Anda di halaman 1dari 9

PANDUAN KETERAMPILAN MEDI

ALLOANAMNESIS DAN BREAKING BAD NEWS

I.PENGANTAR
Keterampilan komunikasi alloanamnesis dan penyampaian berita buruk merupakan kelanjutan dari
keterampilan komunikasi dasar pada semester lalu. Setelah mempelajari dan mampu melakukan anamnesis
untuk menggali informasi dengan benar tentang identitas pasien, keluhan utama dan keluhan sistim organ,
(yang dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lain jika diperlukan) akhirnya sampailah
pada kesimpulan yang merupakan penegakan diagnosis.
Penyampaian diagnosis kepada pasien tidaklah sulit jika diagnosisnya hanya penyakit yang ringan. Tetapi
masalah menjadi lain ketika diagnosis yang harus disampaikan oleh dokter kepada pasien adalah penyakit yang
berat, seperti kanker stadium akhir, gangguan pertumbuhan seorang anak, atau penyakit infeksi menular seperti
HIV-AIDS.
Keterampilan komunikasi dalam memberikan informasi kepada pasien tentang penyakit yang berat ini dipelajari
dalam penyampaian kabar buruk (breaking bad news). Dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Abdus Salam
dkk, di Universitas Kebangsaan Malaysia, penyampaian berita buruk adalah keterampilan yang paling sedikit
diakui untuk bisa dilakukan oleh dokter muda yang sedang menjalani kepaniteraan klinik di rumah sakit. Sedang
menurut Kembali T, dari Universitas Washington menyampaikan berita buruk termasuk keterampilan
komunikasi yang kurang diminati oleh dokter, hal ini dapat dimengerti karena beban psikologis yang dihadapi
saat seorang dokter harus menyampaikan berita buruk kepada pasiennya.
Keterampilan yang kurang dari seorang dokter dalam menyampaikan berita buruk dapat menimbulkan kerugian
yang cukup parah bagi pasien, karena saat ini pasien berada dalam masa kritis yang mungkin pemberitaan ini
akan mengubah kehidupan pasien esok hari, sehingga kemampuan dalam penyampaian berita buruk seharusnya
dapat dikuasai oleh setiap dokter. Keterampilan ini tidak bisa diperoleh begitu saja tetapi dengan kerja keras
belajar dan berlatih.
Keterampilan penyampaian berita buruk ini bertujuan untuk dapat mengurangi syok yang dialami oleh pasien
saat menerima kabar buruk, membangun kepercayaan dalam menghadapinya serta memberi informasi yang
jelas dan realisitis terkait dengan dignosis penyakitnya (kabar buruk yang diterimanya).
Pencapaian hasil dari keterampilan komunikasi dasar ini mencakup dua aspek, yaitu aspek medis dan aspek
keterampilan komunikasi. Aspek medis adalah kemampuan memberikan informasi yang realistis tentang
diagnosis (bad news yang diterima) pasien. Sedang aspek keterampilan komunikasi adalah keterampilan
menggali informasi yang diperlukan untuk penegakan diagnosis dan keterampilan yang harus dikuasai dalam
penyampaian berita buruk (breaking bad news).

Standar kompetensi keterampilan komunikasi dasar pada blok ini adalah:


Setelah mengikuti keterampilan komunikasi dasar ini, mahasiswa mampu:
1. Membina sambung rasa, berpenampilan yang baik dan sopan serta membina hubungan dokter-pasien
atau dokter-keluarga pasien yang wajar.
2. Menggali informasi sejauh mana kesiapan pasien atau keluarganya dalam menerima kabar buruk dan
menyampaikan kabar buruk tersebut.

Kompetensi dasar keterampilan komunikasi dasar pada blok ini adalah:


Setelah mengikuti keterampilan komunikasi dasar ini, mahasiswa mampu:
1. Membina sambung rasa, penampilan pewawancara yang baik, membina hubungan dokter pasien yang
wajar, dengan:

1
a. Membina sambung rasa, ramah, empati, memperlihatkan sikap menerima
b. Menjaga suasana serius tetapi santai
c. Berbicara dengan lafal yang jelas
d. Mempersilahkan duduk
e. Mengetahui bahasa non verbal
2. Menggali informasi medis untuk perlu untuk penegakan diagnosis dan mengetahui kesiapan pasien atau
keluarga pasien sebelum penyampaian berita buruk
a. Menggunakan bahasa yang dapat dipahami
b. Menjadi pendengar yang baik
c. Tidak terkesan menginterogasi
d. Menggali informasi tentang:
 apa yang pasien atau keluarganya ketahui tentang penyakit yang diderita
 sejauh mana kesiapan pasien atau keluarga pasien dalam menerima kabar buruk
3. Penyampaian kabar buruk
a. Menggunakan bahasa yang dapat dipahami
b. Menyampaikan kabar buruk

II. ANAMNESIS
Pengertian Anamnesis
Anamnesis adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara seorang dokter
dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk
mendapatkan data pasien beserta permasalahan medisnya.
Tujuan Anamnesis
Tujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang permasalahan yang sedang dialami
atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan dengan cermat maka informasi yang didapatkan akan
sangat berharga bagi penegakan diagnosis, bahkan tidak jarang hanya dari anamnesis saja seorang dokter sudah
dapat menegakkan diagnosis. Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar sudah dapat
ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar.
Tujuan berikutnya dari anamnesis adalah untuk membangun hubungan yang baik antara seorang dokter dan
pasiennya. Umumnya seorang pasien yang baru pertama kalinya bertemu dengan dokternya akan merasa
canggung, tidak nyaman dan takut, sehingga cederung tertutup. Tugas seorang dokterlah untuk mencairkan
hubungan tersebut. Pemeriksaan anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan untuk membangun hubungan
dokter dan pasiennya sehingga dapat mengembangkan keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk tahap-
tahap pemeriksaan selanjutnya.

Jenis Anamnesis
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan Alloanamnesis atau Heteroanamnesis.
Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan tehnik autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung
terhadap pasiennya. Pasien sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan menceritakan
permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk
menceritakan apa yang sesungguhnya dia rasakan.
Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat dilakukan. Pada pasien yang tidak
sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu
orang lain untuk menceritakan permasalahannya. Anamnesis yang didapat dari informasi orang lain ini disebut
Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari anamnesis dilakukan bersama-
sama auto dan alloanamnesis.

2
Persiapan Untuk Anamnesis
Anamnesis yang baik hanya dapat dilakukan apabila dokter yang melakukan anamnesis tersebut menguasai
dengan baik teori atau pengetahuan kedokteran. Tidak mungkin seorang dokter akan dapat mengarahkan
pertanyaan-pertanyaannya dan akhirnya mengambil kesimpulan dari anamnesis yang dilakukan bila dia tidak
menguasai dengan baik ilmu kedokteran. Seorang dokter akan kebingungan atau kehilangan akal apabila dalam
melakukan anamnesis tidak tahu atau tidak mempunyai gambaran penyakit apa saja yang dapat menimbulkan
keluhan atau gejala tersebut, bagaimana hubungan antara keluhan-keluhan tersebut dengan organ-organ tubuh
dan fungsinya. Umumnya setelah selesai melakukan anamnesis seorang dokter sudah harus mampu membuat
kesimpulan perkiraan diagnosis atau diagnosis banding yang paling mungkin untuk kasus yang dihadapinya.
Kesimpulan ini hanya dapat dibuat bila seorang dokter telah mempersiapkan diri dan membekali diri dengan
kemampuan teori atau ilmu pengetahuan kedokteran yang memadai.

Kesimpulan Anamnesis
Pada akhir anamnesis seorang dokter harus dapat membuat kesimpulan dari anamnesis yang dilakukan.
Kesimpulan tersebut berupa perkiraan diagnosis yang dapat berupa diagnosis tunggal atau diagnosis banding
dari beberapa penyakit. Kesimpulan yang dibuat haruslah logis dan sesuai dengan keluhan utama pasien. Bila
menjumpai kasus yang sulit dengan banyak keluhan yang tidak dapat dibuat kesimpulannya, maka cobalah
dengan membuat daftar masalah atau keluhan pasien. Daftar tersebut kemudian dapat digunakan untuk
memandu pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang yang akan dilaksanakan, sehingga pada akhirnya
dapat dibuat suatu diagosis kerja yang lebih terarah.

III. ALLOANAMNESIS / HETEROANAMNESIS

Berikut ini merupakan contoh keadaan dimana anamnesis biasanya dilakukan melalui alloanamnesis.

Pasien tak sadar


Anamnesis bisa dan harus selalu didapatkan pada pasien yang tidak sadar.
– Wawancarai kerabat atau teman (jika tak ada harus diupayakan untuk menghubungi mereka dan
dapatkan anamnesis melalui telepon jika perlu)
– Wawancarai setiap saksi mata dari keadaaan dimana pasien menjadi tidak sadar. Deskripsi terinci
mengenai hilangnya kesadaran bisa sangat membantu penegakan diagnosis
– Wawancarai semua sumber anamnesis lain termasuk laporan ambulans, petugas ambulan, polisi, dokter
umum, dan setiap catatan medis yang ada.

Seperti halnya melakukan anamnesis dengan pasien, pertanyaan yang sama harus diajukan pada kerabat dan
saksi mata. Berikut adalah hal-hal yang penting ditanyakan saat anamnesis:
– Rincian peristiwa disekitar hilangnya kesadaran
– Setiap masalah medis atau psikologis terakhir
– Riwayat pemakaian obat (baik yang tidak resmi maupun yang diresepkan)
– Alergi
– Setiap episode hilangnya kesadaran sebelumnya
– Setiap riwayat penyakit dahulu yang merupakan gejala gangguan jantung, pernafasan, neurologis, atau
metabolik yang signifikan
– Setiap gejala medis terakhir seperti nyeri kepala, demam atau depresi
Gambaran seluruh sistem seringkali bisa didapatkan secara rinci dari kerabat atau teman.

3
Trauma
Trauma adalah alasan yang sering membuat pasien datang ke dokter atau rumah sakit. Tingkat keparahannya
jelas bisa sangat beragam mulai dari luka ringan teriris dan memar sampai cedera multipel pada organ besar
yang membahayakan jiwa. Penting untuk mendapatkan anamnesis yang lengkap dan akurat dari pasien dan
saksi mata lain untuk menunjukkan kemungkinan tingkat keparahan cedera dan kemungkinan bahaya lain yang
mungkin menghadang pasien. Misalnya, korban kecelakaan kendaraan bermotor mungkin mengalami kejang
atau infark miokard yang menjadi sebab tabrakan atau korban kecelakaan mungkin memiliki cedera perut serius
atau kontusio wajah yang jelas. Selain itu, penting juga untuk mendapatkan latar belakang medis lengkap:
cedera kepala ringan bisa memiliki akibat yang berat pada pasien yang mengalami antikoagulasi.
Pertimbangkan baik-baik apakah mekanisme cedera dan akibatnya sesuai. Tidak sadar yang lama setelah jatuh
yang menyebabkan sedikit laserasi kulit kepala mungkin terjadi akibat perdarahan subaraknoid primer, bukan
akibat cedera kepala itu sendiri. Tersandung sedikit yang menyebabkan fraktur bagian leher femur bisa
menunjukkan adanya osteoporosis atau fraktur patologis lain.

Anamnesis
Dalam cedera serius, anamnesis akan perlu dilakukan pada saat yang bersamaan dengan resusitasi dan
pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat diperoleh dari pasien sendiri maupun keluarga/petugas lapangan.
Anamnesis terdiri dari: ”AMPLE”

A : Alergi
M : Medikasi (sebelumnya)
P : Past illness (penyakit penyerta)
L : Last meal
E : Event / Environment (segala yang berhubungan dengan kejadian trauma)

Kapan trauma terjadi? Apa yang terjadi? Bagaimana mekanisme trauma? Pernah pingsan atau sadar setelah
trauma?
Jika merupakan kecelakaan kendaraan bermotor, dimana pasien duduk, apakah mengenakan sabuk pengaman,
dan berapa kecepatan kendaraan saat kecelakaan? Cedera apa yang diderita penumpang lain? Apa penyebab
kecelakaan? Apa yang terjadi tepat sebelum kecelakaan?
Adakah pajanan oleh bahaya lain (misalnya asap, kabut)?
Apa yang diingat pasien? Apakah terdapat amnesia retrograde atau antegrade? Adakah keluhan nyeri kepala?
Seberapa berat? Adakah kejang atau vertigo?
Dapatkan anamnesis dari saksi lain, paramedis, polisi, dan sebagainya.
Pastikan perawatan apa saja yang sudah didapat pasien sebelum masuk rumah sakit dan tanyakan kapan
terakhir kali pasien makan

Riwayat Penyakit dahulu


Adakah riwayat kondisi medis yang signifikan, khususnya gangguan kardiovaskular? Adakah riwayat penyakit
penyerta seperti epilepsi, jantung, asma, riwayat operasi kepala, hipertensi dan diabetes melitus serta gangguan
faal pembekuan darah?

Obat-obatan
Tanyakan konsumsi alkohol dan narkotika, cari riwayat mabuk. Pertimbangkan antikoagulasi, imunosupresi dan
imunisasi tetanus

Alergi
Apakah pasien memiliki alergi?

4
Kolaps
Kolaps, jatuh, limbung, dan pingsan adalah alasan yang sering bagi pasien untuk datang ke dokter dan bisa
merupakan manifestasi dari disfungsi jantung atau neurologis yang serius. Yang termasuk penyebab tersering
adalah bradikardia, takikardia, serangan vasovagal, hipotensi postural dan epilepsi, walaupun seringkali
penyebab yang jelas tak dapat ditemukan.

Anamnesis
Dalam mendapatkan anamnesis dari pasien yang kolaps, penting untuk menentukan adakah kehilangan
kesadaran atau tidak. Penjelasan terinci mengenai kolaps harus didapatkan dari pasien dan setiap saksi yang
ada.
Kapan dan dimana pasien kolaps? Apa yang sedang dilakukan pasien? Apa yang dirasakannya tepat sebelum
episode? Adakah tanda peringatan atau gejala prodromal? Apakah terjadi setelah berdiri, batuk hebat, mual?
Berapa lama yang dibutuhkan pasien untuk pulih? Apakah pasien tidak sadar? Selama berapa lama dia tidak
sadar? Adakah gejala yang menunjukkan kehilangan darah? Ingatan yang baik mengenai episode tersebut
menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami penurunan kesadaran. Cedera yang signifikan menunjukkan tak
adanya peringatan dan seringkali disertai kehilangan kesadaran.
Adakah gejala lain (misalnya muntah, berkeringat, palpitasi, nyeri dada, sesak nafas dan sebagainya)?
Adakah gerakan konvulsif? Menggigit lidah, inkontinensia urin?
Carilah observasi terinci dari saksi mengenai peristiwa sebelum, selama dan setelah kolaps. Apa warna tubuh
pasien sebelum dan setelah serangan? Apakah pasien tampak pucat, kemerahan, kebiruan, berkeringat? Apakah
denyut nadi pasien selama serangan teraba?

Alloanamnesis seringkali harus kita lakukan pada kasus pasien dengan kondisi gawat darurat. Ada beberapa
sikap yang harus dilakukan saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya, hal ini juga berlaku pada
komunikasi di ruang gawat darurat, yaitu:
 AFFECT
 BODY LANGUAGE
 CALMNESS of external and internal stimuli
Affect berhubungan dengan ekspresi wajah. Pasien dan keluarga pasien yang sedang dalam kondisi gawat
memiliki tingkat ketegangan cukup tinggi sehingga menjadi lebih sensitif dalam hal berkomunikasi. Bila tenaga
medis terlihat tegang, gugup, khawatir, takut dan tidak nyaman dengan situasi yang ada, maka pasien dan
keluarganya akan semakin tegang dan terganggu secara emosional. Tenaga medis yang bertugas menangani
pasien gawat darurat harus dapat bersikap tenang, percaya diri dan dapat mengendalikan diri namun hal ini
membutuhkan latihan.
Body language (Bahasa tubuh) berhubungan dengan sikap, tindakan dan kecepatan tindakan yang dilakukan
tenaga medis. Adanya rasa cemas, takut, gugup atau tegang dapat menyebabkan sikap, tindakan dan kecepatan
tindakan menjadi tidak terkoordinasi. Bahasa tubuh yang negatif seperti ini akan tampak oleh pasien dan
keluarganya dan dapat menimbulkan reaksi yang negatif pula dari pasien dan keluarganya. Untuk dapat
mempengaruhi pasien gawat secara positif melalui bahasa tubuh, kita harus melakukan pendekatan kepada
pasien dan keluarganya dengan tenang, perlahan dan percaya diri sehingga mereka percaya dengan kemampuan
kita sebagai penolong dalam kondisi gawat darurat.
Calmness berhubungan dengan kedua hal diatas Affect, Body Language, kecepatan tindakan, nada dan
kecepatan berbicara. Tenaga medis yang menunjukkan kecemasan, rasa takut , khawatir, gugup dan tegang akan
mempengaruhi pasien dan keluarganya dan dapat meningkatkan rasa cemas, takut, gugup, tegang serta
meningkatkan rasa nyeri pada pasien. Tenaga medis yang bersikap tenang juga akan menenangkan pasien dan
keluarganya, menurunkan tingkat stress sehingga pasien dan keluarganya akan lebih mudah diajak bekerjasama.
Ketenangan juga dapat meningkatkan respon positif pasien terhadap pengobatan.

5
Pada kondisi kegawatdaruratan, pasien dan keluarga pasien akan menjadi lebih sensitif terhadap perkataan dan
tindakan dari tenaga medis. Secara psikologis pasien dan keluarganya berharap segera mendapatkan
pertolongan atau perawatan terpadu. Perkataan yang salah atau kurang jelas yang diucapkan oleh tenaga medis
akan menimbulkan persepsi negatif sehingga yang harus diingat adalah selalu mengkomunikasikan dengan baik
tindakan yang kita lakukan kepada pasien ataupun keluarganya.

IV. PENYAMPAIAN BERITA BURUK (BREAKING BAD NEWS)


Keterampilan komunikasi dasar Penyampaian Berita Buruk, terlihat memang sedikit berbeda dengan
keterampilan komunikasi lain. Penyampaian berita yang buruk terutama tentang penyakit pasien meminta
dokter untuk lebih sensitif dan menunjukkan empati.
Berikut protokol penyampaian berita buruk yang dibuat oleh Robert Buckman:
1. S-SETTING UP interview
Sebelum wawancara dimulai sangat penting untuk membuat lingkungan menjadi nyaman selama proses
penyampaian kabar buruk, dengan:
a. Sebaiknya wawancara dilakukan ditempat tertutup dan dokter serta pasien dapat duduk dengan
nyaman, sehingga privasi pasien terjaga, hal ini penting dilakukan karena tempat yang menjaga
privasi pasien akan memudahkan pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
Pengungkapan pikiran dan perasaan ini akan membantu dokter mengetahui seberapa jauh pasien
mengatahui tentang penyakit dan keadaanya serta seberapa jauh pasien siap untuk menerima kabar
buruk.
b. Jangan biarkan ada hal-hal kecil mengganggu proses penyampaian kabar buruk, seperti suara dering
telepon, mengirim sms, bahkan mengaruk-ngaruk kepala, hal ini akan mengganggu konsentrasi
pasien dan seolah olah dokter tidak fokus, dan kurang mempunyai cukup waktu untuk pasien.
c. Mintalah persetujuan kepada pasien untuk menunjuk keluarga atau sahabatnya untuk
mendampinginya ketika menerima kabar buruk. Adanya pendamping akan membantu pasien dalam
menghadapi kabar buruk, bukan saja perasaan lebih kuat karena tidak sendirian kehadiran keluarga
atau sahabat juga dapat memberi dukungan dan semangat kepada pasien. Betapapun pentingnya
kehadiran keluarga atau sahabat ini kita tidak boleh memaksakan kepada pasien jika ia memilih
untuk menerimanya sendiri dengan alasan tertentu.
d. Mulailah wawancara dengan pertanyaan terbuka, seperti Bagaimana keadaan anda hari ini?”.
Pertanyaan terbuka seperti ini menjadi isyarat kepada pasien bahwa wawancara akan berlangsung
dua arah. Jika ini berhasil maka akan memudahkan dokter untuk menggali informasi.
2. P-Assessing the patient’s PERCEPTION
Sebelum memberitahu kabar buruk, tanyakan terlebih dahulu kepada pasien, Apa yang Anda ketahui
sejauh ini tentang kondisi anda? Hal ini berguna untuk mempersiapkan dokter akan kemungkinan
respon yang diberikan pasien nanti.
3. I-Obtaining patient’s INVITATION
Dalam mengetahui dan menerima kabar buruk setiap orang mempunyai kesiapan psikologis yang
berbeda, ada yang ingin mengetahui semua tentang penyakitnya tetapi tidak sedikit yang tidak sanggup
untuk menerima semua, sehingga penting bagi seorang dokter untuk menilai sejauh mana kesiapan
pasien dalam menerima informasi tentang kabar buruk. Penyampaian ini mungkin tidak cukup dengan
sekali pertemuan terutama bagi pasien dengan psikologi yang rentan, penjadwalan untuk pertemuan
selanjutnya dapat dibuat, dan pastikan pasien dapat menghubungi dokter kapan saja walau sebelum
jadwal tiba.

6
4. K-Giving KNOWLEDGE and information to the patient
Putuskan untuk bertemu dengan pasien hanya ketika dokter telah mendapatkan informasi yang cukup.
Pasien harus diberitahu diagnosis, perencanaan tindakan dan prognosis sejujurnya dalam bahasa yang
sederhana dan cara yang halus, hindari penggunaan istilah medis yang tidak dimengerti, serta dukungan
yang dapat diberikan.. Jangan lupa libatkan pasien dalam proses ini, dan yakinkan pasien mengerti
setiap informasi yang kita berikan.
5. E-Adressing the patient’s EMOTIONS with emphatic responses
Dalam menerima berita buruk, emosi pasien akan terlibat, respon emosinya dan jangan biarkan pasien
menekan emosinya selama proses wawancara berlangsung, hal ini akan membuat pasien tidak bisa
konsentrasi dengan apa yang kita sampaikan. Berikan waktu pasien untuk mengeluarkan emosinya
bahkan ketika pasien menangis, berhentilah sejenak dan sediakan waktu baginya untuk mengontrol
kembali emosinya. Bagi pasien yang terlihat tegar dan tidak memperlihatkan gangguan emosi yang
berarti saat kita menyampaikan kabar buruk, pastikan bahwa apa yang kita lihat diluar adalah kondisi
psikologis yang sebenarnya, bukan kamuflase atau usaha pasien untuk menutupi perasaan yang
sebenarnya. Hal ini bisa kita lakukan dengan memberi pertanyaan “Mungkin anda bisa menceritakan
sedikit apa yang anda rasakan?”
6. S-STRATEGY and SUMMARY
Pada tahap ini dokter membuat perencanaan untuk menolong untuk mencapai tingkat sebaik mungkin
untuk mengatasi penyakitnya, jika memungkinkan sampai sembuh. Berikan dukungan agar terapi yang
diberikan tidak terputus ditengah jalan dan jangan lupa untuk meminta nomor telepon pasien.

Daftar Pustaka
Gleadle, J. 2007. At a Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit Erlangga, Jakarta
Kembali, T. 2008. Breaking Bad News. Diperoleh http:/www/bioethx@washington.edu/. Pada tanggal 5 Agustus
2009
Nurihsan, A.J. 2006. Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan, cetakan pertama. Bandung:
Refika Aditama
Niven, N. 2002. Psikologi Kesehatan, cetakan pertama. Jakarta: EGC
Salam, A.,dkk. 2008. UKM Medical Graduateds Perseption of Their Communication Skills During Housemanship.
Mad & Health.3(1):54-58.

7
CHECKLIST KETRAMPILAN KOMUNIKASI HETEROANAMNESIS
KASUS EMERGENCY & BREAKING BAD NEWS

Skor
No Aspek yang Dinilai
0 1 2
MEMBINA SAMBUNG RASA
Mengucapkan salam, memperkenalkan diri (mempersilakan duduk)
1
Berjabat tangan jika dimungkinkan
Menunjukkan empati
2
Menunjukkan secara verbal bahwa dokter mengerti terhadap apa yang pasien rasakan
Melakukan cross-check
3
Melakukan klarifikasi terhadap apa yang dikatakan pasien
Menggunakan Bahasa verbal yang dipahami
4
menghindari istilah /jargon medis
Menggunakan Bahasa non verbal
5 Bahasa tubuh yang menunjukkan perhatian/ketertarikan terhadap masalah pasien/keluarga
menunjukkan postur, gesture, kontak mata dan ekspresi wajah yang sopan dan ramah
MENYAMPAIKAN BERITA BURUK
6 Menanyakan kondisi pasien/keluarga
Apa kabar anda hari ini? Bagaimana perasaan anda hari ini
7 Memastikan apakah perlu didampingi keluarga/orang yang dipercaya
8 Menggali pengetahuan pasien dan /keluarga mengenai kondisi/penyakit
Apakah anda ingin didampingi keluarga/orang terdekat?
Memastikan kesiapan mental pasien dan /keluarga menerima berita tentang
9 kondisi/penyakit
Informasi yang saya sampaikan sepertinya akan tidak menyenangkan untuk anda,apakah anda siap mendengarnya
sekarang?
Memastikan apakah pasien mau mendengar langsung berita tentang kondisi
10 /penyakit
Anda ingin mendengar langsung sekarang/mau diwakili oleh keluarga
Memberi informasi yang benar tentang diagnosis,pemeriksaan penunjang,
11
penatatalaksanaan dan prognosis
12 Memberikan kesempatan pasien/keluarga untuk mengeluarkan emosinya
Menumbuhkan rasa percaya diri pasien dan/keluarga
Saya mengerti anda sedang kalut saat ini, namun sebaiknya anda tidak perlu berputus asa, masih ada
13
harapan,teknologi pengobatan terus berkembang dan kita akan terus mencoba melakukan yang terbaik untuk anda
dan keluarga

14 Memberi kesempatan keluarga pasien bertanya


Adakah hal-hal yang ingin anda tanyakan/ketahui/belum jelas?
Menutup wawancara
15 Baik,saya rasa demikian informasi yang bisa saya berikan untuk saat ini, saya berharap anda bisa memutuskan yang
terbaik untuk anda dan keluarga, kami disini bersedia memberikan bantuan kapanpun anda butuhkan, terimakasih

TOTAL

Bersikap Profesional :
 Menunjukkan sikap empati
 Melakukan cross-check
 Menjadi pendengar yang baik

8
 Menggunakan bahasa verbal yang dipahami oleh penderita
 AFFECT
 BODY LANGUAGE
 CALMNESS of external and internal stimuli

SKENARIO UNTUK LATIHAN


Seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun dibawa ke unit gawat darurat rumah sakit karena mendadak tidak
sadar. Dari alloanamnesis diketahui sebelum tidak sadar pasien sempat mengeluh sakit kepala kemudian
muntah dan kejang. Dua hari yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dan terbentur di daerah kepala.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami koma dan hasil CT scan menunjukkan gambaran subdural
hematoma. Tugas:
1. Lakukan alloanamnesis dengan keluarga yang mengantarkan pasien.
2. Lakukan penyampaian berita buruk kepada keluarga pasien.

PETUNJUK UNTUK PASIEN SIMULASI (KETERAMPILAN KOMUNIKASI BREAKING BAD NEWS)


SKENARIO
Seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun dibawa ke unit gawat darurat rumah sakit karena mendadak tidak
sadar. Dari alloanamnesis diketahui sebelum tidak sadar pasien sempat mengeluh sakit kepala kemudian
muntah dan kejang. Dua hari yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dan terbentur di daerah kepala.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami koma dan hasil CT scan menunjukkan gambaran subdural
hematoma.
1. Lakukan alloanamnesis dengan keluarga yang mengantarkan pasien.
2. Lakukan penyampaian berita buruk kepada keluarga pasien.
Kasus : Cedera Kepala
PS berperan sebagai keluarga pasien (Ibu/Ayah/Kakak)
Identitas : improvisasi
Ekspresi : khawatir dan panik
Alloanamnesis
Keluhan utama : tidak sadar
RPS singkat : pasien mendadak tidak sadar satu jam yang lalu, langsung dibawa ke rumah sakit, sebelumnya
pasien mengeluh sakit kepala, sempat muntah menyemprot 2 kali dan kejang. Dua hari yang lalu pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas, pasien mengendarai sepeda motor ke warnet di dekat rumah dan diserempet
mobil. PS tidak melihat kejadiannya hanya dari pengetahuan pasien kepala bagian kiri sempat terbentur aspal,
saat kejadian pasien tidak mengenakan helm. Setelah kejadian pasien tetap sadar dan bisa pulang ke rumah.
Pasien sudah dianjurkan keluarganya untuk memeriksakan diri ke dokter atau rumah sakit tapi pasien menolak.
RPD : tidak pernah dirawat di rumah sakit, kondisi kesehatan pada umumnya baik, tidak ada riwayat
penggunaan narkotika, alkohol. Tidak ada riwayat alergi.
Breaking bad news
Pada sesi ini PS selaku keluarga pasien akan mendengarkan penjelasan dokter mengenai penyakit, tindakan yang
akan dilakukan serta prognosis dari penyakit pasien. Tunjukkan ekspresi emosional (syok, menangis, termenung,
dlsb)

Anda mungkin juga menyukai