Anda di halaman 1dari 51

1. Sejarah Lahirnya Konsep Asam-Basa.

Gagasan bahwa asam adalah suatu jenis senyawa yang unik telah muncul sebelum
Robert Boyle mengemukakan sifat-sifat asam. Meskipun demikian, selama kurang
lebih 3 abad tidak ada kesepakatan pendapat para kimiawan mengenai definisi atau
teori serta sifat-sifat asam. Oleh karena itu, pada awal dikemukakannya tentang teori
asam hanya sebatas sebagai konsep empirik. Fakta menunjukkan bahwa spesies-
spesies senyawa tertentu yang dikenal sebagai asam ternyata memiliki sifat dan
karakteristik yang khas, sehingga pada saat itu mendorong untuk berusaha
memisahkan senyawa jenis tersebut dalam suatu golongan tersendiri. Jika tanah
berkapur dilarutkan dalam pelarut tertentu seperti cuka akan menimbulkan
gelembung-gelembung udara. Selanjutnya diamati bahwa larutan encer dari pelarut
semacam ini mempunyai rasa masam yang karakteristik. Oleh karena senyawa
tersebut bersifat masam, maka senyawa tersebut diberi nama "asam" ( = acid yang
berasal dari bahasa latin acetum yang berarti cuka.
Di samping senyawa-senyawa tersebut, saat itu telah dikenal senyawa-senyawa
karakteristik yang berbeda dengan asam. Senyawa-senyawa tersebut pertama kali
diisolasi dari abu berbagai tanaman dan oleh karena itu diberi nama alkali dari bahasa
Arab yang berarti abu tumbuh-tumbuhan. Alkali juga mempunyai sifat-sifat yang
khas antara lain dapat melarutkan belerang dan lemak, kemampuannya untuk
mempengaruhi warna dari warna beberapa jenis nabati. Serta kemampuannya dalam
menetralkan sifat asam.
Penentuan suatu zat apakah bersifat asam atau basa bergantung pada sifat-sifat
khas yang dimiliki oleh zat tersebut. Gagasan ini ditekankan oleh Robert Boyle ketika
ia mengetahui beberapa sifat asam yaitu : (i) memiliki kemampuan untuk melarutkan
sebagian besar zat, (ii) memiliki kemampuan untuk mengendapkan belerang dari
larutan alkali dan (iii) memiliki kemampuan untuk mengubah lakmus dari warna biru

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 83


menjadi merah. Sejalan dengan itu, pada tahun 1744 Rouelle memperluas konsep
mengenai alkali dengan jalan memasukkan kelas senyawa tersebut sebagai senyawa
basa. Menurut Rouelle, garam berasal dari gabungan asam dan basa sehingga dengan
demikian basa dapat didefinisikan sebagai spesies yang dapat bereaksi dengan asam
membentuk garam. Menurut Rouelle, kelompok senyawa yang dikenal sebagai basa
adalah alkali, alkali tanah, logam dan beberapa minyak.
Penyimpangan pertama dari definisi eksperimental mengenai asam, muncul dari
hasil studi Lavoisier tentang oksidasi. Lavoisier mengamati bahwa umumnya diantara
asam-asam tersebut berasal dari penggabungan oksigen dengan unsur-unsur
nonlogam, sehingga ia menyimpulkan bahwa sifat-sifat khas dari asam disebabkan
oleh adanya oksigen. Jatuhnya teori Lavoisier bermula dari munculnya studi tentang
asam muriatat (HCl). Jika ditinjau dari semua kriteria eksperimental, senyawa
tersebut tidak dapat disangkal lagi adalah asam. Menurut lavoisier, senyawa asam
harus mengandung oksigen. Pada waktu itu asam dipikirkan sebagai oksida dari
unsur-unsur nonlogam dan senyawaH2SO4 dianggap sebagai gabungan asam dan air
kristal. Asam muriatat saat itu ditulis sebagai XO,HO dimana XO adalah asam
anhidrat dan HO adalah air kristal. Penulisan struktur asam muriatat seperti ini,
kelihatannya didukung oleh studi reaksinetralisasi. Reaksi asam sulfat dengan kapur
saat itu dituliskan sebagai berikut :
CaO + SO3.HO → CaO, SO3 + HO
Hal yang serupa untuk reaksi asam muriatat :
NaO + XO,HO → NaO, XO + HO
Kedua reaksi di atas menghasilkan garam dan air.jadi terlihat bahwa kedua asam
tersebut mirip karena mengandung air kristal.
Sir Humphrey Davy berusaha melakukan eksperimen untuk membuktikan bahwa
asam muriatat mengandung oksigen sebagaimana yang diisyaratkan Lavoisier, tetapi
eksperimen tersebut selalu menemui kegagalan. Akhirnya Davy menyimpulkan
bahwa tidak ada unsur oksigen dalam asam muriatat, tetapi asam tersebut
mengandung gas asam muriatat yang ditemukan oleh Scheele. Davy berpendapat

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 84


bahwa gas tersebut berupa unsur yang kemudian ia namakan agas klorin. Tidak lama
setelah ia menunjukkan bahwa asam muriatat tidak mengandung oksigen, Davy
menyarankan bahwa sebaiknya keasaman tidak dikaitkan dengan unsur apa saja,
tetapi lebih banyak dikaitkan dengan sifat khas dari berbagai zat. Pada tahun 1816 ia
akhirnya mengemukakan pendapat bahwa hidrogen terdapat pada semua spesies
asam. Pendapat ini masih tetap dibantah oleh para kimiawan khususnya Gay-Lussac
yang tetap meyakini bahwa asam muriatat mengandung unsur oksigen sampai
akhirnya ia sendiri menemukan bahwa oksigen juga tidak dijumpai dalam HI dan
HCN. Untuk tetap mempertahankan eksistensi teori oksigen Lavoisier maka Gay-
Lussac menyarankan bahwa asam yang tidak mengandung oksigen dianggap sebagai
suatu kelas senyawa baru yang disebut hidrasida. Pandangan ini tidak bertahan lama
dan ditumbangkan oleh Liebig yang menyatakan bahwa : adalah lebih sederhana
untuk memandang asam sebagai senyawa yang mengandung atom hidrogen yang
dapat diganti oleh logam. Pandangan ini mempersatukan semua senyawa yang
diklasifikasikan dalam satu kelompok yang sama yakni asam.
Dalam buku ini akan dikemukakan 3 definisi asam-basa yang umum yaitu :
konsep asam-basa menurut Arrhenius, Brönsted-Lowry dan Lewis.

2. Konsep Asam-Basa Arrhenius.


Sebelum adanya teori Arrhenius mengenai disosiasi elektrolitik yang
dikembangkan antara tahun 1880 sampai 1890, asam diklasifikasikan berdasarkan
sifatnya yang teramati atau berdasarkan adanya suatu spesies pengasaman seperti
hydrogen. Penyelidikan mengenai spesies pengasaman adalah penyelidikan untuk
mencari sumber penyebab timbulnya sifat-sifat khusus dari golongan senyawa yang
disebut sebagai asam.jadi pada akhirnya asam dapat dikenali melalui sifat-sifatnya.
Hal ini akan lebih mudah dipahami jika kita mengingat kembali bahwa teori oksigen
Lavoisier tidak dapat diterima karena terori tersebut gagal dalam memberikan
kesesuaian yang lengkap dengan data percobaan. Teori hydrogen Davy dapat diterima
karena semua zat yang atas dasar sifat-sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai asam

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 85


ternyata juga mengandung atom hydrogen yang dapat diganti. Perkembangan
selanjutnya tentang teori asam-basa muncul ketika Arrhenius mengemukakan suatu
gagasan konsep asam-basa yang spektakuler saat itu. Menurut Arrhenius asam adalah
suatu zat yang jika dilarutkan dalam air akan melepaskan proton (ion H +) sedangkan
basa suatu zat yang jika dilarutkan dalam air akan melepaskan ion hidroksil
(ion OH-).
Contoh : HCl(aq) → H+(aq) + Cl-(aq) (4.1)
Asam

NaOH(aq) → Na+(aq) + OH-(aq) (4.2)


Basa

3. Konsep Asam-Basa Brönsted-Lowry


Jika Arrhenius menerangkan konsep asam-basa dalam suatu larutan, maka
Brönsted dan Lowry menerangkan konsep asam-basa berdasarkan mekanisme reaksi
transfer proton. Klimaks dari konsep hidrogen terjadi pada 1923, ketika Brönsted di
Denmark dan Lowry di Inggris secara terpisah menyarankan bahwa asam adalah
suatu zat yang memiliki kecenderungan untuk memberikan proton (donor proton),
sedangkan basa adalah suatu zat yang memiliki kecenderungan untuk menerima
proton (akseptor proton). Sebagai contoh : HF dalam medium air adalah asam
Brönsted-Lowry seperti contoh berikut :
HF(aq) + H2O (l) → H3O+(aq) + F- (aq) (4.3)
HF adalah asam karena memberikan proton pada H 2O menjadi ion hidronium atau
H3O+.
Amonia atau NH3 dalam medium air adalah basa Brönsted-Lowry karena zat
tersebut menerima proton dari air membentuk ion amonium atau NH 4+ seperti contoh
berikut :
NH3(aq) + H2O (l) → NH4+(aq) + OH- (aq) (4.4)

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 86


3.1. Kesetimbangan Transfer Proton dalam Air
Proses transfer proton antara asam dan basa, baik reaksi yang ke arah kanan
maupun reaksi yang ke arah kiri berlangsung sangat cepat sehingga kesetimbangan
dinamik untuk kedua contoh reaksi di atas dapat dituliskan sebagai berikut :
HF(aq) + H2O (l) = H3O+(aq) + F- (aq)
(4.5)
NH3(aq) + H2O (l) = NH4+(aq) + OH- (aq) (4.6)
Arah reaksi kedua contoh di atas bergantung pada transfer proton dari asam ke basa,
sehingga reaksi kesetimbangan asam-basa Brönsted-Lowry secara umum dapat
dituliskan sebagai berikut :
Asam1 + Basa2 = Asam2 + Basa1 (4.7)

3.1.1. Ion Hidronium


Jika spesies asam memberikan proton ke molekul air maka dalam reaksi tersebut
akan terbentuk ion hidronium, H3O+. Protonasi molekul-molekul pelarut umumnya
bersifat eksotermis dan di dalam larutan tidak ditemukan ion-ion hidrogen bebas.
Struktur ion hidronium yang diperoleh dari strktur kristal H3O+ClO4- terbukti bahwa
ion tersebut berbentuk kation.
1,01 ]+
H O
H
100-120O

Struktur tersebut masih dianggap struktur sederhana karena ternyata ion tersebut
dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air. Hal ini telah dibuktikan oleh Manfred
Eigen dan rekan-rekannya di Gottingen melalui hasil penelitannya tentang eksistensi
proton dalam air yang menunjukkan bahwa ion hidronium dalam air berada dalam
bentuk H9O4+.

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 87


]+
O
H 116O 105O
H
H2O
2,5 2,59 OH2
) H
2,59

H2O

3.1.2. Mobilitas Ion Hidrogen dalam Air


Perlu diingat bahwa eksistensi proton di dalam larutan sesungguhnya tidak fiks
sebagai satu bentukan ion H9O4+. Berdasarkan struktur di atas, proton dapat berpindah
dengan sangat cepat dari molekul H2O yang satu ke molekul H2O yang lain. Hal ini
diperkuat dengan hasil eksperimen tentang mobilitas proton di dalam air melalui
pengamatan terhadap daya hantar listriknya. Apabila eksistensi proton dalam air
benar-benar berada dalam bentuk ion H9O4+ maka mestinya mobilitasnya rendah
sehingga akan mengakibatkan daya hantar listriknya rendah, akan tetapi faktanya
tidak demikian. Fakta menunjukkan bahwa daya hantar listrik ion H + sangat tinggi
bahkan jauh lebih tinggi daripada ion Cs+. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan
mekanisme Grotthus sebagai berikut: di dalam air terjadi migrasi proton dimana
perpindahan tersebut bersifat semu. Proton seolah-olah melompat dari atom O yang
satu ke atom O yang lain melalui jembatan hidrogen sehingga molekul air yang
menerima proton akan membentuk kation hidronium. Dengan cara yang sama, proton
yang terikat pada ion hidronium tersebut akan berpindah ke molekul air yang lain.
Mekanisme migrasi proton tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :.
+
O H
H O
O H H +
O
H H
H H
H
H

Hasil pengamatan Eigen menunjukkan bahwa proton yang membentuk ikatan


hydrogen tersebut mempunyai waktu paruh 1 sampai 4 ps (1 piko detik = 10 -12 detik).

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 88


Disamping itu diperkuat pula dengan data konstanta laju reaksi transfer proton pada
beberapa contoh reaksi seperti Tabel 4.1
Tabel 4.1. Konstanta laju reaksi transfer proton pada suhu kamar.
Reaksi kkanan (M-1s-1) kkiri (M-1s-1)
H2O + H2O 1,4 x 1011 2,5 x 10-5
H3O+ + OH-
+ +
H3O+ + SO42- HSO42- + H2O 1,0 x 1011 7 x 107
+
H3O+ + NH3 NH4+ + H2O 4,3 x 1010 8,4 x 105
+ 3,4 x 1010 6 x 105
OH- + NH4+ H2O+ + NH3

3.2. Asam-Basa Konjugat.


Pada hakekatnya reaksi asam-basa Brönsted merupakan reaksi asam dan basa yang
akan menghasilkan asam dan basa. Spesies Basa1 disebut sebagai basa konjugat dari
spesies Asam1 dan Spesies Asam2 disebut sebagai asam konjugat dari spesies Basa2.
Basa konjugat dari suatu asam adalah spesies yang kehilangan sebuah proton
sedangkan asam konjugat dari suatu basa adalah spesies yang ketambahan sebuah
proton. Oleh karena itu, F- merupakan basa konjugat dari asam HF, sedangkan H3O+
merupakan asam konjugat dari basa H2O. Tidak ada perbedaan yang prinsip antara
asam dan asam konjugat atau basa dan basa konjugat.

3.3. Kekuatan Asam-Basa Brönsted


Secara kualitatif kekuatan asam atau basa Brönsted, bergantung pada
kemampuan suatu zat tersebut untuk memberikan atau menerima protonnya terhadap
zat lain. Makin mudah suatu zat memberikan protonnya terhadap zat lain maka
semakin kuat sifat asamnya dan semakin mudah suatu zat untuk menerima proton
dari zat lain lain maka sifat basanya semakin kuat.
Salah satu faktor yang mengendalikan mudah atau sukarnya suatu zat untuk
memberikan protonya terhadap zat lain adalah kekuatan ikatan. Umumnya semakin
kuat ikatannya maka akan semakin sukar zat tersebut untuk melepaskan protonnya.

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 89


Sebagai contoh urutan kekuatan asam-asam halida adalah HI > HBr > HCl > HF. Hal
ini dapat dijelaskan dari aspek kekuatan ikatan baik dari aspek kekuatan ikatan ion,
ikatan kovalen dan ikatan koordinasi, dimana kekuatan asam-asam halida tersebut
adalah HI < HBr < HCl < HF. Dari keempat asam halida tersebut maka secara nyata
HI merupakan asam halida yang paling mudah mentransfer protonnya ke zat yang
lain karena ikatannya paling lemah dibanding tiga asam halida lainnya. Oleh karena
itu secara kualitatif HI merupakan asam kuat dalam golongan asam halida.
Jika di atas telah diuraikan secara singkat tinjauan kekuatan asam secara kualitatif
maka berikut akan diuaraikan kekuatan asam secara kuantitatif. Kekuatan asam,
secara kuantitatif diukur dari nilai konstanta keasaman (Ka) suatau zat. Makin besar
nilai Ka-nya maka semakin kuat sifat asamnya. Jadi nilai K a merupakan ukuran
tendensi suatu zat untuk mentransfer protonnya ke zat lain. Perhatikan reaksi antara
asam-asam halida berikut dengan molekul air.

HF(aq) + H2O (l) = H3O +


+F -
, maka K a 
 H O  F 
3
 
= 3,5 x 10-4 (4.8)
(aq) (aq)
 HF 

HCl(aq) + H2O(l) = H3O+(aq) + Cl- (aq), maka K a 


 H O Cl 
3
 
= 1 x 107 (4.9)
 HCl 

HBr(aq) + H2O(l) = H3O+(aq) + Br- (aq), maka K a 


 H O  Br 
3
 
= 1 x 108 (4.10)
 HBr 

HI(aq) + H2O(l) = H3O+


+I -
, maka K a 
H O I 
3  
= 1 x 1011 (4.11)
(aq) (aq)
 HI 
Dari keempat nilai Ka asam-asam halida tersebut terlihat bahwa HF memiliki nilai Ka
yang jauh lebih kecil (Ka <<1) dari asam-asam halida yang lain. Jika suatu zat
memiliki nilai Ka <<1 maka zat tersebut merupakan zat yang relatif lemah dalam
memberikan proton ke zat lain. Nilai Ka HF yang relatif kecil, 3,5 x 10-4
menunjukkan bahwa dalam keadaan normal, hanya dalam jumlah yang sangat kecil
fraksi molekul-molekul HF terprotonasi di dalam air. Apabila dihubungkan dengan
arah reaksi, maka reaksi antara HF dengan molekul air cenderung bergeser kearah kiri

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 90


(reaktan) atau kurang spontan ke kanan (produk). Hubungan antara K a dengan arah
reaksi dapat dilihat pada persamaan (4.12) :
G o   RT ln K a

(4.12)
ΔGo adalah perubahan energi bebas Gibbs yang merupakan besaran termodinamika
yang memberikan gambaran tentang spontanitas suatu reaksi. Jika K a semakin besar
maka ΔGo akan semakin negatif yang berarti bahwa reaksi akan cenderung spontan
ke arah kanan (produk). Dengan demikian urutan spontanitas reaksi antara asam-
asam halida dengan molekul air adalah sebagai berikut :
HI > HBr > HCl > HF. Urutan tersebut sekaligus memberikan gambaran tentang
urutan kekuatan asam-asam tersebut.
Kekuatan basa Brönsted dapat pula digambarkan seperti penjelasan kekuatan
asam Brönsted. Hal yang identik dengan asam, spesies basa seperti amonia juga
memiliki konstanta kesetimbangan yang disebut sebagai konstanta kebasaan (Kb).

[ NH 4 ][OH  ]
NH3(aq) + H2O(l) = NH +
4 (aq) + OH -
(aq) Kb  = 1,8 x 10-5 (4.13)
[ NH 3 ]
Jika suatu zat memiliki nilai Kb << 1 maka spesies basa tersebut merupakan spesies
basa yang relatif lemah menerima proton (basa lemah) dan asam konjugatnya
memiliki kelimpahan yang rendah dalam larutan. Berdasarkan data eksperimen
bahwa nilai Kb amonia adalah 1,8 x 10-5. Hal ini memberikan gambaran bahwa pada
keadaan normal, hanya dalam jumlah yang sangat kecil fraksi molekul-molekul
amonia terprotonasi di dalam air.
Oleh karena air bersifat amfiprotik, maka kesetimbangan transfer proton tetap
terjadi meskipun tanpa adanya penambahan asam atau basa. Proses transfer proton
dari molekul air yang satu ke molekul air yang lain disebut otoprotolisis (otoionisasi).
Besaran otoprotolisis dan dekomoposisi larutan pada kesetimbangan dinyatakan
dengan konstanta otoprotolisis air, Kw.
2H2O (l) = H3O+(aq) + OH- (aq) Kw = [H3O+] [OH-] (4.14)

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 91


Nilai Kw pada suhu 25 oC adalah 1,00 x 10-14 , hal ini menunjukkan bahwa pada suhu
kamar hanya dalam jumlah yang sangat kecil fraksi molekul-molekul air berada
sebagai ion hidronium dan hidroksil dalam air murni.
Salah satu peran penting dari nilai konstanta otoprotolisis suatu pelarut adalah kita
dapat meninjau kekuatan basa dari aspek kekuatan asam konjugatnya. Oleh karena
itu, nilai Kb dari kesetimbangan pada persamaan (4.13) dapat dihubungkan dengan
nilai Ka dari kesetimbangan reaksi berikut :
[ H 3 O  ][ NH 3 ]
NH +
4 (aq) + H2O (l) = H3O +
(aq) + NH3(aq) K a   (4.15)
[ NH 4 ]
Sehingga dengan menggabungkan persamaan (4.13), (4.14) dan (4.15) dapat
diperoleh hubungan persamaan sebagai berikut :
Kw = Ka.Kb (4.16)
Implikasi dari persamaan (4.16) adalah bahwa makin besar nilai Kb suatu spesies basa
maka nilai Ka asam konjugatnya akan semakin kecil. Disamping itu, persamaan
tersebut dapat pula digunakan untuk mengestimasi nilai Ka NH4+ (asam konjugat dari
NH3). Oleh karena itu, secara umum basa kuat akan menghasilkan asam konjugat
lemah, sebaliknya basa lemah akan menghasilkan asam konjugat kuat. Demikian pula
dengan asam, suatu spesies asam kuat akan menghasilkan basa konjugat lemah,
sebaliknya asam lemah akan menghasilkan basa konjugat kuat.

3.4. Asam Poliprotik


Asam poliprotik merupakan asam yang dapat memberikan protonnya lebih dari
satu. Sebagai contoh, hidrogen sulfida , H2S merupakan asam diprotik. Jika asam
tersebut direaksikan dengan air maka akan terjadi 2 tahapan transfer proton secara
beruntun pada molekul air dan praktis akan terbentuk 2 konstanta kesetimbangan.
[ H 3 O  ][ HS  ]
H2S(aq) + H2O(l) = HS-(aq) + H3O+(aq) Ka1  = 9,1 x 10-8 (4.17)
[H 2 S ]

[ H 3 O  ][ S 2  ]
HS -
(aq) + H2O(l) = S 2-
(aq) + H3O +
(aq) Ka 2  = 1,1 x 10-19 (4.18)
[ HS  ]

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 92


Dari kedua persamaan di atas terlihat bahwa nilai Ka1 lebih lebih besar dari Ka2. Hal
ini dapat dijelaskan dari sudut pandang kekuatan ikatan ionik. Kekuatan ikatan ionik
sepenuhnya ditentukan oleh interaksi elektrostatik berupa gaya coulomb antara kation
dan anion. Interaksi elektrostatik dalam ikatan ikatan bergantung pada 2 faktor yaitu:
ukuran ion dan muatan ion. Dari kedua persamaan di atas terlihat bahwa muatan
anion pada persamaan reaksi (4.18) lebih tinggi daripada muatan anion pada reaksi
(4.17) atau muatan S2- lebih tinggi daripada HS-, sehingga reaksi (4.18) cenderung
bergeser ke arah reaktan (kiri). Akibatnya Ka2 akan lebih kecil daripada Ka1. Secara
sederhana dapat pula ditinjau dari aspek reaktanya dimana pada reaksi (4.17), muatan
reaktan H2S adalah netral sementara reaktan pada reaksi (4.18) HS - bermuatan
negatif. Melepaskan proton dari zat netral relatif lebih mudah daripada melepaskan
proton dari zat bermuatan sehingga reaksi (4.18) kurang menyukai deprotonasi.
Akibatnya Ka2 akan cenderung lebih kecil daripada Ka1.
Gambaran yang lebih jelas tentang konsentrasi zat-zat yang terbentuk dalam
kesetimbangan reaksi transfer proton asam poliprotik dapat dipelajari melalui
diagram distribusi. Pada diagram tersebut fraksi zat X, α diplot melawan pH. Sebagai
contoh, asam triprotik H3PO4 melepaskan 3 buah proton secara beruntun
menghasilkan H2PO4-, HPO42- dan PO43-. Fraksi tiap-tiap spesies tersebut merupakan
fungsi pH yang disajikan dalam diagram distribusi pada Gambar 4.1

[ H 2 PO4 ][ H 3 O  ]
H3PO4(aq) + H2O(l) = H2PO -
4 (aq) + H3O +
(aq) Ka1  = 7,5 x 10-3 (4.19)
[ H 3 PO4 ]

[ HPO4 ][ H 3 O  ]
H2PO4 -
(aq) + H2O(l) = HPO 2-
4 (aq) + H3O +
(aq) Ka 2  
= 6,2 x 10-8 (4.20)
[ H 2 PO4 ]
3
[ PO4 ][ H 3 O  ]
HPO42- (aq) + H2O(l) = PO43-(aq) + H3O+(aq) Ka3  2
= 2,2 x 10-13 (4.21)
[ HPO4 ]

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 93


[ H 3 PO4 ]
 ( H 3 PO4 )   2 3
[ H 3 PO4 ]  [ H 2 PO4 ]  [ HPO 4 ]  [ PO4 ]
(4.22)

1,0

α
H3PO4
H2PO4- HPO42- PO43-

0,5

0,0
7 14 pH

Gambar 4.1. Diagram distribusi dissoasi asam fosfat


Berdasarkan kurva di atas pada pH < pKa 1 , konsentrasi ion hidronium sangat tinggi
dan pada area tersebut spesies yang dominan adalah H3PO4 terprotonasi. Pada pH >
pKa3, konsentrasi ion hidronium sangat rendah dan pada area tersebut spesies yang
dominan adalah PO43- terdeprotonasi.

3.5 Kecenderungan Periodik Keasaman Brönsted


Kelas paling besar dari asam dalam medium air terdiri atas spesies-spesies yang
memberikan proton dari gugus –OH ke atom pusat. Untuk membedakan proton
tersebut dengan proton lain yang tidak bersifat sebagai asam dalam suatu molekul
seperti proton dalam metil pada CH3COOH, maka proton ini disebut sebagai acidic
proton (proton bersifat asam). Pada bagian ini akan ditinjau 3 kelas zat yang
mengandung gugus bersifat sebagai acidic proton (proton bersifat asam).

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 94


1. Asam aquo. Pada kelas tersebut acidic protonnya berada pada molekul air yang
terkoordinasi ke suatu ion pusat.
M(OH2)(aq) + H2O(l) = M(OH)-(aq) + H3O+(aq)
Sebagai contoh :
[Fe(OH2)6]3+(aq) + H2O(l) = [Fe(OH2)5(OH-)]2+(aq) (aq) + H3O+(aq)
2. Asam hidrokso. Pada kelas tersebut acidic protonnya berada pada gugus hidroksil
dan pada kelas tersebut tidak mengandung gugus okso (=O). Sebagai contoh :
Si(OH)4 yang sangat penting dalam pembentukan mineral-mineral.
3. Asam Okso. Pada kelas tersebut acidic protonnya berada pada gugus hidroksil
dan pada kelas tersebut mengandung gugus okso (=O) yang terikat bersama-sama
dengan gugus hidroksil pada suatu atom pusat. Sebagai contoh H2SO4. Rumus
molekul H2SO4 dapat dituliskan (O2S(OH)2). Ketiga kelas asam tersebut dapat
diasumsikan sebagai deprotonasi beruntun dari asam aquo:
 
H 2 O  M  OH 2  HO  M  OH 2 
2H

H
 HO  M  O 3

Asam aquo asam hidrokso asam okso


Salah satu contoh reaksi deprotonasi beruntun asam aquo adalah seperti yang
dijumpai pada logam-logam blok-d dalam bentuk oksidasi intermedit misalnya
Ru (IV) :
O2H
]4+ OH O
]2+ ]+
- 2H+ - H+
Ru Ru Ru
+ 2H+ + H+
O2H OH OH

Salah satu karakteristik asam-asam aquo adalah atom pusatnya berupa logam-logam
blok s dan blok d serta logam-logam blok p pada bagian kiri yang berada pada tingkat
oksidasi rendah. Asam-asam okso dicirikan dengan bilangan oksidasi atom pusatnya
yang tinggi.

3.6 Kecenderungan Periodik Kekuatan Asam Aquo

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 95


Secara umum, kekuatan asam-asam aquo berbanding lurus dengan muatan atom pusat
dan berbanding terbalik dengan ukuran atom pusat. Kekuatan asam aquo dalam
larutan berair dapat dijelaskan dengan pendekatan model ionik fasa gas dengan
asumsi bahwa pengaruh solvasi dalam larutan dianggap konstan. Menurut konsep ini,
nilai pKa fasa gas adalah proporsional dengan kerja yang diperlukan untuk
memindahkan sebuah proton dari jarak yang sama dengan jumlah jarak jari-jari ion
dan diameter molekul air (r+ + d). Jika (r+ + d) kecil maka pKa kecil (Ka besar) dan
jika Ka besar maka kekuatan asam juga akan besar. Mengingat parameter elektro

static didefinisikan sebagai :   z 2 (r  d ) dengan demikian maka memindahkan


proton dari kation yang bermuatan tinggi dan berukuran kecil relatif lebih mudah
daripada memindahkan proton dari kation yang bermuatan rendah dan berukuran
besar.
Validitas model ionik tentang kekuatan asam-asam aquo dapat dilihat pada kurva
hubungan antara pKa dan ζ beberapa ion logam dari padatan ionik pada Gambar 4.2.
Ion-ion logam blok s dari padatan ionik mempunyai nilai pKa, dapat dijelaskan
dengan baik melalui model ionik. Beberapa ion logam blok d seperti Fe2+ dan Cr3+
cenderung linear mengikuti garis lurus, tetapi beberapa ion logam yang memiliki nilai
yang rendah (kekuatan asam tinggi) sedikit mengalami deviasi dari garis tersebut.
Deviasi ini menunjukkan bahwa ion logam melepaskan proton lebih kuat dari yang
diperkirakan oleh model ionik. Hal ini dapat dijelaskan dengan asumsi bahwa muatan
positif kation tidak sepenuhnya terlokalisasi pada ion pusat tetapi terdelokalisasi ke
ligan sehingga muatan tersebut akan lebih dekat dengan proton yang akan dilepaskan
dari ligan. Akibatnya proton akan lebih mudah dilepaskan.
Kekuatan asam-asam aquo dari ion logam blok d seperti Cu2+dan ion logam blok
p seperti Sn2+ adalah lebih kuat dari yang diperkirakan oleh model ionic. Oleh karena
itu untuk kasus tersebut akan lebih realistis jika dijelaskan dari model kovalen.
Berdasarkan model kovalen bahwa dalam satu perioda dari kiri ke kanan, tumpang-
tindih orbital logam dan orbital ligan oksigen cenderung semakin besar. Demikian

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 96


pula dalam satu golongan dari atas ke bawah tumpang-tindih orbital logam dan
orbital ligan oksigen cenderung semakin besar. Oleh karena itu, asam aquo dari
logam berat pada blok d cenderung lebih kuat.

pKa

Tl3+
2
Fe3+
2+ Hg2+
Sn
4 Cr3+ Th4+
Sc3+
6 Cd2+
Lu3+

8 Cu2+
Nd3+

10 Fe2+ Zn2+
Ag+
Ca2+ Mg2+
12 2+
Ba
Sr2+
Li+
14
Na+
ζ
2 4 6 8 10 12 14 16 18
Gambar. 4.2. Korelasi antara konstanta keasaman dan parameter elektrostatik ion- ion logam
aquo.
3.7. Asam-Asam Okso Sederhana
Asam-asam okso sederhana umumnya berupa asam-asam mononuklir dimana
asam-asam tersebut hanya mengandung satu atom sebagai unsur induk, seperti
H2CO3, HNO3, H3PO4, dan H2SO4. Asam-asam okso sederhana biasanya terbentuk
dari unsur elektronegatif yang berada pada bagian kanan paling atas dalam sistem
periodik dengan unsur yang berada pada keadaan oksidasi yang tinggi. Beberapa
contoh disajikan dalam Tabel 4.1.
Salah satu yang menarik dari Tabel 4.1 adalah kecenderungan terbentuknya
molekul-molekul planar beberapa unsur pada periode 2 seperti B(OH) 3, H2CO3 dan
HNO3. Hal ini disebabkan unsur-unsur pada periode 2 cenderung membentuk ikatan

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 97


π. Kecenderungan tersebut tidak dijumpai pada unsur dalam periode-periode
selanjutnya.

Tabel 4.2 Struktur dan nilai pKa asam-asam okso.


p=0 pKa1 pKa2 pKa3
HO Cl 7,2 - -
OH

Si 10 - -
HO OH
OH

OH
HO

HO Te OH 7,8 11,2 -
OH
OH

OH

B
9,1 - -
HO OH

p=1 pKa1 pKa2 pKa3


O

C 3,6 - -
HO OH

P 2,1 7,4 12,7


HO OH
OH

O
HO
HO I OH
OH 1,6 7,0 -
OH

As
HO OH
OH 2,3 6,9 11,5

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 98


2,0 - -
Cl
HO O

P 1,8 6,6 -
HO OH
H

Se
HO O
OH 2,6 8,0 -
p=2 pKa1 pKa2 pKa3
O

N
OH
-1,4 - -
O

S -2,0 1,9 -
O OH
OH

Cl -1,0 - -
O OH
O
p=3 pKa1 pKa2 pKa3
O -10,0 - -
Cl
O OH
O

Keterangan Tabel 4.2, p : Jumlah atom O yang tidak terprotonasi

3.7.1. Substitusi Asam-asam Okso.


Satu atau lebih gugus –OH pada asam-asam okso dapat didisubstitusi oleh gugus-
gugus yang lain menghasilkan sederetan asam-asam okso tersubstitusi misalnya asam
fluorosulfat, O2SF(OH) dan asam aminosulfat, O2S(NH2)OH. Oleh karena fluorin
merupakan unsur yang sangat elektronegatif, maka F akan bersifat sebagai gugus
penarik elektron sehingga awan elektron ikatan akan cenderung bergeser ke arah
atom F . Dengan demikian, S sebagai atom pusat akan cenderung bermuatan parsial

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 99


positif yang tinggi. Oleh karena atom S bermuatan parsial positif yang tinggi maka
atom S cenderung kekurangan elektron sehingga atom O pada gugus –OH akan
mensuplai elektron ke atom S. Hal ini akan mengakibatkan lemahnya ikatan O dan H
pada gugus –OH. Dengan demikian maka, atom H pada gugus –OH akan mudah
lepas. Oleh karena itu, O2SF(OH) sebagai asam okso tersubstitusi akan lebih kuat
daripada asam sulfat, O2S(OH)2. Contoh lain gugus penarik elektron adalah gugus
-CF3. Gugus tersebut dapat mensubstitusi gugus -OH pada asam sulfat membentuk
asam okso tersubstitusi yang relatif kuat berupa asam trifluorosulfonat, CF3SO3H atau
dapat dituliskan sebagai O2S(CF3)(OH). Sebaliknya, gugus NH2 yang memiliki
pasangan elektron bebas dapat bertindak sebagai gugus pemberi elektron. Oleh
karena gugus tersebut merupakan gugus pemberi elektron, maka gugus tersebut akan
meningkatkan kerapatan elektron pada atom S sehingga muatan parsial atom S akan
cenderung kurang positif. Oleh karena muatan atom S kurang positif maka atom S
seolah-olah kaya elektron sehingga atom O pada gugus –OH cenderung tidak
mensuplai elektron pada atom S. Hal ini akan meningkatkan stabilitas atom H pada
gugus –OH. Dengan demikian maka, atom H pada gugus –OH akan sukar lepas. Oleh
karena itu, O2S(CF3)(OH) sebagai asam okso tersubstitusi akan bersifat sebagai asam
lemah.
Pola struktur asam-asam okso tidak selalu mengikuti pola struktur di atas dimana
atom pusat dikelilingi oleh gugus OH dan atom O, namun ada pula bentuk asam okso
dimana atom pusat berikatan langsung dengan atom H seperti asam fosfit. Fakta
menunjukkan bahwa meskipun atom P berikatan langsung dengan atom H namun
asam tersebut tergolong asam diprotik bukan triprotik. Hal ini berarti atom H yang
terikat langsung pada atom P tidak bersifat sebagai asam. Struktur tersebut konsisten
dengan hasil yang ditunjukkan NMR dan spektra vibrasi. Asam tersebut memiliki
rumus struktur OPH(OH)2
Struktur asam-asam di atas dapat digambarkan sebagai berikut :

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 100


O O
O O
S S
O OH O S OH O OH O S OH
OH
H F
OH F

Asam sulfat Asam fluorosulfat


O
O
O O
S P
O OH O OH O P OH
OH O S

NH2 NH2 H
H

Asam aminosulfat Asam fosfit

3.7.2. Penetapan Kekuatan Asam Okso Secara Empirik.


Kekuatana asam-asam okso dapat ditetapkan secara teoritik dengan menggunakan
2 aturan empirik yakni : Aturan Pauling dan Aturan Ricci.
a. Aturan Pauling
Kekuatan asam-asam okso mononuklir dapat diestimasi dengan menggunakan 2
kaidah empirik yang dikemukakan oleh Linus Pauling. Dua kaidah tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Untuk asam-asam okso dengan rumus umum OpE(OH)q memiliki pKa ≈ 8-5p
2. Nilai pKa asam-asam poliprotik dengan q > 1 akan meningkat sebanyak 5
satuan untuk tiap-tiap tahapan transfer proton.
Asam-asam hidrokso netral dengan p = 0 mempunyai pKa ≈ 8-5 (0) ≈ 8, asam-asam
yang mengandung 1 gugus okso (p = 1) mempunyai pKa ≈ 8-5 (1) ≈ 3 dan asam-
asam yang memiliki 2 gugus okso (p = 2) mempunyai pKa ≈ 8-5 (2) ≈ -2. Sebagai
contoh, asam sulfat dengan rumus molekul O2S(OH)2 masing-masing memiliki nilai p
dan q = 2 akan mempunyai pKa1 ≈ -2 sedangkan pKa2 diperkirakan sekitar +3.
Keberhasilan aturan sederhana tersebut dapat dihubungkan dengan Tabel 4.1 dimana
asam-asam okso dikelompokkan berdasarkan jumlah gugus okso. Aturan tersebut

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 101


dapat mengestimasi dengan baik nilai pKa asam-asam okso terutama asam-asam okso
yang memiliki kisaran pKa sekitar 1.

b. Aturan Ricci
Ricci menetapkan nilai pKa asam-asam okso berdasarkan muatan formal atom pusat
dan jumlah atom oksigen nonhhidroksil dalam asam. Penetapan nilai pKa tersebut
menggunakan persamaan empirik 4.23.
pKa = 8 - 9m + 4n (4.23)
dengan m = muatan formal atom pusat dan n = atom oksigen nonhhidroksil.
Sebagai contoh penetapan pKa1 H3PO4, sesuai dengan aturan Ricci maka struktur
H3PO4 dapat dituliskan sebagai berikut :
HO
..
: ..:
HO. P O
HO
m = n =1 sehingga,
pKa = 8- 9(1) + 4(1) = 3
Nilai pKa beberapa asam-asam okso yang diperoleh melalui eksperimen disajikan
dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Nilai pKa eksperimen untuk beberapa asam-asam okso
Kelas pKa1 pKa2 pKa3 pKa4
Senyawa
m=0 (n = 0) (n = 1)
H4GeO4 8,6 12,7
H3AsO3 9,2
H6TeO5 6,2 ; 8,8 10,4
HClO 7,2
HBrO 8,7
HIO 11 -

m=1 (n = 1) (n = 2) (n = 3)
H3PO4 2,1 7,2 12,0
H3PO3 1,8 6,2

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 102


H2PO2 2,0
H3AsO4 2,3 7,0 13,0
H2SO3 1,9 7,0
H2SeO3 2,6 8,3
H2TeO3 2,7 8,0
HClO2 2,0
H5IO6 1,6 6,0

m =2 (n = 2) (n = 3) (n = 4) (n = 5)
H2SO4 1,9
H2SeO4 2,0
HIO3 0,8
H4P2O7 0,9 2,0 6,7 9,4
H4P2O6 2,2 2,8 7,3 10,0
H2SO4 0,3 2,5

3.7.3. Anomali Struktur


Aturan Pauling dapat pula digunakan untuk mendeteksi anomalis struktur
beberapa asam okso. Sebagai contoh, asam karbonat dengan struktur OC(OH) 2 secara
eksperimen memiliki nilai pKa1 = 6,4, sedangkan menurut aturan Pauling pKa 1 asam
karbonat sekitar 3. Keasaman rendah yang ditunjukkan data eksperimen tersebut
didasarkan pada asumsi bahwa semua CO2 terlarut berubah menjadi H2CO3. Akan
tetapi, dalam kesetimbangan :
CO2(aq) + H2O(aq) H2CO3(aq)

hanya sekitar 1 persen CO2 terlarut yang berada dalam bentuk OC(OH)2, sehingga
konsentrasi aktual asam karbonat akan lebih kecildaripada konsentrasi CO 2 terlarut.
Jika perbedaan tersebut dimasukkan dalam perhitungan nilsi pKa, maka nilai pKa 1
H2CO3 sesungguhnya adalah adalah sekitar 3,6 sebagaimana nilai pKa1 yang
mendekati nilai pKa yang diperoleh melalui prediksi aturan Pauling.
Contoh lain dari anomali struktur tersebut adalah asam sulfite, H 2SO3 dimana
secara eksperimen nilai pKa1 = 1,8. Fakta menunjukkan bahwa studi spektroskopi

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 103


tidak dapat mendeteksi molekul OS(OH)2 dalam larutan dan konstanta kesetimbangan
untuk reaksi :
SO2 (aq) + H2O (aq) H2SO3 (aq)

adalah lebih kecil dari 10-9. Kesetimbangan SO2 terlarut sangat kompleks dimana
untuk kesetimbangan tersebut tidak dapat dikaji dengan analisis sederhana sebab
faktanya dalam kesetimbangan tesebut juga terdapat ion-ion lain seperti HSO 3- dan
S2O52-. Hal ini perkuat dengan adanya fakta yang menunjukkan bahwa pada garam
padatan ion hydrogen sulfite terbentuk ikatan S-H.

3.8. Kesetimbangan Transfer Proton dalam fasa gas


Salah satu bentuk reaksi sederhana transfer proton dalam fasa gas adalah reaksi
antara ion hydrogen dengan suatu basa B. Ciri reaksi tersebut adalah entalpi
penangkapan proton oleh basa, ΔHØp (B) yang merupakan entalpi standar reaksi :
H+(g) + B(g) → BH+(g) ΔHØp (B)
Umumnya entalpi protonasi dapat pula dituliskan dalam bentuk afinitas proton, A p
yang setara dengan negatif entalpi penangkapan proton, Ap = - ΔHØp. Semakin
negative nilai ΔHØp maka reaksi penangkapan proton semakin eksotermis atau dapat
dinyatakan bahwa afinitas proton semakin tinggi. Sebaliknya, jika nilai ΔH Øp kurang
negatif atau afinitas penangkapan proton oleh basa rendah maka reaksi penangkapan
proton cenderung kurang eksotermis.
Reaksi transfer proton dari asam HA ke basa B dalam fasa gas dapat
dituliskan :
HA(g) + B(g) BH+(g) + A-(g) ΔHØ
(4.24)
Mekanisme reaksi transfer proton untuk reaksi tersebut dapat dituliskan sebagai
berikut :
B(g) + H+(g) BH+(g) ΔHØp(B)
(4.25)
H+(g) + A-(g) HA(g) ΔHØp(A-)
(4.26)

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 104


Persamaan reaksi (4.26) dapat ditulis sebagai :

HA(g) H+(g) + A-(g) ΔHØp(A-)


(4.27)
Apabila persamaan reaksi (4.25) dan (4.27) dijumlahkan akan diperoleh persamaan
reaksi (4.24) sehingga akan diperoleh entalpi transfer proton :

H   H  p ( B)  H  p ( A  )
(4.28)

Mengingat A p   H p (4.29)

maka persamaan (4.28) dapat dituliskan menjadi :


H   A p ( A  )  A p ( B ) (4.30)
Besaran termodinamika yang digunakan untuk membahas kekuatan asam HA
bukanlah entalpi tetapi energi bebas Gibbs. Namun demikian untuk reaksi transfer
proton dalam fasa gas dapat diasumsikan bahwa ∆Gø ≈ ∆Hø. Asumsi ini didasarkan
pada kenyataan bahwa umumnya entropi spesies-spesies fasa gas relatif sama
sehingga perubahan entropi ∆Sø sangat kecil (∆Sø ≈ 0) untuk reaksi transfer proton
dalam fasa gas. Oleh karena ∆G ø ≈ ∆Hø, maka semakin negatif ∆Hø maka reaksi akan
semakin spontan. Spontanitas reaksi dapat dihubungkan dengan kekuatan asam
melalui persamaan :
∆Gø = -RT ln Ka (4.31)
Dari persamaan (4.30) dan (4.31) secara kuantitatif nilai Ka dapat ditentukan dimana
Ka tersebut merupakan besaran termodinamika yang dapat digunakan untuk
mengukur kekuatan suatu spesies asam. Di samping itu dari kedua persamaan
tersebut dapat diperkirakan apakah terjadi transfer proton atau tidak dalam suatu
reaksi asam-basa fasa gas.
Afinitas proton dalam fasa gas dan juga dalam fasa cair dipelajari melalui
spektroskopi massa, spektroskopi massa tekanan tinggi dan spektroskopi resonansi
siklotron. Beberapa nilai afinitas proton zat dalam fasa gas dan fasa cair yang
diperoleh melalui eksperimen disajikan dalam Tabel 4.4.

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 105


Tabel 4.4. Afinitas proton zat dalam fasa gas dan fasa cair
Asam konjugat Basa Ap/kJ mol-1 (fasa gas) A' p/kJ mol-1 (fasa cair)
HF F- 1553 1150
HCl Cl- 1393 1090
HBr Br- 1353 1079
HI I- 1314 1068
CH4 CH3- 1741 1380
NH3 NH2- 1670 1351
PH3 PH2- 1548 1283
H2O OH- 1634 1188
HCN CN- 1476 1183
H3O+ H2O 723 1130
NH4+ NH3 865 1182
C5H5NH+ C5H5N 936 1160

3.9. Asam-asam Biner Fasa Gas


Umumnya keasaman fasa gas asam-asam biner blok p dalam satu periode dari kiri
ke kanan cenderung meningkat dan dalam satu golongan dari atas kebawah
cenderung menurun. Oleh karena itu HF merupakan asam yang lebih kuat daripada
H2O dan HI merupakan asam yang paling kuat dalam kelompok asam halida. Pola
keasaman tersebut dijelaskan melalui mekanisme transfer proton dalam pembentukan
asam HA(g) dari anion A- (g) dan H+(g) sebagai berikut :
A-(g) → A(g) + e-(g) Ae(A) = efinitas elektron A (4.32)
H(g) → H+(g) + e-(g) I(H) = energi ionisasi H (4.33)
Persamaan (4.33) dapat dituliskan menjadi :
H+(g) + e-(g)→ H(g) -I(H) (4.34)
HA(g) → H(g) + A(g) B(HA) = entalpi ikatan H-A (4.35)
Persamaan (4.35) dapat dituliskan menjadi :
H(g) + A(g) → HA(g) -B(HA) (4.36)
Jika persamaan (4.32), (4.34) dan (4.36), maka akan diperoleh :
A-(g) + H+(g) → HA(g) ∆Høp = Ae(A) - I(H) - B(HA) (4.37)

Mengingat bahwa A p   H p maka :

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 106


Ap(A-) = B(HA) + I(H) - Ae(A) (4.38)
Dari persamaan (4.38) terlihat bahwa faktor dominan yang mengendalikan afinitas
proton anion A- adalah afinitas elektron A. Dalam satu periode dari kiri ke kanan,
afinitas elektron semakin besar. Afinitas elektron yang makin besar akan
mengakibatkan penurunan nilai afinitas proton A-. Jika afinitas proton A- semakin
kecil maka keasaman HA dalam fasa gas akan semakin tinggi.

3.10. Entalpi Transfer Proton pada Molekul Air dalam Fasa Gas
Sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian 3.8 bahwa persamaan (4.30)
dapat digunakan untuk menentukan apakah dalam suatu raksi asam-basa terjadi
transfer proton atau tidak. Dalam kaitannya dengan transfer proton pada molekul air
dalam fasa gas, maka persamaan (4.30) dapat dituliskan secara umum menjadi :
∆Hø = Ap(A-) - Ap(H2O).
Berdasarkan data eksperimen pada Tabel 4.4, maka hanya asam-asam dengan
basa konjugat yang memiliki nilai afinitas proton lebih kecil dari molekul air yang
dapat mengalami transfer proton (entalpi transfer proton ke molekul air bersifat
eksotermis).
Molekul air dapat juga bertindak sebagai asam apabila direaksikan dengan basa
yang relatif lebih kuat daripada molekul air.
H2O(g) + B(g) → BH+(g) + OH-(g)
∆Hø = ∆Høp (B) - ∆Høp (OH-)
∆Hø = Ap(OH-) - Ap(B) (4.39)
Akan tetapi, karena nilai Ap(OH-) sangat besar maka transfer proton hanya akan
terjadi jika molekul air direaksikan dengan basa yang memiliki afinitas proton yang
lebih besar dari afinitas proton OH- seperti CH3-.

3.11. Reaksi Transfer Proton dalam Fasa cair


Reaksi transfer proton dalam larutan berair antara asam dengan molekul air dapat
dituliskan sebagai berikut :

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 107


HA(aq) + H2O(l) → H3O+(aq) + OH-(aq) ∆Hø = A'p(A-) – A'p(H2O)

Seperti yang tertera pada Tabel 4.4, terlihat bahwa nilai afinitas proton I- dalam fasa
cair lebih kecil daripada nilai afinitas proton I- dalam fasa gas. Hal ini disesebkan ion
I- dalam fasa cair distabilisasi oleh hidrasi. Nilai afinitas proton I- dalam fasa cair,
juga lebih kecil daripada nilai afinitas proton air sehingga transfer proton dalam air
akan berlangsung secara eksotermis. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa HI
merupakan asam kuat dalam medium air. Semua basa konjugat halida kecuali F -
memiliki afinitas proton yang lebih kecil dari afinitas proton air. Oleh karena itu,
semua asam-asam halida kecuali HF bersifat sebagai asam-asam kuat dalam air.
Kontribusi terbesar dari transfer proton antara asam-asam tersebut dalam medium air
adalah solvasi.

3.12. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Entalpi Solvasi

Solvasi ion-ion dalam fasa gas selalu bersifat kesotermis. Entalpi solvasi ∆H øS
(∆HøH, entalpi hidrasi jika pelarutnya berupa air) bergantung pada: (i) jari-jari ion, (ii)
permitifitas relatif (konstanta dielektrik) pelarut dan (iii) kemungkinan terbentuknya
ikatan kimia karakteristik terutama ikatan hidrogen antara ion dan pelarut. Sekarang
akan ditinjau bagaimana pengaruh solvasi yang dijelaskan melalui pendekatan teori
elektrostatik yang berpijak pada asumsi bahwa pelarut adalah suatu medium
dielektrik kontinyu.

Energi bebas Gibbs solvasi ion-ion dalam pelarut dapat diestimasi dengan
menggunakan persamaan Born :

 N z 2 e2  1 
G   1   (4.40)
8 o r  r 

Secara kuantitatif, variabel yang mengendalikan ∆Gø pada persamaan (4.40) adalah :
muatan ion z, jari-jari ion r, dan permitifitas relatif pelarut ε r sedangkan εo merupakan

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 108


permitivitas vakum yang pada dasarnya konstan. Mengingat bahwa parameter
elektrostatik didefinisikan sebagai   z 2 r maka persamaan (4.40) dapat dituliskan
menjadi :

 N e2  1 
G   x x 1  
8 o  r 
(4.41)

Persamaan tersebut menekankan bahwa ∆Gø bergantung pada sifat-sifat-sifat ion dan
sifat-sifat pelarut. Dari persamaan (4.41) terlihat bahwa ∆G ø berbanding lurus dengan
parameter elektrostatik ζ . Oleh karena itu, ion-ion yang berukuran kecil dan
bermuatan tinggi akan memiliki stabilitas yang sangat kuat dalam pelarut polar. Dari
persamaan (4.41) juga terlihat bahwa makin besar nilai permitifitas relatif suatu
pelarut maka semakin negatif nilai ∆Gø. Ini penting untuk membandingkan solvasi
ion-ion dalam pelarut air (εr ≈ 80) dan solvasi ion-ion dalam pelarut non polar
(εr ≈ 2).

Energi bebas solvasi yang makin negatif memberikan gambaran kemudahan


pembentukan ion-ion dalam larutan fasa gas. Dalam larutan ion-ion akan mengalami
stabilisasi melalui interaksi yang baik antara muatan ion tersebut dengan molekul-
molekul pelarut. Interaksi tersebut akan meningkatkan stabilitas basa anionik A-
sehingga keasaman HA akan semakin kuat bila asam tersebut dinteraksikan dengan
suatu pelarut polar. Asam-asam kationik seperti NH4+ akan terstabilisasi oleh solvasi
sehingga asam tersebut akan mengalami penurunan keasaman dalam pelarut polar.
Solvasi akan meningkatkan afinitas proton suatu basa netral B karena asam konjugat
yang dihasilkan memiliki stabilitas yang tinggi. Secara umum dapat dinyatakan
bahwa transfer proton yang mengakibatkan pemecahan muatan cenderung
berlangsung lebih baik dalam pelarut-pelarut polar. Sebaliknya, transfer proton yang
mengakibatkan penurunan muatan cenderung berlangsung lebih baik dalam pelarut-
pelarut yang kurang polar.

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 109


Faktor lain yang mempegaruhi entalpi solvasi transfer proton adalah kemampuan
suatu pelarut dalam membentuk ikatan hidrogen.dengan ion. Pelarut-pelarut tersebut
biasa berupa pelarut-pelarut protik. Air sebagai salah satu contoh pelarut protik
memiliki kemampuan yang tinggi untuk membentuk ikatan hidrogen. Oleh karena itu,
air memiliki kemapuan yang lebih tinggi untuk menstabilisasi ion-ion yang berukuran
kecil dan memiliki elektronegatifitas yang tinggi. Stabilitas tersebut jauh lebih tinggi
dari prediksi stabilitas yang ditentukan melalui persamaan Born. Hal ini disebabkan
karena ion-ion yang berkuran kecil dan memiliki elektronegatifitas yang tinggi
(seperti F-, OH- dan Cl- ) memiliki kemapuan yang tinggi untuk memberikan pasangan
elektronnya terhadap atom H yang bermuatan parsial positif dari molekul air dalam
pembentukan ikatan hidrogen. Asam kationik NH4+ akan distabilisasi oleh adanya
ikatan hidrogen yang terbentuk antara atom O dari molekul air dan atom H dari NH4+
sehingga akan menurunkan kekuatan asam NH4+. Kita dapat melihat contoh lain
misalnya kekuatan HCl dalam pelarut yang berbeda tetapi nilai permitifitas relatifnya
hampir sama. Fakta menunjukkan bahwa kekuatan asam HCl lebih tinggi dalam
pelarut CH3OH daripada dalam pelarut dimetilfomamida (CH 3)2NCHO. Hal ini
disebabkan karena antara HCl dan metanol terbentuk ikatan hidrogen antara ion Cl -
dari HCl dengan atom H dari CH3OH sedangakan dimetilfomamida tidak memiliki
kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen dengan HCl. Ikatan hidrogen yang
terbentuk antara HCl dengan CH3OH akan meningkatkan stabilitas ion Cl - sehingga
akan meningkatkan kekuatan asam klorida.

4. Konsep Asam-Basa Lewis


Pada tahun yang sama diterbitkannya Konsep asam-basa Brönsted-Lowry, G.N.
Lewis mencoba mengatasi persoalan definisi asam-basa dari aspek lain dengan jalan
menekankan kembali aspek data eksperimental. Lewis menyarankan 4 kriteria untuk
klasifikasi asam-basa.
1) Jika suatu asam dan basa dapat bergabung maka proses penggabungan atau
netralisasi akan berlangsung cepat

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 110


2) Suatu asam atau basa akan menggantikan asam atau basa yang lebih lemah
dari senyawanya.
3) Asam dan basa dapat dititrasisatu terhadap yang laindengan menggunakan
indicator.
4) Baik asam atau basa mempunyai peranan penting untuk meningkatkan proses
kimia melalui kemampuannya dalam bertindak sebagai katalis. Konsep Lewis
dianggap lebih maju selangkah dari konsep asam basa sebelumnya karena Lewis
dapat menunjukkan bahwa penyebab timbulnya sifat yang karaktersitik ini akibat
adanya struktur elektron dari asam dan basa bersama-sama dengan pembentukan
ikatan koordinasi. Menurut Lewis, asam adalah suatu zat yang bertindak sebagai
akseptor pasangan elektron sedangkan basa adalah suatu zat yang bertindak sebagai
donor pasangan elektron.
Pada hakekatnya reaksi asam-basa Lewis merupakan reaksi pembentukan
kompleks. Pembentukan ikatan terjadi karena penggunaan bersama pasangan electron
dimana pasangan electron berasal dari basa.

4.1. Bentuk-Bentuk Umum Asam-Basa Lewis


Contoh yang paling sederhana dari asam Lewis adalah proton karena proton dapat
menerima pasangan elektron dari suatu basa seperti pada pembentukan ion NH4+.
H+ + :NH3 NH4+

Beberapa asam Brönsted yang menyediakan proton juga dapat bersifat sebagai asam
Lewis. Semua basa Brönsted adalah basa Lewis, karena suatu zat yang dapat
menerima proton juga dapat memberikan pasangan electron misalnya molekul NH3.
Secara umum ada 5 bentuk asam-basa Lewis yaitu :
1) Kation logam dapat mengikat sepasang elektron yang diberikan oleh suatu
spesies basa dalam pembentukan senyawa koordinasi. Sebagai contoh hidrasi
ion Co2+, pada hidrasi tersebut molekul air sebagai basa Lewis memberikan
pasangan elektron bebasnya pada kation Co2+ sebagai asam Lewis dan
membentuk suatu senyawa kompleks [Co(OH2)6]2+. Contoh lain, pembentukan

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 111


kompleks Ag+ dan benzena. Senyawa kompleks terbentuk melalui interaksi
antara kation Ag+ sebagai asam Lewis dan elektron π pada benzena sebagai
basa Lewis.

Ag+

2) Molekul-molekul yang struktur awalnya tidak memenuhi kaidah octet tetapi


setelah menerima pasangan electron menghasikan senyawa yang memenuhi
kaidah octet. Sebagai contoh, B(CH3)3 dapat menerima sepasang elektron dari
suatu spesies basa NH3.

CH3
H3C H
H
B + :N H3C B N H
H
CH3 H3C H
H3C H

3) Molekul atau ion yang memenuhi kaidah octet dan mampu menata kembali
electron valensinya yang selanjutnya dapat menerima tambahan pasangan
electron untuk pembentukan ikatan. Sebagai contoh CO2 yang bertindak sebagai
asam Lewis dapat menerima sepasang electron dari basa Lewis OH - untuk
membentuk HCO3-.
:O: : O: ]-

.. ..
C +
.. H
:O -
C OH
..

:O: : O:
..

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 112


4) Asam Lewis yang berupa molekul atau ion yang dapat membentuk octet
berkembang setelah menerima sepasang electron dari basa. Sebagai contoh SiF4
yang bertindak sebagai asam Lewis dapat menerima pasangan electron dari dua
ion F- (basa Lewis) untuk membentuk [SiF 6]2-. Umumnya asam-asam jenis ini
berupa senyawa-senyawa halida unsure-unsur berat blok- p seperti SiX4, AsX3,
dan PX3.
F
F ]2-
F F
Si + 2( : F- ) Si
F F F F
F
F

5) Molekul-molekul closed-shell yang memiliki kemampuan untuk menerima


pasangan electron dari spesies basa dengan menggunakan orbital molekul
antobonding yang tidak terisi oleh electron. Sebagai contoh, tetrasianoetena
(TCNE).
CN
NC

NC CN

4.2. Asam-asam Golongan Karbon dan Boron


Molekul-molekul planar seperti BX3 dan AlX3 termasuk golongan molekul octet
tidak sempurna dan pada molekul tersebut memiliki orbital kosong p yang tegak lurus
bidang planar. Orbital ini dapat digunakan untuk menerima pasangan electron dari
suatu spesies basa Lewis.
X
X CH3
CH3

B + :N CH3 X N CH3
B
X X CH3
X CH3

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 113


Setelah berinteraksi dengan trimetil amin lalu membentuk kompleks, struktur
molekul asam boron trihalida berubah bentuk dari segi tiga planar menjadi pyramidal.

4.2.1. Boron Halida


Apabila ditinjau dari konsep muatan parsial atom B, maka mestinya stabilitas
termodinamika kompleks X3B-N(CH3)3 akan mengikuti : BF3 >BCl3 > BBr3 dimana
atom B dalam molekul BF3 adalah atom B yang memiliki muatan parsial yang paling
positif. Hal ini akan mengakibatkan pembentukan ikatan yang kuat antara BF 3 dan
NH3 sehingga diharapkan akan terbentuk kompleks dengan stabilitas yang tinggi.
Namun fakta menunjukkan bahwa urutan stabilitas termodinamika kompleks yang
terbentuk dari N(CH3)3 dengan BX3 adalah BF3 < BCl3 < BBr3. Hal ini dapat
dijelaskan dengan konsep keterlibatan orbital kosong atom B dalam pembentukan
ikatan rangkap parsial (ingat kekuatan ikatan koordinasi). Semua atom halogen dalam
molekul BX3 memiliki peluang yang sama untuk membentuk ikatan π dengan orbital
2p pada atom B. Diantara atom-atom halogen, atom F merupakan atom halogen yang
dapat membentuk ikatan π terkuat karena atom F memiliki ukuran yang paling kecil
dibanding dengan atom halogen lainnya dan juga seperiode dengan atom B, sehingga
tumpang tindih antara orbital 2p dari atom B dan atom F akan cenderung lebih
kompak. Disamping itu, ukuran atom F yang kecil akan meningkatkan efektifitas
atom tersebut untuk memberikan pasangan elektronnya pada orbital kosong 2p atom
B dalam pembentukan ikatan rangkap parsial (ikatan π). Akibatnya orbital kosong
pada atom B menjadi tidak efektif lagi untuk digunakan dalam pembentukan ikatan
koordinasi sehingga ikatan koordinasi yang terbentuk cenderung lemah. Dengan
demikian maka stabilitas termodinamika kompleks yang terbentuk antara BF 3 dan
N(CH3)3. adalah yang paling rendah diantara boron trihalida lainnya.
Dalam dunia industri terutama industri katalis, boron trifluorida digunakan untuk
mengekstraksi basa yang terikat pada karbon dalam suatu senyawa.

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 114


F
F ]- R ]+
R
F
B + X C R B X + C
F R
F F R R

Boron trifluorida berbentuk gas tetapi ia dapat larut dalam dietil eter menghasilkan
suatu larutan boron trifluorida.

4.2.2. Aluminium Halida


Aluminium halida dalam fasa gas adalah berada dalam bentuk dimer. Sebagai
contoh, aluminium klorida yang mempunyai rumus molekul Al2Cl6 berada dalam
bentuk uap. Tiap-tiap atom Al dalam aluminium klrorida bertindak sebagai asam
Lewis.
Aluminium klorida digunakan secara luas sebagai suatu katalis asam Lewis
dalam reaksi-reaksi organik. Salah satu contoh klasik adalah alkilasi Friedel-Crafts
(Serangan R+ ke cincin aromatis) dan asilasi (serangan RCO+)

Cl
Cl Cl
Al Al
Cl
Cl Cl

4.2.3. Kompleks Timah dan Silikon


Berbeda dengan karbon, atom Si dan Ge dapat mengembangkan kulit valensinya
menjadi hipervalen.

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 115


F
F ]2-
F F
Si + 2( : F- ) Si
F F F F
F
F

Asam fluorida bersifat sangat korosif terhadap gelas (SiO2) karena dengan bantuan
proton, ion F- sebagai asam Lewis dapat mengganti O 2-dari SiO2. Urutan keasaman
silicon tetrahalida cenderung mengikuti : SiI4 < SiBr4 < SiCl4 < SiF4. Hal ini terkait
dengan urutan kekuatan atom-atom halogen dalam menarik elektron (electron-
withdrawing) dimana atom F merupakan gugus penarik electron terkuat diantara
halogen lainnya.
Timah (II) klorida dapat bertindak sebagai asam dan juga basa Lewis . Sebagai
asam Lewis, SnCl2 dapat menerima pasangan electron dari ion Cl- membentuk
kompleks [SnCl3]-.
.. ]-
Sn
Cl
Cl
Cl

Oleh kerena kompleks tersebut memiliki sepasang elektron bebas, maka kompleks
tersebut dapat bertindak sebagai asam Lewis yang dapat membentuk ikatan logam
dengan logam, sperti dalam kompleks (CO)5Mn-SnCl3
Cl
Cl
Cl
Sn
OC CO
Mn

OC CO
CO

4.3. Asam-asam Golongan Oksigen dan Nitrogen

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 116


Unsur-unsur berat pada golongan nitrogen dapat membentuk asam-asam
Lewis misalnya SbF5. Asam tersebut dapat digunakan untuk membuat beberapa asam
Brönsted yang sangat kuat seperti reaksi berikut :
F F
]-
F F F
F Sb + 2HF Sb + [H2F]+
F F F

F F

Asam yang sangat kuat ini lazim disebut sebagai asam super misalnya H 2F+ seperti
yang dihasilkan pada reaksi di atas.
Sulfur dioksida dapat bertindak sebagai asam Lewis dan juga sebagai basa
Lewis. Sulfur dioksida sebagai asam dapat dilihat pada contoh reaksi berikut :
.. ..
O: R :O : R
..
S: + :N R N
S R
:O :
.. R
R :O :
..

Sebagai basa Lewis, molekul SO2 memberikan pasangan electron bebas pada atom S
atau O. Jika SO2 direaksikan dengan asam SbF5, maka atom yang berperan sebagai
donor pasangan electron dalam molekul SO2 adalah atom O, dan jika SO2 direaksikan
dengan asam Ru (II), maka atom yang berperan sebagai donor pasangan electron
dalam molekul SO2 adalah atom S.
Molekul SO3 adalah merupakan asam Lewis kuat dan atom O dalam molekul
tersebut merupakan donor pasangan electron yang relatif lemah. Keasamannya dapat
digambarkan sebagai berikut :

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 117


.. ..
O: R :O : R
.. ..
:
S .. + : N
O R :O
.. S N R
:O :
.. R
R :O :
....

4.4. Kekuatan Asam-Basa Lewis


Secara fundamental, reaksi asa-basa Lewis dapat dituliskan sebagai berikut :

A + :B A B

Oleh karena itu, secara termodinamika kekuatan asam A dapat dinyatakan dalam
bentuk konstanta kesetimbangan atau energi bebas Gibbs reaksi pembentukan reaksi :
[ AB ]
Kf  G    RT ln K f
[ A][: B ]

Besarnya nilai ΔGø bergantung pada 4 faktor yaitu :


1) Kekuatan ikatan A-B
Pada uraian sebelumnya dinyatakan bahwa reaksi asam-basa merupakan reaksi
pembentukan kompleks. Mengingat bahwa senyawa kompleks merupakan
senyawa koordinasi maka secara kualitatif kekuatan ikatan kompleks yang
terbentuk dari reaksi asam-basa Lewis dapat dijelaskan melalui kekuatan ikatan
koordinasi (ingat faktor-faktor yang menentukan kekuatan ikatan koordinasi).
2) Penataan ulang substituen-substituen pada asam dan basa dalam pembentukan
kompleks yang lebih stabil.
3) Interaksi sterik antara substituen-substituen pada asam dan basa.
4) Pengaruh solvasi asam, basa dan kompeks.

4.4.1 Pengaruh Elektronik


Secara kualitatif, ukuran kekuatan asam Lewis terletak pada kemampauan spesies
asam tersebut untuk menerima pasangan electron dari suatu spesies basa, sedangkan
kekuatan basa Lewis bergantung pada kemampuan zat tersebut untuk memberikan
pasangan elektron pada suatu spesies asam. Makin tinggi kemampuan suatu zat untuk

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 118


menerima pasangan elektron dari suatu spesies basa maka semakin kuat keasamannya
dan semakin tinggi kemampuan suatu zat untuk memberikan pasangan electron pada
suatu spesies asam maka semakin kuat kebasaannya. Kemampuan suatu zat untuk
menerima atau memberikan pasangan electron bergantung pada efektifitas suatu atom
akseptor dalam menerima pasangan electron atau atom donor dalam memberikan
pasangan electron. Salah factor yang menentukan efektifitas suatu atom akseptor
dalam menerima pasangan electron atau atom donor dalam memberikan pasangan
electron adalah muatan parsial atom akseptor atau atom donor. Makin positif
muatan parsial atom akseptor maka semakin efektif atom tersebut menerima
pasangan electron dari atom donor, sebaliknya semakin negative muatan parsial atom
donor maka semakin efektif atom tersebut untuk memberikan pasangan electron pada
atom akseptor. Muatan parsial atom akseptor atau atom donor bergantung pada gugus
yang terikat pada masing-masing atom tersebut. Secara umum ada 2 jenis gugus yang
terikat pada suatu atom akseptor atau atom donor yaitu : (i) Gugus penarik electron
(withdrawing group) seperti halogen, dan (ii) Gugus pemberi electron (donating
group) seperti alkil. Apabila suatu atom akseptor mengikat gugus penarik electron
maka muatan parsial atom tersebut akan semakin positif muatan parsialnya. Jika
suatu atom donor mengikat gugus pemberi electron maka semakin negatif muatan
parsialnya (ingat kekuatan ikatan koordinasi). Sebagai contoh dapat dilihat pada
urutan kekuatan beberapa asam dan basa Lewis berikut :
Asam : BF3 > BH3 > B(CH3)3
Basa : N(CH3)3 > NH3 > NF3
Namun demikian, pengaruh elektronik tersebut tidak digunakan secara umum
dalam menjelaskan urutan kekuatan asam atau basa Lewis sebab ada beberapa spesies
asam yang tidak mematuhi konsep tersebut. Sebagai contoh fakta menunjukkan
bahwa kekuatan asam boron trihalida mengikuti urutan sebagai berikut :
BF3 < BCl3 < BBr3
Berdasarkan aspek elektronik, diharapkan mengikuti urutan sebagai berukut :
BF3 > BCl3 > BBr3. Hal disebabkan oleh keterlibatan orbital kosong atom B dan

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 119


pasangan elektron pada atom-atom halogen dalam pembentukan ikatan rangkap
parsial. Ketiga jenis asam tersebut memiliki peluang yang sama dalam pembentukan
ikatan rangkap parsial, tetapi BF3 akan membentuk ikatan rangkap parsial yang paling
kuat dibanding dengan dua jenis asam lainnya. Hal ini dapat dihubungkan dengan
efektifitas atom-atom halogen dalam membentuk ikatan rangkap parsial dengan
orbital kosong pada atom B. Atom F merupakan atom halogen yang paling efektif
dalam memberikan pasangan elektron pada orbital kosong atom B dalam
pembentukan ikatan rangkap parsial karena atom F memiliki ukuran yang paling kecil
sehingga pasangan elektron makin terkonsentrasi (ingat kekuatan ikatan koordinasi).

4.4.2. Perubahan Strukutur dan Faktor Sterik


Umumnya dalam reaksi asam basa Lewis, besaran energi bebas Gibbs juga
dikendalikan oleh penataan ulang bentuk geometri spesies-spesies reaktan baik asam
maupun basa. Sebagai contoh, perubahan struktur yang terjadi pada molekul BF3
dalam pembentukan kompleks dengan suatu basa NH3. Pada reaksi tersebut molekul
BF3 mengalami perubahan struktur dari bentuk segitiga planar menjadi bentuk
piramidal. Pembentukan kompleks tersebut terjadi melalui 2 tahap. Tahap pertama
adalah perubahan bentuk geometri asam BF3 dari segitiga planar menjadi bentuk
segitiga piramidal. Tahap kedua, orbital kosong atom akseptor B (sebagai LUMO
asam Lewis) mengarah pada pasangan elektron atom donor N dalam molekul NH 3
(sebagai HOMO basa Lewis) dan selanjutnya terjadi pembentukan ikatan koordinasi
berupa ikatan σ.

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 120


F3B NH3 :NH3
BF3
Phi*

Phi
Energi

Phi

N H H
F N
distorsi
F B B
F
F F B ..
F

Gambar 4.3 Diagram tingkat energi pembentukan kompleks F3B-NH3 dan


distorsi geometri molekul BF3
Gambar 4.3. menunjukkan orbital dan diagram tingkat energi tiap-tiap tahapan reaksi
antara BF3 dan NH3. Tingkat energi orbital BF3 dengan bentuk geometri segitiga
planar berada disebelah kiri sedangkan tingkat energi orbital BF 3 terdistorsi (segitiga
planar) berada pada bagian tengah. LUMO BF3 berada pada orbital antibonding phi
dan LUMO tersebut dapat mengalami delokalisasi parcial pada ketiga atom F dalam
molekul BF3 sehingga akan terbentuk ikatan rangkap parsial sebagaimana yang telah
diuraikan sebelumnya. Akibat kecenderungan pembentukan ikatan rangkap parcial
tersebut LUMO sebagai orbital kosong menjadi kurang efektif menerima pasangan
electrón dari HOMO pada molekul NH3. Oleh karena itu molekul BF3 yang berbentuk
segitiga planar akan cenderung terdistorsi menjadi segitiga piramidal. Meskipun
energi segitiga piramidal cukup besar untuk menghindari terbentuknya ikatan rangkap
parcial dalam molekul BF3. Namun demikian jika ditinjau dari aspek energi,
pembentukan kompleks F3B-NH3 lebih disukai jika melalui tahapan distorsi tersebut

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 121


karena dengan distorsi tersebut akan menghasilkan LUMO yang ideal untuk
bertumpang tindih dengan HOMO.
Disamping perubahan struktur, reaksi asam-basa Lewis juga dikendalikan
oleh adanya efek sterik. Salah satu contoh efek sterik dalam reaksi asam-basa Lewis
dapat dilihat pada contoh reaksi substitusi antara trimetilboron dengan piridin dan
turunannya. Jika trimetilboron direaksikan dengan piridin maka perubahan entalpi
reaksi pembentukan kompleks adalah -71 kJ/mol.

CH3 N

H3C B B ΔH = -71 kJ/mol


+ H3C CH3
CH3 ..
N CH3

Jika trimetilboron direaksikan dengan meta-metil piridin maka reaksi akan lebih
eksotermis yakni terjadi peningkatan nilai ΔH sebesar 3 kJ/mol (ΔH = -74 kJ/mol).
Kehadiran gugus metil pada posisi meta akan meningkatkan efektifitas atom donor N
dalam molekul piridin dalam memberikan pasangan elektron terhadap atom akseptor
B dalam molekul trimetilboron.
CH3

CH3 N
CH3 ΔH = -74 kJ/mol
H3C B + B
H3C CH3
CH3 ..
N CH3

Akan tetapi jika gugus metil berada pada posisi orto maka reaksi akan kurang
eksotermis yakni terjadi penurunan nilai ΔH secara dramatik sebesar 29 kJ/mol (ΔH =
-42 kJ/mol).

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 122


CH3 N CH3

H3C B + B ΔH = -42 kJ/mol


H3C CH3
CH3 ..
N CH3 CH3

Hal ini disebakan oleh efek sterik tinggi antara gugus metil pada trimetilboron dan
gugus metil pada piridin yang menempati posisi orto sehingga akan mendestabilisasi
kompleks (CH3)3B-NH3. Dengan demikian maka urutan kekuatan basa piridin dan
turunannya terhadap trimetilboron adalah : m-metil-piridin > o-metil-piridin ≈ piridin.
Perubahan entalpi tersebut di atas pada dasarnya merupakan gambaran kuantitatif
kekuatan basa piridin dan turunannya terhadap trimetilboron. Perubahan entalpi
secara tidak langsung dapat dikaitkan dengan konstanta pembentukan basa K f dimana
dalam reaksi asam-basa dapat diasumsikan bahwa ΔH ≈ ΔG sehingga diperoleh
hubungan ΔH ≈ -RT ln Kf.
Berbeda dengan kekuatan basa piridin terhadap trimetilboron, kekuatan basa
piridin dan turunannya terhadap proton akan cenderung mengikuti urutan : m-metil-
piridin ≈ o-metil-piridin > piridin. Hal ini disebabkan karena interaksinya dengan
proton tidak memberikan efek sterik. Pola reaksi antara proton dan basa Lewis dapat
digunakan untuk mengukur kekuatan sederetan basa dimana proton tersebut
digunakan sebagai standar.

4.4.3. Pegaruh Pelarut


Dalam reaksi asam-basa Lewis, jika suatu zat mempunyai muatan yang tinggi
maka zat tersebut akan cenderung mudah larut dalam pelarut yang memiliki
permitifitas (konstanta dielektrik) yang tinggi. Umumnya jenis pelarut-pelarut yang
bersifat polar memiliki konstanta dieleketrik yang tinggi misalnya air, alcohol, eter,
amina, dimetilsulfoksida, dimetilformamida dan asetonitril. Pelarut-pelarut tersebut
termasuk kelompok basa Lewis. Disamping pelarut yang bersifat basa, juga dikenal

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 123


pelarut yang bersifat asam seperti SO 2. cair dan pelarut tersebut dapat digunakan
untuk melarutkan benzene.
Reaksi-reaksi asam-basa Lewis dalam pelarut-pelarut tersebut biasanya
berupa reaksi pertukaran (displacement).
O2S-(DMSO) + :NH3 → O2S- NH3 + DMSO
Apabila menggunakan pelarut protonik, maka dimungkinkan terbentuknya
ikatan hydrogen antara pelarut dan zat terlarut. Proses pembentukan ikatan hydrogen
pada hakekatnya dapat dianggap sebagai pembentukan ikatan koordinasi (senyawa
kompleks) antara asam Lewis A-H dan basa Lewis :B menghasilkan kompleks
A-H B.
Kebasaan zat dapat diukur secara kuantitatif dengan menggunakan entalpi
reaksi pembentukan kompleks dan asam digunakan sebagai standard. Hal yang
identik juga dapat dilakukan untuk mengukur secara kuantitatif keasaman suatu zat.
Victor Gutmann pernah melakukan percobaan mengukur kekuatan asam Lewis SbCl5
dalam 1,2-dikloroetana :
SbCl5 + :B → Cl5Sb-B ∆Hø
Nilai negatif ∆Hø setara dengan bilangan donor pelarut (D.N), makin besar
nilai D.N pelarut maka pelarut tersebut semakin bersifat sebagai basa Lewis yang
kuat. Demikian pula untuk pelarut-pelarut yang bersifat sebagai asam Lewis, makin
besar bilangan akseptor (A.N) pelarut maka semakin kuat sifat asamnya. Bilangan
donor dan bilangan akseptor beberapa pelarut disajikan pada Tabel 4.5.

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 124


Tabel 4.5. Bilangan donor dan Akseptor beberapa pelarut dan konstanta dielektriknya
Pelarut D.N A.N εr
Asam asetat 52,9 6,2
Aseton 17,0 12,5 20,7
Benzena 0,1 8,2 2,3
Karbon tetraklorida 8,6 2,2
Dietil eter 19,2 3,9 4,3
Dimetilsulfoksida 29,8 19,3 45
Etanol 19,0 37,1 24,3
Piridin 33,1 14,2 12,3
Tertahidrofuran 20,0 8,0 7,3
Air 18 54,8 81,7

4.5. Konsep Asam-Basa Keras-Lunak


Jika dalam membahas kekuatan asam-basa Brønsted, transfer proton
merupakan kunci kekuatan asam dan basa Brønsted maka dalam tinjauan kekuatan
asam dan basa Lewis, faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi antara atom donor
pasangan elektron dan atom akseptor pasangan elektron merupakan salah satu kunci
kekuatan asam dan basa Lewis.

4.5.1. Klasifikasi Asam dan Basa


Apabila kita tinjau interaksi antara asam dan basa Lewis dari unsur-unsur
dalam sistem periodik unsur maka paling tidak akan diperoleh 2 kelas utama zat.
Klasifikasi zat sebagai asam-basa keras-lunak (HSAB) pertama kali dikemukakan
oleh R.G. Pearson yang selanjutnya oleh Ahrland, Chatt dan Davies disederhanakan
menjadi kelas a dan b.
Irving dan Williams pertama kali mengklasifikasi asam-basa keras dan lunak
berdasarkan pengamatan stabilitas kompleks antara ion logam bervalensi dua dan
ligan dengan urutan sebagai berikut :
Ba2+ < Sr2+ < Ca2+ < Mg2+ < Mn2+ < Fe2+ < Co2+ < Ni2+ < Cu2+ < Zn2+
Pengamatan selanjutnya dilakukan terhadap ligan tertentu yang membentuk kompleks
paling stabil dengan ion logam seperti Ag+, Hg2+ dan Pt2+, disamping itu ada pula
beberapa ligan yang lebih cenderung memebntuk kompleks yang lebih stabil dengan

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 125


dengan ion logam seperti Al3+, Ti4+ dan Co3+. Selanjutnya ion logam dan ligan
diklasifikasi menjadi kelas a dan b. Ion logam yang termasuk dalam kelas a
meliputi : ion hidrogen, logam-logam alkali, alkali tanah, ion Al3+ dan logam transisi
ringan yang berada pada tingkat oksidasi yang cukup tinggi seperti : Cr3+, Ti4+ dan
Co3+, Fe3+ .Ion logam kelas b meliputi : ion logam transisi yang lebih berat dan berada
pada tingkat oksidasi yang lebih rendah seperti : Cu+, Ag+, Hg+, Hg2+, Pd2+, Pt2+, Au+
Secara umum, untuk mengidentifikasi suatu zat sebagai asam keras atau lunak adalah
berdasarkan stabilitas termodianamika kompleks yang terbentuk dari interaksi antara
asam dengan statu spesies basa. Berdasarkan stabilitas kompleks yang terbentuk
antara ligan anion-anion halida dan ligan-ligan lain maka dapat disusun
kecenderungan pembentukan kompleks atom-atom donor dengan ion-ion logam kelas
a dan b sebagai berikut :
Kecenderungan pembentukan kompleks dengan ion-ion logam kelas a :
N >> P > As > Sb O >> S > Se > Te F > Cl > Br > I
Kecenderungan pembentukan kompleks dengan ion-ion logam kelas b :
N << P > As > Sb O >> S > Se > Te F > Cl > Br > I
Sebagai contoh, fosfin (R3P) dan tioleter memiliki kecenderungan yang lebih kuat
untuk berikatan secara koordinasi dengan ion logam Hg2+, Pd2+ dan Pt2+, sedangkan
amonia, amina (R3N), air, ion-ion flurida lebih cenderung berikatan dengan Be2+, Ti4+,
dan Co3+. Kecenderungan tersebut sangat membantu dalam memperkirakan dan
menenetapkan stabilitas senyawa-senyawa kompleks.
Untuk menggambarkan spesies-spesies yang tergolong dalam kelas a dan
kelas b maka Pearson mengusulkan istilah ‫ ״‬keras ‫ ״‬dan ‫ ״‬lunak ‫״‬. Oleh karena itu,
asam keras adalah merupakan ion logam kelas a dan basa keras merupakan ligan
seperti amonia atau ion fluorida. Sebaliknya, asam lunak adalah merupakan ion
logam kelas b dan basa lunak merupakan ligan seperti fosfin atau ion iodida.
Ion-ion logam asam keras yang berikatan dengan ion halida cenderung
mengikuti urutan sebagai berikut : I- < Br- < Cl- < F-, sedangkan ion-ion logam asam

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 126


lunak yang berikatan dengan ion halida cenderung mengikuti urutan sebagai berikut :
I- > Br- > Cl- > F-
Kecenderungan nilai konstanta pembentukan kompleks, Kf yang terbentuk dari
beberapa ion unsur dan ion halida dapat dilihat pada Gambar 4.4. Berdasarkan
Gambar 4.4 terlihat bahwa jika asamnya berupa Hg2+ maka nilai Kf meningkat tajam
dari F- ke I- yang menunjukkan bahwa ion Hg2+ adalah asam lunak. Pola yang identik
terjadi pada ion Pb2+ namun pola kurvanya tidak setajam ion Hg2+ yang menunjukkan
bahwa ion Pb2+ adalah asam lunak menengah (borderline soft acid). Kecenderungan
pola yang berlawanan dengan ion Pb2+ terjadi pada ion Zn2+ yang menunjukkan
bahwa ion Zn2+ adalah sebagai asam keras menengah (borderline hard acid).
Penurunan yang tajam terjadi pada ion Al3+ yang menunjukkan bahwa ion tersebut
bersifat sebagai asam keras.
Penurunan konstanta pembentukan kompleks, Kf antara ion Al3+dan ion-ion halida
terkait dengan berkurangnya kekuatan ikatan yang terbentuk. Kekuatan ikatan antara
ion Al3+dan ion-ion halida ditentukan oleh parameter elektrostatik, ξ = z2/r anion
halida sehingga karakter ikatan yang terbentuk antara ion Al3+ dan ion-ion halida
lebih cenderung mengarah pada model ionik. Berbeda dengan ion Al 3+, karakter
ikatan yang terbentuk antara ion Hg2+ dan ion-ion halida lebih cenderung pada model
kovalen karena kekuatan ikatan lebih ditentukan oleh polarisabilitas anion-anion
halida dimana polarisabilitas meningkat dari F- ke I-.

lunak
log K
Hg2+

10
keras
Sc3+ Pd2+
3+
Al
5
Cd2+
In3+
Cu2+
Pb2+
0

Zn2+
Dasar-dasar Reaksi Anorganik 127

F- Cl- Br- I-
Gambar 4.4. kurva kecenderungan konstanta stabilitas kompleks beberapa kation
logam dengan anion-anion halida.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa senyawa


kompleks yang terbentuk melalui interaksi antara kation-kation asam keras dan
anion-anion halida lebih cenderung mengarah pada model ionik ,sedangkan kompleks
yang terbentuk dari asam lunak dan anion-anion halida lebih mengarah pada model
kovalen
Klasifikasi yang serupa, dapat diterapkan pada molekul netral asam dan basa.
Sebagai contoh, asam Lewis fenol membentuk kompleks yang lebih stabil melalui
ikatan hidrogen dengan molekul basa (C2H5)2O: daripada dengan molekul basa
(C2H5)2S:. Fenomena ini identik dengan kecenderungan pembentukan kompleks
antara ion Al3+ dan anion-anion halida. Dalam molekul kedua jenis basa di atas atom
O dan atom S adalah merupakan atom donor pasangan elektron dalam pembentukan
ikatan hidrogen dengan fenol. Sebaliknya, asam Lewis I2 akan membentuk kompleks
yang lebih stabil dengan molekul (C2H5)2S: daripada dengan molekul (C2H5)2O:.
Fenomena ini identik dengan kecenderungan pembentukan kompleks antara ion Hg 2+
dan anion-anion halida .Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa fenol merupakan
asam keras dan I2 merupakan asam lunak.
Berdasarkan uraian di atas maka Pearson mengusulkan aturan sederhana
tentang konsep asam-basa- keras-lunak (Prinsip Pearson) sebagai berikut :

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 128


Asam lunak cenderung berikatan dengan basa lunak dan Asam keras cenderung
berikatan dengan basa keras.
Beberapa spesies-spesies asam keras, asam lunak, basa lunak dan basa keras
serta asam-basa menengah disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Beberapa spesies-spesies asam keras, asam lunak, basa lunak dan basa
keras serta asam-basa menengah
Asam Keras
H+, Li+, Na+, K+, Rb+, Cs+, Be2+, Be(CH3)2, Mg2+, Ca2+, Sr2+, Ba2+, Sc3+, La3+,
Ce4+, Gd3+, Lu3+, Th4+, U2+, UO22+, Pu4+, Ti4+, Zr4+, Hf4+, VO2+, Cr3+, Cr6+,
MoO3+, WO4+, Mn2+, Mn7+, Fe3+, Co3+, BF3, BCl3, B(OR)3, Al3+, Al(CH3)3,
AlCl3, AlH3, Ga3+, In3+, CO2, RCO+, NC+, Si4+, Sn4+, CH3Sn3+, (CH3)Sn3+,
N3+, RPO2+, ROPO2+,As3+, SO3, RSO22+, ROSO22+, Cl3+, Cl7+, I5+, I7+,
HX (ikatan hidrogen)
Asam keras menengah
Fe2+, Co2+, Ni2+, Cu2+, Zn2+, Rh3+, Ir3+, Ru3+, Os3+, B(CH3)3, GaH3, R3C+,
C6H5+, Sn2+, Pb2+, NO+, Sb3+, Bi3+, SO2.
Asam lunak
Co(CN)5 , Pd , Pt , Pt , Cu , Ag+, Au+, Cd2+, Hg22+, Hg2+, CH3Hg+, BH3,
3- 2+ 2+ 4+ +

Ga(CH3)3, GaCl3, GaBr3, GaI3, Tl+, Tl(CH3)3, CH2, karbena, Akseptor π


seperti : trinitrobenzena, kloroanil, kuinon, tetrasianoetilen, HO+, RO+, RS+,
RSe+, Te4+, RTe+, Br2, Br+, I2, I+, ICN, O, Cl, Br, I, N, RO·, RO2·
Basa keras
NH3, RNH2, N2H4, H2O, OH-, O2-, ROH, RO-, R2O, CH3COO-, CO32- ,NO3-,
PO43-, SO42-, ClO4-, F-, Cl-
Basa keras menengah
C6H5NH2, C6H5N, N3 , N2, NO2- SO32- ,Br-, S2-
-

Basa lunak
H , R , C2H4, C6H6, CN , RNC, CO, SCN-, R3P, (RO)3P, R3As, R2S, RSH,
- - -

RS-, S2O32-.

4.5.2. Kekuatan Asam-Basa dan Kekerasan-Kelunakan

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 129


Kekerasan dan kelunakan zat mengacu pada stabilitas senyawa yang terbentuk
melalui interaksi antara spesies-spesies asam keras-basa keras dan spesies-spesies
asam lunak-basa lunak. Pada hakekatnya, istilah kekerasan suatu zat tidak sama
dengan kekuatan asam atau basa. Sebagai contoh, OH - dan F- keduanya merupakan
basa keras tetapi kekuatan basa ion OH- 1013 kali lebih besar daripada ion F-. Hal yang
serupa, ion SO32- dan Et3P keduanya merupakan basa lunak tetapi kekuatan basa Et 3P
107 kali lebih besar daripada SO32- terhadap CH3Hg+. Dalam reaksi asam-basa keras-
lunak dimungkinkan terjadinya pertukaran antara asam keras dan asam lunak atau
basa keras dan basa lunak. Sebagai contoh, basa lunak SO32- dapat menukar basa
keras ion fluorida dari asam keras ion H+ seperti reaksi berikut :
SO32- + HF HSO3- + F- Keq = 104

Sebaliknya, basa keras ion OH- dapat menukar basa lunak ion SO32- dari asam lunak
kation CH3Hg+ seperti reaksi berikut :
CH3HgSO3- + OH- CH3HgOH + SO32- Keq = 10

Dalam hal ini, kekuatan basa SO32- > F- (pada reaksi pertama) dan OH- > SO32- (pada
reaksi kedua). Jika reaksinya cukup kompetitif, maka kekuatan dan kekerasan-
kelunakan suatu zat harus ditinjau berdasarkan aturan asam-basa keras-lunak :
CH3HgF + HSO3- CH3HgSO3- + HF Keq = 103
lunak-keras keras -lunak lunak-lunak keras -keras

CH3HgOH + HSO3- CH3HgSO3- + HOH Keq > 107


lunak-keras keras -lunak lunak-lunak keras -keras

4.6. Reaksi Asam-Basa Heterogen


Salah satu reaksi penting yang melibatkan asam Lewis senyawa-senyawa
anorganik adalah reaksi asam-basa yang terjadi pada permukaan padatan. Sebagai
contoh, permukaan padatan yang bersifat asam adalah suatu padatan yang memiliki
luas permukaan yang besar dan memiliki situs aktif asam Lewis. Padatan-padatan
seperti ini biasanya digunakan sebagai katalis dalam industri petrokimia untuk

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 130


isomerisasi dan alkilasi senaywa-senyawa aromatik. Disamping itu padatan yang
memiliki situs aktif asam Lewis sangat bermanfaat dalam kimia perminyakan dan
kimia air.

4.6.1. Keasaman Permukaan


Alumina dan aluminasilika
Alumina (Al2O3) adalah suatu asam dimana permukaannnya mengandung
situs aktif asam Lewis. Jika presipitan aluminium oxida hidrat dipanaskan diatas suhu
150oC, maka akan terjadi dehidrasi dan pada permukaan padatan akan terjadi reaksi
sebagai berikut :

OH OH OH O OH
Al Al Al + H2O
Al Al Al

Proses tersebut akan menghasilkan ion Al3+ pada permukaan padatan yang bertindak
sebagai asam Lewis dan juga ion O2- tak terprotonasi yang bertindak sebagai basa
Lewis. Umumnya pasangan asam-basa tersebut selalu terbentuk bersama-sama tetapi
dalam permukaan katalisis, situs asam Lewis adalah lebih penting dibanding situs
basa Lewis.
Sebaliknya, aluminasilika dapat berperan sebagai asam Brønsted yang kuat.
Pembentukan permukaan dapat dipikirkan sebagai kondensasi unit Si(OH) 4 dengan
(H2O)Al(OH)3 :

OH OH2 OH

Si Al + H2O
Si Al

Karakter dan kekuatan asam-asam permukaan dapat dikaji dengan cara yang serupa
dititirasi dengan larutan basa. Disamping itu, untuk mengkaji reaktifitas situs
permukaan suatu zat dapat menggunakan spektrofotometer inframerah. Sebagai

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 131


contoh, adanya situs aktif Lewis pada permukaan alumina diperoleh melalui hasil
telaah spektrum inframerah piridin yang teradsorpsi pada permukaan alumina.
Reaksi dehidrasi senyawa-senyawa organik, juga dapat dapat terjadi pada
asam-asam permukaan, misalnya konversi alkohol menjadi eter dan alkena :

OH + C2H5OH OC2H5 + H2O

OC2H5 OC2H5 C2H5OC2H5 + O

OC2H5 OH
H2C CH2 +

Katalisis asam pada isomerisasi alkena dan inisiasi polimerisasi kationik


alkena dapat terjadi jika asam Brønsted memprotonasi ikatan rangkap C=C
membentuk karbokation :

Si OH Al + R2C CR2 R2CHC+R2 + Si O- Al

Permukaan Silika
Permukaan silika adalah merupakan suatu asam Brønsted karena zat tersebut
mengandung gugus –OH. Reaksi yang terjadi pada permukaan situs asam Brønsted
suatu silika gel dapat digunakan untuk pembuatan lapis tipis dengan berbagai jenis
gugus organik menggunakan reaksi modifikasi permukaan sebagai berikut :

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 132


Si OH + HOSiR3 Si-O-SiR3 + H2O

Si OH + ClSiR3 Si-O-SiR3 + HCl

Oleh karena itu, permukan silica gel dapat dimodifikasi menjadi suatu bahan
yang memiliki afinitas spesifik untuk mengikat molekul tertentu. Pengembangan
lebih luas tentang modifikasi bahan tersebut adalah modifikasi fasa stasioner yang
digunakan secara luas dalam dunia kromatografi.

Dasar-dasar Reaksi Anorganik 133

Anda mungkin juga menyukai