Anda di halaman 1dari 37

BUKU PANDUAN KETERAMPILAN MEDIK

(SKILL LAB)
SEMESTER 7

KURIKULUM KBK-PBL
EDISI KE-12
Halaman Judul

LABORATORIUM KETERAMPILAN MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
PRAKTIKUM 1
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL (PSIKIATRI)

Tn. A, usia 30 tahun dibawa oleh keluarganya ke RS karena


mengamuk, merasa ada sekelompok orang yang mau mencelakainya,
selalu mengatakan bahwa pikirannya bisa didengar sehingga
diketahui oleh orang lain, serta mendengar suara beberapa orang
yang sedang membahas tingkah lakunya sehari-hari. Gejala timbul
sejak 1 minggu yang lalu setelah di-PHK dari perusahaan tempat
kerjanya.

Instruksi:

• Lakukan anamnesis pada pasien tersebut!


• Lakukan pemeriksaan status mental pada pasien tersebut!
• Apa diagnosis dan sebutkan 2 diagnosis banding?
• Tuliskan resep untuk pasien tersebut!
• Lakukan edukasi pada pasien tersebut!

I. TUJUAN PEMBELAJARAN:
A. Tujuan Instruksional Umum:

Setelah melaksanakan kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan anamnesis


lengkap dan pemeriksaan status mental secara berurutan dan mampu mengetahui
keadaan normal dan abnormal pada sistem tersebut.

B. Tujuan Instruksional Khusus:

Setelah melaksanakan kegiatan ini mahasiswa mampu:


1. Melakukan anamnesis psikiatri lengkap
2. Melakukan pemeriksaan status mental sesuai prosedur yang ada.
3. Melakukan penilaian status mental pasien
4. Mengenal dan menentukan berbagai bentuk gangguan perilaku, pikiran dan
perasaan yang bermanifestasi sebagai gangguan jiwa.
II. STRATEGI DAN CARA PELATIHAN

1. Overview materi praktikum dari instruktur skill lab (15 menit).


2. Instruktur melakukan keterampilan sesuai dengan prosedur tindakan (30 menit),
dapat dibantu dengan alat audio visual.
3. Intruktur dapat memberikan contoh ilustrasi kasus sesuai skenario klinik yang
tercantum di dalam buku, dengan ilustrasi tersebut mahasiswa dapat mempunyai
gambaran terkait kasus-kasus yang akan dihadapi pada waktu kepaniteraan klinik.
4. Mahasiswa secara bergantiaan melakukan pemeriksaan status mental dengan cara
role play antar mahasiswa keterampilan klinik sesuai yang diajarkan, dalam
pengawasan instruktur. (60 menit),
5. Instruktur memberi umpan balik (feedback) kepada mahasiswa, diawali dengan
hal-hal positif yang mampu dicapai oleh mahasiswa dilanjutkan pada hal-hal yang
perlu perbaikan dalam praktik mahasiswa.

III. DASAR TEORI


Pemeriksaan psikiatrik berbeda dari pemeriksaan medik umum dalam hal
perhatian khusus yang diarahkan pada manifestasi fungsi mental, emosional, dan
perilaku. Pemeriksaan psikiatrik dilakukan untuk mendapatkan data perihal fungsi
kejiwaan, yang diperoleh melalui observasi penampilan dan perilaku pasien,
pengamatan interaksi antara dokter dan pasien, pengamatan interaksi antara pasien
dan lingkungannnya, dan pemahaman humanistik sang dokter mengenai pasiennya.
“Alat pemeriksaan” psikiatrik adalah kepribadian dokter sendiri. Pemeriksaan ini
diarahkan, dan data diungkapkan dalam pembicaraan antara dokter dan pasien, yang
disebut wawancara psikiatrik.
Wawancara merupakan alat utama pemeriksaan psikiatrik. Dalam hal ini, antara
anamnesis dalam hal ini autoanamnesis dan pemeriksaan status mental sukar
dipisahkan secara teknik. Sambil membicarakan keluhan-keluhannya, pasien akan
berbicara dengan nada emosional tertentu, mengutarakan pikiran-pikiran tertentu, dan
memperlihatkan perilaku motorik tertentu pula. Dari satu pernyataan dapat diperoleh
respons pasien atau data pada beberapa bidang sekaligus, juga dari isi pernyataan itu
dan cara pasien menyatakannya.
Perilaku pasien di hadapan dokter sebagian besar merupakan respons terhadap
apa yang dikatakan oleh dokter dan bagaimana dokter mengatakan itu, sikap dokter,
dan bagaimana pendapat pasien mengenai perilaku dan kepribadian dokter. Agar
wawancara dapat menghasilkan data yang dapat diandalkan hendaknya senantiasa
diusahakan untuk menciptakan dan memelihara hubungan yang optimal antara dokter
dengan pasien. Memelihara hubungan ini harus didahulukan dalam memperoleh data,
karena bagaimanapun data mengenai kejiwaan yang diperoleh tanpa hubungan yang
optimal, dapat mengelirukan kesan-kesan klinis tentang pasien. Jika kita ingin bertanya
tentang gejala pasien, senantiasa harus dipertimbangkan kapan dan bagaimana kita
akan menanyakan itu kepada pasien. Jika konteksnya kurang tepat, misalnya jika
pasien dipermalukan atau tersinggung oleh pertanyaan dokter (nyata atau tidak nyata),
ia mungkin akan menolak atau menyangkal, atau akan membuat-buat jawabannya. Dan
ini dapat menghasilkan kesimpulan yang keliru.
Wawancara psikiatrik mengandung nilai diagnosis dan terapeutik. Dalam
mewawancari pasien, sikap dan perkataan dokter dapat pasiennya. Dia dapat membuat
pasien lebih tenang atau lebih tegang, membuatnya lebih terbuka atau lebih tertutup,
membuatnya lebih percaya atau lebih curiga. Selalu ada pengaruh terapeutik atau
kontra terapeutik dalam proses wawancara, tidak pernah netral.
Sebaliknya, disadari atau tidak, seorang dokter akan terpengaruh pula oleh sikap
dan perkataan pasien, yang akan tercermin dalam sikap, perkataan, dan perasaan
dokter. Sikap dan kelakuan pasien-pasien terhadapnya (belum lagi kehidupan
fantasinya sendiri), dapat memacu dokter sehingga menjadi tegang, tenang, kuatir,
santai, tertutup, terbuka, bosan, kesal, sedih, malu, terangsang, dll, yang turut
menentukan bagaimana sikap dan perkataan dokter terhadap pasiennya, yang lebih
lanjut kembali mempengaruhi pasien kembali. Oleh karena itu, dokter perlu belajar
untuk memantau perasaan-perasaan reaktif tersebut, agar ucapan-ucapannya kepada
pasien sedapat-dapatnya beralasan profesional dan sesedikit mungkin tercampur
dengan unsur-unsur yang berasal dari respons emosional subjektifnya sendiri.
Pada umumnya wawancara akan efektif jika berlangsung dengan “alamiah”
(natural), dengan nada yang mirip “percakapan biasa”, tidak kaku atau seperti
serangkaian pertanyaan gaya kueasioner yang “ditembakkan” kepada pasien.
Wawancara dapat dimulai dengan pertanyaan terbuka, untuk memberikan kesempatan
pasien untuk mengungkapkan bagaimana perasaan dan pikirannya, dan sesekali dapat
dilanjutkan dengan pertanyaan tertutup untuk mendapatkan data yang mendukung
diagnosis dan menyingkirkan diagnosis bandingnya.
Pemeriksaan status mental meliputi penilaian gambaran umum (penampilan,
perilaku dan aktivitas psikomotor dan sikap terhadap pemeriksa), pembicaraan, alam
perasaan (mood/afek), proses pikir (bentuk, isi dan arus pikir), gangguan persepsi,
kesadaran dan fungsi kognitif (orientasi, konsentrasi dan perhatian, daya ingat, tingkat
pengetahuan, pikiran abstrak, dan kemampuan visuospasial), pengendalian impuls,
tilikan diri serta uji daya nilai.
Anamnesis psikiatri dan pemeriksaan status mental dilakukan untuk:
1. Mengetahui diagnosis seorang pasien.
2. Membantu dokter dalam melakukan menentukan terapi baik psikofarmaka
maupun non psikofarmaka bagi pasien.
3. Mengetahui perkembangan serta kemajuan terapi pasien.
4. Digunakan sebagai standar pelayanan dalam memberikan pelayanan paripurna
terhadap pasien.

IV. PROSEDUR TINDAKAN / PELAKSANAAN

A. ANAMNESIS PSIKIATRIK
Anamnesis psikiatrik dilakukan untuk mendapatkan riwayat psikiatrik.
Anamnesis ini terdiri dari:
• Autoanamesis, yaitu catatan kehidupan pasien yang diceritakan kepada dokter
dalam kata-kata pasien dan sudut pandang pasien sendiri.
• Aloanamnesis, yaitu informasi tentang pasien yang didapatkan dari sumber-
sumber lain seperti orang tua atau pasangan hidup pasien, atau orang yang
mengenal pasien.
Di samping menggali data yang kongkrit dan aktual tentang kronologi
pembentukan gejala dan riwayat psikiatrik dan medis sebelumnya, dokter harus
berusaha mendapatkan gambaran riwayat karakteristik kepribadian pasien,
termasuk kelebihan dan kekurangan pasien.
Data yang harus didapatkan dokter ini meliputi:
1. Identitas pasien

- Nama :
- Tempat/tanggal lahir :
- Jenis kelamin :
- Agama :
- Suku bangsa :
- Status perkawinan :
- Pendidikan :
- Pekerjaan :
- Alamat :
- Tanggal pemeriksaan :

2. Keluhan Utama

Merupakan alasan yang menyebabkan pasien datang/dibawa berobat.


Bisa didapatkan dari autoanamnesis (misalnya: “Saya tidak dapat tidur”, “Saya
merasa cemas dan ketakutan”, “Saya selalu mendengar suara-suara” dan sebagainya)
maupun aloanamnesis apabila pasien dibawa berobat oleh keluarganya
(misalnya “Dia mencoba bunuh diri”, “Dia marah-marah tanpa sebab yang jelas” dan
“Dia sering tertawa-tawa dan berbicara sendiri tanpa sebab” sebagainya). Bila
informasi didapatkan dari aloanamnesis, catatlah siapa yang menyampaikan.

3. Riwayat Gangguan Sekarang

Memberikan kronologis dan gambaran lengkap perkembangan gejala


dan perubahan perilaku pasien hingga mencapai puncaknya, yaitu saat pasien
datang/dibawa ke dokter/rumah sakit dan kronologis tentang peristiwa yang
menyebabkan kejadian sekarang ini dalam kehidupan pasien.
Perlu juga ditanyakan bagaimana pengaruh gejala pasien terhadap
aktivitas/fungsi kesehariannya, juga bagaimana sifat dari disfungsi yang

Hindarilah kata tanya “Mengapa” atau


“Kenapa”, namun gunakanlah kata tanya
“Bagaimana. . . ” Pertanyaan “Bagaimana. .
. . ”, akan menuntun pasien atau keluarga
pasien untuk memdeskripsikan apa yang
dialami atau terjadi, sehingga memudahkan
untuk mengidentifikasikan psikopatologi
yang dialami pasien.

dialami pasien (misalnya, perincian tentang perubahan faktor-faktor tertentu,


seperti kepribadian, ingatan, bicara dan lain-lain). Hal-hal yang harus
tertuang dalam riwayat gangguan sekarang:
a. Onset dan kronologi episode terakhir
b. Durasi dan frekuensi keluhan
c. Karakteristik keluhan
d. Progresi keluhan
e. Yang memperparah keluhan
f. Yang mengurangi keluhan
g. Usaha yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan
h. Obat yang diminum saat ini
i. Keluhan tambahan
j. Peristiwa pencetus langsung atau pemicu (bila ada)

4. Riwayat Penyakit Dahulu / Sebelumnya


a. Riwayat Psikiatrik Sebelumnya
Informasi yang harus didapatkan pada bagian ini adalah onset
gangguan episode pertama, gejala, beratnya hendaya, jenis pengobatan
yang telah diterima (rawat inap/jalan, nama rumah sakit/dokter, obat yang
diterima), reaksi terhadap pengobatan, kepatuhan terhadap pengobatan,
kekambuhan, dan adanya fase sembuh sempurna yang kesemuanya
disampaikan secara kronologis.

b. Riwayat Medik Sebelumnya


Adalah penyakit medis atau bedah yang berat dan trauma berat, khususnya
yang memerlukan perawatan di rumah sakit (misalnya, trauma
kranioserebral, penyakit neurologis, kejang, HIV/AIDS, gangguan
kesadaran), termasuk penyebab, komplikasi, dan pengobatannya. Juga
tentang gangguan psikosomatik, seperti hay fever, atritis rematoid, kolitis
ulseratif, asma, hipertiroidisme, gangguan gastrointestinal, pilek rekuren,
dan gangguan kulit.

5. Riwayat Penggunaan alkohol atau zat adiktif lainnya


Informasi yang harus didapatkan adalah waktu, jenis zat, jumlah, dan frekuensi
pemakaian.

6. Riwayat Pribadi
a. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Bagaimana riwayat pasien saat masih dalam kandungan, apakah pasien
merupakan anak yang direncanakan dan diinginkan orang tuanya?
Apakah ada masalah dengan kehamilan dan persalinannya? Apakah
terdapat cidera atau cacat saat kelahiran? Bagaimana keadaan emosional
dan fisik ibu saat mengandung dan melahirkan pasien? Apakah ibu pasien
menggunakan alkohol atau zat adiktif lain selama kehamilan ?

b. Masa anak-anak awal (sampai usia 3 tahun)


Informasi yang harus didapatkan:
1) Pengasuhan (diasuh oleh orang tua sendiri, nenek, atau pengasuh, dll).
2) Kebiasaan makan (minum ASI atau susu formula, masalah makan).
3) Perkembangan awal (berjalan, berbicara, pertumbuhan gigi,
perkembangan bahasa, motorik, tanda kebutuhan tidak terpenuhi
seperti membantingkan kepala atau mengguncangkan tubuh, pola
tidur, kecemasan pada orang asing, penyimpangan maternal,
kecemasan perpisahan, pengasuh lain di rumah).
4) Toilet training (usia, sikap orang tua, perilaku tentang hal ini).
5) Gejala dan masalah perilaku: mengisap ibu jari, temper tantrum
(mengadat), tic, membenturkan kepala, memanjat, terror malam, tidur
di air atau tidur di tanah, menggigit kuku, masturbasi.
c. Masa Anak-Anak Pertengahan (usia 3-11 tahun)
Dokter memusatkan pada subjek penting seperti identifikasi jenis kelamin,
hukuman yang digunakan di rumah, siapa yang menegakkan disiplin dan
mempengaruhi pembentukan suara hati awal, pengalaman awal sekolah
(reaksi pasien terhadap perpisahan dengan ibunya), persahabatan,
keakraban dengan teman, peran pasien (sebagai pemimpin atau pengikut),
kerjasama dengan teman, perilaku anti sosial, impulsivitas, agresi,
gangguan belajar, perkembangan intelektual, kekejaman terhadap binatang
dan masturbasi yang berlebihan juga harus digali.

d. Masa Anak-Anak Akhir (pubertas sampai masa remaja)


Informasi yang harus didapatkan adalah tentang :
1) Hubungan sosial (sikap terhadap saudara kandung dan teman
bermain, jumlah dan keakraban dengan teman, tokoh yang menjadi
idola, kecemasan, perilaku anti sosial, peran dalam aktivitas kelompok)
2) Riwayat sekolah (kemajuan pasien, penyesuaian dengan sekolah,
hubungan dengan guru, pelajaran atau minat yang disukai,
kemampuan atau bakat tertentu, aktivitas ekstrakurikuler, olah raga,
kegemaran)
3) Perkembangan kognitif dan motorik (membaca dan keterampilan
intelektual dan motorik lain, disfungsi otak minimal, ketidakmampuan
belajar dan penatalaksanaannya serta efeknya).
4) Masalah emosional dan fisik (nightmare, fobia, masturbasi,
mengompol, membolos, pelanggaran, merokok, pemakaian alkohol
atau zat lain, anoreksia, bulimia, perasaan inferioritas, ide dan usaha
bunuh diri).
e. Masa Dewasa
1) Riwayat Pendidikan: gambaran tentang latar belakang pendidikan
pasien.
2) Riwayat Pekerjaan: menggambarkan pilihan pekerjaan pasien, konflik
yang serta tujuan jangka panjang, juga perasaan pasien tentang
pekerjaannya sekarang.
3) Riwayat Perkawinan: menggambarkan usia saat perkawinan,
permasalahan rumah tangga, kualitas hubungan seksual, serta
bagaimana pasien melihat pasangannya.
4) Keagamaan: latar belakang keagamaan orang tua, sikap keluarga
terhadap aturan agama, konflik tentang pendidikan agama anak,
perubahan agama, aktivitas keagamaan pasien serta perkumpulan
yang diikuti.
5) Aktivitas sosial: menggambarkan kehidupan sosial pasien dan sifat
persahabatan.
6) Riwayat Ketentaraan: menggambarkan tentang penyesuaian umum
pasien terhadap ketentaraan, apakah mereka melihat peperangan atau
menderita suatu cidera peperangan, atau pernah mengikuti pendidikan
kemiliteran.
7) Riwayat Hukum: apakah pasien pernah ditangkap? Dengan sebab
apa? Riwayat penyerangan atau kekerasan dan lain-lain.
8) Situasi Hidup Sekarang: menggambarkan di mana pasien tinggal,
jumlah anggota keluarga, jumlah kamar, dan susunan tempat tidur.
Juga sumber penghasilan keluarga dan kesulitan keuangan.
9) Persepsi keluarga pasien terhadap kondisi pasien: Menggambarkan
tentang persepsi keluarga pasien terhadap pasien yang menderita
gangguan jiwa dan apa harapan mereka terhadap kondisi pasien saat
ini.
f. Riwayat Psikoseksual
Meliputi keingintahuan awal, masturbasi infantile, aktivitas seksual, sumber
pengetahuan seksual, sikap pasien terhadap seks, kekerasan seksual, onset
pubertas, aktivitas seksual masa remaja seperti masturbasi, mimpi basah
dan sikap terhadapnya, sikap terhadap lawan jenis, praktik seksual,
masalah seksual, parafilia, pelacuran dan orientasi seksual.

7. Riwayat Keluarga
Pernyataan singkat tentang penyakit psikiatrik, perawatan di rumah sakit, dan
pengobatan anggota keluarga dekat pasien. Bagaimana sikap pasien terhadap
orang tua dan saudara kandungnya? Bagaimana sikap orang tua dan saudara
kandung terhadap pasien?

8. Mimpi, khayalan, harapan


Mimpi yang berulang mempunyai nilai tertentu. Apa fantasi pasien tentang
masa depan? Sistem nilai sosial dan moral pasien, termasuk tentang nilai
pekerjaan, uang, bermain, anak-anak, orang tua, teman-teman, seks,
permasalahan masyarakat, dan masalah budaya.

B. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


Perhatikanlah bahwa dalam melakukan pemeriksaan status mental dan melaporkan
hasilnya, ada poin-poin pemeriksaan yang cukup dilakukan dengan
mengamati/mengobservasi pasien dan ada poin-poin yang harus ditanyakan
kepada pasien. Misalnya dalam memeriksa penampilan, sikap, kesadaran dan lain-
lain kita cukup dengan mengamati pasien kemudian melaporkan hasilnya.
Sementara untuk memeriksa gangguan persepsi (halusinasi), waham, mood, daya
ingat dan sebagainya, pemeriksa harus menanyakan (melakukan wawancara)
kepada pasien. Kedua macam poin tersebut harus dilaporkan.

1. Gambaran Umum
a. Penampilan
Nilailah penampilan pasien jenis kelamin, tampak sesuai umur/lebih
muda/lebih tua, kekanak-kanakan, perawatan diri, tampak sehat/sakit,
marah, takut, cemas, apatis dan sebagainya.

b. Perilaku dan aktivitas psikomotorik


Di sini digambarkan aspek-aspek kuantitas dan kualitas perilaku motorik
pasien. Meliputi mannerisme, tik, gesture (gerak isyarat, langkah), gugup,
perilaku stereotipi, ekopraksi, hiperaktivitas, agitasi, gait (cara berjalan), dan
agility (ketangkasan). Catatlah retardasi psikomotor atau perlambatan
gerakan tubuh yang merata serta adanya gejala katatonik (fleksibilitas serea,
ekopraksia, posturing, stupor, rigiditas, negativisme).

c. Sikap terhadap pemeriksa


Sikap pasien terhadap pemeriksa dapat digambarkan sebagai kooperatif,
bersahabat, penuh perhatian, tertarik pada pemeriksaan, jujur/terus terang,
berusaha menarik perhatian, defensif, memandang ren dah,
membingungkan, acuh tak acuh, bermusuhan, melucu, menyenangkan,
mengelak, atau berhati-hati; sejumlah kata sifat yang lain dapat digunakan.

2. Pembicaraan
Pasien dapat digambarkan sebagai banyak bicara hingga sulit disela
pembicaraannya (logore), banyak mulut/suka ngomel, fasih (dapat berbicara
lancar), pendiam, tak spontan, atau mau mendengarkan secara normal isyarat-
isyarat dari pemeriksa. Cara bicara dapat cepat atau lambat, bertekanan, ragu-
ragu, emosional, dramatis, monoton, keras, berbisik, atau berkomat-
kamit/menggumam.

3. Perasaan (mood/afek)

a. Mood
Merupakan emosi yang meresap dan bertahan yang mewarnai persepsi
seseorang terhadap dunianya. Bagaimana pasien menyatakan perasaannya,
kedalaman, intensitas, durasi, fluktuasi suasana perasaan– depresi, berputus
asa (despairing), mudah tersinggung (irritable), cemas, menakutkan (terrify),
marah, meluap-luap (expansived), euforia, hampa, rasa bersalah, perasaan
kagum (awed), sia-sia (futile), merendahkan diri sendiri (self–contemptuous),
anhedonia, alexithymic (tidak dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya).

b. Afek
Afek dapat didefinisikan sebagai respon/tanggapan emosi pasien saat ini,
yang disimpulkan dari ekspresi wajah pasien, meliputi jumlah dan range
perilaku yang menyatakan. Afek dapat kongruen (sesuai) atau tidak
kongruen dengan mood. Afek dapat digambarkan sebagai dalam batas
normal, menyempit, tumpul, atau datar. Pada afek normal, terdapat variasi
dalam ekspresi wajah, nada suara, gerakan tangan dan tubuh. Bila afek
menyempit, range dan intensitas ekspresi berkurang/menurun. Pada afek
tumpul, ekspresi emosi menurun lebih jauh. Untuk mendiagnosis afek datar,
nyata-nyata tak ada tanda-tanda ekspresi afektif yang tampak; suara pasien
monoton dan wajahnya tak berubah. Catat kesulitan pasien dalam memulai,
mempertahankan, atau mengakhiri respon emosionalnya.

c. Keserasian
Keserasian respon emosional pasien dapat dinilai dalam hubungan dengan
masalah yang sedang dibahas oleh pasien (yang menunjukkan isi pikirnya).
Sebagai contoh, pasien paranoid yang melukiskan waham kejarnya
seharusnya marah atau takut tentang pengalaman yang sedang terjadi pada
mereka. Pada afek yang inappropriate, afeknya tidak serasi dengan topik yang
sedang mereka bicarakan (contohnya: mereka mempunyai afek yang datar
ketika berbicara tentang impuls membunuh).

4. Proses Pikir
a. Bentuk Pikir
Dinyatakan dengan realistik atau non realistik, irasional, autistik, dan
sebagainya.

b. Isi Pikir
Gangguan pada isi pikiran meliputi waham/delusi, preokupasi, obsesi, fobia,
rencana, maksud/tujuan, pikiran berulang tentang suicide atau homicide,
gejala-gejala hipokondriakal, dan dorongan-dorongan antisosial yang
spesifik.

c. Arus Pikir
Pasien dapat punya pikiran yang sangat banyak atau miskin pikir. Mungkin
pikiran cepat, di mana dalam keadaan ekstrem disebut flight of ideas. Pasien
mungkin menunjukkan pikiran lambat atau ragu-ragu. Pikiran dapat samar-
samar atau kosong.

Nilailah apakah jawaban-jawaban pasien benar-benar menjawab pertanyaan


yang ditanyakan, dan apakah pasien memiliki kemampuan untuk berpikir
yang mengarah pada tujuannya? Apakah respon-respon pasien relevan atau
irelevan? Apakah terdapat hubungan sebab akibat yang jelas pada penjelasan
pasien? Apakah pasien mengalami asosiasi longgar? (misalnya, apakah
pikiran-pikiran itu kelihatannya tak berhubungan dan berhubungan secara
aneh?). Gangguan kontinuitas pikiran meliputi pernyataan-pernyataan yang
tangensial, sirkumstansial, rambling (melantur/bertele-tele), evasive
(bersifat mengelak), atau perseverative, pikiran terhambat (blocking) atau
pikiran kacau (distractibility).

5. Gangguan Persepsi
a. Halusinasi dan Ilusi

Halusinasi dan ilusi merupakan persepsi panca indera pasien yang salah,
pada halusinasi tidak didapatkan adanya objek yang dipersepsi sementara
pada ilusi ada objeknya (suara, benda, dll) namun pasien salah dalam
mempersepsi objek tersebut.
Tanyakan kepada pasien “Apakah anda pernah mendengar suara-suara atau
bunyi-bunyi lain yang orang lain tak dapat mendengar?” “Apakah anda pernah
mendengar suara-suara saat tak ada orang lain berada di sekitar anda?” “Apakah
anda pernah melihat sesuatu yang orang lain tak dapat melihat?”
Apabila ada halusinasi dengar, tanyakan juga kapan dia mendengarnya,
seberapa sering dia mendengarnya, ada berapa suara, apa isi suara tersebut,
apakah suara tersebut mendiskusikan apa yang dilakukan pasien atau
menyuruh pasien melakukan sesuatu, bagaimana perasaan pasien saat
mendengarkan suara tersebut.

b. Depersonalisasi dan Derealisasi

Depersonalisasi: pasien merasa dirinya berubah.


Derealisasi: pasien merasa lingkungannya berubah.

6. Sensorium dan Fungsi Kognitif

a. Kesadaran:
Meliputi kesadaran kuantitatif dan kesadaran kualitatif.
b. Orientasi:
1) Waktu: Apakah pasien mengenal hari secara benar, tanggal, waktu dari
hari, jika dirawat di rumah sakit dia mengetahui sudah berapa lama ia
dia berbaring disitu.
2) Tempat: Apakah pasien tahu dimana dia berada.
3) Orang: Apakah pasien mengetahui siapa yang memeriksa dan apa peran
dari orang-orang yang bertemu denganya.
4) Situasi: Apakah pasien mengenal situasi di sekitarnya, apakah tenang,
bising, dan sebagainya.
c. Konsentrasi dan perhatian:
Diuji dengan seven serial test, yaitu pengurangan 7 dari 100 dan hasilnya
dikurangi 7 terus secara serial (“100 dikurangi tujuh berapa?... dikurangi
tujuh lagi?... terus dikurangi tujuh?... ”) Pemeriksa tidak menyebutkan
hasilnya karena yang dites adalah konsentrasi pasien. Jika pasien tidak dapat
dengan pengurangan 7 dapat dengan tes yang lebih sederhana.

d. Daya ingat:
1) Daya ingat jangka panjang (remote memory): data masa kanak-kanak,
peristiwa penting yang terjadi ketika masih muda atau bebas dari
penyakit, persoalan-persoalan pribadi.
2) Daya ingat jangka pendek (recent past memory, recent memory): beberapa
bulan atau beberapa hari yang lalu, apa yang dilakukan pasien kemarin,
sehari sebelumnya, sudah sarapan, makan siang, makan malam.
3) Daya ingat segera (immediate retention and recall): Dapat diuji dengan
menyuruh pasien mengingat tiga benda yang diucapkan pemeriksa,
setelah beberapa menit kemudian ditanyakan lagi kepada pasien.
e. Tingkat Pengetahuan:
Tingkat pendidikan formal, perkiraan kemampuan intelektual pasien dan
apakah mampu berfungsi pada tingkat dasar pengetahuan yang dimiliki.
Dapat dengan menanyakan perhitungan, pengetahuan umum, pertanyaan
harus relevan dengan latar belakang pendidikan dan kebudayaan pasien.

f. Kemampuan Visuospasial:
Pasien diminta menggambar jam dengan jarum panjang dan jarum
pendeknya. Atau pasien ditanya tentang bentuk ruangan atau bentuk
bangun yang digambar pemeriksa.
g. Pikiran Abstrak:
Pasien dinilai adakah gangguan dalam formulasi konsep; cara pasien
mengkonsepsualisasikan atau menggunakan ide-idenya, (misalnya
membedakan antara jeruk dan bola, abnormalitas dalam mengartikan
peribahasa yang sederhana, misalnya; “Tong kosong berbunyi nyaring”;
“Air susu dibalas dengan air tuba”.) Bila pikiran abstrak tidak terganggu
pasien dapat mengartikan peribahasa tersebut. Pasien yang berpikir konkrit
mengartikan peribahasa tersebut secara lugas.

7. Pengendalian Impuls
Dinilai kemampuan pasien untuk mengontrol impuls seksual, agresif, dan impuls
lainnya. Penilaian terhadap pengendalian impuls dilakukan pula untuk menilai
apakah pasien berpotensi membahayakan diri dan orang lain. Pasien mungkin
tidak dapat mengontrol impuls karena gangguan kognitif dan psikotik, atau
karena gangguan kepribadian. Kontrol impuls dapat dinilai dari infromasi
terakhir perilaku pasien tentang pasien, atau perilaku yang diobservasi selama
wawancara.

8. Tilikan
Tilikan pasien menilai bagaimana pasien melihat dirinya sendiri sedang
mengalami gangguan pikiran dan perasaan (gangguan mental emosional).
Derajat tilikan dinyatakan dengan 6 derajat sebagai berikut:
a. Derajat I: Penyangkalan sepenuhnya terhadap penyakit.
b. Derajat II: Sedikit kesadaran diri akan adanya penyakit dan meminta
pertolongan tetapi menyangkalinya pada saat yang bersamaan.
c. Derajat III: Sadar akan adanya penyakit tetapi menyalahkan orang lain,
faktor luar, medis atau faktor organik yang tidak diketahui.
d. Derajat IV: Sadar bahwa penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak
diketahui pada dirinya.
e. Derajat V (Tilikan Intelektual): Pengakuan sakit dan mengetahui gejala dan
kegagalan dalam penyesuaian sosial oleh karena perasaan irasional atau
terganggu, tanpa menerapkan pengetahuannya untuk pengalaman di masa
mendatang.
f. Derajat VI (Tilikan Emosional yang sebenarnya): kesadaran emosional
terhadap motif-motif perasaan dalam, yang mendasari arti dari gejala; ada
kesadaran yang menyebabkan perubahan kepribadian dan tingkah laku di
masa mendatang; keterbukaan terhadap ide dan konsep yang baru mengenai
diri sendiri dan orang-orang penting dalam kehidupannya.
9. Daya nilai

a. Daya nilai sosial:


Menilai kemampuan pasien terhadap pertimbangan sosial. Apakah pasien
memahami kemungkinan akibat perilakunya, dan apakah dia dipengaruhi oleh
pemahamannya? Dapatkah pasien meramalkan apa yang akan dia kerjakan
dalam situasi imajiner (misalnya mencium bau asap saat berada di gedung
pertemuan yang padat)?

b. Uji daya nilai


Pasien dapat meramalkan apa yang akan dia lakukan dalam bayangan situasi
tersebut. Misalnya apa yang akan dilakukan pasien apabila di jalan dia
menemukan sebuah dompet berisi uang dan ada KTP serta surat-surat penting
di dalamnya.

c. Penilaian realitas
Kemampuan membedakan kenyataan dengan fantasi.

10. Taraf dapat dipercaya


LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN PSIKIATRI

I. ANAMNESIS

A. Identitas pasien

- Nama :
- Tempat/tanggal lahir :
- Jenis kelamin :
- Agama :
- Suku bangsa :
- Status perkawinan :
- Pendidikan :
- Pekerjaan :
- Alamat :
- Tanggal pemeriksaan :

B. Keluhan Utama

C. Riwayat Gangguan Sekarang

1. Onset dan kronologi episode terakhir


2. Durasi/frekuensi keluhan
3. Karakteristik keluhan
4. Progresi keluhan
5. Yang memperparah keluhan
6. Yang mengurangi keluhan
7. Usaha yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan
8. Obat yang diminum saat ini
9. Keluhan tambahan
10. Peristiwa pencetus langsung atau pemicu (bila ada)

D. Riwayat penyakit dahulu / sebelumnya


1. Riwayat psikiatrik sebelumnya
2. Riwayat medik sebelumnya
3. Riwayat penggunaan alkohol atau zat adiktif lainnya

E. Riwayat pribadi
F. Riwayat keluarga
G. Mimpi, khayalan, harapan

II. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

1. Gambaran Umum:
a. Penampilan:
b. Perilaku dan aktivitas psikomotorik:
c. Sikap terhadap pemeriksa:
2. Pembicaraan:
3. Perasaan (mood/afek):
a. Mood:
b. Afek:
c. Keserasian:
4. Proses Pikir
a. Bentuk Pikir:
b. Isi Pikir:
c. Arus Pikir:
5. Gangguan Persepsi:
a. Halusinasi
b. Ilusi
c. Depersonalisasi
d. Derealisasi
6. Sensorium dan Fungsi Kognitif:
a. Kesadaran:
b. Orientasi:
1) Waktu :
2) Tempat:
3) Orang :
4) Situasi :
c. Konsentrasi dan perhatian:
d. Daya ingat:
1) Daya ingat jangka panjang (remote memory)
2) Daya ingat jangka pendek (Recent past memory, recent memory):
3) Daya ingat segera (immediate retention and recall):
e. Tingkat Pengetahuan:
f. Kemampuan visuospasial:
g. Pikiran Abstrak:
7. Pengendalian impuls:
8. Tilikan:
9. Daya nilai:
a. Daya nilai Sosial:
b. Uji daya nilai:
c. Penilaian Realitas:
10. Taraf dapat dipercaya:
Skenario Klinik 1

Tn. A berusia 30 tahun dibawa oleh keluarganya ke RS karena mengamuk sejak 3 hari
yang lalu. Dia, merasa yakin ada sekelompok orang yang mau mencelakainya, selalu
mengatakan bahwa pikirannya bisa didengar sehingga diketahui oleh orang lain, serta
mendengar suara beberapa orang yang sedang membahas tingkah lakunya sehari-hari.
Pasien mulai menampakkan perubahan perilaku sejak 3 bulan yang lalu setelah di-PHK
dari perusahaan tempat kerjanya.

Instruksi:

1. Lakukan anamnesis pada pasien tersebut!


2. Lakukan pemeriksaan status mental pada pasien tersebut!
3. Apa diagnosis dan sebutkan 2 diagnosis banding?
4. Tuliskan resep untuk pasien tersebut!
5. Lakukan edukasi pada pasien tersebut!

Skenario Klinik 2

Nn. C, usia 25 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD RS karena tidak tidur selama
3 hari, banyak bicara, bernyanyi-nyanyi. Ia sibuk menata ulang kamar tidurnya dan
seluruh rumah semalaman, tetapi tidak tuntas karena perhatiannya sangat mudah teralih
sehingga tata letak perabotan rumah menjadi kacau balau. Setahun yang lalu, Nn. C
pernah menampilkan gejala yang sebaliknya,yaitu murung, tidak mau berbicara, tidak
mau merawat diri yang berlangsung kurang lebih 2 bulan, yang kemudian mengalami
perbaikan meskipun tanpa pengobatan.

Instruksi:
1. Lakukan anamnesis pada pasien tersebut!
2. Lakukan pemeriksaan status mental pada pasien tersebut!
3. Apa diagnosis dan sebutkan 2 diagnosis banding?
4. Tuliskan resep untuk pasien tersebut!
5. Lakukan edukasi pada pasien tersebut!

Skenario Klinik 3

Ny. K, 40 tahun, datang dengan keluhan nyeri ulu hati, mual dan muntah. Pasien
juga mengeluh sering nyeri kepala dan nyeri perut. Pasien sudah sering periksa ke
beberapa dokter, bahkan pernah periksa ke internis. Dokter-dokter tersebut menyatakan
bahwa tidak ditemukan kelainan pada tubuh pasien maupun hasil laboratoriumnya.

Instruksi:
1. Lakukan anamnesis pada pasien tersebut!
2. Lakukan pemeriksaan status mental pada pasien tersebut!
3. Apa diagnosis dan sebutkan 2 diagnosis banding?
4. Tuliskan resep untuk pasien tersebut!
5. Lakukan edukasi pada pasien tersebut!
V. CHEKLIST PENILAIAN KETERAMPILAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI
ANAMNESIS (RAPOR & HYSTORY TAKING)
NILAI
NO ASPEK YANG DINILAI
0 1 2 3
1 Mengucapkan salam, membaca basmalah, memperkenalkan diri dan
bina rapor
2 Menanyakan identitas pasien
3 Menanyakan keluhan utama
4 Menanyakan riwayat penyakit sekarang
a. Menanyakan onset
b. Menanyakan durasi
c. Menanyakan kronologi
d. Menanyakan kualitas keluhan
e. Menanyakan kuantitas keluhan
f. Menanyakan faktor-faktor pemberat
g. Menanyakan faktor-faktor peringan
h. Menanyakan gejala penyerta
i. Menanyakan gangguan fungsi
5 Menanyakan riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat gangguan psikiatri
b. Riwayat gangguan medis umum
6 Menanyakan riwayat keluarga
7 Menanyakan riwayat penyalahgunaan alkohol/ zat adiktif lainnya
8 Menanyakan mimpi, khayalan, harapan
9 Cara berkomunikasi & berempati
10 Penggunaan bahasa yang mudah dimengerti pasien
11 Membaca hamdalah dan mengucapkan salam
Jumlah

Keterangan:
Nilai batas lulus 75 %
0 = tidak dilakukan/disebut sama sekali
1 =dilakukan tapi tidak sempurna 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ
2 = dilakukan tapi kurang sempuma 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 = 𝑥 100% =
60
3 =disebut/ dilakukan dengan sempuma

CHEKLIST KETERAMPILAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


Nilai
NO KRITERIA
0 1 2 3
1 Mengucapkan salam, membaca basmalah, perkenalan dan bina rapor
Gambaran Umum Pasien
2 Menilai penampilan pasien
3 Menilai perilaku dan aktivitas psikomotor
4 Menilai sikap terhadap pemeriksa
Nilai
NO KRITERIA
0 1 2 3
Pembicaraan
5 Menilai volume suara
6 Menilai intonasi bicara
7 Menilai relevansi pembicaraan
Perasaan
8 Memeriksa mood
9 Memeriksa afek
10 Memeriksa keserasian (mood/afek dengan isi pikir)
Pikiran
11 Menilai bentuk pikiran
12 Memeriksa isi pikiran
13 Menilai arus pikir
Persepsi
14 Memeriksa halusinasi
15 Memeriksan ilusi
16 Memeriksa depersonalisasi
17 Memeriksa derealisasi
Sensorium dan fungsi kognitif
18 Memeriksa kesadaran (kuantitatif dan kualitatif)
19 Memeriksa orientasi (o, t, w, s)
20 Memeriksa daya ingat (jangka panjang, jangka pendek, segera)
21 Memeriksa konsentrasi dan perhatian
22 Memeriksa kemampuan visuospasial
23 Memeriksa pikiran abstrak
24 Menilai pengendalian impuls
25 Memeriksa tilikan diri (insight)
Menilai daya nilai
27 Daya nilai sosial
28 Uji daya nilai
29 Penilaian realitas
Penutup
30 Melaporkan hasil pemeriksaan
31 Menyimpulkan diagnosis
32 Menyampaikan psikoedukasi
33 Membaca hamdalah dan mengucapkan salam
Jumlah

Keterangan:
Nilai batas lulus 75 %
0 = tidak dilakukan/disebut sama sekali
1 = dilakukan tapi tidak sempurna 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ
2 = dilakukan tapi kurang sempuma 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 = 𝑥 100% =
99
3 = disebut/ dilakukan dengan sempuma
VI. SUPLEMEN : SIMTOMATOLOGI PSIKIATRIK

PERILAKU DAN AKTIVITAS PSIKOMOTORIK

Perilaku adalah ragam perbuatan manusia yang dilandasi motif dan tujuan tertentu serta
melibatkan seluruh aktivitas mental individu. Perilaku merupakan respons total individu
terhadap situasi kehidupan. Perilaku motorik adalah ekspresi perilaku individu yang
terwujud dalam ragam aktivitas motorik. Berikut ini diuraikan berbagai ragam gangguan
perilaku motorik yang lazim dijumpai dalam praktik psikiatri, yaitu:

1. Stupor katatonia: penurunan aktivitas motorik secara ekstrim, bermanifestasi sebagai


gerakan yang lambat hingga keadaan tak bergerak dan kaku seperti patung. Keadaan
ini dapat dijumpai pada skizofrenia katatonik

2. Furor katatonia: suatu keadaan agitasi motorik yang ekstrim, kegaduhan motorik tak
bertujuan, tanpa motif yang jelas dan tidak dipengaruhi oleh stimulus eksternal.
Dapat ditemukan pada skizofrenia katatonik, seringkali silih berganti dengan gejala
stupor katatonik.

3. Posturing / Katalepsia: adalah keadaan mempertahankan sikap tubuh dalam posisi


tertentu dalam waktu lama. Individu dengan katalepsi dapat berdiri di atas satu kaki
selama berjam jam tanpa bergerak. Merupakan salah satu gejala yang bisa ditemukan
pada skizofrenia katatonik.

4. Flexibilitas cerea: keadaan sikap tubuh yang sedemikian rupa dapat diatur tanpa
perlawanan sehingga diistilahkan seluwes lilin.

5. Akinesia: menggambarkan suatu kondisi aktivitas motorik yang sangat terbatas,


pada keadaan berat menyerupai stupor pada skizofrenia katatonik.

6. Bradikinesia: perlambatan gerakan motorik yang biasa terjadi pada parkinsonisme


atau penyakit parkinson. Individu memperlihatkan gerakan yang kaku dan
kehilangan respons spontan.

7. Kompulsi: kebutuhan dan tindakan patologis untuk melaksanakan suatu impuls, jika
ditahan akan menimbulkan kecemasan, perilaku berulang sebagai respons dari obsesi
atau timbul untuk memenuhi satu aturan tertentu.

ALAM PERASAAN / EMOSI

Emosi adalah suasana perasaan yang dihayati secara sadar, bersifat kompleks, melibatkan
pikiran, persepsi dan perilaku individu. Secara deskriptif fenomenologis, emosi
dibedakan antara mood dan afek.

1. Mood:
adalah suasana perasaan yang bersifat pervasif dan bertahan lama, yang mewarnai
persepsi seseorang terhadap kehidupannya.

Macam-macam mood :

a. Mood eutimia: adalah suasana perasaan dalam rentang ”normal”, yakni individu
mempunyai penghayatan perasaan yang luas dan serasi dengan irama hidupnya.

b. Mood hipotimia: adalah suasana perasaan yang secara pervasif diwarnai dengan
kesedihan dan kemurungan. Individu secara subjektif mengeluhkan tentang
kesedihan dan kehilangan semangat. Secara objektif tampak dari sikap murung
dan perilakunya yang lamban.

c. Mood disforia: menggambarkan suasana perasaan yang tidak menyenangkan.


Seringkali diungkapkan sebagai perasaan jenuh, jengkel, atau bosan.

d. Mood hipertimia: suasana perasaan yang secara pervasif memperlihatkan


semangat dan kegairahan yang berlebihan terhadap berbagai aktivitas kehidupan.
Perilakunya menjadi hiperaktif dan tampak energik secara berlebihan.

e. Mood eforia: suasana perasaan gembira dan sejahtera secara berlebihan.

f. Mood ekstasia: suasana perasaan yang diwarnai dengan kegairahan yang meluap
luap. Sering terjadi pada orang yang menggunakan zat psikostimulansia

g. Aleksitimia: adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk menghayati


suasana perasaannya. Seringkali diungkapkan sebagai kedangkalan kehidupan
emosi. Seseorang dengan aleksitimia sangat sulit untuk mengungkapkan
perasaannya.

h. Anhedonia: adalah suatu suasana perasaan yang diwarnai dengan kehilangan


minat dan kesenangan terhadap berbagai aktivitas kehidupan yang dahulu
menyenangkannya.

i. Mood kosong: adalah kehidupan emosi yang sangat dangkal, tidak atau sangat
sedikit memiliki penghayatan suasana perasaan. Individu dengan mood kosong
nyaris kehilangan keterlibatan emosinya dengan kehidupan disekitarnya.
Keadaan ini dapat dijumpai pada pasien skizofrenia kronis.

j. Mood labil: suasana perasaan yang berubah ubah dari waktu ke waktu.
Pergantian perasaan dari sedih, cemas, marah, eforia, muncul bergantian dan tak
terduga. Dapat ditemukan pada gangguan psikosis akut.

k. Mood iritabel: suasana perasaan yang sensitif, mudah tersinggung, mudah marah
dan seringkali bereaksi berlebihan terhadap situasi yang tidak disenanginya.
2. Afek:
adalah respons emosional saat sekarang, yang dapat dinilai lewat ekspresi wajah,
pembicaraan, sikap dan gerak gerik tubuhnya (bahasa tubuh). Afek mencerminkan
situasi emosi sesaat.
Macam-macam afek :
a. Afek luas: adalah afek pada rentang normal, yaitu ekspresi emosi yang luas
dengan sejumlah variasi yang beragam dalam ekspresi wajah, irama suara
maupun gerakan tubuh, serasi dengan suasana yang dihayatinya.

b. Afek menyempit: menggambarkan nuansa ekspresi emosi yang terbatas.


Intensitas dan keluasan dari ekspresi emosinya berkurang, yang dapat dilihat dari
ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang kurang bervariasi.

c. Afek menumpul: merupakan penurunan serius dari kemampuan ekspresi emosi


yang tampak dari tatapan mata kosong, irama suara monoton dan bahasa tubuh
yang sangat kurang.

d. Afek mendatar: adalah suatu hendaya afektif berat lebih parah dari afek
menumpul. Pada keadaan ini dapat dikatakan individu kehilangan kemampuan
ekspresi emosi. Ekspresi wajah datar, pandangan mata kosong, sikap tubuh yang
kaku, gerakan gerakan sangat minimal, dan irama suara datar seperti ’robot’.

e. Afek serasi: menggambarkan keadaan normal dari ekspresi emosi yang terlihat
dari keserasian antara ekspresi emosi dan suasana yang dihayatinya.

f. Afek tidak serasi: kondisi sebaliknya yakni ekspresi emosi yang tidak cocok
dengan suasana yang dihayati/dipikirkan. Misalnya seseorang yang menceritakan
suasana duka cita tapi dengan wajah riang dan tertawa tawa.

g. Afek labil: Menggambarkan perubahan irama perasaan yang cepat dan tiba tiba,
yang tidak berhubungan dengan stimulus eksternal.

PROSES PIKIR

1. Proses pikir primer: terminologi yang umum untuk pikiran yang dereistic, tidak logis,
magis; secara normal ditemukan pada mimpi, tidak normal seperti pada psikosis

2. Gangguan arus pikir:

a. Asosiasi longgar: gangguan arus pikir dengan ide-ide yang berpindah dari satu
subyek ke subyek lain yang tidak berhubungan sama sekali; dalam bentuk yang
lebih parah disebut inkoherensia
b. Inkoherensia: pikiran yang secara umum tidak dapat kita mengerti, pikiran atau
kata keluar bersama-sama tanpa hubungan yang logis atau tata bahasa tertentu,
hasil disorganisasi pikir

c. Flight of Ideas/lompat gagasan: pikiran yang sangat cepat, verbalisasi berlanjut


atau permainan kata yang mengahsilkan perpindahan yang konstan dari satu ide
ke ide lainnya; ide biasanya berhubungan dan dalam bentuk yang tidak parah,
pendengar mungkin dapat mengikuti jalan pikirnya.

d. Sirkumstansial: pembicaraan yang tidak langsung sehingga lambat mencapai


point yang diharapkan, tetapi seringkali akhirnya mencapai point atau tujuan yang
diharapkan, sering diakibatkan keterpakuan yang berlebihan pada detail dan
petunjuk-petunjuk.

e. Tangensial: ketidakmampuan untuk mencapai tujuan secara langsung dan


seringkali pada akhirnya tidak mencapai point atau tujuan yang diharapkan.

3. Gangguan isi pikir:

Di sini yang terganggu adalah buah pikiran atau keyakinan seseorang, dan bukan cara
penyampaiannya. Dapat berupa miskin isi pikir, waham, obsesi, fobia, dan lain-lain.

a. Kemiskinan isi pikir: pikiran yang hanya menghasilkan sedkit informasi


dikarenakan ketidakjelasan, pengulangan yang kosong, atau frase yang tidak
dikenal.

b. Waham/delusi: satu keyakinan atau kepercayaan yang keliru, berdasarkan


simpulan yang keliru tentang kenyataan eksternal, tidak konsisten dengan
intelegensia dan latar belakang budaya pasien, dan tidak bisa diubah lewat
penalaran atau dengan jalan penyajian fakta, serta pasien berperilaku sesuai
wahamnya.. Jenis-jenis waham:

1) Waham bizarre: keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh (contoh: makhluk
angkasa luar menanamkan elektroda di otak manusia)

2) Waham sistematik: keyakinan yang keliru atau keyakinana yang tergabung


dengan satu tema/kejadian (contoh: orang yang dikejar-kejar polisi atau mafia)

3) Waham nihilistik: perasaan yang keliru bahwa diri dan lingkungannya atau
dunia tidak ada atau menuju kiamat

4) Waham somatik: keyakinan yang keliru melibatkan fungsi tubuh (contoh:


yakin otaknya meleleh)
5) Waham paranoid: termasuk di dalamnya waham kebesaran, waham
kejaran/persekutorik, waham rujukan (reference), dan waham dikendalikan.

6) Waham kebesaran: keyakinan atau kepercayaan, biasanya psikotik sifatnya,


bahwa dirinya adalah orang yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat
besar.

7) Waham kejar (persekutorik): satu delusi yang menandai seorang paranoid,


yang mengira bahwa dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya,
atau yang mendorong agar dia gagal dalam tindakannya. Kepercayaan ini
sering dirupakan dalam bentuk komplotan yang khayali, dokter dan keluarga
pasien dicurigasi bersama-sama berkomplot untuk merugikan, merusak,
mencederai, atau menghancurkan dirinya.

8) Waham rujukan (delusion of reference): satu kepercayaan keliru yang


meyakini bahwa tingkah laku orang lain itu pasti akan memfitnah,
membahayakan, atau akan menjahati dirinya.

9) Waham dikendalikan: keyakinan yang keliru bahwa keinginan, pikiran, atau


perasaannya dikendalikan oleh kekuatan dari luar. Termasuk di dalamnya:

10) Thought withdrawal (sedot pikir) : waham bahwa pikirannya ditarik oleh
orang lain atau kekuatan lain

11) Thought insertion (sisip pikir) : waham bahwa pikirannya disisipi oleh orang
lain atau kekuatan lain

12) Thought broadcasting (siar pikir) : waham bahwa pikirannya dapat diketahui
oleh orang lain, tersiar di udara

13) Delusion of being control (waham dikendalikan): waham bahwa pikirannya


dikendalikan oleh orang lain atau kekuatan lain

14) Waham cemburu: keyakinan yang keliru yang berasal dari cemburu patologis
tentang pasangan yang tidak setia.

15) Erotomania: keyakinan yang keliru, biasanya pada wanita, merasa yakin
bahwa seseorang sangat mencintainya

c. Obsesi: suatu ide yang tegar menetap dan seringkali tidak rasional, yang biasanya
dibarengi suatu kompulsi untuk melakukan suatu perbuatan, tidak dapat
dihilangkan dengan usaha yang logis, berhubungan dengan kecemasan. (untuk
kompulsi lihat pada aktivitas psikomotor)
d. Fobia: ketakutan patologis yang persisten, irasional, berlebihan, dan selalu terjadi
berhubungan dengan stimulus atau situasi spesifik yang mengakibatkan
keinginan yang memaksa untuk menghindari stimulus tersebut. Beberapa contoh
di antaranya:

1) Fobia spesifik: ketakutan yang terbatas pada obyek atau situasi khusus
(contoh takut pada laba-laba atau ular

2) Fobia sosial: ketakutan dipermalukan di depan publik seperti rasa takut


untuk berbicara, tampil, atau makan di depan umum

3) Akrofobia: ketakutan yang berlebihan berada di tempat yang tinggi

4) Agorafobia: ketakutan yang berlebihan berada di tempat yang terbuka

5) Klaustrofobia: ketakutan yang berlebihan berada di tempat yang sempit

6) Ailurofobia: ketakutan yang berlebihan pada kucing

7) Zoofobia: ketakutan yang berlebihan pada binatang

8) Xenofobia: ketakutan yang berlebihan pada orang asing

9) Fobia jarum: ketakutan yang berlebihan menerima suntikan.

PERSEPSI:

Sebuah proses mental yang merupakan pengiriman stimulus fisik menjadi informasi
psikologis sehingga stimulus sensorik dapat diterima secara sadar. Beberapa contoh
gangguan persepsi:

1. Depersonalisasi: satu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari perasaan
subjektif dengan gambaran seseorang mengalami atau merasakan diri sendiri (atau
tubuhnya) sebagai tidak nyata atau khayali (asing, tidak dikenali)

2. Derealisasi: perasaan subjektif bahwa lingkungannya menjadi asing, tidak nyata

3. Ilusi: satu persepsi yang keliru atau menyimpang dari stimulus eksternal yang nyata

4. Halusinasi: persepsi atau tanggapan palsu, tidak berhubungan dengan stimulus


eksternal yang nyata; menghayati gejala-gejala yang dikhayalkan sebagai hal yang
nyata. Jenis-jenis halusinasi:

a. Halusinasi hipnagogik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika mulai jatuh
tertidur, secara umum bukan tergolong fenomena patologis
b. Halusinasi hipnapompik: persepsi sensorik keliru yang terjadi ketika seseorang
mulai terbangun, secara umum bukan tergolong fenomena patologis

c. Halusinasi auditorik: persepsi suara yang keliru, biasanya berupa suara orang
meski dapat saja berupa suara lain seperti musik, merupakan jenis halusinasi yang
paling sering ditemukan pada gangguan psikiatri

d. Halusinasi visual: persepsi penglihatan keliru yang dapat berupa bentuk jelas
(orang) atau pun bentuk tidak jelas (kilatan cahaya), sering kali terjadi pada
gangguan medis umum

e. Halusinasi penciuman: persepsi penghidu keliru yang seringkali terjadi pada


gangguan medis umum

f. Halusinasi pengecapan: persepsi pengecapan keliru seperti rasa tidak enak


sebagai gejala awal kejang, seringkali terjadi pada gangguan medis umum

g. Halusinasi taktil: persepsi perabaan keliru seperti phantom libs (sensasi anggota
tubuh teramputasi), atau formikasi (sensasi merayap di bawah kulit)

h. Halusinasi somatik: sensasi keliru yang terjadi pada atau di dalam tubuhnya,
lebih sering menyangkut organ dalam (juga dikenal sebagai cenesthesic
hallucination)

i. Halusinasi liliput: persepsi keliru yang mengakibatkan obyek terlihat lebih kecil
(micropsia)

KESADARAN & KOGNISI

A. Kesadaran/Sensorium

Kesadaran atau sensorium adalah suatu kondisi kesigapan mental individu dalam
menanggapi rangsang dari luar maupun dari dalam diri. Gangguan kesadaran
seringkali merupakan pertanda kerusakan organik pada otak. Terdapat berbagai
tingkatan kesadaran, yaitu:

1. Kompos mentis: adalah suatu derajat optimal dari kesigapan mental individu
dalam menanggapi rangsang dari luar maupun dari dalam dirinya. Individu
mampu memahami apa yang terjadi pada diri dan lingkungannya serta bereaksi
secara memadai.

2. Apatia: adalah suatu derajat penurunan kesadaran, yakni individu berespons


lambat terhadap stimulus dari luar. Orang dengan kesadaran apatis tampak tak
acuh terhadap situasi disekitarnya.
3. Somnolensi: adalah suatu keadaan kesadaran menurun yang cenderung tidur.
Orang dengan kesadaran somnolen tampak selalu mengantuk dan bereaksi
lambat terhadap stimulus dari luar.

4. Sopor: adalah derajat penurunan kesadaran berat. Orang dengan kesadaran


sopor nyaris tidak berespons terhadap stimulus dari luar, atau hanya
memberikan respons minimal terhadap perangsangan kuat.

5. Koma: adalah derajat kesadaran paling berat. Individu dalam keadaan koma
tidak dapat bereaksi terhadap rangsang dari luar, meskipun sekuat apapun
perangsangan diberikan padanya.

6. Kesadaran berkabut: suatu perubahan kualitas kesadaran yakni individu tidak


mampu berpikir jernih dan berespons secara memadai terhadap situasi di
sekitarnya. Seringkali individu tampak bingung, sulit memusatkan perhatian dan
mengalmi disorientasi.

7. Delirium: suatu perubahan kualitas kesadaran yang disertai gangguan fungsi


kognitif yang luas. Perilaku orang yang dalam keadaan delirium dapat sangat
berfluktuasi, yaitu suatu saat terlihat gaduh gelisah lain waktu nampak apatis.
Keadaan delirium sering disertai gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi.
Biasanya orang dengan delirium akan sulit untuk memusatkan,
mempertahankan dan mengalihkan perhatian ( 3 P terganggu)

8. Kesadaran seperti mimpi (Dream like state): adalah gangguan kualitas


kesadaran yang terjadi pada serangan epilepsi psikomotor. Individu dalam
keadaan ini tidak menyadari apa yang dilakukannya meskipun tampak seperti
melakukan aktivitas normal. Perlu dibedakan dengan tidur berjalan (sleep
walking) yang akan tersadar bila diberikan perangsangan (dibangunkan),
sementara pada dream like state penderita tidak bereaksi terhadap
perangsangan.

9. Twilight state: keadaan perubahan kualitas kesadaran yang disertai halusinasi.


Seringkali terjadi pada gangguan kesadaran oleh sebab gangguan otak organik.
Penderita seperti berada dalam keadaan separuh sadar, respons terhadap
lingkungan terbatas, perilakunya impulsif, emosinya labil dan tak terduga.

B. Kognisi:

Adalah kemampuan untuk mengenal/mengetahui mengenai benda atau keadaan


atau situasi, yang dikaitkan dengan pengalaman pembelajaran dan kapasitas
intelejensi seseorang. Termasuk dalam fungsi kognisi adalah; memori/daya ingat,
konsentrasi/perhatian, orientasi, kemampuan berbahasa, berhitung, visuospatial,
fungsi eksekutif, abstraksi dan taraf intelejensi.

C. Perhatian/konsentrasi:

Adalah usaha untuk mengarahkan aktivitas mental pada pengalaman tertentu.


Gangguan perhatian meliputi ketidakmampuan memusatkan perhatian,
mempertahankan perhatian ataupun mengalihkan perhatian. Pada gangguan
kesadaran khususnya pada delirium ketiga ranah perhatian tersebut terganggu.
Terdapat beberapa jenih gangguan perhatian/konsentrasi, yaitu:

1. Distraktibilitas: adalah ketidakmampuan individu untuk memusatkan dan


mempertahankan perhatian. Konsentrasinya sangat mudah teralih oleh berbagai
stimulus yang terjadi di sekitarnya. Lazim ditemui pada gangguan cemas akut
dan keadaan maniakal.

2. Inatensi selektif: adalah ketidakmampuan memusatkan perhatian pada obyek


atau situasi tertentu, biasanya situasi yang membangkitkan kecemasan. Misalnya
seorang dengan fobia simplek tidak mampu memusatkan perhatian pada obyek
atau situasi yang memicu fobianya.

3. Kewaspadaan berlebih (hypervigilance): adalah pemusatan perhatian yang


berlebihan terhadap stimulus eksternal dan internal sehingga penderita tampak
sangat tegang.

D. Orientasi:

Adalah kemampuan individu untuk mengenali obyek atau situasi sebagaimana


adanya. Dibedakan atas :

1. Orientasi personal/orang, yaitu kemampuan untuk mengenali orang orang yang


sudah dikenalnya.

2. Orientasi tempat/ruang, yaitu kemampuan individu untuk mengenali tempat di


mana ia berada.

3. Orientasi waktu, yaitu kemampuan individu untuk mengenali secara tepat


waktu di mana individu berada.

Sesuai dengan ranah yang terganggu maka dibedakan gangguan orientasi orang,
tempat dan waktu. Gangguan orientasi sering terjadi pada kerusakan organik di
otak.

E. Memori/Daya ingat:
Adalah proses pengelolaan informasi, meliputi perekaman – penyimpanan – dan
pemanggilan kembali. Terdapat beberapa jenis gangguan memori/daya ingat, yaitu:

1. Amnesia: adalah ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau seluruh


pengalaman masa lalu. Amnesia dapat disebabkan oleh gangguan organik di otak,
misalnya; pada kontusio serebri, namun dapat juga disebabkan oleh faktor
psikologik misalnya pada gangguan stres pasca trauma, individu dapat
kehilangan memori dari peristiwa yang sangat traumatis. Berdasarkan waktu
kejadian, amnesia dibedakan menjadi:

a. Amnesia anterograd, yaitu apabila hilangnya memori terhadap


pengalaman/informasi setelah titik waktu kejadian. Misalnya; seorang
pengendara motor yang mengalami kecelakaan, tidak mampu mengingat
peristiwa peristiwa yang terjadi setelah kecelakaan.

b. Amnesia retrograd, yaitu hilangnya memori terhadap pengalaman/informasi


sebelum titik waktu kejadian. Misalnya, seorang gadis yang terjatuh dari atap
dan mengalami trauma kepala, tidak mampu mengingat berbagai peristiwa
yang terjadi sebelum kecelakaan tersebut.

2. Paramnesia: Sering disebut sebagai ingatan palsu, yakni terjadinya distorsi


ingatan dari informasi/pengalaman yang sesungguhnya. Dapat disebabkan oleh
faktor organik di otak misalnya pada demensia, namun dapat juga disebabkan
oleh faktor psikologik misalnya pada gangguan disosiasi. Beberapa jenis
paramnesia, antara lain:

a. Konfabulasi: adalah ingatan palsu yang muncul untuk mengisi kekosongan


memori. Biasa terjadi pada orang dengan demensia.

b. Deja Vu: adalah suatu ingatan palsu terhadap pengalaman baru. Individu
merasa sangat mengenali suatu situasi baru yang sesungguhnya belum pernah
dikenalnya.

c. Jamais Vu: adalah kebalikan dari Deja Vu, yaitu merasa asing terhadap situasi
yang justru pernah dialaminya.

d. Hiperamnesia: adalah ingatan yang mendalam dan berlebihan terhadap suatu


pengalaman

e. Screen memory: adalah secara sadar menutupi ingatan akan pengalaman yang
menyakitkan atau traumatis dengan ingatan yang lebih dapat ditoleransi
f. Letologika: adalah ketidakmampuan yang bersifat sementara dalam
menemukan kata kata yang tepat untuk mendeskripsikan pengalamannya.
Lazim terjadi pada proses penuaan atau pada stadium awal dari demensi.

Berdasarkan rentang waktu individu kehilangan daya ingatnya, dibedakan menjadi:

1. Memori segera (immediate memory): adalah kemampuan mengingat peristiwa


yang baru saja terjadi, yakni rentang waktu beberapa detik sampai beberapa menit

2. Memori baru (recent memory): adalah ingatan terhadap pengalaman/informasi


yang terjadi dalam beberapa hari terakhir

3. Memori jangka menengah (recent past memory): adalah ingatan terhadap


peristiwa yang terjadi selama beberapa bulan yang lalu.

4. Memori jangka panjang: adalah ingatan terhadap peristiwa yang sudah lama
terjadi (bertahun tahun yang lalu)

REALITY TESTING of ABILITY (RTA)

Kemampuan seseorang untuk menilai realitas. Kemampuan ini akan menentukan


persepsi, respons emosi dan perilaku dalam berelasi dengan realitas kehidupan.
Kekacauan perilaku, waham, dan halusinasi adalah salah satu contoh penggambaran
gangguan berat dalam kemampuan menilai realitas (Reality Testing of Ability).

DAYA NILAI

Kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan bertindak yang sesuai dengan situasi
tersebut.

o Daya Nilai Sosial: kemampuan seseorang untuk menilai situasi secara benar (situasi
nyata dalam kehidupan sehari-hari) dan bertindak yang sesuai dalam situasi tersebut
dengan memperhatikan kaidah sosial yang berlaku di dalam kehidupan sosial
budayanya. Pada gangguan jiwa berat atau kepribadian antisosial maka daya nilai
sosialnya sering terganggu.

o Uji Daya Nilai: kemampuan untuk menilai situasi secara benar dan bertindak yang
sesuai dalam situasi imajiner yang diberikan.

TILIKAN (INSIGHT)

Kemampuan seseorang untuk memahami sebab sesungguhnya dan arti dari suatu situasi
(termasuk di dalamnya dari gejala itu sendiri). Dalam arti luas, tilikan sering disebut
sebagai wawasan diri, yaitu pemahaman seseorang terhadap kondisi dan situasi dirinya
dalam konteks realitas sekitarnya. Dalam arti sempit merupakan pemahaman pasien
terhadap penyakitnya. Tilikan terganggu artinya kehilangan kemampuan untuk
memahami kenyataan objektif akan kondisi dan situasi dirinya. Jenis-jenis tilikan:

1. Tilikan derajat 1: penyangkalan total terhadap penyakitnya

2. Tilikan derajat 2: ambivalensi terhadap penyakitnya

3. Tilikan derajat 3: menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya

4. Tilikan derajat 4: menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan namum tidak memahami
penyebab sakitnya

5. Tilikan derajat 5: menyadari penyakitnya dan faktor-faktor yang berhubungan dengan


penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya

6. Tilikan derajat 6 (sehat): menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai


motivasi untuk mencapai perbaikan
CONTOH WAWANCARA PSIKIATRI

1. WAHAM

Waham kejar :

• Apakah ada orang yang sengaja menyusahkan atau ingin melukai anda?
• Adakah orang yang memata-matai anda atau bersekongkol melawan anda?
Waham hubungan :

• Pernahkah anda melihat orang lain membicarakan anda di belakang anda atau
secara khusus memperhatikan anda?
• Jika Ya : apakah anda yakin bahwa mereka membicarakan anda atau apakah anda
pikir mungkin itu hanya perasaan anda saja?
• Apakah anda menerima pesan-pesan khusus dari TV, radio atau dari cara
pengaturan barang di sekeliling anda?

Waham kebesaran / grandiose:

• Apakah anda mempunyai bakat-bakat atau kemampuan yang tidak dimiliki oleh
sebagian besar orang?
Waham dosa :

• Apakah anda terganggu oleh rasa bersalah tentang sesuatu yang pernah anda
lakukan di masa lalu dan anda merasa pantas dihukum karenanya?
Waham agama : Apakah anda pernah mengalami pengalaman
religius/keagamaan yang tidak biasa?

Penarikan pikiran :

• Apakah pikiran anda pernah ditarik keluar dari kepala anda?


Penyisipan pikiran :

• Pernahkah ada pikiran yang bukan pikiran anda disisipkan dalam kepala anda?
Penyiaran pikiran :

• Apakah terkadang pikiran anda tersiar sedemikian keras sehingga orang lain dapat
mendengar apa yang sedang anda pikirkan?

Waham dikendalikan :

• Apakah anda pernah merasa bahwa seseorang atau sesuatu di luar diri anda
mengendalikan pikiran atau tindakan anda di luar kemauan anda?

Waham somatik :
• Apakah anda pernah merasa ada masalah dengan keadaan fisik anda meskipun
dokter menyatakan bahwa tidak ada kelainan?
• Apakah anda pernah merasa bahwa sesuatu yang aneh terjadi pada bagian-bagian
tubuh anda?

2. HALUSINASI

Halusinasi dengar :

• Apakah anda pernah mendengar sesuatu yang tidak dapat didengar oleh orang lain,
seperti suara yang berbisik atau berbicara?
• Jika suara orang berbisik/berbicara :
o Ada berapa suara yang anda dengar? Apakah mereka berbicara satu sama lain?
o Apakah suara itu mengomentari apa yang sedang anda kerjakan/pikirkan?
o Seberapa sering anda mendengarnya?
Halusinasi lihat :

• Apakah anda pernah melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh orang lain?
Halusinasi cium :

• Apakah anda pernah mencium bau-bauan atau wangi-wangi yang tidak bisa dicium
oleh orang lain?
Halusinasi kecap :

• Apakah anda pernah mengecap rasa yang aneh atau tidak biasa pada lidah anda?
Halusinasi raba :

• Apakah anda pernah merasakan sesuatu yang aneh atau tidak biasa pada kulit anda?

3. EMOSI

o Mood : Bagaimana perasaan anda saat ini?


o Sedih : Apakah anda merasa sedih atau tidak bahagia?
o Cemas : Apakah anda merasa khawatir, gugup, atau cemas?
o Gembira : Apakah anda merasa sangat bahagia dan gembira?
o Marah : Apakah anda merasa kesal dan marah?
DAFTAR PUSTAKA

1. Othmer E, Othmer SC. The clinical interview using DSM-IV. Volume1: Fundamentals.
Washington: American Psychiatric Press Inc., 1994.
2. Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen YanDik
DepKes RI, Jakarta, 1993
3. Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry,
9th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2017
4. Sadock BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 11th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Baltimore, 2013
5. Suplemen Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, DitJen
YanDik DepKes RI, Jakarta, 1995.

Anda mungkin juga menyukai