Anda di halaman 1dari 30

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN STATUS PSIKIATRI :

- AUTOANAMNESIS (Tingkat Keterampilan : 4)


- ALLOANAMNESIS DENGAN ANGGOTA KELUARGA/ORANG LAIN YANG
BERMAKNA (Tingkat Keterampilan : 4)
- MEMPEROLEH DATA MENGENAI KELUHAN/MASALAH UTAMA (Tingkat
Keterampilan : 4)
- MENELUSURI RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT SEKARANG DAN
DAHULU (Tingkat Keterampilan : 4)
- MEMPEROLEH DATA BERMAKNA MENGENAI RIWAYAT
PERKEMBANGAN, PENDIDIKAN, PEKERJAAN, PERKAWINAN,
KEHIDUPAN KELUARGA (Tingkat Keterampilan : 4)
- PENILAIAN DESKRIPSI STATUS MENTAL (Tingkat Keterampilan : 4)
- PENILAIAN KESADARAN (Tingkat Keterampilan : 4)
- PENILAIAN PERSEPSI (Tingkat Keterampilan : 4)
- PENILAIAN ORIENTASI (Tingkat Keterampilan : 4)
- PENILAIAN INTELEGENSI SECARA KLINIS (Tingkat Keterampilan : 4)
- PENILAIAN BENTUK DAN ISI PIKIR (Tingkat Keterampilan : 4)
- PENILAIAN MOOD DAN AFEK (Tingkat Keterampilan : 4)
- PENILAIAN MOTORIK (Tingkat Keterampilan : 4)
- PENILAIAN PENGENDALIAN IMPULS (Tingkat Keterampilan : 4)
- PENILAIAN KEMAMPUAN MENILAI REALITAS (JUDGEMENT) (Tingkat
Keterampilan : 4)
- PENILAIAN KEMAMPUAN TILIKAN (INSIGHT) (Tingkat Keterampilan : 4)
- PENILAIAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL (GENERAL ASSESMENT OF
FUNCTIONAL) (Tingkat Keterampilan : 4)
- MELAKUKAN KERJASAMA KONSULTATIF DENGAN TEMAN SEJAWAT
LAINNYA (DILAKUKAN TERINTEGRASI DENGAN MODUL KLINIS
LAINNYA, CONTOK : MODUL GERIATRI) (Tingkat Keterampilan : 4)
- MAMPU MELAKUKAN KUNJUNGAN RUMAH BILA DIPERLUKAN (Tingkat
Keterampilan : 4)
- MENEGAKKAN DIAGNOSIS KERJA BERDASARKAN KRITERIA
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL (Tingkat Keterampilan : 4)
- IDENTIFIKASI MASALAH DI BIDANG FISIK, PSIKOLOGIS, DAN SOSIAL
(Tingkat Keterampilan : 4)
- IDENTIFIKASI KEDARURATAN PSIKIATRIK (Tingkat Keterampilan : 4)
- MEMPERTIMBANGKAN PROGNOSIS (Tingkat Keterampilan : 4)
- MAMPU MENENTUKAN INDIKASI RUJUK (Tingkat Keterampilan : 4)
Komunikasi :

Untuk menjadi seorang dokter yang efektif dalam bidang apapun, seseorang harus memahami
baik ilmu pengetahuan secara teoritis dan seni dari ilmu kedokteran. Dengan segala kemajuan
teknologi dalam bidang kedokteran, perawatan kedokteran yang sukses masih berpatokan pada
hal yang paling dasar dan sederhana, serta mempertahankan hubungan yang baik antara dokter-
pasien.

Populasi pasien psikiatri berbeda dengan yang lainnya karena tidak terasimilasi, tidak mampu
berkomunikasi dengan baik pada sesama, dan kesulitan dalam berbahasa. Pasien-pasien dengan
gangguan kepribadian juga membuat pasien sulit mengerti, menuntut, tidak kooperatif, atau
seperti ingin tenggelam dalam masalahnya sendiri.

- Pasien psikotik :
o Memiliki RTA (reality testing abilities) yaitu kemampuan seseorang memahami
hal bersifat internal dan eksternal yang buruk atau bahkan tidak ada
o Dokter harus lebih fokus dan terstruktur
o Pertanyaan-pertanyaan tertutup lebih baik diajukan
o Pertanyaan pendek lebih mudah diterima oleh pasien
o Komunikasi mungkin kurang dapat berlangsung dengan baik karena terjadi
gangguan pikir, halusinasi, ilusi, delusi, dll
o Terdapat hendaya :
 Hendaya menilai realita yang ada  RTA, dimanifestasikan dengan
tilikan
 Hendaya fungsi mental  gejala positif atau negatif
 Hendaya fungsi keseharian  dimanifestasikan dalam dorongan
instingtual
- Pasien penuh curiga (suspicious patients) :
o Umumnya pada pasien dengan kepribadian paranoid
o Mereka sering salah mempersepsikan kejadian netral sebagai sebuah konspirasi
yang menyerangnya
o Pasien ini cenderung kritis, mengelak, dan cenderung menyalahkan orang lain
atas segala hal buruk yang terjadi pada hidupnya
o Secara ekstrim sulit percaya dan mempertanyakan segala hal yang ditanyakan dan
dilakukan oleh pasien
- Pasien depresi yang berpotensi bunuh diri :
o Kelompok pasien ini sulit berkonsentrasi, berpikir jernih, dan berbicara spontan
o Seluruh pasien harus ditanyakan apakah ada ide bunuh diri
o Menanyakan ide bunuh diri tidak akan meningkatkan risiko terjadinya bunuh diri
o Pertanyaan detail yang spesifik sangat penting untuk pencegahan
- Pasien somatisasi :
o Membuat pasien frustasi (termasuk dokternya)
o Beberapa pasien mengalami dan menjelaskan tekanan emosional dalam istilah
gejala fisik
o Banyak pasien somatisasi hidup dengan ketakutan bahwa gejala yang mereka
alami tidak akan ditangani dengan serius
o Penting untuk memastikan bahwa pada pasien somatisasi gejala fisik yang mereka
alami tidak diremehkan
- Pasien dengan agitasi atau berpotensi menyakiti :
o Beberapa langkah untuk meminimalisir agitasi dan risiko potensial :
 Wawancara harus dilakukan pada lingkungan yang tenang dan tidak
menstimulasi
 Diperlukan ruang yang cukup bagi dokter dan pasien
 Hindari berbagai tingkah yang dapat memancing seperti berdiri atau
mencoba menyentuh pasien
- Pasien seduktif :
o Terlihat dari pakaian, tingkah laku, dan cara bicara pasien
o Ketika perilaku terlihat ringan dan indirek, lebih baik untuk menyampingkannya
o Hindari faktor-faktor pencetus perilaku seduktif

Modul wawancara psikiatri merupakan modul kemampuan wawancara, baik kemampuan


autoanamnesa dan/atau heteroanamnesa, serta kemampuan wawancara yang berorientasi gejala
(symptoms oriented interview) serta diusahakan terdapat kemampuan memahami dasar
psikodinamika (insight oriented overview).

Keterampilan wawancara merupakan keterampilan dan kemampuan yang sangat penting di


bidang psikiatri karena diagnosis gangguan jiwa hampir 100% ditegakkan hanya dengan
wawancara. Kemampuan wawancara psikiatri terdiri dari kemampuan wawancara medis umum
dan wawancara khusus psikiatri (psychiatric history taking).

Tujuan :

- Mampu berkomunikasi, bertanya, mendengarkan, serta memperhatikan pasien dan/atau


keluarga maupun pengantar lainnya  autoanamnesa dan alloanamnesa
- Mampu menggali keluhan utama
- Mampu menggali riwayat penyakit sekarang maupun terdahulu dengan memunculkan
gejala atau gangguan fungsi-fungsi mental sesuai dengan keperluan pengisian status
psikiatri
- Mampu mencari kaitan setiap gejala yang muncul dengan peristiwa dalam kehidupan
pasien  relevansi sebagai masalah atau stressor psikososial
- Mampu menggali apakah terdapat faktor keturunan pada gangguan yang dialami pasien
- Mampu menggali riwayat pirbadi pasien dari masa prenatal hingga dewasa.

Hal penting sebelum memulai wawancara psikiatri adalah tempat duduk diatur dengan
memperhatikan suasana terapeutik dan proses wawancara dilakukan dengan tatap muka atau
saling bersisian. Dokter melakukan hal-hal berikut :

 Mempersilahkan pasien dan pengantarnya untuk duduk


 Memberikan salam
 Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan wawancara
 Menjaga ketenangan pasien
 Menunjukkan rasa empati, jadi pendengar yang baik dengan tidak terlalu sering menyela
serta menyimpulkan terlebih dahulu
 Menanyakan atau menyapa pasien terlebih dahulu sebelum pengantarnya
 Meyakinkan pasien bahwa kerahasiaan yang disampaikannya selama wawancara akan
dijaga
 Membina hubungan baik dengan pasien (building rapport)
 Melakukan wawancara dan tatalaksana pemeriksaan psikiatri dengan sistem holistik,
mengenal gejala psikopatologi dan membuat rancangan diagnosa gangguan jiwa
 Ajukan pertanyaan yang dapat dipahami oleh pasien  pertanyaan terbuka terlebih
dahulu, pertanyaan tertutup hanya untuk menegaskan
 Sebaiknya dokter tidak melakukan hal-hal berikut :
o Mengatakan keprihatinan yang berlebih
o Mengkritik pasien
o Membangkitkan harapan yang berlebihan
o Menakuti pasien
o Berdebat dengan pasien
o Menyalahkan pasien tentang kegagalan
o Terlalu menunjukkan keluhan
o Memulai secara moralitas
o Membebankan kepada pasien tentang keluhan yang dialami sendiri oleh dokter
o Menggunakan diri sendiri sebagai contoh
o Mengucapkan kata ‘pasti’ atau ‘tentu’
o Menyalahkan pasien
o Membuat pasien merasa malu
 Seluruh hasil yang diperoleh saat wawancara dan pengamatan dilakukan pencatatan 
sedikit mencatat, banyak mendengarkan dan memperhatikan.

Prinsip wawancara atau pemeriksaan pada psikiatri adalah sebagai dasar untuk diagnosis dan
berujung sebagai dasar dalam penentuan modalitas terapi.

Catatan khusus pada pasien psikiatri dengan gaduh gelisah dan pasien yang berbicara ngelantur :

a Pasien gaduh gelisah :


a. Dokter harus tenang, tidak boleh gelisah
b. Dibantu oleh pihak perawat/keamanan
c. Tetap waspada dan jaga jarak karena kemungkinan pasien memukul
d. Dokter duduk di dekat pintu sehingga apabila terjadi sesuatu bisa keluar cepat
e. Tenangkan pasien dan pengantar/keluarganya
f. Kalau perlu dilakukan fiksasi:
i. Dengan mengikat kedua tangan dan kakinya ketempat tidur
ii. Fiksasi kimia dengan injeksi antipsikotik
iii. Fiksasi harus seijin pasien/keluarga
g. Bila pasiennya meludah – ludah, tutup mulutnya dengan handuk
h. Selanjutnya dilakukan wawancara dan pemeriksaan yang diperlukan
b Pasien bicara ngelantur :
a. Makin ngelantur, makin jelas gangguannya
b. Laksanakan wawancara dan pemeriksaan
c. Dokter harus tetap tenang, penuh perhatian
d. Sedikit mencatat, lebih banyak mengingat
e. Jangan terlalu sering interupsi
f. Sulit mendapatkan informasi kronologis dan sistematis riwayat penyakitnya, perlu
heteroanamnesa

Wawancara atau anamnesis khusus psikiatri terdiri dari :

1. Identifikasi pasien
a. Identitas pasien :
i. Nama
ii. Umur
iii. Alamat
iv. Pendidikan
v. Status pernikahan
vi. Jenis kelamin
vii. Pekerjaan
viii. Kewarganegaraan
ix. Agama
x. dsb
b. Riwayat masuk rumah sakit sebelumnya
c. Identitas keluarga, suami/istri, atau orang lain yang tinggal bersama pasien
d. Catatan : pertanyaan langsung ditujukan untuk mengidentifikasi data, sehingga
mintalah jawaban yang bersifat spesifik
2. Keluhan utama
a. Alasan utama pasien mencari psikiater
b. Lebih baik apabila dijabarkan dengan menggunakan kata-kata pasien sendiri
c. Jika alasan kedatangan bukan karena kemauan pasien sendiri, maka catatlah siapa
orang yang memberi informasi mengenai keluhan utama pasien tersebut
d. Catatan : catatlah kata per kata, keluhan yang aneh akan menunjukkan suatu
gejala psikotik tertentu
e. Riwayat penyakit sekarang dijabarkan menjadi :
i. Kronologis penyakit
ii. Kondisi kehidupan pasien saat onset penyakit
iii. Kepribadian pre-morbid  cari hubungan penyakit tersebut terhadap
perubahan kepribadian ataupun pekerjaan pasien
iv. Tanda dan gejala
v. Derajat kecemasan
vi. Faktor modifikasi
vii. Obat atau aktivitas yang dapat mengurangkan gejala
3. Riwayat gangguan sekarang
a. Autoanamnesis
i. Lengkapi wawancara untuk memenuhi diagnosis multiaksial dan bio-
psiko-sosio-kultur pasien :
1. Biologis : perkembangan/penyakit/trauma dari kandungan hingga
dewasa atau genetik
2. Psikologik : pola asuh, kepribadian premorbid, mekanis
pertahanan, fase-fase perkembangan yang terfiksasi
3. Sosial : stressor atau masalah kehidupan
4. Kultur : pengaruh norma dan budaya setempat
b. Alloanamnesis
i. Catat informasi diperoleh dari siapa
ii. Menguatkan apa yang dikatakan pasien
iii. Melengkapi data-data yang belum didapat atau belum jelas
iv. Misal :
1. Mencari kepribadian pasien
2. Memastikan apakah yang diungkapkan pasien benar atau tidak
4. Riwayat penyakit terdahulu  medis dan psikiatri
a. Gangguan emosional atau mental
i. Lama perawatan
ii. Tipe perawatan
iii. Nama rumah sakit
iv. Efek perawatan
b. Gangguan psikosomatis, misalnya : hay fever, arthritis, collitis, chronic fatigue,
flu berulang, penyakit kulit
c. Kondisi medis, misalnya : penyakit menular seksual, penyalahgunaan alkohol
atau obat, risiko tinggi AIDS
d. Gangguan neurologi, misalnya : nyeri kepala, trauma kranioserebral, penurunan
kesadaran, kejang, tumor
5. Riwayat pengobatan
6. Riwayat penggunaan zat psikoaktif/NAPZA
7. Riwayat keluarga
a. Diperoleh dari pasien atau keluarga pasien
b. Identifikasi anggota keluarga pasien :
i. Identitas anggota keluarga
ii. Suku
iii. Kewarganegaraan
iv. Agama
v. Hubungan dengan pasien
vi. Deskripsi kepribadian anggota keluarga pasien
vii. Pendapatan keluarga
viii. Model pengasuhan anak dalam keluarga
c. Tempat tinggal atau komunitas di sekitar lingkungan pasien
8. Riwayat kehidupan pribadi
a. Riwayat prenatal dan perinatal
b. Riwayat masa anak-anak (0 sampai 3 tahun)
i. Riwayat pre-natal, kehamilan, dan persalinan
ii. Kebiasaan makan
iii. Perkembangan awal
iv. Toilet training
v. Gejala masalah perilaku (ex : menghisap ibu jari, temper-trantums,
menggigit kuku)
vi. Kepribadian dan temperamen saat masa anak-anak
c. Riwayat masa anak pertengahan (3 sampai 11 tahun)
i. Riwayat saat awal sekolah  perasaan saat akan masuk ke sekolah
ii. Penyesuaian awal
iii. Identifikasi jenis kelamin
iv. Perkembangan mental
v. Sikap saat harus menerima sanksi
vi. Hubungan sosial
vii. Perilaku kepada saudara kandung dan teman bermain
d. Riwayat masa anak lanjut (pre-pubertas sampai remaja)
i. Hubungan pertemanan
ii. Riwayat sekolah
iii. Perkembangan kognitif dan motorik
iv. Masalah emosi dan fisik khusus
v. Riwayat psikoseksual
vi. Latar belakang agama atau spiritual
e. Riwayat dewasa
i. Riwayat pekerjaan
ii. Riwayat perkawinan
iii. Agama
iv. Aktivitas sosial
v. Riwayat psikoseksual
vi. Riwayat hukum

Pemeriksaan status mental/status psikiatri terdiri dari :

dr Jackson (Chief PPDS) : kesan umum  kesadaran  mood/afek  proses pikir (bentuk,
arus, isi)  persepsi  dorongan instingtual (insomnia (sulit memulai tidur (early type), sulit
melanjutkan tidur (late type), sulit mulai dan melanjutkan (mixed type)), hipobulia (perawatan
diri), raptus (marah))  psikomotor (meningkat, menurun, normal)

Berdasarkan form status psikiatri di RSUP Sanglah sbb :

a Deskripsi umum
a. Penampilan
i. Deskripsi tentang penampilan dan perilaku pasien
ii. Amati wajah, apakah sesuai dengan usia, kontak mata, cara berpakaian,
rambut, badan bau, cara duduk, sikap dan perilaku terhadap pemeriksa
iii. Evaluasi kontak verbal dan nonverbal :
1. Verbal : lancar, tidak lancar, relevan, irrelevan
2. Non-verbal : tulis, gambar, anggukan (perjanjian dahulu)
iv. Ex : kooperatif, penuh perhatian, terbuka, tertutup, bermusuhan, postur
tubuh, pakaian, perawatan diri, rambut, kuku, kelihatan sakit atau marah,
tangan lembab.
b. Perilaku dan aktivitas motorik (psikomotor : gerakan tubuh yang dipengaruhi oleh
keadaan jiwa)
i. Ekopraksia : peniruan gerakan orang lain yang patologis
ii. Katatonia : kelainan motorik dalam gangguan non-organik
1. Katalepsi : suatu posisi yang tidak bergerak yang dipertahankan
terus menerus
2. Stupor katatonik : penurunan aktivitas motorik yang nyata
seringkali tidak menyadari lingkungan sekitar
3. Rigiditas katatonik : penerimaan postur kaku dan disadari,
menentang usaha untuk digerakkan
4. Posturing katatonik : tubuh kaku, khas pada skizofrenia katatonik
5. Fleksibilitas cerea/tubuh lilin : saat digerakkan oleh pemeriksa
tubuh pasien mengikuti gerakan pemeriksa
6. Akinesia : berkurangnya pergerakan fisik
iii. Ekolalia : peniruan kata-kata yang diucapkan orang lain
iv. Negativisme : saat digerakkan oleh pemeriksa,melawan gerakan
pemeriksa
v. Stereotipi : gerakan salah satu anggota badan yang berulang kali,
terfiksasi, dan tidak bertujuan
vi. Mannerism : pergerakan yang stereotipi dan teatral seperti sedang bermain
sandiwara; pergerakan tidak disadari yang mendarah daging dan menjadi
kebiasaan
vii. Diskinesia : kesulitan untuk melakukan suatu gerakan involunter; terdapat
pada gangguan ekstrapiramidal
viii. Hipoaktivitas/hipokinesia : penurunan aktivitas motorik dan kognitif,
seperti pada retardasi psikomotor; perlambatan pikiran, pembicaraan, dan
pergerakan yang dapat dilihat
ix. Mimikri : aktivitas motorik tiruan dan sederhana pada anak-anak
x. Agresi : tindakan yang kuat dan diarahkan bertujuan yang mungkin verbal
atau fisik; bagian motorik dari afek kekerasan, kemarahan atau
permusuhan
xi. Otomatisme : berbuat sesuatu secara otomatis sebagai ekspresi simbolik
aktivitas tidak sadar
xii. Mutisme : tidak bersuara tanpa kelainan struktural
xiii. Grimas : mimik yang aneh dan berulang-ulang
xiv. Katapleksia : tonus otot menghilang dengan mendadak dan sejenak, juga
timbul kelemahan umum dengan atau tanpa penunan kesadaran yang dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan emosi
xv. Verbigerasi : berulang kali mengucapkan kata yang sama
xvi. Bradikinesia : perlambatan aktivitas motorik disertai dengan suatu
penurunan gerakan spontan yang normal
xvii. Chorea : pergerakan yang cepat, tersentak-sentak dan tidak bertujuan yang
terjadi secara serampangan dan dengan sendirinya/tanpa sengaja
xviii. Kompulsi : suatu dorongan mendesak yang berkali-kali agar berbuat
sesuatu yang bertentangan dengan keinginannya, umumnya disebabkan
oleh fobia atau obsesi, antara lain :
1. Dipsomania : dorongan minum air
2. Egomania : preokupasi terhadap diri sendiri
3. Erotomania : preokupasi terhadap hal-hal seksual
4. Kleptomania : dorongan agar mencuru
5. Megalomania : dorongan mencari kekuasaan
6. Monomania : preokupasi pada sebuah objek
7. Nimfomania : dorongan bersenggama pada wanita
8. Saitriasis : dorongan bersenggama pada pria
9. Trikhotilomania : dorongan mencabut rambut
10. Ritualistik : dorongan bertingkah laku upacara
xix. Overaktivitas :
1. Agitasi psikomotor : overaktivitas motorik dan kognitif yang
berlebihan, biasanya tidak produktif dan sebagai respon dari
ketegangan
2. Hiperaktivitas : kegelisahan, agresif, aktivitas destruktif seringkali
berkaitan dengan patologi otak yang mendasarinya
3. Tic : gerakan motorik yang spasmodik dan tidak disadari
4. Akathisia : perasaan subjektif tentang ketegangan motorik
sekunder akibat medikasi antipsikotik atau lainnya yang
menyebabkan kegelisahan, melangkah bolak-balik, duduk dan
berdiri berulang-ulang
c. Sikap terhadap pemeriksa
b Pembicaraan
a. Ex : cepat, lambat, dengan penekanan, terburu-buru, monoton, nyaring, berbisik,
bergumam
c Keadaan mood dan afek
a. Mood/suasana perasaan : suasanan perasaan yang menetap dan meresap serta
mewarnai persepsi seseorang terhadap dunia  dirasakan atau disampaikan oleh
pasien
i. Trik cepat menghapal macam-macam mood :
1. Mood normal : eutimik
2. Mood meningkat :
a. Senang
i. Hipertimik : senang dengan kadar sedikit di atas
eutimik, tanpa perlakuan atau tindakan tertentu (ex :
senang lulus ujian)
ii. Euforia : rasa senang berlebih karena kesejahteraan
yang berlebih (ex : selebrasi saat nonton bola di
stadion)
iii. Ekstasia : senang akibat drug abuse jenis ekstasi
iv. Elasi : senang dengan kecenderungan peningkatan
verbal  dikaitkan dengan gangguan bipolar tipe
manik
b. Marah
i. Iritabel  muncul akibat rangsangan; suasana
perasaan yang sensitif, mudah tersinggung
ii. Labil  tidak perlu ada rangsangan; suasana
perasaan berubah-ubah (sedih, cemas, marah, atau
eforia muncul secara bergantian dan tidak terduga),
dapat ditemukan pada gangguan psikosis akut
3. Mood menurun :
a. Hipotimik : sedih dengan kadar sedikit di bawah eutimik,
secara subjektif mengeluh sedih dan hilang semangat
sedangkan objektif tampak sikap murung dan perilaku
lamban
b. Disforik : perasaan jenuh, bosan, jengkel, tidak nyaman
atau tidak menyenangkan
c. Depresif : suasana perasaan sedih; identik dengan tanda
koma (alis, pojok mata, sudut bibir membentuk koma)
d. Cemas
e. Anhedonia : merasa tidak berharga berada di dunia
f. Kosong : kehidupan emosi yang sangat dangkal, nyaris
kehilangan keterlibatan emosi dengan kehidupan sekitar,
biasanya terlihat pada pasien dengan skizofrenia kronis
4. Aleksitimia : tidak dapat mengungkapkan perasaan dan emosinya,
sering disebut dengan kedangkalan emosi
ii. Dimensi penilaian mood :
1. Kualitas
2. Stabilitas/fluktuasi
3. Intensitas
b. Afek/ekspresi afek : ekspresi emosi atau mood seseorang yang dapat diamati
pemeriksa  dinilai oleh pemeriksa
i. Luas : afek pada rentang normal, dimana emosi luas dan beragam (baik
dalam ekspresi wajah, irama suara, dan gerakan tubuh) yang serasi dengan
suasanya yang dihayatinya
ii. Menyempit : ekspresi emosi yang terbatas, intensitas dan keluasan
ekspresi emosi berkurang, terlihat dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh
yang kurang bervariasi
iii. Menumpul : penurunan serius dalam kemampuan ekspresi emosi yang
tampak dari tatapan mata kosong, irama suara monoton, bahasa tubuh
sangat kurang
iv. Mendatar : kehilangan kemampuan ekspresi emosi, lebih berat
dibandingkan afek menumpul, tampak dari ekspresi wajah datar,
pandangan mata kosong, sikap tubuh kaku, gerakan sangat minimal, dan
irama suara datar seperti ‘robot’
v. Labil : perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba-tiba
c. Keserasian antara respons emosional dengan topik pembicaraan
i. Serasi antara mood dan afek  appropriate
ii. Tidak serasi antara mood dan afek  inappropriate
iii. Penurunan ekspresi emosi (ex : tatapan mata kosong, suara monoton) 
afek tumpul
iv. Hilangnya ekspresi emosi yang lebih parah dari afek tumpul (ex : mata
kosong, gerakan minimal, suara datar seperti robot)  afek datar
v. Ekspresi emosi terbatas dan bahasa tubuh kurang bervariasi)  afek
menyempit
d Proses berpikir
Proses berpikir meliputi pertimbangan, pemahaman, ingatan, dan penalaran.
a. Bentuk pikir
i. Suatu aspek pikiran yang menunjuk pada bentuk atau kerangka
pengutaraan serangkaian isi pikiran
ii. Cara dimana seseorang menyatukan gagasan dan asosiasi yaitu bentuk
dimana seseorang berpikir
iii. Terdiri dari :
1. Logis-realis
2. Logis-non realis  bentuk pikiran non-realis artinya bentuk
pikiran yang sama sekali tidak berdasar kenyataan atau seperti
mengambil suatu kesimpulan yang aneh dan tidak masuk akal
3. Non logis-non realis
4. Autistik : hidup dalam dunianya sendiri  identik dengan pasien
skizofrenia hebefrenik
iv. Produktivitas : banyak atau kurangnya ide yang dimiliki, loncat ide, cepat-
lambat pemikiran
v. Kesinambungan pikiran : apakah pasien menjawab pertanyaan dengan
benar dan sesuai, relevan atau tidak, asosiasi longgar, kurangnya
hubungan sebab-akibat, tidak logis, tangensial dan sirkumstansial
vi. Gangguan bahasa : menggambarkan suatu gangguan mental (ex :
koherensi, asosiasi longgar, neologisme, salah pemilihan kata)
b. Arus pikir
i. Cara dan laju proses asosiasi dalam pemikiran
ii. Jenis-jenis arus pikir :
1. Koheren : ‘ngomong nyambung’
2. Inkoheren : ‘ngomong tidak nyambung’; pikiran yang secara
umum tidak dapat dipahami, pikiran atau kata-kata tanpa hubungan
logis maupun tidak sesuai tata bahasa mengakibatkan disorganisasi
a. Contoh :
D: "Bapak sudah mandi?"
P: "Malam, ayam, pergi, cari, uang, dok."
3. Irrelevan : jawaban yang tidak selaras dengan pertanyaan yang
diajukan
a. Contoh :
D:”Sekarang ada dimana pak?”
P:“Dihatimu dong, cepatlah datang!”
4. Sirkumstansial : ‘ngomong muter-muter baru sampai ke ide
pembicaraannya’
a. Contoh :
D: "Bapak kenapa sering ganggu anak-anak?"
P: (agak panjang..) "Saya kan tinggal dengan kakak, dok.
Saya kan kalau pagi kerja sampai jam 10, terus saya pulang
naik motor teman saya pinjam. Terus rusak, saya dimarahin
kakak saya, dok. Saya kesal. Saya keluar rumah di luar
banyak anak-anak. Saya main dengan mereka lalu ditimpuk
sama mereka. Jadi saya ledekin aja mereka.
5. Tangensial : ‘ngomong muter-muter ndak sampai ke ide
pembicaraannya’
a. Contoh :
D: “Bapak sedang apa?”
P: “saya tadi pagi nonton berita, saya belum makan, saya
lihat pesawat lewat, kemudian saya mau beli jeruk.”
6. Logore : ‘banyak ngomong, dihentikan tetap ga berhenti-henti’,
kata-kata yang dikeluarkan bertubi-tubi tanpa kontrol (koheren
atau inkoheren)
7. Miskin bicara : ‘sedikit bicara’
8. Blocking : ‘ngomong sebentar, lalu berhenti terus’, pasien tidak
bisa menjelaskan mengapa berhenti; interupsi tiba-tiba di arus pikir
sebelum ide atau pikiran selesai diungkapkan
a. Contoh :
D: "Bapak semalam bisa tidur?"
P: "Banyak yang ganggu dok ......... sabar dok. Saya............
(diam).
9. Mutisme : ‘tidak ngomong sama sekali dari awal’
10. Asosiasi longgar : ‘ide bicara sampai tapi berpindah ke ide lain
yang tidak berhubungan’, namun ide yang disampaikan lengkap,
misal : saya mau makan, semua orang bisa berjalan
a. Contoh :
D: "Bapak kenapa bisa dirawat di RS ini?"
P: "Saya mah Bu orang baik, taat kepada Allah. Saya ingin
pergi keliling dunia. Mau beli TV dan rumah. Saya juga
mau kawin sama Dewi bu, Dewi cantik."
11. Flight of ideas : ‘ide bicara belum lengkap tapi berpindah ke ide
lain yang tidak berhubungan’, ide yang disampaikan tidak lengkap;
permainan kata-kata atau verbalisasi kontinu dan cepat yang
menghasilkan perpindahan konstan dari satu ide ke ide yang lain
a. Contoh :
D: "Bapak rumahnya dimana?"
P: "Di Cikoneng dok, jauh rumahnya dok. Kalau dokter
main ke sana saya terkenal dok di Cikoneng. Ada Pak RT
yang baik sama saya, dok. Kasih kerja saya dok. Dok harga
DVD berapa ya? Saya mau beli dok. Biar bisa nonton film.
Dok senang nonton? Di Cikoneng semua senang nonton
dok. Dok nanti ke Cikoneng ya!"
12. Verbigerasi : pengulangan kata terus-menerus
a. Contoh :
D: Bapak kalau di rumah ngapain aja?"
P: DVD film, DVD film, DVD film."
13. Perseverasi : pengulangan kalimat, berulang-ulang menceritakan
suatu ide, pikiran atau tema secara berlebihan, misal : nanti besok
saya pulang, ya saya sudah kangen rumah, besok saya sudah
berada di rumah satu hari lagi saya nanti sudah tidur di rumah,
sudah makan enak di rumah sendiri
a. Contoh :
D: "Bapak, nama saya siapa?"
P: "Sherly."
D: "Kalau yang pakai kerudung putih itu siapa?"
P: "Sherly."
D: "Kalau yang baju merah itu Namanya siapa?"
P: "Sherly.”
14. Neologisme : membuat singkatan-singkatan atau kata-kata yang
tidak lazim, misal : saya radiltu semua petilmun
a. Contoh :
D: "Bapak tadi malam bisa tidur?"
P: "Ngasa, dok."
D: "Ngasa itu apa, Pak?"
P: "Nggak bisa, dok (sambil tertawa)."
15. Ekolalia : latah; pengulangan kata atau kalimat yang diucapkan
seseorang yang bersifat psikopatologis, cenderung berulang dan
persisten, dapat diucapkan dengan intonasi mengejek atau terputus-
putus
a. Contoh :
D: “Apa ibu mau minum jus?”
P: “Mau minum jus?”
16. Koprolalia : secara kompulsif mengeluarkan kata-kata kotor
17. Konvabulasi : mengisi kekosongan pikiran dengan cerita yang
tidak benar, pada demensia
18. Clang assosciation (asosiasi bunyi) : mengucapkan perkataan yang
mempunyai persamaan bunyi; asosiasi kata-kata yang mirip
bunyinya namun beda maknanya; kata-kata yang tidak memiliki
hubungan yang logis, sajak, dan permainan kata dapat
mendominasi perilaku verbal
a. Contoh :
D: "Bapak, sekarang hari apa ya?"
P: "Jalan-jalan naik ojek, sabar jek, hahaha..."
19. Afasia : sensorik (sulit mengerti bicara orang lain) atau motorik
(tidak dapat atau sukar bicara)
20. Word salad : pencampuran kata-kata atau frasa yang inkoheren
a. Contoh :
D: "Bapak tinggal di mana, Pak?"
P: "Cing cangkeling, welcome dok, bosan pisan abdi."
21. Derailment (keluar dari jalur) : penyimpangan yang mendadak
dalam pikiran tanpa penghambatan (blocking) kadang-kadang
digunakan bersamaan dengan asosiasi longgar
a. Contoh :
D : Apa yang membawa anda ke sini?
P : Saya punya pendapat ini dengan tetangga saya dan
mereka memulai untuk .....(diam) Seharusnya tidak ada
seorangpun yang mendukung orang itu.
c. Isi pikir
i. Apa yang sesungguhnya dipikirkan oleh seseorang
ii. Terdiri dari :
1. Waham : keyakinan salah yang diyakini kebenarannya dan tidak
terbantahkan
a. Waham bizzare : aneh  ex : menanamkan elektroda di
otak
b. Waham sistematis : keyakinan tergabung pada satu tema 
ex : orang dikejar-kejar polisi
c. Waham nihilistik : keyakinan bahwa diri dan lingkungan
akan kiamat
d. Waham somatik : keyakinan keliru yang melibatkan fungsi
tubuh  ex : otak meleleh
e. Waham paranoid : termasuk dalam waham kebesaran,
kejaran (persekutorik), rujukan (reference), dan kendali;
keyakinan bahwa orang di sekitarnya tidak bisa dipercaya
dan berniat jahat kepada dirinya
f. Waham cemburu : cemburu yang bersifat patologis tantang
pasangan yang tidak setia; keyakinan bahwa pasangan
hidupnya tidak setia
g. Waham erotomania : keyakinan bahwa terdapat seseorang
yang sangat mencintainya (pada wanita)
h. Waham kebesaran : keyakinan bahwa dirinya sangat kuat,
sangat berkuasa, atau sangat besar.
i. Waham kejar/persekutorik : keyakinan bahwa dirinya
sebagai korban dari usaha melukai atau
menghancurkannya, biasanya berupa komplotan yang
dikhayalkan. Keyakinan bahwa dirinya atau orang dekatnya
dikejar-kejar, diserang, dilecehkan, ditipu atau dimusuhi.
j. Waham rujukan (delusion of reference) : tingkah laku
orang memfitnah atau membahayakan dirinya
k. Waham dikendalikan : keyakinan keliru bahwa keinginan,
pikiran, atau perasaannya dikendalikan oleh kekuatan dari
luar
i. Thought withdrawal : pikiran ditarik
1. Contoh : “suatu malam, terjadi angin besar
yang memompa dan menarik seluruh pikiran
saya keluar dari kepala saya”
ii. Thought insertion : pikiran disisipi
1. Contoh : “Tn.X di TV menggunakan kepala
saya untuk berpikir”
iii. Thought broadcasting : pikiran diketahui orang lain
1. Contoh : “kepala saya seperti radio yang
dapat menyiarkan isi pikir saya pada semua
orang, sehingga dapat didengar”
iv. Thought control : pikiran dikendalikan orang lain
2. Ide : keyakinan salah yang diyakini kebenarannya namun masih
dapat terbantahkan; setelah diyakinkan pasien tidak melawan dan
tidak berargumen
3. Pre-okupasi : isi pikir yang terpaku pada suatu gagasan, dipikirkan
terus-menerus namun tidak menetap, misal : preokupasi bunuh diri
4. Obsesi : isi pikir yang tidak diinginkan tetapi tidak bisa
dikendalikan, isi pikir yang menetap dan tidak dapat dihilangkan
dari kesadaran dengan usaha yang logis
5. Fobia : rasa takut yang irasional terhadap suatu benda atau keadaan
yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan oleh pasien walaupun
pasien tahu bahwa hal tersebut irasional
a. Agorafobia : fobia terhadap ruang yang luas
b. Ailurofobia : fobia terhadap kucing
c. Akrofobia : fobia terhadap tempat yang tinggi
d. Algofobi : fobia terhadap perasaan nyeri
e. Astrafobi : fobia terhadap badai, guntur, kilar
f. Bakteriofobi : fobia terhadap kuman
g. Hematofobi : fobia terhadap darah
h. Klaustrofobi : fobia terhadap ruang yang tertutup
i. Misofobi : fobia terhadap kotoran
j. Monofobi : fobia terhadap kesendirian
k. Niktofobi : fobia terhadap gelap
l. Okholofobi : fobia terhadap keadaan ramai dengan banyak
orang
m. Panfobi : fobia terhadap segala sesuatu
n. Xenofobi : fobia terhadap orang asing
o. Zoofobi : fobia terhadap binatang
e Gangguan persepsi (pencerapan)
Persepsi adalah impuls atau rangsangan dari luar yang diterjemahkan oleh personal
menurut definisi psikologisnya.
a. Halusinasi dan ilusi
i. Halusinasi : gangguan persepsi dimana objek tidak ada tetapi seolah-olah
ada
1. Jenis-jenis :  sesuai jumlah panca indra
a. Halusinasi visual : seolah-olah dilihat
i. Cara bertanya :
1. Apakah anda melihat bayangan-bayangan
yang tampaknya tidak dapat dilihat oleh
orang lain?
2. Kapan anda melihat bayangan tersebut?
3. Seberapa sering anda melihat bayangan
tersebut?
4. Pada situasi apa anda melihat bayangan
tersebut?
5. Apa yang sudah anda lakukan ketika melihat
bayangan tersebut?
6. Bagaimana perasaan anda melihat bayangan
tersebut?
ii. Observasi pemeriksa :
1. Menunjuk ke arah tertentu
2. Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
b. Halusinasi auditorik : seolah-olah didengar
i. Cara bertanya :
1. Apakah anda mendengar
a. Suara-suara atau kegaduhan yang
tidak dapat didengar oleh orang lain?
b. Suara yang mengajak bercakap-
cakap?
c. Suara yang menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya?
2. Kapan anda mendengar suara-suara
tersebut?
3. Pada situasi apa anda mendengar suara
tersebut?
4. Bagaimana perasaan anda ketika mendengar
suara tersebut?
5. Seberapa sering anda mendengar suara
tersebut?
ii. Observasi pemeriksa :
1. Memiringkan atau mengarahkan telinga ke
arah tertentu atau menutup telinga
2. Marah-marah tanpa sebab
3. Pasien tampak bicara atau tertawa sendiri
c. Halusinasi taktil : seolah-olah dirasa di kulit
i. Cara bertanya :
1. Apakah anda merasakan sesuatu yang
menjalar di tubuh?
2. Kapan anda merasakan sesuatu yang
menjalar di tubuh tersebut?
3. Pada situasi apa anda merasakan sesuatu
yang menjalar di tubuh?
ii. Observasi pemeriksa :
1. Sering meludah
2. Muntah
3. Menggaruk permukaan kulit
d. Halusinasi olfaktori : seolah-olah dibaui
i. Cara bertanya :
1. Apakah anda mencium bau tertentu yang
menjijikkan?
2. Kapan anda mencium bau tersebut?
3. Pada situasi apa anda mencium bau
tersebut?
ii. Observasi pemeriksa :
1. Menghidu seperti sedang membaui bau-
bauan tertentu
2. Menutup hidung
e. Halusinasi gustatorik : seolah-olah dikecap di lidah
i. Cara bertanya :
1. Apakah anda merasakan rasa yang aneh
ii. Observasi pemeriksa :
1. Sering meludah
2. Muntah
f. Halusinasi somatik : sensasi yang keliru tentang sesuatu
yang terjadi pada atau di dalam tubuhnya, lebih sering
menyangkut organ dalam
g. Halusinasi liliput : persepsi yang keliru dimana objek
terlihat lebih kecil
2. Halusinasi tidak selalu bersifat patologis, ada yang terjadi secara
normal, umumnya terjadi saat bangun tidur (halusinasi
hipnapompik) dan mau tidur (halusinasi hipnagogik)
ii. Ilusi : persepsi yang keliru dengan adanya stimulus atau objek
1. Sesuai panca indra, sama seperti halusinasi
2. Contoh :
a. Sewaktu kita berkendara dan melihat benda-benda
bergerak.
b. Pepohonan atau tetumbuhan di tepi jalan sepertinya
bergerak menjauh atau mendekat
b. Depersonalisasi atau derealisasi
i. Depersonalisasi : perasaan terpisah dengan diri sendiri atau lingkungan
atau merasa dirinya asing
ii. Derealisasi : perasaan subjektif bahwa lingkungan menjadi asing
iii. Cara bertanya :
1. Apakah ada perasaan yang sangat berbeda terhadap diri dan
lingkungan yang anda rasakan?
f Dorongan instingtual
a. Insomnia :
i. Sulit tidur
ii. Tipe-tipe :
1. Early : sulit memulai tidur
2. Late : sulit mempertahankan tidur, sering terbangun saat tidur
3. Campuran : sulit memulai dan sulit mempertahankan
b. Hipobulia :
i. Hilangnya keinginan untuk merawat diri
c. Raptus :
i. Identik dengan marah
g Kognisi dan sensorium  bertujuan untuk mengevaluasi adanya penyebab organik
a. Kesadaran
i. Keadaan fungsional dari individu untuk mengadakan relasi/hubungan dan
limitasi/pembatasan hubungan terhadap dunia sekeliling seperti yang
tertangkap oleh panca indra dengan kata lain daya kemampuan fungsional
individu sampai tahap mana dapat menafsirkan dan mengetahui dunia
sekitarnya
ii. Kewaspadaan terhadap lingkungan
iii. Pemusatan perhatian
iv. Berbagai contoh gangguan kesadaran :
1. Penurunan kesadaran :
a. Kuantitatif  GCS
i. Komposmentis
ii. Apatis
iii. Somnolen
iv. Stupor
v. Sopor
vi. Letargi
vii. Keadaan fugue
viii. Subkoma
ix. Koma
x. Fluktuatif
b. Kualitatif
i. Jernih
ii. Berkabut :
1. Gangguan kesadaran yang ditandai oleh
penyerapan sensorik yang samar-samar
2. Bingung, sulit memusatkan perhatian
3. Misal : GMO
2. Kesadaran yang meninggi :
a. Respon berlebihan terhadap rangsang
b. Rangsang yang lemah sudah menimbulkan respon yang
kuat
c. Misal :
i. Suara-suara terdengar lebih keras
ii. Warna-warna kelihatan lebih terang
3. Tidur :
a. Disomnia  insomnia, narkolepsi, hipersomnia
b. Parasomnia  sleep walking, nightmare, sleep terror,
sleep paralysis
4. Hipnosa :
a. Kesadaran yang sengaja diubah
5. Disosiasi :
a. Tingkah laku atau kejadian memisahkan dirinya sendiri
secara psikologis dari kesadaran kemudian terjadi amnesia
sebagain atau total
b. Dapat berupa :
i. Trans (trance) : keadaan kesadaran tanpa reaksi
yang jelas terhadap lingkungannya yang biasanya
mulai dengan mendadak, mungkin terjadi imobilitas
dan roman muka tampak bengong dapat
ditimbulkan oleh hipnosa atau upacara keagamaan
ii. Senjakala histerik (hysterical twilight state) :
kehilangan ingatan atas dasar psikologis, biasanya
terjadi dalam waktu tertentu dan bersifat selektif
iii. Fugue : suatu periode penurunan kesadaran dengan
pelarian secara fisik dari suatu keadaan yang
menimbulkan banyak stres, namun dengan tetap
mempertahankan kebiasaan dan keterampilan
iv. Serangan histerik : suatu penampilan emosional
yang jelas dengan unsur menarik perhatian dan
kelihatnnya tidak ada kontak dengan lingkungan
v. Sindroma Ganser, menulis otomatis, atau
otomatisme lain
6. Kesadaran yang berubah
a. Kesadaran pada psikosa fungsional terganggu tapi tidak
menurun atau meninggi, relasi dan limitasi secara kuantitas
terganggu dan secara kualitas tidak sesuai atau tidak wajar
b. Delirium
7. Gangguan perhatian
b. Orientasi  satu saja salah, langsung disorientasi  kalau merupakan gangguan
psikotik, umumnya bersifat non-fungsional (ada penyakit dasar yang mendasari)
 antipsikotik tipikal (haloperidol setengah dosis (0,5-0,75 mg), lansia dosis
disetengahkan lagi)
i. Waktu
ii. Tempat
iii. Orang
c. Konsentrasi dan berhitung
i. Kemampuan mengarahkan pikiran pada pengalaman tertentu
ii. Evaluasi :
1. Apakah pasien mampu menghitung angka 100 dikurangi 7 terus
menerus?
2. Apakah ada gangguan cemas atau gangguan mood yang dapat
mengganggu kemampuan ini?
iii. Gangguan perhatian atau konsentrasi :
1. Distraktibilitas : gangguan memusatkan dan mempertahankan,
konsentrasi mudah teralih oleh berbagai stimulus di sekitarnya,
lazim ditemui pada gangguan cemas akut dan keadaan manik
2. Inatensi selektif : ketidakmampuan pemusatan perhatian pada
objek atau situasi tertentu, biasanya yang menimbulkan
kecemasan; misal : seseorang dengan fobia tidak mampu
memusatkan perhatian pada objek atau situasi yang memicu
fobianya
3. Kewaspadaan berlebih (hypervigilance) : pemusatan perhatian
yang berlebih terhadap stimulus eksternal atau internal sehingga
dia tampak sangat tegang
d. Memori dan daya ingat
i. Tiga proses ingatan :
1. Registrasi
2. Retensi
3. Recall
ii. Klasifikasi :
1. Memori jangka panjang : bertahun-tahun
2. Memori jangka menengah : beberapa bulan yang lalu
3. Memori jangka pendek : beberapa hari terakhir
4. Memori segera : hitungan detik sampai menit
iii. Gangguan memori terjadi pada salah satu dari proses ingatan
1. Gangguan daya ingat umum tentang yang baru saja terjadi atau
tentang yang sudah berselang lama terjadi
2. Amnesia :
a. Anterograde
b. Retrograde
3. Paramnesia : ingatan keliru akibat terjadi distorsi pada tahap recall
a. De javu : ingatan palsu terhadap pengalaman baru yang
sesungguhnya belum pernah dikenalnya
b. Jamais vu : merasa asing terhadap situasi yang pernah
dialaminya
c. Konfanbulasi : ingatan palsu muncul untuk mengisi
kekosongan memori (ex : demensia)
4. Hiperamnesia : ingatan mendalam dan berlebihan terhadap
pengalaman, retensi dan recall umumnya baik
5. Screen memory : secara sadar menutupi ingatan akan pengalaman
yang traumatis dengan ingatan yang lebih dapat ditoleransi
6. Letologika : ketidakmampuan yang bersifat sementara dalam
menemukan kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan
pengalamannya, lazim pada proses penuaan atau stadium awal
demensia
iv. Efek gangguan memori berpengaruh terhadap mekanisme mereka dalam
menghadapi masalah
e. Atensi
f. Kemampuan visuospasial
g. Pemikiran abstrak
i. Gangguan pada pembentukan konsep
ii. Persamaan
iii. Perbedaan
iv. Arti pepatah
v. Ketepatan jawaban
h. Kemampuan membaca dan menulis
i. Tingkat intelegensia pasien
i. Perkiraan tingkat intelegensia pasien
ii. Kesesuaian tingkah laku pasien dengan tingkat intelektualnya
iii. Pengetahuan umum  pertanyaan yang diberikan harus bersesuaian
dengan pendidikan dan kebudayaan pasien
iv. Klasifikasi :
1. Sangat superior
2. Superior
3. Normal
4. Perbatasan (keadaan bodoh, bebal)
5. Debilitas (keadaan tolol)
6. Imbesilitas (keadaan dungu)
7. Idiosi (keadaan pandir)
h Daya nilai dan tilikan
a. Daya nilai sosial : baik/terganggu
i. Kemampuan memilih tindakan yang memiliki tujuan dan arti yang sesuai
yang dapat diterima secara sosial
ii. Merefleksikan penilaian realita, intelegensia, dan pengalaman
iii. Indikator sensitif untuk adanya fungsi mental yang terganggu
b. Uji daya nilai : baik/terganggu
c. Penilaian realitas : RTA (Reality Testing Ability)  baik/terganggu
i. Kemampuan untuk menilai realitas ditentukan oleh persepsi, respon emosi
dan perilaku dalam berrelasi dengan realitas kehidupan
d. Tilikan
i. Pengertian bahwa dirinya mengalami gangguan mental dan derajat
kepedulian serta pengertian tentang penyakit diklasifikasikan menjadi :
1. 1 : pasien menyangkal dirinya sakit
2. 2 : ambivalen (pasien kadang merasa sakit, kadang tidak sakit)
3. 3 : mengetahui dirinya sakit tapi menyalahkan faktor lain sebagai
penyebab sakit
4. 4 : merasa diri sakit tapi tidak mengetahui faktor pencetus sakit
5. 5 (tilikan intelektual) : mengetahui dirinya sakit dan faktor
pencetus sakit tapi pasien tidak tahu cara untuk mengurangi sakit
6. 6 (tilikan emosional sejati) : mengetahui dirinya sakit dan faktor
pencetus serta mau memodifikasi gaya hidup
i Pengendalian impuls

Pemeriksaan lain juga dilakukan untuk memperkuat alur berpikir dalam proses penegakan
diagnosis, meliputi :

1. Status intrinsik, meliputi tanda vital dan berbagai organ secara superfisial
2. Status neurologis
3. Pemeriksaan penunjang
4. Pemeriksaan laboratorium
5. Laporan kunjungan (ex : rumah/sekolah/tempat kerja  dilampirkan apabila dibutuhkan)

Selanjutnya, jabarkan ringkasan/resume singkat mengenai seluruh wawancara dan pemeriksaan


yang sudah dilakukan kepada pasien, kemudian tegakkan diagnosis banding yang sesuai.

- Resume :
o Secara prinsip harus memunculkan kelima aksis diagnosis multiaksial
o Paragraf I : kesan umum, meliputi hasil observasi penampilan fisik-psikis,
piskomotor, kontak dengan pemeriksa
o Paragraf II : kognisi dan sensorium
o Paragraf III : uraian keluhan utama
 When, how, what
 Pikirkan kemungkinan diagnosis dari keluhan utama
 Pikirkan kemungkinan diagnosis banding
o Jangan mengulang-ulang kata atau kalimat
- Diagnosis banding :
o Cantumkan 2-3 diagnosis banding
o Diagnosis banding pertama adalah diagnosis di aksis I
o Jangan terapkan diagnosis banding yang merupakan satu blok
o Temukan keserasian antara anamnesis dan status psikiatri dengan seluruh
diagnosis banding

Diagnosis multiaksial merupakan suatu sistem yang bertujuan untuk mengevaluasi pasien
menurut sejumlah variabel dan mengandung lima aksis.

I. Aksis I : gangguan klinis dan kondisi lain yang menjadi perhatian klinis
a. F00-F09 : gangguan mental organik (+ simtomatik)
b. F10-F19 : gangguan mental dan perilaku  zat psikoaktif
c. F20-F29 : skizofrenia, gangguan skizotipal, dan gangguan waham
d. F30-F39 : gangguan suasana perasaan (afektif/mood)
e. F40-F48 : gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait
stress
f. F50-F59 : sindrom perilaku  gangguan fisiologis/fisik
g. F62-F68 :perubahan kepribadian  non-organik, gangguan impuls,
gangguan seks
h. F80-F89 : gangguan perkembangan psikologis
i. F90-F98 : gangguan perilaku dan emosional onset kanak-remaja
j. F99 : gangguan jiwa YTT
k. Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis
i. F54 : faktor psikologis dan tingkah laku yang berhubungan dengan
gangguan atau penyakit YDK (lampiran PPDGJ III)
ii. G21 : parkinsonisme sekunder
1. G21.0 : sindrom neroleptika maligna
2. G21.1 : parkinsonisme sekunder akibat neuroleptika
iii. G24 : distonia
1. G24.0 : distonia akut akibat neuroleptika
2. G24.8 : tardive dyskinesia akibat neuroleptika
iv. G25 : gangguan ekstrapiramidal dan pergerakan lainnya
1. G25.1 : tremor akibat obat
2. G25.9 : gangguan pergerakan akibat obat
v. Z63.7 : masalah dalam hubungan yang berkaitan dengan gangguan jiwa
atau kondisi medik umum
vi. Z63.8 : masalah hubungan orang tua-anak
vii. Z63.0 : masalah dalam hubungan dengan pasangan (partner)
viii. F93.3 : masalah dalam hubungan antar saudara (sibling)
ix. Z63.9 : masalah dalam hubungan yang lain
x. T74 : masalah berkaitan dengan abuse atau neglect
1. T74.0 : neglect of child
2. T74.1 : physical abuse of child or adult
3. T74.2 : sexual abuse of child or adult
xi.Z91.1 : ketidakpatuhan terhadap pengobatan
xii.Z76.5 : berpura-pura sakit dengan motivasi yang jelas (malingering)
xiii.Z72.8 : masalah berkaitan dengan gaya hidup (perilaku antisosial)
xiv.R41.8 : penurunan fungsi kognitif berkaitan dengan usia
xv.Z63.4 : kehilangan dan kematian anggota keluarga (bereavement)
xvi.Z55.8 : masalah berkaitan dengan pendidikan dan melek huruf
xvii.Z56.7 : maslaah berkaitan dengan pekerjaan dan pengangguran
xviii.Z71.8 : konseling tentang masalah agama dan kepercayaan
xix.F93.8 : masalah identitas pada anak dan remaja
xx.Z60.3 : kesulitan akulturasi
xxi.Z60.0 : masalah penyesuaian pada masa transisi siklus kehidupan
l. Z 03.2 : tidak ada diagnosis aksis I
m. R 69 : diagnosis aksis I tertunda
II. Aksis II : gangguan kepribadian dan retardasi mental
a. F60 : gangguan kepribadian khas
i. F60.0 : gangguan kepribadian paranoid
ii. F60.1 : gangguan kepribadian skizoid
iii. F60.2 : gangguan kepirbadian dissosial
iv. F60.3 : gangguan kepribadian emosional tak stabil
v. F60.4 : gangguan kepribadian histrionik
vi. F60.5 : gangguan kepribadian anankastik
vii. F60.6 : gangguan kepribadian cemas (menghindar)
viii. F60.7 : gangguan kepribadian dependen
ix. F60.8 : gangguan kepribadian khas lainnya
x. F60.9 : gangguan kepribadian yang tidak tergolongkan
b. F61 : gangguan kepribadian campuran dan lainnya
i. F61.0 : gangguan kepribadian campuran
ii. F61.1 : perubahan kepribadian yang bermasalah
c. Gambaran kepribadian maladaptif (uraikan)
d. Mekanisme defensi maladaptif (uraikan)
e. F70-F79 : retardasi mental
f. Z03.2 : tidak ada diagnosis aksis II
g. R46.8 : diagnosis aksis II tertunda
III. Aksis III : gangguan fisik atau kondisi medis umum lain selain gangguan mental
a. Bab I A00-B99 Penyakit infeksi dan parasit tertentu
b. Bab II C00-D48 Neoplasma
c. Bab IV E00-G90 Penyakit susunan saraf
d. Bab VI G00-G99 Penyakit susunan saraf
e. Bab VII H00-H59 Penyakit mata dan adneksa
f. Bab VIII H60-H95 Penyakit telinga dan proses mastoid
g. Bab IX I00-I99 Penyakit sistem sirkulasi
h. Bab X J00-J99 Penyakit sistem pernapasan
i. Bab XI K00-K93 Penyakit sistem pencernaan
j. Bab XII L00-L99 Penyakit kulit dan jaringan subkutan
k. Bab XIII M00-M99 Penyakit sistem muskuloskeletal dan jaringan ikat
l. Bab XIV N00-N99 Penyakit sistem genitourinaria
m. Bab XV O00-O99 Kehamilan, kelahiran anak, dan masa nifas
n. Bab XVII Q00-Q99 Malformasi kongenital, deformasi, kel. kr
o. Bab XVIII R00-R99 Gajala, tanda dan temuan klinis-lab abnormal
p. Bab XIX S00-T98 Cedera, keracunan dan akibat kausa eksternal
q. Bab XX V01-Y98 Kausa eksternal dari morbiditas dan mortalitas
r. Bab XXI Z00-Z99 Faktor  status kesehatan dan pelayanan kesehatan
IV. Aksis IV : masalah psikososial dan lingkungan yang secara signifikan berperan dalam
timbulnya atau eksaserbasi gangguan saat ini
a. Masalah dengan primary support group (keluarga)
b. Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
c. Masalah pendidikan
d. Masalah perumahan
e. Masalah ekonomi
f. Maslaah akses ke pelayanan kesehatan
g. Masalah berkaitan interaksi dengan hukum atau kriminal
h. Masalah psikososial dan lingkungan lain
V. Aksis V : skala pengkajian fungsi secara umum yang digunakan dokter untuk menilai
tingkat kemampuan untuk berfunsgi secara keseluruhan selama waktu tertentu  GAF
(Global Assesment of Functioning) scale
a. 100-91 : gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tak
tertanggulangi
b. 90-81 : gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalah
harian biasa
c. 80-71 : gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial,
pekerjaan, sekolah, dll
d. 70-61 : beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi,
secara umum masih baik
e. 60-51 : gejala sedang/moderat, disabilitas sedang
f. 50-41 : gejala berat atau serius, disabilitas berat
g. 40-31 : beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,
disabilitas berat dalam beberapa fungsi
h. 30-21 : disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu
berfungsi hampir di semua bidang
i. 20-11 : bahaya mencederai diri atau orang lain, disabilitas sangat berat dalam
komunikasi dan mengurus diri
j. 10-01 : seperti di atas  persisten dan lebih serius
k. 0 : informasi tidak adekuat

Tujuan diagnosis multiaksial adalah :

a Mencakup informasi yang komprehensif sehingga dapat membantu dalam perencanaan


terapi dan meramalkan prognosis
b Format relatif mudah dan sistematik sehingga membantu dalam :
a. Menata dan mengkomunikasikan informasi klinis
b. Menangkap kompleksitas situasi klinis
c. Menggambarkan heterogenitas individual dengan diagnosis klinis yang sama
c Memacu penggunaan model bio-psiko-sosial dalam klinis, pendidikan, dan penelitian.
a Memiliki riwayat skizofrenia
b Mempunyai support system yang buruk
c Gambaran klinis adalah gejala negatif
d Memiliki riwayat trauma perinatal
e Tidak ada remisi setelah 3 tahun pengobatan
f Banyak terjadi kekambuhan
g Memiliki riwayat psikiatri sebelumnya

Checklist OSCE :

No. Item Check Bobot Skor


1 Membuka wawancara
1. Menyampaikan salam dan memperkenalkan 1
diri
2. Identitas pasien (nama, umur, agama, 1
pendidikan terakhir, status perkawinan, asal,
alamat)
2 Keluhan utama 2
3 Riwayat penyakit sekarang
1. Onset 1
2. Perjalanan penyakit 1
3. Tanda dan gejala (trias depresi dan gejala 2
tambahan)
4 Riwayat penyakit sebelumnya
1. Penyakit fisik (hipertensi, kencing manis) 1
2. Penyakit mental 1
5 Riwayat pengobatan 1
6 Riwayat Keluarga 1
7 Faktor Risiko
1. Percobaan bunuh diri 1
2. Penggunaan alkohol dan rokok 1
8 Diagnosis Kerja 3
9 Rencana terapi 2
10 Menutup wawancara 1
1. Memberikan kesempatan pasien bertanya 1
2. Mengucapkan terimakasih 1
Total Nilai 22

Anda mungkin juga menyukai