Disusun Oleh :
II. Tujuan
1. Mengidentifikasi sifat asam-basa senyawa dalam pelarut air.
Teori Arrhenius hingga sekarang masih tetap berguna meskipun hal tersebut
merupakan model yang paling sederhana.Asam basa lemah atau kuat dapat
membedakannya dengan berdasarkan pada daya hantar listrik molal, jika suatu listrik
dapat menghantarkan listrik maka semakin kuat pula sifat asam atau basanya.Asam
atau basa semakin banyak yang terionisasi mengakibatkan larutan tersebut
mengandung ion.Daya hantar listrik yang semakin kuat berarti semakin kuat pula
sifat asam atau basanya karena semakin banyak asam/basa yang terionisasi berarti
semakin kuat pula sifat asam atau basanya. Asam atau basa yang semakin banyak
terionisasi membuat larutan tersebut semakin elektrolit kuat, sehingga dapat
disimpulkan bahwa asam atau basa kuat berupa elektrolit kuat dan asam atau basa
lemah merupakan elektrolit lemah. Kelemahan dari teori Arrhenius, diantaranya
seperti belum menjelaskan tentang bagaimana pengaruh pelarut, atau bagaimana
dengan sifat garam(Keenan.1991).
Asam Arrhenius menyatakan bahwa suatu zat dikatakan asam jika dilarutkan
dalam air akan menghasilkan ion H+, sebagai contoh yaitu disosiasi dari HCl.
HCl ketika dibuat menjadi larutan, maka HCl terdisosiasi menjadi ion H+ dan ion
Cl-.Asam klorida termasuk asam Arrhenius karena sesuai dengan teori
Arrhenius.Contoh lain asam Arrhenius diantaranya seperti :
Contoh yang di atas mendapatkan hasil dari disosiasi berupa ion H+, tapi pada
kenyataannya ion H+ tidak ada yang berupa ion bebas, ion H+ akan bereaksi dengan
molekul air di sekitarnya, membentuk ion H3O+.
- Basa Arrhenius
Arrhenius berpendapat bahwa suatu zat dikatakan basa jika dilarutkan dalam air
akan menghasilkan ion OH-, sebagai contoh disosiasi NaOH.
NaOH ketika dibuat menjadi larutan, maka NaOH terdisosiasi menjadi ion Na+ dan
ion OH-. Larutan natrium hidroksida menurut teori Arrhenius termasuk ke dalam
basa Arrhenius.Contoh dari bebebrapa basa Arrhenius lainnya.
Ion OH- dapat dihasilkan saat ammonia dilarutkan dalam air maka ammonia
termasuk basa Arrhenius, namun pada beberapa pernyataan menyebutkan bahwa basa
Arrhenius setidaknya memiliki gugus OH pada rumus kimianya, sehingga jika
dikaitkan dengan pernyataan tersebut ammonia bukanlah basa
arrhenius(Sunarya.2011).
- Amfoter
Senyawa amfoter adalah senyawa yang bisa menjadi asam maupun basa,
tergantung kondisi lingkungannya. Senyawa amfoter memiliki kemampuan seperti
itu. Kemampuan tersebut dapat terjadi karena pada senyawa amfoter terdapat atom
hidrogen yang bisa lepas menjadi proton dan memiliki pasangan elektron bebas yang
bisa menerima proton.Senyawa amfoter diantaranya air, asam amino, protein,
Al(OH)3 dan beberapa logam oksida (ZnO, PbO, SnO dsb).Istilah amfoter berasal
dari bahasa yunani yaitu amphoteroi yang berarti keduanya.Amfoter penggunaannya
dalam asam basa berarti senyawa yang biasa menjadi keduanya.Istilah lain terkadang
juga digunakan untuk senyawa yang dapat menjadi asam maupun basa adalah
amfiprotik, antara amfoter dan amfiprotik memiliki makna yang
sama(Khopkar.1990).
(Baharuddin.2013).
- Basa Lewis
Basa Lewis adalah pendonor pasangan elektron. Basa Lewis merupakan
nukleofil, karena menyukai untuk menyerang atom yang bermuatan positif pada suatu
senyawa. Basa lewih contoh zat nya diantaranya yaitu OH-, CN-, NH3-, dan lain
sebagainya. Teori asam-basa Lewis agar dapat lebih dipahami maka perhatikan
contoh reaksi H+ dan NH3 berikut ini.
3.3 Titrasi
Titrasi digunakan untuk menganalisis jumlah asam atau basa di dalam
larutan.Proses ini melibatkan larutan dengan konsentrasi yang diketahui (titran) yang
diteteskan dari buret ke dalam larutan yang akan ditentukan konsentrasinya sampai
pada titik stoikiometris atau titik ekivalen, yang biasa ditandai dengan perubahan
warna indikator. Analisa volumetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif,
yang sangat penting penggunaannya dalam menentukkan konsentrasi zat yang ada
dalam larutan.Analisa volumetri keberhasilannya sangat ditentukan oleh adanya
indikator yang tepat sehingga mampu menunjukkan titik akhir titrasi yang
tepat.Analisis volumetri juga dikenal sebagai titreimetri, dimana zat yang akan
dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan
dialirkan dari buret dalam bentuk larutan.Konsentrasi larutan yang tidak diketahui
(analit) kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus berlangsung secara cepat,
reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping. Selain itu jika reagen
penitrasi yang diberikan berlebih, maka harus dapat diketahui dengan satu
indikator.Metode volumetri secara garis besar dapat diklarifikasikan dalam empat
kategori sebagai berikut. Titrasi asam-basa yang meliputi reaksi asam dan basa kuat
maupun lemah.
a. Titrasi redoks adalah tirtrasi yang meliputi hampir semua reaksi oksidasi reduksi.
c. Titrasi kompleksometri sebagian besar meliputi titrasi EDTA seperti titrasi spesifik
dan juga dapat digunakan untuk melihat perbedaan pH pada pengompleksan.
Pada reaksi asam dan basa konsentrasi asam dan basa dapat ditentukkan dengan
suatu metode kuantitatif dengan cara titrasi.
Gambar 3.5 Titrasi
(Sumber : rumus.co.id)
pH larutan mula-mula naik sedikit demi sedikit, kemudian terjadi perubahan yang
cukup drastis pada sekitar titik ekuivalen. Titik ekuivalen terjadi pada saat pH larutan
7, dimana asam dan basa tepat habis bereaksi. Titik ekuivalen menunjukkannya dapat
dengan menggunakan indikator merah metal, bromtimol biru atau fenolftalein.
Fenolftalein lebih sering digunakan karena memberikan perubahan warna yang lebih
tajam disekitar titik ekuivalen(Nuryanti.2010).
3.4 Indikator
Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk
fluoresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu.Indikator asam-basa
terletak pada titik ekuivalen dan ukuran dari pH. Zat-zat indikator dapat berupa asam
atau basa, larut, stabil dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya
adalah anorganik. Warna berubah disebabkan oleh resonansi isomer
elektron.Indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka
menunjukkan warna pada range pH yang berbeda. Indikator asam-basa secara garis
besar dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan :
a. Indikator ftalein dan indikator sulfoftlein
b. Indikator azo
c. Indikator trifenilmetana
Indikator ftalein dibuat dengan kondensasi anhidrida ftalein dengan fenol, yaitu
fenolftalein.pH 8,0-9,8 berubah waranya menjadi merah.Indikator sulfoftalein
dibuat dari kondensasi anhidrat ftalein dan sulfonat.Kelas ini terdiri dari berbagai
contoh, yang termasuk kelas ini adalah : thymol blue, m-cresolpurple,
bromofenolblue, dan sebagainya.Indikator azo diperoleh dari reaksi amina romatik
dengan grama dizonium, misalnya : metal yellow atau p-dimetil amino azo
benzene (Wathan, M.2015).
IV. Metodelogi Percobaan
4.1.1. Alat
- Labu Ukur
- Buret
- Pipet Tetes
- Pipet Volum
- Erlenmeyer
- Pelat Tetes
- Tabung Reaksi
4.1.2. Bahan
- Asam Cuka
- Larutan NaOH 0,1 M
- Larutan HCl 0,1 M
- H2SO4 0,1 M
- Indikator Phenolftalein
- Indikator Metil Merah
- Indikator Metil Orange
- NH4OH 0,1 M
- CH3COONa 0,1 M
- NH4Cl 0,1 M
- H2CO3 0,1 M
- HCH3COO 0,1 M
- Tanaman
- Asam Oksalat
Hasil
HCl 0,1M
- Disiapkan labu ukur 25 ml.
- Diisikan 2,5 ml HCl 0,01 M dengan pH 2 ke dalam labu ukur 25 ml.
- Diencerkan dengan akuades sampai tanda batas.
- Diperoleh larutan pH 3.
- Diulangi prosedur tersebut untuk membuat pH 4, dari larutan pH 3
serta untuk pH 5 dan 6 berantai.
HASIL
b. Membuat larutan pH 8-11 dari larutan NaOH 0,01 M yang
mempunyai pH 12
NaOH 0,01 M
HASIL
c. Indikator Tumbuhan
Tumbuhan
- Ditimbang 1-2 gram tumbuhan, kemudian dihaluskan dan dilarutkan
dalam alkohol 5 mL.
- Diaduk rata larutan tersebut, disaring, lalu disimpan dalam tabung
reaksi dan diberi label.
- Diisi lubang pelat tetes dengan larutan yang telah diketahui pH nya,
lalu ditetesi masing-masing lubang dengan indikator ekstrak
tumbuhan dan diamati perubahan yang terjadi.
- Diulangi prosedur tersebut untuk ekstrak tumbuhan yang lain.
- Ditentukan PKInd dan trayek perubahan indikator berdasarkan harga
pH.
- Diteteskan indikator metil jingga pada masing-masing lubang lalu
diamati perubahan yang terjadi pada masing-masing pH.
HASIL
4.2.3 Pengaruh Konsentrasi
a. Titrasi asam-basa
NaOH 0,01M
- Disiapkan buret dan dibilas menggunakan NaOH.
- Diisikan larutan NaOH 0,1 M ke dalam buret sampai skala nol.
- Dimasukkan 10 ml larutan asam oksalat 0,05 M dalam erlenmeyer
1000 ml, kemudian ditambahkan beberapa tetes indikator
phenolptalein.
- Dititrasi dengan NaOH sampai terjadi perubahan warna, dilakukan
duplo.
- Dihitung konsentrasi NaOH.
- Diulangi indikator bunga yang dipilih.
HASIL
Cuka
- Disiapkan labu ukur 100 ml.
- Dipipet 5 ml cuka dapur dan dimasukkan ke dalam labu ukur.
- Dipipet 10 ml larutan cuka dapur hasil pengenceran dan dimasukkan
ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan beberapa tetes
indikator phenolftalein.
- Dititrasi dengan larutan NaOH yang telah distandarisasi sampai
terjadi perubahan warna.
- Dihitung konsentrasi cuka dapur mula-mula.
HASIL
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin, Maswati, dkk.2013.Kimia Dasar II.Makasar : Alauddin press.
https://www.pelajaran.co.id
https://www.rumus.co.id