangan ambil alih pembicaraan dan menceritakan diri anda sendiri. Bila dipikirkan
adalah baik untuk memberi contoh kepada pasien, maka sebaiknya tidak
menyebutkan nama atau pengalaman dari siapa. Ceritakan saja kejadian dan isi
contohnya saja.
Faktor penting dari keterampilan mendengarkan yang baik adalah kemampuan terapis
untuk berempati. Empati memungkinkan individu memahami diri dan dunianya.
Tunjukkan empati untuk membantu membina hubungan baik dengan pasien, menfasilitasi
perasaan aman, dan rasa percaya kepada terapis serta lingkungannya. Empati
disampaikan dengan menggunakan keterampilan mendengarkan. Beberapa teknik penting
dibawah ini dapat digunakan:
- Mengulangi frasa dengan kata sendiri, atau dengan apa yang dikata pasien sendiri
(parafrase) menggunakan isi pembicaraan yang disampaikan pasien, namun diucapkan
dengan kalimat terapis sendiri melalui mengulangi frasa dapat membuat pasien merasa
terapis telah mendengarkannya, dan membantu pasien menceritakan masalah/situasi
dengan jelas.
- Pasien: ”Saya merasa putus asa. Saya tidak bisa melakukan pekerjaan rumah,
mengantar anak ke sekolah tepat waktu atau bahkan memasak. Saya tak dapat
melakukan apa yang dulu isteri saya kerjakan.”
5
- Dokter: ”Anda merasa tidak mampu mengerjakan apa yang dulu tak pernah anda
kerjakan ketika isteri anda masih hidup.”
- Merefleksikan perasaan: Hal ini sama dengan mengulangi frasa, namun fokusnya
pada ekspresi perasaan oleh pasien. Refleksi emosi dapat membantu pasien untuk
menjadi sadar bagaimana perasaan mereka, dan untuk menggali reaksi mereka terhadap
berbagai peristiwa yang diceritakannya.
- Pasien:”Saya tidak tahu apa yang akan dilakukan. Sebelum dia meninggal saya
berjanji pada suami saya bahwa saya akan menjaga ibunya sampai akhir hayatnya.
Tetapi saya tidak mempunyai tenaga. Dia tahu bahwa ibunya dan saya tidak cocok.
Mengapa ia meninggal dan meninggalkan saya dalam situasi yang kacau seperti ini?”
- Dokter: ”Anda kelihatannya merasa putus asa saat ini, tetapi pada waktu yang sama
kelihatannya juga merasa bersalah dan marah terhadap janji anda dengan suami
anda”
Mengajukan pertanyaan
Mengajukan pertanyaan adalah bagian penting dalam wawancara. Hal ini dapat
membantu terapis mengerti keadaan pasien dan menilai kondisi klinis.
Ketika bertanya:
- Gunakan pertanyaan untuk menggali dan memahami isu dan meningkatkan kesadaran
- Pertanyaan yang terlalu banyak dan beruntun akan membuat orang merasa
diinterogasi.
6
Ada tiga jenis pertanyaan utama:
1. Pertanyaan Tertutup
2. Pertanyaan Terbuka
Dengan pertanyaan terbuka didapatkan jawaban lebih dari satu kata dan memberi
kesempatan pasien bercerita seturut pemikiran dan perasaannya yang hendak
disampaikan, misalnya: ”Apakah anda kesulitan dalam berhubungan dengan orang
tua?”; ”Bagaimana reaksi anda jika orang tua anda menolak hal itu?”
3. Pertanyaan Mengarahkan
Memberi waktu hening kepada pasien adalah penting. Hal ini berguna untuk:
- Memberi waktu pasien berpikir tentang apa yang akan dikatakan. Sering karena begitu
banyak pikiran dan perasaan yang dirasakan berkecamuk, pasien perlu berhenti untuk
menata apa yang perlu diceritakan.
- Memberi ruang pada pasien untuk merasakan perasaan yang dialaminya. Dokter perlu
berhenti sejenak memberi kesempatan untuk pasien selain merasakan juga
mengekspresikan perasaannya.
7
- Memberi kesempatan pada pasien berbicara sesuai iramanya. Ada pasien yang
berbicara dengan lamban, bisa sifat ataupun gejala penyakit/gangguannya.
- Memberi waktu pada pasien untuk mengatasi ambivalensi atau keraguan antara
mengatakan atau tidak pada dokter. Bila diduga demikian, maka dokter dapat
meyakinkan kembali bahwa apapun yang akan diceritakan adalah wajar saja, mungkin
dirasakan kurang baik atau aneh atau tidak lazim, namun ini perlu diceritakan, tidak
akan diungkapkan kepada siapa pun tanpa seijin pasien.
- Memberikan kebebasan pada pasien untuk melanjutkan bercerita atau berhenti. Adalah
hak pasien untuk mau dan melanjutkan ceritanya. Dokter dapat merespons dengan
empati agar pasien merasa nyaman dan kondisi ini akan mendorong pasien untuk
melanjutkan ceritanya.
Cara mengatakan lebih penting daripada yang dikatakan atau isi perkataan. Cara
mengatakan ini adalah dalam bentuk tatanan kalimat netral dengan intonasi yang nyaman.
Sebagaian besar komunikasi dilakukan secara non verbal. Dokter perlu sadar akan apa
yang dikomunikasikannya kepada pasien melalui pengamatan perilaku non verbal.
Perilaku non verbal dokter juga berpengaruh kepada pasien. Oleh karenanya, dokter perlu
melakukan introspeksi setiap saat akan perilaku non verbal dan tutur kata serta
perilakunya.
- Bahasa tubuh (body language): gerakan tangan, ekspresi wajah, postur, orientasi
tubuh, kedekatan tubuh/jarak, kontak mata, saling bercermin (mirroring), wawancara
tanpa dibatasi meja.
Anamnesis pemeriksaan psikiatri akan menilai berbagai aspek mental, yaitu: (lihat
kuliah)
2. kesadaran: insight dan relasi dan limitasi terhadap diri dan lingkungannya serta daya
nilai realitas
3. proses berpikir
8
4. afek dan mood
5. persepsi
6. psikomotor
7. kemauan
1. Membina sambung rasa: pembukaan yang penting saat pertama kali bertemu dengan
pasien. Dokter memperkenalkan diri dan menunjukkan sikap terbuka dan secara non-
verbal bersikap ingin membantu dan tulus. Pasien akan merasakan nyaman dan tidak
segan-segan menyatakan keluhannya. Selanjutnya hubungan antara dokter dan pasien
akan berjalan dengan efektif.
(salam, perkenalkan diri, bertanya dengan suara dan kata-kata yang jelas, merespons
pasien dan mendengarkan ucapan pasien; tekankan pada kerahasiaan)
2. Menanyakan identitas: menanyakan nama pasien dan umur adalah penting, agar ia
menyatakan dirinya, dokter mencocokkan dengan data atau menulis dalam rekam
medis. Identitas perlu ditanyakan agar tidak salah orang dalam memeriksa pasien
(nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, suku
bangsa/latar budaya, agama)
3. Menanyakan keluhan utama: keluhan yang membawa pasien datang berobat, dapat
menurut pasien dan/atau keluarganya.
(apa keluhan yg menyebabkan berobat? sudah berapa lama, berapa sering, sifatnya,
intensitas, intermiten atau terus menerus, muncul pada kondisi tertentu)
4. Menggali riwayat penyakit sekarang: adalah uraian secara kronologis permulaan
gangguan berupa tanda atau gejala pertama hingga keadaan sekarang, pemahaman
pasien tentang penyakitnya, diri dan kehidupannya, perubahan dalam dirinya, usaha
yang pernah dilakukan dan hasil usaha tersebut.
(karakteristik, perjalanan keluhan utama, menanyakan keluhan lain yg ada kaitannya
dengan keluhan sekarang, pernah diobati, nama obat, hasil sembuh sempurna atau
masih ada gejala)
5. Menggali riwayat penyakit dahulu dan riwayat perkembangan: penyakit yang pernah
dialami sebelum ini, apakah terjadi perbaikan sempurna/total, ada gejala sisa, obat
yang pernah digunakan, berapa kali kambuh. Ditanyakan pula riwayat penyakit fisik,
9
bedah, trauma kepala, kejang, dll. Riwayat perkembangan sejak lahir pada pasien
anak sangat perlu ditanyakan.
(kemungkinan pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya, penyakit fisik dan
psikis lain yang diderita; riwayat perkembangan bila diperlukan)
6. Menggali penyakit keluarga dan faktor keturunan: mencari penyakit fisik dan mental
yang pernah dialami keluarga pasien yang mungkin ada kaitannya dengan penyakit
pasien yang sekarang.
(ada keluarga yang menderita sakit yang sama, siapa dan bagaimana gejalanya)
7. Menggali riwayat psikososial, faktor premorbid dan stresor psikososial: ditanyakan
sifat pasien, kehidupan emosi, minat dan hobi, hubungan antar manusia, kebiasaan-
kebiasaan pemakaian obat, rokok, kopi, alkohol, dll.
(sifat pasien, hal yang menjadi beban sekarang, pekerjaan, kebiasaan merokok, kopi,
hobi)
8. Melakukan anamnesis sistem untuk mencari faktor organik: menanyai kondisi sistem
organ tubuh untuk mencari faktor organiknya.
(fungsi sistem organ yang terganggu, mis: respirasi, CV, pencernaan, kehamilan, dll.)
9. Melakukan pemeriksaan fisik internistik dan neurologis. Ini dilakukan untuk
menyingkirkan adanya gangguan mental organik dan menentukan rujukan bila
diperlukan.
(pemeriksaan fisik menjadi rangkaian pemeriksaan psikiatrik) – tidak dilakukan
dalam ketrampilan ini, hanya disebutkan
10. Memberi kesimpulan dari hasil pemeriksaan: kesimpulan diagnosis dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan perlu disampaikan kepada pasien secara sederhana. Juga
gambaran penanganan gangguannya.
(secara singkat menjelaskan kepada pasien tentang apa yang dialaminya, diagnosis
dan penanganannya serta pemeriksaan penunjang bila ada)
11. Memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya: upaya mencegah salah persepsi
dan memberi kesempatan bila pasien kurang mengerti. Untuk menghindari
penuntutan dari pasien terhadap dokter.
(apa ada hal yang kurang jelas atau mash ada informasi tambahan)
12. Mengakhiri wawancara: dokter mengakhiri wawancara dan pemeriksaan dengan
menegaskan sekali lagi penyakit dan gangguannya, obatnya dan penanganannya,
pemeriksaan lain yang diperlukan, kapan akan dievaluasi atau kontrol kembali,
kemungkinan perlu dirujuk kepada spesialis lain, memberikan edukasi dan melakukan
rujukan bila diperlukan. Pemberian edukasi dan rujukan dalam kesempatan latihan
terpisah.
10
Penuntun pengambilan keputusan untuk mendiagnosis banding dan mendiagnosis pasien
adalah sebagai berikut:
PASIEN DATANG KE DOKTER PRIMER
FUNGSIONAL
ORGANIK
(NON-ORGANIK)
(AKUT) (KRONIS)
G.M.P. ZAT
DELIRIU DEMENSIA
SKIZOFRENI M GAB
GANGGUAN
A
GANGGUAN WAHAM (GANGGUAN BIPOLAR, GANGGUAN DEPRESI)
GGN KEPRIBADIAN, GANGGUAN TIDUR, KLP GGN ANSIETAS (GCM, FOBI, REAKSI STRES
PANIK, OCD, PTSD) BERAT/AKUT,
GGN KEBIASAAN & GANGGUAN MAKAN,
IMPULS, KLP GGN DISOSIASI/KONVERSI GGN PENYESUAIAN
GMP MASA NIFAS
GGN IDENTITAS, KLP GGN SOMATOFORM
DISFUNGSI SEKSUAL BUKAN
PREFERENSI, KARENA PENYAKIT ORGANIK GGN PSIKOSOMATIK
11
Pemberian Psikoedukasi tentang diagnosis dan penanganan
5. perlunya kerjasama dengan dokter untuk mendapatkan manfaat dari pengobatan yang
diberikan dan monitoring efek samping (side effect). Obat perlu diminum teratur
sesuai anjuran dari dokter agar dapat dilihat manfaat untuk pasien. Bila tidak teratur
akan sepertinya obat kurang berhasil. Dokter tidak dapat mengambil kesimpulan
tentang manfaat obat untuk pasien dan memerlukan waktu untuk evaluasi. Setiap obat
mempunyai efek samping, namun tidak selalu potensial efek samping tersebut
muncul pada setiap pasien. Efek samping tidak perlu ditakuti, namun dimanage agar
dapat hilang dan tidak mengganggu. Dokter akan mengevaluasi setiap kali kontrol.
6. Oleh karenanya, apa yang dirasakan dan dialami tidak perlu ragu menceritakan
kepada dokter agar dapat dievaluasi apakah ini gejala, efek samping atau gangguan
lain. Pasien tidak perlu menganalisis sendiri apa yang terjadi pada dirinya, ini dapat
12
menyebabkan kebingungan karena pengetahuan yang terbatas dan memperparah
penyakit, menghentikan minum obat atau tidak teratur serta menolak minum obat
karena pemahaman atau keyakinan (beliefs) yang salah.
Rujukan
Pada keadaan kondisi keterbatasan kemampuan baik dokter maupun tempat perawatan
primer, maka seorang pasien perlu dirujuk ke tempat yang lebih dapat menanganinya.
Rujukan kepada psikiater yang berkompeten bertujuan untuk:
1. second opinion
Sebelum dirujuk kepada dokter ahli jiwa, persiapkan pasien untuk hal-hal sebagai
berikut:
1. bahwa perlu penanganan dari yang lebih mampu/ahlinya dan tujuan dari rujukan
2. bahwa keluhan yang dirasakan pasien adalah berkaitan dengan kerja saraf otak
3. bahwa keluhan tersebut adalah bagian dari gangguan (sesuai dengan diagnosis pasien)
4. bahwa gangguan ini dapat terjadi pada siapa saja, terjadi akibat ketidakseimbangan
dari zat kimiawi (neurotransmiter) di otak. Seperti sel lain di organ tubuh kita, maka
sel saraf kita dapat mengalami gangguan berupa ketidakseimbangan neurotransmiter.
13
6. bahwa gangguan tersebut dapat diobati dan dikontrol
8. bahwa bila pasien menolak gangguannya, maka akan lebih tidak nyaman dan akan
sulit sembuh.
9. bahwa jangan khawatir terhadap stigma yang dilakukan oleh orang lain, karena orang
yang menstigma tidak mengetahui tentang gangguan jiwa. Tugas kita bersama untuk
memberi penjelasan dengan benar. Bila ditutupi atau dihindari, maka stigma itu akan
terus ada. (Dokter sendiri tidak menstigma pasien yang mengalami gangguan jiwa).
10. bahwa akan lebih baik bila alamat tempatnya, nama psikiater dan jam prakteknya
diberitahu kepada pasien, dan kalau perlu sudah diberitahukan dan diintroduksikan
pada psikiater tujuan.
Bila rujukan untuk pendapat ahli, maka akan segera diberikan surat rujukan balik oleh
dokter spesialis yang dituju. Bila perlu penanganan spesialistik, maka akan sementara
atau bahkan jangka lama ditangani psikiater yang dirujuk, hingga cukup waktu
penanganan, maka akan dilakukan rujukan balik. Atau karena permintaan pasien, maka
akan tetap kontrol pada dokter spesialis tersebut.
Selama konseling, perlu dievaluasi rapport dokter pasien sudah baik atau belum cukup.
Bila belum cukup akan kurang efektif konseling berita buruk ini, sebaiknya dilakukan
penguatan rapport hingga benar-benar baik.
2. Bila sudah tahu, seberapa jauh pasien paham tentang penyebab, diganosis, cara dan
rencana penanganan dan prognosisnya. Tugas dokter melengkapi informasi yang
belum diketahui.
3. Ditanyakan apakah ada pikiran tertentu setelah mengetahui penjelasan lengkap ini?
Dengarkan dengan empati. Buka opsi-opsi.
14
4. Ditanyakan apakah ada perasaan tertentu yang dirasakan? Dengarkan dengan empati.
Memotivasi dan mensugesti serta reassure pasien. Dokter menilai tahap penerimaan
pasien menurut Kubler Ros.
6. Bila belum tahu, ditanyakan apakah pasien ingin mengetahui tentang penyakitnya?
Bila tidak, ditanyakan apa yang menyebabkan pemikiran tersebut. Pasien masih
belum siap, maka dokter berempati dan dapat mengikuti pemikirannya dan
mendiskusikan tentang kehidupan dan lain-lain.
7. Bila mau, maka dijelaskan secara umum dulu, lihat reaksinya. Bila ia bertanya lebih
lanjut, maka dokter dapat menjelaskan dengan seluas-luasnya mengikuti kondisi
pasien. Evaluasi apakah ada rejeksi, deny, negativistik atau mudah memahami. Ikuti
dan pahami kondisi pasien dengan empati.
8. Evaluasi pikiran dan perasaan pasien setelah mengetahui segala sesuatu tentang
penyakitnya setelahnya.
9. Lakukan penanganan bila terjadi ketidaknyamanan perasaan dan pikiran atau sulit
tidur setelah berita buruk diketahui.
10. Lakukan penguatan positif dan opsi terbaik dalam keadaan terburuk.
11. Terus lakukan pendampingan hingga kondisi pasien menerima (acceptance) atau
rujuk bila dirasakan kompetensi dokter tidak memungkinkan lagi.
15
Untuk pasien yang tidak dapat bertanggung jawab, tidak kooperatif dan membahayakan
diri sendiri, orang lain dan lingkungan:
Menurut Undang-Undang Kesehatan Jiwa no....... .tahun 2014 (belum ada nomer karena
baru) pasal 21, pasal 22 dan pasal 64, maka pasien dapat diperiksa dan dilakukan
pengobatan serta pengekangan dengan terlebih dahulu dilakukan persetujuan tindakan
medis yang diwakili keluarga (inti), wali atau pengampu.
Pedoman komunikasinya:
1. Observasi bahasa non-verbal bahwa ada penolakan.
2. Tanyakan harapan pasien.
3. Tanyakan apa yang tidak dipahami atau alasan penolakan.
4. Kembalikan bahwa ini untuk memenuhi harapan pasien. Juga berikan data positif
yang mendukung dari ilmiah, kaitan penyebab, contoh orang lain.
5. Evaluasi usaha yang sudah dilakukan dan beri opsi alternatif yang baru.
6. Eksplorasi yang menjadi kekhawatiran dan lakukan restrukturisasi kognitif.
7. Lakukan psikoterapi suportif, seperti katarsis, reassurance, persuasi, sugesti dan
bimbingan.
8. Khusus untuk penolakakan pada kondisi psikis, jelaskan mind-body connection, ada
tehnik dan obat yang akan membuat lebih nyaman, tawarkan bantuan oleh orang yang
kompeten (kadang-kadang tidak menyebut psikiater) yang akan membuat pasien lebih
nyaman. Bila masih menolak evaluasi status psikiatri apakah sudah ada gangguan
psikiatri, termasuk gangguan kepribadian yang perlu diberi obat.
9. Untuk semua hal yang di atas, yang paling penting diperhatikan adalah cara
mengkomunikasikannya.
Contoh psikoterapi suportif:
- ‘Ibu tidak perlu khawatir karena ada banyak pasien mengalami seperti ibu’.
- ‘Bapak merasa putus asa untuk berobat lagi, tapi yang ini belum pernah bapak jalani’.
- ‘Mari kita jalani bersama usaha yang belum pernah bapak lakukan ini’.
- ‘Dokter yang akan menangani ibu sudah biasa dan ahli dalam menangani kasus
seperti ibu’.
- ‘Bila kita melakukan sesuatu usaha, sedikitnya ada sesuatu yang bisa kita dapatkan’.
Yang perlu diperhatikan:
- Non-verbal dari pemeriksa menunjukkan sikap mau menolong, tulus, ikhlas
- Berempati.
- Tidak mengarahkan jawaban pasien.
- Tidak mendesak, tidak memberikan ancaman.
- Tidak memberikan harapan melebihi kenyataan.
- Tidak menyalahkan atas keputusan yang sudah dibuat.
- Tidak merendahkan.
- mmm –
16
Ceklis lengkap untuk anamnesis, diagnosis, penanganan, psikoedukasi dan
rujukan untuk pasien sulit.
Name:……………………………………………………....NRP:…………………………
17
faktor psikososial: hal yang menjadi beban sekarang; pekerjaan, kebiasaan
merokok, kopi, drugs dan obat-obatan lain, hobi.
7. Melakukan pemeriksaan fisik internistik dan neurologis: tidak dilakukan
tetapi dinyatakan, pastikan tidak didapatkan kelainan fisik
Menyatakan perlu pemeriksaan penunjang (bila diperlukan)
8. Memberi kesimpulan dari hasil pemeriksaan: secara singkat mengulangi apa
yang dialami pasien dan menjelaskan kepada pasien tentang apa yang
dialaminya (terutama bila menyangkut penyakit serius, terminal dan terkait
stigma, ditanyakan apakah pasien ingin mengetahui sakitnya). Bila pasien
melantur/tidak kooperatif/tidak memungkinkan, atau pasien anak, langsung
pada keluarganya.
- Bila pasien tidak menghendaki: menanyakan apakah boleh bila dokter
menceritakan kepada keluarganya?
- Bila tidak menghendaki pada keluarga: tidak dilakukan psikoedukasi
tentang diagnosis, tetapi tentang manfaat pengobatan, pemeriksaan
penunjang, dll. dilakukan. Dokter menggugah pasien untuk pada suatu
saat perlu mengetahui gangguannya
9. Psikoedukasi menyesuaikan dengan latar belakang budaya dan pendidikan
pasien/keluarga tentang:
- diagnosis: keluhan yang dirasakan pasien adalah berkaitan dengan
terganggunya kerja saraf otak; keluhan tersebut adalah bagian dari
gangguan (sesuai dengan diagnosis pasien)
- penyebab biopsikososial: gangguan ini dapat terjadi pada siapa saja,
terjadi akibat ketidakseimbangan dari zat kimiawi (neurotransmiter) di
otak. Seperti sel lain di organ tubuh kita, maka sel saraf kita dapat
mengalami gangguan yaitu berupa ketidakseimbangan neurotransmitter;
penyebab gangguan tersebut adalah bio-psiko-sosial-spiritual (sesuaikan
dengan kasus pasiennya)
- berikan pengobatan (dan buat resep) sesuai dengan diagnosis pasien dan
penjelasaan tentang penanganan (obat dan non-obat): gangguan psikiatri
dapat ditangani dan dikontrol; dengan obat yang harus diminum teratur
sesuai petunjuk dokter; edukasi tentang obat ‘penenang’ yang sering
dikhawatirkan
- penanganan non-obat (non-farmakologik) berupa psikoterapi, berbagai
psikoterapi dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kesembuhan pasien,
dapat dilakukan oleh dokter yang berkompetensi; bila pasien menolak
gangguannya, maka akan lebih tidak nyaman dan akan sulit sembuh
- pencegahan kekambuhan dan mengenali tanda-tanda dini (sesuaikan
dengan gejala pasien dan diagnosis kasusnya); pengurangan
18
kekhawatiran terhadap stigma bila diperlukan (bila diperlukan)
- penjelasan efek samping obat: (sesuaikan dengan pendidikan pasien)
- pemeriksaan penunjang (MRI, psikotes, MMPI, dll.) dilakukan bila
diperlukan
10. Memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya dan untuk
mengungkapkan apa yang dirasa belum jelas atau 19ember informasi yang
lain dan apa yang dirasakan dan dialami, tidak perlu ragu menceritakan
kepada dokter
11. Bila perlu dirujuk, maka menjelaskan tujuan untuk dirujuk, a.l.:
- perlu penanganan dari yang lebih berkompeten (untuk obat dan/atau
psikoterapi)
- keterbatasan tempat perawatan dan obat
- meminta pendapat ahli
Sebaiknya menjelaskan alamat tempatnya, nama psikiater dan jam
prakteknya diberitahu kepada pasien, dan kalau perlu sudah diberitahukan
dan diintroduksikan pada psikiater/dokter spesialis lain yang dituju.
12. Mengakhiri wawancara dan pemeriksaan:
- Memberi sugesti/persuasi/nasihat tentang gangguan dan pengobatan
sesuai dengan diagnosis kerja
- Mengajak bekerjasama agar didapat kesembuhan yang lebih optimal
- Memberitahukan rencana berikut: kontrol dan/atau penerimaan rujukan
balik
13. Psikoterapi suportif yang dilakukan:
- Katarsis, reassurance, sugesti, persuasi, reinforcement, bimbingan
- Berempati terhadap kondisi ketidakpahaman dan penolakan pasien
- Memberikan opsi dari hambatan pemahaman dan penolakan pasien
- Melakukan resturukturisasi kognitif
JUMLAH
Keterangan :
0 = tidak dilakukan;
1 = dilakukan tetapi tidak benar/tidak sempurna;
2 = dilakukan dengan benar/lengkap/sempurna;
N/A = not applicable (bila tidak dapat diterapkan/tidak sesuai dengan skenario)
Surabaya,………………………………..
Evaluator/Observer,
(……………………………………..)
Catatan:
19