Anda di halaman 1dari 19

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap Praktikum Kimia Dasar dengan judul percobaan


“Netralisasi Asam Basa” yang disusun oleh :
Nama : Khaerul Faiz
NIM : 1712040002
Kelompok : I (Satu)
Kelas : Pendidikan Fisika B
telah diperiksa dengan seksama oleh Koordinator Asisten dan Asisten
Pendamping maka dinyatakan diterima

Makassar, 15 November 2017


Koordinator Asisten, Asisten,

Ade Fitria S.Pd Damayanti S.Pd

Mengetahui
Dosen Pembimbing

Maryono,S.Si,Apt.M.M,M.Si
NIP: 19760307 200501 2 002
A. TUJUAN PERCOBAAN
Netralisasi Asam Basa

B. TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan titrasi asam basa dengan menggunakan indikator.

C. LANDASAN TEORI
Asam sebagai zat yang mengion dalam air menghasilkan ion H + dan
basa sebagai zat yang mengion dalam air menghasilkan ion OH-. Defenisi
ini dirumuskan pada akhir abad kesembilan belas oleh kimiawan Swedia
Svante Arrhenius untuk mengelompokkan zat-zat yang sifat-sifatnya di
dalam larutan telah diketahui dengan baik. (Chang, 2004 : 95-96)
Satu-satunya asam yang diketahui alkimia di zaman dulu adalah asam
asetat yang tak murni, dan basa yang dapat mereka gunakan adalah kalium
karbonat kasar yang didapatkan dari abu tanaman. Di abad pertengahan,
kimiawan Arab mengembangkan metoda untuk menghasilkan asam
mineral semacam asam hidrokhloratatau asam nitrat dan
menggunakannya. Demikia juga basa-basa. Bahkan, kata “alkali”, nama
umum untuk basa kuat, berasal dari bahasa Arab. Di zaman modern,
peningkatan populasi dan dengan perlahan naiknya standar mengakibatkan
kebutuhan berbagai bahan juga meningkat. Misalnya, sabun, awalnya
merupakan barang mewah dan mahal, kini menjadi tersedia luas.
Akibatnya, kebutuhan natrium karbonat, bahan baku sapun, emingkat
dengan tajam. Kebutuhan pakaian juga meningkat, yang menyebabkan
peningkatan berbagai bahan kimia untuk pewarna dan sejenisnya. Untuk
memenuhi kebutuhan ini, kini menghasilkan sejumlah cukup asam dan
basa bukan masalah yang sederhana. Inilah awal munculnya industri
kimia. (Takuechi, 2008 : 160)
Definisi asam basa telah berubah dengan waktu. Hal ini bukan
masalah definisi yang ketinggalan zaman, namun lebih karena kemudahan
menerapkan konsep untuk masalah kimia yang khusus. Oleh karena itu,
mengurutkan kekuatan asam basa juga bergantung pada definisi asam basa
yang digunakan. Di tahun 1884, Arrhenius mendefinisikan asam adalah
zat yang menghasilkan H+ dan basa adalah zat yang menghasilkan OH-.
Bila asam adalah HA dan basa BOH, maka HA → H+ + Adan BOH →
B+ + OH-. Bila asam dan basa bereaksi akan dihasilkan air. (Saito, 2004 :
47-48)
Walaupun teori Arrhenius baru dan persuasif, teori ini gagal
menjelaskan fakta bahwa senyawa semacam gas amonia, yang tidak
memiliki gugus hidroksida dan dengan demikian tidak dapat menghasilkan
ion hidroksida menunjukkan sifat basa. Proton, H+ , adalah inti atom
hidrogen dan tidak memiliki sebuah elektron pun. Jadi dapat diharapkan
proton jauh lebih kecil dari atom, ion atau molekul apapun. Karena H 2O
memiliki kepolaran yang besar, proton dikelilingi dan ditarik oleh banyak
molekul air, yakni terhidrasi (keadaan ini disebut hidrasi). Dengan kata
lain, proton tidak akan bebas dalam air. Bila proton diikat dengan satu
molekul H2O membentuk ion hidronium H3O+, persamaan disosiasi
elektrolit asam khlorida adalah
HCl + H2O → H3O+ + Cl-
Karena telah diterima bahwa struktur nyata dari ion hidronium sedikit
lebih rumit, maka proton sering hanya dinyatakan sebagai H+ bukan
sebagai H3O+. (Takuechi, 2008 : 163-164)
Defenisi Arrhenius mengenai asam dan basa hanya terbatas pada
penerapan dalam larutan dengan medium air. Defenisi yang lebih luas,
yang dikemukan oleh kimiawan Denmark Johannes Bronsted pada tahun
1932, menyatakan asam sebagai donor proton dan basa sebagai askeptor
proton. Zat-zat yeng berperilaku menurut defenisi ini disebut asam
Bronsted (Bronsted acid) dan basa Bronsted (Bronsted base). Perhatikan
bahwa defenisi bronsted tidak memerlukan asam basa dalam larutan air.
(Chang, 2004 : 96)
Dalam teori baru yang diusulkan tahun 1923 secara independen oleh
Brønsted dan Lowry, asam didefinisikan sebagai molekul atau ion yang
menghasilkan H+ dan molekul atau ion yang menerima H+ merupakan
partner asam yakni basa. Basa tidak hanya molekul atau ion yang
menghasilkan OH-, tetapi yang menerima H+. Karena asam HA
menghasilkan H+ ke air dalam larutan dalam air dan menghasilkan ion
oksonium, H3O+, air juga merupakan basa menurut definisi ini.
HA + H2O → H3O+ + A-
(asam) (basa) (asam konjugat) (basa konjugat)
Di sini H3O+ disebut asam konjugat dan A_ adalah basa konjugat.
Namun, karena air juga memberikan H+ ke amonia dan menghasilkan
NH4+ , air juga merupakan asam, seperti diperlihatkan persamaan berikut:
H2O(asam) + NH3 (basa) → NH4+(asam konjugat) + OH - (basa
konjugat)
Jadi air dapat berupa asam atau basa bergantung ko-reaktannya(Saito,
2004 : 50)
Hasil eksperimen menunjukkan bahwa ion hidronium terhidrasi lebih
lanjut sehingga proton tersebut mempunyai beberapa molekul air yang
berkaitan dengannya. Karena sifat-sifat asam dari proton tidak
mempengaruhi derajat hidrasi, dalam hal ini akan menggunakan H+ (aq)
untuk menyatakan proton terhidrasi. Notasi ini untuk memudahkan, tetapi
H3O+ lebih mendekati kenyataan. Perlu diingat bahwa kedua notasi
tersebut mewakili spesi yang sama dalam larutan. (Chang, 2004 : 97)
Garam-garam larut dalam air yang mengandung kation basa kuat bila
berkombinasi (bergabung) dengan anion dari asam lemah menghasilkan
larutan yang bersifat basa. Misalnya anion S2-,PO42-, dan CO32- adalah basa
Bronsted-Lowry yang kuat. Garam yang berasal dari anion ini dengan
kation seperti K+ bereaksi dengan air dan menghasilkan larutan yang
bersifat basa. Misalnya
S2- + H2O(l) HS- + OH- (Ibnu, 2004 : 37)
Interaksi yang membentuk kristal natrium khlorida sangat kuat
sebagaimana dapat disimpulkan dari titik lelehnya yang sangat tinggi
(>1400 °C). Hal ini berarti bahwa dibutuhkan energi yang cukup besar
untuk mendisosiasi kristal menjadi ion-ionnya. Namun natrium khlorida
melarut dalam air. Hal ini berarti bahwa didapatkan stabilisasi akibat
hidrasi ion, yakni interaksi antara ion dan molekul air polar.
NaCl → Na+(aq) + Cl-(aq)
Sistem akan mengeluarkan energi yang besar (energi hidrasi) dan
mendapatkan stabilisasi. Selain itu, dengan disosiasi, derajat keacakan
(atau entropi) sistem meningkat. Efek gabungannya, stabilisasi hidrasi dan
meningkatnya entropi, cukup besar sebab kristal terdisosiasi sempurna.
Tanpa stabilisqsi semacam ini, pelarutan natrium khlorida dalam air
merupakan proses yang sukar seperti proses penguapannya. Disoasiasi
elektrolit asam dan basa kuat adalah proses yang mirip. Dengan adanya
stabilisasi ion yang terdisosiasi oleh hidrasi, asam dan basa kuat akan
terdisosiasi sempurna. Dalam persamaan berikut, tanda (aq) dihilangkan
walaupun hidrasi jelas terjadi.
HCl → H+ + Cl-
HNO3 → H+ + NO3-
H2SO4 → H+ + HSO4-
Demikian juga dalam hal basa kuat.
NaOH → Na+ + OH-
KOH → K+ + OH- (Takuechi, 2008 : 164-165)
Asam-asam yang umum digunakan di laboratorium adalah asam
klorida (HCl), asam nitrat (HNO3), asam asetat (CH3COOH), asam sulfat
(H2SO4), dan asam fosfat (H3PO4). Ketiga asam yang disebutkan pertama
adalah asam monoprotik (monoprotic acid) yaitu setiap satuan asam
menghasilkan satu ion hidrogen dalam ionisasi. Asam sulfat (H 2SO4)
disebut asam diprotik (diprotic acid) karena setiap satuan asam
melepaskan dua ion H+. H2SO4 adalah elektrolit kuat atau asam kuat (tahap
ionisasi pertama berlangsung sempurna), tetapi HSO4- merupakan asam
lemah atau elektrolit lemah, dan membutuhkan panah dua arah untuk
menunjukkan reaksi tak sempurna. Asam triprotik (triprotic acid), yang
menghasilkan tiga ion H+, keberadaannya relatif sedikit. Asam triprotik
yang paling banyak dikenal adalah asam fosfat. (Chang, 2004 : 97)
Di tahun 1923 ketika BrΦnsted dan Lowry mengusulkan teori asam-
basanya, Lewis juga mengusulkan teori asam basa baru juga. Lewis, yang
juga mengusulkan teori oktet, memikirkan bahwa teori asam basa sebagai
masalah dasar yang harus diselesaikan berlandaskan teori struktur atom,
bukan berdasarkan hasil percobaan. Teori asam basa Lewis Asam: zat
yang dapat menerima pasangan elektron. Basa: zat yang dapat
mendonorkan pasangan elektron. Semua zat yang didefinisikan sebagai
asam dalam teori Arrhenius juga merupakan asam dalam kerangka teori
Lewis karena proton adalah akseptor pasangan elektron . Dalam reaksi
netralisasi proton membentuk ikatan koordinat dengan ion hidroksida.
H+ + OH- ⇄ H2o
Situasi ini sama dengan reaksi fasa gas yang pertama diterima sebagai
reaksi asam basa dalam kerangka teori BrΦnsted dan Lowry.
HCl(g) + NH3(g) ⇄ NH4Cl(s)
Dalam reaksi ini, proton dari HCl membentuk ikatan koordinat dengan
pasangan elektron bebas atom nitrogen. Keuntungan utama teori asam
basa Lewis terletak pada fakta bahwa beberapa reaksi yang tidak dianggap
sebagai reaksi asam basa dalam kerangka teori Arrhenius dan BrΦnsted
Lowry terbukti sebagai reaksi asam basa dalam teori Lewis. (Takuechi,
2008 : 169-170)
Basa kuat yang biasa digunakan di laboratorium adalah natrium
hidroksida, karena harganya murah dan mudah larut. Basa lemah yang
biasa digunakan adalah larutan amonia dalam air, yang terkadang secara
salah kaprah disebut amonium hidroksida. Tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa spesi NH4OH benar-benar ada. Semua unsur
Golongan 2A membentuk hidroksida dalam bentuk M(OH) 2, dimana M
menotasikan unsur logam alkali tanah. Diantara hidroksida golongan 2A
ini, hanya Ba(OH)2 yang larut. (Chang, 2004:98)
Pada titrasi basa kuat-asam kuat, basa lemah-asam kuat dan
sebaliknya, titik ekivalen yang terjadi pada saat titrasi berlangsung tidak
akan dapat diamati secara visual (dengan mata), karena perubahan warna
dari suatu indikator baru bisa teramati pada saat mol titran lebih besar dari
pada mol titrat, sehingga yang bisa teramati pada saat titrasi adalah titik
akhir titrasi. (Nuryanti, 2010:181)
Beberapa orang mencampuradukkan asam basa dan redoks.
Kebingungan ini pertama disebabkan oleh istilah yang mirip yakni asal
usul oksigen dan kedua kesalahpahaman transfer elektron. Dalam sejarah,
A. L. Lavoisier, yang merupakan bapak besar kimia modern di abad 18,
mengganggap oksigen sebagai bahan dasar semua asam. Ia juga
mendefinisikan oksidasi sebagai pembentukan oksida dari suatu unsur dan
oksigen. Definisi asam basa dan redoks yang sekarang muncul jauh setelah
Lavoiser. Lebih lanjut, asam Lewis menerima pasangan elektron dari basa
membentuk kompleks asam-basa, dan oksidator menangkap elektron dari
reduktor seraya mengalami reduksi. Fakta bahwa asam dan oksidator
adalah akseptor elektron, dan basa dan reduktor adalah donor elektron,
juga merupakan salah satu sumber kebingungan itu. (Saito, 2008 : 54)

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Pipet ukur 10 mL 1 buah
b. Erlenmeyer 100 mL 3 buah
c. Corong biasa 1 buah
d. Buret 50 mL 1 buah
e. Gelas kimia 100 mL 1 buah
f. Statif dan krem 1 buah
g. Batang pengaduk 1 buah
h. Botol pengaduk 1 buah
i. Pipet tetes 1 buah
2. Bahan
a. Larutan asam klorida (HCl) 0,1 M
b. Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,2 M
c. Indikator phenolftalein (PP)
d. Indikator universal
e. Aquades (H2O)

E. PROSEDUR KERJA
1. Mengisi buret dengan larutan NaOH 0,2 M
2. Dengan menggunakan pipet ukur 10 ml, memasukkan larutan HCl 0,1 M
ke dalam labu erlenmeyer, mengukur pH larutan dengan indikator
universal, lalu menambahkan 3 tetes indikator phenolftalein.
3. Mencatat keadaan awal (skala) dalam buret, meneteskan 1 ml larutan
NaOH dari buret ke dalam larutan HCl dengan hati-hati, mengukur pH
larutan.
4. Melanjutkan titrasi sampai terjadi perubahan dari tidak berwarna menjadi
warna merah muda, kemudian mengukur pH larutan.
5. Mencatat keadaan akhir buret dan volume NaOH yang dipakai.
6. Menambahkan lagi 1 mL larutan NaOH dari buret dan mengukur pH
larutan. Mengulang titrasi paling sedikit dua kali.
F. HASIL PENGAMATAN
No
Percobaan Hasil pengamatan
.

Memasukkan 10 mLlarutan HCl 0,1


1. Mke dalam labu erlenmeyer 1 dan Tidak berwarna, pH = 1
mengukur pH larutan

Menambahkan 3 tetes indikator


phenolftaleinke dalam labu
2. Tidak berwarna, pH = 1
erlenmeyer 1 dan mengukur pH
larutan

Mencatat keadaan awal (skala)


3. 41 mL
larutan NaOH 0,2 M di dalam buret

Meneteskan 1 mL larutan NaOH dari


4. buret ke dalam larutan HCl dan Tidak berwarna, pH = 1
mengukur pH larutan

Melanjutkan titrasi sampai terjadi


5. perubahan warna dan mengukur pH Warna merah muda, pH = 7
larutan

Mencatat keadaan akhir buret dan


34,5 mL; v = 6,5 mL
6. volume NaOH yang dipakai

Menambahkan lagi 1 mL larutan Warna merah muda pekat,


7. NaOH dari buret dan mengukur pH pH = 12
larutan

Memasukkan 10 mLlarutan HCl 0,1


8. Mke dalam labu erlenmeyer 2 dan Tidak berwarna, pH = 1
mengukur pH larutan

Menambahkan 3 tetes indikator


9. phenolftaleinke dalam labu
Tidak berwarna, pH = 1
erlenmeyer 2 dan mengukur pH
larutan

Mencatat keadaan awal (skala)


10 33,5 mL
larutan NaOH 0,2 M di dalam buret

Meneteskan 1 mL larutan NaOH dari


11. buret ke dalam larutan HCl dan Tidak berwarna, pH = 1
mengukur pH larutan

Melanjutkan titrasi sampai terjadi


Warna merah muda pekat,
12. perubahan warna dan mengukur pH
pH = 7
larutan

Mencatat keadaan akhir buret dan


13. 27 mL; v = 6,5 mL
volume NaOH yang dipakai

Menambahkan lagi 1 mL larutan


Warna merah muda pekat,
14. NaOH dari buret dan mengukur pH
pH = 13
larutan

Memasukkan 10 mLlarutan HCl 0,1


15. Mke dalam labu erlenmeyer 3 dan Tidak berwarna, pH = 1
mengukur pH larutan

Menambahkan 3 tetes indikator Tidak berwarna, pH = 1


16. phenolftaleinke dalam labu
erlenmeyer 3 dan mengukur pH
larutan

Mencatat keadaan awal (skala)


17. 26 mL
larutan NaOH 0,2 M di dalam buret

Meneteskan 1 mL larutan NaOH dari


18. buret ke dalam larutan HCl dan Tidak berwarna, pH = 1
mengukur pH larutan

19. Melanjutkan titrasi sampai terjadi


Warna merah muda pekat,
perubahan warna dan mengukur pH
pH = 7
larutan

Mencatat keadaan akhir buret dan


20. 19,5 mL; v = 6,5 mL
volume NaOH yang dipakai

Menambahkan lagi 1 mL larutan


Warna merah muda pekat,
21. NaOH dari buret dan mengukur pH
pH = 13
larutan

Titrasi larutan asam klorida dengan natrium hidroksida


 pH larutan HCl sebelum penambahan NaOH : 1, 1, 1
 pH larutan saat penambahan 1 mL NaOH : 1, 1, 1
 pH larutan saat mencapai titik ekuivalen : 7, 7, 7
 pH larutan setelah melewati titik ekuivalen : 12, 13, 13
Percobaan buret Titrasi II (mL)
Titrasi I (mL) Titrasi III (mL)

NaOH awal 41 33,5 26


NaOH akhir 34,5 27 19,5
Volume NaOH 6,5 6,5 6,5
Volume NaOh Rata – rata = 6,5 + 6,5 + 6,5
3
= 6,5 mL

G. ANALISIS DATA
1. pH larutan sebelum penambahan NaOH
Dik: M HCl = 0,1 M
Dit: pH larutan =……?
Penyelesaian :
HCl  H+ + Cl- pH = - log [H+]
[HCl] =M.a = - log 1 . 10-1
= 0,1 M . 1 = 1 – log 1
= 0,1 M =1
= 1 . 10-1M
2. pH saat penambahan 1 mL NaOH
Dik: V HCl = 10 ml = 0,01 L = 10-2 L
V NaOH = 1 ml = 0,001 L = 10-3 L
M HCl = 0,1 M = 10-1 M
M NaOH = 0,2 M = 2 x 10-1 M
Dit: pH larutan = …..?
Penyelesaian:
Mol HCl = M HCl x V HCl
= 10-1 mol/L x 10-2 L
= 10-3 mol = 0,001 mol
Mol NaOH = M NaOH x V NaOH
= 2 x 10-1 mol/L x 10-3 L
= 2 x 10-4 mol = 0,0002 mol
HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)
M : 0,001 mol 0,0002 mol - -
T : 0,0002 mol 0,0002 mol 0,0002 mol 0,0002 mol
S : 0,0008 mol - 0,0002 mol 0,0002 mol
V total = VNaOH + VHCl
= 0,001 L + 0,01 L
= 0,011 L
mol 0,0008 mol
M HCl = = = 0,07273 M = 7,273 × 10-2 M
V 0,011 L
[H+] =Mxa
= 7,273 × 10-2 M . 1
= 7,273 × 10-2 M
pH = - log [H+]

= - log 7,273 × 10-2


= 2 – log 7,273
= 2 – 0,86
= 1,14
3. Pada saat mencapai titik ekivalen
Dik: M HCl = 0,1 M
M NaOH = 0,2 M
V HCl = 0,01 L = 10 ml
Dit: pH = ……?
Penyelesaian:
Mol HCl = mol NaOH
M1. V1 = M2. V2
M 1 .V 1
V2 =
M2
mol
0,1 ×0,01 L
L
V2 =
m 0l
0,02
L
0,001mol
= mol
0,2
L
= 0,005 L = 5 x 10-3 L

Mol NaOH = M NaOH x V NaOH Mol HCl = M HCl x V HCl


mol mol
= 0,2 . 0,005 L = 0,1 . 0,01 L
L L
= 0,001 mol = 0,001 mol

HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)


M : 0,001 mol 0,001mol - -
T : 0,001 mol 0,001 mol 0,001 mol 0,001 mol
S : 0,001 mol - 0,001 mol 0,001 mol

¿= √ Kw
= √ 10−14
= 10−7
pH = - Log ¿

= - log 10-7

= 7 – log 1

=7
4. pH setelah melewati titik ekuivalen
Dik: M HCl = 0,1 M
M NaOH = 0,2 M
V HCl = 0,01 L = 10 ml
V NaOH = 0,005 L = 5 ml
Dit: pH = ……?
Penyelesaian
V NaOH = Vtitik ekivalen + 1 ml
= 5 ml + 1 ml
= 6 ml = 0,006 L
V total = VNaOH +V HCl
= 0,006 L + 0,01 L
= 0,016 L
Mol HCl = Mx V
= 0,1 M x 0,01 L
= 0,001 mol

Mol NaOH = Mx V
= 0,2 M x 0,006 L
= 0,0012 mol
HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)
M : 0,001 mol 0,0012 mol - -
T : 0,001 mol 0,001 mol 0,001 mol 0,001 mol
S : - 0,0002 mol 0,001 mol 0,001 mol

mol
M NaOH =
V
0,0002mol
=
0,016 L
= 0,0125 mol/L

= 1,25 x 10-2 mol/L


[OH-] = M x b
= 1,25x10-2 x 1
= 1,25x10-2
pOH = -log [OH-]
= -log 1,25 x 10-2
= 2 – log 1,25
= 2 - 0,097
= 1,90
pH = Kw – pOH
= 14 – 1,90
= 12,10

H. PEMBAHASAN
Netralisasi merupakan proses ketika asam dan basa bereaksi lalu
menghasilkan produk. Menurut Arrhenius, asam adalah zat yang dalam air
melepaskan ion [H+], sedangkan basa adalah zat yang dalam air
melepaskan ion [OH-]. Titrasi adalah salah satu metode yang dipakai
dalam analisis kimia kuantitatif untuk menentukan konsentrasi suatu
larutan yang belum diketahui konsentrasinya dengan larutan yang sudah
diketahui konsentrasinya.
Percobaan netralisasi asam basa ini, prinsip dasar yang dilakukan
adalah titrasi. Sedangkan prinsip kerjanya yaitu penambahan larutan
dengan volume tertentu sampai terjadi titik akhir titrasi. Berdasarkan
percobaan ini, terdapat larutan natrium hidroksida (NaOH) yang bertindak
sebagai larutan standar.
Titrasi asam basa memerlukan indikator, indicator adalah bahan yang
gunakan untuk menunjukkan terjadinya perubahan warna dan pH bila
berubah dari asam ke basa. Salah satu indicator yang digunakan adalah
indicator phenolftalein. Indicator ini berfungsi mendeteksi tercapainya
suatu titik ekivalen dalam proses penitrasian dengan terjadinya perubahan
warna pada larutan (dari yang tidak berwarna menjadi merah muda).
Selain itu, penambahan indicator phenolftalein pada HCl mempengaruhi
proses titrasi. Jika jumlah phenolftalein terlalu banyak ditambahkan HCl
maka larutan tersebut akan mencapai titik ekivalen dengan tepat. Titik
ekivalen adalah titik pada saat terjadi penetralan asam oleh basa yang
ditandai dengan pH larutan yaitu 7.
Pada percobaan ini pH yang diperoleh dari 3 hasil penitrasian berbeda
pada teori analisis data, pada penitrasian tahap ketiga dan keempat yaitu
pada saat saat ditambahkan phenolftalein dan pada saat telah mencapai
titik akhir atau sudah berubah warna. Pada titrasi sebelum penambahan
NaOH, pH HCl sama dengan 1 begitu pun dengan teori analisis data. Pada
saat telah ditambahkan phenolftalein 3 tetes, warna yang didapatkan masih
bening dan setelah ditambahkan NaOH pH yang didapat sama dengan 7
untuk semua percobaan 1, 2, dan 3, berbeda dengan teori karena pada
analisis data pH yang didapatkan sama dengan 7, hal ini terjadi karena
pada saat phenolftalein telah ditambahkan kemudian NaOH sampai
larutan berubah warna menjadi merah muda, karena tidak dengan berhati-
hati sehingga pH yang didapat tidak sama dengan hasil analisis data,
sedikit saja NaOH yang tercampur atau lebih pasti akan mendapatkan pH
yang berbeda. Pada saat ditambahkan lagi larutan NaOH 1 ml sehingga
mencapaai titik akhir pH yang didapatkan juga berbeda dengan analisis
data, karena pada saat larutan mencapai titik ekivalen pH sudah
menghampiri dengan atau sama dengan analisis data yaitu 7. Tapi pada
saat larutan mencapai titik ekivalen pH telah berubah yaitu sama dengan
12 untuk semua percobaan 1, 2, dan 3, berbeda dengan analisis datayaitu
berada pada pH 12,10, hal ini dikarenakan pada saat penambahan NaOH
kurang memperhatikan apa benar-benar telah cukup 1 ml yang
ditambahkan.
Pada percobaan ini volume yang digunakan yaitu 10 ml rata-ratanya.
Pada saat percobaan 1, 2, 3 pada tahap penambahan NaOH 1 ml sama
dengan volume NaOH 1 ml dan HCl juga yaitu 10 ml. Berbeda pada saat
larutan mencapai titik ekivalen karena percobaan 1, 2, 3 volume NaOH
yang digunakan adallah 10 ml tapi pada analisis data NaOH yang
digunakan adalah 5 ml. begitupun pada saat larutan telah mencapai titik
ekivalen volume NaOH yang digunakan pada percobaan 1, 2,
3ditambahkan 1 ml menjadi 11 ml dan pada analisis data dari 5 ml
ditambah 1 ml menjadi 6 ml untuk volume HCl sama dengan 10 ml pada
setiap percobaan.
Percobaan ini dilakukan dengan tiga kali titrasi yang bertujuan untuk
membandingkan pH larutan yang diperoleh guna memperoleh nilai pH
yang akurat sesuai dengan teori yang ada. Hasil reaksi penitrasian asam
basa (HCl dan NaOH) menghasilkan garam dan air, reaksinya adalah
sebagai berikut:
HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)
(asam kuat) (basa kuat) (garam) (air)
I. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan ini yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa titrasi asam-basa yang dilakukan dengan penambahan
indikator phenolftalein menandakan bahwa titrasi ini mengubah suatu
larutan asam menjadi basa dengan dtandai perubahan warna menjadi
merah muda. Adapun pH yang diperoleh pada percobaan ini yaitu pH 1
dari ketiga titrasi sebelum penambahan NaOH. Setelah penambahan
NaOH pHnya masing-masing 1. Setelah itu pada saat titik ekivalen pHnya
masing-masing 7. pH setelah ekivalen masing-masing 12, 13, 13.
2. Saran
Saran untuk praktikan, diharapkan agar lebih teliti dan berhati-hati
dalam meneteskan larutan NaOH dan buret ke dalam erlenmeyer agar
larutan tidak terlalu pekat. Saran untuk asisten, diharapkan agar lebih
memperhatikan dan mengontrol praktikan saat melakukan pecobaan agar
tidak terjadi kesalahan. Saran untuk laboran, diharapkan agar alat-alat
yang disediakan diperhatikan, sehingga praktikan tidak menggunakan alat
yang kurang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymod. 2004. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2.
Penerbit Erlangga. Jakarta

Ibnu, Sodiq., Budiasih, Endang., Widarti, R.H. & Munzil 2004. Kimia Analitik I.
Technical Cooperation Project for Development of Science and
Mathematic Teaching for Primary and Secondary Education in Indonesia

Nuryanti, Siti., Matsjeh, Sabirin., Anwar, Chairil., & Raharjo, T.R. 2010.
INDIKATOR TITRASI ASAM-BASA DARI EKSTRAK BUNGA SEPATU
(Hibiscus rosa sinensis L). Agritech. Yogyakarta
Saito, Taro. 2008. Kimia Anorganik. Muki Kagaku.
Takeuchi, Yoshito. 2006. BUKU TEKS PENGANTAR KIMIA Yashito Takeuchi,
diterjemahkan dari versi Bahasa Inggrisnya oleh Ismunandar . Muki
Kagaku. Tokyo

Nuryanti, Siti., Matsjeh, Sabirin., Anwar, Chairil., & Raharjo, T.R. 2010.
INDIKATOR TITRASI ASAM-BASA DARI EKSTRAK BUNGA SEPATU
(Hibiscus rosa sinensis L). Agritech. Yogyakarta
DOKUMENTASI

Titrasi I

Titrasi II

Titrasi III

Anda mungkin juga menyukai