Gagasan bahwa asam adalah suatu jenis senyawa yang unik telah muncul sebelum
Robert Boyle mengemukakan sifat-sifat asam. Meskipun demikian, selama kurang
lebih 3 abad tidak ada kesepakatan pendapat para kimiawan mengenai definisi atau
teori serta sifat-sifat asam. Oleh karena itu, pada awal dikemukakannya tentang teori
asam hanya sebatas sebagai konsep empirik. Fakta menunjukkan bahwa spesies-
spesies senyawa tertentu yang dikenal sebagai asam ternyata memiliki sifat dan
karakteristik yang khas, sehingga pada saat itu mendorong untuk berusaha
memisahkan senyawa jenis tersebut dalam suatu golongan tersendiri. Jika tanah
berkapur dilarutkan dalam pelarut tertentu seperti cuka akan menimbulkan
gelembung-gelembung udara. Selanjutnya diamati bahwa larutan encer dari pelarut
semacam ini mempunyai rasa masam yang karakteristik. Oleh karena senyawa
tersebut bersifat masam, maka senyawa tersebut diberi nama "asam" ( = acid yang
berasal dari bahasa latin acetum yang berarti cuka.
Di samping senyawa-senyawa tersebut, saat itu telah dikenal senyawa-senyawa
karakteristik yang berbeda dengan asam. Senyawa-senyawa tersebut pertama kali
diisolasi dari abu berbagai tanaman dan oleh karena itu diberi nama alkali dari bahasa
Arab yang berarti abu tumbuh-tumbuhan. Alkali juga mempunyai sifat-sifat yang
khas antara lain dapat melarutkan belerang dan lemak, kemampuannya untuk
mempengaruhi warna dari warna beberapa jenis nabati. Serta kemampuannya dalam
menetralkan sifat asam.
Penentuan suatu zat apakah bersifat asam atau basa bergantung pada sifat-sifat
khas yang dimiliki oleh zat tersebut. Gagasan ini ditekankan oleh Robert Boyle ketika
ia mengetahui beberapa sifat asam yaitu : (i) memiliki kemampuan untuk melarutkan
sebagian besar zat, (ii) memiliki kemampuan untuk mengendapkan belerang dari
larutan alkali dan (iii) memiliki kemampuan untuk mengubah lakmus dari warna biru
Struktur tersebut masih dianggap struktur sederhana karena ternyata ion tersebut
dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air. Hal ini telah dibuktikan oleh Manfred
Eigen dan rekan-rekannya di Gottingen melalui hasil penelitannya tentang eksistensi
proton dalam air yang menunjukkan bahwa ion hidronium dalam air berada dalam
bentuk H9O4+.
H2O
(4.12)
ΔGo adalah perubahan energi bebas Gibbs yang merupakan besaran termodinamika
yang memberikan gambaran tentang spontanitas suatu reaksi. Jika K a semakin besar
maka ΔGo akan semakin negatif yang berarti bahwa reaksi akan cenderung spontan
ke arah kanan (produk). Dengan demikian urutan spontanitas reaksi antara asam-
asam halida dengan molekul air adalah sebagai berikut :
HI > HBr > HCl > HF. Urutan tersebut sekaligus memberikan gambaran tentang
urutan kekuatan asam-asam tersebut.
Kekuatan basa Brönsted dapat pula digambarkan seperti penjelasan kekuatan
asam Brönsted. Hal yang identik dengan asam, spesies basa seperti amonia juga
memiliki konstanta kesetimbangan yang disebut sebagai konstanta kebasaan (Kb).
[ NH 4 ][OH ]
NH3(aq) + H2O(l) = NH +
4 (aq) + OH -
(aq) Kb = 1,8 x 10-5 (4.13)
[ NH 3 ]
Jika suatu zat memiliki nilai Kb << 1 maka spesies basa tersebut merupakan spesies
basa yang relatif lemah menerima proton (basa lemah) dan asam konjugatnya
memiliki kelimpahan yang rendah dalam larutan. Berdasarkan data eksperimen
bahwa nilai Kb amonia adalah 1,8 x 10-5. Hal ini memberikan gambaran bahwa pada
keadaan normal, hanya dalam jumlah yang sangat kecil fraksi molekul-molekul
amonia terprotonasi di dalam air.
Oleh karena air bersifat amfiprotik, maka kesetimbangan transfer proton tetap
terjadi meskipun tanpa adanya penambahan asam atau basa. Proses transfer proton
dari molekul air yang satu ke molekul air yang lain disebut otoprotolisis (otoionisasi).
Besaran otoprotolisis dan dekomoposisi larutan pada kesetimbangan dinyatakan
dengan konstanta otoprotolisis air, Kw.
2H2O (l) = H3O+(aq) + OH- (aq) Kw = [H3O+] [OH-] (4.14)
[ H 3 O ][ S 2 ]
HS -
(aq) + H2O(l) = S 2-
(aq) + H3O +
(aq) Ka 2 = 1,1 x 10-19 (4.18)
[ HS ]
1,0
α
H3PO4
H2PO4- HPO42- PO43-
0,5
0,0
7 14 pH
Salah satu karakteristik asam-asam aquo adalah atom pusatnya berupa logam-logam
blok s dan blok d serta logam-logam blok p pada bagian kiri yang berada pada tingkat
oksidasi rendah. Asam-asam okso dicirikan dengan bilangan oksidasi atom pusatnya
yang tinggi.
pKa
Tl3+
2
Fe3+
2+ Hg2+
Sn
4 Cr3+ Th4+
Sc3+
6 Cd2+
Lu3+
8 Cu2+
Nd3+
10 Fe2+ Zn2+
Ag+
Ca2+ Mg2+
12 2+
Ba
Sr2+
Li+
14
Na+
ζ
2 4 6 8 10 12 14 16 18
Gambar. 4.2. Korelasi antara konstanta keasaman dan parameter elektrostatik ion- ion logam
aquo.
3.7. Asam-Asam Okso Sederhana
Asam-asam okso sederhana umumnya berupa asam-asam mononuklir dimana
asam-asam tersebut hanya mengandung satu atom sebagai unsur induk, seperti
H2CO3, HNO3, H3PO4, dan H2SO4. Asam-asam okso sederhana biasanya terbentuk
dari unsur elektronegatif yang berada pada bagian kanan paling atas dalam sistem
periodik dengan unsur yang berada pada keadaan oksidasi yang tinggi. Beberapa
contoh disajikan dalam Tabel 4.1.
Salah satu yang menarik dari Tabel 4.1 adalah kecenderungan terbentuknya
molekul-molekul planar beberapa unsur pada periode 2 seperti B(OH) 3, H2CO3 dan
HNO3. Hal ini disebabkan unsur-unsur pada periode 2 cenderung membentuk ikatan
Si 10 - -
HO OH
OH
OH
HO
HO Te OH 7,8 11,2 -
OH
OH
OH
B
9,1 - -
HO OH
C 3,6 - -
HO OH
O
HO
HO I OH
OH 1,6 7,0 -
OH
As
HO OH
OH 2,3 6,9 11,5
P 1,8 6,6 -
HO OH
H
Se
HO O
OH 2,6 8,0 -
p=2 pKa1 pKa2 pKa3
O
N
OH
-1,4 - -
O
S -2,0 1,9 -
O OH
OH
Cl -1,0 - -
O OH
O
p=3 pKa1 pKa2 pKa3
O -10,0 - -
Cl
O OH
O
NH2 NH2 H
H
b. Aturan Ricci
Ricci menetapkan nilai pKa asam-asam okso berdasarkan muatan formal atom pusat
dan jumlah atom oksigen nonhhidroksil dalam asam. Penetapan nilai pKa tersebut
menggunakan persamaan empirik 4.23.
pKa = 8 - 9m + 4n (4.23)
dengan m = muatan formal atom pusat dan n = atom oksigen nonhhidroksil.
Sebagai contoh penetapan pKa1 H3PO4, sesuai dengan aturan Ricci maka struktur
H3PO4 dapat dituliskan sebagai berikut :
HO
..
: ..:
HO. P O
HO
m = n =1 sehingga,
pKa = 8- 9(1) + 4(1) = 3
Nilai pKa beberapa asam-asam okso yang diperoleh melalui eksperimen disajikan
dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Nilai pKa eksperimen untuk beberapa asam-asam okso
Kelas pKa1 pKa2 pKa3 pKa4
Senyawa
m=0 (n = 0) (n = 1)
H4GeO4 8,6 12,7
H3AsO3 9,2
H6TeO5 6,2 ; 8,8 10,4
HClO 7,2
HBrO 8,7
HIO 11 -
m=1 (n = 1) (n = 2) (n = 3)
H3PO4 2,1 7,2 12,0
H3PO3 1,8 6,2
m =2 (n = 2) (n = 3) (n = 4) (n = 5)
H2SO4 1,9
H2SeO4 2,0
HIO3 0,8
H4P2O7 0,9 2,0 6,7 9,4
H4P2O6 2,2 2,8 7,3 10,0
H2SO4 0,3 2,5
hanya sekitar 1 persen CO2 terlarut yang berada dalam bentuk OC(OH)2, sehingga
konsentrasi aktual asam karbonat akan lebih kecildaripada konsentrasi CO 2 terlarut.
Jika perbedaan tersebut dimasukkan dalam perhitungan nilsi pKa, maka nilai pKa 1
H2CO3 sesungguhnya adalah adalah sekitar 3,6 sebagaimana nilai pKa1 yang
mendekati nilai pKa yang diperoleh melalui prediksi aturan Pauling.
Contoh lain dari anomali struktur tersebut adalah asam sulfite, H 2SO3 dimana
secara eksperimen nilai pKa1 = 1,8. Fakta menunjukkan bahwa studi spektroskopi
adalah lebih kecil dari 10-9. Kesetimbangan SO2 terlarut sangat kompleks dimana
untuk kesetimbangan tersebut tidak dapat dikaji dengan analisis sederhana sebab
faktanya dalam kesetimbangan tesebut juga terdapat ion-ion lain seperti HSO 3- dan
S2O52-. Hal ini perkuat dengan adanya fakta yang menunjukkan bahwa pada garam
padatan ion hydrogen sulfite terbentuk ikatan S-H.
H H p ( B) H p ( A )
(4.28)
Mengingat A p H p (4.29)
3.10. Entalpi Transfer Proton pada Molekul Air dalam Fasa Gas
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian 3.8 bahwa persamaan (4.30)
dapat digunakan untuk menentukan apakah dalam suatu raksi asam-basa terjadi
transfer proton atau tidak. Dalam kaitannya dengan transfer proton pada molekul air
dalam fasa gas, maka persamaan (4.30) dapat dituliskan secara umum menjadi :
∆Hø = Ap(A-) - Ap(H2O).
Berdasarkan data eksperimen pada Tabel 4.4, maka hanya asam-asam dengan
basa konjugat yang memiliki nilai afinitas proton lebih kecil dari molekul air yang
dapat mengalami transfer proton (entalpi transfer proton ke molekul air bersifat
eksotermis).
Molekul air dapat juga bertindak sebagai asam apabila direaksikan dengan basa
yang relatif lebih kuat daripada molekul air.
H2O(g) + B(g) → BH+(g) + OH-(g)
∆Hø = ∆Høp (B) - ∆Høp (OH-)
∆Hø = Ap(OH-) - Ap(B) (4.39)
Akan tetapi, karena nilai Ap(OH-) sangat besar maka transfer proton hanya akan
terjadi jika molekul air direaksikan dengan basa yang memiliki afinitas proton yang
lebih besar dari afinitas proton OH- seperti CH3-.
Seperti yang tertera pada Tabel 4.4, terlihat bahwa nilai afinitas proton I- dalam fasa
cair lebih kecil daripada nilai afinitas proton I- dalam fasa gas. Hal ini disesebkan ion
I- dalam fasa cair distabilisasi oleh hidrasi. Nilai afinitas proton I- dalam fasa cair,
juga lebih kecil daripada nilai afinitas proton air sehingga transfer proton dalam air
akan berlangsung secara eksotermis. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa HI
merupakan asam kuat dalam medium air. Semua basa konjugat halida kecuali F -
memiliki afinitas proton yang lebih kecil dari afinitas proton air. Oleh karena itu,
semua asam-asam halida kecuali HF bersifat sebagai asam-asam kuat dalam air.
Kontribusi terbesar dari transfer proton antara asam-asam tersebut dalam medium air
adalah solvasi.
Solvasi ion-ion dalam fasa gas selalu bersifat kesotermis. Entalpi solvasi ∆H øS
(∆HøH, entalpi hidrasi jika pelarutnya berupa air) bergantung pada: (i) jari-jari ion, (ii)
permitifitas relatif (konstanta dielektrik) pelarut dan (iii) kemungkinan terbentuknya
ikatan kimia karakteristik terutama ikatan hidrogen antara ion dan pelarut. Sekarang
akan ditinjau bagaimana pengaruh solvasi yang dijelaskan melalui pendekatan teori
elektrostatik yang berpijak pada asumsi bahwa pelarut adalah suatu medium
dielektrik kontinyu.
Energi bebas Gibbs solvasi ion-ion dalam pelarut dapat diestimasi dengan
menggunakan persamaan Born :
N z 2 e2 1
G 1 (4.40)
8 o r r
Secara kuantitatif, variabel yang mengendalikan ∆Gø pada persamaan (4.40) adalah :
muatan ion z, jari-jari ion r, dan permitifitas relatif pelarut ε r sedangkan εo merupakan
N e2 1
G x x 1
8 o r
(4.41)
Persamaan tersebut menekankan bahwa ∆Gø bergantung pada sifat-sifat-sifat ion dan
sifat-sifat pelarut. Dari persamaan (4.41) terlihat bahwa ∆G ø berbanding lurus dengan
parameter elektrostatik ζ . Oleh karena itu, ion-ion yang berukuran kecil dan
bermuatan tinggi akan memiliki stabilitas yang sangat kuat dalam pelarut polar. Dari
persamaan (4.41) juga terlihat bahwa makin besar nilai permitifitas relatif suatu
pelarut maka semakin negatif nilai ∆Gø. Ini penting untuk membandingkan solvasi
ion-ion dalam pelarut air (εr ≈ 80) dan solvasi ion-ion dalam pelarut non polar
(εr ≈ 2).
Beberapa asam Brönsted yang menyediakan proton juga dapat bersifat sebagai asam
Lewis. Semua basa Brönsted adalah basa Lewis, karena suatu zat yang dapat
menerima proton juga dapat memberikan pasangan electron misalnya molekul NH3.
Secara umum ada 5 bentuk asam-basa Lewis yaitu :
1) Kation logam dapat mengikat sepasang elektron yang diberikan oleh suatu
spesies basa dalam pembentukan senyawa koordinasi. Sebagai contoh hidrasi
ion Co2+, pada hidrasi tersebut molekul air sebagai basa Lewis memberikan
pasangan elektron bebasnya pada kation Co2+ sebagai asam Lewis dan
membentuk suatu senyawa kompleks [Co(OH2)6]2+. Contoh lain, pembentukan
Ag+
CH3
H3C H
H
B + :N H3C B N H
H
CH3 H3C H
H3C H
3) Molekul atau ion yang memenuhi kaidah octet dan mampu menata kembali
electron valensinya yang selanjutnya dapat menerima tambahan pasangan
electron untuk pembentukan ikatan. Sebagai contoh CO2 yang bertindak sebagai
asam Lewis dapat menerima sepasang electron dari basa Lewis OH - untuk
membentuk HCO3-.
:O: : O: ]-
.. ..
C +
.. H
:O -
C OH
..
:O: : O:
..
NC CN
B + :N CH3 X N CH3
B
X X CH3
X CH3
Boron trifluorida berbentuk gas tetapi ia dapat larut dalam dietil eter menghasilkan
suatu larutan boron trifluorida.
Cl
Cl Cl
Al Al
Cl
Cl Cl
Asam fluorida bersifat sangat korosif terhadap gelas (SiO2) karena dengan bantuan
proton, ion F- sebagai asam Lewis dapat mengganti O 2-dari SiO2. Urutan keasaman
silicon tetrahalida cenderung mengikuti : SiI4 < SiBr4 < SiCl4 < SiF4. Hal ini terkait
dengan urutan kekuatan atom-atom halogen dalam menarik elektron (electron-
withdrawing) dimana atom F merupakan gugus penarik electron terkuat diantara
halogen lainnya.
Timah (II) klorida dapat bertindak sebagai asam dan juga basa Lewis . Sebagai
asam Lewis, SnCl2 dapat menerima pasangan electron dari ion Cl- membentuk
kompleks [SnCl3]-.
.. ]-
Sn
Cl
Cl
Cl
Oleh kerena kompleks tersebut memiliki sepasang elektron bebas, maka kompleks
tersebut dapat bertindak sebagai asam Lewis yang dapat membentuk ikatan logam
dengan logam, sperti dalam kompleks (CO)5Mn-SnCl3
Cl
Cl
Cl
Sn
OC CO
Mn
OC CO
CO
F F
Asam yang sangat kuat ini lazim disebut sebagai asam super misalnya H 2F+ seperti
yang dihasilkan pada reaksi di atas.
Sulfur dioksida dapat bertindak sebagai asam Lewis dan juga sebagai basa
Lewis. Sulfur dioksida sebagai asam dapat dilihat pada contoh reaksi berikut :
.. ..
O: R :O : R
..
S: + :N R N
S R
:O :
.. R
R :O :
..
Sebagai basa Lewis, molekul SO2 memberikan pasangan electron bebas pada atom S
atau O. Jika SO2 direaksikan dengan asam SbF5, maka atom yang berperan sebagai
donor pasangan electron dalam molekul SO2 adalah atom O, dan jika SO2 direaksikan
dengan asam Ru (II), maka atom yang berperan sebagai donor pasangan electron
dalam molekul SO2 adalah atom S.
Molekul SO3 adalah merupakan asam Lewis kuat dan atom O dalam molekul
tersebut merupakan donor pasangan electron yang relatif lemah. Keasamannya dapat
digambarkan sebagai berikut :
A + :B A B
Oleh karena itu, secara termodinamika kekuatan asam A dapat dinyatakan dalam
bentuk konstanta kesetimbangan atau energi bebas Gibbs reaksi pembentukan reaksi :
[ AB ]
Kf G RT ln K f
[ A][: B ]
Phi
Energi
Phi
N H H
F N
distorsi
F B B
F
F F B ..
F
CH3 N
Jika trimetilboron direaksikan dengan meta-metil piridin maka reaksi akan lebih
eksotermis yakni terjadi peningkatan nilai ΔH sebesar 3 kJ/mol (ΔH = -74 kJ/mol).
Kehadiran gugus metil pada posisi meta akan meningkatkan efektifitas atom donor N
dalam molekul piridin dalam memberikan pasangan elektron terhadap atom akseptor
B dalam molekul trimetilboron.
CH3
CH3 N
CH3 ΔH = -74 kJ/mol
H3C B + B
H3C CH3
CH3 ..
N CH3
Akan tetapi jika gugus metil berada pada posisi orto maka reaksi akan kurang
eksotermis yakni terjadi penurunan nilai ΔH secara dramatik sebesar 29 kJ/mol (ΔH =
-42 kJ/mol).
Hal ini disebakan oleh efek sterik tinggi antara gugus metil pada trimetilboron dan
gugus metil pada piridin yang menempati posisi orto sehingga akan mendestabilisasi
kompleks (CH3)3B-NH3. Dengan demikian maka urutan kekuatan basa piridin dan
turunannya terhadap trimetilboron adalah : m-metil-piridin > o-metil-piridin ≈ piridin.
Perubahan entalpi tersebut di atas pada dasarnya merupakan gambaran kuantitatif
kekuatan basa piridin dan turunannya terhadap trimetilboron. Perubahan entalpi
secara tidak langsung dapat dikaitkan dengan konstanta pembentukan basa K f dimana
dalam reaksi asam-basa dapat diasumsikan bahwa ΔH ≈ ΔG sehingga diperoleh
hubungan ΔH ≈ -RT ln Kf.
Berbeda dengan kekuatan basa piridin terhadap trimetilboron, kekuatan basa
piridin dan turunannya terhadap proton akan cenderung mengikuti urutan : m-metil-
piridin ≈ o-metil-piridin > piridin. Hal ini disebabkan karena interaksinya dengan
proton tidak memberikan efek sterik. Pola reaksi antara proton dan basa Lewis dapat
digunakan untuk mengukur kekuatan sederetan basa dimana proton tersebut
digunakan sebagai standar.
lunak
log K
Hg2+
10
keras
Sc3+ Pd2+
3+
Al
5
Cd2+
In3+
Cu2+
Pb2+
0
Zn2+
Dasar-dasar Reaksi Anorganik 127
F- Cl- Br- I-
Gambar 4.4. kurva kecenderungan konstanta stabilitas kompleks beberapa kation
logam dengan anion-anion halida.
Basa lunak
H , R , C2H4, C6H6, CN , RNC, CO, SCN-, R3P, (RO)3P, R3As, R2S, RSH,
- - -
RS-, S2O32-.
Sebaliknya, basa keras ion OH- dapat menukar basa lunak ion SO32- dari asam lunak
kation CH3Hg+ seperti reaksi berikut :
CH3HgSO3- + OH- CH3HgOH + SO32- Keq = 10
Dalam hal ini, kekuatan basa SO32- > F- (pada reaksi pertama) dan OH- > SO32- (pada
reaksi kedua). Jika reaksinya cukup kompetitif, maka kekuatan dan kekerasan-
kelunakan suatu zat harus ditinjau berdasarkan aturan asam-basa keras-lunak :
CH3HgF + HSO3- CH3HgSO3- + HF Keq = 103
lunak-keras keras -lunak lunak-lunak keras -keras
OH OH OH O OH
Al Al Al + H2O
Al Al Al
Proses tersebut akan menghasilkan ion Al3+ pada permukaan padatan yang bertindak
sebagai asam Lewis dan juga ion O2- tak terprotonasi yang bertindak sebagai basa
Lewis. Umumnya pasangan asam-basa tersebut selalu terbentuk bersama-sama tetapi
dalam permukaan katalisis, situs asam Lewis adalah lebih penting dibanding situs
basa Lewis.
Sebaliknya, aluminasilika dapat berperan sebagai asam Brønsted yang kuat.
Pembentukan permukaan dapat dipikirkan sebagai kondensasi unit Si(OH) 4 dengan
(H2O)Al(OH)3 :
OH OH2 OH
Si Al + H2O
Si Al
Karakter dan kekuatan asam-asam permukaan dapat dikaji dengan cara yang serupa
dititirasi dengan larutan basa. Disamping itu, untuk mengkaji reaktifitas situs
permukaan suatu zat dapat menggunakan spektrofotometer inframerah. Sebagai
OC2H5 OH
H2C CH2 +
Permukaan Silika
Permukaan silika adalah merupakan suatu asam Brønsted karena zat tersebut
mengandung gugus –OH. Reaksi yang terjadi pada permukaan situs asam Brønsted
suatu silika gel dapat digunakan untuk pembuatan lapis tipis dengan berbagai jenis
gugus organik menggunakan reaksi modifikasi permukaan sebagai berikut :
Oleh karena itu, permukan silica gel dapat dimodifikasi menjadi suatu bahan
yang memiliki afinitas spesifik untuk mengikat molekul tertentu. Pengembangan
lebih luas tentang modifikasi bahan tersebut adalah modifikasi fasa stasioner yang
digunakan secara luas dalam dunia kromatografi.