Anda di halaman 1dari 5

Teori Asam-Basa

Ketika sebuah senyawa yang berperilaku seperti asam mendonorkan proton, haruslah terdapat basa
yang menerima proton tersebut. Sehingga konsep asam basa Brønsted–Lowry dapat didefinisikan
sebagai reaksi:
Asam + Basa basa konjugat + asam konjugat.

Basa konjugat adalah ion atau molekul yang dihasilkan setelah asam kehilangan protonnya,
sedangkan asam konjugat adalah spesi yang dihasilkan ketika basa menerima proton. Reaksi ini
bersifat reversibel dan dapat berjalan terbalik maupun ke depan.

Air bersifat amfoterik dan berperilaku sebagai asam maupun basa. Dalam reaksi asam asetat
(CH3CO2H) dengan air (H2O), air berperan sebagai basa.
CH3COOH + H2O CH3COO– + H3O+
Ion asetat, CH3CO2–, adalah basa konjugat dari asam asetat, dan ion hidronium, H3O+, adalah asam
konjugat dari air.
Air juga dapat berperan sebagai asam. Ketika bereaksi dengan amonia:

H2O + NH3 OH– + NH4+


H2O mendonorkan proton kepada NH3. Ion hidroksida adalah basa konjugat dari air yang berperan
sebagai asam, sedangkan ion amonium adalah asam konjugat dari basa amonia.
Dalam kimia, teori Brønsted-Lowry adalah teori mengenai asam basa yang digagaskan oleh
Johannes Nicolaus Brønsted dan Thomas Martin Lowry pada tahun 1923 secara terpisah.[1][2]Dalam
teori ini, asam Brønsted didefinisikan sebagai sebuah molekul atau ion yang mampu melepaskan
atau “mendonorkan” kation hidrogen (proton, H+), dan basa Brønsted sebagai spesi kimia yang
mampu menarik atau “menerima” kation hidrogen (proton).
A. MENURUT ARRHENIUS

Asam ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion H+.

Basa ialah senyawa yang dalam larutannya dapat menghasilkan ion OH-.

Contoh:

1) HCl(aq) ® H+(aq) + Cl-(aq)


2) NaOH(aq) ® Na+(aq) + OH-(aq)

B. MENURUT BRONSTED-LOWRY
Asam ialah proton donor, sedangkan basa adalah proton akseptor.

Contoh:

1) HAc(aq) + H2O(l) « H3O+(aq) + Ac-(aq)


asam-1 basa-2 asam-2 basa-1

HAc dengan Ac- merupakan pasangan asam-basa konyugasi.


H3O+ dengan H2O merupakan pasangan asam-basa konyugasi.

2) H2O(l) + NH3(aq) « NH4+(aq) + OH-(aq)


asam-1 basa-2 asam-2 basa-1

H2O dengan OH- merupakan pasangan asam-basa konyugasi.


NH4+ dengan NH3 merupakan pasangan asam-basa konyugasi.

Pada contoh di atas terlihat bahwa air dapat bersifat sebagai asam (proton donor) dan sebagai basa
(proton akseptor). Zat atau ion atau spesi seperti ini bersifat ampiprotik (amfoter).

Teori Asam Basa Arrhenius


Teori ini pertama kalinya dikemukakan pada tahun 1884 oleh Svante August Arrhenius.
Menurut Arrhenius, definisi dari asam dan basa, yaitu:

 asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion H+.
 basa adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air melepaskan ion OH−.
Gas asam klorida (HCl) yang sangat larut dalam air tergolong asam Arrhenius,
sebagaimana HCl dapat terurai menjadi ion H+dan Cl− di dalam air. Berbeda halnya
dengan metana (CH4) yang bukan asam Arrhenius karena tidak dapat menghasilkan ion
H+ dalam air meskipun memiliki atom H. Natrium hidroksida (NaOH) termasuk basa
Arrhenius, sebagaimana NaOH merupakan senyawa ionik yang terdisosiasi menjadi ion
Na+ dan OH− ketika dilarutkan dalam air. Konsep asam dan basa Arrhenius ini terbatas
pada kondisi air sebagai pelarut.

Teori Asam Basa Brønsted–Lowry


Pada tahun 1923, Johannes N. Brønsted dan Thomas M. Lowry secara terpisah
mengajukan definisi asam dan basa yang lebih luas. Konsep yang diajukan tersebut
didasarkan pada fakta bahwa reaksi asam–basa melibatkan transfer proton (ion H+) dari
satu zat ke zat lainnya. Proses transfer proton ini selalu melibatkan asam sebagai
pemberi/donor proton dan basa sebagai penerima/akseptor proton. Jadi, menurut
definisi asam basa Brønsted–Lowry,
 asam adalah donor proton.
 basa adalah akseptor proton.
Jika ditinjau dengan teori Brønsted–Lowry, pada reaksi ionisasi HCl ketika dilarutkan
dalam air, HCl berperan sebagai asam dan H2O sebagai basa.
HCl(aq) + H2O(l) → Cl−(aq) + H3O+(aq)
HCl berubah menjadi ion Cl− setelah memberikan proton (H+) kepada H2O. H2O
menerima proton dengan menggunakan sepasang elektron bebas pada atom O untuk
berikatan dengan H+ sehingga terbentuk ion hidronium (H3O+).
Sedangkan pada reaksi ionisasi NH3 ketika dilarutkan dalam air, NH3 berperan sebagai
basa dan H2O sebagai asam.
NH3(aq) + H2O(l) ⇌ NH4+(aq) + OH−(aq)
NH3 menerima proton (H+) dari H2O dengan menggunakan sepasang elektron bebas
pada atom N untuk berikatan dengan H+ sehingga terbentuk ion ammonium (NH4+). H2O
berubah menjadi ion OH− setelah memberikan proton (H+) kepada NH3.

Pelarutan asam atau basa dalam air sebagai reaksi asam–basa Brønsted–Lowry
(Sumber: Silberberg, Martin S. & Amateis, Patricia. 2015. Chemistry: The Molecular
Nature of Matter and Change (7th edition). New York: McGraw-Hill Education)

Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa (1) asam Brønsted–Lowry harus mempunyai
atom hidrogen yang dapat terlepas sebagai ion H+; dan (2) basa Brønsted–Lowry harus
mempunyai pasangan elektron bebas yang dapat berikatan dengan ion H+.

Kelebihan definisi oleh Brønsted–Lowry dibanding definisi oleh Arrhenius adalah dapat
menjelaskan reaksi-reaksi asam–basa dalam fase gas, padat, cair, larutan dengan
pelarut selain air, ataupun campuran heterogen. Sebagai contoh, reaksi antara gas
NH3 (basa) dan gas HCl (asam) membentuk asap NH4Cl.
NH3(g) + HCl(g) → NH4Cl(s)
Beberapa zat dapat bertindak sebagai asam, namun juga dapat sebagai basa pada
reaksi yang lain, misalnya H2O, HCO3−, dan H2PO4−. Zat demikian disebut amfiprotik.
Suatu zat amfiprotik (misalnya H2O) akan bertindak sebagai asam bila direaksikan
dengan zat yang lebih basa darinya (misalnya NH3) dan bertindak sebagai basa bila
direaksikan dengan zat yang lebih asam darinya (misalnya HCl).
Teori Asam Basa Lewis
Pada tahun 1923, G. N. Lewis mengemukakan teori asam basa yang lebih luas
dibanding kedua teori sebelumnya dengan menekankan pada pasangan elektron yang
berkaitan dengan struktur dan ikatan. Menurut definisi asam basa Lewis,

 asam adalah akseptor pasangan elektron.


 basa adalah donor pasangan elektron.
Berdasarkan definisi Lewis, asam yang berperan sebagai spesi penerima pasangan
elektron tidak hanya H+. Senyawa yang memiliki orbital kosong pada kulit valensi seperti
BF3 juga dapat berperan sebagai asam. Sebagai contoh, reaksi antara BF 3dan
NH3 merupakan reaksi asam–basa, di mana BF3 sebagai asam Lewis dan NH3sebagai
basa Lewis. NH3 memberikan pasangan elektron kepada BF3 sehingga
membentuk ikatan kovalen koordinasi antara keduanya.
Kelebihan definisi asam basa Lewis adalah dapat menjelaskan reaksi-reaksi asam–basa
lain dalam fase padat, gas, dan medium pelarut selain air yang tidak melibatkan transfer
proton. Misalnya, reaksi-reaksi antara oksida asam (misalnya CO2 dan SO2) dengan
oksida basa (misalnya MgO dan CaO), reaksi-reaksi pembentukan ion kompleks seperti
[Fe(CN)6]3−, [Al(H2O)6]3+, dan [Cu(NH3)4]2+, dan sebagian reaksi dalam kimia organik.

Contoh Soal dan Pembahasan


Tentukan manakah asam dan basa dalam reaksi asam–basa berikut dengan
memberikan alasan yang didasarkan pada teori asam basa Arrhenius, Brønsted–Lowry,
atau Lewis.

1. HCN(aq) + H2O(l) ⇌ CN−(aq) + H3O+(aq)


2. Ni2+(aq) + 4CN−(aq) ⇌ [Ni(CN)4]2−(aq)
Jawab:

1. Berdasarkan teori asam basa Arrhenius, HCN adalah asam Arrhenius sebagaimana
HCN akan melepaskan ion H+ jika dilarutkan dalam air.
Berdasarkan teori Brønsted–Lowry, HCN adalah asam Brønsted–Lowry karena
mendonorkan proton (H+) sehingga menjadi ion CN− sedangkan H2O adalah basa
Brønsted–Lowry karena menerima proton sehingga membentuk ion H3O+.
Berdasarkan teori Lewis, H2O adalah basa Lewis karena mendonorkan pasangan
elektron kepada ion H+ yang berasal dari molekul HCN membentuk ion H3O+sedangkan
H+ dari HCN adalah asam Lewis karena menerima pasangan elektron dari atom O pada
H2O.
2. Teori Arrhenius dan teori Brønsted–Lowry tidak dapat menjelaskan reaksi ini.

Berdasarkan teori Lewis, CN− adalah basa Lewis karena mendonorkan pasangan
elektron kepada ion Ni2+ sehingga terbentuk ikatan kovalen koordinasi sedangkan
Ni2+ adalah asam Lewis karena menerima pasangan elektron dari CN−.
Teori Asam Basa – Referensi
Atkins, Peter & Jones, Loretta. 2010. Chemical Principles: The Quest for Insight
(5thedition). New York: W.H. Freeman & Company
Brown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science (13th edition). New
Jersey: Pearson Education, Inc.
Chang, Raymond & Goldsby, Kenneth A. 2016. Chemistry (12th edition). New York:
McGraw-Hill Education
Earl, Bryan & Wilford, Doug. 2014. Cambridge IGCSE® Chemistry (3rd edition). London:
Hodder Education
McMurry, John E., Fay, Robert C., & Robinson, Jill K. 2016. Chemistry (7th edition). New
Jersey: Pearson Education, Inc.
Oxtoby, David W., Gillis, H.P., & Campion, Alan. 2012. Principles of Modern Chemistry
(7th edition). California: Brooks/Cole, Cengage Learning
Petrucci, Ralph H. et al. 2017. General Chemistry: Principles and Modern Applications
(11th edition). Toronto: Pearson Canada Inc.
Purba, Michael. 2006. Kimia 2B untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Shriver, D. et al. 2014. Inorganic Chemistry (6th edition). New York: McGraw-Hill
Education
Silberberg, Martin S. & Amateis, Patricia. 2015. Chemistry: The Molecular Nature of
Matter and Change (7th edition). New York: McGraw-Hill Education
Stacy, Angelica M. 2015. Living by Chemistry (2nd edition). New York: W.H. Freeman
and Company

Anda mungkin juga menyukai