Pembimbing
Departemen/SMF Neurologi
Juli 2017
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
Stroke hemoragik terjadi bila arteri yang memperdarahi otak pecah
sehingga menumpahkan darah ruang yang mengelilingi sel-sel otak atau akibat
pecahnya aneurisma.(7)
Tujuan utama manajemen akut pada stroke hemoragik adalah untuk
meningkatkan luaran (outcome) stroke melalui perbaikan tatalaksana
kegawatdaruratan dan intervensi secara dini. Regulasi tekanan darah, dan kontrol
tekanan intrakranial adalah pendekatan terapeutik utama. Beberapa tahun terakhir,
beberapa agen terapi terbaru disebut “agen neuroprotektor” telah dikembangkan
dalam manajemen stroke dengan tujuan memperbaiki metabolisme otak yang
terganggu akibat stroke akut.(8) Salah satu dari obat-obat ini adalah Citicoline dan
Piracetam.
Untuk itu, dalam referat ini dijelaskan beberapa mekanisme neuroproteksi
dari Citicoline dan Piracetam pada kasus stroke
4
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Stroke adalah kelainan neurologis yang bersifat umum yang terjadi secara
akut dan disertai gejala-gejala defisit neurologis yang bertahan lebih dari 24 jam.
Gejala ini merupakan manifestasi dari penyumbatan atau pecahnya pembuluh
darah di otak.(7) Stroke salah satu penyebab utama kematian dan disabilitas di
seluruh dunia. Proses-proses yang terjadi dalam stroke iskemik meliputi inflamasi,
eksitotoksisitas, stres oksidatif, apoptosis, dan edema akibat rusaknya sawar
darah-otak.(2) Pada stroke hemoragik, proses tambahan yakni kerusakan fisik dari
massa akibat akumulasi darah sendiri, sitotoksisitas dari komponen darah, dan
vasospasme akibat pendarahan subaraknoid (3,4).
Gambar 2.1 Hasil CT-Scan non kontras potongan aksial dari otak laki-laki berusia 60 tahun
dengan riwayat kelemahan sisi kiri akut. Dua area perdarahan intraserebral terlihat di nukleus
lentiformis, dengan dikelilingi edema(7)
5
Stroke adalah salah satu penyebab kecacatan dan kematian tertinggi di
dunia. Meskipun sudah beberapa dekade, pilihan terapi masih terbatas.
Gambar 2.2 Studi klinis yang sedang dilakukan untuk mengatasi proses patologi pada ICH. 1
Celexocib, Piracetam; 2 Citicoline, NXY-059*; 3 Rosuvastatin; 4 Pioglitazone; 5 TUDCA**; 6
Deferoxamin; 7 Gavestinel(9)
*disufenton sodium (Cerovive®), **Tauroursodeoxycholic acid
2.2.1 Inflamasi
6
inflamasi setelah stroke ditunjukkan pada Gambar 2.3. Setelah iskemia dan
reperfusi, jaringan otak yang rusak mensekresikan sitokin dan kemokin yang
merekrut sel inflamasi ke area cedera. Sel ini melepaskan faktor sekretoriknya
sendiri yang mencapai kadar toksik. Proses inflamasi juga dapat disebabkan
produksi reactive oxygen species (ROS), menyebabkan stress oksidatif dan
aktivasi matrix metalloproteinase (MMPs), yang menyebabkan gangguan sawar
darah-otak (BBB) dan edema. Disisi lain, inflamasi memiliki eferk bermanfaat
berupa meningkatkan aliran darah ke area yang terkena dan pembersihan jaringan
yang rusak akibat sel fagositik dan MMPs. Efek positif dan negatif pada inflamasi
pasca stroke dan tatalaksana yang sesuai masih menjadi perdebatan. Akan tetapi,
secara umum dianggap inflamasi memiliki efek negatif yang lebih dominan,
khususnya pada tahap dini. Satu molekul penting yang terbentuk setelah
kerusakan atau kematian sel adalah tumor necrosis factor alpha (TNFα). Molekul
ini berinteraksi dengan dua reseptor, R1 dan R2, yang memediasi sinyal kematian
via Fas associated death domain (FADD) dan inflamasi via nuclear factor kappa-
light-chain enhancer of activated B cells (NF𝜅B) (10).
Gambar 2.3 Mekanisme inflamasi yang merusak pada stroke.Sitokin proinflamasi dan reactive
oxygen species yang dilepaskan neuron yang rusak menyebabkan aktivasi mikroglia dan ekspresi
molekul adhesi selular pada sel endotelial dan sel yang bermigrasi akibat inflamasi. Hal ini
menyebabkan kerusakan jaringan lebih luas, stress oksidatif, dan aktivasi matriks
metalloproteinasi yang menyebabkan kerusakan sawar darah-otak dan edema (10).
7
2.2.2 Stress Oksidatif
Produksi spesies oksigen reaktif (ROS) dan radikal bebas lainnya selama
stroke adalah konsekuensi tidak hanya dari inflamasi, tetapi juga dari
eksitotoksisitas dan inhibisi respirasi sel pada lingkungan rendah oksigen.
Molekul-molekul ini, seperti radikal hidroksil, superoksida, dan peroxinitrat,
sangat reaktif dan merusak, menyebabkan kerusakan sel. Salah satu cara
mengurangi stres oksidatif adalah mengurangi produksi radikal bebas. Nitro
oksida adalah molekul sinyal normal pada tubuh dan memiliki manfaat pada
stroke, jumlah yang banyak dari peningkatan aktivitas akibat induksi dari nitro
oksida sintase (iNOS) dapat menyebabkan pensinyalan menyimpang atau reaksi
bersama superoksida untuk menghasilkan peroksinitrat yang menyebabkan
perubahan histologis pada jaringan otak pasca stroke. Sumber ROS yang lain
adalah nikotinamid adenin dinukleotida fosfat (NADPH) oksidase, dan inhibisi
terhadap enzim ini bermanfaat untuk stroke. Mekanisme proteksi lainnya adalah
menginduksi mekanisme endogen untuk menghilangkan radikal bebas dari tubuh.
Penggunaan gas hidrogen sulfida meningkatkan aktivitas superoksida dismutase
dan glutation peroksidase pada tikus yang menjadi subjek iskemia serebral fokal,
menyebabkan penurunan cedera mitokondria neuronal dan marker apoptosis(10).
Kerusakan sawar darah otak akibat stroke umumnya disebabkan oleh kerja dua
matriks metalloproteinase, MMP-2 dan MMP-9. MMP-2 pada dasarnya
diekspresikan dalam kadar rendah pada jaringan otak normal, akan tetapi stroke
menyebabkan peningkatan ekspresi dan aktivitasnya dan juga menginduksi MMP-
9. MMP-2 memecah dan mengaktivasi MMP-9, yang mana mendegradasikan
komponen membran dasar pada dinding vaskular dan menyebabkan kerusakan
blood-brain barrier (BBB). Faktor lain terkait kerusakan BBB adalah pelebaran
formasi taut rapat (tight junction) antara sel-sel endotel dan efek tatalaksana
menggunakan aktivator plasminogen jaringan. Etanol menunjukkan efek
menghambat peningkatan MMP-2 dan MMP-9 yang secara signifikan
menurunkan edema serebri. Terapi oksigen hiperbarik meningkatkan fungsi BBB
8
pada model tikus emboli melalui modulasi MMP-9 tetapi menunjukkan penurunan
aktivasi saat dikombinasi dengan rtPA (10).
2.2.4 Eksitotoksisitas
2.2.5 Apoptosis
9
ATP dapat mati akibat nekrosis. Apoptosis dapat terjadi dalam beberapa jalur,
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Jalur mitokondria dapat berjalan baik
melalui mekanisme caspase dependen maupun caspase independen(10).
Gambar 2.4 Mekanisme induksi apoptosis.Dalam jalur klasik, mitokondria melepaskan sitokrom C
sebagai respon stress dan kerusakan sel, menyebabkan aktivasi caspase 9 dan selanjutnya caspase
3 serta efektor apoptosis lainnya.Akan tetapi, mitokondria juga melepaskan apoptosis-inducing
factor (AIF), yang menyebabkan apoptosis melaui mekanisme caspase independen.Jalur reseptor
kematian melibatkan aktivasi FADD oleh berbagai reseptor sinyal sel, diikuti dengan aktivasi
caspase 8 dan berikutnya kaskade caspase yang mencetus apoptosis (10).
2.2.6 Autofagi
Peran autofagi dalam stroke baru diteliti dan belum sepenuhnya dipahami.
Autofagi tampaknya memiliki fungsi ganda sebagai respon terhadap kerusakan
selular, penyerapan komponen yang rusak sebagai suatu mekanisme protektif, dan
sebagai mekanisme kematian sel itu sendiri. Ulasan mengenai proses autofagi dan
regulasinya diperlihatkan di Gambar 2.3. Induksi autofagi mencegah kematian sel
dengan apoptosis dan dianggap lebih bermanfaat. Namun demikian, inhibisi
autofagi dapat bersifat neuroprotektif. Penelitian pada tikus yang dilakukan oklusi
arteri serebri media permanen (pMCAO), kondisi iskemik postconditioning
10
menghibisi induksi autofagi dan menurunkan ukuran infark dan edema .Untuk itu
masih perlu studi lebih mendalam mengenai mekanisme ini.
Gambar 2.5 Proses autofagi dan regulasinya. Induksi autofagi diinhibisi oleh mTOR, aktivasi yang
dikontrol oleh banyak jalur pensinyalan upstream yang merespon terhadap aktivitas metabolil,
status energi, dan kerusakan jaringan. Progresifitas autofagi membutuhkan beberapa anggota
protein ATG, menyebabkan produksi suatu struktur membran yang menelan komponen sel yang
rusak untuk membentuk autofagosom.Pembentukan selanjutnya yakni gabungan autofagosom
dengan lisosom menyebabkan degradasi komponen yang rusak.
11
contoh proteksi pada model stroke hemoragik telah dijelaskan pada bagian
sebelumnya. Proses seperti sitotoksisitas merupakan hal yang unik untuk stroke
hemoragik karena terkait langsung dengan akumulasi darah di dalam otak.
2.4.1 Struktur
12
neurologi di banyak negara serta dijual sebagai suplemen diet di Amerika Serikat.
Citicholine dikatakan mengembalikan aktivitas ATPase mitokondria dan Na+/K+
ATPase membran, menghambat aktivasi fosfolipase A2, dan mempercepat
reabsorbsi edema serebral pada berbagai model eksperimental.
13
mempertahankan neurotransmisi. Sebagai sumber kolin eksogen untuk produksi
asetilkolin, Citicoline menghemat membran fosfolipid (khususnya, fosfatidilkolin)
dan mencegah kematian sel neuron (12).
2.4.3 Farmakokinetik
14
Studi farmakokinetik menggunakan C citicoline menunjukkan eliminasi
Citicoline terjadi khususnya via CO2 respirasi dan ekskresi urin, dalam dua fase,
meniru bifasik pada kadar puncak plasma. Peningkatan puncak awal di plasma
diikuti penurunan tajam, kemudian melambat untuk 4-10 jam berikutnya. Pada
fase kedua, suatu penurunan awal yang cepat setelah kadar puncak plasma 24 jam
diikuti perlambatan eliminasi. Waktu paruh eliminasi pada CO2 adalah 56 jam dan
71 jam pada ekskresi urin (12,13)
14
Citicoline dikontraindikasikan bagi pasien dengan hipertonia sistem nervus
parasimpatis(12).
15
sehingga melindungi integritas neuron, dan dengan menekan degradasi membran
sel menjadi radikal bebas dan asam lemak bebas yang beracun. Dengan
mengambil efek menguntungkan dari Citicoline ini, para peneliti melakukan
percobaan double-blinded, placebo-controlled multicenter untuk mengevaluasi
khasiat pemberian citicoline pada pasien dengan infark serebral akut. Penelitian
ini terdiri dari 272 pasien warga Jepang dengan diagnosis infark serebral yang
dikonfirmasi dan tingkat kesadaran ringan sampai sedang. Pasien secara acak
menerima citicoline (1.000 mg / hari IV) atau plasebo selama 14 hari. Hasil
penilaian pada hari ke 7 dan 14, pengobatan citicoline menghasilkan perbaikan
signifikan pada tingkat kesadaran dan status neurologis pada pasien stroke akut.(14)
16
menilai perbaikan fungsi. Rasio odds untuk perbaikan dihitung dengan analisis
statistik pada akhir penelitian, Pada kelompok Citicoline 500 mg / hari, rasio odds
adalah 2,0 dan pada kelompok 2.000 mg / hari rasionya adalah 2,1, menandakan
bahwa individu dalam kelompok ini dua kali lebih mungkin untuk mencapai skor
Barthel yang lebih tinggi dari pada kelompok plasebo. Secara keseluruhan, hasil
penelitian menunjukkan bahwa Citicoline (500 mg / hari atau 2.000 mg / hari
kelompok) secara signifikan memperbaiki pemulihan fungsional setelah 6 minggu
pengobatan dibandingkan dengan plasebo, seperti yang dinilai pada kunjungan
follow-up 12 minggu. Menariknya, kelompok yang mengkonsumsi 1.000 mg / hari
citicoline tidak menghasilkan manfaat yang sebanding dalam penelitian ini karena
dosis ini terbukti efektif dalam penelitian sebelumnya. Seperti yang dikemukakan
oleh penulis, ini adalah hasil yang membingungkan karena semua karakteristik
dasar setiap kelompok pada dasarnya sama, kecuali untuk berat badan, yang lebih
tinggi pada kelompok ini daripada kelompok perlakuan lainnya. Mereka
mendalilkan hal ini mungkin telah memainkan peran dalam hasilnya(16).
Selain itu, uji coba terkontrol plasebo acak multicenter dilakukan pada
pasien stroke akut dengan dosis oral citicoline (500 mg / hari) selama 6 minggu.
Dosis 500 mg dipilih karena terbukti efektif dalam penelitian sebelumnya. Pasien
dengan stroke akut secara klinis dinilai berada dalam distribusi arteri serebral
tengah, dan dengan skor Skala NIH Stroke dari 5 atau lebih, dimasukkan dalam
penelitian ini. Ukuran hasil utama uji coba ini menggunakan Indeks Barthel yang
dinilai pada 12 minggu setelah inisiasi pengobatan. Hasil uji coba ini tidak
menemukan manfaat untuk pemulihan stroke yang terkait dengan asupan
citicoline pada 500 mg / hari, tidak seperti penelitian sebelumnya. Faktor pembaur
yang signifikan mungkin telah mempengaruhi analisis. Para penulis
mengungkapkan bahwa ada ketidakseimbangan awal pada tingkat keparahan
stroke antara kelompok perlakuan dan kelompok plasebo meskipun
pengacakannya tepat. Lebih banyak peserta dengan stroke ringan seperti yang
dinilai oleh kriteria NIH berada pada kelompok, yang kemungkinan besar dapat
mempengaruhi kemampuan untuk melihat efek pengobatan citicoline.(17)
17
Hazama, et al., melakukan percobaan double-blinded, placebo-controlled
pada tahun 1980 untuk menilai dampak pemberian citicoline dalam pemulihan
pasca stroke dari hemiplegia. Citicoline diberikan dengan suntikan IV kepada
pasien yang dibagi ke salah satu dari 3 kelompok: kelompok dosis tinggi citicoline
(1.000 mg / hari IV), kelompok dosis rendah citicoline (250 mg / hari IV), atau
plasebo (garam isotonik). Setiap kelompok menerima perawatan yang
dijadwalkan satu kali sehari selama 8 minggu sambil melanjutkan terapi
rehabilitatif. Rentang gerak sendi anggota atas dan bawah dihitung pada interval
sepanjang penelitian, begitu pula gejala subjektif, tanda neurologis, dan gejala
mental. Kelompok citicoline dosis tinggi memiliki peningkatan pemulihan
fungsional sebesar 44,4% yang dinilai pada anggota badan bagian atas pada
minggu ke 4 dan 53,3% pada minggu ke 8. Pemulihan pada kelompok dosis
rendah pada awalnya lebih lambat namun mencapai tingkat yang sama dengan 8
minggu, dengan perbaikan Dari 29,3% pada minggu ke 4 dan 54,8% pada minggu
ke minggu. Kelompok plasebo tidak membaik pada tingkat yang sama, dengan
tingkat 29,3% pada minggu ke 4 dan 31,8% pada minggu ke 8. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kelompok pada tungkai bawah, meskipun kedua
kelompok citicoline menunjukkan tingkat perbaikan yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan plasebo. Kelompok citicoline dosis tinggi cenderung
menunjukkan peningkatan terbesar pada minggu ke 8. Berdasarkan hasil
penelitian ini, terapi citicoline dianggap sebagai tambahan yang efektif untuk
program rehabilitasi reguler untuk mendapatkan pemulihan aktivitas motorik dari
hemiplegia. Tampaknya juga jelas bahwa dosis yang lebih tinggi lebih
menguntungkan karena itu pemulihan lebih cepat terjadi pada kelompok dengan
dosis tinggi.(18)
18
Sebagaimana terbukti dari penelitian yang dirangkum di atas, citicoline
memiliki sejumlah efek menguntungkan, yang dapat membantu dalam membantu
pemulihan secara signifikan dari kejadian stroke akut. Baru-baru ini, sebuah
konsensus tampaknya telah muncul bahwa pendekatan yang efektif untuk
pemulihan stroke harus melibatkan kombinasi terapi yang dapat dilakukan pada
banyak jalur. Dengan khasiat dan keamanannya dan aktivitas spektrumnya yang
luas sebagai neuroprotektan, citicoline harus disertakan sebagai bagian integral
dari protokol pemulihan stroke.
19
Piracetam, suatu turunan dari neurotransmitter asam gamma aminobutirik
(GABA), memiliki berbagai efek fisiologis yang bermanfaat untuk
mengembalikan fluiditas membran sel.(25) Pada tahap neuronal, Piracetam
memodulasi neurotransmisi dalam lingkup sistem transmitter (termasuk kolinergik
dan glutamatergik), bersifat neuroprotektif dan antikonvulsan, dan meningkatkan
neuroplastisitas. Pada level jaringan, diperkirakan memilik efek reduksi adhesi
eritrosit pada endotel vaskular, mencegah vasospasme, dan memfasilitasi
mikrosirkulasi.(29)
Pemulihan fluiditas membran neuron yang menurun dapat menjelaskan
perbaikan berbagai fungsi ikatan membran dilaporkan setelah administrasi
piracetam, termasuk aktivitas messenger sekunder(30,31), produksi ATP(32) dan
neurotransmisi(33,34). Fakta bahwa fluiditas membran berubah terbatas pada mencit
tua dan perbaikan itu hanya terlihat pada sel dengan kelainan yang mendasarinya
yang secara konsisten diamati. Manfaat klinis dari piracetam umumnya terjadi
apabila fungsi sel terganggu, terutama dalam penuaan dan kelainan yang
berhubungan dengan hipoksia. Sebaliknya karena tidak adanya efek pada
membran sel normal yang terlihat pada mencit muda, piracetam tidak berpengaruh
pada subjek normal. Efek-efek pada membran sel ini tidak terbatas pada neuron,
akan tetapi juga melibatkan tipe sel yang lain yang ditunjukkan oleh kemampuan
piracetam untuk menormalkan agregasi platelet normal(35) dan meningkatkan
deformasi eritrosit.(36)
Dosis terapetik Piracetam dibagi dalam dua fase pemberian. Fase pertama
sebagai terapi inisial 4.000 – 8.000 mg per dua hari pertama dilakukan
pengobatan. Terapi rumatan sebesar 2.400 – 4.800 per hari (dibagi dalam tiga
dosis).(28)
20
2.5.3 Studi Efektivitas
21
dikelompokkan sebagai serebral, non-serebral, dan dari asal yang tidak diketahui,
didapatkan hampir sama pada kedua grup (Tabel 2.2). Untuk efek samping yang
lebih serius, grup Piracetam yang terdiri dari 139 dari 343 kejadian berasal dari
serebral dibanding hanya 135 dari 334 kasus pada grup plasebo. Sembilan pasien
yang diterapi dengan Piracetam dan enam pasien yang dengan plasebo dihentikan
terapinya akibat efek samping. Jika efek samping dinilai secara individual,
frekuensi dan sifat alami kejadian hampir sama (Tabel 2.3). Karena itu
tranformasi hemoragik dari infark didapatkan 17 pasien pada grup Piracetam dan
16 pasien pada grup plasebo. Efek samping terkait perdarahan dianalisis secara
detail dan disajikan di dalam Tabel 2.4. Dari 33 pasien dengan transformasi infark
perdarahan, 17 orang mendapatkan Piracetam (4 diantaranya meninggal)
dibandingkan 16 orang pada grup plasebo (3 diantaranya meninggal). Kejadian
perdarahan lainnya terjadi dengan frekuensi yang hampir sama antar grup(43)
Tabel 2.2 Kejadian efek samping serebral, non-serebral, atau asal yang tidak
diketahui(43)
22
135 - 139 189 - 199 10 - 5
Plasebo Piracetam
(n=30) (n=38)
Pendarahan GI 7 10
Transformasi hemoragik infark 16 17
Perdarahan retina 0 2
Hematuria 0 0
Hematoma (serebral dan non- 5 1
serebral)
Hitung platelet abnormal atau 2 2
defek koagulasi
23
masih memiliki bukti minimal pada uji klinis untuk mendukung klaim ini. Sebuah
studi tentang penyakit serebrovaskular iskemik pada orang-orang yang menderita
afasia (gangguan kemampuan bahasa, dalam hal ini karena hipoksia otak)
menggunakan 4,8 g Piracetam setiap hari selama 6 bulan setelah stroke mencatat
bahwa, setelah penilaian melalui penilaian GAT, NIHSS, mRS dan BI Skala,
bahwa sementara ada peningkatan yang signifikan dalam hal pemahaman
pendengaran, tidak ada pengaruh signifikan pada parameter lain yang diukur dari
ucapan spontan, kelancaran membaca, pemahaman bacaan, pengulangan, dan
penamaan bila dibandingkan dengan plasebo.(44) Hasil negatif ini berbeda dengan
penelitian sebelumnya, di mana 6 minggu 4800mg Piracetam dikaitkan dengan
peningkatan dalam 6 tes bahasa sedangkan plasebo hanya meningkatkan tiga,(45)
dan satu studi lain menilai gelombang otak yang menunjukkan perbaikan.(46)
2.5.4 Kontraindikasi
24
dengan dengan insufisiensi renal karena dieliminasi melalui ginjal.(48) Akan tetapi,
De Reuck dkk., dalam studinya menyimpulkan penggunaan Piracetam dosis tinggi
pada pasien dengan stroke akut dapat dilakukan tanpa efek samping yang
signifikan. Transformasi hemoragik dari infark tidak lagi sering pada grup yang
diterapi dengan Piracetam dibandingkan grup plasebo. Piracetam tidak memiliki
efek samping pada pasien dengan stroke hemoragik primer menunjukkan ia sesuai
untuk administrasi akut sebelum dirawat di rumah sakit dan dilakukan CT
Scan.(43)
Sebuah studi perintis pada pasien dengan stroke akut derajat sedang
hingga berat menunjukkan Piracetam berasosiasi dengan peningkatan perbaikan
kelemahan motorik, tingkat kesadaran dan afasia. Akan tetapi perbaikan motorik
dikatakan tidak signifikan secara statistik yang mana meliputi populasi pasien
stroke dengan derajat yang bervariasi. Pada pasien yang ditatalaksana dalam 7
hari dari onset stroke, khususnya pasien dengan derajat sedang hingga parah,
analisis retrospektif menunjukkan peningkatan luaran neurologis dan perbaikan
fungsi dengan Piracetam.(20) Suatu studi acak prospektif, tersamar ganda, dan
dengan kontrol plasebo pada pasien-pasien ini (PASS II), yang bertujuan
memastikan hasil temuan ini sedang dalam proses penelitian.
25
BAB III
KESIMPULAN
Piracetam dalam studi percontohan pada pasien dengan stroke akut derajat
sedang hingga parah, menunjukkan korelasi dengan peningkatan perbaikan
kelemahan motorik, tingkat kesadaran dan afasia yang signifikan. Perbaikan
aphasia dikonfirmasi pada Piracetam in Acute Stroke Study (PASS). Namun
demikian, tidak ada peningkatan signifikan secara statistik pada kerusakan atau
fungsi motorik pada populasi penelitian total yang terdiri dari pasien yang
memiliki spektrum keparahan stroke yang luas. Pada pasien yang diobati dalam
waktu 7 jam setelah onset stroke, terutama yang dengan stroke sedang sampai
berat, analisis retrospektif menunjukkan hasil neurologis yang lebih baik dan
fungsi yang lebih baik dengan piracetam.
26
DAFTAR PUSTAKA
2. Dinata CA, Safrita Y, Sastri S. Gambaran faktor risiko dan tipe stroke pada
pasien rawat inap di bagian penyakit dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan
periode 1 Januari 2010-31 Juni 2012. J Kes Andalas. 2014; 2(2): p. 57-61.
4. De Silva DA, Woon FP, Chen CL, Chang HM, Wong MC. Family history of
vascular disease is more prevalent among ethnic south asian ischemic stroke
patients compared to matched ethnic chinese patients. J Stroke. 2009; 40(4).
7. Liebeskind DS, O'Connor RE. Medscape. [Online].; 2017 [cited 2017 Juni 30.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1916662.
27
13 Unilab. Citicoline (Colinerv). Drug Leaflet. San Juan: Therafarma, Inc,
. Amherst Laboratories, Inc; 2009.
18 Clark WM, William BJ, Selzer KA. A randomized efficacy trial of citicoline
. in patients with acute ischemic stroke. Stroke. 1990; 30(12): p. 2592-2597.
21 Gungor L, Terzi M, Onar M. Does long term use of piracetam improve speech
. disturbances due to ischemic cerebrovascular diseases. Brain Lang. 2011.
28
. animal model. Thromb Haemostasis. 1998; 79(1): p. 222-227.
29
. receptors in central nervous system - Relative specificity for 3H-glutamate
sites. Arzneimittelforschung. 1985; 35: p. 1350-1352.
30
49 Bfarm. Bundesinstitute fur Arzneimitel und Mediziniprodukte. [Online].; 2012
. [cited 2017 Juni 30. Available from:
ttp://www.bfarm.de/SharedDocs/Downloads/EN/Drugs/vigilance/PSURs/csp/
m-p/piracetam.pdf?__blob=publicationFile&v=4.
31