Anda di halaman 1dari 4

Definisi PPDGJ DSM V

PPDGJ (Pedoman Penggolongan & Diagnosis Gangguan Jiwa)


Berikut ini konsep yang terdapat dalam buku PPDGJ :
- Disusun oleh Departemen Kesehatan RI
- Diagnosis gangguan mental disusun dalam blok diagnosis berdasarkan ICD-10 (ringan-berat)
yaitu pada : penomoran kode, sistem klasifikasi, alfa numeric dan istilah-istilah teknis yang
digunakan
- Kode F adalah untuk gangguan mental
- Pada system diagnosis multiaksial, PPDGJ III mengikuti system dari DSM III
- Konsep gangguan mental : “keterbatasan untuk melakukan aktivitas pada tingkat personal
yang ditandai dengan adanya gejala klinis yang bermakna (sindrom pola perilaku dan
psikologis) yang dapat menimbulkan penderitaan dan ketidakberdayaan”

Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder


1. DSM merupakan kependekan dari Diagnostic and Statistical Manual for Mental
Disorder
Artinya DSM merupakan buku manual yang sangat penting digunakan untuk melakukan
diagnosis terhadap gangguan – gangguan mental. Buku ini menjadi panduan untuk
menentukan dan mencocokan, gejala gangguan mental yang ada saat ini
2. DSM Pertama Kali DIterbitkan pada tahun 1952
DSM merupakan manual diagnosis gangguan dan masalah mental yang diluncurkan
pertama kali pada tahun 1952. Peluncuran ini dilakukan setelah berakhirnya perang dunia
ke dua, dimana pada masa itu, banyak muncul masalah - masalah dan gangguan mental.
Peluncuran DSM ini juga dipicu oleh masuknya Mental Disorder atau gangguan mental
pada ICD 6 (merupakan pedoman diagnostic untuk kesehatan, International Classification
Disease) oleh WHO. Sejak saat itu, DSM dan juga ICD berbagi peran, dimana beberapa
diagnostic gangguan mental di dalam DSM turut dipengaruhi oleh kode – kode diagnostic
yang ada pada ICD.
3. DSM Diterbitkan oleh asosiasi psikiatri, bukan asosiasi psikologi
DSM biasa digunakan oleh psikiater dan juga psikolog dalam menegakkan diagnosis.
Namun, meski digunakan oleh psikolog, DSM sendiri bukan diterbitkan oleh asosiasi
psikolog, namun diterbitkan oleh asosiasi psikiater, yaitu American Psychiatry
Association. Asosiasi ini memang memiliki singkatan yang sama dengan asosisasi
psikologi, yaitu American Psychological Association. Meskipun begitu dengan adanya
buku ini di harapkan adanya hubungan yang saling melengkapi antara profesi psikolog
dan juga psikiater.
4. DSM banyak digunakan untuk melakukan diagnosa terhadap berbagai gangguan
mental, kepribadian, dan juga gangguan psikososial
Psikiater dan juga Psikolog banyak menggunakan DSM untuk melakukan penegakkan
diagnosis, mulai dari gangguan mental, seperti Mental Retardation, Skizofrenia,
penyalahgunaan obat – obtan, hingga gangguan atau masalah psikosial, seperti masalah
dengan keluarga, masalah dengan otoritas, dan masalah identitas. Buku ini pun di
lengkapi dengan beberapa ciri dan juga gejala-gejala gangguan yang ada.
5. DSM terdiri dari ratusan diagnosis gangguan
Secara general, mulai dari DSM pertama hingga DSM terbaru, terdapat banyak sekali
diagnosis gangguan yang ada. Gangguan penyalahgunaan obat – obatan merupakan
diagnosis gangguan yang paling banyak. Hal ini membuat pemahaman akan masing –
masing diagnosis gangguan dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis dengan tepat.
6. DSM menggunakan prinsip diagnosis multiaksial dalam menegakkan diagnosis
Dalam penegakkan diagnosis menggunakan DSM, terdapat istilah diagnosis multiaksial.
Diagnosis multiaksial ini menggunakan 5 aksis untuk menentukan gangguan – gangguan
yang dimiliki oleh individu. berikut ini adalah kelima aksis tersebut :
Aksis I = Gangguan Kepribadian dan Retardasi Mental
Aksis II = Gangguan Klinis, dan Gangguan yang menjadi focus atau perhatian klinis
Aksis III = Riwayat kesehatan dan medikasi
Aksis IV = Masalah Psikosial
Aksis V = GAF / General Assessment Functioning
7. Ciri – ciri gangguan pada DSM seringkali mirip antar gangguan, sehingga
membutuhkan diagnosis banding
Dalam melakukan penegakan diagnosis menggunakan DSM, maka praktisi harus teliti
dan juga berhati – hati dalam memberikan diagnosis. Terdapat beberapa diagnosis yagn
memiliki kriteria atau ciri – ciri yang hampir mirip, sehingga perlu dilakukan diagnosis
banding. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa gangguan yang muncul pada klien
adalah tepat, dan sesuai dengan kriteria yang dimunculkan oleh si klien.
Contohnya ketika mendiagnosa kenakalan remaja yang senang tawuran. Perilaku tawuran
ini bisa dikategorikan dalam beberapa diagnosis, seperti: Perilaku konduksi / conduct
disorder, Gangguan kepribadian antisosial, Masalah dengan hukum (masalah
psikososial), Gangguan perilaku antisosial remaja. Untuk memastikan, masuk ke dalam
kategori gangguan apa, maka diperlukan pemahaman yang mendalam, dan juga
pemahaman masing – masing kriteria dengan baik, agar tidak terjadi kesalahan diagnosis,
yang bisa berujung pada kesalahan intervensi nantinya. Dengan begitu akan dapat
meminimalkan resiko kerugian bagi para pasien yang mempercayakan kesembuhan pada
para psikolog maupun psikiater.
8. DSM V adalah edisi terbaru dari DSM
Seri atau edisi terbaru dari DSM V diterbitkan pada tahun 2013. Namun saat ini,
penggunaan dari DSM V masih sedikit, karena masih banyak yang menggunakan DSM
IV TR. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan aksis – aksis dan juga golongan
diagnosa yang cukup signifikan perbedaannya, sehingga masih banyak psikolog, dan juga
psikiater yang menggunakan DSM IV TR, atau menggunakan PPDGJ atau menggunakan
ICD.
9. DSM sering dihinggapi oleh berbagai gossip dan juga kontroversi tidak sedap
Bagi anda yang merupakan praktisi dan akademisi di bidang psikologi dan psikiatri,
mungkin anda sering mendengar gossip dan juga kontroversi yang tidak sedap hingga
pada DSM. Misalnya seperti intervensi dari perusahan farmasi tertentu yang ikut andil
dalam pembuatan DSM, dan gossip – gossip lainnya. Hal ini memang belum tentu benar,
dan masih diragukan kebenarannya, namun tetap saja hal ini membuat DSM sempat
menjadi bahan perdebatan dan kontroversi yang tidak sedap.
10. Terdapat beberapa diagnosis gangguan yang masih banyak diperdebatkan dalam
DSM
Salah satu masalah diagnosis yang sering diperdebatkan dalam DSM adalah masalah
mengenai orientasi seksual. Belum lama ini, kita masih ingat mengenai kehebohan homo
seksualitas yang mencuat ke public, yang dikenal dengan istilah LGBT. Dalam DSM,
terutama DSM IV TR, masalah LGBT, terutama homo seksual, yaitu gay dan juga
lesbian memang tidak tercantum di dalam DSM. Namun demikian hal ini sering
diperdebatkan, karena pada sistem diagnosis selain DSM, yaitu ICD dan juga PPDGJ,
gay dan lesbian dimasukkan ke dalam kategori gangguan. Isu ini merupakan salah satu
isu yang diperdebatkan oleh banyak pihak. Masalah - masalah ini kebanyakan disebabkan
karena adanya bias budaya atau cultural bias, sehingga mungkin beberapa kategori
diagnostik berbeda - beda di dalam tiap budaya.

Penggolongan Gangguan Kesehatan Mental Dalam DSM

1. Aksis I
Aksis 1 ini mliputi sebuah penggolongan sindrom klinis. Di dalam aksis ini tercakup
gangguan seperti kecemasan, gangguan mood, skizofrenia, gangguan psikotik lainnya,
sebuah gangguan penyesuaian, hingga gangguan yang umum terjadi ppertama kali
didiagnosis pada masa bayi, kanak-kanak, hingga di masa remaja (kecuali reterdasi
mental).
Dalam aksis 1 ini tercakup juga gangguan medis yang mana kondisi tersebut terjadi
akibat faktor-faktor psikologis diantaranya adalah kondisi asma yang disebabkan kondisi
asma pada seseorang dan lain sebagainya.
2. Aksis II
Dalam aksis II gangguan kesehatan mental mencakup sebuah pola yang maladaptif (tidak
dapat menyesuaikan) dalam kehidupan sehari-hari. Gangguan tersebut biasanya berimbas
pada rusaknya sebuah hubungan antarpribadi, sosial, termasuk juga gangguan antisosial,
narsistik, paranoid, dan juga gangguan kepribadian ambang.
3. Aksis III
Aksis tiga meliputi gangguan yang mempengaruhi kondisi-kondisi medis umum.
Penyakit – penyakit medis yang disebabkan sumbernya dari gangguan-gangguan
psikologis.
4. Aksis IV
Di aksis 4 ini terdapat daftar problem psikosisal dan juga lingkungan yang mana hal
tersebut diyakini akan mempengaruhi diagnosis, prognosis, atau penanganan suatu
gangguan mental.
Aksis 4 ini termasuk dalam sebuah pristiwa negative dalam hidupnnya misalnya
pemutusan hubungan kerja, perceraian, tidak adanya dukungan sosial, terkena imbas dari
sebuah bencana, yang mana hal tersebut berimbas pada sulitnya seseorang dapat
beradaptasi dengan keadaannya yang baru.
5. Aksis V
Aksis v, Assessment fungsi secara global, yang mana hal ini mengacu kpada assessment
secara menyeluruh klinis tentang sebuah fungsi dari psikologis, sosial, dan juga pekerjaan
klien.

Anda mungkin juga menyukai