Anda di halaman 1dari 22

PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK

KETRAMPILAN KLINIK DASAR PEMERIKSAAN PSIKIATRI

I. PENGANTAR
Pemeriksaan psikiatri (gangguan jiwa) berbeda dengan pemeriksaan medis umum karena pasien tidak
sepenuhnya memiliki kemampuan untuk menyadari adanya gangguan psikiatri dan bahkan pasien dapat
datang dengan beberapa keluhan somatik/fisik. Dokterpun kadang meremehkan keberadaan gangguan
mental, bahkan beberapa tidak yakin bahwa gangguan psikiatri sebagai gangguan medis yang “nyata” dan
hanya menfokuskan pada keluhan fisik.
Wawancara psikiatrik yang baik merupakan salah satu modal dasar yang harus dimiliki oleh dokter karena
wawancara selain merupakan alat untuk mendapatkan data juga harus bersifat terapeutik Selama
melakukan wawancara, kita harus mengidentifikasi psikopatologi yang terdapat pada pasien,
menginterpretasikan psikopatologi itu ke dalam suatu gejala atau sindroma klinik yang esensial untuk
dapat menegakkan diagnosis (dalam hal ini diagnosis multiaksial dengan menggunakan kriteria PPDGJ-III)
melalui suatu proses yang efisien.
Ketrampilan Klinik Dasar Psikiatri ini dirancang agar seorang dokter umum mampu melaksanakan
pemeriksaan psikiatrik untuk dapat menegakkan diagnosis multiaksial berdasarkan PPDGJ III. Fokus
pembelajaran dan pelatihan serta evaluasi kinerja mengacu pada tingkat kompetensi keterampilan yang
terintegrasi dengan pengetahuan esensial dan perilaku terpuji.

1.1. STANDAR KOMPETENSI


Setelah mengikuti latihan ketrampilan pemeriksaan psikiatri, peserta mampu:
Melakukan anamnesis untuk menggali gejala gangguan jiwa dan melakukan pemeriksaan status mental
yang komprehensif terhadap kasus-kasus psikiatrik dewasa dan membuat diagnosis multiaksial.

1.2. KOMPETENSI DASAR KETRAMPILAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI


Setelah mengikuti latihan ketrampilan pemeriksaan psikiatri ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan kerangka kerja suatu wawancara psikiatrik diagnostik.
2. Membina hubungan baik dengan pasien
3. Melakukan penilaian status mental melalui metode: observasi, wawancara lisan, serta
eksplorasi.
4. Melakukan pemeriksaan fisik/neurologik dasar.
5. Membuat diagnosis multiaksial
II. PEMERIKSAAN PSIKIATRI
2.1. WAWANCARA
Gangguan psikiatrik seringkali luput dalam perhatian kita saat berhadapan dengan pasien. Untuk
itu diperlukan kemampuan khusus dalam melakukan pemeriksaan awal sehingga masalah-masalah yang
berkaitan dengan kesehatan jiwa dapat terdeteksi dengan lebih baik dan kita dapat memberikan
penatalaksanaan yang komprehensif dan paripurna. Proses wawancara dapat dilakukan pada pasien sendiri
(autoanamnesa) maupun dengan orang lain yang mengantar/keluarganya (heteroanamnesa) atas seijin
pasien dan sesuai indikasi. Dahulukan autoanamnesa secara terpisah sebagai penghargaan terhadap
penderita dan tidak menimbulkan kecurigaan, terutama pada penderita dengan kepribadian agak curiga.

2.1.1Pengertian Wawancara Psikiatrik

Wawancara psikiatrik adalah suatu bentuk wawancara yang dilakukan oleh dokter kepada
pasien dengan tujuan untuk memperoleh data atau sekumpulan gejala yang akan digunakan untuk
menetapkan diagnosis dan rencana tatalaksana bagi pasien. Selain sebagai alat bantu diagnostik,
pada wawancara psikiatrik yang baik juga terdapat komponen terapi. Dalam berelasi dengan
pasien selama wawancara, seorang dokter dengan bahasa verbal maupun non verbal dapat
sekaligus memberikan dukungan, menunjukkan penerimaan dan empati yang akan membuat
pasien merasa lebih nyaman. Dengan kata lain, wawancara psikiatri merupakan perangkat utama
yang diperlukan dalam melakukan penelusuran riwayat perjalanan penyakit (anamnesis), gejala
dan tanda gangguan psikiatrik (pemeriksaan status mental), menetapkan diagnosis, merencanakan
terapi, menentukan prognosis, dan juga sebagai alat untuk memberikan terapi atau intervensi non-
farmakologis (psikoterapi) bagi pasien dengan problem psikiatrik.

2.1.2 Teknik Wawancara Psikiatri

a. Membina Rapport

Rapport adalah interaksi antara pasien dengan pewawancara yang di dalamnya terdapat
rasa percaya (trust) dan pengertian (understanding). Pewawancara perlu memahami bahwa saat
pertama kali menemui pewawancara, pasien sering mengalami rasa khawatir, gugup, takut,
bahkan bingung, sehingga sulit untuk mengungkapkan permasalahan. Untuk membantu pasien
agar dapat menceritakan permasalahan yang dialaminya, pewawancara perlu menumbuhkan
rasa percaya pasien kepada pewawancara, memahami permasalahan tersebut, sehingga pasien
merasa dimengerti dan “diterima”.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam membina rapport:

1. Membuat suasana yang nyaman bagi pasien dan pewawancara

2. Menemukan hal-hal yang menyebabkan penderitaan pasien, dan memperlihatkan kepedulian


3. Menunjukkan keahlian

4. Membangun sikap kepemimpinan (sebagai dokter dan terapis)

5. Menyeimbangkan peran sebagai pendengar yang berempati, seorang ahli, dan sebagai
terapis.

1. Membuat suasana yang nyaman bagi pasien dan pewawancara

Wawancara dibuka dengan dengan percakapan dasar dan ringan, bertujuan untuk lebih
mengenal atau dekat dengan pasien. Lingkungan sebaiknya nyaman, tidak bising dan tidak
banyak intervensi. Pewawancara lebih banyak menjadi pendengar yang efektif. Teknik awal
membangun suasana yang nyaman bagi pasien:
a. Memberi salam, bersalaman, sambil tersenyum

b. Pewawancara memperkenalkan diri

c. Menanyakan nama pasien serta bagaimana sebaiknya pewawancara


memanggilpasien.
d. Dapat dilanjutkan dengan pertanyaan ringan (cth: bagaimana perjalanan
pasiensampai ke tempat pewawancara)
e. Menjelaskan secara singkat tujuan wawancara dan minta kesediaan pasien
untukmemberikan informasi
f. Pewawancara menanyakan identitas pasien (usia, tempat tinggal, asal,
pekerjaan,pendidikan, dan status pernikahan).

Untuk mendapatkan hasil yang optimal dari proses wawancara, perlu menerapkan teknik
mendengar yang efektif, seperti:
 Duduk berhadapan dan agak membungkuk ke arah pasien, membuat
kontakmata
 Rileks dan sikap terbuka, hangat dan empatik, memberi perhatian sepenuhnya

 Suara lembut, tidak memotong pembicaraan

 Tidak menghakimi, tidak memberi penilaian


2.Menemukan hal-hal yang menyebabkan penderitaan pasien dan
memperlihatkan kepedulian
• Dapat digunakan pertanyaan-pertanyaan, seperti :

- Apa yang sedang mengganggu Anda?

- Apa yang saat ini Anda rasakan?

- Apa yang bisa saya bantu? Dapatkah Anda menceritakan?

• Fase awal wawancara seringkali penting untuk membiarkan pasien melakukan


ventilasi terhadap keluhannya dengan bebas. Deteksi kemungkinan adanya depresi,
kecemasan, atau kemarahan.
- Jika pasien terlihat cemas, berikan dukungan kepada pasien, cth: “saya mengerti
bahwa hal ini mungkin sangat sulit diceritakan..terutama jika Anda baru pertama
kali datang…”

3. Tunjukkan keahlian

• Buat pasien memahami bahwa tidak hanya pasien sendiri yang menghadapi
masalah seperti sekarang.
• Sampaikan pada pasien bahwa terapis familiar dengan masalah ini – tunjukkan
pengetahuan yang dimiliki terapis.
• Bicarakan hal-hal yang diragukan oleh pasien tentang kemampuan terapis, bersama
dengan keluarga atau teman yang mengantar pasien dengan profesional.
• Bangkitkan semangat pasien akan masa depannya.

4. Bangun sikap kepemimpinan (sebagai dokter dan terapis)

Kemampuan memotivasi dan mengarahkan pasien, tunjukkan ketertarikan untuk


membantu kesembuhan pasien.

5. Seimbangkan peran sebagai pendengar yang berempati, seorang ahli, dan sebagai
terapis.
Dalam melakukan wawancara psikiatri, kita harus dapat menyeimbangkan peran,
kapan harus menjadi pendengar yang berempati, seseorang yang ahli dengan
keilmuannya, dan sebagai terapis yang mengobati pasien.
b. Merespons dengan Empati

Empati adalah kemampuan untuk dapat memahami apa yang dirasakan oleh pasien, bagaimana
jika berada dalam posisi tersebut, namun tetap sebagai pihak yang berdiri di luar masalah,
sehingga tetap dapat bersikap objektif. Dapat jatuh dalam simpati, bila terlarut dalam situasi yang
dihadapi orang tersebut, lalu gagal bersikap objektif. Simpati merupakan hal yang harus dihindari.
Empati berkaitan dengan kepedulian, pemahaman,serta sikap menghargai atau menghormati.
Bersikaplah apa adanya, jangan dibuat-buat, karena pasien akan dapat merasakan kepedulian yang
palsu. Respons terapis bisa berupa:

• Memperlihatkan kepedulian kita melalui bahasa tubuh

• Mempertahankan kontak mata, sesekali mengangguk, menampilkan ekspresi yang sesuai, dll.
• Ekspresi verbal singkat dapat memperlihatkan bahwa kita menghargai dan memahami.
Contoh : “oh ya…, mmm…, saya mengerti…”
“Saya dapat melihat bagaimana hal tersebut mengganggu Anda..”
“Hal tersebut pasti membuat Anda tidak nyaman..”

Kesalahan yang sering dilakukan:

• Mendengar sambil menulis atau kerja lain, pandangan menerawang

• Tidak sabar, menyela/interupsi, berargumentasi

• Banyak bicara atau menasehati, berbasa-basi

• Terlalu cepat menyimpulkan


c. Observasi perilaku nonverbal (intonasi suara, gaya bicara, ekspresi wajah
pasien)
Selama wawancara awal telah dimulai observasi kondisi dan perilakunonverbal
pasien. Komunikasi atau perilaku nonverbal yang dimaksud diantaranya:
 Ekspresi wajah: tatapan mata, kerut dahi, alis, hidung dan kesesuaian
ekspresi wajah
 Suara: nada, intonasi, jeda kata, cara bicara

 Sikap tubuh: cara bersikap, gerakan tubuh, tangan, kaki

 Reaksi fisiologis: wajah merah/pucat, berkeringat, napas tersengal, pupil mata


melebar
 Penampilan: cara berpakaian, sikap dalam duduk dan berdiri

d. Beri kesempatan untuk berbicara dengan bebas

Biarkan pasien memilih sendiri topik pembicaraan. Ikuti alur pembicaraan pasien,
namun tetap kendalikan wawancara agar tidak melenceng dari tujuan. Gunakan
kombinasi pertanyaan terbuka dan tertutup secara tepat. Sedapat mungkin bicaralah
lebih sedikit dari pasien, kecuali saat membuat simpulan.
Strategi Mendapatkan Informasi

• Teknik pertanyaan terbuka (open-ended questions) di awal wawancara akan membuat


pasien menceritakan masalahnya dengan kata-kata pasien sendiri. Pertanyaan yang
membantu di antaranya adalah:
“Bagaimana saya dapat membantu Anda?”

“Apa yang bisa saya bantu?”

“Masalah apa yang membawa Anda ke


sini?” “Darimana sebaiknya kita mulai?”
• Untuk menelusuri kata kunci atau menanyakan hal yang spesifik, detil-detil yang
dibutuhkan untuk diagnosis, pertanyaan terbuka dapat dikombinasikan dengan
beberapa pertanyaan tertutup (close-ended questions). Contoh:
D : Sudah berapa lama Anda mengalami keluhan sulit tidur?
P : 2 minggu
D : Berapa lama waktu yang Anda butuhkan untuk bisa tertidur belakangan ini?

P : Kadang-kadang satu jam, kadang 3 jam, kadang saya tidak bisa tidur
sama sekali sepanjang malam.
D : Apakah Anda pernah terbangun sangat awal dan tidak bisa tidur lagi?
P : Tidak

• Memulai topik baru dengan pertanyaan terbuka yang luas; lanjutkan dengan
memfokuskan pada satu topik target; akhiri dengan serial pertanyaan yang semakin
menyempit, sesekali tertutup – tipe ya/tidak.
• Jika ingin menghindari pertanyaan tertutup, gunakan pertanyaan terbuka yang tajam
dan fokus. Contoh:
“Apakah Anda mengalami sulit tidur?” (jawaban yang muncul adalah: ya atau tidak)

lebih baik bertanya:

“Apa yang terjadi saat Anda mencoba tidur?”

• Pendekatan yang baik adalah dengan mengkombinasikan keduanya, dari pertanyaan


luas ke pertanyaan yang terfokus dan tajam.

Beberapa teknik wawancara lainnya:


• Teknik Klarifikasi

“Anda merasa sedih. Kapan waktu Anda merasa paling sedih?”

• Teknik Fasilitasi

“lalu..” “apa yang terjadi kemudian?”


• Teknik Silence

terkadang pasien membutuhkan waktu untuk menangis, membutuhkan waktuuntuk


bercerita dalam kondisi yang mendukung
• Teknik Dukungan Positif

“Saya sangat menghargai Anda menceritakan kepada saya bahwa Anda berhenti
meminum obat. Dapatkah Anda memberitahukan kepada saya, apa masalahnya?

2.1.3 TAHAPAN WAWANCARA PSIKIATRIK

Secara umum, wawancara psikiatrik dibagi menjadi tiga tahapan:

a. Membuka Wawancara:

Fase ini merupakan fase awal dari sebuah wawancara psikiatrik. Di fase ini
dilakukan penelusuran identitas pasien, membina rapport dan mempersiapkan pasien
untuk wawancara yang sesungguhnya. Sampaikan juga kepada pasien bahwa semua
hal yang dibicarakan dalam sesi ini bersifat rahasia sehingga pasien dapat bebas
menceritakan apapun.

b. Isi Wawancara (wawancara yang sesungguhnya):

Pada bagian ini tanyakan keluhan utama yang membawa pasien datang berobat,
kapan dan bagaimana awalnya, perjalanan penyakit dan hal-hal yang memperparah
atau meringankan. Apakah pasien banyak mengeluhkan masalah fisik (lebih dari
tiga) yang tidak cocok dengan pola penyakit apapun. Apakah ada riwayat
penggunaan obat atau zat lain. Bagaimana kepercayaan pasien terhadap penyakitnya,
adakah kecurigaan ke arah supranatural atau keyakinan kultural tertentu. Tanyakan
pula riwayat gangguan jiwa sebelumnya, riwayat penyakit medis, serta peristiwa
kehidupan, misalnya berduka, pengangguran, pindah rumah, masalah dalam
perkawinan atau pekerjaan. Buat daftar sumber dukungan sosial bagi pasien;
keluarga, teman, lingkungan, agama, dll. Dalam hal ini, isi wawancara mirip seperti
anamnesis untuk penyakit fisik.

Akan tetapi, dalam wawancara psikiatrik juga dilakukan penelusuran mengenai


riwayat perkembangan, kehidupan sosial dan sistem keluarga pasien. Semua
peristiwa kehidupan yang bermakna pada pasien perlu ditelusuri, termasuk tahap-
tahap perkembangan (mulai bicara, berdiri, berjalan, apakah ada kecemasan
perpisahan saat pertama masuk sekolah, pergaulan di sekolah, dll). Selain itu, pada
bagian ini juga dilakukan pemeriksaan status mental. Kita perlu memastikan dan
mengonfirmasi gejala pada pasien. Apabila pasien mengatakan mendengar suara-
suara, kita perlu memastikan apakah suara tersebut tanpa sumber, apakah hanya
pasien sendiri yang dapat mendengar, kapan biasanya suara-suara tersebut muncul,
dan apa reaksi pasien terhadap suara-suara tersebut. Demikian pula bila pasien
memiliki keyakinan tertentu, untuk memastikan apakah itu suatu waham kita bisa
minta pasien menjelaskan lebih lanjut mengenai keyakinannya tersebut.

Pertanyaan kunci untuk mendeteksi gangguan jiwa di fasilitas kesehatan primer:

 Apakah Anda mengalami kesulitan tidur di malam hari?


 Apakah Anda merasa seolah tidak tertarik untuk melakukan kegiatan yang
biasa Anda lakukan?
 Apakah Anda merasa sedih akhir-akhir ini?

 Apakah Anda merasa takut terhadap apapun?

c. Menutup Wawancara:

Saat mengakhiri wawancara, buatlah simpulan singkat hasil wawancara dan selipkan
kalimat suportif bagi pasien. Bantu pasien untuk melihat sisi lain dari
permasalahannya sehingga ia merasa lebih baik.Berikan penjelasan tentang
kemungkinan diagnosis dan rencana terapi. Berikan pasien kesempatan untuk
bertanya mengenai hal-hal yang masih kurang jelas dan akhiri wawancara dengan
membuat janji temu untuk pertemuan berikutnya bila diperlukan.

2.1.4 WAWANCARA PSIKIATRIK DALAM KONDISI KHUSUS

1. Resistensi

• Resistensi: pasien yang secara sadar menghindari pembicaraan tentang suatu topik.
Contoh: “Saya tidak mau membicarakan tentang hal itu sekarang.”
“Saya tidak mau membahas hal ini dengan Anda.”

• Resistensi tidak langsung: pasien berusaha mengalihkan perhatian pewawancara dari


suatu topik, menjawab pertanyaan secara singkat atau tidak menjawab sama sekali,
atau mengalihkan pembicaraan, ekspresi wajahnya menunjukkan ketidaktertarikan,
atau berhenti sebelum menjawab.
Jika terjadi resistensi, maka ekspresikanlah penerimaan, jangan memaksa. Ubahlah fokus
pembicaraan dan tunda topik sebelumnya

2. Wawancara Saat Emergensi

• Waktu terbatas

• Fokus pada keluhan saat ini dan alasan dibawa ke fasilitas kesehatan (IGD)

• Alloanamnesis pada keluarga, teman, atau bahkan polisi yang membawa pasien

• Wawancara: pertanyaan langsung pada intinya, namun tetap tenang dan tidak
“mengancam” pasien. Pewawancara tampak mengendalikan situasi, secara
meyakinkan akan melindungi pasien dari kemungkinan melukai diri sendiri maupun
dari orang lain.
PEMERIKSAAN STATUS PSIKIATRI

Pendahuluan
Mulailah dengan memperkenalkan diri. Jelaskan secara jujur status dan kapasitas anda, bangun
kepercayaan tunjukkan sikap penuh pengertian dan minat, serta selalu waspada jangan sampai
mengganggu rasa harga diri penderita mengingat cara pemeriksaan dan keadaan lingkungan waktu
pemeriksaan mempengaruhi reaksi penderita.

Screening dan Follow Up


Awali dengan pertanyaan terbuka (open ended question), kemudian sesuaikan gaya wawancara
dengan komunikasi yang berjalan spontan saat itu. Ingatlah untuk tetap fleksibel, menjauhkan dari
asumsi pribadi terhadap keadaan penderita, dan waspada terhadap reaksi emosional yang mungkin
terjadi. Gunakan pertanyaan tertutup (closed ended question) pada saaat yang tepat untuk
mengumpulkan berbagai detil yang tidak dapat diformulasikan menjadi gambaran klinis atau
diagnosis. Pendekatan yang baik adalah dengan mengkombinasikan keduanya dengan teknik yang
berkelanjutan dari pertanyaan luas ke pertanyaan yang terfokus dan tajam. Memulai topik baru
dengan pertanyaan terbuka yang luas; lanjutkan dengan memfokuskan pada satu topik target; dan
akhiri dengan serial pertanyaan yang semakin menyempit, sesekali tertutup – tipe ya/tidak.
Pertanyaan ya/tidak dapat digunakan untuk verivikasi, spesifik, atau memancing respon. Jika ingin
menghindari pertanyaan tertutup, gunakan pertanyaan terbuka yang tajam dan fokus.
Penderita gangguan jiwa sering mengalami distorsi tranferensi. Kewaspadaan dan penghargaan
tetang dinamika hubungan penderita dan dokter serta potensinya untuk distorsi transferensi tentang
dokter dari penderita, merupakan faktor yang sangat penting bagi dokter agar tetap obyektif, menjaga
jarak, menunjukkan empati dan tidak terlalu banyak sehingga tidak hanyut dalam perasaan terhadap
pasien. Dengan pandangan demikian maka dokter akan tetap sabar, toleran dan cukup bebas dari
cemas pribadi menghadapi penderita.
Anamnesis, bertujuan untuk menggali data subyektif dengan menanyakan alasan berobat dari
keluhan utama pasien, riwayat gangguan sekarang, gangguan dahulu, riwayat perkembangan diri,
latar belakang sosial, keluarga, pendidikan, pekerjaan, dan perkawinan. Jangan terlalu berharap pada
wawancara yang pertama, tapi pupuklah kepercayaan pelan-pelan sehingga dengan pertanyaan-
pertanyaan yang halus kita dapat membuka rahasia hidup penderita tanpa menimbulkan rasa cemas
yang berlebihan. Penderita yang sangat terganggu secara akut harus diperiksa secepat mungkin sebab
keadaannya mungkin cepat berubah.

13
Klarifikasi Riwayat
Tiap pasien mempunyai cara menjawab yang berbedabeda. Beberapa pasien menjawab pertanyaan
dengan jelas, yang lainnya menjawab secara sempit, tidak sesuai dengan pertanyaan, tidak jelas, atau
sirkumstansial. Dalam beberapa situasi, pewawancara perlu membantu pasien untuk dapat memberi
jawaban yang lebih jelas. Teknik yang dapat membantu pasien memperjelas jawabannya adalah
specification, generalization, checking symptom, leading question, probing, interrelation, dan
summarizing.
Spesifikasi dilakukan bila pasien yang memberikan jawaban tidak jelas maka pertanyaan bias ubah
menjadi lebih tertutup, generalisasi dilakukan bila pasien hanya memberikan informasi yang spesifik
saat pewawancara memerlukan penjelasan mengenai pola perilaku secara keseluruhan.
Pewawancara dapat mengajukan beberapa daftar gejala (checking symptom) kepada pasien untuk
membentu menilai adanya psikopatologi, hal tersebut dilakukan jika cerita yang disampaikan pasien
tidak jelas. Leading question mengarahkan pasien pada jawaban yang spesifik. Pasien kadang
menyampaikan makna dan pentingnya suatu situasi yang ia alami tanpa menjelaskan alasannya.
Pewawancara harus mencoba untuk menemukan alasan tersebut dengan teknik yang disebut probing.
Pewawancara harus melakukan eksplorasi mengenai hubungan (interrelation) yang tidak logis yang
disampaikan oleh pasien dalam wawancara. Teknik summaries berguna pada pasien yang
memberikan jawaban yang tidak jelas atau sirkumstansial, asosiasi longgar, flight of ideas, seperti
pada pasien bipolar atau siklotimia. Teknik ini membantu memfokuskan perhatian pasien. Dengan
teknik ini pewawancara juga dapat merefleksikan kembali pada pasien apa yang dipikirkan oleh
pewawancara mengenai kata-kata pasien. Pewawancara perlu berhati-hati dalam menggunakan
teknik ini karena dapat mengarahkan pasien dan pewawancara meletakkan kata-katanya pada pasien.

2.1.1. Identifikasi
Meliputi pertanyaan tentang identitas dan orientasi. Bermanfaat untuk administrasi dan agar tidak
salah mengenali pasien. Selain itu, komponen-komponen ini ada kaitannya dengan penyakit tertentu.
Misalnya schizophrenia serangan pertamanya biasanya pada usia kurang dari 45 tahun, depresi lebih
banyak terjadi pada wanita. Daerah Blitar secara epidemiologis banyak penduduknya yang terkena
schizophrenia.
Identifikasi pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, suku bangsa/latar belakang,
kebudayaan, status sipil, pendidikan, dan pekerjaannya. Orientasi dinilai dengan menanyakan posisi
pasien sekarang dalam ruang dan waktu.

14
2.1.2. Keluhan utama
Sebab utama yang menyebabkan seseorang secara aktif/pasif datang/dibawa berobat (tidak harus ke
dokter) menurut pasien dan/atau keluarganya. Misalnya, tertawa sendiri tanpa sebab, nangis tanpa
sebab, gaduh gelisah, bingung, kemudian dikaitkan dengan fungsi mental yang mana. Lakukan
autoanamnesa terlebih dahulu dengan menanyakan alasan pasien datang/berobat, berapa lama ia
mengalami gangguan tersebut, apakah ada pencetus yang berhubungan dengan awal keluhannya, dan
bagaimana pasien memahami gangguannya. Heteroanamnesa yang ditanyakan meliputi sejak kapan
tampak perilaku tidak yang wajar tersebut, perkiraan mengapa hal tersebut terjadi, dan berapakali
kambuhnya.

2.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang


Bertitik tolak dari keluhan utama yaitu permulaan gangguan (gejala/tanda pertama) hingga keadaan
sekarang. Susun secara sistematis dan kronologis. Didapatkan dari anamnesa baik secara
heteroanamnesa atas ijin penderita (bila diindikasikan agar secara cepat tahu gambaran gejala)
maupun autoanamnesa (dahulukan) dengan prinsip 5W+How. Tanyakan fungsi jiwa secermat
mungkin antara lain:
 Afek emosi : apa pasien pernah menangis/tertawa tanpa sebab
 Proses berfikir : apakah pasien pernah berbicara melantur. Rincilah apa yang dibicarakan nilailah
bentuk dan isi pikiran, sedangkan arus pikiran tidak bisa dinilai karena tidak direkam saat itu.
 Presepsi : pernahkan melihat/mendengar sesuatu yang tidak dilihat/didengar orang lain
 Kemauan : bagaimana tentang perawatan diri, pekerjaan, pergaulan sosial

2.1.4. Riwayat Penggunaan Obat-obatan


Tanyakan pola penggunaan obat-obatan terlarang termasuk intake alkohol dan penggunaan
mariyuana, kokain, heroin dan halusinogen.

2.1.5. Riwayat Psikiatri terdahulu


Tanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami gangguan yang sejenis, termasuk apakah
sudah pernah menemui dokter dan mendapat pengobatan. Bila sudah, rinci jumlah, warna obat yang
pernah diterima dan hasil pengobatan serta riwayat perawatan di rumah sakit.

2.1.6. Riwayat Perkembangan dan Sosial

15
Riwayat pribadi ditanyakan antara lain mengenai perkembangan fisik dan mental, hubungan antar
manusia, hidup, emosi, sifat, minat, kemampuan, prestasi, ketrampilan, pengalaman penting,
kepercayaan, gangguan jiwa yang pernah dialami yang dapat dibagi dalam masa-masa : graviditas
ibunya, kelahiran bayi, kanak-kanak, pubertas, adolesens, dewasa, tua/senja usia. Misalnya
menanyakan penderita anak ke berapa dari berapa bersaudara (predesposisi anak ke-1 dan terakhir
atau anak tunggal), masa kelahiran, pertumbuhan, dididik, tinggal dengan siapa, riwayat
perkembangan pendidikan, riwayat pekerjaan (suka pindah? kenapa?), bakat, minat, penggunaan
waktu luang dan riwayat pernikahan.

2.1.7. Faktor Premorbid


Untuk mengetahui penyebab dan prognosa penyakit. Mulai dari lahir, balita, sekolah dasar, hingga
sekarang. Berhubungan dengan keturunan, riwayat perkembangan dan stressor psikososial.
Kepribadian premorbid, diperlukan untuk mengetahui prognosa. Tentukan sifat-sifat sebelum
timbulnya gangguan bila tidak ditemukan gangguan kepribadian sebutkan ciri-ciri kepribadian. Jika
ditemukan sesuaikan dengan kriteria PPDGJ III.

2.1.8. Faktor Keturunan


Riwayat keluarga orang tua, saudara, susunan keluarga, susunan anggota rumah tangga dalam rumah
yang ditempatinya, anggota keluarga yang pernah atau sedang menderita gangguan jiwa atau
penyakit fisik lain. Apakah ada keluarga (ayah, ibu, saudara, suami/istri) yang menderita gangguan
jiwa dan apakah pernah sampai MRS.

2.1.9. Faktor Pencetus


Faktor pencetus/stressor psikososial, peristiwa apa yang mendahului gejala, untuk mengetahui
prognosa dan cara terapi.

2.1.10. Faktor Organik/Riwayat penyakit medis terdahulu


Pernahkah mengalami penyakit fisik misalnya kejang (mulai lahir sampai sekarang), DM, stroke,
Hipertensi.

2.1.11. Riwayat Pengobatan


Tanyakan obat-obatan yang sering ia gunakan baik yang dengan resep atau tanpa resep.

2.2. PEMERIKSAAN
16
Pemeriksaan, secara obyektif didapatkan dari penilaian status mentalis, penilaian kognitif, bila
diindikasikan dapat dilakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan scan otak. Penilaian
status psikiatri perlu disesuaikan dengan sosio ekonomi dan latar belakang pendidikan.

2.2.1. Status Internistik


Pemeriksaan kardiologi sederhana berupa denyut nadi dan tekanan darah.

2.2.2. Status Neurologik


Pemeriksaan neurologis sederhana antara lain tonus otot, refleks, dan nervus cranialis.

2.2.3. Status Psikiatri (autoanamnesa)


Status Praesens (tanggal, jam)
 Kesan Umum, amati wajah, apakah sesuai dengan usia, kontak mata, cara berpakaian,
rambut, hygiene pribadi salah satunya dari bau, cara duduk, bersikap dan perilaku
terhadap pemeriksa, cara berjalan, psikomotor yang melambat atau agitasi.

 Kontak
o Verbal : lancar, tidak lancar, relevan, irrelevan
o Non verbal : tulis, gambar, isyarat (misalnya beri minum lihat responnya)

 Kesadaran :
o Orientasi, terhadap waktu, ruang, nama, identitas dan orang lain
o Atensi, perhatian dan konsentrasi terhadap pertanyaan yang diajukan. Dapat
ditanyakan dengan pertanyaan pasien datang dengan siapa, dimana ia memarkir
kendaraannya, atau kapan ia membuat janji untuk datang pada pemeriksa saat ini.
Dari pertanyaan tersebut, pemeriksa dapat menentukan seberapa besar atensi,
konsentrasi, orientasi dan memori.
o Memori, penilaian daya ingat pasien dapat dilakukan secara informal. Saat
pemeriksa memperkenalkan diri dan pasien dapat mengulang menyebut nama
pemeriksa (immediate recall). Untuk menilai memori jangka sedang dan panjang
pasien dapat diajak menceritakan kejadian yang telah lama terjadi.

17
 Afek – Emosi : amati keadaan emosional pasien (misalnya: depresi, gembira, cemas)
yang biasanya dikemukkan sendiri oleh pasien. Afek adalah penilaian terhadap keadaan
emosi pasien yang terdiri dari:
o Tingkatan afek, atau spektrum mood yang ditunjukkan pasien. Terdiri dari: (a)
penuh (normal) yaitu emosi yang berubah sesuai dengan keadaan yang
dibicarakan, (b) terbatas, yang sering tampak sedih (pasien depresi) dan dapat juga
tiba-tiba meningkat (pasien manik), dan (c) datar, yaitu pasien yang menunjukkan
sedikit sekali emosi, terutama pada pasien skizoprenia.
o Kelabilan, yaitu kecepatan perubahan mood pasien.
o Kesesuaian, yaitu seberapa sesuai keadaan emosi dengan subyek pembicaraan.
Jika pasien membicarakan kesedihan malah bergembira berarti termasuk tidak
sesuai.

 Proses Berfikir : bentuk (adanya ide aneh; normalnya realistis ditanya menjawab sesuai
pertanyaan), arus, isi. Terbagi menjadi :
o Linear : menjawab langsung sesuai pertanyaan
o Circumstance : jawaban berputar-putar dari pertanyaan yang sebenarnya
o Tangensial : jawaban tidak berhubungan dengan pertanyaan, terjadi bila pasien
cemas, atau mengalami demensia
o Flight of idea : tampak pada mania, pikiran pasien melompat-lompat dari ide satu
ke ide lainnya yang sulit untuk diikuti
o Asosiasi longgar : pasien menunjukkan ide-ide yang tidak berhubungan
o Pikiran blocking : pikiran pasien tiba-tiba terhenti tanpa tujuan yang jelas, kadang
muncul pada psikosis.
o Berfikir kongkrit : pasien tidak dapat berfikir abstrak, sehingga responnya sering
ekstrim.
o Preservasi : perilaku, sikap dan pola bicara yang berulang. Sering merupakan
tanda dari disfungsi sistem saraf.

Isi pikiran, jenisnya antara lain:


o Waham : keyakinan pribadi yang salah (tidak sesuai dengan pendekatan rasional)
yang dipertahankan.

18
o Waham paranoid : termasuk keyakinan bahwa pasien sedang dikejar kelompok
tertentu.
o Waham kebesaran : keyakinan bahwa pasien lebih berbakat, terkenal daripada
keadaan yang sesungguhnya.
o Waham somatik : keyakinan bahwa ada ssesuatu yang salah pada bagian
tubuhnya, atau ia menderita penyakit tertentu.
o Waham bersama : terjadi bila salah satu anggota keluarga juga mengalami waham
yang sama.
o Paranoia : perasaan kecurigaan secara umum, kecenderungan untuk menganggap
sesuatu yang diluar dirinya berbahaya.
o Ide bunuh diri : pikiran yang selalu mengarah pada rasa ingin bunuh diri.
o Ide membunuh : pikiran untuk membunuh orang lain.
o Ide referensi : pasien merasa pernah mengalami hal tertentu atau pergi ke tempat
tertentu.

 Intelegensi, sesuai dengan tingkat pendidikan (angka, pengetahuan umum, beda jeruk
dengan bola).

 Persepsi
o Halusinasi : presepsi sensoris tanpa adanya input sensoris. Dapat terjadi pada
sebuah indra sensoris antara lain halusinasi auditorius (mendengar sesuatu tanpa
ada sumber bunyi), halusinasi visual (melihat sesuatu yang tidak ada). Terjadi
pada pasien scizophrenia, delirium, mania.
o Ilusi : presepsi yang salah terhadap input sensoris. Misalnya menganggap batu
yang dilihat sebagai buah. Terutama terjadi pada delirium.
o Derealisasi dan depersonalisasi : perasaan tidak nyaman karena diri sendiri atau
dunia luar berubah dan menjadi tidak nyata.

 Kemauan/volition : motivasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, berhubungan


dengan perawatan diri, pekerjaan, pergaulan sosial.

 Psikomotor : terdiri dari postur yaitu tonus otot tubuh pasien yang berkaitan dengan
energi dan ketegangan dan gerakan psikomotor haruslan bertujuan yang dibedakan atas

19
bahasa tubuh ekspresif untuk menekankan apa yang ingin disampaiakan secara verbal dan
simbolik yang tergantung budaya untuk mewakili apa yang ucapakan oleh verbal.

2.3. RESUME/RINGKASAN
2.4. DIAGNOSIS MULTIAXIAL
Diagnosis, berupa diagnosis multiaxial sesuai PPDGJ III yang mengacu pada DSM IV dengan
mempertimbangkan keadaan komorbid yang berhubungan :
Axis I : Gangguan Klinis
Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis
Axis II : Gangguan Kepribadian
Retardasi Mental
Axis III : Kondisi Medik Umum
Axis IV : Masalah Psikososial dan Lingkungan
Axis V : Global Assessment of Functioning - GAF Scale

20
CHECKLIST KETERAMPILAN WAWANCARA dan PEMERIKSAAN PSIKIATRI

NO PENILAIAN 0 1 2
A. WAWANCARA
1. Pendahuluan
Memperkenalkan diri dengan pasien dan identifikasi pasien
2. Screening (dengan pertanyaan luas open ended Q)
Menanyakan keluhan utama yang dapat dibantu
3. Follow Up (dengan closed ended Q)
Menggali riwayat penyakit sekarang dan dahulu
4. Konfirmasi riwayat
Konfirmasi kembali riwayat penyakit sekarang, dahulu, faktor premorbid,
pencetus dan organobiologik yang mendukung
5. Pelengkapan data
Menambah data yang berhubungan atau mengacu pada kemungkinan
diagnosis kerja dan menyingkirikan diagnosis banding
6. Feedback
Merangkum data yang telah didapat secara sistematis yang mengarah pada
diagnosis kerja pada pasien (untuk pasien psikotik dijelaskan pada keluarga)
7. Kontrak terapi
Menjelaskan rencana terapi dan pentingnya dukungan pasien/keluarga dalam
keberhasilan terapi (untuk pasien psikotik terutama dijelaskan pada keluarga)
B. PENGISIAN STATUS
8. Kesan umum
9. Kontak
10. Kesadaran
11. Emosi/ Afek
12. Proses Berpikir
13. Intelegensi
14. Persepsi
15. Kemauan/ Volition
16. Psikomotor

Keterangan :
0 : tidak dilakukan
1 : ya dengan tidak sempurna
2 : ya dengan sempurna

21
PENGGUNAAN SKENARIO UNTUK LATIHAN
Seorang ibu dinyatakan menderita kanker mata dan disarankan oleh dokter untuk segera diangkat
yang artinya mengakibatkan buta di salah satu mata. Ibu tersebut menjadi sedih dan sulit mengambil
keputusan. Sehari-hari ibu tersebut mengurus rumah tangga dan anak-anaknya di rumah. Ia juga
sering mengikuti kegiatan arisan dengan tetangganya. Saat ini ibu tersebut menjadi malas
mengerjakan berbagai hal dan lebih banyak mengurung diri di kamar. Lakukan pemeriksaan psikiatri
berupa wawancara dan penilaian status mental pasien.

Daftar Tilik Bermain Peran

No Butir Penilaian Ya Tidak


1. Memberikan salam, bersalaman, tersenyum
2. Perkenalan diri, membina Rapport
3. Menanyakan keluhan dan gejala untuk memahami
4. Membantu pasien untuk mengungkapkan apa yang
dirasakan(verbal-non verbal) untuk mendapatkan
Informasi
5. Melakukan respons empati dan penentraman
6. Simpulan singkat hasil wawancara
7. Penjelasan rencana terapi
8. Menyediakan kesempatan untuk bertanya

22

Anda mungkin juga menyukai