Anatomi
Saraf fasialis (N.VII) mengandung sekitar 10.000 serabut saraf yang terdiri dari 7.000 serabut saraf
motorik untuk otot-otot dan 3.000 serabut saraf lainnya membentuk saraf intermedius (Nerve of
Wrisberg)* yang berisikan serabut sensorik untuk pengecapan 2/3 anterior lidah, palatum mole,
tonsil,dan serabut parasimpatik untuk kelenjar parotis, submandibula, sublingual, lakrimal, dan nasalis.
Di sekitar inti saraf kranial keenam keluar dari batas pons dan M.O. Saraf wajah menempuh jalur
intraosseous melalui kanal auditorial internal (dengan saraf kranial kedelapan). CN VII kemudian
melewati foramen stylomastoid di tengkorak dan serabut motorik berakhir ke cabang zygomatic
(elevate upper lip), bukal (elevate corner of mouth), mandibular(pulls lower lips downward), dan
cervical (inervasi platisma). Saraf ini menggerakan otot ekspesi wajah, yang meliputi frontalis
(kerutkan dahi), orbicularis oculi (tutup kelopak mata), orbicularis oris (close and compresses lips),
buccinator (gembungkan pipi, meniup), dan platysma pulls down corner of mouth). Otot lain yang
diinervasi oleh saraf wajah termasuk stapedius (gerakkan tulang stapes), stylohyoid, posterior
digastric belly, occipitalis (move scalp forward and backward), dan otot auricular anterior (pulls ear
forward) dan posterior (pulls ear backward). Semua otot yang diinervasi oleh saraf wajah berasal dari
lengkung cabang kedua.
Supply darah saraf wajah pada os petrosa berasal dari dua sumber utama: arteri stylomastoid
(berasal dari arteri oksipital atau posterior-aurikular dan naik melalui foramen stylomastoid),
dan cabang-cabang arteri petrosal (berasal dari tengah Meningeal arteri, memasuki hiatus
Fallopii dan turun di kanal bertulang). Anastomosis yang cukup ada di antara keduanya,
namun tidak menghalangi kemungkinan penyakit mikrovaskular yang mempengaruhi suplai
darah bagian distal nervus wajah, kemungkinan pada lingkaran yang terbentuk oleh arteri
stylomastoid saat memasuki tengkorak, atau pada bifurkasionya.
Jaras Motoris
Visceromotor (di
nukleus salivatorius
Somatomotoriis
superior di formatio
retikularis)
ganglion
sphenopalatinum
Corona radiata
(berdampingan
dengan N VIII
Mempersarafi
Mesencephalon kelenjar: lakrimalis,
submaksilaris, linguali
Serabut somatomotoris
sebagai radix N. VII
Jalan ke dorsomedial
melingkari N. VI
Masuk intratemporal
segmen mastoid
Nukleus di thalamus
M.O
Traktus solitarius
bersama dgn
lemniskus medialis
Nukleus solitarius di
atas MO dekat N.VII
dan IX
N. intermedius
Wrisbergi
Ganglion genikuli
(os petrosum)
Keluar dr meatus
akustikus interna
Chorda timpani
Jalan sesuai N.
Lingualis
Aferen
Impuls pengecap
2/3 ant lidah
JALAN NERVUS FACIALIS SUPRANUCLEAR:
Dari area motoris muka: gyrus precentralis dan postcentralis → tractus corticobulbar → capsula
interna → mescencephalon proximal → pons → nucleus N. VII pons → nucleus pecah jadi proximal
dan distal secara bilateral.
*NERVUS INTERMEDIUS:
- Nama itu karena posisinya waktu jalan melintasi angulus cerebellopontin antara N.VII dan
N.VIII
- Menyalurkan :
1. Serabut aferen rasa kecap dari lidah 2/3 depan via chorda tympani
2. Rasa kecap dari palatum mole via N. palatinus & petrosus major
3. Saraf preganglioner parasimpatis ke gl. Submandibularis, lingualis & lacrimalis. Serabut
kecap dari nucleus tractus solitaries + serabut yang ke gl. Lacrimalis, nasalis, mucus
palatum & submandibularis dari nucleus solivatorius superior. Serabut ke gl. Lacrimalis
via N. petrosus superficialis major → meninggalkan R.tengkorak → bercabang sebagai N.
vidianus.
4. Ada komponen sensoris cutaneous dari kulit area auricular + postauricular
- Nervus VII + nervus intermedius masuk canalis auditoris interna (CAI):
1. Berdampingan dengan N. vestibulocochlearis.
2. N. vistibvulocochlearis dalam posisi inferior/caudal
3. N. facialis masuk superior/cephal
4. Pada fundus canalis auditoris interna (CAI) crista falciformis membagi canalis auditoris
interna dalam bagian superior dan inferior
Nervus facialis jalan dalam saluran dalam pars petrosa ossis temporalis = canalis Fallopii
Segmen Labyrinthi
- N. facialis berjalan dalam pars petrosa ossis temporalis dalam canalis fallopii (Gabriel
Fallopius) → saraf terpanjang yang jalan dalam canal tulang.
- Canal ini sempit sering terjadi proses inflammasi saraf pusat, N.VII → oedem/trauma ossis
temporalis + anastomosis pembuluh darah sedikit mudah terjadi emboli/kompresi vascular
- Segmen proximal/segmen labyrinthin → di bawah fossa cranii media merupakan segmen
yang paling sempit dari canalis fallopii (3,5-4 mm)
- Disebut labyrinthin karena letak tepat posterior dari cochlea
- Nervus letak posterolateral dari ampula canalis semicircularis horisontalis + superior dan
sisanya pada bagian anterior vestibulum
Segmen horizontalis/tympanicus:
- Setelah lewat segmen labyrinthi: N.VII membentuk genu pertama → sampai pada ganglion
geniculatum → N.VII + N. intermedius bergabung dalam ganglion itu.
- Bergabung dengan chorda tympani bersama aferen lidah 2/3 depan → bercabang tiga:
o Nervus petrosus superficialis major → ke sekreto motor gl. Lacrimalis
o Nervus petrosus minor → sekresi gl. Parotis → juga membawa parasimpatis bersama
plexus tympanicus bersama N.IX + N. intermedius
o Nervus petrosus externus → cabang simpatis arteria meningea media
- Membentang dari ggl. Ganiculatum → canalis semicircularis horozontalis (8-11 mm) di
dinding belakang cavum tympani
- Superior dan posterior dari fenestra ovalis (oval window)
- Bagian distal N.VII muncul dari telinga tengah antara canalis auditoris externa & canalis
semicircularis horizontalis dan distal dari eminentia pyramidalis membentuk genu ke 2
- Lokasi N.VII di mastoid antara canalis semicircularis horizontalis, fossa incudis, dan plica
gastrica.
- Genu N.facialis berjalan inferolateral dari canalis semicircularis lateralis. → harus hati-hati
waktu operasi pembersihan cholesteatom, tumor masdoid
Segmen mastoid
- Mulai dengan genu ke 2: lateral & posterior dari processus pyramidalis → berjalan vertical ke
bawah foramen stylomstoideus.
- Merupakan perjalanan paling panjang: 10-14 mm.
- Mudah cedera waktu operasi telinga tengah.
- Ada 3 cabang dari segmen mastoid N. VII:.
o N. stapedius → m. stapedius
o Rami auricularis N. vagus (nervus Arnold) → gabung dengan N.VII → membawa serabut
nyeri dari canalis auditoris posterior
o N. chorda tympani (cabang terminal n. intermedius)
Berjalan lateral telinga tengah antara incus + hamulus malleulus → melintasi
rongga telinga tengah pada fissure petrotympanica (canalis Huguler) →
bergabung dengan Nervus lingualis.
Menyalurkan serabut aferen sensoris (kecap) dari 2/3 depan lidah dan serabut dari
dinding posterior canalis auditoris externa → untuk sensasi nyeri, suhu dan raba
Keluar dari canalis Fallopii melalui foramen stylomastoideum
Jalan antara m. stylohyoideus & m. digsatricus → masuk glandula parotis.
Epidemio
19,5% dari seluruh kasus neuropati (di 4RS di Indo)
40-70% dari semua kelumpuhan saraf fasialis perifer akut.
Prevalensi rata-rata berkisar antara 10–30 pasien per 100.000 populasi per tahun
Meningkat sesuai pertambahan umur, penderita diabetes, dan wanita hamil.
Sekitar 8-10% kasus berhubungan dengan riwayat keluarga pernah menderita penyakit ini.
F.R
people aged 15-60
diabetes
Hubungan penyakit mirkovaskular pada diabetes terhadap neuropati dan mononeuropati pada
khususnya telah dilaporkan dan berhubungan dengan iskemia saraf pada infark. Dapat
dikatakan bahwa area mikrosirkulasi yang sangat rentan sering terjadi distal pada chorda
tympani, oleh karena itu penyakit pembuluh darah diabetes dapat menyebabkan iskemia dan
infark wajah lokal dan edema, yang selanjutnya akan mengurangi suplai darah saraf karena
kanal Fallopi yang rigid di daerah itu. Dalam hal ini, saraf wajah menunjukkan kemiripan
yang serupa dengan saraf lain yang umumnya dipengaruhi oleh mononeuropati diabetes:
semua melintasi ruang tertutup yang membuat mereka sangat rentan terhadap efek iskemia.
pregnant women - especially during the third trimester
probably associated with the development of the hypertensive disorders of pregnancy
women who gave birth less than 1 week ago
Etio
Sekian lama dianggap idiopatik, di masa lalu, paparan dingin (angin, pendingin udara, atau
mengemudi dengan jendela mobil terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu.
Herpes simplex virus
Telah diidentifikasi gen Herpes SimpleksVirus (HSV) dalam ganglion genikulatum penderita
Bell’s palsy. Hipotesis : setelah menyebabkan infeksi primer pada bibir (cold sore : small
blisters that develop on the lips or around the mouth), virus tersebut menyerang akson saraf
sensorik dan berada di ganglion geniculatum. Pada saat stres, virus diaktifkan kembali dan
menyebabkan kerusakan lokal pada mielin.
Agen infeksius lainnya: syphilis, the Epstein-Barr virus (causes glandular fever),
cytomegalovirus, adenovirus, Coxsackievirus, mumps, and rubella
Riwayat keluarga Bell palsy telah dilaporkan sekitar 4% kasus. Kemungkinan autosom
dominan, namun faktor predisposisi diturunkan tidak jelas.
Patof
Teori : proses inflamasi pada nervus fasialis → ↑ diameter nervus fasialis → kompresi saraf pada saat
melalui tulang temporal.
(Nervus fasialis berjalan keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk
seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen stylomastoid→ jika ada inflamasi,
demyelinisasi atau iskemik → gangguan konduksi.)
Berdasarkan beberapa penelitian penyebab utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV
tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis, terutama virus herpes zoster karena
virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit (?).
Selama tahap pertama, juga dikenal sebagai infeksi produktif, virus ini secara aktif mereplikasi dan
membuat salinan baru dari dirinya sendiri. Setelah itu, virus tersebut bisa masuk ke fase kedua, yang
dikenal sebagai infeksi laten. Selama masa ini, salinan virus yang tidak aktif mereplikasi tetap berada
di neuron sensorik dan tidak menimbulkan gejala infeksi. Namun, virus dapat diaktifkan kembali dan
menimbulkan infeksi aktif.
Pada inflamasi di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan
kelumpuhan fasialis LMN. Bagian pertama kanal wajah, segmen labirin, adalah yang paling sempit;
Foramen meatal di segmen ini memiliki diameter hanya sekitar 0,66 mm. Inilah lokasi yang dianggap
sebagai tempat kompresi paling umum pada saraf wajah di Bell palsy.
Lesi di pons terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis
medialis. Karena itu akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik
ke arah lesi, bergandengan dengan hiperakusis ipsilateral dan ageusia.
Lesi proksimal ganglion geniculate, kelumpuhan motor + kelainan gustatory dan autonomic.
Lesi antara ganglion geniculate dan chorda tympani menghasilkan efek yang sama dengan
proksimal ganglion geniculate, kecuali gangguan lakrimasi.
Jika lesi berada pada foramen stylomastoid menyebabkan kelumpuhan wajah saja.
Proses inflamasi :
Gejala Klinis
Perasaan nyeri, pegal, dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitar nya sering merupakan gejala awal
yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa:
1. Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang sehat.
2. Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagoftalmus).
3. Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila
memejamkan mata (elevasi) : Bell’s phenomenon. (synkinesis sentral yang melibatkan otot mata
rectus superior dan otot oblik inferior. Setiap defisiensi melihat ke atas adalah supranuklear. Namun,
mungkin 10-15% populasi normal tidak menunjukkan fenomena ini.)
4. Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan
mencong ke sisi yang sehat.
5. Dapat juga ditemukan gejala lain yang menyertai antara lain: gangguan fungsi pengecap,
hiperakusis (Otot stapedius berfungsi menahan gerakan berlebih dari stapes, dan otot tensor tympani
berfungsi menahan gerakan manubrium dari maleus. Kedua kontraksi otot ini menyebabkan kekakuan
pada tulang-tulang pendengaran sehinga dapat mengurangi intensitas suara keras) dan gangguan
lakrimasi (berkurang) Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga
tertimbun di situ.→ sesuai lokasi lesi
6. Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, atau bila berkumur, air akan keluar melalui sisi mulut
yang lumpuh.
Penegakan Diagnosis
1. Anamnesa (sesuai gejala)
2. Pemeriksaan motoris
Pemeriksaan sistematik dengan mengamati kelainan asimetri yang timbul pada wajah akibat
kelumpuhan satu sisi otot wajah. (istirahat, dahi, mata, mulut)
3. Pemeriksaan sensoris (pengecapan 2/3 ant dan pendengaran)
4. PP : Untuk menyingkirkan DD :
- Serologi - Lyme, herpes dan zoster. Ini mungkin tidak mempengaruhi manajemen namun bisa
mengungkapkan etiologi.
- Periksa tekanan darah pada anak-anak dengan Bell's palsy (dua laporan kasus koarktasio aorta
yang disertai dengan kelumpuhan saraf dan hipertensi pada wajah).
- Tes berikut jarang dilakukan namun dikombinasikan dengan pemahaman neuroanatomi yang
baik, dapat menentukan daerah tingkat kelumpuhan:
o Tes air mata Schirmer (mengungkapkan aliran air mata berkurang di sisi kelumpuhan
yang mempengaruhi saraf palatine yang lebih besar).
o Refleks stapedial (dengan audiometri impedans : tidak ada jika m.stapedius terlibat).
o Studi elektrodiagnostik (umumnya untuk penelitian) tidak ada perubahan pada otot
wajah yang terlibat selama tiga hari pertama namun penurunan aktivitas listrik yang
stabil sering terjadi.
Derajat kelumpuhan saraf fasialis dapat dinilai secara subjektif dengan menggunakan sistem House-
Brackmann :
• Derajat 1 : Fungsional normal
• Derajat 2 : Angkat alis baik, menutup mata komplit, mulut sedikit asimetris.
• Derajat 3 : Angkat alis sedikit, menutup mata komplit dengan usaha, mulut bergerak sedikit lemah
dengan usaha maksimal.
• Derajat 4 : Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut bergerak
asimetris dengan usaha maksimal.
• Derajat 5 : Tidak dapat mengangkat alis, menutup mata inkomplit dengan usaha, mulut sedikit gerak
• Derajat 6 : Tidak bergerak sama sekali
Diagnosa Neurologis
Diagnosa Klinis : Ipsiparese nervus VII sinistra/dextra
Diagnosa Etiologi : susp. Bells palsy
Diagnosa Topis : nervus VII
DD
Kelumpuhan saraf perifer
Lesi struktural di telinga atau kelenjar parotid (kolesteatoma, tumor saliva) : kompresi saraf
wajah dan kelumpuhan.
Trauma : fraktur os temporalis pars petrosus, basis kranii, atau terdapat riwayat trauma.
Lyme Disease : riwayat eksposur tick, ruam, atau artralgia.
OMA dan OMK : onset yang lebih bertahap, disertai nyeri telinga dan demam.
Sindrom Ramsay Hunt : prodrome rasa sakit dan sering mengalami erupsi vesikular di saluran
telinga dan faring.
Polineuropati (Sindrom Guillain-Barré, sarkoidosis) : lebih sering menyerang bilateral.
Sarkoidosis ditemukan tanda-tanda febris, perembesan kelenjar limfe hilus, uveitis, parotitis,
eritema nodosa, dan kadang hiperkalsemia.
Tumor : gejala yang lebih berat dan perlahan selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
Tumor serebello-pontin (tersering) apabila disertai kelainan nervus kranialis V dan VIII
Miastenia gravis : terdapat tanda patognomonik berupa gangguan gerak mata kompleks dan
kelemahan otot orbikularis okuli bilateral
Sklerosis multiple : disertai kelainan neurologis lain: hemiparesis atau neuritis optika
Kelumpuhan saraf pusat
Stroke : Lesi supranuklear (pusat) yang mempengaruhi saraf wajah tidak akan melumpuhkan
dahi pada sisi yang sakit. Seringkali, setidaknya akan ada sedikit kelemahan ekstremitas pada
sisi yang terkena dampak juga
T.L
Tujuan : mempercepat penyembuhan, mencegah kelum-puhan parsial menjadi kelumpuhan komplit,
meningkatkan angka penyembuhan komplit, menurunkan dan mencegah sequele.
1. Istirahat
2. Medikamentosa
a. Kortikosteroid (1 mg/kg PO or 60 mg/day for 5d, tapering off 5d, for a total of 10d) mulai
dalam 72 jam setelah onset
b. Obat antivirus : Acyclovir (HSV : 400 mg 5 dd 1 selama 10 hari, VZV : 800 mg PO 5 times
daily for 10d) kombinasi dengan prednison.
c. Perawatan mata: Air mata buatan untuk menggantikan lakrimasi yang hilang,
3. Fisioterapi
Tujuan: mempertahankan tonus otot. Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage.
Komplikasi
Kelemahan wajah
Sekitar dua hingga tiga dari sepuluh orang penderita Bell’s palsy akan mengalami kelemahan wajah
permanen. Beberapa anak terlahir dengan lumpuh wajah dan sebagian lainnya menderita kelemahan
wajah setelah mengalami cedera pada saraf wajah.
Gangguan bicara
Kondisi ini muncul sebagai akibat dari kerusakan pada otot-otot wajah penderita Bell’s palsy.
Mata kering dan ulkus kornea
Ulkus kornea bisa muncul karena kelopak mata terlalu lemah untuk bisa menutup sepenuhnya.
Akibatnya, lapisan pelindung mata menjadi tidak berfungsi dengan baik. Kondisi ini bisa
menyebabkan kebutaan dan infeksi mata.
Prognosis
Faktor risiko yang diduga terkait dengan prognosis buruk pada pasien Bell palsy meliputi:
(1) usia lebih dari 60 tahun (sekitar 40% sembuh total dan memiliki tingkat gejala sekuele yang lebih
tinggi. kemungkinan Pasien yang berusia di bawah 30 tahun 85-90% sembuh total)
(2) kelumpuhan yang lengkap
(3) penurunan rasa kecap atau aliran saliva pada sisi kelumpuhan (biasanya 10- 25% dibandingkan
dengan sisi normal pasien), nyeri di daerah aurikular posterior dan penurunan lakrimasi.
Bell palsy kambuh pada 4-14% pasien. Mungkin kambuh pada sisi yang sama atau berlawanan dari
kelumpuhan awal. Kekambuhan biasanya dikaitkan dengan riwayat keluarga berulang Bell palsy.
Penderita kelumpuhan wajah ipsilateral rekuren harus menjalani pemindaian MRI atau CT untuk
mengesampingkan sklerosis neoplastik atau inflamasi (misalnya multiple sclerosis, sarkoidosis) yang
menyebabkan kekambuhan. Penyakit rekuren atau bilateral harus pertimbangkan myasthenia gravis.
Ad vitam :
Ad functionam :
Ad sanantionam :
Sequelae
Sebagian besar pasien dengan Bell palsy sembuh tanpa cacat. Sekitar 30% pasien, mengalami gejala
jangka panjang, dan sekitar 5% sekuele berat.
Semakin cepat pemulihan, semakin kecil kemungkinan bahwa sequelae akan berkembang:
Jika beberapa pemulihan fungsi dalam 3 minggu, pemulihan kemungkinan besar sembuh
Jika pemulihan dimulai antara 3 minggu dan 2 bulan, maka hasil akhirnya memuaskan
Jika pemulihan tidak dimulai sampai 2-4 bulan sejak awitan, kemungkinan sekuele permanen
lebih tinggi : regenerasi inkomplit dan synkinesis,
Jika tidak ada pemulihan yang terjadi pada 4 bulan, maka pasien lebih mungkin memiliki
gejala sisa : synkinesis, crocodile tears syndrome, dan (jarang) hemifasial spasm.
Keterangan sequele:
1. Regenerasi inkomplit