Anda di halaman 1dari 2

Perubahan Diagnosa Klinis Autisme dalam

DSM V
Posted on September 14, 2013 by Margaretha under Autisme
Margaretha,
sedang mengikuti Workshop Identifikasi dan Intervensi dini Anak dengan Autisme di Autism
Association of Western Australia, Perth.

Di bulan Mei 2013 ini, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V (DSM V;
American Psychiatry Association) telah terbit. Dan didalamnya berisi perubahan mengenai
proses pembuatan diagnosa klinis Autisme. Perubahan memahami Autisme yang dilakukan oleh
APA dinyatakan telah didasarkan pada riset dalam bidang Autisme. Tulisan ini akan
menggambarkan perubahan diagnosa Autisme di dalam DSM V.

Diagnosa Autisme
Profesional dalam bidang kesehatan mental, seperti: Dokter Anak, Psikiater dan Psikolog biasa
menggunakan DSM dalam menyusun diagnosa Autisme. DSM memberikan panduan dan
penjelasan mengenai berbagai gejala dan tanda-tanda yang terkait dengan autisme. DSM juga
memberikan kriteria mengenai berapa jumlah gejala yang harus tampak untuk dapat menegakkan
diagnosa klinis autisme.

Perubahan diagnosa di DSM V


Ada beberapa perubahan diagnosa dalam DSM V yang perlu dipahami oleh profesional dalam
bidang kesehatan mental.
1. Satu diagnosa gangguan Autisme Spektrum (Autism Spectrum Disorder).
Diagnosa ASD menggantikan berbagai diagnosa klinis terdahulu seperti Gangguan Autistik,
Asperger, dan Ganggan Pervasive yang tidak spesifik.
2. Kriteria derajat keberatan gejala.
Dalam diagnosa ASD diperkenalkan juga kontinuum derajat keberatan autisme, dari level 1, 2, 3.
Tingkatan ini didasarkan pada sejauhmana anak membutuhkan dukungan orang lain dalam
melakukan tugas perkembangannya. Tingkatan ini menunjukkan bahwa ada anak dengan tingkat
ASD ringan dan ada pula yang tingkat gangguan lebih berat.
4. Diagnosa ASD dari Triadic menjadi Dyadic

Sebelumnya diagnosa autisme ditegakkan jika muncul gangguan pada 3 ranah, yaitu: komunikasi
dan bahasa, interaksi sosial dan perilaku minat terbatas dan berulang (DSM IV TR, 2000).
Namun dalam DSM V, diagnosanya menjadi 2 ranah, yaitu: hambatan komunikasi sosial (deficits
in social communication) dan minat yang terfiksasi dan perilaku berulang (fixated interest and
repetitive behavior).
5. Profil sensoris autisme
Sebelumnya problem sensoris atau inderawi autisme tidak disebutkan dalam DSM IV. Dalam
DSM V, profil sensoris anak dengan ASD dimasukkan dalam gejala minat yang terfiksasi dan
perilaku berulang. Misalkan: tidak menyukai makanan tertentu yang memiliki warna atau tekstur
tertentu.
6. Gejala yang telah muncul sejak masa kanak
Menurut DSM V, diagnosa ASD bisa ditegakkan jika anak telah menunjukkan gejala sejak masa
kanak. Walaupun gangguan ASD baru diketahui setelah masa kanak, namun penting untuk
melihat dyadic tersebut yang menunjukkan bahwa anak memiliki persoalan dalam hal sosial dan
perilaku dibandingkan anak-anak seusianya.
7. Diagnosa comorbid
Dalam DSM V, dijelaskan bahwa jika anak menampilkan gejala dari beberapa gangguan, maka ia
bisa mendapatkan diagnosa komorbid. Diagnosa komorbid adalah jika anak mendapatkan 2
diagnosa gangguan atau lebih. Misalkan, anak dengan ASD dan ADHD.
8. Perbedaan diagnosa Gangguan komunikasi sosial dan ASD
Perbedaannya adalah Gangguan komunikasi sosial (Social Communication Behavior) tidak
mencakup problem perilaku minat terbatas dan berulang. Karena ini adalah kriteria yang baru,
ahli klinis perlu lebih mempelajarinya agar lebih terbiasa menggunakannya.
Perubahan ini akan mempengaruhi proses pembuatan diagnosa di seluruh dunia. Di Australia,
mulai saat ini proses diagnosa ASD telah mulai menggunakan DSM V. Namun di Indonesia
proses diagnosa ASD belum dilakukan dengan panduan DSM V.

Anda mungkin juga menyukai