I. PENDAHULUAN
antipsikotik; (2) antianxietas; (3) antidepresi; dan (4) psikotogenik Antipsikotik merupakan
kelompok terbesar yang dipakai untuk mengobati gangguan mental. Secara khusus, obat-
obat ini memperbaki proses pikir dan perilaku dengan gejala-gejala psikotik. Obat-obat ini
(antipsikotik generasi kedua) seperti klozapin, olanzapin, risperidon dan lain sebagainya.
sama,obat-obat antipsikotik tipikal hanya bervariasi pada potensi dan efek samping.
antipsikotik tipikal lebih banyak digunakan daripada antipsikotik atipikal dan kombinasi
tipikal-atipikal. (4)
II. DEFINISI
oleh penggunaan jangka pendek atau jangka panjang dari medikasi antipsikotik golongan
1
gangguan transmisi di korpus striatum yan mengandung banyak reseptor D1 dan D2
ekstrapiramidal. (5)
tak sadar atau kejang yang biasanya terjadi pada wajah dan leher. Hal ini terjadi ketika
individu dapat menderita sindrom ekstrapiramidal sebagai akibat dari cedera kepala atau
penyebabnya.(6)
III. EPIDEMIOLOGI
Sindrom ekstrapiramidal yang terdiri dari reaksi distonia akut, akhatisia, dan
banyak diakibatkan oleh antipsikotik tipikal terutama yang mempunyai potensi tinggi.
Reaksi distonia akut terjadi pada kira-kira 10% pasien, biasanya pada pria muda. Tardive
dyskinesia berupa gerakan involunter otot seperti mulut, rahang, umumnya terjadi akibat
penggunaan antipsikotik golongan tipikal jangka panjang. Sekitar 20-30% pasien telah
menggunakan antipsikotik tipikal dalam kurun waktu 6 bulan atau lebih, berkembang
menjadi tardive dyskinesia. Sindrom parkinson umumnya timbul 1-3 minggu setelah
pengobatan awal, lebih sering pada dewasa muda, dengan perbandingan perempuan:laki-
laki = 2:1.1,3,5
IV. ETIOLOGI
2
Gejala ekstrapiramidal (EPSS), seperti akatisia, distonia, psuedoparkinsonism,
dan tardive, efek samping obat-induced yang dapat menjadi masalah bagi orang-orang
pusat. Obat antispikotik dengan efek samping gejala ekstrapiramidalnya sebagai berikut:
Thioridazine 100-900 +
Pimozide 2-6 ++
Clozapine 25-100 -
Zotepine 75-100 +
Sulpride 200-1600 +
Risperidon 2-9 +
Quetapine 50-400 +
Olanzapine 10-20 +
Aripiprazole 10-20 +
V. PATOFISIOLOGI
3
Susunan ekstrapiramidal terdiri atas korpus striatum, globus palidus, inti-inti
otak,serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area 4, area 6 dan area
masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat lintasan yang melingkar yang
dikenal sebagai sirkuit. Oleh karena korpus striatum merupakan penerima tunggal dari
striatal yang terdiri dari sirkuit striatal utama (principal) dan 3 sirkuit striatal penunjang
(aksesori).
Sirkuit striatal prinsipal tersusun dari tiga mata rantai, yaitu (a) hubungan segenap
neokorteks dengan korpus striatum serta globus palidus, (b) hubungan korpus
striatum/globus palidus dengan thalamus dan (c) hubungan thalamus dengan korteks
area 4 dan 6. Data yang tiba diseluruh neokorteks seolah-olah diserahkan kepada
merupakan bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan. Oleh
pada hakekatnya mengumpani sirkuit striata utama, maka sirkuit-sirkuit itu disebut
asesorik ke-3, yang dibentuk oleh hubungan yang melingkari striatum-subtansia nigra-
striatum.
Umumnya semua neuroleptik menyebabkan beberapa derajat disfungsi
pasien skizofrenia dan pasien dengan gangguan psikotik lainnya terjadi disfungsi pada
4
dopamin di jaras ekstrapiramidal dengan berperan sebagai inhibisi dopaminergi yakni
lebih poten, dab sebagai akibatnya menyebabkan efek samping gejala ekstrapiramidal
Manifestasi klinis termasuk sejumlah kontraksi otot tak sadar atipikal yang
mempengaruhi cara berjalan, gerakan, dan postur. Gejala dapat mengembangkan akut,
termasuk resep selektif APMS, pemantauan ketat gerakan seperti biasanya melalui
mental secara teratur atau yang jarang meresepkan obat psikotropika harus berhati-hati
5
Reaksi Distonia
Reaksi distonia merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau lebih otot
skelet yang timbul beberapa menit dan dapat pula berlangsung lama, biasanya
menyebabkan gerakan atau postur yang abnormal. Kelompok otot yang paling sering
terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi sebagai
tortikolis, disastria bicara, krisis okulogirik dan sikap badan yang tidak biasa hingga
opistotonus (melibatkan seluruh otot tubuh). Hal ini akan menggangu pasien, dapat
menimbulkan nyeri hingga mengancam nyawa seperti distonia laring atau diafragmatik.
Reaksi distonia akut sering terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan dimulai,
tetapi dapat terjadi kapan saja. Distonia lebih banyak diakibatkan oleh psikotik tipikal
terutama yang mempunyai potensi tinggi dan dosis tinggi seperti haloperidol,
trifluoroperazin dan fluphenazine. Terjadi pada kira-kira 10% pasien, lebih lazim pada
Otot-otot yang sering mengalami spasme adalah otot leher (torticolis dan
retrocolis), otot rahang (trismus, gaping, grimacing), lidah (protrusionI, memuntir) atau
spasme pada seluruh otot tubuh (opistotonus). Pada mata terjadi krisis okulogirik.
sianosis bahkan kematian. Spasme otot dan postur yang abnormal, umumnya yang
dipengaruhi adalah otot-otot di daerah kepala dan leher tetapi terkadang juga daerah
Kriteria diagnostik dan riset untuk distonia akut akibat neuroleptik menurut
1. Posisi abnormal atau spasme otot kepala, leher, anggota gerak, atau batang
tubuh yang berkembang dalam beberapa hari setelah memulai atau menaikkan
6
dosis medikasi neuroleptik (atau setelah menurunkan medikasi yang
a. Satu (atau lebih) tanda atau gejala berikut yang berkembang berhubungan dengan
medikasi neuroleptik:
(misalnya tortikolis)
disfonia)
4) Penebalan atau bicara cadel karena lidah hipertonik atau membesar (disartria,
makroglosia)
b. Tanda atau gejala dalam kriteria A berkembang dalam tujuh hari setelah memulai atau
dengan cepat menaikkan dosis medikasi neuroleptik, atau menurunkan medikasi yang
obat antikolinergik).
c. Gejala dalam kriteria A tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental (misalnya
gejala katatonik pada skizofrenia). Tanda-tanda bahwa gejala lebih baik diterangkan
7
oleh gangguan mental dapat berupa berikut : gejala mendahului pemaparan dengan
medikasi neuroleptik atau tidak sesuai dengan pola intervensi farmakologis (misalnya
d. Gejala dalam kriteria A bukan karena zat nonneuroleptik atau kondisi neurologis atau
medis umum. Tanda-tanda bahwa gejala adalah karena kondisi medis umum dapat
tanda neurologis fokal yang tidak dapat diterangkan, atau gejala berkembang tanpa
Akatisia
Manifestasi berupa keadaan gelisah, gugup atau suatu keinginan untuk tetap
bergerak, atau rasa gatal pada otot. Manifestasi klinis berupa perasaan subjektif
kegelisahan (restlessness) yang panjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya kaki
yang tidak bisa tenang. Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk duduk
tenang, perasaannya menjadi cemas atau iritabel. Akatisia sering sulit dinilai dan
sering salah diagnosis dengan anxietas atau agitasi dari pasien psikotik, yang
disebabkan dosis antipsikotik yang kurang. Pasien dapat mengeluh karena anxietas
atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai gejala psikotik yang
perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang nyata, atau manifesatsi
fisik lain dari akatisia hanya dapat ditemukan pada kasus yang berat. (8, 9)
8
Sindrom Parkinson
Terdiri dari akinesia, tremor, dan bradikinesia. Akinesia meliputi wajah topeng, jedaan
dari gerakan spontan, penurunan ayunan lengan saat berjalan, penurunan kedipan, dan
penurunan mengunyah yang dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada suatu
bentuk yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan
jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan kesukaran untuk memulai aktifitas
dapat ditemukan pada saat istirahat dan dapat pula mengenai rahang. Gaya berjalan
dengan langkah kecil dan menyeret kaki diakibatkan karena kekakuan otot. (3, 8, 9)
Tardive Dyskinesia
berbicara, bernafas, dan makan pasien dan kadang mengganggu. Faktor predisposisi
dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan berdosis tinggi atau
jangka panjang. Gejala hilang dengan tidur, dapat hilang timbul dengan berjalannya
Sindenham, diskinesia spontan, tik dan diskinesia yang ditimbulkan obat seperti
9
Perlu dicatat bahwa tardive diskinesia yang diduga disebabkan oleh
aktifitas dopaminergik yang tidak mencukupi. Pengenalan awal perlu karena kasus
lanjut sulit diobati. Banyak terapi yang diajukan tetapi evaluasinya sulit karena
dini atau ringan mudah terlewatkan dan beberapa merasa bahwa evaluasi sistemik,
Skala Gerakan Involunter Abnormal (AIMS) harus dicatat setiap enam bulan untuk
10
VII. DIAGNOSIS BANDING
EPSS dapat dengan mudah keliru untuk gangguan lainnya, termasuk kecemasan,
VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum untuk sindrom ekstrapiramidal yakni dengan mulai
6mg per hari selama 4-6 minggu. Setelah itu dosis diturunkan secara perlahan-lahan,
yaitu 2 mg setiap minggu, untuk melihat apakah pasien telah mengembangkan suatu
diturunkan hingga mencapai dosis minimal yang efektif. Antihistamin yang dapat
digunakan seperti difenhidramin pada pasien yang mengalami distonia. Selain itu
antipsikotik dalam plasma sehingga absorbsi reseptor dopamin berkurang dan efek
memberikan terapi profilaktik. Gejala ini penting terutama pada pasien dengan
riwayat pernah mengalami sindrom ekstrapiramidal sbelumnya atau pada pasien yang
11
Umumnya disarankan bahwa suatu usaha dilakukan setiap enam bulan untuk
obat-obatan psikotik yang sangat dicurigai sebagai penyebab reaksi harus dilakukan
diberikan. Bila reaksi distonia akut berat harus mendapatkan penanganan cepat dan
dyskinesia ditangani dengan pemakaian obat neuroleptik secara bijaksana untuk dosis
idiopatik umumnya untuk tidak efektif akibat efek sampingnya yang berat. Namun
banyak pasien.
IX. PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan sindrom ekstrapiramidal yang akut akan lebih baik bila
gejala langsung dikenali dan ditanggulangi. Sedangkan prognosis pada pasien dengan
sindrom ekstrapiramidal yang kronik lebih buruk, pasien dengan tardive distonia hingga
distonia laring dapat menyebabkan kematian bila tidak diatasi dengan cepat. Sekali
terkena, kondisi ini biasanya menetap pada pasien yang mendapat pengobatan
X. KOMPLIKASI
12
Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat mengganggu sehingga
menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas dan gaangguan gerak saat berjalan
dapat menyebabkan penderita terjatuh dan mengalami fraktur. Pada distonia laring
sampingnya sendiri yang dapat menyebabkan komplikasi yang buruk. Anti kolinergik
13
KESIMPULAN
terjadi pada pemakaian jangka panjang antipsikotik tipikal dan penggunaan dosis tinggi.
Manifestasi sindrom ini dapat berupa reaksi distonia, sindrom parkinsonisme, dan tardive
trihexyphenidil (THP) dan difenhidrami. Bila reaksi distonia akut berat harus mendapatkan
penanganan cepat umumnya diberikan Beztropin secara IV atau difenhidramin secara IM.
Untuk akatisia diberikan antikolinergik dan amantadin, dan pemberian proanolol dan
Pengenalan gejala dengan cepat dan penatalaksanaan yang baik dapat memperbaiki
prognosis. Namun penangan yang terlambat dapat memberikan komplikasi mulai dari gejala
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Kee JH, Evelyn. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC; 1996.
2. Stinger JL. Konsep Dasar Farmakologi: Panduan Untuk Mahasiswa. 3 ed. Jakarta:
Pasien Schizophrenia di RSJ. Prof. HB. Sa'Anin Padang. Universitas Andalas Padang. 2011.
Rumah Sakit Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado Periode Januari 2013-Maret 2013.
5. Barry Guze SR, Daniel J. Siegel. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC; 1997.
Medscape. 2007;3:464-9.
8. Kamin JM, Sumita. Hughes, Douglas. Extrapyramidal Side Effect in the Psychiatric
15