Anda di halaman 1dari 8

Teori Asam Basa Menurut Para Ahli

Teori Asam Basa – Apakah Grameds menyadari bahwa dalam kehidupan


sehari-hari, tak jarang kita menemukan senyawa asam basa. Mulai dari makanan
bahkan hingga barang-barang yang digunakan untuk keperluan sehari-hari.
Salah satu contoh mudahnya adalah detergen atau sabun yang digunakan untuk
mencuci pakaian. Detergent tersebut memiliki zat yang sifatnya adalah basa.

Perlu diketahui, bahwa asam basa merupakan larutan elektrolit. Larutan tersebut
dikenal pula karena memiliki ciri yang khas. Yaitu berupa asam dan memiliki
rasa yang masam, contohnya seperti vitamin C, cuka dan lain sebagainya.

Sedangkan basa merupakan senyawa yang memiliki rasa pahit, serta memiliki
tekstur licin apabila dipegang. Contohnya seperti pasta gigi, kapur sirih bahkan
hingga detergen, Mengenai asam basa, beberapa ahli sempat mengemukakan
pendapatnya mengenai teori asam basa. Simak penjelasannya hingga akhir
artikel ya!

Daftar Isi

 Teori-teori Asam Basa Menurut Para Ahli


o 1. Teori Asam Basa Arrhenius
o Kesimpulan Teori Arrhenius
o 2. Teori Asam Basa Bronsted dan Lowry
o Kesimpulan Teori asam basa Bronsted Lowry:
o Kesimpulan Teori Asam Basa Lewis
 Sifat Asam dan Basa
 Rumus dan Besaran dalam Teori Asam Basa
 Rekomendasi Buku & Artikel Terkait
o
 Kategori Ilmu Kimia
 Materi Terkait
Teori-teori Asam Basa Menurut Para Ahli
Para ahli mengemukakan pendapatnya mengenai teori asam basa. Setiap ahli
memiliki pandangan yang berbeda, sehingga menciptakan teori-teori asam basa.
Berikut beberapa teori asam basa menurut para ahli.
1. Teori Asam Basa Arrhenius
Teori pertama asam bas aini dicetuskan pertama kali oleh seorang ahli kimia
berasal dari Swedia bernama Svante Arrhenius. Teori ini menghubungkan sifat
keasaman dengan ion hidrogen atau H+ dan pertama kali dicetuskan pada tahun
1884.

Menurut teori Arrhenius, asam Arrhenius merupakan zat yang jika dilarutkan
dalam air, maka air tersebut akan menghasilkan ion H+ dalam larutan tersebut.
Contohnya adalah ketika asam klorida atau HCI serta asam asetat atau
CH3COOH dilarutkan, dengan persamaan reaksi yang terjadi dari asam klorida
serta asam asetat sebagai berikut.

HCl (aq) → H+ (aq) + Cl (aq)

CH3COOH (aq) → Ch3COO– (aq) + H+ (aq)

Berdasarkan persamaan reaksi yang terjadi tersebut, maka diperoleh ciri khas
yaitu pelarut air zat tersebut mengion kemudian berubah menjadi hidrogen
dengan muatan positif dengan lambing H+ serta ion yang memiliki muatan
negative maka akan disebutkan dengan sisa asam.

Sedangkan menurut teori Arrhenius, basa merupakan zat yang jika dilarutkan
dalam air maka akan menghasilkan ion OH-. Contohnya adalah ketika natrium
hidroksida atau NaOH serta ammonium hidroksida atau NH4OH, dilarutkan
maka akan terjadi persamaan reaksi basa pada larutan tersebut sebagai berikut.

NaOH (aq) → Na+ (aq) + OH– (aq)

NH4OH (aq) → Nh4+ (aq) + OH– (aq)

Basa dalam larutan natrium hidroksida serta amonium hidroksida akan


menghasilkan banyak ion OH- dan kemudian dapat disebut sebagai basa kuat.
Sedangkan, larutan yang menghasilkan sedikit dari ion OH- dapat disebut
sebagai basa lemah. Tentu tidak semua senyawa dalam rumus kimia tersebut
ada gugus hidroksida dan termasuk dalam golongan basa.
Kesimpulan Teori Arrhenius
Secara singkat, itulah teori Arrhenius yang diperkenalkan oleh Svante August
Arrhenius. Teori ini memiliki kekurangan atau kelemahan, di mana teori ini
hanya dapat digunakan pada penggunaan air sebagai pelarut saja.

Dapat disimpulkan, bahwa teori Arrhenius ini menyatakan bahwa senyawa


asam merupakan senyawa yang dapat melepaskan ion H+ atau ion hydronium
H3O+ apabila dilarutkan dalam air. Sedangkan senyawa basa adalah senyawa
yang melepaskan ion OH- jika dilarutkan dalam air.

Teori Arrhenius juga mengatakan bahwa senyawa asam yang menghasilkan satu
ion hidrogen per molekulnya maka disebut sebagai asam monoprotic.
Sedangkan senyawa asam yang menghasilkan dua ion hidrogen per molekulnya
maka disebut sebagai asam diprotic. Senyawa asam yang menghasilkan tiga ion
hydrogen per molekulnya maka disebut sebagai asam triprotik serta secara
umum menurut teori Arrhenius, asam menghasilkan lebih dari satu hydrogen
maka disebut sebagai asam poliprotik. Sebutan tersebut berlaku pula pada
senyawa basa yang memiliki ion hidroksida per molekul. Jika senyawa asam
memiliki satu ion hidroksida per molekul maka disebut sebagai monoprotic dan
seterusnya.

Dalam teori ini, asam kuat adalah senyawa asam yang terionisasi secara
sempurna dan kemudian menghasilkan sebuah ion H+ dalam larutannya.
Sedangkan untuk asam lemah, adalah senyawa asam yang tidak mengalami
ionisasi secara sempurna dalam larutannya.

Sementara itu basa kuat merupakan senyawa basa yang mengalami ionisasi
dengan sempurna, sehingga menghasilkan ion OH- dalam larutannya.
Sedangkan untuk basa lemah adalah senyawa basa yang tidak mengalami
ionisasi dalam larutannya.

2. Teori Asam Basa Bronsted dan Lowry


Teori asam basa yang kedua merupakan teori asam basa yang muncul untuk
dapat menyempurnakan kekurangan yang ada pada teori Arrhenius. Yaitu
dengan keterbatasan pelarut, yaitu hanya senyawa air saja serta dapat
menjelaskan reaksi dari asam basa yang terjadi pada fase cair, gas, serta fase
padat pula. Ketika senyawa asam klorida atau HCl dilarutkan dalam air, maka
asam klorida tersebut larut sempurna serta menghasilkan sebuah ion baru.

Sebelum membahas teori asam basa Bronsted dan Lowry lebih lanjut, teori ini
dicetuskan pada tahun 1923 oleh J.N Bronsted yaitu seorang ahli kimia yang
berasal dari Denmark bersama dengan T.M Lowry yaitu adalah ahli kimia yang
berasal dari Inggris. Bronsted serta Lowry mendefinisikan asam menjadi sebuah
donor proton atau ion hidrogen sedangkan basa merupakan akseptor dari proton
atau ion hydrogen.

Menurut teori asam basa dari Bronsted dan Lowry, asam merupakan senyawa
yang mampu memberikan proton H+ pada senyawa lain dan disebut sebagai
donor proton. Sedangkan basa menurut teori ini merupakan senyawa yang
menjadi penerima dari proton H+ dari senyawa lainnya dan disebut pula sebagai
akseptor proton.

Seperti contoh, ketika asam klorida dilarutkan dalam air, maka asam klorida
yang larut dengan sempurna pun akan menghasilkan ion yang baru. Tetapi tentu
akan terjadi hal yang berbeda, apabila senyawa asam klorida dilarutkan pada
pelarut benzena atau C6H6. Maka, jika senyawa asam klorida dilarutkan pada
pelarut benzena, senyawa asam klorida tersebut tidak akan bereaksi dan akan
mengendap secara sempurna.

Reaksi yang terjadi ketika HCl dilarutkan dalam air pun disebabkan karena
adanya molekul air yang menarik satu proton milik HCl, sehingga HCl memiliki
peran sebagai senyawa asam serta air sebagai senyawa basa sekaligus.

Dalam teori asam basa yang dicetuskan oleh Bronsted dan Lowry, ada istilah
berupa asam basa konjugasi dimana asam konjugasi tersebut adalah senyawa
yang ada pada bagian kanan maupun reaksi yang mendapatkan tambahan dari
satu atom hidrogen dari reaktan. Sedangkan yang dimaksud dengan basa
konjugasi merupakan senyawa yang ada pada bagian kanan reaksi dan
kehilangan satu atom hidrogen dari reaktannya.
Perlu diingat, bahwa semua asam Arrhenius merupakan asam Bronsted dan
Lowry serta semua basa Bronsted Lowry mengandung OH adalah basa
Arrhenius. Tetapi, tidak seluruh basa Bronsted Lowry adalah basa dari
Arrhenius.

Berikut beberapa contoh dari reaksi asam basa dengan pelarut lain selain air
pada fase gas. Salah satu contohnya adalah reaksi yang terjadi antara HCl dan
NH3.

Pada contoh di atas dapat dilihat bahwa reaksi asam basa Bronsted Lowry ada
dua pasangan asam basa. Pasangan pertama dalam contoh tersebut adalah
pasangan antara asam dengan basa konjugasi merupakan spesi yang tersisa
ketika proton dipindahkan dari senyawa asam. Sedangkan pasangan kedua
merupakan pasangan yang terjadi antar basa dengan asam konjugasi yaitu akibat
dari tambahan proton ke senyawa basa.

Teori asam basa Bronsted Lowry menjelaskan rumus kimia dari pasangan asam
basa konjugasi dan hanya berbeda satu proton H+ saja. Reaksi di bawah HCl
merupakan asam karena telah memberikan proton serta NH3 serta merupakan
basa karena menerima proton. Sementara ion Cl- adalah basa konjugasi dari
HCl dan NH4+ adalah asam konjugat dari NH3.

Kesimpulan Teori asam basa Bronsted Lowry:


Menurut teori asam basa Bronsted Lowry, asam merupakan senyawa yang
memberikan proton pada senyawa lainnya atau dapat disebut pula sebagai donor
proton. Sedangkan basa menurut teori Bronsted Lowry merupakan senyawa
yang menjadi penerima proton serta senyawa lain dan disebut pula sebagai
akseptor proton.

Perlu diingat, bahwa H2O atau air yang memiliki sifat amfoter merupakan air
yang memiliki pula sifat asam dan basa.

Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori Arrhenius, karena teori


Arrhenius memiliki kekurangan yaitu tidak dapat berlaku untuk pelarut lain
selain air.

3. Teori Asam Basa Lewis


Teori asam basa ini pertama kali dicetuskan pada tahun 1923 oleh Gilbert
Newton Lewis yaitu seorang ahli kimia yang berasal dari UC Berkeley dengan
mengusulkan teori alternative agar lebih mudah dalam menggambarkan
senyawa asam dan basa. Teori asam basa Lewis ini memiliki pandangan bahwa
asam dan basa merupakan senyawa yang memiliki struktur serta ikatan.

Menurut pandangan Gilbert Newton Lewis, asam merupakan suatu zat yang
memiliki kecenderungan dalam menerima pasangan electron yang berasal dari
basa. Contoh dari beberapa asam Lewis adalah SO3, BF3, maupun AlF3.
Sedangkan basa menurut Newton Lewis merupakan zat yang mampu
memberikan pasangan pada electron. Dalam pandangan teori asam basa Lewis,
basa memiliki pasangan yang elektronnya bebas, contohnya adalah seperti NH3,
Cl–, maupuan ROH.

Lebih lanjut, Lewis berpandangan bahwa reaksi dari asam dan basa adalah
reaksi dari serah terima pasangan elektron. Sehingga, terbentuklah suatu ikatan
kovalen koordinasi dari reaksi serah terima terima tersebut.

Agar lebih lanjut, berikut contoh dari reaksi yang terjadi antara BF3 dan
N(CH3) 3 :

Berdasarkan teori asam basa Lewis, maka BF3 adalah asam karena BF3 mampu
menerima sepasang electron. Sementara itu, NH3 adalah senyawa basa karena
dapat menyumbangkan sepasang elektron.

Berdasarkan pandangan Lewis terhadap reaksi dari asam basa tersebut, maka
Lewis pun berpendapat bahwa asam merupakan sebuah molekul maupun ion
yang dapat menerima pasangan elektron, sedangkan basa merupakan sebuat
molekul atau ion yang mampu memberikan pasangan elektronnya.

Teori yang diusung oleh Lewis ini memiliki beberapa keunggulan, berikut
penjelasannya.
1. Teori asam basa yang diusung oleh Lewis ini mampu menjelaskan sifat asam
serta basa dalam pelarut lain maupun ketika asam basa tidak memiliki pelarut.
Sama halnya dengan teori asam basa yang diusung oleh Bronsted dan Lowry.
2. Lewis dengan teorinya mampu menjelaskan sifat asam basa molekul maupun ion
yang memiliki pasangan elektron bebas maupun yang mampu menerima
pasangan elektron bebas. Contohnya seperti pada pembentukan yang terjadi pada
senyawa kompleks.
3. Teori asam basa Lewis mampu menerangkan sifat basa yang berasal dari zat
organik contohnya seperti DNA maupun RNA yang memiliki kandungan atom
nitrogen serta memiliki pasangan elektron bebas.
Kesimpulan Teori Asam Basa Lewis
Dari penjelasan di atas mengenai teori asam basa yang diusung oleh Lewis,
maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

Menurut Gilbert Newton Lewis, asam merupakan sebuah molekul atau ion yang
dapat menerima pasangan elektron. Sedangkan basa merupakan sebuah molekul
atau ion yang mampu memberikan pasangan elektronnya. Lewis juga mampu
menjelaskan teori asam basa dengan menjelaskan sifat asam, basa dalam pelarut
baik air atau selain air serta bahkan mampu menjelaskan sifat asam dan basa
tanpa pelarut sekalipun.

Dalam teori Lewis tersebut, asam memiliki peran sebagai pasangan elektron H+
saja, melainkan senyawa asam juga dapat berperan sebagai senyawa dengan
orbital pada sebuah kulit valensi kosong contohnya seperti BF3.

Itulah ketiga teori asam basa yang dikemukakan oleh beberapa ahli kimia.
Grameds dapat memperdalam pengetahuan Grameds mengenai teori asam basa
ini dengan membaca buku yang tersedia di Gramedia.

Salah satu buku yang dapat Grameds beli dan berkaitan dengan senyawa asam
basa adalah buku berjudul “Kimia Dasar” yang ditulis oleh Rony Setianto dan
Tatiana Siska Wardani. Buku ini dapat Grameds beli di Gramedia.com ya!

Sifat Asam dan Basa


Setelah memahami teori asam basa dari para ahli, Grameds juga perlu
mengetahui sifat asam basa, agar lebih mudah dalam membedakan senyawa
asam basa tersebut. Berikut penjelasannya.

1. Sifat senyawa asam


Senyawa asam memiliki beberapa sifat sebagai berikut.

1. Cenderung memiliki rasa yang masam atau asam.


2. Memiliki sifat yang merusak atau korosif.
3. Mampu mengubah warna kertas lakmus biru menjadi berwarna merah.
4. Memiliki sifat elektrolit serta mampu menghantarkan arus listrik.
5. Asam mampu menghasilkan gas hidrogen ketika bereaksi dengan unsur maupun
senyawa logam.
6. Senyawa asam dapat menghasilkan ion H+ atau ion hidrogen apabila dilarutkan
dalam air.
2. Sifat senyawa basa
Berikut beberapa sifat senyawa basa yang dapat membedakan dari senyawa
asam.

1. Cenderung memiliki rasa yang pahit.


2. Memiliki sifat kaustik serta dapat merusak kulit.
3. Basa memiliki tekstur licin serta bersabun.
4. Senyawa basa mampu mengubah warna kertas lakmus merah menjadi warna
biru.
5. Senyawa basa memiliki sifat elektrolit atau mampu menghantarkan arus listrik.
6. Basa akan menghasilkan ion OH- atau ion hidroksil apabila dilarutkan dalam air.
Rumus dan Besaran dalam Teori Asam Basa
Perlu diketahui bahwa rumus atau besaran yang digunakan dalam teori asam
basa adalah derajat dari keasaman serta dinotasikan sebagai pH yang merupakan
konsentrasi dari ion H+ yang ada pada larutan tersebut.

Huruf p dalam notasi pH berasal dari kata potenz yang berarti pangkat,
sedangkan H dalam notasi pH untuk menyatakan atom hidrogen. Berikut
persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan nilai pH.

pH = – log [H+]

Itulah penjelasan dari teori-teori asam basa yang dicetuskan oleh beberapa ahli
terkemuka lengkap dengan contoh serta rumus untuk menentukan nilai pH.

By m.fauzil adhim

Anda mungkin juga menyukai