Anda di halaman 1dari 66

BAGIAN PSIKIATRI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Senin, 05 Agustus 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERSPEKTIF BIOLOGI DAN


BIOMARKER SKIZOFRENIA

Dibawakan oleh :
dr. Sri Wati Astuti AR
( C 065 181 003 )

Pembimbing :
Prof. dr.A. Jayalangkara Tanra, Ph.D, Sp.KJ PROGRAM
PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS TERPADU BAGIAN
ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah didiskusikan dan disetujui untuk dipresentasikan Referat dengan judul


“PERSPEKTIF BIOLOGI DAN BIOMARKER SKIZOFRENIA” pada Konferensi Klinik
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada :

Hari : Senin
Tanggal : 05 Agustus 2019
Jam : 12.30 WITA – Selesai
Tempat : Ruang Pertemuan RSP UNHAS Lantai 5

Makassar, 05 Agustus 2019


Pembimbing,

Prof.dr. A. Jayalangkara Tanra, Ph.D, Sp.KJ


DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN
A. SKIZOFRENIA…..…………………………………………………….. 2
B. BIOMARKER……………………………………………………………4
BAB II. PEMBAHASAN
A. SKIZOFRENIA SEBAGAI PENYAKIT OTAK………..………….….6
B. GEJALA POSITIF DAN NEGATIF SKIZOFRENIA………………....7
C. LIMA DIMENSI GEJALA SKIZOFRENIA………………………….11
D. SIRKUIT OTAK DAN DIMENSI GEJALA
PADA SKIZOFRENIA………………………………………………..12
E. STUDI MORFOMETRIK DAN PERUBAHAN
CYTOARCHITECTURAL……………………………………………13
F. PERUBAHAN WHITE MATTER PADA SKIZOFRENIA…………..17
G. FAKTOR GENETIK PADA SKIZOFRENIA…………………………19
H. MENGUNGKAP DASAR GENETIK SKIZOFRENIA DAN
GANGGUAN BIPOLAR DENGAN GWAS………………………….21
I. NEUROTRANSMITTER PADA SKIZOFRENIA……………………38
J. BIOMARKER SKIZOFRENIA………………………………………..54
BAB III PENUTUP………………………………………………………………...61

Page | 1
BAB I
PENDAHULUAN

A. SKIZOFRENIA

Skizofrenia mempengaruhi 1% populasi, dan di AS ada lebih dari 300.000 episode


skizofrenia akut setiap tahun. Antara 25% dan 50% pasien skizofrenia mencoba bunuh
diri, dan 10% akhirnya berhasil, berkontribusi pada tingkat kematian delapan kali lebih
besar dari populasi umum. Harapan hidup pasien dengan skizofrenia mungkin 20-30 tahun
lebih pendek daripada populasi umum, tidak hanya karena bunuh diri, tetapi khususnya
karena penyakit kardiovaskular prematur. Kematian yang dipercepat dari penyakit
kardiovaskular dini pada pasien dengan skizofrenia tidak hanya disebabkan oleh faktor
genetik dan gaya hidup, seperti merokok, pola makan yang tidak sehat, dan kurangnya
olahraga yang mengarah pada obesitas dan diabetes, tetapi juga - sangat disayangkan
- dari perawatan dengan beberapa obat antipsikotik yang dengan sendirinya menyebabkan
peningkatan kejadian obesitas dan diabetes, dan dengan demikian meningkatkan risiko
jantung. Di AS, lebih dari 20% dari semua manfaat jaminan sosial digunakan untuk
perawatan pasien dengan skizofrenia. Biaya skizofrenia langsung dan tidak langsung di
AS saja diperkirakan mencapai puluhan miliar dolar setiap tahun.¹
Skizofrenia bisa dikatakan sebagai salah satu penyakit yang paling
membingungkan namun melumpuhkan semua otak, dengan manifestasi psikotik yang
parah dan persisten disertai dengan disfungsi kognitif dan gangguan psikososial yang
berat. Onset penyakitnya, dari manifestasi psikotik, terjadi pada remaja akhir / dewasa
awal. Gejalanya sering tidak terdeteksi pada awal kehidupan. ¹ ²
Kemajuan substansial dalam memahami dan mengobati skizofrenia akan
tergantung pada penemuan biologi yaitu mekanisme sistem system saraf dari kondisi dari
unsur unsur yang berkaitan , salah satunya adalah bagaimana mekanisme terjadinya gejala
psikosis. Pemahaman ini diperlukan untuk mengembangkan target obat, terapi baru, dan
definisi penyakit berbasis biologis. Saat ini masih sulit untuk menggambarkan mekanisme
sistem saraf yang tepat dalam gangguan fungsi kognitif yang luas dibanding mekanisme
psikosis. Bagian ini menjabarkan perspektif gambaran biologi skizofrenia yang mencakup

Page | 2
banyak hal yang diketahui tentang manifestasi penyakitnya saat ini dan disfungsi otak
pada penyakit tersebut. ¹ ² ³
Hal yang memberikan harapan yang jelas akan kemajuan di masa depan bukan
hanya kualitas alat yang tersedia untuk mempelajari fungsi otak, tetapi, khususnya,
kekayaan neurobiologi dasar yang ada dan sejauh mana pemahaman tentang mekanisme
otak untuk penyakit manusia. Saat ini, penemuan fakta-fakta gejala psikosis, manifestasi
penyakit dan penemuan biomarker perlu diperhitungkan dalam perumusan model
penyakit. Tentu saja, heterogenitas selalu ada di berbagai penyakit psikotik, dengan
heterogenitas yang hampir sama dalam beberapa diagnosis dengan kurangnya
karakteristik biologis yang membedakan diagnosis tersebut. Beberapa ilmuwan yang
diwakili dalam bagian ini berspekulasi tentang penggunaan strategi alternatif untuk
klasifikasi, berusaha untuk meningkatkan homogenitas biologis dalam kluster yang
menyerupai penyakit tersebut untuk mendapatkan keuntungan dari penemuan
mekanistik.¹ ³
Deskripsi skizofrenia dapat ditemukan dalam karya sastra sejak awal. Gejala mirip
skizofrenia dijelaskan pada individu yang dilabeli sebagai nabi, serta penyihir dan setan.
Perspektif skizofrenia sebagai penyakit otak manusia tidak berkembang sampai abad
ke19. Kemudian, pengobatan "manusiawi" diresepkan untuk "kegilaan," sebuah
pendekatan yang menganjurkan perawatan, perlindungan, dan pemahaman manusia untuk
pasien. Sebelum pertengahan abad ke-20 perawatan obat antipsikotik telah banyak
tersedia secara luas. Sekarang di awal abad ke-21, telah ada dua, mungkin tiga, generasi
obat antipsikotik yang dikembangkan, beberapa gen risiko ditemukan, anatomi yang
berkembang, dan beberapa model regional berbasis otak manusia untuk gejala manifestasi
dari disfungsi kognitif (prefrontal cortex) dan psikosis (hippocampus). Sementara itu,
fokus penyelidikan penyakit telah pindah dari kriteria diagnostik konvensional ke dimensi
disfungsi, dan telah mengembangkan pemahaman mendasar tentang dasar penyakit saraf
di otak secara fungsional kompleks. ² ³
Oleh karena itu, dapat diprediksi secara optimis bahwa pada akhirnya akan
mungkin untuk menggambarkan gen, mekanisme seluler dan molekuler, dan perawatan
rasional untuk manifestasi psikosis selama beberapa dekade mendatang. ²
Memahami proses biologis dan perkembangan skizofrenia adalah langkah pertama
untuk mengembangkan pendekatan baru dan intervensi baru. Penelitian tentang

Page | 3
biomarker baru sangat penting ketika tujuannya adalah diagnosis dini (prediksi) dan
theranostik yang tepat untuk memahami biomarker dan efeknya dalam skizofrenia untuk
mensintesis peran kemajuan baru ini. ³ ⁴

B. BIOMARKER
Biomarker adalah karakteristik yang diukur dan dievaluasi secara obyektif sebagai
indikator proses biologis normal, proses patogen, atau respon farmakologis terhadap
intervensi. Biomarker dapat memainkan peran penting dalam mengidentifikasi keadaan
penyakit, mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan yang
mendasarinya, dan memprediksi dan memantau respons terhadap pengobatan. ⁴ ⁵
Biomarker secara klinis berguna hanya jika itu akurat, mudah untuk menafsirkan,
dan cukup sensitif dan spesifik (Vasan 2006). Penanda biologis yang kuat yang akan
memudahkan deteksi dini dalam kaitannya dengan diferential diagnosis adalah kunci
untuk pengobatan dan merupakan pendekatan yang lebih baik untuk mengobati gangguan
kejiwaan. Identifikasi biomarker yang dapat digunakan sebagai diagnostik atau prediktor
respons pengobatan (theranostik) adalah langkah penting dalam arah ini. Secara umum,
biomarker dapat dikembangkan untuk tiga tujuan utama (1) diagnostik (untuk
mengklasifikasikan pasien sebagai pengidap penyakit), (2) prognostik (untuk
memprediksi siapa yang akan beresiko untuk terkena suatu penyakit), atau (3) theranostic
(untuk memprediksi respon individu terhadap terapi tertentu). ³ ⁶ ⁷
Guideline Drug Development Tools (FDA 2014) mengidentifikasi dua proses
terpisah yang diperlukan untuk mengembangkan biomarker baru untuk pengembangan
obat. Intervensi pertama adalah validasi analitis, di mana karakteristik dan kinerja
pengujian (termasuk akurasi, presisi, reproduktifitas, linieritas, spesifisitas, dan
sensitivitas) dijelaskan secara kuantitatif. Intervensi kedua mendefinisikan bagaimana
biomarker harus digunakan dalam konteks manajemen klinis atau pengembangan obat,
dan mendefinisikan tujuan biomarker, batasannya, kondisi penggunaan yang memenuhi
syarat, dan interpretasinya. ⁵
Kita tahu bahwa hasil dari reaksi terhadap pengobatan yang ada saat ini untuk
skizofrenia, dan untuk psikosis secara umum, bersifat heterogen. Meskipun demikian,
tidak ada penanda biologis yang kuat yang dapat membantu mengurai heterogenitas ini

Page | 4
dan berguna dalam praktik klinis. Oleh karena itu, pemeriksaan tambahan akan
diperlukan sebelum biomarker untuk skizofrenia ditemukan dan disepakati.⁶ ⁷ ⁸

Page | 5
BAB II
PEMBAHASAN

A. SKIZOFRENIA SEBAGAI PENYAKIT OTAK

Skizofrenia adalah penyakit otak kronis yang patofisiologi dasarnya tetap sulit
dipahami. Struktur anatomi dan fungsi otak manusia yang hidup dapat dipelajari dengan
menggunakan teknik tidak langsung, sedangkan karakterisasi mikroskopis dan molekuler
langsung dapat diketahui hanya dengan menggunakan jaringan otak postmortem manusia.
Studi postmortem manusia pertama kali dilakukan pada paruh pertama abad 20 berhasil
menemukan beberapa tanda penyakit neuropsikiatri seperti penyakit Alzheimer, penyakit
Pick, dan Huntington chorea tetapi tidak skizofrenia. Sebelum tahun 1980-an beberapa
peneliti menemukan karakteristik neuropatologis otak skizofrenia, sebagai alat dan
pemahaman dalam ilmu saraf itu sendiri, sehingga menjadi lebih canggih, sensitif, dan
dapat diandalkan. Telah diterima secara luas bahwa sementara ini tidak ada lesi
neuropatologis yang jelas dan dapat diidentifikasi terlihat pada skizofrenia, walaupun
patologi yang khas memang ada. Sejumlah besar studi postmortem modern tentang
patologi dalam jaringan penderita skizofrenia kini telah dipublikasikan. Namun, karena
hipotesis pemandu yang tidak lengkap, literatur skizofrenia postmortem sangat luas dan
terkadang terfragmentasi. Meskipun demikian, perubahan yang paling konsisten telah
ditemukan menyarankan lokalisasi ke daerah otak tertentu seperti daerah kortikal
prefrontal, thalamus, dan struktur limbik di otak. ²
Penelitian yang paling mencerahkan tentang skizofrenia selama beberapa dekade
terakhir berasal dari studi genetik dan biologi. Studi-studi ini telah mengungkapkan peran
kunci dari pewarisan dan aktivitas otak dalam perkembangan gangguan ini dan telah
membuka pintu bagi perubahan penting dalam perawatannya. ¹ ²
Seperti pada jenis gangguan lainnya, ahli teori biologi, psikologis, dan
sosiokultural masing-masing mengajukan penjelasan untuk skizofrenia. Sejauh ini,
penjelasan biologis lebih banyak diterima dan selanjutnya dilakukan penelitian terkait hal
tersebut. Ini bukan berarti bahwa faktor psikologis dan sosiokultural tidak memainkan
peran dalam gangguan ini. Sebaliknya, hubungan diatesis-stres diduga kuat terjadi, yaitu

Page | 6
orang dengan kecenderungan biologis akan mengembangkan skizofrenia hanya jika jenis
peristiwa atau stres tertentu juga hadir.¹

B. GEJALA POSITIF DAN NEGATIF SKIZOFRENIA


Meskipun skizofrenia adalah penyakit psikotik yang paling umum dan paling
terkenal, skizofrenia tidak identik dengan psikosis, tetapi hanya salah satu dari banyak
penyebab psikosis. Skizofrenia menurut definisi adalah gangguan yang harus
berlangsung selama enam bulan atau lebih, termasuk setidaknya satu bulan delusi,
halusinasi, ucapan tidak teratur, perilaku tidak teratur atau katatonik, atau gejala negatif.
Gejala positif tercantum pada Tabel 1 dan ditunjukkan pada Gambar 1. Gejala-gejala
skizofrenia ini sering ditekankan, karena mereka bisa dramatis, dapat muncul tiba-tiba
ketika seorang pasien mengalami dekompensasi menjadi episode psikotik (sering disebut
psikotik "istirahat," seperti dalam istirahat dari kenyataan), dan merupakan gejala yang
paling efektif diobati dengan antipsikotik obat-obatan. Delusi adalah salah satu jenis
gejala positif, dan ini biasanya melibatkan salah tafsir persepsi atau pengalaman. Konten
yang paling umum dari khayalan dalam skizofrenia adalah penganiayaan, tetapi dapat
mencakup berbagai tema lain termasuk referensial (yaitu, berpikir keliru bahwa sesuatu
merujuk pada diri sendiri), somatik, religius, atau muluk-muluk. Halusinasi juga
merupakan jenis gejala positif dan dapat terjadi pada modalitas sensorik (misalnya,
auditori, visual, penciuman, gustatory, dan taktil), tetapi halusinasi pendengaran sejauh
ini merupakan halusinasi yang paling umum dan karakteristik pada skizofrenia. . Gejala
positif umumnya mencerminkan kelebihan fungsi normal, dan selain delusi dan halusinasi
juga dapat mencakup distorsi atau berlebihan dalam bahasa dan komunikasi (ucapan tidak
terorganisir), serta dalam pemantauan perilaku (perilaku yang tidak teratur atau katatonik
atau perilaku gelisah). Gejala-gejala positif diketahui karena dramatis, sering kali menjadi
penyebab yang membawa pasien ke dokter atau dan penegak hukum, dan merupakan
target utama perawatan obat antipsikotik. ¹ ² ³

Page | 7
Tabel 1. Gejala Positif Skizofrenia

Gambar 1 . Gejala Positif dan negative Skizofrenia

Gejala negatif tercantum dalam Tabel 2 dan 3 dan ditunjukkan pada Gambar 1.
Secara klasik, setidaknya ada lima jenis gejala negatif yang semuanya dimulai dengan
huruf A (Tabel 3): ¹
• alogia - disfungsi komunikasi; terbatasnya pembicaraan dan produktivitas berpikir
• afek yang tumpul dan datar - pembatasan dalam rentang dan intensitas ekspresi
emosional
• asosialitas - berkurangnya dorongan sosial dan interaksi dengan lingkungan
sekitarnya

Page | 8
• anhedonia - berkurangnya kemampuan untuk mengalami kesenangan yang
sebelumnya dirasakan menyenangkan
• avolisi- berkurangnya keinginan, motivasi atau kegigihan; pembatasan dalam
inisiasi perilaku yang diarahkan pada tujuan.

Gejala negatif pada skizofrenia, seperti afek tumpul, penarikan emosi, hubungan
yang buruk, kepasifan dan penarikan sosial atau apatis, kesulitan berpikir abstrak,
pemikiran stereotip, dan kurangnya spontanitas, umumnya dianggap sebagai pengurangan
normal dari fungsi dan dikaitkan dengan periode lama rawat inap dan fungsi sosial yang
buruk. Meskipun penurunan fungsi normal ini mungkin tidak sedramatis gejala positif,
menarik untuk dicatat bahwa gejala negative skizofrenia menentukan apakah pasien pada
akhirnya berfungsi dengan baik atau memiliki hasil yang buruk. Tentu saja, pasien akan
mengalami gangguan dalam kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan orang lain
ketika gejala positif mereka di luar kendali, tetapi tingkat gejala negatif mereka sebagian
besar akan menentukan apakah pasien dengan skizofrenia dapat hidup mandiri,
mempertahankan hubungan sosial yang stabil, atau masuk kembali ke tempat kerja.¹
Meskipun skala penilaian formal dapat digunakan untuk mengukur gejala negatif
dalam studi penelitian, dalam praktik klinis mungkin lebih praktis untuk mengidentifikasi
dan memantau gejala negatif dengan cepat hanya dengan pengamatan saja (Gambar 2)
atau dengan beberapa pertanyaan sederhana (Gambar 3) . Gejala negatif bukan hanya
bagian dari sindrom skizofrenia - mereka juga dapat menjadi bagian dari "prodormal"
yang dimulai dengan gejala subsyndromal yang tidak memenuhi kriteria diagnostik
skizofrenia dan terjadi sebelum timbulnya sindrom skizofrenia penuh. Gejala negatif
prodromal penting untuk mendeteksi dan memantau dari waktu ke waktu pada pasien
yang memiliki resiko tinggi sehingga pengobatan dapat dimulai pada tanda-tanda pertama
psikosis. Gejala negatif juga dapat bertahan di antara episode psikotik begitu skizofrenia
telah dimulai, dan mengurangi fungsi sosial dan pekerjaan tanpa adanya gejala positif.¹
Perawatan obat antipsikotik saat ini terbatas dalam kemampuan mereka untuk
mengobati gejala negatif, tetapi intervensi psikososial bersama dengan antipsikotik dapat
membantu dalam mengurangi gejala negatif. Bahkan ada kemungkinan bahwa dengan
pengobatan untuk gejala negatif selama fase prodromal dapat menunda atau mencegah
timbulnya penyakit, tetapi ini masih menjadi masalah penelitian saat ini.¹

Page | 9
Gambar 2. Gejala negative yang bisa ditemukan dengan observasi

Gambar 3. Gejala negative yang bisa ditemukan dengan mengajukan pertanyaan

C. LIMA DIMENSI GEJALA SKIZOFRENIA

Page | 10
Meskipun tidak diakui secara resmi sebagai bagian dari kriteria diagnostik
skizofrenia, banyak penelitian mengkategorikan gejala penyakit ini menjadi lima dimensi:
1. gejala positif
2. gejala negatif,
3. gejala kognitif,
4. gejala agresif, dan
5. gejala afektif
Ini mungkin cara yang lebih baik, walaupun agak rumit, untuk menggambarkan
gejala-gejala skizofrenia. Gejala agresif seperti penyerangan, perilaku kasar secara verbal,
dan kekerasan yang dapat terjadi dengan gejala positif seperti delusi dan halusinasi, dan
dikacaukan dengan gejala positif. Intervensi perilaku mungkin sangat membantu untuk
mencegah kekerasan yang terkait dengan impulsif yang buruk dengan mengurangi
provokasi dari lingkungan. Obat antipsikotik tertentu seperti clozapine, atau obat
antipsikotik standar dosis sangat tinggi, atau kadang-kadang penggunaan dua obat
antipsikotik secara bersamaan, juga dapat berguna untuk gejala agresif dan kekerasan pada
beberapa pasien. ¹
Mungkin juga sulit untuk memisahkan gejala-gejala disfungsi kognitif formal dari
gejala-gejala disfungsi afektif dan dari gejala-gejala negatif, tetapi penelitian sedang
berusaha untuk melokalisasi area-area spesifik dari disfungsi otak untuk setiap domain
gejala dalam skizofrenia dengan harapan untuk pengembangan perawatan yang lebih baik
untuk gejala skizofrenia yang sering diabaikan, seperti gejala negatif, kognitif, dan
afektif. Secara khusus, penilaian neuropsikologis sedang dikembangkan untuk mengukur
gejala kognitif, untuk mendeteksi peningkatan kognitif setelah perawatan dengan
sejumlah obat psikotropika baru yang saat ini sedang diuji. ¹ ²
Gejala kognitif skizofrenia adalah gangguan perhatian dan gangguan pemrosesan
informasi dimanifestasikan sebagai gangguan kefasihan verbal (kemampuan untuk
menghasilkan pembicaraan spontan), masalah dengan pembelajaran yang berseri (daftar
item atau urutan peristiwa), dan gangguan kewaspadaan untuk fungsi eksekutif (masalah
dalam mempertahankan dan memfokuskan perhatian, berkonsentrasi, memprioritaskan,
dan memodulasi perilaku berdasarkan isyarat sosial). ¹ ²

Page | 11
Gambar 4. Lokalisasi dari domain symptom

D. SIRKUIT OTAK DAN DIMENSI GEJALA PADA SKIZOFRENIA


Berbagai gejala skizofrenia dihipotesiskan akan dilokalisasi di daerah otak yang
unik (Gambar 4). Secara khusus, gejala-gejala positif skizofrenia telah lama
dihipotesiskan dilokalisasi dengan tidak berfungsinya sirkuit-sirkuit mesolimbik,
terutama yang melibatkan nucleus accumbens. Nukleus accumbens dianggap sebagai
bagian dari sirkuit “reward” otak, sehingga tidak mengherankan bahwa masalah dengan
hadiah dan motivasi dalam skizofrenia, dimana terdapat gejala yang dapat tumpang tindih
dengan gejala negatif dan yang menyebabkan pasien kebanyakan merokok,
penyalahgunaan narkoba dan alkohol, dapat dikaitkan dengan area otak ini juga. Korteks
prefrontal dianggap sebagai simpul kunci dalam nexus sirkuit otak yang tidak berfungsi
yang bertanggung jawab untuk masing-masing gejala skizofrenia yang tersisa: khususnya,
korteks prefrontal mesokortikal dan ventromedial dengan gejala negatif dan gejala afektif,
korteks prefrontal dorsolateral dengan gejala kognitif, dan korteks orbitofrontal dan
hubungannya dengan amigdala dengan gejala agresif dan impulsif (Gambar 4). ¹
Model ini jelas terlalu disederhanakan dan reduksionistik, karena setiap area otak
memiliki beberapa fungsi, dan setiap fungsi tentu didistribusikan ke lebih dari satu area
otak. Namun demikian, mengalokasikan dimensi gejala spesifik ke area otak yang unik
Page | 12
tidak hanya membantu studi penelitian, tetapi juga memiliki nilai heuristik dan klinis.
Secara khusus, setiap pasien memiliki gejala unik, dan respons unik terhadap pengobatan.
Untuk mengoptimalkan dan membuat perawatan individual, akan berguna untuk
mempertimbangkan gejala spesifik yang diekspresikan oleh setiap pasien, dan area mana
dari otak pasien tertentu yang secara hipotetis tidak berfungsi (Gambar 4). Setiap area
otak memiliki neurotransmitter, reseptor, enzim, dan gen unik yang mengaturnya, dengan
beberapa tumpang tindih, tetapi juga dengan beberapa perbedaan regional yang unik, dan
mengetahui hal ini dapat membantu dokter dalam memilih obat dan memantau efektivitas
pengobatan. ¹

E. STUDI MORFOMETRIK DAN PERUBAHAN CYTOARCHITECTURAL


Whole Brain
Pengamatan paling konsisten dalam skizofrenia adalah penampilan makroskopis
normal dari otak postmortem. Namun, selama tiga dekade terakhir, studi jaringan otak
postmortem telah mulai memberikan petunjuk tentang korelasi anatomi dan histologis
patologi skizofrenia. Perlu dicatat bahwa temuan mereka berbeda, kadang tidak sesuai,
atau bahkan saling bertentangan. Ini mungkin karena heterogenitas penyakit atau masalah
metodologis seperti kualitas jaringan postmortem, ukuran sampel, dapat mengacaukan
penelitian postmortem. Meskipun demikian, gambar yang koheren yang didukung oleh
data konvergensi mulai muncul.¹ ²
Sebuah meta-analisis yang mengamati berat otak postmortem menemukan
pengurangan skizofrenia yang kecil namun signifikan yang berkorelasi terbalik dengan
usia onset. Konsisten dengan temuan ini, studi pencitraan struktural menunjukkan bahwa
volume otak lebih kecil di prodormal, pada saat psikosis masih belum tampak, dan pada
subjek yang sakit kronis. Sebuah studi longitudinal baru-baru ini melaporkan pengurangan
volume lobus prefrontal dan temporal pada individu dengan beban genetik tinggi untuk
mengembangkan skizofrenia. Orang-orang yang memang mengembangkan skizofrenia
menunjukkan pengurangan volume prefrontal yang lebih besar. Selain itu, ada bukti bahwa
pengurangan volume materi abu-abu mungkin progresif pada tahap awal penyakit. Studi
postmortem regional telah mengidentifikasi bukti perubahan halus dalam morfologi
seluler dengan daerah yang paling sering terlibat adalah prefrontal cortex (PFC),
thalamus, dan lobus temporal medial. Sebuah studi awal pada tahun 1982

Page | 13
menemukan bahwa sebagian besar pasien dengan skizofrenia menunjukkan bukti gliosis.
Sementara beberapa penelitian sejak saat itu tidak mendukung temuan ini, studi yang
lebih baru menunjukkan bahwa berbagai jenis glia dapat berperan dalam patologi
skizofrenia. Sementara tidak adanya atribut klasik lain dari penyakit neurodegeneratif,
seperti kehilangan sel yang jelas atau neurofibrillary yang tampak kusut, telah
menyebabkan keyakinan bahwa skizofrenia bukanlah penyakit degeneratif dalam
pengertian tradisional, perubahan terkait glia yang dilaporkan meningkatkan
kemungkinan imunologis. atau komponen peradangan untuk patofisiologi penyakit.
Sebuah studi penting pada tahun 1976 melaporkan dilatasi ventrikel pada subjek dengan
skizofrenia kronis. Sejak itu, banyak penelitian telah mereplikasi pengamatan ini,
terutama pembesaran ventrikel ketiga dan lateral pada subjek dengan skizofrenia.
Walaupun demikian, pengamatan ini tidak memiliki spesifisitas diagnostik, karena dapat
terjadi pada banyak gangguan otak lainnya, seperti penyakit Alzheimer dan hidrosefalus.
Selain itu, penelitian dengan risiko tinggi dan riwayat keluarga menunjukkan bahwa
volume ventrikel yang membesar juga ditemukan pada kerabat yang tidak terpengaruh
yang berbagi materi genetik (gen risiko skizofrenia). ²

Korteks Prefrontal
PFC telah dihipotesiskan sebagai situs utama disfungsi pada skizofrenia karena
berkurangnya aktivasi prefrontal terkait tugas pada pasien dengan penyakit dan karena
defisit menonjol pada fungsi kognitif tertentu yang bergantung pada PFC. Studi
pencitraan struktural telah memberikan bukti bahwa volume lobus prefrontal berkurang
pada skizofrenia; analisis stereologis sampel otak postmortem telah menyempurnakan
pengamatan ini dengan menganggap defisit volume terutama pada materi abu-abu yang
ditemukan sekitar 3 hingga 12 persen lebih kecil pada subjek skizofrenia daripada dalam
kontrol normal mereka. Materi abu-abu terdiri dari neuron, sel glial, dan neurofil yang
mencakup proses neuronal seperti pohon dendritik dan arbor aksonal. Studi awal
menggunakan pendekatan stereologis dua dimensi mendeteksi kehilangan neuron di PFC
tanpa ada bukti perubahan dalam jumlah glial. Penelitian yang lebih baru menggunakan
pendekatan stereologis tiga dimensi yang memperhitungkan ukuran dan jumlah sel per
satuan volume. Studi-studi ini belum menemukan perubahan dalam jumlah neuron,
menunjukkan bahwa penurunan volume tidak dikaitkan dengan kehilangan neuronal

Page | 14
melainkan penurunan neuropil. Memang, analisis kuantitatif jumlah dan kepadatan neuron
di PFC (daerah Brodmann 9 dan 46) menunjukkan peningkatan kepadatan neuron, volume
sel somal piramidal yang lebih kecil, dan penurunan neuropil pada skizofrenia pada
lapisan 3 (gambar 5) tetapi tidak pada lapisan 5 atau 6. Pengurangan neuropil
menunjukkan bahwa skizofrenia dikaitkan dengan defisit kuantitatif dalam koneksi
neuron. Beberapa penelitian telah meneliti kepadatan tulang belakang dendritik pada
skizofrenia dan secara konsisten menemukan pengurangan kepadatan tulang belakang
pada lapisan 3 PFC. Neuron piramidal lapisan 3 berfungsi sebagai situs utama untuk
integrasi informasi dari neuron kortikal intrinsik lainnya dan masukan dari thalamus, yang
melibatkan jalur saraf ini dalam patofisiologi schizophrenia. Masalah pengaruh
pengobatan antipsikotik jangka panjang dan kemungkinan efeknya pada tindakan seluler
ini telah diperiksa. Paparan primata bukan manusia terhadap obat antipsikotik kronis
tampaknya tidak mengubah kepadatan neuron kortikal, menunjukkan bahwa peningkatan
kepadatan neuron yang ditemukan dalam skizofrenia bukan efek obat. Menariknya, pada
hewan yang dirawat secara kronis ini, jumlah glia meningkat sebanyak 33 persen pada
lapisan kortikal tertentu. Implikasi dari hal ini belum jelas tetapi mungkin menyarankan
peran glia dalam hal respon antipsikotik.²

Gambar 5. Representasi skematis dari kepadatan spine dendritik pada lapisan 3 neuron
piramidal prefrontal korteks dalam kontrol (a) dibandingkan dengan skizofrenia (b).

Page | 15
Thalamus
Thalamus, karena posisinya yang sangat penting dalam hubungannya dengan
informasi sensorik aferen dan sebagai stasiun dalam sirkuit kortikal-subkortikal, sehingga
thalamus menjadi wilayah otak yang diminati. Volume, jumlah sel, dan kepadatan sel
telah diselidiki di beberapa inti thalamic, termasuk mediodorsal (MDL) dan nukleus
thalamic anterior, di mana koneksi eferen utama ke PFC dan daerah limbik muncul.
Dalam nuklei mediodorsal, jumlah neuron total menurun, meskipun tidak dalam semua
penelitian. Penurunan jumlah neuron ini dilaporkan berada di bagian parvoseluler dan
densoseluler MDL, yang diproyeksikan terutama ke PFC dorsolateral. Namun, penelitian
yang lebih baru tentang ukuran sampel yang lebih besar belum mereplikasi temuan ini
dengan jumlah neuron yang berkurang.²

Basal Ganglia
Postmortem dan studi pencitraan in vivo telah melaporkan peningkatan volumetrik
kompleks caudate-putamen pada pasien skizofrenia. Meskipun penelitian pada hewan dan
manusia pada awalnya menunjukkan bahwa peningkatan volumetrik dapat dijelaskan oleh
obat antipsikotik, studi mikroskopis elektron menunjukkan peningkatan jumlah sinapsis
pada kaudat dan putamen, menunjukkan peningkatan aktivitas saraf di ganglia basal.
Apakah ini terkait penyakit atau efek obat belum meyakinkan. Tabel 2 merangkum temuan
morfologis yang terlihat pada skizofrenia.²

Tabel 2. Ringkasan Temuan Morfologis Utama dalam Studi Postmortem Manusia pada
Skizofrenia Dibandingkan dengan Kasus Kontrol .

Page | 16
E. PERUBAHAN WHITE MATTER PADA SKIZOFRENIA
Materi putih terdiri dari akson dan selubung mielin dan sel glial, bersama-sama
terdiri dari sekitar setengah dari volume otak. Tergantung pada usia, rasio abu-abu ke
putih dari 1,1 ke 1,3 telah dilaporkan. Perkembangan otak manusia melibatkan
peningkatan materi abu-abu dan putih dengan sebagian besar mielinisasi terjadi dalam
beberapa tahun pertama kehidupan, diikuti oleh perkembangan yang berkepanjangan.
Sekitar setengah otak terdiri dari traktus aksonal yelinasi yang menghubungkan daerah
kortikal satu sama lain dan daerah subkortikal dan disebut sebagai connectome.
Skizofrenia telah semakin dipandang sebagai sindrom gangguan manajemen informasi
dalam sirkuit saraf, sebuah fenomena yang telah banyak ditunjukkan oleh studi pencitraan
fungsional yang mengarah ke perhatian yang lebih besar untuk kelainan myelin dan
oligodendroglia, sel pembentuk selubung mielin. Disfungsi pada keduanya dapat merusak
sifat listrik akson, yang menyebabkan transfer informasi yang rusak di sepanjang jaringan
saraf. Salah satu perubahan paling konsisten yang diamati dalam studi ekspresi gen
postmortem menggunakan jaringan otak postmortem manusia dari donor dengan
skizofrenia adalah penurunan gen yang berhubungan dengan jalur oligodendrocyte.
Replikasi penurunan terkait gen myelin, myelin-related glycoprotein (MAG), myelin dan
protein limfosit (MAL), 2 ′, 3′-cyclic nucleotide 3′-phosphodiesterase (CNP), dan faktor
transkripsi oligodendrocyte faktor 2 (OLIG2, yang mengkode faktor transkripsi sentral
untuk pengembangan oligodendrosit) telah dibuktikan dalam PFC dorsolateral pada
skizofrenia meskipun studi negatif juga telah dilaporkan.²
MAG, sebuah gen yang diekspresikan hanya oleh sel-sel pembentuk mielin,
meningkatkan kelangsungan hidup oligodendrosit. Sangat menarik untuk dicatat bahwa
gen risiko diduga untuk skizofrenia, neuregulin (NRG1) dan DISC1, terkait dengan fungsi
oligodendrosit dan mielin. Pensinyalan NRG terlibat dalam pengembangan sistem saraf
dengan memodulasi beragam proses, termasuk diferensiasi glial, pensinyalan aksonal-
glial, dan mielinisasi sementara DISC1 berperan dalam diferensiasi oligodendroglial
selama perkembangan. Perubahan ultrastruktural yang halus, seperti kelainan pada
pemadatan myelin dan pengaturan lamellar, telah dijelaskan pada otak postmortem orang
dengan skizofrenia. Ada juga beberapa bukti penurunan jumlah oligodendrocyte daerah
Brodmann 9 dan 24 bersama dengan morfologi oligodendrocyte abnormal. Selain itu,
penting bahwa integritas dan fungsi materi putih dipengaruhi oleh sejumlah faktor,

Page | 17
termasuk pensinyalan glutamatergik. Glutamat dilepaskan dalam aktivitas yang
bergantung pada materi putih di otak; selain itu, reseptor glutamat dan transporter
reuptake diekspresikan dalam sel glial dalam saluran serat materi putih. Pada hewan,
perubahan homeostasis glutamat dikaitkan dengan kerusakan oligodendrosit dan aksonal,
menunjukkan bahwa penurunan integritas oligodendrosit yang terlihat pada skizofrenia
dapat dikaitkan dengan sensitivitasnya terhadap glutamat. Selain oligodendrosit, dua jenis
glia lainnya adalah astrosit dan mikroglia. Meskipun laporan awal astrogliosis belum
direplikasi, ekspresi gen terkait astrosit telah dilaporkan dalam skizofrenia. Astrosit
memainkan peran penting dalam metabolisme sinaptik neurotransmiter seperti glutamat,
γ aminobutyric acid (GABA), dan monoamina, dan dapat berkontribusi pada disfungsi
sinaptik pada skizofrenia. Ada beberapa saran bahwa mikroglia diubah dalam skizofrenia.
Ada laporan peningkatan mikroglia pada PFC dan white matter tetapi tidak di semua
penelitian. Sebuah studi hubungan genomewide baru-baru ini melaporkan bahwa set gen
astrosit dan oligodendrosit, tetapi bukan set gen mikroglia, dikaitkan dengan peningkatan
risiko skizofrenia. Untuk memperjelas pengamatan ini, diperlukan penelitian yang lebih
besar dan lebih komprehensif untuk memperjelas keterlibatan astrosit dan mikroglia
dalam skizofrenia.²

G.FAKTOR GENETIK
Mengikuti prinsip-prinsip perspektif diatesis-stres, peneliti genetik percaya bahwa
beberapa orang mewarisi kecenderungan biologis untuk skizofrenia dan mengembangkan
gangguan di kemudian hari ketika mereka menghadapi stres yang ekstrem, Biasanya
selama masa remaja akhir atau awal dewasa (Riley & Kendler, 2011). Pandangan genetik
telah didukung oleh studi (1) kerabat orang dengan skizofrenia, (2) kembar dengan
gangguan ini, (3) orang dengan skizofrenia yang diadopsi, dan (4) hubungan genetik dan
biologi molekuler.¹
Penelitian silsilah keluarga telah berulang kali menemukan bahwa skizofrenia
lebih umum di antara kerabat orang dengan gangguan tersebut (Tamminga et al., 2008).
Dan semakin dekat kerabatnya dengan penderita skizofrenia, semakin besar kemungkinan
mereka untuk mengalami gangguan (Gambar 6).

Page | 18
Gambar 6. Family links. Orang yang secara biologis terkait dengan individu dengan skizofrenia
memiliki risiko tinggi mengalami gangguan selama masa hidup mereka. Semakin dekat
hubungan biologis (yaitu, semakin mirip susunan genetik), semakin besar risiko
mengembangkan gangguan

Kembar, yang termasuk saudara terdekat, telah menerima studi khusus oleh para
peneliti skizofrenia. Jika kedua anggota pasangan kembar memiliki sifat tertentu, mereka
dikatakan sesuai dengan sifat itu. Jika faktor genetik bekerja dalam skizofrenia, kembar
identik (yang berbagi semua gen mereka) harus memiliki tingkat kesesuaian yang lebih
tinggi untuk gangguan ini daripada kembar fraternal (yang hanya berbagi beberapa gen).
Harapan ini telah didukung secara konsisten oleh penelitian. Studi telah menemukan
bahwa jika satu kembar identik mengembangkan skizofrenia, ada kemungkinan 48
persen bahwa kembar lainnya akan melakukannya juga. Jika si kembar fraternal, di sisi
lain, si kembar kedua memiliki peluang sekitar 17 persen untuk mengalami gangguan
tersebut.³
Studi adopsi melihat orang dewasa dengan skizofrenia yang diadopsi sebagai bayi
dan membandingkannya dengan biologis dan kerabat angkat mereka. Karena mereka

Page | 19
dibesarkan terpisah dari kerabat biologis mereka, gejala serupa pada kerabat tersebut akan
menunjukkan pengaruh genetik. Sebaliknya, kesamaan dengan saudara angkat mereka
akan menyarankan pengaruh lingkungan. Berulang kali, para peneliti telah menemukan
bahwa kerabat biologis dari adopsi dengan skizofrenia lebih mungkin daripada kerabat
angkat mereka untuk mengalami skizofrenia atau gangguan seperti skizofrenia
(Andreasen & Black, 2006; Kety, 1988, 1968)² ³
Para peneliti telah menjalankan studi tentang keterkaitan genetik dan biologi
molekuler untuk menunjukkan dengan tepat faktor-faktor genetik yang mungkin ada
dalam skizofrenia. Dalam satu pendekatan, mereka memilih keluarga besar di mana
skizofrenia sangat umum, mengambil sampel darah dan DNA dari semua anggota
keluarga, dan kemudian membandingkan fragmen gen dari anggota dengan dan tanpa
skizofrenia. Menerapkan prosedur ini untuk keluarga dari seluruh dunia, berbagai
penelitian telah mengidentifikasi kemungkinan cacat gen pada kromosom 1, 2, 6, 8, 10,
13, 15, 18, 20, dan 22 dan pada kromosom X, yang masing-masing dapat membantu
mempengaruhi individu untuk mengembangkan skizofrenia. Temuan bervariasi ini dapat
menunjukkan bahwa beberapa situs gen yang dicurigai adalah kasus identitas yang salah
dan tidak benar-benar berkontribusi pada skizofrenia. Atau, mungkin jenis skizofrenia
yang berbeda terkait dengan gen yang berbeda. Kemungkinan besar, bagaimanapun,
bahwa skizofrenia, seperti sejumlah gangguan lainnya, adalah gangguan poligenik yang
disebabkan oleh kombinasi cacat gen. Bagaimana faktor genetik dapat menyebabkan
perkembangan skizofrenia? Penelitian telah menunjukkan dua jenis kelainan biologis
yang bisa diwarisi — biochemical abnormalities and abnormal brain structure (kelainan
biokimia dan struktur otak yang tidak normal).⁹ ¹º ¹¹

H. MENGUNGKAP DASAR GENETIK SKIZOFRENIA DENGAN GWAS


Dalam genetika , Genome-wide association study ( studi GWA , atau GWAS ),
juga dikenal sebagai studi asosiasi genom keseluruhan ( studi WGA , atau WGAS ),
adalah studi observasional dari serangkaian genome-lebar varian genetik pada individu
yang berbeda untuk melihat jika ada varian yang dikaitkan dengan suatu sifat. GWAS
biasanya fokus pada hubungan antara polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) dan sifat-
sifat seperti penyakit manusia yang utama, tetapi dapat juga diterapkan pada varian
genetik lain dan organisme lain.

Page | 20
Ketika diterapkan pada data manusia, studi GWA membandingkan DNA peserta
yang memiliki fenotipe yang bervariasi untuk sifat atau penyakit tertentu. Partisipan ini
mungkin orang dengan penyakit (kasus) dan orang yang serupa tanpa penyakit (kontrol),
atau mereka mungkin orang dengan fenotipe yang berbeda untuk suatu sifat tertentu,
misalnya tekanan darah. Pendekatan ini dikenal sebagai fenotipe-pertama, di mana para
peserta diklasifikasikan pertama berdasarkan manifestasi klinis mereka, sebagai lawan
dari genotipe-pertama . Setiap orang memberikan sampel DNA, dari mana jutaan varian
genetik dibaca menggunakan susunan SNP . Jika satu jenis varian (satu alel ) lebih sering
pada orang dengan penyakit, varian dikatakan terkait dengan penyakit. SNP terkait
kemudian dianggap untuk menandai wilayah genom manusia yang dapat mempengaruhi
risiko penyakit.
Studi GWA menyelidiki seluruh genom, berbeda dengan metode yang secara
khusus menguji sejumlah kecil daerah genetik yang ditentukan. Oleh karena itu, GWAS
adalah pendekatan yang tidak didorong oleh kandidat , berbeda dengan studi yang
digerakkan oleh kandidat spesifik gen . Studi GWA mengidentifikasi SNP dan varian lain
dalam DNA yang terkait dengan suatu penyakit, tetapi mereka tidak dapat dengan
sendirinya menentukan gen mana yang merupakan penyebab.¹² ¹³ ¹⁴
GWAS pertama yang berhasil diterbitkan pada tahun 2002 mempelajari infark
miokard. Desain penelitian ini kemudian diimplementasikan dalam studi tengara GWA
2005 yang menyelidiki pasien dengan degenerasi makula terkait usia , dan menemukan
dua SNP dengan frekuensi alel yang berubah secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol yang sehat. Pada 2017 , lebih dari 3.000 studi GWA manusia telah memeriksa
lebih dari 1.800 penyakit dan sifat, dan ribuan asosiasi SNP telah ditemukan. Secara
umum, asosiasi ini sangat lemah, dan bahkan mungkin sama sekali tidak berarti kecuali
dalam kasus penyakit genetik langka.¹⁵
Dua genom manusia berbeda dalam jutaan cara yang berbeda. Ada variasi kecil
dalam nukleotida individu genom ( SNP ) serta banyak variasi yang lebih besar, seperti
penghapusan , penyisipan dan variasi jumlah salinan . Semua ini dapat menyebabkan
perubahan pada sifat individu, atau fenotip , yang bisa apa saja dari risiko penyakit hingga
sifat fisik seperti tinggi badan. Sekitar tahun 2000, sebelum pengenalan studi GWA,
metode utama investigasi adalah melalui studi pewarisan hubungan genetik dalam
keluarga. Pendekatan ini telah terbukti sangat bermanfaat terhadap gangguan gen tunggal

Page | 21
. Namun, untuk penyakit umum dan kompleks, hasil studi keterkaitan genetik terbukti sulit
untuk diperbanyak. Alternatif yang disarankan untuk studi pertalian adalah studi asosiasi
genetik . Jenis penelitian ini menanyakan apakah alel varian genetik ditemukan lebih
sering daripada yang diperkirakan pada individu dengan fenotipe yang menarik (misalnya
dengan penyakit yang sedang dipelajari). Perhitungan awal pada kekuatan statistik
menunjukkan bahwa pendekatan ini bisa lebih baik daripada studi pertalian dalam
mendeteksi efek genetik yang lemah. ¹⁶ ¹⁷
Mengingat studi kembar dan keluarga sebelumnya yang menunjukkan heritabilitas
tinggi, implikasi dari penjabaran varian gen spesifik yang meningkatkan risiko sangat
besar. Studi gen kandidat, yaitu berdasarkan pada pengetahuan apriori tentang fungsi gen,
atau posisinya dalam wilayah genom yang dihubungkan dengan SZ atau BD melalui
studi keterkaitan, adalah norma sampai sekitar tahun 2006; sejak eksplorasi luas
genom dari varian gen risiko potensial oleh studi asosiasi genom (GWAS) telah mengambil
alih. Manfaat paling jelas dari GWAS adalah kemampuannya untuk mendeteksi varian
risiko terlepas dari hipotesis sebelumnya. Ini sangat penting dalam psikiatri, mengingat
bukti yang tidak meyakinkan dan tidak konsisten dari studi gen kandidat dan arsitektur
genetik untuk sebagian besar penyakit yang tampaknya bersifat poligenik.
Lee et al (2012) melakukan tinjauan sistematis terhadap semua GWAS yang
diterbitkan dalam BD atau SZ, sejak studi pertama pada 2006 hingga Maret 2011. Mereka
meninjau total 14 polimorfisme nukleotida tunggal (SNP). Mereka melaporkan asosiasi
signifikan genome-lebar di ZNF804A, wilayah MHC, NRGN, TCF4 untuk SZ, dan dalam
ANK3, CACNA1C, DGKH, PBRM1 dan NCAN untuk BD. Di antara studi SZ, dua SNP
diidentifikasi dua kali:
- rs752016 pada gen PLXNA2 (mengkode reseptor mediasi perkembangan saraf)
- rs1344706 di ZNF804A (mengkode faktor transkripsi perkembangan saraf)
meskipun sampel yang mungkin tumpang tindih belum diverifikasi / diungkapkan dalam
ulasan, dan dengan demikian hasil ini tidak selalu merupakan replikasi yang benar.
Mengenai CNV, ada replikasi penghapusan signifikan yang melibatkan NRXN1 dalam 6
studi dan NRG3, RAPGEF6, MYO38, GST1, GSTT2 dan VIPR2 dalam setidaknya 2
studi. ¹⁸
Beberapa gen yang dibahas dalam Lee et al (2012) adalah:

Page | 22
1) terkait dengan SZ dan BD oleh GWA, memberikan kepercayaan pada dugaan dasar
genetik yang tumpang tindih sebagian dalam kelainan ini; dan
2) telah mengumpulkan bukti awal dan sugestif mengenai dampak pada struktur dan
fungsi otak, seperti ANK3, CACNA1C, NRGN dan ZNF804A, plus dalam TCF4 dan
DGKH. Namun, mengingat bahwa GWAS mengidentifikasi beberapa SNP dengan efek
kecil, menggunakan metodologi statistik yang berbeda, pengambilan sampel yang
heterogen dan tumpang tindih, dapat menjadi tidak jelas seberapa berartinya setiap hasil
GWAS individu. Oleh karena itu, temuan mereka harus direvisi dan ditimbang dengan
hati-hati. Meta-dan mega-analisis yang baru-baru ini terjadi dari meta-consortia,
meskipun paling kuat (dengan menyusun beberapa studi yang ditinjau), fokus pada
signifikansi "global"; karenanya SNP yang diteliti, yang berhubungan dengan kelainan
pada populasi tertentu, mungkin terlewatkan. Jelas ada trade-off antara hit acak dalam
penelitian kecil dan hit nyata pada populasi tertentu yang tidak mencapai signifikansi luas
genom dalam sampel "global", konsisten dengan heterogenitas genetik SCZ dan BD.
Dengan demikian, penilaian kritis terhadap bukti yang mendukung temuan dari penelitian
yang lebih kecil dan lebih lokal (yaitu lebih homogen dari etnis ke praktik diagnosis
klinis), dan, khususnya, bukti replikasi di antara mereka, adalah kebutuhan tepat waktu di
bidang genetika BD dan SZ . Tinjauan sistematis ini bertujuan untuk menindaklanjuti dari
ulasan Lee et al (2012) 5 dengan: 1) mengidentifikasi dan mendiskusikan semua temuan
SNP GWAS yang diterbitkan sejak Maret 2011; dan 2) memverifikasi konsistensi
replikasi untuk semua variasi genetik yang terlibat dalam kedua tinjauan, yaitu,
dilaporkan sejak Januari 2006. Terutama menyoroti dukungan baru untuk gen yang
diidentifikasi sebelumnya dan replikasi untuk gen baru. Hal ini dilakukan dengan
memeriksa secara menyeluruh dan mengecualikan setiap sampel yang tumpang tindih
antara pasangan studi di Lee et al (2012) 's5 dan ulasan kami saat ini - untuk melindungi
ulasan yang diperbarui ini dari bias sampel atau replikasi' pencelupan ganda '. Jadi, hanya
menyoroti replikasi dari sampel independen. Selain itu, mengontekstualisasikan setiap
varian genetik yang terlibat oleh penelitian yang tidak tumpang tindih di ulasan Lee et al
(2012 ), dan dalam tubuh pengetahuan terkini tentang fungsi protein dan peran dalam
sistem saraf pusat dan patologi psikiatri. Secara komplementer, juga dibahas temuan
metakonsortia internasional baru-baru ini (tumpang tindih)¹⁸

Page | 23
Telah ditemukan dukungan lebih lanjut untuk wilayah gen terkuat yang
diidentifikasi dalam Lee et al (2012) review: ANK3 dan MHC. Yang paling penting,
dengan mempertimbangkan semua studi yang sebelumnya dan saat ini ditinjau, ditemukan
bahwa AMBRA1, ANK3, ARNTL, CDH13, EFHD1, MHC, PLXNA2 dan UGT1A1
telah terlibat dalam setidaknya dua sampel SZ atau BD yang dilaporkan tidak saling
tumpang tindih, yang memberikan kepercayaan pada implikasinya (dan wilayah masing-
masing penanda SNP) dalam psikosis, kecuali dalam kasus EFHD1 di mana arah alel
belum konsisten. Tidak ada bukti lebih lanjut untuk dasar genetik bersama untuk SZ dan
BD yang ditemukan dalam ulasan ini, dengan ANK3 dan PLXNA2 tersisa satu- satunya
gen yang terlibat GWA di kedua gangguan sejak ulasan terakhir. Secara keseluruhan, juga
ditemukan, ketika mempertimbangkan temuan meta-consortia yang paling kuat, bahwa
ANK3, CACNA1C, CACN1, CACNB2, CACNB3, DRD2, GRIA1, GRIN2A, GRM3,
ITIH1, ITIH3 / ITIH4, MHC, MIR137, ODZ4, SRZ , SYNE1, TCF4, VRK2 dan
ZNF804A telah muncul terdepan dalam hal gen kerentanan untuk psikosis.¹⁸
Meskipun masalah dengan stratifikasi populasi dalam hal variabel yang diketahui
dan tidak diketahui muncul dalam ukuran sampel yang besar, GWAS berguna dalam
menjelaskan dasar-dasar genetik penyakit kompleks - dengan upaya replikasi menjadi hal
mendasar. Kesulitan dalam mendeteksi gen-gen dan gen-lingkungan, serta masalah
heritabilitas yang hilang, tetap sebagai keterbatasan - tetapi sekarang sedang ditangani
sementara. Metode analitik baru, yang muncul dari teknologi genom-luas, seperti skor
poligenik dan analisis GCTA sedang diterapkan pada data GWAS dengan harapan dapat
menangkap tingkat penuh pengaruh genetik dalam psikosis.
Tabel berikut merupakan tinjauan umum wilayah gen yang terkait dengan
Skizofrenia dan Gangguan bipolar :

Page | 24
Page | 25
Page | 26
CACNA1C rs1006737
x ,/ 7.0x10"6(D•R,) 1.18 (D+R,)
(A)
Ferreira et al.
(2008)"
a-1 sub\.l\it of a
vohge-depend<tll
ea:- channel th.at
Varialion wilhit CACHA1C

via �s
may be u,ocla:ed,... BO
chan90< at a
mediates the oelular molecular (reduced
11iw. ol ce> fot qnaplic plaolicitf"' and
C.'"-dependent aclllt neurogeneQS!.l\
p,ooesses., incllditg disNpted MAPK and
eel survival, NT CREB
release, synaJ)tic signaling�i. and
ptatlicil)' and deaeMed
gene le•elt of BDNF in
e.xprecdon:o: hippoeampal nN"OnCtt1;
modulalion of <he-.
rhythm a""lilUde
...,,....
ro lrdwm"'J, ,_.,,
amygda&a?ot-,.."O,, and
(reduced total graymatter
hypotha&amus.!011;
volume::o:s; regionalredUced
flon1o1emp0<al
dfflerences in the-,ay maw
vobne
and
of funcllonal
conneciivity*),
I• neurochemical (deaeased
cerebrospinal fluid lewk of
markers of ne1.1roaxonal
ptaEticily"';J, cognitive
�mpaired anerition-"'!O,
working memo,'f'1,
executive Nn(don:t:.
leamin9 and.,._,..,,
verbal fluency'''·
and-
emo1ion ,ecog.-i and
I· behavioural level
(amygdala-medlated
lw condi'tionin9?1s;
bll.l'lted reward
responsNene:ss:tt;
afftaiyepemnaf,ty
••its"'; and schimcipl""J,
Gene acsocianon ctudies
gene sz..-.m,
haveitalso 1.100;.i,OU
implica:ed
auasrn:', epieps�. and
AD"'.

CCOC60 rs11064768 ,/ x 1.2x1 o-< (D) N/R (D) Kirov et al.


(2009f23 - un-.

Page | 27
Page | 28
Page | 29
Page | 30
Page | 31
MY0188 rs5761163
./ x 3.4x10-7 (D) 1.25 (D) (A) ISC
(2009)"
>.tember of a family
of unconventional
mYl)'ini that
Its 5,petific role in lhe CNS
ls unknown, but myoA'I,
are known to be itvolved it
regulates mu;c:le·. axonal transporP11• A
speafic genei when SNP was associated with
i"I the nucleus., "'11ile mathematical disability and
ii influence, reduced vdume of Ole right
ittracellular intraparietal ,ulcu, in the
traffid:.ing when it parietal cortex (a key
the cytoplasm uo. ,tructure iwotved in
m.merical proce"ing)
of dy;lexic childrenm.
MY058 rs4939921
x ./ 1.?x10·7 (D) 1.51 (D)(G) Sklar et al.
(2008)"'
J.1ember of a fam1ly
of unconventJonal
mf()'ins itvolved
Participate, in vesicle
trafficking in neurons, a
mechalWSm Ylflereby it
in vesicular regulates EGFR cycling
traffid:.ingn•. (another fa� o1 proteins
implicated in the
pathophyliology of 80).
Confers sutceptibihty for
,fw.lexiatu_
NCAN r,1064395
x ./ 3.0•1()-<
(D•R,)
1.31 (D•R,)
(A)
Cichon et al.
(2011)'"
Srain..speafic
extracelular matnx
9ly¢0protein involved
Modulate, neuronal
acl\e;ion and neurite
g,owth and influences
ii eel acl\e;ion and cortical fof<lng durin;
m9gration>1•. developmentHMtt, It ic
expre"ed in cubcortical
brain areas involved in
emotional proce"ing,
in<:lu4ng the arnygdala,
hipPoeampus, and
Olbitorrontal cortexH•. Gene
variation affects 9ray matter
volume in theu structures
independent of disease.
suggesting it might confer
increaced nslt for 80 Via
ne.urostructural dellcitc>:o, A

�a;soaa.tion
study hao also �licated
mis gene fl SZlZt.

NDST3' rs11098403 ./ x 6.6x104 (D)


2.7x 104 (D•R,)
1.41 (D)(G)
1.15 (D+R,)
lenczet al.
(2013)44
Enzyme -ired
tor die boocynlh..lc
Thisg<neic"9hly
e.q,ressed in die
�uc101, where it
(G) of t,eparan ..irate
(HS)"'. � have a regulato,y
I• _..,and11the
cereoe11.rn1c1• Indeed,
slllldural and fundional
alrlormaliiesofl!te
i;p_.,.andthe
cere:belwn have been
dttnonc:ra:ed In SZt:M:s
and BO"""'. 111 function
In
HS...-
appea"to
becrillcalfornewlte
�. axon guidance
and synaptogenesis10:no,.
The patem of HS su�ation
detetlni'les its bilding
8Dt,..belowl
alfmily r>NRGI, wtidl is
also �ted in SZ and

Page | 32
NKAPL 131635 ./ x 5.5x1Q-6 (R,);
6.9•1()-12
t.27 (R,) (G);
1.28(0.R,)
Yue et
al.
Tr_...,..
repr=otof-.
Atlundandy exs>re;ced in
the mice cortex,
h"'pocampus, ventral
(D•R,) medialed
(G) (2011)"' lateral rucleus, locus
ggnaklg
coen.1leus11i. N.AKPL
located - the
MHC region"'. knockout causes
impaired neuronal
mi91ation and synaptic
defects in aninal
models, suggestng a role
NMBR rs4895576 ./ x 7.8x10-11 (D) 1.33(0)(G) A!kelai et
al.
T,ans:rnembtane G
p�
in
The NMBINMBR pathway
neurodevelooment1 tl.
contributes to behavioural

1�
•-
recop!OI illatbinds ., hcmeow,i• by regulating
(2011)'°
......,
--in
feed11g behavlowl».n1
and thermortgula11on111 It
Is
B (N.148)>:t.
ako Implicated in
'PQnlaneous activity,
sus.oepti>ility to stres, and
:eAr/anxietyS1.M, the latter
possibility due to change$
in �otoni'lergic
transmission i, ventral
hippocampal
newonsln. Moreover,
blocking this
pa1hway suppresses
dopamine agonist-
i'lduced
effects i'l mice�n.
Bombesi'l-tike peptides
have also been
NRG1 rs221533
./ x 9.1•10--
(D•R,)
N/R(D+R,) Sullivan et al.
(2008)7
�1ember of epilhetial
growdl-.lamly
11\at mediates
Reg1Ate,
associateddevelopmental
neuronal
autism':s...
atthoughsurvival�
the
cynaptogen""', myel11
palllophysiologlcal
eel- eel lormation, a,trocy11e
mechaNCm 1, unclear.
c,gnailing ... di1"rerentiation, and
binctng 11> Ell>B rricrogial activat:ionBS-Jl1.
tyr<><ine- Plays a protective role in
recepunm.

the injured CNSllt,


patlicuwly in OAe,gie
neuron en•. When
neuregulin-1 le periph•raly
a<*nl\is.tered it neonatal
mice, it ac:livates Erti84
and
leads to a persistent
hyperdopaninergic scate1•.
tn adultrats, inp,oves
funcbonal recovery when
given before or inme<iately
after ischemic brain
injury3'°. It is impicated i1
AD:;.i1, P03!�, ns=,
cognitive perfomiance in
801�· and szies, and in the
OFC culcogyral pattemc of
SZ oatients.io.
x
-
2.4x10-< P0<1Synai,ot NRGN it expres&ed in brain
NRGIII' rs12807809 ./ 1.15 (D+R,) Stefansson et CubttH, of
(T) areas associated \Wt!
(D•R,) al. (2009)" p,oldn IN.. C- cognijlve fllldlOftng, a,,d
medilled plays • !Ole In c0<tical
development, with ils:
uscades"'. expre"ion btl'lg redUced
in the ACC and OLPFC ot
SZ patients.J•s. A..'fecls
signaling cascades
downstream of
gMamate,gic NMOA
receptors, which are
postulated to be
hypo1unctioning in SZ and
related to cognitive
I• de.ficits3-4c.. Biological fluid
levek of neurogranin
are candidate
biomarlcers fot
neuronal damage in TBI�"'
and AD"'. Thi, g•ne may
also be • medlatO< of

Page | 33
Page | 34
Page | 35
Page | 36
I. NEUROTRANSMITTER PADA SKIZOFRENIA
Studi neurokimia skizofenia dimulai pada saat para ilmuwan mengantisipasi cacat
neurobiologis tunggal. Meskipun tidak ada kelainan tunggal yang ditemukan, para peneliti
menafsirkan studi dalam system konteks yang lebih luas. Meskipun demikian, temuan
seringkali masih diorganisir oleh system neurotransmitter.²

Dopamin
Pada 1960-an, diusulkan bahwa aktivitas hyperdopaminergic mungkin bertanggung
jawab atas gejala positif pada skizofrenia. Ini sebagian didasarkan pada pengamatan
farmakologis bahwa blockade reseptor dopamin reseptor subtipe 2 (D2) mengurangi
gejala psikotik. Pengamatan pada keadaan lainnya adalah bahwa amfetamin dosis tinggi,
yang diketahui bertindak melalui pembalikan transporter dopamin (DAT), menimbulkan
psikosis. Temuan ini menjadi pendorong yang kuat untuk mempelajari langkah-langkah
biokimia dari neurotransmisi dopamin di otak postmortem manusia dalam skizofrenia.
Serangkaian penelitian pada primata bukan manusia menunjukkan bahwa pengurangan
penularan dopamin di PFC dikaitkan dengan defisit kognitif seperti yang ditemukan pada
skizofrenia. Hal ini menyebabkan modifikasi hipotesis dopamin dengan adanya
ketidakseimbangan transmisi dopamin di skizofrenia, dengan hiperaktif dopaminergik di
daerah subkortikal, tetapi hipoaktivitas di daerah kortikal prefrontal. Meskipun hipotesis
dopamin telah menjadi hipotesis yang berlaku selama beberapa dekade, bukti disfungsi
dopamin dalam studi postmortem manusia belum didapatkan.¹

Hipotesis dopamin dari skizofrenia: jalur dopamin mesolimbik dan gejala positif
skizofrenia
Jalur dopamin mesolimbik memproyeksikan dari badan sel dopaminergik di
daerah ventral tegmental batang otak ke terminal akson di salah satu area limbik otak,
yaitu nucleus accumbens in ventral striatum (Gambar 6). Jalur ini dianggap memiliki
peran penting dalam beberapa perilaku emosional, termasuk gejala positif psikosis,
seperti delusi dan halusinasi (Gambar 7). Jalur dopamine mesolimbic juga penting untuk
motivasi, kesenangan, dan reward.¹

Page | 37
Gambar 6. Lima jalur dopamine di otak

Gambar 7. Jalur Mesolimbik

Selama lebih dari 40 tahun, telah diamati bahwa penyakit atau obat yang
meningkatkan dopamin akan meningkatkan atau menghasilkan gejala psikotik positif,
sedangkan obat yang mengurangi dopamin akan mengurangi atau menghentikan gejala
positif. Sebagai contoh, obat stimulan seperti amfetamin dan kokain melepaskan dopamin,
dan jika diberikan secara berulang dapat menyebabkan psikosis paranoid hampir tidak
dapat dibedakan dari gejala positif skizofrenia. Semua obat antipsikotik diketahui mampu
mengobati gejala psikotik positif adalah penghambat reseptor dopamin D2. Pengamatan
ini telah dirumuskan menjadi teori psikosis yang kadang-kadang disebut sebagai "hipotesis
dopamin skizofrenia." Mungkin sebutan modern yang lebih tepat adalah "hipotesis
dopamin mesolimbik dari gejala positif skizofrenia," sejak diyakini

Page | 38
bahwa hiperaktif khususnya dalam jalur dopamin tertentu yang memediasi gejala positif
psikosis (Gambar 8). Hiperaktif dari jalur dopamin mesolimbik secara hipotetis
bertanggung jawab atas gejala psikotik positif apakah gejala tersebut merupakan bagian
dari penyakit skizofrenia, atau psikosis yang diinduksi obat, atau apakah gejala psikotik
positif tersebut menyertai mania, depresi, atau demensia. Hiperaktivitas neuron dopamin
mesolimbik juga dapat berperan dalam gejala agresif dan hostilitas pada skizofrenia dan
penyakit terkait, terutama jika kontrol dopamin serotonergik menyimpang pada pasien
yang tidak memiliki kendali impuls. Meskipun tidak diketahui apa yang menyebabkan
hiperaktif dopamin mesolimbik ini, teori saat ini menyatakan bahwa ini adalah
konsekuensi hilir dari disfungsi pada korteks prefrontal dan aktivitas glutamat
hippocampal.¹

Gambar 8. Hipotesis dopamine pada mesolimbic

Jalur dopamin mesokortikal dan gejala kognitif, negatif, dan afektif dari skizofrenia
Jalur lain juga muncul dari badan sel di daerah ventral tegmental, tetapi
memproyeksikan ke daerah korteks prefrontal, dikenal sebagai jalur dopamin
mesokortikal (Gambar 9 dan gambar 10). Cabang jalur ini ke dalam korteks prefrontal
dorsolateral dihipotesiskan untuk mengatur fungsi kognitif dan eksekutif (Gambar 9),

Page | 39
sedangkan cabang jalur ini ke bagian ventromedial dari korteks prefrontal dihipotesiskan
untuk mengatur emosi dan mempengaruhi (Gambar 10) . Peran pasti dari jalur dopamin
mesokortikal dalam memediasi gejala skizofrenia masih menjadi bahan perdebatan, tetapi
banyak peneliti percaya bahwa kognitif dan beberapa gejala negatif skizofrenia mungkin
disebabkan oleh defisit aktivitas dopamin dalam proyeksi mesokortikal ke dorsolateral
prefrontal cortex (Gambar 9), sedangkan gejala skizofrenia afektif dan negatif lainnya
mungkin disebabkan oleh defisit aktivitas dopamin dalam proyeksi mesokortikal ke
korteks prefrontal ventromedial (Gambar 10). Keadaan defisit perilaku yang disarankan
oleh gejala negatif tentu menyiratkan kurangnya aktivitas atau kurangnya berfungsinya
proyeksi dopamin mesokortikal yang mungkin merupakan konsekuensi dari kelainan
perkembangan saraf dalam sistem NMDA (N-metil-d-aspartat) sistem glutamat,
dijelaskan pada bagian berikutnya. Apa pun penyebabnya, akibat wajar dari hipotesis DA
asli skizofrenia sekarang menggabungkan teori untuk gejala kognitif, negatif, dan afektif,
dan mungkin lebih tepat disebut sebagai "hipotesis dopamin mesokortikal dari kognitif,
negatif, dan gejala skizofrenia afektif," karena diyakini bahwa kurang aktif khususnya
dalam proyeksi mesokortikal ke korteks prefrontal yang memediasi gejala kognitif,
negatif, dan afektif dari skizofrenia (Gambar 11). Secara teoritis, peningkatan dopamin
dalam jalur dopamin mesokortikal dapat meningkatkan gejala negatif, kognitif, dan
afektif skizofrenia. Namun, karena secara hipotetis ada kelebihan dopamin di tempat lain
di otak - dalam jalur dopamin mesolimbik - setiap peningkatan dopamin lebih lanjut di
jalur itu sebenarnya akan memperburuk gejala positif. Dengan demikian, keadaan ini
untuk aktivitas dopamin di otak pasien dengan skizofrenia menimbulkan dilema terapi:
bagaimana Anda meningkatkan dopamin di jalur mesokortikal sementara secara
bersamaan menurunkan aktivitas dopamin di jalur dopamin mesolimbik? Sejauh mana
antipsikotik atipikal telah memberikan solusi untuk dilema terapeutik ini.¹

Page | 40
Gambar 9. Jalur Mesocortikal ke dorsolateral PFC

Gambar 10. Jalur Mesocortikal ke ventromedial PFC

Page | 41
Gambar 11. Hipotesis dopamine pada mesocortikal dalam
gejala negative, kognitif dan afektif Skizofrenia

Jalur dopamin mesolimbik, penghargaan dan gejala negatif


Ketika seorang pasien dengan skizofrenia kehilangan motivasi dan minat, dan
memiliki anhedonia dan kurang senang, gejala seperti itu dapat juga berimplikasi pada
defisiensi fungsi jalur dopamin mesolimbik, bukan hanya defisiensi fungsi pada jalur
dopamin mesokortikal. Gagasan ini didukung oleh pengamatan bahwa merawat pasien
dengan antipsikotik, khususnya antipsikotik konvensional, dapat menghasilkan
memburuknya gejala negatif dan keadaan "neurolepsis" yang sangat mirip dengan gejala
skizofrenia negatif. Karena korteks prefrontal tidak memiliki kepadatan tinggi reseptor
D2, ini berimplikasi kemungkinan kekurangan fungsi dalam sistem dopamin mesolimbik
yang menyebabkan mekanisme imbalan yang tidak memadai, ditunjukkan sebagai
perilaku seperti anhedonia dan penyalahgunaan obat, serta gejala negatif, yang
ditunjukkan sebagai kurangnya penghargaan interaksi sosial, dan kurangnya motivasi dan
minat umum. Mungkin insiden penyalahgunaan zat yang jauh lebih tinggi pada
skizofrenia daripada pada orang dewasa yang sehat, terutama nikotin tetapi juga stimulan
dan zat lainnya, sebagian dapat dijelaskan sebagai upaya untuk meningkatkan fungsi pusat
kesenangan dopaminergik mesolimbik yang rusak, mungkin dengan mengaktifkan gejala
positif.¹

Page | 42
Jalur dopamin Nigrostriatal
Kunci lain di otak adalah jalur dopamin nigrostriatal, yang diproyeksikan dari
badan sel dopaminergik di batang otak substantia nigra melalui akson yang berakhir di
ganglia basal atau striatum (Gambar 12). Jalur dopamin nigrostriatal adalah bagian dari
sistem saraf ekstrapiramidal, dan mengendalikan gerakan motorik. Kekurangan dopamin
dalam jalur ini menyebabkan gangguan pergerakan termasuk penyakit Parkinson, ditandai
dengan kekakuan, akinesia / bradikinesia (yaitu, kurangnya gerakan atau memperlambat
gerakan), dan tremor. Kekurangan dopamin di ganglia basal juga dapat menghasilkan
akathisia (sejenis kegelisahan), dan dystonia (gerakan memutar terutama pada wajah dan
leher). Gangguan pergerakan ini dapat direplikasi oleh obat yang menghalangi reseptor
D2 di jalur ini. Hiperaktif dopamin dalam jalur nigrostriatal dianggap mendasari berbagai
gangguan pergerakan hiperkinetik seperti chorea, diskinesia, dan tics. Blokade kronis dari
reseptor D2 pada jalur ini dapat menyebabkan gangguan pergerakan hiperkinetik yang
dikenal sebagai tardive dyskinesia yang diinduksi oleh neuroleptik. Pada skizofrenia, jalur
nigrostriatal pada pasien yang tidak diobati mungkin relatif dipertahankan (Gambar 12).¹

Gambar 12. Jalur nigrostriatal

Jalur dopamin tuberoinfundibular


Neuron dopamin yang diproyeksikan dari hipotalamus ke hipofisis anterior adalah
bagian dari jalur dopamin tuberoinfundibular (Gambar 13). Biasanya, neuron ini aktif dan
menghambat pelepasan prolaktin. Namun, dalam keadaan postpartum, aktivitas neuron

Page | 43
dopamin ini menurun. Kadar prolaktin dapat meningkat selama menyusui sehingga
laktasi akan terjadi. Jika fungsi neuron dopamin tuberoinfundibular terganggu oleh lesi
atau obat-obatan, kadar prolaktin juga dapat meningkat. Peningkatan kadar prolaktin
berhubungan dengan galaktorea (sekresi payudara), amenorea (kehilangan ovulasi dan
periode menstruasi), dan kemungkinan masalah lain seperti disfungsi seksual. Masalah
tersebut dapat terjadi setelah perawatan dengan banyak obat antipsikotik yang memblokir
reseptor D2. Pada skizofrenia yang tidak diobati, fungsi jalur tuberoinfundibular mungkin
relatif dipertahankan (Gambar 13).¹

Gambar 13 Jalur tuberoinfundibular

Jalur dopamin thalamik


Baru-baru ini, jalur dopamin yang menginervasi thalamus pada primata telah
dijelaskan. Ini muncul dari beberapa situs, termasuk materi abu-abu periaqueductal,
mesencephalon ventral, berbagai nukleus hipotalamus, dan nukleus parabrachial lateral
(Gambar 6). Fungsinya masih dalam penyelidikan, tetapi mungkin terlibat dalam
mekanisme tidur dan gairah dengan cara membuka informasi yang melewati thalamus ke
korteks dan area otak lainnya. Tidak ada bukti pada titik ini untuk fungsi abnormal jalur
dopamin ini dalam skizofrenia.¹

Page | 44
Glutamat
Dalam beberapa tahun terakhir, neurotransmitter glutamat telah mencapai peran
teoritis utama dalam hipofisis patofisiologi skizofrenia, serta dalam sejumlah gangguan
kejiwaan lainnya, termasuk depresi. Sekarang juga merupakan target utama agen
psikofarmakologis baru untuk perawatan skizofrenia dan depresi di masa depan. Untuk
memahami teori tentang glutamat dalam skizofrenia dan gangguan kejiwaan lainnya,
bagaimana kerusakan system glutamat berdampak pada sistem dopamin dalam
skizofrenia, dan bagaimana sistem glutamat mungkin menjadi target penting dari obat
terapi baru untuk skizofrenia, perlu untuk meninjau regulasi glutamat. Transmisi saraf
Glutamat adalah neurotransmitter rangsang utama dalam saraf pusat system dan kadang-
kadang dianggap sebagai "saklar utama" otak, karena ia dapat menggairahkan dan
menghidupkan hampir semua neuron SSP. Sintesis, metabolisme, regulasi reseptor, dan
jalur utama glutamat sangat penting untuk fungsi otak.¹

Hipotesa hipofungsi NMDA dari skizofrenia: ketamin dan phencyclidine


Sebuah hipotesis utama saat ini untuk penyebab schizophrenia mengusulkan
bahwa aktivitas glutamat pada reseptor NMDA bersifat hipofungsional karena kelainan
dalam pembentukan sinapsis NMDA glutamatergik selama perkembangan saraf. Ini
disebut "NMDA hipotesis hipofungsi reseptor skizofrenia" muncul sebagian dari
pengamatan bahwa ketika reseptor NMDA menjadi hipofungsional melalui antagonis
reseptor NMDA PCP (phencyclidine) atau ketamine (Gambar 14), ini menghasilkan
kondisi psikotik pada manusia normal sangat mirip dengan gejala skizofrenia. Secara
hipotetis, kelainan genetic juga membuat reseptor NMDA dan sinapsisnya hipofungsional
untuk menyebabkan skizofrenia itu sendiri. Amphetamine, yang melepaskan dopamin,
juga menghasilkan kondisi psikotik delusi dan halusinasi pada manusia normal mirip
dengan gejala positif skizofrenia. Apa yang begitu menarik tentang reseptor NMDA
hipotesis hipofungsi skizofrenia adalah bahwa tidak seperti amfetamin, yang hanya
mengaktifkan gejala positif, PCP dan ketamin juga meniru gejala kognitif, negatif, dan
afektif skizofreniaseperti penarikan sosial daneksekutif disfungsi. Aspek lain yang
menarik dari hipotesis hipofungsi NMDA adalah bahwa ia juga dapat menjelaskan
hipotesis dopamin skizofrenia, yaitu, sebagai konsekuensi hilir dari hipofungsi reseptor
NMDA.¹

Page | 45
Gambar 14. Aksi PCP dan Ketamin

Hipofungsi NMDA skizofrenia: kesalahan sinapsis NMDA pada GABA interneuron di


korteks prefrontal
Meskipun reseptor dan sinapsis NMDA ada diseluruh otak, dan PCP atau ketamin
blok semuanya, teori skizofrenia terkemuka saat ini menunjukkan bahwa skizofrenia
mungkin disebabkan oleh kelainan perkembangan saraf dalam pembentukan sinapsis
glutamat di lokasi tertentu: yaitu, pada interneuron GABA tertentu di korteks serebral
(Gambar 15), dan juga kotak 1 pada Gambar 16 dan Gambar 17. ¹

Gambar 15. Jalur Glutamat

Page | 46
Sesuatu tampaknya salah dengan pemrograman genetik dari interneuron GABA tertentu
yang dapat diidentifikasi dalam korteks prefrontal mengandung protein pengikat kalsium
yang disebut parvalbumin (Gambar 17). GABA interneuron yang mengandung
parvalbumin ini tampaknya merupakan mitra postsinaptik yang salah terhadap input
glutamat yang masuk dari neuron piramidal di korteks prefrontal, dan untuk membentuk
reseptor NMDA yang rusak yang mengandung koneksi sinaptik dengan neuron piramidal
yang masuk (Gambar 17, kotak 1; bandingkan Gambar 16 kotak 1). Dengan demikian,
mereka memiliki reseptor NMDA hypofunctioning pada dendrit mereka, sinapsis yang
rusak antara akson neuron glutamat dan dendrit interneuronal GABA, dan dengan
demikian informasi glutamatergik yang salah masuk ke interneuron GABA (Gambar 17,
kotak 1). Apa yang disebut "dysconnectivity" ini mungkin diprogram secara genetis dari
berbagai gen yang salah yang semuanya menyatu pada pembentukan sinapsis NMDA
tertentu ini. Paralbumin yang mengandung GABA interneuron di korteks prefrontal
pasien dengan skizofrenia memiliki masalah lain sebagai akibat dari keterkaitan ini, di
mana mereka juga memiliki defisit dalam enzim yang membuat neurotransmitter GABA
mereka sendiri (yaitu, penurunan aktivitas GAD67 (decarboxylase asam glutamat)) ),
menyebabkan peningkatan kompensasi dalam jumlah pascasinaps dari reseptor GABAA
yang mengandung α2-subunit di segmen awal akson postsinaptik dari neuron piramidal
yang mereka persarafi (Gambar 17, kotak 2; bandingkan Gambar 16, kotak 2). ¹

Gambar 16. Hipotesis disfungsi glutamate pada skizofrenia part 1

Page | 47
Ketika GABA interneuron yang mengandung parvalbumin gagal berfungsi dengan baik,
mereka tidak cukup menghambat neuron piramidal glutamatergik kunci di korteks
prefrontal, menyebabkan neuron glutamat menjadi hiperaktif (Gambar 17 kotak 3;
bandingkan Gambar 16 kotak 3). Ini secara hipotesis mengganggu fungsi neuron hilir,
terutama neuron dopamin (Gambar 18, 19, dan 20). Jadi, satu sinaps sakit dalam sirkuit
neuronal dapat memengaruhi seluruh sirkuit, mulai dari GABA interneuron dan neuron
glutamat yang dipersarafinya, hingga neuron dopamin hilir dan seterusnya.¹

Gambar 17. Hipotesis disfungsi glutamate


pada skizofrenia part 2

Gambar 18. Hipofungsi reseptor NMDA dan


gejala positif pada skizofrenia

Page | 48
Gambar 19. Hipofungsi reseptor NMDA
pada skizofrenia part 2

Gambar 20. Hipofungsi reseptor NMDA dan


gejala negative pada skizofrenia

Menghubungkan hipotesis hipofungsi NMDA skizofrenia dengan hipotesis dopamine


skizofrenia: gejala positif

Serangkaian interaksi yang kompleks memungkinkan glutamat untuk menentukan


pelepasan dopamin. Paling relevan dengan skizofrenia adalah jalur glutamat yang
mengatur mesolimbik dan jalur dopamin mesokortikal yang ditunjukkan pada Gambar 6
Page | 49
hingga gambar 11. Cortico-brainstem glutamate jalur mengatur output glutamat dari
korteks ke pusat neurotransmitter batang otak yang dikenal sebagai daerah ventral
tegmental (VTA) untuk proyeksi dopamin mesolimbik (jalur a pada Gambar 15 dan pada
Gambar 18A) dan untuk proyeksi dopamin mesokortikal (jalur a pada Gambar 15 dan
pada Gambar 20).¹

Pertama, kita akan membahas regulasi glutamat dari neuron dopamin mesolimbik
(Gambar 18). Tampaknya neuron kortico-batang otak glutamat yang menginervasi hanya
neuron dopamin yang memproyeksikan dari VTA ke nukleus accumbens - yaitu, jalur
dopamin mesolimbik - secara langsung menginervasi neuron dopamin spesifik tersebut
(Gambar 18A), dan dengan demikian merangsang mereka. Anda dapat membayangkan
apa yang akan terjadi jika neuron glutamat hulu ini terlalu aktif (Gambar 17 dan 18B):
mereka akan menyebabkan hiperaktif dari neuron dopamin mesolimbik hilir. (Gambar
18B). Ini persis seperti yang diduga terjadi pada skizofrenia. Hiperaktif dopamin dopamin
mesolimbik hilir ini neuron dikaitkan dengan gejala positif tetapi skizofrenia sebenarnya
disebabkan secara hipotesis oleh dysconnectivity di neuron glutamat hulu, yaitu,
perkembangan saraf yang rusak dan hipofungsional persarafan glutamat pada interneuron
GABA yang mengandung parvalbumin pada reseptor NMDA sinapsis (Gambar 17 dan
18B).¹

Ada kemungkinan juga bahwa disconnectivity neuron glutamat hulu di


hippocampus berkontribusi terhadap hilir hiperaktivitas dopamin mesolimbik melalui
sirkuit empat-neuron (Gambar 19A). Sirkuit itu terdiri dari (1) parvalbumin yang
mengandung hippocampal yang terlepas dan rusak GABA interneuron, menuju (2)
neuron hutokampus glutamat yang memproyeksikan ke nukleus accumbens; kemudian
neuron yang memproyeksikan ke dua neuron berduri GABA secara berurutan, (3) GABA
pertama neuron berduri pergi dari nukleus accumbens ke globus pallidus, dan akhirnya
(4) neuron berduri GABA kedua pergi dari globus pallidus ke VTA (Gambar 19A).
Hilangnya fungsi glutamat yang memadai di GABA interneuron yang mengandung
parvalbumin di hipokampus dapat menyebabkan glutamat hiperaktif keluaran dari neuron
glutamat yang diproyeksikan oleh sirkuit ini ke neuron dopamin mesolimbik dalam VTA,
dengan hiperaktif dopamin konsekuensial dan gejala positif skizofrenia (Gambar 19B).
Merangsang dua neuron GABA secara berurutan memiliki efek bersih dari disinhibisi

Page | 50
(penghambatan penghambatan) di VTA, hasil yang sama dengan stimulasi langsung (yang
diilustrasikan untuk korteks prefrontal pada Gambar 18A). Intinya adalah bahwa output
glutamat hulu yang berlebihan baik dari prefrontal cortex atau hippocampus dapat
berkontribusi pada hiperaktif dopamin hilir. dan gejala positif skizofrenia.¹

Menghubungkan hipotesis hipofungsi NMDA skizofrenia dengan hipotesis dopamin


skizofrenia: gejala negatif

Selanjutnya, kita akan membahas regulasi glutamat dari neuron dopamin


mesokortikal (Gambar 20). Tampaknya neuron cortico-brainstem glutamate yang berbeda
mengatur neuron dopamin unik dalam VTA yang hanya memproyeksikan ke prefrontal.
korteks - jalur dopamin mesokortikal (Gambar 20A) - daripada mengatur neuron dopamin
dalam VTA yang diproyeksikan ke nukleus accumbens sebagai jalur dopamin mesolimbik
(Gambar 18A). Dengan demikian, populasi neuron glutamat yang berbeda mengatur
populasi neuron dopamin yang berbeda. Neuron kortico-batang otak glutamat yang
ditakdirkan untuk mengatur neuron dopamin mesokortikal dalam VTA tidak secara
langsung menginervasi mereka (Gambar 20A) seperti halnya neuron glutamat kortico-
batang otak yang ditakdirkan untuk mengatur mesolimbik neuron dopamin dalam VTA
(Gambar 18A). Sebaliknya, neuron glutamat yang mengatur mesokortikal neuron
dopamin melakukannya dengan menginervasi secara tidak langsung interneuron GABA
penghambatan yang dengan sendirinya mempersarafi neuron dopamin mesokortikal
(Gambar 20A). Jadi, aktivasi neuron glutamat ini pertama mengarah pada aktivasi
interneuron GABA, yang kemudian menghambat neuron dopamin mesokortikal (Gambar
20A). Anda dapat membayangkan apa yang akan terjadi jika ini neuron glutamat terlalu
aktif (Gambar 17 dan 20B): hipoaktivitas dopamin mesokortikal neuron (Gambar 19B).
Inilah yang dihipotesiskan terjadi pada skizofrenia. Dopamin hipoaktivitas neuron
dopamin mesokortikal ini terkait dengan gejala negatif dan kognitif skizofrenia. Ini secara
hipotetis disebabkan oleh disconnectivity hulu yang sama dari glutamat dengan
interneuron GABA yang menyebabkan hiperaktivitas mesolimbik neuron dopamin, yaitu
perkembangan saraf kelainan pada persarafan glutamat dari parvalbumin yang
mengandung Interna GABA di NMDA mereka sinapsis (Gambar 17 dan 18B). Hanya
dalam hal ini, itu mempengaruhi populasi yang berbeda dari neuron glutamat di prefrontal
Page | 51
cortex dan dengan yang berbeda konsekuensi hilir: yaitu, produksi gejala skizofrenia
negatif dan kognitif daripada gejala positif.¹

Populasi yang berbeda dari proyeksi cortico-brainstem glutamat sehingga


mengatur pelepasan dopamin dari proyeksi dopamin mesokortikal dan mesolimbik,
meskipun tampaknya peraturan ini adalah kebalikan dari neuron glutamat yang mengatur
jalur dopamin mesolimbik dibandingkan dengan neuron glutamat yang mengatur jalur
dopamin mesokortikal (bandingkan Gambar 18A dan 20A), semua karena ada atau tidak
adanya GABA interneuron dalam VTA.¹

J.BIOMARKER DALAM SKIZOFRENIA


Memahami proses biologis dan perkembangan skizofrenia adalah langkah pertama
untuk mengembangkan pendekatan baru dan intervensi baru. Penelitian tentang biomarker
baru sangat penting ketika tujuannya adalah diagnosis dini (prediksi) dan theranostik
yang tepat. Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk memahami penelitian tentang
biomarker dan efeknya dalam skizofrenia untuk mensintesis peran baru kemajuan
ini.⁴
Pencarian untuk biomarker dalam skizofrenia berkembang dengan cepat, dan
penggunaan analisis kombinatorial dan komplementer memungkinkan untuk pemodelan
yang lebih baik dari gangguan kompleks ini. Karena heterogenitas skizofrenia, ada
sejumlah biomarker yang mungkin dapat menentukan berbagai proses patofisiologis yang
terlibat dan mendasari penyakit ini. Ketika subyek dipilih, banyak variabel harus
dipertimbangkan, seperti heterogenitas fenotip, modifikasi genetik dan faktor lingkungan
(epigenetik disregulasi). Investigasi biomarker baru memiliki beberapa keterbatasan.
Sebagai contoh, komposisi darah (sampel yang paling banyak digunakan), dapat
dipengaruhi, misalnya oleh makanan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang dapat
membahayakan penelitian tentang biomarker berbasis darah. Kesulitan lain adalah
kemungkinan perubahan dalam pengumpulan, konservasi dan perawatan sampel.
Biomarker juga memiliki beberapa keterbatasan yang berkorelasi dengan hasil replikasi
karena ambiguitas gangguan kejiwaan sebagai skizofrenia. Skizofrenia juga didiagnosis
melalui wawancara klinis dan skala mental, kognitif dan fungsional yang dapat
menyebabkan hasil yang bias. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan model baru untuk

Page | 52
analisis biomarker. Berikut ini daftar biomarker potensial dan kategorinya, namun,
standarisasi prosedur sangat penting jika kita ingin mewakili sistem saraf pusat, terutama
otak, yang sangat kompleks, dinamis, dan sistem interaktif : ⁴ ¹⁹

Biomarker neuroimaging
Biomarker neuroimaging adalah suatu alat multi modalitas yang baru-baru ini
digunakan untuk menyelidiki pola fenotip terkait dengan penyakit otak karena
neuroimaging memainkan peran penting dalam kualifikasi proses neurodegeneratif dari
banyak penyakit otak, termasuk skizofrenia. Penelitian skizofrenia neuroimaging telah
mengidentifikasi daerah otak dan jaringan yang terlibat dalam pemrosesan kognitif,
hiperaktivasi, dan keterkaitan jaringan otak. Ada bukti awal bahwa berkurangnya fungsi
eksekutif, memori kerja, perhatian, dan memori episodic terkait dengan volume kortikal
prefrontal dalam skizofrenia. ⁴ ²º
Neuroimaging struktural membantu kita untuk memahami anatomi otak pada
skizofrenia. Pencitraan otak fungsional seperti MRI fungsional, (fMRI), magnetic
resonance spectroscopy (MRS) dan tomografi emisi fluorodeoxyglucose-positron (FDG
PET), merupakan ukuran yang lebih langsung dari konsekuensi fungsional risiko genetik,
meskipun kelainan pada struktur dan fungsi otak sering terkait. Studi MRI pada pasien
dengan skizofrenia dan individu dengan risiko sangat tinggi untuk skizofrenia telah
menyajikan volume materi abu-abu yang halus atau pengurangan kepadatan di berbagai
wilayah anatomi dalam korteks prefrontal dan temporal serta korteks oksipital dan
parietal. Selain itu, konektivitas fungsional (FC) menjelaskan interaksi antara daerah otak
yang berbeda. Faktanya, penelitian fungsional magnetic resonance imaging (fMRI) telah
menunjukkan bahwa tanpa adanya tugas yang jelas, fluktuasi dalam darah tergantung
tingkat-oksigenasi (BOLD). Sinyal fMRI berkorelasi di seluruh wilayah otak yang terkait
secara fungsional dalam kondisi. Ketersediaan MRI resolusi tinggi dan kapasitas untuk
pencitraan sekuensial telah menjadi keuntungan nyata dalam mengeksplorasi efek relatif
proses perkembangan saraf dibandingkan proses neurodegeneratif dalam skizofrenia
(Buckley 2005). Investigasi tentang struktur-fungsi asosiasi pada pasien dengan
skizofrenia menunjukkan hubungan yang kuat, dan menyimpulkan bahwa teknik
neuroimaging menyediakan data pencitraan yang berpotensi biomarker. Keterbatasan

Page | 53
kategori biomarker ini adalah, misalnya, pola abnormal yang terkait dengan fungsi
kognitif dan ketebalan kortikal mungkin dipengaruhi oleh efek antipsikotik. ⁵ ⁶ ²º ²¹ ²²

Biomarker genetik
Gangguan kejiwaan secara fenotip dan biologis sangat kompleks dan heterogen,
tumpang tindih, dan saling tergantung. Studi genetika dan ekspresi gen menjadi lebih
terintegrasi, baik untuk manusia dan model hewan, dalam berbagai gangguan medis dan
kejiwaan. Dalam skizofrenia, ada bukti konsisten pengaruh genetik dan lingkungan pada
kecenderungan. Di masa depan, salah satu bidang penelitian genetik yang mungkin
terbukti bermanfaat dalam mengklasifikasikan responden yang tidak menggunakan
pengobatan adalah pemeriksaan status metilasi DNA genom. Penggunaan sel darah untuk
melakukan studi microarray telah menjadi semakin populer karena banyak keuntungan
yang diberikannya, termasuk kemungkinan untuk mengumpulkan ukuran sampel yang
lebih besar dengan prosedur invasif minimal. Inovasi teknologi genom telah menyebabkan
pemahaman yang lebih baik tentang gangguan kejiwaan, memberikan informasi tentang
berbagai gen yang memiliki peran dalam perkembangan otak. Keterbatasan utama
pendekatan genetik dalam skizofrenia adalah ekstrapolasi ke ekspresi protein fungsional,
karena protein mengalami beberapa modifikasi dari transkripsi ke pasca-translasi, dan
kelimpahan transkripsi tidak dapat benar-benar memprediksi kadar protein dalam kondisi
normal atau sebagai respons terhadap stres, seperti penyakit lain. Studi ekspresi gen
sebagai respon antipsikotik, seperti dalam kasus studi respon antidepresan, tidak banyak;
Namun, yang menggembirakan yaitu menunjukkan perlunya dilakukan penelitian yang
lebih besar. ²³ ²⁴

Biomarker epigenetik
Semua sindrom psikiatris utama adalah kondisi kompleks dan heterogen yang
dihasilkan dari interaksi beberapa faktor, termasuk pengalaman genetik, neurobiologis,
budaya, dan kehidupan . Mekanisme epigenetik merujuk pada organisasi DNA yang
sangat kompleks dalam inti sel, dan mereka mencakup banyak jenis histone dan
modifikasi DNA serta perubahan dalam banyak jenis protein non-histone dan RNA
nonkode. Hanya beberapa studi tentang RNA nonkoding yang telah dilakukan untuk
biomarker pada subyek manusia, sementara dalam penyelidikan praklinis, telah terjadi

Page | 54
ledakan studi RNA nonkod. Area penelitian yang terkait dengan RNA nonkode dan
ekspresi gen adalah microRNA (miRNA), yang dapat mengontrol level dan terjemahan
mRNA (McNeill dan Van Vactor 2012). Skizofrenia ditandai oleh perubahan ekspresi
gen di korteks serebral dan daerah otak lainnya, dan karena mekanisme transkripsional
bergantung pada remodeling kromatin dinamis, gen dengan ekspresi tidak teratur dalam
otak skizofrenia diharapkan dapat menghadirkan perubahan epigenetik di daerah
pengaturan mereka. Metilasi DNA terjadi dengan penambahan gugus metil ke posisi C5
dari sitosin (5mC), terutama pada diad sitosin-guanin. Mengenai perubahan DNA
(metilasi DNA), beberapa kandidat promotor gen adalah RELN, yang mengkode reelin,
yang promotornya menunjukkan peningkatan metilasi dalam korteks prefrontal dan
daerah otak tertentu lainnya pada manusia dengan skizofrenia; SOX10, yang
mengkodekan faktor transkripsi penting dalam pengembangan; human leukocyte antigen
(HLA), yang patut diperhatikan mengingat peran inflamasi dalam patogenesis penyakit;
dan promotor lain dengan status epigenetik yang berubah dalam skizofrenia seperti faktor
neurotropik yang diturunkan dari otak (BDNF), reseptor serotonin 1A (5HTR1A), dan
katekol-Omethyltransferase (COMT). Perubahan epigenetik lain dalam skizofrenia
berkorelasi dengan disregulasi epigenetik GAD1 di korteks prefrontal, termasuk tingkat
berlebihan DNA dan metilasi histone. Untuk menemukan biomarker baru di bidang
epigenetik skizofrenia, perlu dipahami bagaimana kerentanan genetik berinteraksi dengan
pengalaman hidup individu untuk menetapkan perubahan yang stabil pada lokus genomik
yang tepat, yang kemudian mengontrol level ekspresi gen atau inducibilitas. Keterbatasan
biomarker epigenetik berkorelasi dengan kompleksitas skizofrenia, misalnya, nilai
metilasi berbeda antara subtipe leukosit, dan pola metilasi dalam darah total dapat berbeda
dari yang terdeteksi pada tipe sel tertentu.⁴ ¹⁸

Biomarker protein
Biomarker protein memiliki banyak potensi karena keanekaragamannya yang
besar dan keterlibatan penting dalam psikopatologi skizofrenia. Teknik multi-analitik dan
susunan array memungkinkan deteksi serentak ratusan protein dengan sensitivitas dan
akurasi tinggi dan dapat berhasil diterapkan untuk mengidentifikasi biomarker (atau
kluster biomarker) yang berkorelasi dengan penyakit. Proteom terdiri dari seluruh
rangkaian protein dalam sistem biologis (sel, jaringan, atau organisme) dalam keadaan

Page | 55
tertentu, pada waktu tertentu. Jaringan yang dapat diakses, seperti cairan serebrospinal,
serum darah, plasma, dan lainnya seperti fibroblast, hati, dan urin , menyediakan beberapa
protein yang dapat digunakan sebagai biomarker untuk meningkatkan diagnosis. Analisis
ekspresi global protein di berbagai negara penyakit merupakan alat yang kuat untuk
perbandingan langsung jalur sinyal dan gangguan fitur sel individu. Protein yang
diekspresikan secara berbeda dalam skizofrenia studi proteomik telah ditemukan terlibat
dalam transmisi neuron, plastisitas sinaptik, dan perkembangan neurit, termasuk beberapa
konstituen sitoskeletal. Hubungan antara skizofrenia dan profil protein ada di banyak
daerah otak, seperti korteks frontal atau prefrontal, korteks cingulate anterior, corpus
callosum, neocortex lobus temporal, hippocampus, dan thalamus mediodorsal. Korteks
prefrontal adalah wilayah otak yang paling banyak dipelajari oleh studi proteomik.
Pemeriksaan ekspresi global protein dalam fase penyakit yang berbeda memberikan
instrumen yang kuat dengan kontras langsung jalur pensinyalan dan struktur penurunan
sel individu (Nascimento dan Martins-de-Souza 2015). Namun, sebagian besar penelitian
menggunakan cairan tubuh yang dibandingkan dengan jaringan otak menunjukkan
beberapa perbedaan, dan kurangnya deteksi biomarker jaringan ini dapat dipicu oleh
rendahnya tingkat pelepasan protein terkait penyakit dari jaringan ke cairan tubuh.

Biomarker Metabolik
Gen, produk ekspresi gen (yaitu, transkrip dan protein), dan metabolit adalah
keluarga biomarker utama (Tebani et al. 2016). Metaboloma didefinisikan sebagai
sekumpulan metabolit yang ada dalam sistem biologis, cairan, sel, atau jaringan pada
waktu tertentu (Oliver et al. 1998). Koneksi topologis antara molekul-molekul ini
menentukan organisasi, dan fungsinya mencerminkan bagaimana sistem berkembang
sehubungan dengan fluks metabolik dan rangsangan lingkungan (Tebani et al. 2016).
Beberapa studi metabolisme menunjukkan upaya untuk lebih mendefinisikan jalur yang
diubah dalam skizofrenia dan terapi (Quinones and Kaddurah-Daouk 2009; Yang et al.
2013; Yao et al. 2012). Studi metabolisme sebelumnya tentang skizofrenia dan psikosis
terkait telah menyoroti pentingnya proses glukoregulasi (Holmes et al. 2006; Schwarz et
al. 2008) dan metabolisme triptofan dalam psikosis, dan pendekatan lipidomik telah
mengidentifikasi profil respons obat yang spesifik untuk tiga antipsikotik atipikal yang
biasa digunakan (olanzapine, risperidone, dan aripiprazole) (Kaddurah-Daouk et al. 2007;

Page | 56
Yao et al. 2010;). Diketahui bahwa skizofrenia dikaitkan dengan peningkatan kadar
trigliserida puasa total dan resistensi insulin, tetapi kelainan metabolisme ini biasanya
dikaitkan dengan efek samping spesifik obat antipsikotik (Meyer et al. 2008; Suvisaari et
al. 2007). Metabolomik memiliki potensi untuk mendeteksi perubahan biokimia prematur
pada penyakit dan memungkinkan pengembangan biomarker prediktif (Kaddurrah-
Daouk et al. 2009). Bahkan, metabolomik tampaknya menjanjikan untuk diagnosis dan
identifikasi fitur metabolisme yang menggambarkan keadaan patologis dan fisiologis
tertentu (Mamas et al. 2011; Sethi dan Brietzke 2015). Secara keseluruhan, biomarker
metabolomik harus terbukti bermanfaat untuk diagnosis, terapi dan penilaian efektivitas,
penemuan obat baru dan pemantauan efikasi terapeutik (Griffiths et al. 2010).

Kategori lain dari biomarker


Jenis biomarker lain akan muncul di bidang skizofrenia. Evolusi teknik dapat
memberikan kemungkinan biomarker baru dan menarik yang tidak memiliki kategori
yang ditentukan. Dalam penelitian ini, kami menemukan beberapa biomarker yang secara
efektif berkorelasi dengan skizofrenia dan dapat menjadi biomarker potensial, seperti
kurang tidur, kadar neuromodulator asam kynurenic endogen saliva (KYNA) saliva atau
profil lipid yang terdeteksi pada kulit perifer seperti ceramide. Perhatian baru-baru ini
yang ditujukan untuk penemuan biomarker didorong oleh teknik biologi molekuler baru
yang mampu menemukan penanda yang berlaku dengan cepat dan tanpa pemeriksaan
rinci tentang mekanisme penyakit (Sethi dan Brietzke 2015).

Page | 57
Page | 58
BAB III

PENUTUP

Penting untuk mengetahui bahwa beberapa penyakit selain skizofrenia dapat


berbagi beberapa dari lima dimensi gejala yang sama seperti yang dijelaskan di sini untuk
skizofrenia dan ditunjukkan pada Gambar 4. Dengan demikian, gangguan selain
skizofrenia yang dapat memiliki gejala positif termasuk gangguan bipolar, gangguan
schizoafektif, depresi psikotik, penyakit Alzheimer dan demensia organik lainnya,
penyakit psikotik masa kanak-kanak, psikosis yang diinduksi obat, dan lain-lain. Gejala
negatif juga dapat terjadi pada kelainan lain dan juga dapat tumpang tindih dengan gejala
kognitif dan afektif yang terjadi pada kelainan lain ini. Namun, sebagai keadaan defisit
primer, gejala negatif cukup unik untuk skizofrenia. Skizofrenia tentu bukan satu-satunya
gangguan dengan gejala kognitif. Autisme, demensia pasca-stroke (vaskular atau multi
infark), penyakit Alzheimer, dan banyak demensia organik lainnya (demensia tubuh
Parkinson / Lewy, demensia frontotemporal / Pick, dll.) Juga dapat dikaitkan dengan
disfungsi kognitif yang serupa dengan yang terlihat pada skizofrenia.²
Gejala afektif sering dikaitkan dengan skizofrenia tetapi ini tidak berarti bahwa
mereka memenuhi kriteria diagnostik untuk kecemasan komorbiditas atau gangguan
afektif. Meskipun demikian, suasana hati yang tertekan, suasana hati yang gelisah, rasa
bersalah, ketegangan, lekas marah, dan kekhawatiran sering menyertai skizofrenia.
Berbagai gejala ini juga merupakan fitur yang menonjol dari gangguan depresi mayor,
depresi psikotik, gangguan bipolar, gangguan schizoafektif, demensia organik, gangguan
psikotik masa kanak-kanak, dan kasus-kasus depresi yang resisten terhadap pengobatan,
gangguan bipolar, dan skizofrenia, antara lain. Akhirnya, gejala agresif dan bermusuhan
terjadi pada banyak gangguan lain, terutama mereka yang memiliki masalah kontrol
impuls. Gejala-gejalanya meliputi permusuhan terbuka, seperti kekerasan atau serangan
verbal atau fisik, perilaku yang merugikan diri sendiri termasuk bunuh diri, dan
pembakaran atau kerusakan properti lainnya. Jenis impulsif lainnya seperti akting seksual
juga termasuk dalam kategori gejala agresif dan bermusuhan ini. Gejala-gejala yang sama
ini sering dikaitkan dengan gangguan bipolar, psikosis masa kanak-kanak, gangguan
kepribadian ambang, gangguan kepribadian antisosial, penyalahgunaan obat, Alzheimer

Page | 59
dan demensia lainnya, gangguan hiperaktif defisit perhatian, gangguan perilaku pada
anak-anak, dan banyak lainnya.²
Dengan prevalensi 1% yang stabil, skizofrenia tetap menjadi masalah yang belum
terselesaikan, dan ini merupakan salah satu penyakit mental yang paling parah dan paling
menghancurkan di kalangan orang dewasa muda (Wierońska et al. 2016). Penyakit ini
adalah, non-Mendel,perkembangan saraf kelainan bawaankelainan, di mana disregulasi
epigenetik dari genom otak memainkan peran mendasar dalam memediasi manifestasi
klinis dan perjalanan penyakit (Guidotti et al.2014). Pada abad yang lalu, penelitian
skizofrenia telah berfokus pada mempelajari perjalanan alami penyakit ini. Telah terbukti
bahwa skizofrenia adalah penyakit yang sangat diwariskan dengan pengaruh genetik yang
kuat dan estimasi heritabilitas 80-85% (Cardno dan Gottesman 2000; Craddock 2005)
kemungkinan dengan basis poligenik (Purcell et al. 2014). Patogenesis skizofrenia
dipengaruhi oleh banyak faktor risiko lingkungan dan genetik (Akbarian 2014; Guidotti
et al. 2016; Janoutová et al. 2016; Nestler et al.2016). Secara klinis, skizofrenia ditandai
oleh beragam psikopatologi; fitur inti adalah gejala positif (delusi dan halusinasi; yaitu
gejala psikotik di mana kontak dengan kenyataan hilang), gejala negatif (gangguan
motivasi, pengurangan bicara spontan, dan penarikan sosial), dan gangguan kognitif
(pasien ditemukan memiliki kinerja yang lebih buruk daripada kontrol atas berbagai
fungsi kognitif, meskipun banyak variabilitas individu dilaporkan) (Joyce dan Roiser
2007).
Selama dua dekade terakhir, skizofrenia prodromal telah menjadi fokus utama
penelitian kejiwaan. Kondisi ini juga dikenal sebagai sindrom risiko sangat tinggi, dan
biasanya ditandai melalui wawancara klinis terstruktur antara pasien dan psikiater untuk
mengevaluasi gangguan dalam persepsi, pemrosesan pikiran, bahasa dan perhatian (Chan
et al. 2015; Fond et al. 2015). Pengenalan dini dan intervensi awal telah mengipasi harapan
untuk mencegah atau menunda timbulnya psikosis, mengurangi keparahan penyakit atau
setidaknya memperbaiki konsekuensi pribadi dan sosial yang terlibat (Häfner dan
Maurer 2006). Banyak instrumen telah dikembangkan untuk meningkatkan penilaian dan
pengobatan skizofrenia. Namun, kesulitan terkait dengan prognosis, diagnosis, dan
pengobatannya tetap ada. Tinjauan ini bertujuan untuk mengkonsolidasikan informasi
tentang biomarker dan skizofrenia, menghubungkan kedua dimensi berdasarkan pada
pemeriksaan kritis dari studi yang dipublikasikan. Ruang

Page | 60
lingkup tinjauan ini adalah untuk mengidentifikasi biomarker potensial dan kategorinya
dengan kemungkinan aplikasi dalam skizofrenia.

Perspektif dan petunjuk untuk mengembangkan biomarker


Kerja keras diperlukan untuk mendapatkan biomarker yang efektif dengan validitas dalam
praktik klinis. Sebagian besar biomarker adalah langkah-langkah potensial untuk
diagnostik, theranostik, dan prognosis. Namun, skizofrenia adalah penyakit multidimensi
yang membutuhkan artikulasi sumber daya. Sampai sekarang, biomarker yang ditemukan
hanyalah langkah pertama dari proses karakterisasi skizofrenia yang luas. Terutama,
banyak keterbatasan yang perlu dilampaui selain keterbatasan sampel (telah disebutkan
dalam kesimpulan), untuk membangun prosedur penelitian yang benar. Psikopatologi
deskriptif dan nosologi psikiatris membutuhkan restrukturisasi yang fleksibel begitu
gejala dan tanda yang terkait dengan penyakit psikiatrik tidak “entitas” yang stabil. Dalam
perspektif ini, instrumen diagnostik saat ini (misalnya DSM-IV, ICD-10, dll) memberikan
keandalan yang lebih besar tetapi kurang validitas, mempengaruhi akurasi dan pencarian
biomarker baru (Berrios dan Olivares Diez, 1995; de Leon, 2014). Keterbatasan sumber
data (akses data, kurangnya sentralisasi data, undang-undang negara, dll.), Menghambat
kemajuan penelitian karena kekurangan data komparatif atau oleh ketidakhadiran total
mereka. Keterbatasan teknologi seperti perangkat lunak dasar (misalnya analisis),
perangkat lunak spesifik (genomik, proteomik, dan analisis omik lainnya), teknologi
laboratorium, dll., merupakan penghalang potensial dalam penemuan biomarker baru
dengan kualifikasi khusus (bioinformatika, ahli genetika, dll.) Adalah celah lain dalam
proses penelitian, ketika data yang dikumpulkan memerlukan pemeriksaan yang tepat
(pengumpulan dan pemrosesan data). Pertanyaan penting, yang sering juga menjadi
batasan dalam pencarian biomarker baru, adalah individualisasi / personalisasi proses dan
hasil. Perbedaan antar-individu dapat menjadi salah satu batasan terbesar jika penelitian
tidak merenungkannya. Dalam kasus biomarker genetik, mereka sendiri merupakan
proses penelitian individu, serta perubahan ekspresi gen (misalnya mekanisme
epigenetik), yang dapat meminimalkan keterbatasan individu.
Generalisasi hasil memerlukan kekhususan proses dan hasil (standardisasi). Oleh karena
itu, semua batasan ini harus diperhitungkan pada awal penelitian, sehingga biomarker
beralih dari kandidat potensial ke kandidat yang divalidasi. Pembangunan desain

Page | 61
penelitian biomarker yang efektif dalam skizofrenia memerlukan empat jalur prosedural:
pertama, berdasarkan biomarker saat ini, metode pengukuran perlu perbaikan untuk
mengontrol variabilitas, spesifisitas, dan efektivitas biomarker; kedua, tujuan dari masing-
masing biomarker harus jelas dan harus menjadi ukuran penyakit yang tepat; ketiga,
mengingat heterogenitas penyakit ini, satu biomarker tunggal tidak dapat memiliki daya
prediksi, karena itu perlu untuk memikirkan strategi kategorisasi; dan keempat, utilitas
klinis adalah titik kunci penelitian, di mana biomarker harus menjadi alat standar dalam
pendekatan skizofrenia. Pekerjaan di masa depan harus fokus tidak hanya pada
pengembangan biomarker baru tetapi juga pada perbaikan teknik dan tujuan yang
diusulkan.

Page | 62
DAFTAR PUSTAKA

1. Stahl S.M., Psychosis and Schizophrenia, Dalam : Stahl’s Essential of


Psycopharmacology, Edisi 4, New York : Cambridge University; 2013.h.79-120
2. Sadock B.J., Sadock V.A., Ruiz P., Kaplan and Sadock’s Comprehenshive Textbook of
Psychiatry, Tenth Edition, New York : Department of Psychiatry New York University
School of Medicine ; 2017.h.3747-55
3. Comer Ronald J, Schizophrenia;How do explain theorist Schizofrenia, biological views,
Dalam Fundamentals of Abnormal Psychology, Seventh Edition, New York : Princeton
University ; 2014. h. 369-75
4. Mamdani, F., Martin, M. V, Lencz, T., Rollins, B., Robinson, D.G., Moon,
E.A.,Malhotra, A.K., Vawter, M.P., 2013. Coding and noncoding gene expression
biomarkers in mood disorders and schizophrenia. Dis. Markers 35, 11–
21.doi:10.1155/2013/748095
5. Goff, D.C., Romero, K., Paul, J., Mercedes Perez-Rodriguez, M., Crandall, D., Potkin,
S.G., 2016. Biomarkers for drug development in early psychosis: Current issues and
promising directions. Eur. Neuropsychopharmacol. 26, 923–937.
doi:10.1016/j.euroneuro.2016.01.009
6. Lai, C.-Y., Scarr, E., Udawela, M., Everall, I., Chen, W.J., Dean, B., 2016. Biomarkers
in schizophrenia: A focus on blood based diagnostics and theranostics. World J.
psychiatry 6, 102–17. doi:10.5498/wjp.v6.i1.102
7. Weickert, C.S., Weickert, T.W., Pillai, A., Buckley, P.F., 2013. Biomarkers in
schizophrenia: a brief conceptual consideration. Dis. Markers 35, 3–
9.doi:10.1155/2013/510402
8. Dazzan, P., 2014. Neuroimaging biomarkers to predict treatment response in
schizophrenia: The end of 30 years of solitude? Dialogues Clin. Neurosci. 16, 491–503.
9. Chan, M.K., Krebs, M.-O., Cox, D., Guest, P.C., Yolken, R.H., Rahmoune,
H.,Rothermundt, M., Steiner, J., Leweke, F.M., van Beveren, N.J.M., Niebuhr,
D.W.,Weber, N.S., Cowan, D.N., Suarez-Pinilla, P., Crespo-Facorro, B., Mam-Lam-
Fook, C., Bourgin, J., Wenstrup, R.J., Kaldate, R.R., Cooper, J.D., Bahn, S.,
2015.Development of a blood-based molecular biomarker test for identification of
schizophrenia before disease onset. Transl. Psychiatry 5, e601.doi:10.1038/tp.2015.91
10. Lee KW, Woon PS, Teo YY, Sim K. Genome wide association studies (GWAS) and
copy number variation (CNV) studies of the major psychoses: what have we learnt?
Neuroscience and biobehavioral reviews. 2012;36(1):556-571.
11. Ikeda M, Aleksic B, Kirov G, et al. Copy number variation in schizophrenia in the
Japanese population. Biological psychiatry. 2010;67(3):283-286.
12. Manolio TA (July 2010). "Genomewide association studies and assessment of the risk of
disease". The New England Journal of Medicine . 363 (2): 166–761
13. 3. Pearson TA, Manolio TA (March 2008). "How to interpret a genome-wide association
study". JAMA . 299 (11): 1335–44
14. 14. Ayati M, Koyutürk M (1 January 2015). Assessing the Collective Disease Association
of Multiple Genomic Loci . Proceedings of the 6th ACM Conference on Bioinformatics,
Computational Biology and Health Informatics . BCB '15. New York, NY, USA: ACM.
pp. 376–385.
15. 15 Klein RJ, Zeiss C, Chew EY, Tsai JY, Sackler RS, Haynes C, Henning AK,
SanGiovanni JP, Mane SM, Mayne ST, Bracken MB, Ferris FL, Ott J, Barnstable C,
Hoh J (April 2005). "Complement factor H polymorphism in age-related macular
degeneration" . Science . 308 (5720): 385–9

Page | 63
16. 16. Strachan T, Read A (2011). Human Molecular Genetics (4th ed.). Garland Science.
pp. 467–495
17. 17. Altmüller J, Palmer LJ, Fischer G, Scherb H, Wjst M (November 2001). "Genomewide
scans of complex human diseases: true linkage is hard to find" . American Journal of
Human Genetics . 69 (5): 936–50
18. Nestler, E.J., Pena, C.J., Kundakovic, M., Mitchell, A., Akbarian, S., 2016. Epigenetic
Basis of Mental Illness. Neurosci. 22, 447–463. doi:10.1177/1073858415608147
19. Vawter, M.P., Mamdani, F., Macciardi, F., 2011. An integrative functional genomics
approach for discovering biomarkers in Schizophrenia. Brief. Funct. Genomics 10, 387–
399. doi:10.1093/bfgp/elr036
20. Brandt, C.L., Doan, N.T., Tønnesen, S., Agartz, I., Hugdahl, K., Melle, I., Andreassen,
O.A., Westlye, L.T., 2015. Assessing brain structural associations with workingmemory
related brain patterns in schizophrenia and healthy controls using linked independent
component analysis. NeuroImage Clin. 9, 253–263
21. Ehrlich, S., Brauns, S., Yendiki, A., Ho, B.-C., Calhoun, V., Schulz, S.C., Gollub, R.L.,
Sponheim, S.R., 2012. Associations of Cortical Thickness and Cognition in Patients
With Schizophrenia and Healthy Controls. Schizophr. Bull. 38, 1050–1062.
doi:10.1093/schbul/sbr018
22. Hansen, E.C.A., Battaglia, D., Spiegler, A., Deco, G., Jirsa, V.K., 2015. Functional
connectivity dynamics: Modeling the switching behavior of the resting state.
Neuroimage 105, 525–535. doi:10.1016/j.neuroimage.2014.11.001
23. Niculescu, A.B., 2014. Schizophrenia: from genetics to biology to predictive
medicine.J. Clin. Psychiatry 75 Suppl 2, 4–7. doi:10.4088/JCP.13065su1.01
24. Modai, S., Shomron, N., 2016. Molecular Risk Factors for Schizophrenia. Trends
Mol.Med. 22, 242–253. doi:10.1016/j.molmed.2016.01.006

Page | 64

Anda mungkin juga menyukai