Anda di halaman 1dari 30

PROSEDUR KETRAMPILAN MEDIK PSIKIATRI

ANAMNESIS-PEMERIKSAAN,
PSIKOEDUKASI DAN RUJUKAN

Latar Belakang Ketrampilan medik (Tramed) mengenai anamnesis,


pemeriksaan psikiatri, psikoedukasi dan rujukan termasuk
dalam ketrampilan komunikasi antara dokter dan pasien
yang harus dikuasai dokter.
Ketrampilan ini sangat penting untuk membina relasi
yang baik antara dokter dengan pasien. Relasi yang baik
akan mempermudah pasien menceritakan semua yang
dirasakan dan dipikirkan sehingga mempermudah dokter
menilai gejala dan mendiagnosis. Selanjutnya akan
mudah melakukan penanganan holistik dan memberi
psikoedukasi serta merujuk pasien bila diperlukan.
Kegiatan dilakukan di ruang, per kelompok dipimpin oleh
seorang instruktur. Program latihan ketrampilan ini hanya
akan berhasil apabila mahasisiwa berpartisipasi aktif.
Sebelum latihan ketrampilan, diperlukan penguasaan
teoritik materi, yang ditunjukkan dengan mampunya
mahasiswa menjawab pertanyaan review anamnesis
pemeriksaan psikiatrik. Bila ada hal yang tak dimengerti
atau kurang jelas dapat ditanyakan pada instruktur.
Tujuan Pembelajaran Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah melakukan latihan ketrampilan anamnesis
psikiatri, maka mahasiswa mampu: melakukan
wawancara pemeriksaan psikiatrik untuk mengenali
gejala, dalam rangkaian membangun deferensial
diagnosis, menegakkan diagnosis kerja, memberikan
penanganan awal, memberikan psikoedukasi dan
melakukan rujukan.

Tujuan pembelajaran Khusus:


Setelah melakukan latihan ketrampilan anamnesis
psikiatri, mama mahasiswa mampu:
1. Melakukan anamnesis dan heteroanamnesis
pemeriksaan psikiatri.
2. Melakukan psikoedukasi tentang diagnosis dan
penanganan pasien.
3. Melakukan persiapan untuk merujuk pasien bila
diperlukan.
Metoda Pembelajaran 1. Video session
2. Demonstrasi pemeriksaan psikiatri
3. Berlatih mandiri dengan sesama teman (role play)
Alat Bantu/Setting ruang Ruangan terbagi untuk tiap kelompok @ 7-10 orang
dengan seorang tutor
Evaluasi Chek Lis:
1. Anamnesis pemeriksaan psikiatri
2. Psikoedukasi diagnosis dan penanganan
3. Rujukan
Referensi 1. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa edisi 2. Airlangga University Press.
2009. pp. 179-225.
2. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan and Sadock's
Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry 10th edition. Wolters Kluwer Health,
Lippincott Williams and Wilkins. 2007.
3. Standard Kompetensi Dokter Indonesia dari
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012

2
TEORI SINGKAT

Ketrampilan medik psikiatri mengenai anamnesis sangat penting untuk membina relasi
yang baik antara dokter dengan pasien dan/atau keluarga. Relasi yang baik akan
mempermudah pasien menceritakan semua yang dirasakan dan dipikirkan sehingga
mempermudah dokter menilai gejala dan mendiagnosis. Selanjutnya akan mudah
melakukan penanganan holistik dan memberi psikoedukasi serta merujuk pasien bila
diperlukan.

Untuk dapat melakukan anamnesis dengan baik, maka prinsip dasar komunikasi
interpersonal yang efektif perlu dikuasai, yaitu empati, kemampuan dokter memahami
pasien dalam hal perasaan dan pikirannya, keseluruhan dirinya. Selama proses
anamnesis hendaknya dokter berempati kepada pasien. Usaha empati akan terlihat dalam
sikap, ucapan dan perilaku dokter. Dengan londisi demikian pasien akan merasa
dipahami, diperhatikan dan diorangkan. Beban mental karena penyakitnya akan
terbantukan.

Saat melakukan wawancara anamnesis (wawancara pada pasien) ataupun


heteroanamnesis (wawancara pada keluarga atau yang mengantar pasien), dokter
seharusnya selalu bersikap obyektif. Bila pasien datang bersama keluarga atau orang lain
yang mengantar, selayaknya dokter menanyai pasien terlebih dulu (perkecualian bila
pasien anak yang belum dapat bercakap), tidak pada yang mengantarnya karena akan
memberi kesan ia diperhatikan dan tidak dinomorduakan, juga tidak memberi kesan
bersekutu dengan orang lain (yang biasanya orang lain menceritakan masalah pasien,
perubahannya dan hambatannya).

Perhatikan setting ruangan wawancara, sebisanya membuat pasien nyaman untuk


menceritakan gangguannya. Kadang-kadang mungkin lebih baik bila wawancara
diadakan dalam keadaan sedemikin rupa sehingga pasien tidak merasa ia dapat didengar
orang lain. Bila diperlukan, dokter dapat menyatakan bahwa kerahasiaan pasien akan

3
terjaga. Pasien mungkin menceritakan gejala-gejala gangguan yang dialaminya lebih
sangat dari keadaan sebenarnya. Atau mungkin juga menyembunyikan beberapa gejala.
Untuk itu dokter perlu mengkonfirmasi dengan melakukan heteroanamnesis pada orang
yang tepat yang mengetahui gangguan pasien. Bila akan mengajak orang lain atau yang
mengantar bercakap, maka mohon ijin kepada pasien. Anggota keluarga pasien atau
pengantar lain biasanya menyatakan dengan rasa khawatir, takut, rasa salah atau
anggapan yang salah tentang penyakit pasien.

Wawancara dilakukan dengan menggunakan pertanyaan terbuka, akan memberi


kesempatan pasien bercerita dengan bebas, dokter mengambil inti dan menilai gejalanya.
Pertanyaan tertutup digunakan untuk mengklarifikasi gejala atau bertanya tentang hal-hal
yang belum diceritakan pasien untuk menunjang diagnosis.

Wawancara harus berjalan secara spontan. Biarkanlah pasien, bila ia mengambil inisiatif
sendiri untuk melanjutkan dan menghubungkan ceritanya. Interviu juga harus fleksibel,
tidak kaku atau secara obsesif mengikuti suatu skema tertentu. Kita harus mengetahui apa
yang perlu diperiksa sambil dalam pikiran kita mempunyai gambaran skema
pemeriksaan. Wawancara sendiri harus disesuaikan dengan keadaan dan perasaan pasien.
Perhatikan resistensi pasien, bila terjadi, maka alihkan pembicaraan kepada hal-hal lain
yang tidak berhubungan dengan keluhannya. Terus lakukan empati, setelah dirasakan
sudah tidak resisten, baru kembali kepada keluhannya.

Selama wawancara tetap gunakan ketrampilan mikro-konseling sebagai berikut:


1. mendengarkan dengan aktif dan perhatian dan berempati
2. mengajukan pertanyaan terbuka lebih daripada tertutup
3. memberi kesempatan untuk hening di saat yang tepat
4. memperhatikan perilaku non-verbal

Mendengar dengan perhatian (mendengarkan aktif):


Untuk dapat mendengarkan yang baik, dibutuhkan beberapa hal dibawah ini:

4
- Melakukan wawancara dengan kontak mata (sesuaikan dengan budaya). Dengan
melakukan kontak mata sewajarnya, maka pasien akan merasa diperhatikan.
- Memberikan perhatian, misal dengan anggukkan kepala saat mendengarkan pasien,
maka menunjukkan dokter mengikuti dan memahami apa yang dikatakan pasien.
- Memudahkan pasien untuk menceritakan keadaannya, misalnya dengan ”Mm-hmm”,
”Ya”, “Lalu”. Pasien kadang terhenti atau ragu-ragu untuk melanjutkan ceritanya,
maka dokter dapat memfasilitasi dengan kata-kata yang mendorongnya untuk
bercerita.
- Kurangi hal-hal yang mengganggu anamnesis, misal TV, telpon, bising. Karena bila
suasana yang diceritakan menyangkut ekspresi perasaan dan terpotong, maka sangat
tidak nyaman dirasakan pasien. Kegiatan yang dilakukan dokter yang memotong juga
sangat tidak menyamankan pasien.
- Tidak melakukan pekerjaan selain wawancara pada saat wawancara, menulis catatan
bisa dilakukan dengan memohon ijin kepada pasien.
- Kenali perasaan pasien dengan mengatakan, misal ”Nampaknya anda sedih”, dengan
menyatakan ini menunjukkan dokter berempati kepada pasien.
- Jangan menginterupsi, jika tidak diperlukan. Pasien akan terpotong konsentrasi
bercerita dan bisa tidak melanjutkan ceritanya.
- Jika tidak mengerti, dokter mengajukan pertanyaan. Bukanlah tabu bila dokter merasa
kurang mengerti cerita pasien, sehingga perlu bertanya kembali tentang hal-hal yang
belum dipahami, biasanya dengan pertanyaan tertutup.
- Jangan ambil alih pembicaraan dan menceritakan diri anda sendiri. Bila dipikirkan
adalah baik untuk memberi contoh kepada pasien, maka sebaiknya tidak
menyebutkan nama atau pengalaman dari siapa. Ceritakan saja kejadian dan isi
contohnya saja.
- Ulangi kembali pokok-pokok dalam diskusi secara ringkas menggunakan kata-kata
kita sendiri untuk menunjukkan bahwa kita mengerti benar apa yang dikatakan
pasien. (dikenal sebagai paraphrasi, refleksikan perasaan, klarifikasi, menyimpulkan),
misalnya: ”Tadi Anda mengatakan ............................................”; ”Jadi dengan kata
lain, .............................................”; ”Anda merasa ..................... karena ..................”;
”Nampaknya anda .............Apa yang telah terjadi? Apa yang anda pikirkan?”; ”Saya

5
merasa anda .............. karena ...............?”; ”Kalau tidak salah tangkap, tadi Anda
mengatakan................................”; ”Coba saya ulangi, barangkali saya salah
pemahaman. Apakah benar......?; ”Saya dengar anda mengatakan.........................”;
” Jadi bisa saya ulangi, bahwa yang Anda alami.........................”.

Faktor penting dari keterampilan mendengarkan yang baik adalah kemampuan terapis
untuk berempati. Empati memungkinkan individu memahami diri dan dunianya.
Tunjukkan empati untuk membantu membina hubungan baik dengan pasien, menfasilitasi
perasaan aman, dan rasa percaya kepada terapis serta lingkungannya. Empati
disampaikan dengan menggunakan keterampilan mendengarkan. Beberapa teknik penting
dibawah ini dapat digunakan:
- Mengulangi frasa dengan kata sendiri, atau dengan apa yang dikata pasien
sendiri (parafrase) menggunakan isi pembicaraan yang disampaikan pasien, namun
diucapkan dengan kalimat terapis sendiri melalui mengulangi frasa dapat membuat
pasien merasa terapis telah mendengarkannya, dan membantu pasien menceritakan
masalah/situasi dengan jelas.
- Pasien: ”Saya merasa putus asa. Saya tidak bisa melakukan pekerjaan rumah,
mengantar anak ke sekolah tepat waktu atau bahkan memasak. Saya tak dapat
melakukan apa yang dulu isteri saya kerjakan.”
- Dokter: ”Anda merasa tidak mampu mengerjakan apa yang dulu tak pernah anda
kerjakan ketika isteri anda masih hidup.”

- Merefleksikan perasaan: Hal ini sama dengan mengulangi frasa, namun


fokusnya pada ekspresi perasaan oleh pasien. Refleksi emosi dapat membantu pasien
untuk menjadi sadar bagaimana perasaan mereka, dan untuk menggali reaksi mereka
terhadap berbagai peristiwa yang diceritakannya.
- Pasien:”Saya tidak tahu apa yang akan dilakukan. Sebelum dia meninggal saya
berjanji pada suami saya bahwa saya akan menjaga ibunya sampai akhir hayatnya.
Tetapi saya tidak mempunyai tenaga. Dia tahu bahwa ibunya dan saya tidak cocok.
Mengapa ia meninggal dan meninggalkan saya dalam situasi yang kacau seperti ini?”

6
- Dokter: ”Anda kelihatannya merasa putus asa saat ini, tetapi pada waktu yang
sama kelihatannya juga merasa bersalah dan marah terhadap janji anda dengan suami
anda”

Mengajukan pertanyaan
Mengajukan pertanyaan adalah bagian penting dalam wawancara. Hal ini dapat
membantu terapis mengerti keadaan pasien dan menilai kondisi klinis.
Ketika bertanya:
- Tanyakan hanya satu pertanyaan pada satu saat
- Pandanglah pasien dengan wajar
- Singkat dan jelas
- Gunakan pertanyaan yang bertujuan dan pertanyaan
terbuka
- Gunakan pertanyaan untuk membantu pasien
berbicara tentang perasaan dan perilakunya
- Gunakan pertanyaan untuk menggali dan
memahami isu dan meningkatkan kesadaran
- Jangan mengajukan pertanyaan hanya untuk
memenuhi keingin tahuan saudara - pertanyaan tak relevan – membuat seseorang
enggan menjawab atau merasa didesak. Bila demikian terjadi pemborosan waktu
untuk bertanya dan lupa untuk mendengarkan aktif.
- Pertanyaan yang terlalu banyak dan beruntun akan
membuat orang merasa diinterogasi.

Ada tiga jenis pertanyaan utama:


1. Pertanyaan Tertutup
Keterbatasan dari pertanyaan tertutup adalah pasien memberikan respon dengan
jawaban satu kata, misalnya: ”Apakah anda merasa sedih?”; ”Apakah anda
mengetahui bagaimana caranya mengatasi masalah ini?”

7
Dengan pertanyaan tertutup, pasien tidak mendapatkan kesempatan untuk berpikir
tentang apa yang mereka katakan. Jawaban akan singkat dan sering berakibat makin
banyak mengajukan pertanyaan selanjutnya.
2. Pertanyaan Terbuka
Dengan pertanyaan terbuka didapatkan jawaban lebih dari satu kata dan memberi
kesempatan pasien bercerita seturut pemikiran dan perasaannya yang hendak
disampaikan, misalnya: ”Apakah anda kesulitan dalam berhubungan dengan orang
tua?”; ”Bagaimana reaksi anda jika orang tua anda menolak hal itu?”
Pertanyaan terbuka umumnya dimulai dengan pertanyaan ”Apa”, ”Dimana”,
”Bagaimana”, ”Kapan”. Pertanyaan ini mengundang pasien untuk melanjutkan
pembicaraan dan memutuskan apa keinginan mereka berbicara.
3. Pertanyaan Mengarahkan
Pertanyaan mengarahkan adalah pertanyaan dimana dokter menuntun pasien untuk
memberikan jawaban yang mereka inginkan. Pertanyaan ini biasanya bersifat
menghakimi, misalnya: ”Anda melawan orang tuamu, bukan?”; ”Anda setuju bahwa
anda selalu melakukan hal itu berulang-ulang?” Pertanyaan ini tidak berguna untuk
mendapatkan data dari pasien. Pertanyaan ini bermanfaat untuk menegaskan kondisi
tertentu.

Memberi kesempatan untuk hening


Memberi waktu hening kepada pasien adalah penting. Hal ini berguna untuk:
- Memberi waktu pasien berpikir tentang apa yang akan dikatakan. Sering karena begitu
banyak pikiran dan perasaan yang dirasakan berkecamuk, pasien perlu berhenti untuk
menata apa yang perlu diceritakan.
- Memberi ruang pada pasien untuk merasakan perasaan yang dialaminya. Dokter perlu
berhenti sejenak memberi kesempatan untuk pasien selain merasakan juga
mengekspresikan perasaannya.
- Memberi kesempatan pada pasien berbicara sesuai iramanya. Ada pasien yang
berbicara dengan lamban, bisa sifat ataupun gejala penyakit/gangguannya.
- Memberi waktu pada pasien untuk mengatasi ambivalensi atau keraguan antara
mengatakan atau tidak pada dokter. Bila diduga demikian, maka dokter dapat

8
meyakinkan kembali bahwa apapun yang akan diceritakan adalah wajar saja, mungkin
dirasakan kurang baik atau aneh atau tidak lazim, namun ini perlu diceritakan, tidak
akan diungkapkan kepada siapa pun tanpa seijin pasien.
- Memberikan kebebasan pada pasien untuk melanjutkan bercerita atau berhenti. Adalah
hak pasien untuk mau dan melanjutkan ceritanya. Dokter dapat merespons dengan
empati agar pasien merasa nyaman dan kondisi ini akan mendorong pasien untuk
melanjutkan ceritanya.

Memperhatikan perilaku non-verbal


Cara mengatakan lebih penting daripada yang dikatakan atau isi perkataan. Cara
mengatakan ini adalah dalam bentuk tatanan kalimat netral dengan intonasi yang nyaman.
Sebagaian besar komunikasi dilakukan secara non verbal. Dokter perlu sadar akan apa
yang dikomunikasikannya kepada pasien melalui pengamatan perilaku non verbal.
Perilaku non verbal dokter juga berpengaruh kepada pasien. Oleh karenanya, dokter perlu
melakukan introspeksi setiap saat akan perilaku non verbal dan tutur kata serta
perilakunya.

Perilaku non-verbal dapat berupa:


- Bahasa tubuh (body language): gerakan tangan,
ekspresi wajah, postur, orientasi tubuh, kedekatan tubuh/jarak, kontak mata, saling
bercermin (mirroring), wawancara tanpa dibatasi meja.
- Paralinguistik: hembusan nafas, bersungut-sungut,
berkeluh kesah, perubahan tinggi nada, perubahan keras suara, kelancaran suara,
senyum tegang, gugup.

Anamnesis pemeriksaan psikiatri akan menilai berbagai aspek mental, yaitu: (lihat
kuliah)
1. keadaan umum: penampilan, kesesuaian wajah dan usia, dandanan
2. kesadaran: insight dan relasi dan limitasi terhadap diri dan lingkungannya serta
daya nilai realitas
3. proses berpikir

9
4. afek dan mood
5. persepsi
6. psikomotor
7. kemauan
8. fungsi kognitif termasuk orientasi dan daya ingat.
Penilaiannya dalam skala meningkat, menurun atau berubah/distorsi
Wawancara Pemeriksaan Psikiatri biasanya meliputi hal-hal seperti di bawah ini:
1. Membina sambung rasa: pembukaan yang penting saat pertama kali bertemu dengan
pasien. Dokter memperkenalkan diri dan menunjukkan sikap terbuka dan secara non-
verbal bersikap ingin membantu dan tulus. Pasien akan merasakan nyaman dan tidak
segan-segan menyatakan keluhannya. Selanjutnya hubungan antara dokter dan pasien
akan berjalan dengan efektif.
(salam, perkenalkan diri, bertanya dengan suara dan kata-kata yang jelas, merespons
pasien dan mendengarkan ucapan pasien; tekankan pada kerahasiaan)
2. Menanyakan identitas: menanyakan nama pasien dan umur adalah penting, agar ia
menyatakan dirinya, dokter mencocokkan dengan data atau menulis dalam rekam
medis. Identitas perlu ditanyakan agar tidak salah orang dalam memeriksa pasien
(nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, suku
bangsa/latar budaya, agama)
3. Menanyakan keluhan utama: keluhan yang membawa pasien datang berobat, dapat
menurut pasien dan/atau keluarganya.
(apa keluhan yg menyebabkan berobat? sudah berapa lama, berapa sering, sifatnya,
intensitas, intermiten atau terus menerus, muncul pada kondisi tertentu)
4. Menggali riwayat penyakit sekarang: adalah uraian secara kronologis permulaan
gangguan berupa tanda atau gejala pertama hingga keadaan sekarang, pemahaman
pasien tentang penyakitnya, diri dan kehidupannya, perubahan dalam dirinya, usaha
yang pernah dilakukan dan hasil usaha tersebut.
(karakteristik, perjalanan keluhan utama, menanyakan keluhan lain yg ada kaitannya
dengan keluhan sekarang, pernah diobati, nama obat, hasil sembuh sempurna atau
masih ada gejala)

10
5. Menggali riwayat penyakit dahulu dan riwayat perkembangan: penyakit yang pernah
dialami sebelum ini, apakah terjadi perbaikan sempurna/total, ada gejala sisa, obat
yang pernah digunakan, berapa kali kambuh. Ditanyakan pula riwayat penyakit fisik,
bedah, trauma kepala, kejang, dll. Riwayat perkembangan sejak lahir pada pasien
anak sangat perlu ditanyakan.
(kemungkinan pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya, penyakit fisik dan
psikis lain yang diderita; riwayat perkembangan bila diperlukan)
6. Menggali penyakit keluarga dan faktor keturunan: mencari penyakit fisik dan mental
yang pernah dialami keluarga pasien yang mungkin ada kaitannya dengan penyakit
pasien yang sekarang.
(ada keluarga yang menderita sakit yang sama, siapa dan bagaimana gejalanya)
7. Menggali riwayat psikososial, faktor premorbid dan stresor psikososial: ditanyakan
sifat pasien, kehidupan emosi, minat dan hobi, hubungan antar manusia, kebiasaan-
kebiasaan pemakaian obat, rokok, kopi, alkohol, dll.
(sifat pasien, hal yang menjadi beban sekarang, pekerjaan, kebiasaan merokok, kopi,
hobi)
8. Melakukan anamnesis sistem untuk mencari faktor organik: menanyai kondisi sistem
organ tubuh untuk mencari faktor organiknya.
(fungsi sistem organ yang terganggu, mis: respirasi, CV, pencernaan, kehamilan, dll.)
9. Melakukan pemeriksaan fisik internistik dan neurologis. Ini dilakukan untuk
menyingkirkan adanya gangguan mental organik dan menentukan rujukan bila
diperlukan.
(pemeriksaan fisik menjadi rangkaian pemeriksaan psikiatrik) – tidak dilakukan
dalam ketrampilan ini, hanya disebutkan
10. Memberi kesimpulan dari hasil pemeriksaan: kesimpulan diagnosis dari hasil
anamnesis dan pemeriksaan perlu disampaikan kepada pasien secara sederhana. Juga
gambaran penanganan gangguannya.
(secara singkat menjelaskan kepada pasien tentang apa yang dialaminya, diagnosis
dan penanganannya serta pemeriksaan penunjang bila ada)

11
11. Memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya: upaya mencegah salah persepsi
dan memberi kesempatan bila pasien kurang mengerti. Untuk menghindari
penuntutan dari pasien terhadap dokter.
(apa ada hal yang kurang jelas atau mash ada informasi tambahan)
12. Mengakhiri wawancara: dokter mengakhiri wawancara dan pemeriksaan dengan
menegaskan sekali lagi penyakit dan gangguannya, obatnya dan penanganannya,
kapan akan dievaluasi kembali, memberikan edukasi dan melakukan rujukan bila
diperlukan. Pemberian edukasi dan rujukan dalam kesempatan latihan terpisah.
(mengakhiri pemeriksaan dengan memberitahukan rencana berikut dan jadwal
kontrol)

Penuntun pengambilan keputusan untuk mendiagnosis banding dan mendiagnosis pasien


adalah sebagai berikut:
PASIEN DATANG KE DOKTER PRIMER

FISIK TIDAK ADA KELAINAN FISIK

NON-PSIKOTIK
BAGAIMANA PSIKISNYA??? PSIKOTIK

FUNGSIONAL
ORGANIK
(NON ORGANIK)

(AKUT) (KRONIS)
DELIRIUM DEMENSI G.M.P. ZAT
SKIZOFRENIA GANGGUAN GAB A
(GANGGUAN BIPOLAR, GANGGUAN DEPRESI)
GANGGUAN WAHAM
PSIKOTIK AKUT DAN SEMENTARA
EPISODE DEPRESI
SIKLOTIMIA & DISTIMIA

GGN KEPRIBADIAN, GANGGUAN TIDUR, KLP GGN ANSIETAS (FOBI, PANIK. OCD) REAKSI STRES
GGN KEBIASAAN & IMPULS, GANGGUAN MAKAN, KLP GGN DISOSIASI/KONVERSI BERAT/AKUT,
GGN IDENTITAS, GMP MASA NIFAS KLP GGN SOMATOFORM GGN PENYESUAIAN
PREFERENSI, DISFUNGSI SEKSUAL BUKAN NEURASRHENIA,
ORIENTASI SEKS KARENA PENYAKIT ORGANIK SINDROMA DEPERSONALISASI-
FAKTOR PSIKOLOGIS YG DEREALISASI
BERHUBUNGAN DG GGN ATAU
PENYAKIT/DISFUNGSI OTONOMIK

Pemberian Psikoedukasi tentang diagnosis dan penanganan

12
Pemberian psikoedukasi tentang diagnosis dan penanganan adalah penting. Penanganan
gangguan jiwa memerlukan waktu yang tidak sebentar. Dalam proses penyembuhannya,
seorang yang mengalami gangguan jiwa sering mengalami berbagai kendala. Pemberian
psikoedukasi untuk memberi pemahaman yang benar tentang gangguan jiwa akan
membuat pasien mengerti apa yang dialaminya. Dengan contoh pada pasien lain, pasien
akan merasa tidak sendiri, akan lebih tenang. Psikoedukasi yang perlu diberikan kepada
pasien adalah tentang:
1. Nama gangguan yang dialaminya (diagnosis). Sebutkan diagnosis psikiatri bila
diperlukan berikan dengan bahasa awam sederhana agar pasien mengerti.
2. Apa penyebabnya (etiologi). Jelaskan penyebab secara umum gangguan psikiatri.
Bahwa ada zat kimiawi di sel saraf/dalam otak yang tidak seimbang, satu zat dapat
kekurangan dan zat lain dapat berlebihan produksinya di tempat-tempat tertentu di
otak dan ini mempengaruhi pemikiran, perasaan, tuturkata dan perilaku manusia.
3. Bagaimana penanganannya (terapi holistik) baik farmakologik maupun non-
farmakologik Farmakologik dengan obat-obatan yang sesuai. Non-farmakologik
dengan memberikan berbagai psikoterapi yang sesuai untuk pasien, misalnya
Cognitive Behavior Therapy (CBT), Cognitive Therapy (CT), Behavior Therapy
(BT), hipnotherapy, dll.
4. Bagaimana mencegah kekambuhan (relaps prevention). Dengan menerima
gangguan ini, maka seseorang lebih dapat mengamati gejala dan dengan tenang
mengetahui gejala dini, sehingga dapat langsung berkonsultasi dengan dokter,
sehingga tidak terjadi kekambuhan yang parah dengan tiba-tiba yang akan membuat
dan memperparah stigma pada gangguan jiwa itu sendiri.
5. Perlunya kerjasama dengan dokter untuk mendapatkan manfaat dari pengobatan
yang diberikan dan monitoring efek samping (side effect). Obat perlu diminum teratur
sesuai anjuran dari dokter agar dapat dilihat manfaat untuk pasien. Bila tidak teratur
akan sepertinya obat kurang berhasil. Dokter tidak dapat mengambil kesimpulan
tentang manfaat obat untuk pasien dan memerlukan waktu untuk evaluasi. Setiap obat
mempunyai efek samping, namun tidak selalu potensial efek samping tersebut
muncul pada setiap pasien. Efek samping tidak perlu ditakuti, namun dimanage agar
dapat hilang dan tidak mengganggu. Dokter akan mengevaluasi setiap kali kontrol.

13
6. Oleh karenanya, apa yang dirasakan dan dialami tidak perlu ragu menceritakan
kepada dokter agar dapat dievaluasi apakah ini gejala, efek samping atau gangguan
lain. Pasien tidak perlu menganalisis sendiri apa yang terjadi pada dirinya, ini dapat
menyebabkan kebingungan karena pengetahuan yang terbatas dan memperparah
penyakit, menghentikan minum obat atau tidak teratur serta menolak minum obat
karena pemahaman atau keyakinan (beliefs) yang salah.
Pemberian psikoedukasi ini perlu memperhatikan: apakah pasien ingin mengetahui
keadaan gangguannya? Bila pasien menghendaki, maka dokter perlu menyesuaikan
dengan latar belakang budaya dan pendidikan pasien saat memberikan psikoedukasi. Bila
tidak, maka tanyakan apakah boleh bila dokter menceritakan kepada keluarganya? Bila
tidak, maka untuk sementara tidak dilakukan psikoedukasi, namun dokter menggugah
pasien untuk pada suatu saat perlu mengetahui gangguannya, agar dapat bersama
menangani dengan lebih baik, agar dapat menerima, mempelajari dan akhirnya
mengontrol gangguannya. Bila pasien sudah dapat mencapai taraf ini, maka kesembuhan
akan lebih baik dan kekambuhan akan dapat diminimalkan.

Rujukan
Pada keadaan kondisi keterbatasan kemampuan baik dokter maupun tempat perawatan
primer, maka seorang pasien perlu dirujuk ke tempat yang lebih dapat menanganinya.
Rujukan kepada psikiater yang berkompeten bertujuan untuk:
1. second opinion
2. penanganan spesifik spesialistik

Sebelum dirujuk kepada dokter ahli jiwa, persiapkan pasien untuk hal-hal sebagai
berikut:
1. bahwa perlu penanganan dari yang lebih mampu/ahlinya dan tujuan dari rujukan
2. bahwa keluhan yang dirasakan pasien adalah berkaitan dengan kerja saraf otak
3. bahwa keluhan tersebut adalah bagian dari gangguan (sesuai dengan diagnosis pasien)
4. bahwa gangguan ini dapat terjadi pada siapa saja, terjadi akibat ketidakseimbangan
dari zat kimiawi (neurotransmiter) di otak. Seperti sel lain di organ tubuh kita, maka
sel saraf kita dapat mengalami gangguan berupa ketidakseimbangan neurotransmiter.

14
5. bahwa penyebab gangguan tersebut adalah bio-psiko-sosial-spiritual
6. bahwa gangguan tersebut dapat diobati dan dikontrol
7. bahwa penanganannya dengan diberi obat (farmakologik) dan penanganan non-obat
(non-farmakologik) berupa psikoterapi. Jelaskan tentang berbagai psikoterapi yang
dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kesembuhan pasien, selain obat yang harus
diminum teratur sesuai petunjuk dokter.
8. bahwa bila pasien menolak gangguannya, maka akan lebih tidak nyaman dan akan
sulit sembuh.
9. bahwa jangan khawatir terhadap stigma yang dilakukan oleh orang lain, karena orang
yang menstigma tidak mengetahui tentang gangguan jiwa. Tugas kita bersama untuk
memberi penjelasan dengan benar. Bila ditutupi atau dihindari, maka stigma itu akan
terus ada. (Dokter sendiri tidak menstigma pasien yang mengalami gangguan jiwa).
10. bahwa akan lebih baik bila alamat tempatnya, nama psikiater dan jam prakteknya
diberitahu kepada pasien, dan kalau perlu sudah diberitahukan dan diintroduksikan
pada psikiater tujuan.
Bila rujukan untuk pendapat ahli, maka akan segera diberikan surat rujukan balik oleh
dokter spesialis yang dituju. Bila perlu penanganan spesialistik, maka akan sementara
atau bahkan jangka lama ditangani psikiater yang dirujuk, hingga cukup waktu
penanganan, maka akan dilakukan rujukan balik. Atau karena permintaan pasien, maka
akan tetap kontrol pada dokter spesialis tersebut.

15
CHECKLIST PENILAIAN KETRAMPILAN PSIKIATRI

1. Anamnesis Pemeriksaan Psikiatri


Nama :……………………………………………….
Kelompok :……………………………………………….
No. Mahasiswa :…………………….…………………………

No Aspek yang dinilai Nilai


0 1 2
1. Membina sambung rasa hubungan baik dokter pasien:
a. Menunjukan penampilan sebagai dokter
b. Menunjukan sikap menerima, mempersilahkan duduk,
memperkenalkan diri, minta ijin membuat catatan
c. Menjelaskan tujuan anamnesis, termasuk kerahasiaan
d. Bertanya dengan bahasa yang baik, mudah difahami dan suara dan kata
yang jelas
e. Mengajukan pertanyaan terbuka
f. Mendengarkan aktif
g. Parafrase dan/atau Reflection feelings
h. Memperhatikan non-verbal dan hening/diam sejenak
2. Menanyakan dengan sopan santun:
Nama dan umur, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan dan status
keluarga, bila diperlukan suku/ras, agama
3. Menanyakan tentang keluhan utama:
a. Kapan mulai, lama/perjalanannya dan sifat keluhan (terus menerus,
hilang timbul), intensitas, pada kondisi tertentu munculnya
b. Menanyakan keluhan-keluhan lainnya: ditanyakan berdasarkan Review
of system
c. Apakah pernah diobati, nama obat, hasil pengobatan/kesembuhannya

16
d. Pemahaman tentang keluhannya, diri dan kehidupannya, serta
perubahan dalam dirinya
4. Menanyakan riwayat penyakit dahulu:
- Kemungkinan pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya,
berapa kali kambuh, pengobatan, nama obat, hasilnya
- Penyakit fisik dan psikis lain yang diderita; riwayat perkembangan
bila diperlukan, pernah
Menanyakan riwayat perkembangan (bila diperlukan, bila tidak maka
tidak dihitung)
5. Menanyakan penyakit keluarga (faktor keturunan): adakah keluarga yang
menderita sakit yang sama, siapa dan bagaimana gejalanya
6. Menanyakan riwayat psikososial, faktor premorbid dan faktor stresor
psikososial: sifat pasien, hal yang menjadi beban sekarang, pekerjaan,
kebiasaan merokok, kopi, hobi, adakah alergi obat?
7. Melakukan pemeriksaan fisik internistik dan neurologis: tidak dilakukan
tetapi dinyatakan
8. Memberi kesimpulan dari hasil pemeriksaan: secara singkat menjelaskan
kepada pasien tentang apa yang dialaminya, diagnosis dan penanganannya
serta pemeriksaan penunjang bila ada (MRI, psikotes, dll.)
9. Memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya dan untuk
mengungkapkan apa yang dirasa belum jelas atau memberi informasi
yang lain
10. Memberi psikoedukasi dan mengakhiri wawancara dan pemeriksaan:
- memberi sugesti, persuasi, nasihat
tentang gangguan dan pengobatan sesuai dengan diagnosis kerja
- memberitahukan rencana berikut:
kontrol atau rujukan
TOTAL SKOR

Keterangan :
0 = tidak dilakukan;

17
1 = dilakukan tetapi tidak benar/tidak sempurna;
2 = dilakukan dengan benar/lengkap/sempurna.

Surabaya,………………………………..
Evaluator / Observer,

(……………………………………..)

Catatan tambahan untuk perbaikan:

18
CHECKLIST PENILAIAN KETRAMPILAN PSIKIATRI

2. Psikoedukasi
Nama :……………………………………………….
Kelompok :……………………………………………….
No. Mahasiswa :…………………….…………………………

No Aspek yang dinilai Nilai


0 1 2
1. Membina sambung rasa hubungan baik dokter pasien:
a. Menunjukan penampilan sebagai dokter
b. Menunjukan sikap menerima, mempersilahkan duduk, memahami
pasien
c. Menjelaskan tujuan pertemuan, bila diperlukan ulangi tentang
kerahasiaan
d. Bertanya dan menjelaskan dengan bahasa yang baik, mudah difahami
dan suara dan kata yang jelas
2. Menanyakan dengan sopan santun:
- Apakah pasien ingin mengetahui tentang gangguan yang dialaminya?
Bila pasien melantur, langsung pada keluarganya.
- Bila tidak: menanyakan apakah boleh bila dokter menceritakan kepada
keluarganya?
- Bila tidak: tidak dilakukan psikoedukasi, dokter menggugah pasien
untuk pada suatu saat perlu mengetahui gangguannya.
3. Memberikan psikoedukasi dengan menyesuaikan latar belakang budaya
dan pendidikan pasien:
- Nama gangguan yang dialaminya (diagnosis) kalau perlu dengan bahasa
sederhana
4. Memberikan psikoedukasi dengan menyesuaikan latar belakang budaya
dan pendidikan pasien:
- Apa penyebabnya (etiologi): Secara umum ketidakseimbangan zat

19
kimiawi dalam sel saraf/otak
5. Memberikan psikoedukasi dengan menyesuaikan latar belakang budaya
dan pendidikan pasien:
- Bagaimana penanganannya (terapi holistik): farmakologik maupun non-
farmakologik
6. Memberikan psikoedukasi dengan menyesuaikan latar belakang budaya
dan pendidikan pasien:
- Bagaimana mencegah kekambuhan (relaps prevention): mengenali
tanda-tanda awal gangguan (sesuaikan dengan diagnosisnya)
7. Memberikan psikoedukasi dengan menyesuaikan latar belakang budaya
dan pendidikan pasien:
- Perlunya kerjasama dengan dokter untuk monitoring efek samping (side
effect): minum obat dengan teratur dan sesuai anjuran dari dokter
8. Memberikan psikoedukasi dengan menyesuaikan latar belakang budaya
dan pendidikan pasien:
- Apa yang dirasakan dan dialami tidak perlu ragu menceritakan kepada
dokter
9. Memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya dan untuk
mengungkapkan apa yang dirasa belum jelas atau memberi informasi
yang lain
10. Mengakhiri dan menutup wawancara: dengan memberi
sugesti/persuasi/nasihat tentang:
- Gangguan dan pengobatan sesuai
dengan diagnosis kerja
- Rencana berikut: kontrol atau
rujukan
TOTAL SKOR

Keterangan :
0 = tidak dilakukan;
1 = dilakukan tetapi tidak benar/tidak sempurna;

20
2 = dilakukan dengan benar/lengkap/sempurna.

Surabaya,………………………………..
Evaluator / Observer,

(……………………………………..)

Catatan tambahan untuk perbaikan:

21
CHECK LIST PENILAIAN KETRAMPILAN PSIKIATRI

3. Rujukan
Nama :……………………………………………….
Kelompok :……………………………………………….
No. Mahasiswa :…………………….…………………………

No Aspek yang dinilai Nilai


0 1 2
1. Membina sambung rasa hubungan baik dokter pasien:
a. Menunjukan penampilan sebagai dokter
b. Menunjukan sikap menerima, mempersilahkan duduk, memahami
pasien
c. Menjelaskan tujuan pertemuan, bila diperlukan ulangi tentang
kerahasiaan
d. Bertanya dan menjelaskan dengan bahasa yang baik, mudah difahami
dan suara dan kata yang jelas
2. Menjelaskan tujuan untuk dirujuk, antara lain:
- perlu penanganan dari yang lebih mampu/ahlinya
- keterbatasan tempat perawatan dan obat
- meminta pendapat ahli
3. Menjelaskan sebelum dirujuk akan dijelaskan tentang gangguan jiwa
secara singkat: bila pasien melantur, langsung kepada keluarga
a. keluhan yang dirasakan pasien adalah berkaitan dengan terganggunya
kerja saraf otak
b. keluhan tersebut adalah bagian dari gangguan (sesuai dengan diagnosis
pasien)
c. gangguan ini dapat terjadi pada siapa saja, terjadi akibat
ketidakseimbangan dari zat kimiawi (neurotransmiter) di otak. Seperti
sel lain di organ tubuh kita, maka sel saraf kita dapat mengalami
gangguan berupa ketidakseimbangan neurotransmiter.
d. Penyebab gangguan tersebut adalah bio-psiko-sosial-spiritual
e. Gangguan tersebut dapat diobati dan dikontrol
4. Menjelaskan sebelum dirujuk akan dijelaskan tentang gangguan jiwa
secara singkat:
a. Penanganannya dengan diberi obat (farmakologik), selain obat yang
harus diminum teratur sesuai petunjuk dokter.
b. Penanganan non-obat (non-farmakologik) berupa psikoterapi. Jelaskan
tentang berbagai psikoterapi yang dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan kesembuhan pasien
c. Bahwa bila pasien menolak gangguannya, maka akan lebih tidak
nyaman dan akan sunlit sembuh; bila Ada kekhawatiran terhadap

22
stigma
5. Jelaskan alamat tempatnya, nama psikiater dan jam prakteknya diberitahu
kepada pasien, dan kalau perlu sudah diberitahukan dan diintroduksikan
pada psikiater tujuan.
6. Memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya dan untuk
mengungkapkan apa yang dirasa belum jelas atau memberi informasi
yang lain
7. Mengakhiri dan menutup wawancara: dengan memberi
sugesti/persuasi/nasihat tentang:
- Gangguan dan pengobatan sesuai
dengan diagnosis kerja
- Rencana berikut: kontrol dan/atau
kemungkinan rujukan balik
TOTAL SKOR

Keterangan :
0 = tidak dilakukan;
1 = dilakukan tetapi tidak benar/tidak sempurna;
2 = dilakukan dengan benar/lengkap/sempurna.

Surabaya,………………………………..
Evaluator / Observer,

(……………………………………..)

Catatan tambahan untuk perbaikan:

23
Ceklis lengkap untuk anamnesis, diagnosis, penanganan, psikoedukasi dan rujukan.

Nama:_______________________________________________
NIM:________________

No Aspek yang dinilai Nilai


0 1 2
1. Membina sambung rasa hubungan baik dokter pasien:
a. Menunjukan penampilan sebagai dokter, sikap menerima, empati,
mempersilahkan duduk, memperkenalkan diri, minta ijin membuat catatan

b. Menjelaskan tujuan anamnesis, termasuk kerahasiaan

c. Bertanya dengan bahasa yang baik, mudah difahami dan suara dan kata yang
jelas

d. Mengajukan pertanyaan terbuka dan mendengarkan aktif, parafrase dan/atau


reflection feelings, memperhatikan non-verbal dan hening/diam sejenak

2. Menanyakan dengan sopan santun:


Nama dan umur, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan dan status keluarga, bila
diperlukan suku/ras, agama

Menanyakan tentang keluhan utama:


a. Kapan mulai, lama/perjalanannya dan sifat keluhan (terus menerus, hilang
timbul), intensitas, pada kondisi tertentu munculnya

b. Menanyakan keluhan-keluhan lainnya: ditanyakan berdasarkan Review of


system

c. Apakah pernah diobati, nama obat, hasil pengobatan/kesembuhannya. Adakah


alergi atau tidak cocok dengan obat?

d. Pemahaman tentang keluhannya (insight), diri dan kehidupannya, serta


perubahan dalam dirinya

4. Menanyakan riwayat penyakit dahulu:


- kemungkinan pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya, berapa kali
kambuh, pengobatan, nama obat, hasilnya
- penyakit fisik dan psikis lain yang diderita
- riwayat perkembangan bila diperlukan (bila tidak, maka tidak dinilai)

5. Menanyakan penyakit keluarga (faktor keturunan): adakah keluarga yang


menderita sakit yang sama, siapa dan bagaimana gejalanya, pengobatannya dan
kesembuhannya
6. Menanyakan riwayat psikososial: faktor premorbid (sifat pasien) dan faktor stresor

24
psikososial: hal yang menjadi beban sekarang; pekerjaan, kebiasaan merokok,
kopi, drugs dan obat-obatan lain, hobi.

7. Melakukan pemeriksaan fisik internistik dan neurologis: tidak dilakukan tetapi


dinyatakan
Menyatakan perlu pemeriksaan penunjang bila diperlukan

8. Memberi kesimpulan dari hasil pemeriksaan: secara singkat menjelaskan kepada


pasien tentang apa yang dialaminya (bila menyangkut penyakit serius, terminal dan
terkait stigma, ditanyakan apakah pasien ingin mengetahui sakitnya). Bila pasien
melantur, langsung pada keluarganya.
- Bila tidak menghendaki: menanyakan apakah boleh bila dokter menceritakan
kepada keluarganya?
- Bila tidak menghendaki pada keluarga: tidak dilakukan psikoedukasi tentang
diagnosis, tetapi tentang manfaat pengobatan, pemeriksaan penunjang, dll.
dilakukan. Dokter menggugah pasien untuk pada suatu saat perlu mengetahui
gangguannya

9. Psikoedukasi menyesuaikan dengan latar belakang budaya dan pendidikan


pasien/keluarga tentang:
- diagnosis: keluhan yang dirasakan pasien
adalah berkaitan dengan terganggunya kerja saraf otak; keluhan tersebut adalah
bagian dari gangguan (sesuai dengan diagnosis pasien)
- penyebab biopsikososial: gangguan ini
dapat terjadi pada siapa saja, terjadi akibat ketidakseimbangan dari zat kimiawi
(neurotransmiter) di otak. Seperti sel lain di organ tubuh kita, maka sel saraf
kita dapat mengalami gangguan yaitu berupa ketidakseimbangan
neurotransmitter; penyebab gangguan tersebut adalah bio-psiko-sosial-spiritual
(sesuaikan dengan kasus pasiennya)
- berikan pengobatan dan resep sesuai
dengan diagnosis pasien dan penjelasaan tentang penanganan (obat dan non-
obat): gangguan psikiatri dapat ditangani dan dikontrol; dengan obat yang harus
diminum teratur sesuai petunjuk dokter; penanganan non-obat (non-
farmakologik) berupa psikoterapi, berbagai psikoterapi dapat dilakukan untuk
mengoptimalkan kesembuhan pasien, dapat dilakukan oleh dokter yang
berkompetensi; bila pasien menolak gangguannya, maka akan lebih tidak
nyaman dan akan sulit sembuh
- pencegahan kekambuhan dan mengenali
tanda-tanda dini (sesuaikan dengan gejala pasien dan diagnosis kasusnya);
pengurangan kekhawatiran terhadap stigma bila diperlukan
- penjelasan efek samping obat (bila
diperlukan)
- pemeriksaan penunjang (MRI, psikotes,
MMPI, dll.) dilakukan bila diperlukan

10. Memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya dan untuk mengungkapkan apa
yang dirasa belum jelas atau memberi informasi yang lain dan apa yang dirasakan
dan dialami, tidak perlu ragu menceritakan kepada dokter

11. Bila perlu dirujuk, maka menjelaskan tujuan untuk dirujuk, salah satu di bawah ini:

25
- perlu penanganan dari yang lebih berkompeten (untuk obat dan psikoterapi)
- keterbatasan tempat perawatan dan obat
- meminta pendapat ahli
Sebaiknya menjelaskan alamat tempatnya, nama psikiater dan jam prakteknya
diberitahu kepada pasien, dan kalau perlu sudah diberitahukan dan diintroduksikan
pada psikiater/dokter spesialis lain yang dituju.

12. Mengakhiri wawancara dan pemeriksaan:


- Memberi sugesti/persuasi/nasihat tentang
gangguan dan pengobatan sesuai dengan diagnosis kerja
- Mengajak bekerjasama agar didapat
kesembuhan yang lebih optimal
- Memberitahukan rencana berikut: kontrol
dan/atau penerimaan rujukan balik
-
JUMLAH

Keterangan :
0 = tidak dilakukan;
1 = dilakukan tetapi tidak benar/tidak sempurna;
2 = dilakukan dengan benar/lengkap/sempurna.
N/A = not applicable (bila tidak dapat diterapkan penilaian/tidak sesuai dengan skenario)
Surabaya,………………………………..

Evaluator/Observer

(……………………………………..)
Catatan:

26
Contoh Kasus untuk latihan ketrampilan medik psikiatri
Role play untuk anamnesis pemeriksaan, psikoedukasi dan rujukan
1. Pasien wanita, Nn. N, 31 tahun, lulus SMA, belum pernah bekerja, belum menikah,
wajah sesuai usia, rambut hitam sebahu datang diantar orang tuanya dengan keluhan
marah-marah sejak 2 bulan terakhir. Pasien marah-marah hingga merobek kertas
dokter. Ayah pasien menghalangi namun pasien dengan marah mengatakan bahwa
dokternya tidak apa-apa. Di rumah pasien marah-marah tanpa sebab, ingin marah
saja. Pernah mendengar suara-suara di telinga, menyatakan bahwa tetangga jahat.
Pernah bermimpi macam-macam, mimpi buruk, disembelih kakak ipar. Tidak tahu
mengapa mau disembelih. Merasa tetangga bersekongkol dengan kakak ipar untuk
mencelakakan pasien sehingga hingga saat ini pasien belum punya pacar. Bila suara
terdengar malam hari, pasien sulit tidur. Orang tua pasien kewalahan mengatasi
pasien karena bila marahnya sangat sampai membanting pintu dan barang, sehingga
mengganggu tetanggga. Belum pernah berobat. Adik ayah pernah dirawat di RSJ
Menur. Tidak ada sakit fisik, tidak panas, tidak pernah trauma kepala, tidak pernah
kejang. Tidak ada stresor. Tumbuh kembang normal. Premorbid: pendiam, tertutup,
sulit bergaul.
Pemeriksaan Status Internistik dan Neurologi: dalam batas normal.
Untuk skills lab psikoedukasi: edukasi secara umum sesuai dengan diagnosisnya.
Untuk skills lab rujukan: karena gaduh gelisah, memerlukan rawat inap.

Kunci untuk fasilitator:


DD: skizofrenia, skizoafektif, gangguan waham
Dx: skizofrenia paranoid
Tx: risperidon 2 x 2 mg., psikoedukasi dan psikoterapi suportif

2. Pasien wanita, 24 tahun, Nn. S, datang diantar orang tuanya dengan keluhan
mengurung diri dalam kamar, tidak mau keluar rumah. Sejak 3 minggu lalu pasien
merasa kurang semangat, cepat lelah, tidak dapat merasakan gembira dan perasaan
sedih. Hal ini dialami setelah ia diputus oleh pacarnya. Sebelumnya 3 bulan lalu ia
diberhentikan dari pekerjaan yang baru dijalaninya dalam masa percobaan, tidak

27
dilanjutkan lagi. Keluhan lain adalah nafsu makan menurun, sulit tidur dan terbangun
pagi hari, kecemasan menghadapi hari esok dan sulit konsentrasi. Belum pernah
berobat. Tidak ada gejala hipomania, atau mood swing, tingkah laku atau pemikiran
yang aneh. Ada keluhan fisik mudah lelah dan nyeri seluruh tubuh. Tumbuh kembang
normal. Premorbid: periang, cukup terbuka, cukup bergaul, agak perfek dan memilih
teman. Adik dari ibu pernah mengalami gangguan bipolar dan saat ini dalam kondisi
stabil dalam kontrol ke psikiater.
Pemeriksaan Status Internistik dan Neurologi: dalam batas normal.
Untuk skills lab psikoedukasi: edukasi secara umum sesuai dengan diagnosisnya
Untuk skills lab rujukan: karena keterbatasan obat di daerah, maka dirujuk.

Kunci untuk fasilitator:


DD: gangguan depresi, gangguan bipolar
Dx: gangguan depresi
Tx: fluoxetin 20 mg 1-0-0, alprazolam 0,25 mg. 0-0-1, psikoedukasi dan psikoterapi
suportif

3. Pasien laki-laki, 35 tahun, Tn. JS, datang sendiri dengan keluhan sesak nafas sejak 6
bulan lalu. Pasien setiap sesak nafas, diikuti jantung berdebar, keringat dingin, rasa
mau pingsan, jalaran panas di lengan sehingga pasien takut terkena stroke atau
jantung. Pasien sudah kira-kira 10 kali ke UGD. Sesampai di UGD, diperiksa dokter,
cek lab. dan jantung, dinyatakan tidak ada kelainan. Diberi suntikan dan kemudian
mereda, setelahnya pasien pulang. Namun pasien masih khawatir dengan
kesehatannya dan selalu tidak yakin sehingga berpindah-pindah dokter. Pasien
bekerja di perusahaan yang menerima pesanan barang, sehingga pasien sebagai
manajer harus terus mengontrol untuk tepat waktu mengirimkannya. Pasien masih
dapat bekerja walau khawatir terjadi serangan sewaktu-waktu. Masih dapat pergi ke
mall, atau jalan bersama keluarga pada hari minggu. Selalu was-was akan sakitnya
dan terpikir terus. Faktor stresor tidak ada. Faktor penyakit fisik tidak ada. Faktor
premorbid: pencemas, perfek, teliti, detil, pandai, antisipatif. Faktor keturunan tidak

28
didapatkan. Kebiasaan pasien merokok 1 bungkus sehari, minum kopi 2 gelas per
hari. Tidak memakai narkoba ataupun alkohol.
Pemeriksaan Status Internistik dan Neurologi: dalam batas normal.
Untuk skills lab psikoedukasi: edukasi secara umum sesuai dengan diagnosisnya
Untuk skills lab rujukan: karena setelah diberi pengobatan selama 6 bulan,
perbaikan kurang signifikan, maka dirujuk untuk dilakukan terapi tambahan relaksasi.

Kunci untuk fasilitator:


DD: gangguan cemas, gangguan panik, gangguan obsesif
Dx: gangguan panik tanpa agorafobi
Tx: fluoxetin 20 mg. 1-0-0, alprazolam 0,5 mg. ½-½-1, psikoedukasi dan psikoterapi
suportif

4. Tn. A, usia 35 tahun datang dengan keluhan ulu hati sakit. Keluhan ini dialami sejak
4 bulan lalu. Pasien sudah sering bahkan sejak muda sakit ulu hati, diminumi obat
maag yang dibeli bebas. Namun terakhir tidak hilang dan dirasakan keluhannya
bertambah. Akhirnya pasien berobat ke internis dan sudah diendoskopi, dinyatakan
tidak ada kelainan, hanya katanya asam lambung pasien naik. Ada penurunan
semangat dengan sakitnya ini. Saat kecil pasien sering melihat kedua orang tuanya
bertengkar dan ibunya juga sering mengalami sakit lambung. Akhirnya kedua orang
tua bercerai baru saat pasien remaja. Dengan istri pasien juga sering bertengkar. Ibu
pasien baru meninggal 1 tahun lalu. Pasien juga biasa minum kopi secangkir pagi
hari. Tidak merokok, tidak narkoba dan tidak alkohol. Pasien biasa berolahraga tenis,
namun terakhir jarang dilakukan lagi.
Pemeriksaan Status Internistik dan Neurologi: dalam batas normal.
Untuk skills lab psikoedukasi: edukasi secara umum sesuai dengan diagnosisnya

Untuk skills lab rujukan: untuk dilakukan psikoterapi karena ada trauma saat kecil.

Kunci untuk fasilitator:


DD: gangguan cemas, psikosomatik (F54), gangguan somatoform

29
Dx: gangguan psikosomatik/Faktor psikologis dan perilaku yang berhubungan dengan
penyakit YDK (F 54)
Tx: fluoxetin 20 mg. 1-0-0, alprazolam 0,5 mg. 0-0-½, psikoedukasi dan psikoterapi
Untuk lambungnya dapat diberikan obat maag, ranitidin.

5. Tn. MR, usia 55 tahun datang dengan keluhan bicara melantur. Bicara melantur
terjadi setelah ia kejang. Kejang seminggu ini kedua tangan dan kaki bergerak kaku
seperti ayan, lidah tergigit, mata melirik ke atas, kadang ngompol. Setelah kejang
pasien tertidur sebentar dan setelah itu melantur. Sejak 2 hari lalu terus menerus
melantur. Konsentrasi dan pelupa sulit dievaluasi. Beberapa bulan terakhir sering
mengeluh sakit kepala, pasien minum obat sakit kepala yang dibeli bebas dan sudah
enak kembali, namun beberapa saat sakit kembali. Belum pernah ke dokter untuk
sakit kepalanya. Sebelum ini pasien tidak pernah trauma kepala, kejang, panas. Tidak
ada stresor. Premorbid: rajin, supel bergaul, terbuka. Faktor keturunan: tidak
didapatkan.
Pemeriksaan Status Internistik dan Neurologi: dalam batas normal.
Untuk skills lab psikoedukasi: edukasi secara umum sesuai dengan diagnosisnya
Untuk skills lab rujukan: dirujuk untuk mencari kausa organik dan pemeriksaan
lebih lanjut.

Kunci untuk fasilitator:


DD: gangguan psikotik fungsional, gangguan mental organik delirium
Dx: gangguan mental organik delirium
Tx: haloperidol 0,5 mg 1-0-1, difenilhidantoin 100 mg. 1-0-1, psikoedukasi, rujuk
untuk penanganan fisiknya.

- mmm -

30

Anda mungkin juga menyukai