Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN

TUTORIAL KEP.MATERNITAS

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Maternitas oleh
bimbingan Hendrawati S.Pd.S.Kep.,Ners.,M.Kes

Disusun oleh:

Devia Fiska Mashanriza 220110170206 Amelia Andini 220110170218


Shofi Maudi Nurhasanah 220110170207 Irsyadatul Hasanah 220110170219
Sausan Zakiyah 220110170208 Dhiya Roihana 220110170220
Ismi Asmaul Chair 220110170209 Insani Fatma Boru 220110170221
Cindy Puspita Sari 220110170210 Widya Nurwulan 220110170222
Kenny Chairunnisa 220110170211 Yoki Muhammad Ibrahim 220110170223
Silvi Oktavia 220110170212 Riva Annisa 220110170224
Puspa Mawar Rinjani 220110170213 Syifa Lutfiah 220110170226
Rizkiana Rachmatulloh 220110170214 Azzah Dinah Rachman 220110170227
Khoirun Nissa 220110170216 Anggia Jelita Nurazmi 220110170228
Siti Nurjanah 220110170217 Sahrul Khoer 220110170229

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2019
KASUS 2 INTRANATAL
Seorang perempuan usia 30 tahun G1P0A0 hamil 39 minggu datang ke Puskesmas Jatinangor
pada tanggal 25 Februari 2020 pukul 09.00 WIB dengan keluhan perut mules dan keluar
lendir
bercampur darah dari jalan lahir. Pasien mengatakan mules dirasakan sejak 05.30 WIB. Hasil
anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan hasil : Kesadaran composmentis, TD: 120/80
mmHg,
RR: 20 x/menit, HR: 80 x/menit, Suhu: 37,7ºC. Hasil palpasi : Leopold I, TFU 34 cm teraba
bokong, Leopold II punggung kiri, Leopold III kepala sudah masuk PAP, dan Leopold IV
divergen. DJJ 150x/ menit. Kontraksi 2 x dalam 10 menit durasi 20 detik. Hasil pemeriksaan
dalam
: portio tebal, selaput ketuban utuh, pembukaan serviks 2 cm.
Pukul 11.30 dilakukan pemeriksaan kembali, didapatkan hasil: TD: 100/70 mmHg, RR:
20x/menit, HR: 87 x/menit, Suhu: 36,1°C. Hasil palpasi: kontraksi uterus 3x dalam 10 menit
durasi
25 detik; DJJ 139x/menit. Hasil pemeriksaan dalam: portio tebal, lunak, ketuban utuh,
pembukaan
5 cm, presentasi belakang kepala, penurunan kepala 4/5, tidak ada penyusupan.
Pukul 12.00 : kontraksi 3x dalam 10 menit selama 30 detik, DJJ 141x/menit, nadi 80x/menit
Pukul 12.30 : kontraksi 3x dalam 10 menit selama 35 detik, DJJ 140x/menit, nadi 85x/menit
Pukul 13.00 : kontraksi 3x dalam 10 menit selama 40 detik, DJJ 141x/menit, nadi 88x/menit
Pukul 13.30 : kontraksi 4x dalam 10 menit selama 45 detik, DJJ 143x/menit, nadi 88x/menit
Pasien
terpasang infus dengan cairan RL 500 ml 20 tetes/menit.
Pukul 14.00 : kontraksi 4x dalam 10 menit selama 45 detik, DJJ 145x/menit, nadi 85x/menit
10.
Pukul 14.30 pasien mengeluh mulesnya semakin kuat, wajah tampak meringis dan
mengatakan
keluar air air dari jalan lahir. Hasil pemeriksaan TD: 110/70 mmhg, HR: 88x/menit, RR:
22x/menit, suhu: 36,6 ºC. Kontraksi 3x dalam 10 menit selama 45 detik. DJJ : 143x/menit.
Pembukaan serviks 8 cm, selaput negative cairan ketuban jernih. presentasi belakang kepala,
penurunan kepala 2/5, tidak ada penyusupan.
Pukul 15.00 : kontraksi 5x dalam 10 menit selama 45 detik, DJJ 140x/menit, nadi 88x/menit
Pukul 15.30 : kontraksi 5x dalam 10 menit selama 50 detik, DJJ 143x/menit, nadi 88x/menit
Pukul 16.00 : kontraksi 5x dalam 10 menit selama 50 detik, DJJ 141x/menit, nadi 85x/menit
KALA II
Pukul 16.25 pasien mengeluh kontraksi semakin kuat, pasien tidak kuat ingin meneran.
Kontraksi
5 x dalam 10 menit selama 50 detik. DJJ: 160 x/menit, HR: 85x/menit. Pembukaan lengkap,
presentasi belakang kepala, penyusupan kepala molage berdekatan, kepala janin menonjol di
perineum. Pasien dipersiapkan untuk dipimpin meneran, pasien diposisikan litotomi
Pukul 16.45 seorang bayi perempuan lahir dengan berat 3000 gram, panjang 50 cm, lingkar
kepala
30 cm, bayi menangis spontan. AS 9/10
Dilakukan penatalaksanaan Kala III dengan memberikan oksitosin 1 ampul via IM Plasenta
lahir
lengkap 16.50 WIB. Tidak terdapat laserasi dan perkiraan perdarahan ±150cc
Observasi Kala IV:
1. Pukul 17.05: TD: 110/70 mmHg, HR: 82x/menit, Suhu 36,60C. TFU setinggi pusat.
Kontraksi
uterus baik (keras), kandung kemih kosong, jumlah perdarahan pervaginam normal.
2. Pukul 17.20: TD: 110/70 mmHg, HR: 82x/menit. TFU setinggi pusat. Kontraksi uterus
baik
(keras), kandung kemih kosong, jumlah perdarahan pervaginam normal.
3. Pukul 17.35: TD: 110/70 mmHg, HR: 82x/menit. TFU 2 jari dibawah pusat. Kontraksi
uterus
baik (keras), kandung kemih kosong, jumlah perdarahan pervaginam normal.
4. Pukul 17.50: TD: 110/70 mmHg, HR: 82x/menit. TFU 2 jari dibawah pusat. Kontraksi
uterus
baik (keras), kandung kemih kosong, jumlah perdarahan pervaginam normal.
5. Pukul 18.20: TD: 110/70 mmHg, HR: 82x/menit, Suhu: 36C. TFU 2 jari dibawah pusat.
Kontraksi uterus baik (keras), kandung kemih kosong, jumlah perdarahan pervaginam
normal.
6. Pukul 18.50 TD: 110/70 mmHg, HR: 82x/menit. TFU 2 jari dibawah pusat. Kontraksi
uterus
baik (keras), kandung kemih kosong, jumlah perdarahan pervaginam normal. Perawat
mendokumentasikan semua yang dilakukan dalam partograf
Learning Objektif

1. Respon ibu dan janin terhadap persalinan


a. Identifikasi jenis panggul yang adekuat untuk persalinan
 Genekoid (panggul wanita) jenis ini berbentuk bundar dan silinder secara
keseluruhan dengan diameter adekuat untuk kelahiran melalui vagina. Jenis panggul
ini terdapat pada 50% wanita.
 Anthropoid, bentuk sempit dari sisi ke sisi dan melebar dari depan ke belakang
dengan diameter yang adekuat untuk kelahiran, terdapat pada hampir 50% wanita
non kulit putih dan 25% wanita kulit putih.
 Android (panggul pria) tampak berbentuk seperti jantung/segitiga pada PAP dan
tidak menguntungkan untuk kelahiran melalui vagina. Ditemukan pada 25% wanita.
b. Identifikasi hubungan antara fetus dan panggul

Hubungan antara fetus dan panggul untuk menentukan posisi janin hubungan ini
ditentukan dengan menentukan titik tertentu pada permukaan persentasi dan
menghubungkannya dengan 4 difisi/kuadrat imaginer panggul anterior kiri, posterior
anterior kanan dan posterior kanan. Pembagian ini membantu menunjukan apakah bagian
presentasi mengarah ke sisi kanan atau kiri, ke depan atau belakang panggul.

c. Identifikasi fetal descent selama persalinan


Terjadi ketika bagian janin telah melewati panggul. Descent/penurunan terjadi akibat 3
kekuatan yaitu tekanan dari cairan amnion, tekanan langsung kontraksi fundus pada janin
dan kontraksi diafragma serta otot-otot abdomen ibu pada saat persalinan dengan sumbu
jalan lahir.
 Sinklistimus yaitu ketika satura sagitalis sejajar dengan sumbu jalan lahir.
 Asinklistimus anterior : kepala janin mendekat ke arah promantarium sehingga os
parietalis lebih rendah.
 Asinklistimus posterior : kepala janin mendekat ke arah simpisis dan tertahan
simpisis pubis (Cunningham dkk 2013, Mckinney 2013).
d. Evaluasi fetal malpresentasi

Malpresentasi merupakan bagian terendah janin yang berada dibagian segmen bawah
Rahim bukan bagian belakang kepala.

2. Tujuan perawatan intrapartum


Proses persalinan dan kelahiran yang normal perlu memperoleh pemahaman yang baik,
sehingga dapat dilakukan perawatan serta dukungan yang optimal terhadap ibu bersalin serta
mengalami kejadian selama proses persalinan dan kelahiran sehingga dapat mengambil
tindakan antisipasip untuk masalah yang ada.

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke jalan lahir.
(Prawirohardjo,2001)Tujuan perawatan intrapartum adalah mengupayakan kelangsungan
hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayi nya,melalui berbagai
upaya yang terintegrasi dan lengkap serta terintervensi minimal,sehingga prinsip kemanan
dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal.Dengan pendekatan seperti
ini,berarti bahwa upaya asuhan persalinan normal harus didukung oleh adanya alasan yang
kuat dan berbagai bukti ilmiah yang dapat menunjukan adanya manfaat apabila diaplikasikan
pada setiap proses persalinan.

Ada 2 Tujuan umum dari perawatan intrapartum yaitu :

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan emosional ibu dan bayi nya


2. Menyatukan konsep perawatan yang berpusat pada keluarga ke dalam pengalaman
persalinan dan melahirkan.

3. Teori-teori penyebab mulainya persalinan

Menurut Sumarah (2009, pp.2-4), bagaimana terjadinya persalinan belum diketahui dengan
pasti, sehingga menimbulkan beberapa teori yang berkaitan dengan mulainya kekuatan
his.Hormon-hormon yang dominan pada saat kehamilan yaitu :

1) Estrogen

Berfungsi untuk meningkatkan sensivitas otot rahim dan memudahkan penerimaan


rangsangan dari luar seperti 11 rangsangan oksitosin, rangsangan prostaglandin,
rangsangan mekanis.

2) Progesteron

Berfungsi menurunkan sensivitas otot rahim, menyulitkan penerimaan rangsangan dari


luar seperti oksitosin, rangsangan prostaglandin, rangsangan mekanis, dan menyebabkan
otot rahim dan otot polos relaksasi. Pada kehamilan kedua hormon tersebut berada dalam
keadaan yang seimbang, sehingga kehamilan bisa dipertahankan. Perubahan
keseimbangan kedua hormontersebut menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh
hipofise parst posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks.
Kontraksi ini akan menjadi kekuatan yang dominan pada saat persalinan dimulai, oleh
karena itu makin tua kehamilan maka frekuensi kontraksi semakin sering. Oksitosin
diduga bekerja bersama atau melalui prostaglandin yang makin meningkat mulai umur
kehamilan minggu ke-15 sampai aterm lebih-lebih sewaktu partus atau persalinan.
Disamping faktor gizi ibu hamil dan keregangan otot Rahim dapat memberikan pengaruh
penting untuk mulainya kontraksi rahim. Dengan demikian dapat dikemukakan beberapa
teori yang memungkinkan terjadinya proses persalinan :

a) Teori Keregangan

Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati
batas waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat mulai. Keadaan uterus
yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini
mungkin merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter sehingga
plasenta mengalami degenerasi. Pada kehamilan ganda seringkali terjadi kontraksi setelah
keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan.

b) Teori penurunan progesteron

Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur kehamilan 28 minggu, dimana terjadi
penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Villi
koriales mengalami perubahan-perubahan dan produksi progesteron mengalami
penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim
mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.

c) Teori oksitosin internal

Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise parst posterior. Perubahan keseimbangan


estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi
kontraksi braxton hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan
maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas,sehingga persalinan dimulai.

d) Teori prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan
oleh desidua. Pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot
rahim sehingga terjadi persalinan. Prostaglandin dianggap dapat memicu terjadinya
persalinan.

e) Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis

Teori ini menunjukkan pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi keterlambatan
persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Teori ini dikemukakan oleh Linggin
(1973). Malpar tahun 1933 mengangkat otak kelinci percobaan, hasilnya kehamilan
kelinci menjadi lebih lama. Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas
janin, induksi persalinan. Dari beberapa percobaan tersebut disimpulkan ada hubungan
antara hipotalamus-pituitari dengan mulainya persalinan. Glandula suprarenal merupakan
pemicu terjadinya persalinan.

f) Teori berkurangnya nutrisi

Berkurangnya nutrisi pada janin dikemukakan oleh Hippokrates untuk pertama kalinya.
Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.

g) Faktor lain

Tekanan pada ganglion servikale dari pleksusfrankenhauser yang terletak dibelakang


serviks. Bila ganglion ini tertekan, maka kontraksi uterus dapat dibangkitkan. Bagaimana
terjadinya persalinan masih tetap belum dapat dipastikan, besar kemungkinan semua
faktor bekerja bersama-sama, sehingga pemicu persalinan menjadi multifaktor.

4. Metode-metode bersalin
a. Persalinan normal tanpa bantuan alat
Jenis persalinan ini sangat populer di kalangan ibu-ibu, karena banyak yang mengatakan
bahwa seorang ibu belum menjadi ibu sejati jika belum melahirkan secara normal.
Persalinan normal adalah persalinan yang dilakukan tanpa menggunakan alat bantu apa
pun dengan bayi keluar melalui alat vital sang ibu dengan letak belakang kepala / ubun-
ubun kecil. Untuk melakukan persalinan normal ini setidaknya dibutuhkan 3 hal utama
yaitu  kekuatan mengejan sang ibu, keadaan jalan lahir, dan keadaan janin. Ketiga faktor
tersebut harus terpenuhi, artinya ketiganya harus dalam keadaan baik. 
Kekuatan mengejan ibu sangat dibutuhkan agar janin dapat didorong ke bawah dan
masuk kerongga panggul. Saat kepala janin memasuki ruang panggul, posisi kepala
sedikit menekuk sehingga dagu dekat dengan dada janin. Posisi yang demikian akan
memudahkan kepala janin lolos melalui jalan lahir, yang kemudian diikuti dengan
beberapa gerakan selanjutnya. Nah setelah kepala keluar, barulah bagian tubuh janin
yang lain akan mengikuti, mulai dari bahu, badan, dan kedua kaki. Apakah anda
berminat melahirkan dengan cara normal?
b. Persalinan dengan alat bantu vakum
Persalinan dengan bantuan vakum pada dasarnya tergolong sebagai peersalinan normal,
hanya saja dibantu dengan alat berupa vakum. Vakum atau ekstrasi vakum adalah alat
penghisap berbentuk cup yang digunakan untuk menarik keluar bayi dengan perlahan
dan lembut. Cara kerjanya hampir seperti vakum cleaner tetapi prosesnya lebih
manusiawi. Cara penggunaan vakum adalah dengan meletakan vaakum diatas kepala
bayi yang menghubungkan mangkuk dengan mesin. Alat ini menggunakan tenaga pompa
atau listrik. Vakum dinyalakan pada saat ibu mengejan dan mulut Rahim sudah terbuka
penuh
serta kepala bayi sudah berada dibagian bawah pinggul. Vakum hanya akan dilakukan
jika terdapat beberapa kemungkinan buruk diantaranya adalah :
 Membahayakan kesehatan dan nyawa ibu dan anak.
 Proses persalinan yang lama sehingga ibu kehabisan tenaga.
 Ibu mengalami hipertensi (preeklamsia).
 Gawat janin yang ditandai dengan DJJ lebih dari 160 kali permenit atau melambat
mencapai 80 kali permenit (bayi kekurangan oksigen).
Pada saat menggunakan vakum seorang ibutidak boleh mengejan terlalu kuat karena
dapat memicu hipertensi dan membahayakan jiwa sang ibu. Persalinan menggunakan
vakum ini membutuhkan waktu kurang lebih 45 menit secara keseluruhan.
c. Persalinan dengan alat bantu forsep
Persalinan dengan bantuan alat forsep ini dilakukan apabila mengalami kesulitan akibat
kondisi ibu yang tidak bagus, misalnya terkena serangan jantung, asma, atau keracunan
kehamilan dan dapat membahayakan nyawa ibu dan anak. Forsep adalah alat bantu
persalinan yang terbuat dari logam menyerupai sendok. Persalinan dengan forsep ini
dapat dilakukan meskipun ibu tidak mengejan. Caranya adalah dengan meletakan forsep
diantara kepala bayi dan memastikan itu terkunci dengan benar, artinya kepala bayi
dicengkeram dengan kuat dengan forsep. Kemudian forsep akan ditarik keluar sedangkan
ibu tidak perlu mengejan terlalu kuat. Persalinan forsep biasanya membutuhkan
episiotomy.
d. Persalinan di dalam air
Metode persalinan ini kurang begitu popular, namun telah ada sebagian ibu yang
melahirkan dengan metode ini. Metode ini dianggap sebagai metode persalinan normal
terbaik karena mempunyai beberapa efek positif, baik bagi ibu maupun bayinya. Cara
melakukan persalinan di dalam air adalah sebagai berikut :
- Dilakukan di dalam sebuah kolam dari plastic berukuran 2 meter atau bath tube.
- Pada alas kolam diusahan ada benjolan-benjolan agar posisi anda tidak merosot.
- Pompa pengatur air agar tetap bersirkulasi.
- Pengatur suhu (water heater) untuk menjaga air tetap hangat.
- Thermometer untuk mengukur suhu.
- Kolam yang sudah disterilkan kemudian diisi air yang suhunya disesuaikan
dengan suhu tubuh, sekitar 36-37 celcius agar bayi tidak merasakan perbedaan
suhu yang ekstream antara di dalam perut dan diluar.
Namun dalam melakukan persalinan di dalam air ini harus tetap dalam pengawasan
medis, dan harus berkonsultasi terlebih dahulu sebelum melakukannya. Karena tentuya
dokter mempunyai pertimbangan yang bijak untuk kebaikan anda. Seorang ibu tidak
boleh melahirkan di dalam air apabila : ibu sedang dalam perawatan medis, ibu memiliki
penyakit herpes, pnggul ibu kecil, dan bayi sungsang atau melintang.
e. Operasi Caesar
Operasi Caesar atau bedah sesar adalah proses persalinan dengan melalui pembedahan
dimana irisan dilakukan di perut ibu (laparatomi) dan Rahim (histerotomi) untuk
mengeluarkan bayi. Operasi ini biasanya dilakukan karena permintaan ibu yang takut
melahirkan secara normal. Namun operasi Caesar juga bisa dilakukan apabila kondisi ibu
tidak memungkinkan, meskipun sang ibu ingin melahirkan normal.
5. Nilai dan keyakinan (budaya) selama persalinan

Ada suatu kepercayaan yang mengatakan minum rendaman air rumput Fatimah akan
merangsang mulas. Memang,rumput Fatimah bias membuat mulas pada ibu hamil,tapi apa
kandungannya belum diteliti secara medis. Jadi,harus dikonsultasikan dulu ke dokter sebelum
meminumnya.soalnya,rumput ini hanya boleh diminum pada pembukaannya sudah mencapai
3-5 cm,letak kepala bayi sudah masuk panggul,mulut rahim sudah lembek atau tipis,dan
posisi ubun-ubun kecilnya normal. Jika letak ari-arinya di bawah atau  bayinya sungsang,tak
boleh minum rumput ini karena sangat bahaya. Tarlebih jika pembukaannya belum ada, tapi
si ibu justru dirangsang mulas pakai rumput ini,bias-bisa janinnya malah naik ke atas dan
membuat sesak nafas si ibu. Mau tak mau,akhirnya dilakukan jalan operasi.

Keluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan,akan


membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar. Keluarnya cairan
keputihan pada usia hamil tua justru tak normal,apalagi disertai gatal,bau,dan berwarna. Jika
terjadi,segera konsultasikan ke dokter. Ingat,bayi akan keluar lewat saluran lahir. Jika vagina
terenfeksi,bias mengakibatkan peradangan selaput mata pada bayi. Harus diketahui pula,
yang membuat persalinan lancer bukan keputihan,melainkan air ketuban. Itulah mengapa
,bila air ketuban pecah  duluan,persalinan jadi seret.

Minum minyak kelapa memudahkan persalinan. Minyak kelapa,memang konotasinya bikin


lancer dan licin.namun dalam dunia kedokteran,minyak tak ada gunanya sama sekali dalam
melancarkan keluarnya sang janin. Mungkin secara psikologis,ibu hamil meyakini,dengan
minum dua sendok minyak kelapa dapat memperlancar persalinannya.

Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan madu tidak boleh
sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup,sebaiknya jangan minum madu
karena  bias mengakibatkan overweight.bukankah madu termasuk karbonhidrat yang
paling,tinggi kalorinya. Jadi,madu boleh diminum hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB naik
dari batas yang di tentukan,sebaiknya segera dihentikan.akan halnya telur tak masalah,karena
mengandung protein yang juga menambah kalori.

Makan duren,tape,dan nanas bisa membahayakan persalinan.ini benar karena bisa


mengakibatkan pendarahan atau keguguran. Duren mengandung alkohol,jadi panas ke
tubuh.begitu juga tape. Untuk masakkan yang menggunakan arak ,sebaiknya dihindari. Buah
nanas juga,karena bisa mengakibatkan  keguguran.

Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket,hingga mempersulit persalinan.yang membuat


lengket ari-ari bukan daun kemangi,melainkan ibu yang pernah mengalami dua kali kuret
atau punya banyak anak,missal empat anak. Ari-ari lengket bisa berakibat fatal karena
kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah mengalami kuret sebaiknya melakukan
persalinan di RS besar.hingga,bila terjadi sesuatu dapat ditangani segera.

Sebenarnya,kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu. Faktor 
fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi.
Sedangkan faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu,terutama kesiapannya dalam
melahirkan. Bila ia takut dan cemas,bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus
dioprasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama
persalinan, faktor lain yang juga harus diperhatikan: riwayat kesehatan ibu,apakah pernah
menderita diabetes,hipertensi atau sakit lainnya; gizi ibu selama hamil,apakah mencukupi
atau tidak; dan lingkungan sekitar, apakah men-support atau tidak karena ada kaitannya
dengan emosi ibu. Ibu hamil tak boleh cemas karena akan berpengaruh pada bayinya.
Bahkan,berdasarkan penelitian,ibu yang cemas saat hamil bisa melahirkan anak
hiperaktif,sulit konsentrasi dalam belajar,kemampuan komunikasi yang kurang,dan tidak bisa
kerja sama.

6. Tindakan pertolongan persalinan berdasarkan standart APN

APN (Asuhan Persalinan Normal) merupakan serangkaian tahapan yang bersih dan aman
daru mulai kala satu hingga kala 4 serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan

Tahapan asuhan persalinan normal terdiri dari 58 langkah (JNPK-KR 2013) adalah:

I. Mengenali gejala dan tanda kala dua

1. Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan Kala Dua

 Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran (desakan janin)

 Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vaginanya.

 Perineum tampak menonjol

 Vulva-vagina dan sfingter ani

II. Menyiapkan pertolongan persalinan

2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong


persalinan dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk bayi
asfiksia persiapkan: tempat datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering,
lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi

 Menggelar kain di atas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi.

 Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus

 set steril atau DTT.

 Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih

3. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku. Mencuci kedua tangan
dengan sabun dan air bersih yg mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk
satu kali pakai/handuk pribadi yang bersih.

4. Memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk semua pemeriksaan
dalam.

5. Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik dengan memakai sarung tangan DTT
atau steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).

III. Memastikan pembukaan lengkap & keadaan janin baik.

6. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke


belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.

 Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan
seksama dari arah depan ke belakang

 Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia

 Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam
larutan klorin 0,5% ).

7. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan sudah lengkap.

 Bila selaput ketuban belum pecah, dan pembukaan sudah lengkap, maka lakukan
amniotomi.
8. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai
sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan dan rendam dalam
keadaan terbalik di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

9. rendam dalam keadaan terbalik di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

10. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan. Periksa denyut jantung janin
(DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam
batas normal (120-160 x/menit).

 a. Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal

 b. Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil


penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.

IV. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran

11. Beritahukan pada ibu bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. serta
bantu ibu berada dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan
keinginannya.

 Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan
kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) serta
dokumentasikan semua temuan yang ada.

 Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaiman peran mereka untuk mendukung
dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.

12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran. (Bila ada rasa ingin meneran
dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain
yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).

13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk
meneran:

 Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif.

 Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila
caranya tidak sesuai.
 Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring
terlentang dalam waktu yang lama).

 Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.

 Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu. Berikan asupan
cairan per-oral (minum) yang cukup.

 Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.

 Segera rujuk jika bayi belum atau tidak segera lahir setelah 2 jam meneran pada
primigravida atau setelah 1 jam meneran pada multigravida.

14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika
ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

V. Persiapan pertolongan kelahiran bayi

15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi
telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.

16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.

17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat & bahan.

18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.

VI. Persiapan pertolongan kelahiran bayi.

19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan
yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya
kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.

20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat & ambil tindakan yang sesuai jika hal
itu terjadi dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi :

 Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.

 Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat, dan potong
diantara dua klem tersebut
21. Tunggu kepala bayi melakukan paksi luar secara spontan

22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental, anjurkan ibu
untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan
distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah
atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.

23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk
menelusuri & memegang lengan dan siku sebelah atas.

24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung,
bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki
dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya)

VII. Penanganan bayi baru lahir

25. Lakukan penilaian (selintas) Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau mengap-
mengap lakukan langkah resusitasi (lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi
baru lahir).

 a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan ?

 b. Apakah bayi bergerak dengan aktif ?

Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau mengap-mengap lakukan langkah
resusitasi (lanjut ke langkah resusitasi pada asfiksia bayi baru lahir).

26. Keringkan tubuh bayi

 a. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian
tangan tanpa membersihkan verniks.

 b. Ganti handuk basah dengan handuk atau kain yang kering. Biarkan bayi di atas
perut ibu.

27. Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil
tunggal).

28. Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit IM
(intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum
menyuntikkan oksitosin).

30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari
pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat 2
cm bagian distal dari klem pertama.

31. Pemotongan dan pengikatan tali pusat

 Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), lakukan
pengguntingan tali pusat di antara 2 klem.

 Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan
kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.

 Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.

32. Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi tengkurap di
dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada/perut ibu. Usahakan
kepala berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara
ibu.

33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.

VIII. Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga

34. Pindahkan klem pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva.

35. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis untuk
mendeteksi, sedangkan tangan lain memegang tali pusat.

36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang
lain mendorong uterus ke arah belakang atas (dorso-kranial) secara hatihati (untuk
mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan
penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi
prosedur di atas.

 Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu atau anggota keluarga untuk
melakukan stimulasi puting susu
37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu
meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian
ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorsokranial).

 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5- 10 cm
dari vulva dan lahirkan plasenta.

 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :

o Berikan dosis ulangan oksitosin 10 unit IM.

o Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh.

o Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan.

o Ulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya.

o Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi
perdarahan, segera lakukan plasenta manual.

38. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan.
Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin, kemudian lahirkan dan
tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.

 Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan
eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT untuk
mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.

39. Segera setelah plasenta & selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan
telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan

IX.Menilai perdarahan

40. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi pastikan selaput ketuban
lengkap & utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.

41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila
laserasi menyebabkan perdarahan. Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan
aktif, segera lakukan penjahitan.
X. Melakukan prosedur pasca persalinan

42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.

43. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.

 Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu
30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi
cukup menyusu dari satu payudara.

 Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil
menyusu.

44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik
profilaksis dan vitamin K1 1 mg intramuskular di paha kiri anterolateral.

45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di
paha kanan anterolateral.

 Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.


Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam
satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.

46. Lanjutkan pemantauan kontraksi & mencegah perdarahan pervaginaM.

 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan

 Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan

 Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan

 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, maka lakukan asuhan yang sesuai
untuk menangani antonia uteri.

47. Ajarkan ibu / keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.

48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.


49. Memeriksa nadi ibu & keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama
pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.

 Memeriksa temperatur tubuh ibu setiap jam selama 2 jam pertama pasca
persalinan.

 Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.

50. Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60
kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,5 OC).

51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.

52. Buang bahan-bahan yg terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.

53. Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir
dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

54. Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk
memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.

55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam
ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.

58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan

7. Asuhan keperawatan selama persalinan kala I

a. Penyebab nyeri persalinan dan penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi

Nyeri persalinan mulai timbul pada kala I fase laten, yaitu proses pembukaan
serviks sampai 3 cm dan fase aktif, yaitu proses pembukaan serviks dari 4 cm
sampai 10 cm. Pada fase aktif menuju puncak pembukaan terjadi peningkatan
intensitas dan frekuensi kontraksi, sehingga respon puncak nyeri berada pada fase ini
(Reeder, Martin, & Koniak-Griffin, 2012).
Nyeri bersifat unik dan subjektif, artinya setiap orang memiliki respon terhadap
rangsangan nyeri yang berbeda-beda karena ambang nyeri yang berbeda.
Perbedaan respon nyeri juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kecemasan,
dan ketegangan emosi (Andriana, 2007; Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2004).
a). Penyebab Nyeri Persalinan
Nyeri persalinan kala-satu adalah akibat dilatasi seviks dan sagmen uterus bawah
dengan distensi lanjut, peregangan, dan trauma pada serat otot dan ligamen. Faktor
penyebab nyeri persalinan adalah :
1. berkurangnya pasokan oksigen ke otot rahim (nyeri persalinan menjadi lebih hebat
jika interval antara kontraksi singkat, sehingga pasokan oksigen ke otot rahim
belum sepenuhnya pulih),
2. meregangnya leher rahim (effacement dan pelebaran),
3. tekanan bayi pada saraf di dan dekat leher rahim dan vagina,
4. ketegangan dan meregangnya jaringan ikat pendukung rahim dan sendi panggul
selama kontraksi dan turunnya bayi,
5. Tekanan pada saluran kemih, kandung kemih, dan anus,
6. Meregangnya otot-otot dasar panggul dan jaringan vagina,
7. ketakutan dan kecemasan yang dapat menyebabkan dikeluarkannya hormon stress
dalam jumlah besar (epinefrin, norepinefrin, dan lainlain) yang mengakibatkan
timbulnya nyeri persalinan yang lama dan lebih berat (Simkin, P., Whalley, J., dan
Keppler, A., 2007, hal. 150).
b). Fisiologi Nyeri Persalinan
Rasa nyeri pada kala I disebabkan oleh munculnya kontraksi otot-otot uterus,
peregangan serviks pada waktu membuka, iskemia rahim (penurunan aliran darah
sehingga oksigen lokal mengalami defisit) akibat kontraksi arteri miometrium.
Ketidaknyamanan dari perubahan serviks dan iskemia uterus adalah nyeri viseral yang
berlokasi di bawah abdomen menyebar ke daerah lumbar punggung dan menurun ke
paha. Biasanya nyeri dirasakan pada saat kontraksi saja dan hilang pada saat relaksasi.
Nyeri bersifat lokal seperti kram, sensasi sobek dan sensasi panas yang disebabkan
karena distensi dan laserasi serviks, vagina dan jaringan perineum. Nyeri persalinan
menghasilkan respon psikis dan refleks fisik. Nyeri persalinan memberikan gejala
yang dapat diidentifikasi seperti pada sistem saraf simpatis yang dapat terjadi
mengakibatkan perubahan tekanan darah, nadi, respirasi, dan warna kulit. Ekspresi
sikap juga berubah meliputi peningkatan kecemasan, mengerang, menangis, gerakan
tangan (yang menandakan rasa nyeri) dan ketegangan otot yang sangat di seluruh
tubuh (Bobak I. M., at all. 2004, hal. 253).

c). Penatalksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi

Manajemen secara farmakologis adalah dengan pemberian obat-obatan sedangkan


nonfarmakogis tanpa obat-obatan. Cara farmakologis adalah dengan pemberian obat-
obatan analgesia yang bisa disuntikan melalui infus intravena yaitu saraf yang
mengantar nyeri selama persalinan. Tindakan farmakologis masih menimbulkan
pertentangan karena pemberian obat selama persalinan dapat menembus sawar
plasenta, sehingga dapat berefek pada aktifitas rahim. Efek obat yang diberikan
kepada ibu terhadap bayi dapat secara langsung maupun tidak langsung (Mander,
2005).

Manajemen secara nonfarmakologis sangat penting karena tidak membahayakan bagi


ibu maupun janin, tidak memperlambat persalinan jika diberikan kontrol nyeri yang
kuat, dan tidak mempunyai efek alergi maupun efek obat. Banyak teknik
nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri selama kala I meliputi, relaksasi, akupresur,
kompres dingin atau hangat, terapi musik, hidroterapi dan masase (Mander, 2005
dalam Adriana 2012, hal 18).

b. Penyediaan support pada ibu bersalin

Menurut Tamsuri (2005, dalam Adriana, 2012, hal.11), Langkah – langkah komunikasi
terapeutik kebidanan pada ibu melahirkan :
1. Menjalin hubungan yang mengenakkan (rapport) dalam klien.
2. Bidan menerima klien apa adanya dan memberikan dorongan verbal yang positif.
3. Kehadiran, Merupakan bentuk tindakan yang meliputi mengatasi semua
kekacauan/kebingungan, memberikan perhatian total pada klien. Dalam hal ini
pendampingan klien difokuskan secara fisik dan pisikologis.
4. Mendengarkan, bidan selalu mendengarkan dan memperhatikan keluhan klien.
5. Sentuhan dalam Pendampingan Klien yang bersalin
6. Bidan memberi rasa nyaman dan dapat membantu relaksasi, misalnya ketika
kontraksi pasien merasa kesakitan, bidan memberikan sentuhan pada daerah
pinggang klien sehingga pasien merasa nyaman.
7. Memberikan Informasi Tentang Kemajuan Persalinan Merupakan upaya untuk
memberi rasa percaya diri klien, bahwa klien dapat menyelesaikan persalinannya.
8. Memandu Persalinan dengan memandu Misalnya bidan menganjurkan kepada
klien untuk meneran pada saat his berlangsung.
9. Mengadakan kontak fisik dengan klien Misalnya menyeka keringat mengipasi,
memeluh klien, menggosok punggung klien.
10. Memberikan pujian kepada klien atas usaha yang telah dilakukannya, Misalnya
Bidan mengatakan : “ Bagus Ibu, pintar sekali menerannya”
11. Memberikan ucapan selamat kepada klien atas kelahiran bayinya dan mengatakan
ikut berbahagia.

c. Identifikasi budaya klien selama persalinan

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Ada suatu kepercayaan
yang mengatakan minum rendaman air rumput Fatimah akan merangsang mulas.
Memang,rumput Fatimah bias membuat mulas pada ibu hamil,tapi apa kandungannya
belum diteliti secara medis. Jadi, harus dikonsultasikan dulu ke dokter sebelum
meminumnya.soalnya,rumput ini hanya boleh diminum pada pembukaannya sudah
mencapai 3-5 cm,letak kepala bayi sudah masuk panggul,mulut rahim sudah lembek atau
tipis,dan posisi ubun-ubun kecilnya normal. Jika letak ari-arinya di bawah atau  bayinya
sungsang,tak boleh minum rumput ini karena sangat bahaya. Tarlebih jika pembukaannya
belum ada, tapi si ibu justru dirangsang mulas pakai rumput ini,bias-bisa janinnya malah
naik ke atas dan membuat sesak nafas si ibu. Mau tak mau,akhirnya dilakukan jalan
operasi.

Keluarnya lendir semacam keputihan yang agak banyak menjelang persalinan,akan


membantu melicinkan saluran kelahiran hingga bayi lebih mudah keluar. Keluarnya cairan
keputihan pada usia hamil tua justru tak normal,apalagi disertai gatal,bau,dan berwarna.
Jika vagina terenfeksi, bias mengakibatkan peradangan selaput mata pada bayi. Harus
diketahui pula, yang membuat persalinan lancer bukan keputihan,melainkan air ketuban.
Itulah mengapa ,bila air ketuban pecah  duluan,persalinan jadi seret.

Minum minyak kelapa memudahkan persalinan. Minyak kelapa,memang konotasinya


bikin lancer dan licin namun dalam dunia kedokteran, minyak tak ada gunanya sama
sekali dalam melancarkan keluarnya sang janin. Mungkin secara psikologis ibu hamil
meyakini,dengan minum dua sendok minyak kelapa dapat memperlancar persalinannya.

Minum madu dan telur dapat menambah tenaga untuk persalinan madu tidak boleh
sembarangan dikonsumsi ibu hamil. Jika BB-nya cukup,sebaiknya jangan minum madu
karena  bias mengakibatkan overweight. bukankah madu termasuk karbonhidrat yang
paling,tinggi kalorinya. Jadi,madu boleh diminum hanya jika BB-nya kurang. Begitu BB
naik dari batas yang di tentukan,sebaiknya segera dihentikan.akan halnya telur tak
masalah,karena mengandung protein yang juga menambah kalori.

Makan duren,tape,dan nanas bisa membahayakan persalinan. ini benar karena bisa
mengakibatkan pendarahan atau keguguran. Duren mengandung alkohol,jadi panas ke
tubuh.begitu juga tape. Untuk masakkan yang menggunakan arak ,sebaiknya dihindari.
Buah nanas juga,karena bisa mengakibatkan  keguguran.

Makan daun kemangi membuat ari-ari lengket, hingga mempersulit persalinan.yang


membuat lengket ari-ari bukan daun kemangi, melainkan ibu yang pernah mengalami dua
kali kuret atau punya banyak anak, missal empat anak. Ari-ari lengket bisa berakibat fatal
karena kandungan harus diangkat. Ibu yang pernah mengalami kuret sebaiknya melakukan
persalinan di RS besar.hingga,bila terjadi sesuatu dapat ditangani segera.

Sebenarnya kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu. Faktor 
fisik berkaitan dengan bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi.
Sedangkan faktor mental berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam
melahirkan. Bila ia takut dan cemas,bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus
dioprasi. Ibu dengan mental yang siap bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama
persalinan, faktor lain yang juga harus diperhatikan: riwayat kesehatan ibu,apakah pernah
menderita diabetes,hipertensi atau sakit lainnya; gizi ibu selama hamil,apakah mencukupi
atau tidak; dan lingkungan sekitar, apakah men-support atau tidak karena ada kaitannya
dengan emosi ibu. Ibu hamil tak boleh cemas karena akan berpengaruh pada bayinya.
Bahkan,berdasarkan penelitian, ibu yang cemas saat hamil bisa melahirkan anak
hiperaktif, sulit konsentrasi dalam belajar, kemampuan komunikasi yang kurang,dan tidak
bisa kerja sama.

d. Induksi dan augmentasi pada persalinan i. Indikasi dan kontraindikasi ii. Bishop score iii.
i. Indikasi dan kontraindikasi
Induksi persalinan adalah upaya menstimulasi uterus untuk memulai
terjadinya persalinan. Sedangkan augmentasi atau akselerasi persalinan adalah
meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan
(Saifuddin, 2002).
Induksi dimaksudkan sebagai stimulasi kontraksi sebelum mulai terjadi
persalinan spontan, dengan atau tanpa rupture membrane. Augmentasi merujuk pada
stimulasi terhadap kontraksi spontan yang dianggap tidak adekuat karena kegagalan
dilatasi serviks dan penurunan janin (Cunningham, 2013).
Induksi persalinan adalah upaya memulai persalinan dengan cara-cara buatan
sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya
his. (Sinclair, 2010).
Secara umum induksi persalinan adalah berbagai macam tindakan terhadap
ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun medisinal, untuk
merangsang timbulnya atau mempertahankan kontraksi rahim sehingga terjadi
persalinan. Atau dapat juga diartikan sebagai inisiasi persalinan secara buatan setelah
janin viable (Llewellyn, 2002).
Indikasi: Induksi diindikasikan hanya untuk pasien yang kondisi kesehatannya
atau kesehatan janinnya berisiko jika kehamilan berlanjut. Induksi persalinan
mungkin diperlukan untuk menyelamatkan janin dari lingkungan intra uteri yang
potensial berbahaya pada kehamilan lanjut untuk berbagai alasan atau karena
kelanjutan kehamilan membahayakan ibu (Llewellyn, 2002). Adapun indikasi induksi
persalinan yaitu ketuban pecah dini, kehamilan lewat waktu, oligohidramnion,
korioamnionitis, preeklampsi berat, hipertensi akibat kehamilan, intrauterine fetal
death (IUFD) dan pertumbuhan janin terhambat (PJT), insufisiensi plasenta,
perdarahan antepartum, dan umbilical abnormal arteri Doppler (Oxford, 2013).
Kontraindikasi: Kontra indikasi induksi persalinan serupa dengan kontra
indikasi untuk menghindarkan persalinan dan pelahiran spontan. Diantaranya yaitu:
disproporsi sefalopelvik (CPD), plasenta previa, gamelli, polihidramnion, riwayat
sectio caesar klasik, malpresentasi atau kelainan letak, gawat janin, vasa previa,
hidrosefalus, dan infeksi herpes genital aktif. (Cunningham, 2013 & Winkjosastro,
2002).
ii. Bishop score
Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan
menipis, hal ini dapat dinilai menggunakan tabel skor Bishop. Jika kondisi tersebut
belum terpenuhi maka kita dapat melakukan pematangan serviks dengan
menggunakan metode farmakologis atau dengan metode mekanis.
Untuk menilai keadaan serviks dapat dipakai skor Bishop. berdasarkan kriteria
Bishop, yakni:
a. Jika kondisi serviks baik (skor 5 atau lebih), persalinan biasanya berhasil
diinduksi dengan hanya menggunakan induksi.
b. Jika kondisi serviks tidak baik (skor <5), matangkan serviks terlebih dahulu
sebelum melakukan induksi. (Yulianti, 2006 & Cunningham, 2013)

Pada kasus jumlah score ada 10 maka pasien dapat dilakukan induksi.
 Pembukaan 7cm = 5
 Penurunan 2/5 = 3
 Konsitensi Lunak = 2
iii. Berbagai metode induksi dan augmentasi
Induksi:
 Memecahkan ketuban
 Konsumsi minyak jarak
 Enema
 Amniotomi
 Dilator mekanis
 Metode hormonal farmakologis: Oksitosin
 Induksi Serial
Augmentasi
 Syntocinon
e. Pendidikan kesehatan yang dibutuhkan selama kala I
 Beri dukungan emosional

 Mengatur posisi nyaman

 Cukup asupan cairan dan nutrisi

 Penerapan prinsip pencegahan infeksi

f. Pengkajian pada wanita yang akan bersalin

i. Identifikasi critical information melalui pmeriksaan fisik: KU; TTV; Abdominal:


kandung kemih, kontraksi, posisi janin, DJJ, TFU; Ekstremitas bawah: varises, oedem,
Homans sign, reflex patella; VE: penipisan dan pembukaan serviks, jumlah bloody show,
keutuhan membrane, jumlah ketuban

TTV : -

TD : 110/70 mmHg

HR : 88x/menit

RR : 22 x/menit

Suhu : 36,6⁰C

Kandung kemih : -

Kontraksi : 3x dalam 10 menit, durasi 40 detik

Posisi janin belakang kepala penurunan 2/5.

Tidak adanya penyusupan, ketuban utuh.

DJJ : 143x/menit

TFU -

ii. Membedakan antara persalinan palsu dan sejati

Persalinan Sejati Persalinan Palsu


Perubahan serukal Membesar secara proytesif Tidak berubah intak / utuh.
membrane decan / rupture secara
spontan.
Perdarahan Ada perdarahan. Tidak ada perdarahan, bisa
ada mucus merah muda /
mengeluarkan mucus.
Pola kontraksi Regular, pola bertambah Irregular.
menjadi semakin intens
dan lebih sering.
Karakteristik nyeri Seringnya dimulai dari Rasa tidak nyaman berada
punggung hingga ke di abdomen.
bawah abdomen, bisa
dimulai dengan sesi keram.
Efek saat berjalan Kontraksi berlanjut dan Dapat menurunkan
semakin kuat. frekuensi atau mengurangi
kontraksi.

iii. Mengevalusi status membrane ketuban dengan nitrazine paper test atau fern testing

Kertas akan berubah menjadi berwarna biru / basa saat kontak dengan amnion. Kertas
tersebut dapat dimasukan ke cairan vagina / meneteskan cairan nizrazine. Fren testing,
cairan yang keluar dari spektum dimasukkan ke dalam slide yang akan dikaji.

g. Pengkajian janin

i. Kesejahteraan janin: Alat ukur: DJJ, gerakan janin; Kondisi yang beresiko untuk
terjadi IUFD, insufisiensi uteroplacenta

Kesejahtraan janin : alat ukur : DJJ, gerak janin

Kondisi beresiko IUFD : penyakit diabetes serta hipertensi kondisi auto imun kurang gizi
infeksi bakteri seperti rubella, malaria dan preeklamsi

Insufesiensi uteroplaenta (pertumbuhan janin yang terhambat)

ii. Usia kehamilan: TFU, HPHT, Quickening,

Usia kehamilan : TFU : menentukan tinggi fundus uterus antara simpisis umbikulus dan
xyphoid.

Ket : Usia Kehamilan 39 minggu

8/7 x TFU = Usia Kehamilan


8/7 x TFU = 39 minggu

TFU = 39 mg x 7/8

TFU = 34,125

HPHT : menentukan perkiraan kelahiran dengan hari pertama hed terakhir

Quickening : fase ibu mulai merasakan pergerakan bayi dirahim usia 16 minggu

h. Penatalaksanaan pada wanita yang akan bersalin

i. Monitoring ibu dan janin selama kala I dan II: KU, TTV, Kontraksi dan DJJ
KU : composmentis (keadaan baik)
TTV :
 Nadi, pada kala 1 dan 2 laten dihitung setiap 1-2 jam sekali, pada fase aktif
setiap 30 menit.
 Suhu: di jaga dengan dalam kondisi 36,5-37,5 pada kala 1, dilakukan setiap
4jam sekali.
 TD : di ukur setiap 2-4 jam sekali
 Kontaksi: palpasi kontarksi uterus tiap 10menit dan cek lamanya kontraksi 10
menit observasi
 Pengecekan vulva-vagina dan sfingter ani
Frekuensi yang dianjurkan DJJ umunya setiap 15-30 menit selama kala satu persalinan
dan setiap kontraksi selama tahap kala dua
ii. Support
 Aman, sesuai evidence based dan menyumbangkan keselamatan jiwa ibu;
 Memungkinkan ibu merasa nyaman, aman, serta emosional serta merasa didukung
dan didengarkan;
 Menghormati praktek budaya, keyakinan agama, ibu/keluarga sebagai pengambil
keputusan;
 Menggunakan cara pengobatan yang sederhana sebelum memakai teknologi canggih;
dan
 Memastikan bahwa informasi yang diberikan adekuat serta dapat dipahami oleh ibu.

iii. Ambulasi dan posisi


 Duduk atau setengah duduk
Alasan: mempermudah bidan untuk membimbing kelahiran kepala bayi dan
mengamati/mensupport perineum.
 Posisi merangkak
Alasan: baik untuk persalinan dengan punggung yang sakit, membantu bayi
melakukan rotasi dan meminimalkan peregangan pada perineum.
 Posisi berjongkok/berdiri
Alasan: membatu penurunan kepala bayi dan memperbesar ukuran panggul
yaitu menambah 28% ruang outletnya, memperbesar dorongan untuk meneran
(bisa memberi kontribusi pada laserasi perineum).
 Posisi berbaring miring ke kiri
Alasan: memberi rasa santai bagi ibu yang letih, memberi oksigenasi yang baik
bagi bayi dan membantu mencegah terjadinya laserasi.
 Selama persalinan tidak dianjurkan posisi litotomi, karena dapat menyebabkan
hipotensi yang berakibat ibu bisa pingsan dan hilangnya oksigen bagi bayi,
menambah rasa sakit, memperlama proses persalinan, ibu sulit melakukan
pernafasan, sulit buang air kecil, membatasi gerakan ibu, ibu merasa tidak
berdaya, proses meneran menjadi lebih sulit, menambah kemungkinan laserasi
pada perineum dan menimbulkan kerusakan saraf pada kaki dan punggung.

iv. Nutrisi dan cairan


Pemberian makanan padat dengan pasien yang memerlukan anestesi tidak disetujui.
Motilitas, absorpsi dan sekresi asam lambung menurun. Hal ini dapat menyebabkan makanan
dapat tertinggal di lambung sehingga dapat terjadi aspirasi pneumonia. Namun demikian,
kebutuhan akan cairan masih diperbolehkan. Selama persalinan, ibu memerlukan minum dan
sangat dianjurkan minum minuman yang manis dan berenergi.

Sebagian ibu masih berkeinginan untuk makan selama fase laten persalinan, tetapi
memasuki fase aktif, hanya ingin minum saja. Pemberian makan dan minum selama
persalinan merupakan hal yang tepat, karena memberikan lebih banyak energi dan mencegah
dehidrasi (dehidrasi dapat menghambat kontraksi/tidak teratur dan kurang efektif). Oleh
karena itu, anjurkan ibu makan dan minum selama persalinan dan kelahiran bayi, anjurkan
keluarga selalu menawarkan makanan ringan dan sering minum pada ibu selama persalinan.
v. Cairan intravena
Pemberian infus dapat membantu ibu menjaga tingkat kecukupan cairan dalam
tubuhnya, menurunkan risiko menjalani bedah caesar, dan memperpendek waktu persalinan.

vi. Kandung kemih


Anjurkan ibu untuk bereliminasi secara spontan minimal 2 jam sekali selama persalinan,
apabila tidak mungkin dapat dilakukan kateterisasi.

i. Evaluasi kemajuan persalinan


i. Cervical dilatasi
1. Fase persiapan/Laten, merupakan fase pertama yaitu terjadinya pembukaan (dilatasi)
dan penipisan leher rahim dengan pembukaan leher rahim mencapai 3 cm, selain itu ibu
mulai merasakan kontraksi yang jelas, berlangsung selama 30‐50 detik dengan jarak 5‐
20 menit. Semakin bertambah pembukaan leher rahim, maka kontraksi akan makin
sering. Beberapa ibu khususnya yang sensitif mulai merasa sakit, namun beberapa ibu
lainnya tidak merasa sakit sama sekali.
Gejala‐gejala pada fase persiapan yaitu sakit punggung yang dapat menetap atau hanya
saat kontraksi, kejang perut seperti haid, gangguan pencernaan, diare, perasaan hangat
diperut, pengeluaran lendir dengan bercak darah dan kemungkinan membran (ketuban)
pecah diikuti keluarnya cairan ketuban baik secara mengalir, merembes, maupun
menyemprot. Secara emosional ibu merasa cemas, tidak pasti, takut, gembira, lega atau
siap dan beberapa ibu merasa santai dan banyak bicara namun ada juga yang tegang
sehingga enggan membuka mulut.
2. Fase Aktif        
Biasanya fase ini berlangsung lebih pendek dari fase persiapan. Kegiatan rahim mulai
lebih aktif dan banyak kemajuan yang terjadi dalam waktu singkat. Kontraksi semakin
lama (berlangsung 40‐60 detik) kuat dan sering (3‐4 menit sekali) pembukaan leher
rahim mencapai 7 cm.        
Gejala‐gejala pada fase aktif adalah sebagai berikut, bertambahnya rasa tidak nyaman
bersamaan dengan kontraksi, bertambah sakit pungung, rasa tidak nyaman pada kaki,
keletihan, bertambahnya pengeluaran lendir dan darah. Jika sebelumnya membran
(ketuban) belum pecah, mungkin akan pecah saat ini. Secara emosional ibu gelisah,
makin sulit tenang maupun santai, makin tegang, tidak dapat berkonsentrasi, makin
terpengaruh dengan kondisi yang sedang terjadi, rasa percaya diri mulai goyah
sepertinya persalinan tidak akan selesai namun mungkin juga terjadi sebaliknya ibu
gembira dan bersemangat karena persalinan mulai terjadi.
3. Fase Transisi        
Fase ini merupakan fase yang paling melelahkan dan berat, dimana banyak ibu merasa
sakit hebat. Hal ini dikarenakan kontraksi meningkat dan menjadi sangat kuat 2‐3 menit
sekali selama 60‐90 detik. Puncak kontraksi yang sangat kuat dan lamanya hampir
sama dengan kontraksi itu sendiri. Ibu merasa seolah‐olah kontraksi tidak pernah
berhenti dan tidak ada waktu istirahatnya. Pembukaan rahim mencapai 10 cm, 3 cm
terakhir sangat cepat rata‐rata 15 menit hingga 1 jam.

ii. Karakteristik, penyebab dan treatment pada pembukaan yang abnormal

Distosia yang secara literatur berarti persalinan yang sulit, memiliki


karakteristik kemajuan persalinan yang abnormal atau lambat. Persalinan abnormal
atau lambat umumterjadi bila ada disproporsi antara ukuran bagian terbawah janin
dengan jalan lahir.
Pada presentasi kepala, distosia adalah indikasi yang paling umum saat ini untuk sek
sio sesaria primer.CPD (cephalopelvic disproportion) adalah akibat dari panggul
sempit, ukuran kepala janin yang besar,atau lebih sering kombinasi dari kedua
di atas.

a. Fase laten yang memanjang/Selama ketuban masih utuh dan passage

serta passanger normal,pasien dengan Fase laten memanjang sering mendapat


man'aat dari hidrasi danistirahat terapeutik. Apabila dianggap perlu untuk
tidur,morfin(15 mg) dapatmemberikan tidur 6-8 jam. Apabila pasien terbangun
dari persalinan,diagnosa persalinan palsu dapat ditinjau kembali,berupa
perangsangan dengan oksitosin.

b. Protraksi

Dapat ditangani dengan penuh harapan,sejauh persalinan mau dan tidak ada bukti
disproporsi sevalopelvik,mal presentasi atau 'etal distress. Pemberian
oksitosinsering berman'aat pada pasien dengan suatu kontrakti hipotonik.

c. Kelainan Penghentian

Apabila terdapat disproporsi sevalopelvik dianjurkan untuk dilakukan seksio


sesarea.perangsangan oksitosin hanya dianjurkan sejauh pelviksmemadai untuk
dilalui janin dan tidak ada tanda-tanda distress

iii.Mekanisme Penurunan kepala


Pada primigravida masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul biasanya sudah terjadi
pada bulan terakhir dari kehamilan, tetapi pada multigravida biasanya baru terjadi pada
permulaan persalinan. Masuknya kepala ke dalam (PAP) dapat dalam keadaan
asinklitismus yaitu bila sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan tepat di antara
simfisis dan promontorium.
Pada sinklitismus, os parental depan dan belakang sama tingginya. Jika sutura sagitalis
agak ke depan mendekati simfisis atau agak ke belakang mendekati promontorium,
maka dikatakan kepala dalam asinklitismus, ada dua jenis asinklitismus yaitu sebagai
berikut.
1/ asinklitismus posterior : bila sutura sagitalis mendekati simfisis dan os. Parental
belakang lebih rendah dari os. Parietal depan.
2. asinklitismus anterior : bila sutura sagitalis mendekati promontorium sehingga os
parental depan lebih rendah dari os. Parietal belakang

v. penggunaan patograf
1. Definisi Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan
informasi untuk membuat keputusan klinik (Depkes RI:57, 2008). Partograf digunakan
sebagai sistem peringatan awal untuk menentukan kapan ibu harus dirujuk. Partograf
telah terbukti efektif dalam mencegah Universitas Sumatera Utara persalinan lama,
menurunkan tindakan operasi seccio caesaria yang pada gilirannya meningkatkan
kesejahteraan ibu dan janin (Hanretty, 2003).
2. Tujuan Penggunaan Partograf Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
a. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan
serviks melalui pemeriksaan dalam.
b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga
dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
c. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik
kemajuan persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan
laboraturium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan
dimana semua itu dicatat secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan
bayi baru lahir (Depkes RI, 2008)
3. Fungsi Partograf Jika digunakan secara tepat dan konsisten, partograf akan
membantu penolong persalinan untuk:
a. Mencatat kemajuan persalinan.
b. Mencatat kondisi ibu dan janin.
c. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran.
d. Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalinan.
e. Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai
dan tepat waktu (Hidayat dan Sujiyatini, 2010).
4. Prinsip Penggunaan Partograf Partograf harus digunakan:
a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen
penting dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua persalinan baik
yang normal maupun patologis.
b. Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan
swasta, rumah sakit, dan lain sebagainya).
c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan
kepada ibu dan proses kelahiran bayi (spesialis obstetri, bidan, dokter umum dan
mahasiswa kedokteran) (Depkes RI, 2008).
j. Askep : pengkajian, analisa data, diagnose, dan intervensi
1. Analisa data
- DO : pasien tampak meringis dan merintih saat kontraksi.
- DS : pasien mengeluh mulesnya semkain kuat, tidak tahan nyeri, dan ingin
mengeran.
2. Diagnose :
- Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan.
- Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat peningkatan
metabolism sekunder akibat nyeri selama persalinan.
3. Perencanaan dan Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan
Tujuan : diharapkan ibu mampu mengendalikan nyerinya dengan kriteria evaluasi
ibu menyatakan menerima rasa nyerinya sebagai proses fisiologis persalinan
Intervensi :
- Kaji kontraksi uterus dan ketidaknyamanan ( awitan, frekuensi, durasi, intensitas,
dan gambaran ketidaknyamanan ).
Rasional : untuk mengetahui kemajuan persalinan dan ketidaknyamanan yang
dirasakan ibu.
- Kaji tentang metode Pereda nyeri yang diketahui dan dialami.
Rasional : nyeri persalinan bersifat unik dan berbeda – beda tiap individu. Respon
terhadap nyeri sangat tergantung budaya, pengalaman terdahulu dan serta
dukungan emosional termasuk orang yang diinginkan ( Henderson, 2006 ).
- Kaji faktor yang dapat menurunkan toleransi terhadap nyeri.
Rasional : mengidentifikasi jalan keluar yang harus dilakukan.
- Kurangi dan hilangkan faktor yang meningkatkan nyeri.
Rasional : tidak menambah nyeri klien.
- Jelaskan metode Pereda nyeri yang ada seperti relaksasi, massage, pola
pernafasan, pemberian posisi, obat – obatan.
Rasional : memungkinkan lebih banyak alternative yang dimiliki oleh ibu, oleh
karena dukungan kepada ibu untuk mengendalikan rasa nyerinya ( Rajan dalam
Henderson, 2006 ).
- Lakukan perubahan posisi sesuai dengan keinginan ibu, tetapi ingin di tempat
tidur anjurkan untuk miring ke kiri.
Rasional : nyeri persalinan bersifat sangat individual sehingga posisi nyaman tiap
individu akan berbeda, miring kiri dianjurkan karena memaksimalkan curah
jantung ibu.
- Beberapa teknik pengendalian nyeri Relaksasi Massage
Rasional : bertujuan untuk meminimalkan aktivitas simpatis pada sistem otonom
sehingga ibu dapat memecah siklus ketegangan – ansietas – nyeri. Message yang
lebih mudah diingat dan menarik perhatian adalah yang dilakukan orang lain.
b. Kelelahan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan energy akibat peningkatan
metabolism sekunder akibat nyeri selama persalinan.
Tujuan : diharapakan ibu tidakmengalami keletihan dengan kriteria evaluasi : nadi
60 – 80x/menit ( saat tidak ada his ), ibu menyatakan masih memiliki cukup
tenaga.
Intervensi :
- Kaji tanda – tanda vital yaitu nadi dan tekanan darah.
Rasional : nadi dan tekanan darah dapat menjadi indicator.
- Anjurkan untuk relaksasi dan istirahat di antara kontraksi.
Rasional : mengurangi bertambahnya keletihan dan menghemat energy yang
dibutuhkan untuk persalinan.
- Sarankan suami atau keluarga untuk mendampingi ibu.
Rasional : dukungan emosional khususnya dari orang – orang yang berarti bagi
ibu dapat memberikan kekuatan dan motivasi bagi ibu.
- Sarankan keluarga untuk menawarkan dan membrikan minuman atau makanan
kepada ibu.
Rasional : makanan dan asupan cairan yang cukup akan memberi lebih banyak
energy dan mencegaj dehidrasi yang berlibahan pada saat persalinan.
8. Asuhan keperawatan selama persalinan kala II
Patofisiologi kala II

Asuhan keperawatan selama persalinan


a. Monitoring : KU, Kontraksi TTV
Monitoring terus menerus, monitoring denyut jantung, monitoring janin dan
kontraksi terus menerus, peralatan ini digunakan untuk mengetahui informasi
kondisi janin.
b. Penemuan nutrisi dan cairan
Melakukan penilaian kondisi ibu terkait nutrisi dan cairan untuk mencegah terjadi
dehidrasi saat kelahiran memiliki pemenuhan menu makanan yaitu : nasi / roti dan
air minum.
c. Posisi melahirkan
 Posisi persalinan : Berbaring / litotomi / terlentang posisi dengan berbaring
terlentang berbaring sedikit keadaan kaki menganga.

 Posisi berbaring : Litotomi

 Posisi miring, ibu diminta miring ke kiri dan ke kanan

 Posisi setengah duduk

 Berdiri

 Posisi jongkok
d. Teknik mengejan
Cara mengejan :

 Aba-aba dokter / bidan yang memimpin persalinan

 Jangan mengejan apabila belum di suruh

 Jangan buang tenaga dengan mengejan terus menerus


e. Support
Memberikan motivasi dan dukungan kepada ibu secara emosional dengan
memberika kepada ibu bisa dan mampu melahirkan bayinya dengan kekuatan saat
mengejan.
f. Inisiasi menyusui dini
Pilar utama dalam proses menyusui sendiri pada bayi saat baru lahir menyusui
sendiri. Bayi diletakan di dada ibu untuk menyusui, bayi d susui selama satu jam
setelah lahir menyusui asi supaya kadar imunitas tubuh bayi tebal.

g. Pendidikan kesehatan yang dibutuhkan kala II

 dianjurkan ibu untuk miring kiri / kanan untuk oksigen ke bayi Bagus

 Anjurkan ibu untuk minum agar tidak dehidrasi

 Skin to sakin
h. Asuhan keperawatan kala II
i. Pengkajian
Nama : Ny M
Umur : 25 Tahun
Keluhan utama : Klien mengeluh kontraksi semakin tidak kuat ingin mengejan
dan nyeri
TD : 110/70 mmHg
RR : 20x / menit
HR : 85x / menit
Abdomen : DJJ Leopod I : 162x / menit
Genetali : - Kontraksi, 3x dalam 10 menit 50 detik
- Pembukaan lengkap
- Pembukaan lengkap
- Presentasi belakang kepala
- Menyusuhan kepala malage berjauhan
- Kepala janin menonjol di prenium
- AS : 9/10

Analisa Data Dianosa Intervensi


ii. Analisa Data - Kaji tingkat
DS : Klien mengeluh Nyeri b.d kontraksi serviks nyeri dan ketidak
kontraksi semakin tidak kuat nyamanan pasien
ingin memgejan dan nyeri - Masase paintul
DO : Kontraksi 3x area pinggang dan
dalam 10 menit 50 detik bokong
- AS : 9/10 - Ajarkan teknik
- Presentasi relaksasi
belakang
kepala
- Pembukaan
lengkap
- Kepala
janin
menonjol di
prenium
Etiologi : Nyeri
b.d kontraksi serviks
(his berulang-
peningkatan
konsentrasi dan
pembukaan serviks-
mengiritasi serviks-
stimulus-nyeri-nyeri
akut)

DS : Klien mengeluh kontraksi Resiko Kerusakan - melakukan


semakin tidak kuat ingin Integritas Kulit B.D perhitungan PAP
memgejan dan nyeri Persalinan - menyiapkan alat
DO : Kontraksi 3x persalinan dengan
dalam 10 menit 50 detik prinsip steril
- AS : 9/10
- Presentasi
belakang
kepala
- Pembukaan
lengkap
- Kepala
janin
menonjol di
prenium
Etiologi : resiko
kerusakan integritas
kulit b.d persalinan

9. Asuhan keperawatan selama persalinan kala III


Kala tiga disebut juga kala uri atau kala pengeluaran plasenta. Kala tiga persalinan dimulai
setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.(Depkes RI.
2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)

a) Tanda pelepasan plasenta


1. Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium
mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di
bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus
berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas
pusat.
2. Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva.
3. Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul di belakang
plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar di bantu oleh gaya gravitasi.
Apabila kumpulan darah (retroplasental pooling) dalam ruang di antara dinding
uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah
tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas. Tanda ini kadang – kadang terlihat
dalam waktu satu menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam 5 menit.
b) Durasi
Durasi normal dari persalinan kala III tergantung pada metode yang digunakan untuk
melahirkan plasenta. Umumnya persalinan kala III berlangsung kurang dari 30 menit,
sebagian besar berlangsung sekitar 2 – 5 menit
c) Teknik Pelepasan Plasenta
1. Metode Ekspulsi Schultze. Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral) atau
dari pinggir plasenta. Ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari vagina
(tanda ini dikemukakan oleh Ahfled) tanpa adanya perdarahan per vaginam. Lebih
besar kemungkinannya terjadi pada plasenta yang melekat di fundus.
2. Metode Ekspulsi Matthew-Duncan. Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina
apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila
lebih hal ini patologik.Lebih besar kemungkinan pada implantasi lateral. Apabila
plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi, pembuluh-pembuluh
darah akan terjepit, dan perdarahan segera berhenti. Pada keadaan normal akan lahir
spontan dalam waktu lebih kurang 6 menit setelah anak lahir lengkap
d) Cara pelepasan plasenta
Fase pengeluaran plasenta adalah :
a) Kustner : dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada/diatas simfisis, tali pusat di
tegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti plasenta belum lepas, tetapi bila diam atau
maju berarti plasenta sudah lepas.
b) Klein : sewaktu ada his, rahim di dorong sedikit, bila tali pusat kembali berarti
plasenta belum lepas, tetapi bila diam atau turun berarti plasenta sudah lepas.
c) Strassman : tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti
plasenta belum lepas, tetapi bila tidak bergetar berarti plasenta sudah lepas.
Normalnya, kelepasan plasenta ini berkisar 1/4-1/2 jam sesudah bayi lahir, namun bila
terjadi banyak perdarahan atau bila pada persalinan sebelumnya ada riwayat perdarahan
postpartum, maka tidak boleh menunggu, sebaiknya plasenta dikeluarkan dengan tangan.
Selain itu, bila perdarahan sudah lebih dari 500cc atau 1 nierbeken, sebaiknya plasenta
langsung dikeluarkan.
e) Monitoring : KU, kontraksi dan TTV
Kontraksi uterus :
bentuk uterus yang semula discoid menjadi globuler (bundar) akibat adanya kontraksi
uterus.
Kontraksi :
Rahim akan mengurangi area urinaria karena Rahim bertambah kecil, kontraksi tadi
menyebabkan bagian yang longgar dan lemah dari uri pada dinding Rahim dan akan
terlepas
TTV :
Perubahan TTV akan mempengaruhi proses persalinan.
f) Pemenuhan nutrisi dan cairan
Makanan yang disarankan pada saat persalinan yaitu : roti, biscuit, sayur-sayuran dan
buah-buahan. Nutrisi dan cairan diberikan untuk memastikan energy selama persalinan
dan bisa mempertahankan keseimbangan elektrolit.
g) Pendidikan kesehatan kala III
Berikan nutrisi dan cairan untuk ibu
Lakukan cara penanganan nyeri
Persiapkan persalinan
membimbing wanita untuk tetap mengedan (untuk mengeluarkan plasenta)
Mendekatkan bayi yang sudah diselimuti ke ibu agar mempertahankan suhu bayi
Jika tidak terjadi kontraksi maka ibu boleh diminta untuk menyusui bayi (sebab
rangsangan pada papilla mamae dapat merangsang oksitoksin)
Menjelaskan kalau warna ke abu abuan ujung ekstrimitas bayi baru lahir adalah normal
h) Konsep Asuhan Keperawatan Kala III

A. pengkajian

a. aktivitas/istirahat

perilaku dapat direntang dari senang sampai keletihan

b. sirkulasi

- tekanan darah meningkat saat curah jantung meningkat

- hipotensi dapat terjadi sebagai respon terhadap analgesik dan anastesi

- frekuensi nadi lambat pada respon terhadap perubahan jantung.

c. makanan / cairan

kehilangan darah normal 200-300 ml

d. nyeri

inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir

e. seksualitas
darah yang berwarna hitam dari vagina terjadi saat plasenta lepas dari endromentrium,
biasanya dalam 1-5 menit setelah melahirkan bayi.

f. pemerikasaan fisik

- kondisi umum ibu : TTV, status mental

- inspeksi : perdarahan aktif dan terus menerus sebelum atau sesudah melahirkan plasenta

- palpasi : tinggi fundus uteri dan konsistensinya baik sebelum maupun sesudah pengeluaran
plasenta.

B. Diagnosa keperawatan

- risiko cedera (maternal) b.d posisi selama melahirkan/pemindahan, kesulitan dengan


plasenta.

- nyeri b.d trauma jaringan, respon fisiologis setelah melahirkan

C. Intervensi

- bantu dengan teknik pernapasan selama perbaikan pembedahan.

Rasional : pernapasan membantu mengalihkan perhatian langsung dari ketidak nyamanan,


meningkatkan relaksasi

- berikan kompres es pada perineum setelah melahirkan

Rasional : mengkontraksi pembluh darah, menurunkan edema dan memberikan kenyamanan


dan anastesi lokal

- ganti pakaian dan linen

Rasional : meningkatkan kenyamanan, hangat, dan kebersihan.

- berikan selimut hangat

Rasional : tremor atau menggigil pada pasca melahirkan mungkin terjadi karena hilangnya
tekanan secara tiba tiba pada saraf pelvis atau kemungkinan dihubungkan dengan transfusi
janin ke ibu yang terjadi pada pelepasan plasenta

- bantu dalam perbaikan episiotomi bila perlu


Rasional : penyambung tepi tepi memudahkan penyembuhan

Berdasarkan kasus

Pertolongan persalinan

Asuhan keperawatan kala III

i.Pengkajian

hari/tanggal : 25 Februari 2020

waktu : 16.50

keluhan utama :

pengkajian Hasil
TTV Tidak terkaji dalam kasus
Uterus Tidak terkaji dalam kasus
Jalan lahir Tidak terkaji dalam kasus
Perdarahan Keluar darah dari jalan lahir sebanyak 150cc
Intake cairan Tidak terkaji dalam kasus

injeksi : oksitosin 1 ampul via IM


Diagnosa dan Perencanaan Kala III

1) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake,


muntah dan diaphoresis
Tujuan: pemenuhan kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria evaluasi:
1. TTV dalam batas normal
 TD : 100-120/60-80 mmHg
 RR : 16-20x/menit
 N : 60-80x/menit
 S : 36,5-37,4oC
2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

Intervensi Rasional
1. Pantau TTV dan DJJ. 1. Monitor TTV dilakukan karena
efek samping okxytocin yang
sering terjadi adalah hipertensi dan
peningkatan DJJ menandakan
dehidrasi.
2. Segera beri minum melalui oral
2. Pantau tanda-tanda dehidrasi. jika ditemukan tanda-tanda
dehidrasi.
3. Pelepasan harus terjadi dalam
3. Catat waktu dan mekanisme waktu 5menit setelah kelahiran,
pelepasan plasenta. lebih banyak waktu yang
diperlukan plasenta untuk lepas
makan lebih banyak darah hilang.
4. Membantu memenuhi kebutuhan
cairan.
4. Kolaborasi dalam pemberian cairan
perenteral

2) Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan, respon fisiologis melahirkan


Tujuan: nyeri berkurang atau terkontrol
Kriteria evaluasi:
1. Pasien mengatakan nyeri berkurang
2. Pasien tampak relaks
3. Pasien tidak merintih kesakitan

Intervensi Rasional
1. Kaji skala nyeri pasien. 1. Skala nyeri yang tinggi atau berat
diberikan obat sesuai indikasi.
2. Beri pasien posisi yang nyaman. 2. Posisi yang nyaman membuat
pasien relaks sehingga nyeri dapat
berkurang.
3. Ajarkan pasien tehnik relaksasi napas 3. Relaksasi napas dalam membantu
dalam. mengontrol nyeri sehingga nyeri
dirasakna berkurang.
4. Lakukan massage pada daerah fundus 4. Massage membantu merelakskan
untuk menurunkan nyeri dan resiko otot-otot dan mencegah
perdarahan perdarahan.

3) Risiko tinggi terhadap cedera maternal berhubungan dengan posisi selama


melahirkan, kesulitan pelepasan plasenta
Tujuan : tidak terjadi cedera terhadap ibu
Kriteria hasil
a. Bebas dari cedera maternal

Intervensi Rasional
1. Palpasi fundus dan masase dengan 1. Memudahkan pelepasan
perlahan plasenta
2. Masase fundus secara perlahan setelah 2. Menghindari rangsangan/trauma
pengeluaran plasenta berlebihan pada fundus
3. Bersihkan vulva dan perineum dengan 3. Menghilangkan kemungkinan
air dan larutan antiseptik steril, kontaminan yang dapat
berikan pembalut. mengakibatkan infeksi saluran
4. Rendahkan kaki klien secara simultan asenden selama periode
dari pijakan kaki pascapartum
5. Kolaborasi pemberian oksitosin IV, 4. Membantu menghindari
posisikan kembali uterus di bawah regangan otot
pengaruh anastesi, dan berikan 5. Meningkatkan kontraktilitas
ergonovin maleat IM setelah miometrium uterus
penempatan uterus kembali 6. Membatasi potensial infeksi
6. Kolaborasi pemberian antibiotik endometrial
profilaktik

10. Asuhan Keperawatan selama persalinan kala IV

a. Asuhan keperawatan selama persalinan kala IV


Perineoraphy
Perineoraphy atay perineoplasty merupakan rekonstruksi jaringan dan otot pada
pembukaan vagina dan dapat menurunkan “introitus” atau yang sering disebut dengan
lubang vagina. Pada prosedur ini dapat memberikan penurunan vagina tanpa mengurangi
sensasi.

b. Pemenuhan kebutuhan rasa nyaman Ibu

Periode kala 4 ialah terjadi setelah proses melahirkan dan ibu dibiarkan dalam kamar
bersalin selama sekitar 1 – 2 jam atau lebih. Pada kondisi ini Ibu harus diberikan
kenyamanan seperti posisi yang nyaman dan menyediakan baskom air hangat dengan
perlengkapannya untuk mandi serta mengganti sprei tempat tidur. Adapun untuk
mendukung kenyaman ibu perlu diobservasi berbagai hal sebagai berikut :

- Observasi TTV

TTV meliputi suhu, denyut nadi, respirasi dan tekanan darah, hal ini ditakutkan
adanya perubahan yang terjadi tiba – tiba.

- Fundus

Berada ditengat ataupun dibawa umbilikus.

- Kehilangan darah

Tampon tidak boleh basah oleh rembesan darah dalam waktu 1 jam.

- Berkemih

Jika kandung kemih Ibu penuh akan menghambat kontraksi terjadi ataupun bisa
menjadi tanda bahwa adanya edema pada sfingter uretra interna. Sehingga dapat
dibantu dengan berkemih dengan duduk pada kutso khusus untuk menolong mikrisi
jika pasien tidak bisa menggunakan pispot.

- Nyeri

Nyeri sangat mengganggu kenyaman ibu. Sehingga ibu dapat diberikan analgesia oral
seperti tablet kodein dan paracetamol. Jika tidak mereda harus segera dilaporkan
kepada dokter.

c. Pendidikan Kesehatan Kala 4


- Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan diri

Menjaga kebersihan diri dapat dengan cara mandi berendam yang akan menyebabkan
rasa nyaman maupun kebersihan tetap terjaga.

- Ajarkan ibu mengenai perawatan perineal

Ibu dapat diajarkan mengenai prinsip – prinsip pencegahan kontaminasi rektal dengan
cara melakukan perawatan dengan lembut dan hati serta teliti ketika membuang
kotoran.

D. Asuhan keperawatan Kala IV


Hari/tanggal : 25 Februari 2020
Waktu: 17.05
1) Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat: tidak terkaji dalam kasus
b. TTV:
 Pukul 17.05
TD: 110/70 mmHg
HR: 82x/menit,
Suhu 36,60C
 Pukul 17.20
TD: 110/70 mmHg,
HR: 82x/menit
 Pukul 17.35
TD: 110/70 mmHg
HR: 82x/menit.
 Pukul 17.50
110/70 mmHg
HR: 82x/menit.
 Pukul 18.20
TD: 110/70 mmHg
HR: 82x/menit,
Suhu 36,60C
 Pukul 18.50
110/70 mmHg,
HR: 82x/menit.
c. Integritas Ego: tidak terkaji dalam kasus
d. Eliminasi: tidak terkaji dalam kasus
e. Pemeriksaan fisik
Inspeksi:
Jumlah pendarahan pervaginam normal.
Palpasi:
pukul 17.05-17.20: TFU setinggi pusat
pukul 17.35-18.50: TFU setinggi 2 jari dibawah pusat
kandung kemih kosong
kontraksi uterus baik (keras)

Diagnosa :
1. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelelahan,
kegagalan miometri dari mekanisme homeostatis.
2. Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis/cedera jaringan
3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka epiostomi.
4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi atau peningkatan
perkembangan anggota keluarga.
INTERVENSI
1. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelelahan,
kegagalan miometri dari mekanisme homeostatis.
Tujuan: kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria evaluasi:
 Pasien tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi
 Keluaran urine adekuat
 Mukosa bibir lembab
Intervensi Rasional
1. Pantau TTV, terutama suhu. 1. Peningkatan suhu menandakan
adanya dehidrasi
2. Pantau DJJ. 2. DJJ akan meningkat karena
dehidrasi dan kehilangan cairan.

3. hitung intake cairan dan 3. Mengetahui adanya dehidrasi


keluaran urine. sehingga dapat segera dilakukan
intervensi yang tepat.
4. Berikan intake cairan 4. Sebagai pengganti hilangnya
peroral/parenteral cairan.

2. Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis/cedera jaringan


Tujuan: nyeri berkurang atau terkontrol
Kriteria evaluasi:
 Pasien mengatakan nyeri berkurang
 Pasien tampak relaks
 Pasien tidak merintih kesakitan

Intervensi Rasional
1. Kaji skala nyeri pasien. 1. Pasien dengan skala nyeri yang
tinggi atau berat diberikan obat
sesuai indikasi.
2. Beri pasien posisi yang nyaman. 2. Posisi yang nyaman membuat
pasien relaks sehingga nyeri
dapat berkurang.
3. Ajarkan pasien tehnik relaksasi 3. Relaksasi napas dalam
napas dalam. membantu mengontrol nyeri
sehingga nyeri dirasakan
4. Lakukan massage pada daerah berkurang.
fundus untuk menurunkan nyeri 4. Massage membantu
dan resiko perdarahan merelakskan otot-otot dan
mencegah perdarahan.

3. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka epiostomi.


Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi:
 Tidak ada tanda-tanda infeksi
 TTV dalam batas normal terutama suhu

Intervensi Rasional
1. Observasi TTV terutama suhu. 1. Perubahan suhu menandakan
terjadinya infeksi.
2. Kaji tanda-tanda infeksi. 2. Adanya tanda-tanda seperti kalor,
dolor, rubor, tumor dan
fungsiolaesia menandakan
terjadinya infeksi segera berikan
intervensi yang tepat.
3. Pertahankan tehnik aseptik. 3. Tehnik aseptik menurunkan
resiko terjadinya infeksi kepada
pasien ataupun perawat.
4. Kolaborasi dalam pemberian 4. Antibiotik sesuai indikasi
antibiotik dan kaji efek samping membantu menghambat
mekanisme terjadinya infeksi
sehingga pasien tidak mengalami
efek samping yang tidak
diinginkan.

4. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi atau peningkatan


perkembangan anggota keluarga.
Tujuan: penerimaan anggota baru dalam keluarganya
Kriteria evaluasi:
 Ibu mengatakan merasakan bahagia memiliki bayi.
 Ibu tampak menyusui bayinya dengan penuh cinta
 Ibu tampak menerima kehadiran bayi.

Intervensi Rasional
1. Observasi interaksi ibu dan bayi 1. Kontak mata, posisi menghadap
serta keluarganya. wajah menandakan penerimaan
yang baik atas kehadiran
bayinya.
2. Catat adanya pengungkapan
atau perilaku yang 2. Perilaku atau pengungkapan
menunjukkan kekecewaan. secara verbal mengenai
kekecewaan terhadap kelahiran,
berikan KIE tentang keadaan
3. Berikan ibu menyusui bayinya. bayi dan penanganan yang
tepat.
3. Menyusui secara dini
memberikan kesempatan
kepada bayi lebih dekat dengan
4. Anjurkan pasien dan keluarga ibu dan mendapatkan nutrisi
menggendong bayinya penting dari ASI.
4. Kedekatan ibu, bayi dan
keluarga memberikan
kehangatan pada bayi sehingga
bayi menjadi tenang.

11. Buat partograf


DAFTAR PUSTAKA

Farrer, Helen. 1999. Perawatan Maternitas Edisi 2. Jakarta : EGC.

Hamilton, Persis Mary.1995. Dasar – Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Nurasiah,Ai,dkk.2011.Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan.Kuningan:EGC

Solehati, Tetti. Kosasih, Cecep Eli, dkk. 2018. TERAPI NONFARMAKOLOGI NYERI
PADA PERSALINAN : SYSTEMATIC REVIEW. Diakses pada 20 Februari 2020.
https://www.researchgate.net/publication/326514262_Terapi_Nonfarmakologi_Nyeri_Pa
dapersalinanSystematic_Review

Wahyana, Eka Budi. Perineorrhaphy/Perineoplasty (Rekonstruksi Vagina Sederhan).


Instalasi Kandungan Kebidanan RSUD dr. Soediran Mangun Soemarso.

Yulizawati, dkk. 2019. Buku Ajar Kebidanan pada Persalinan. Sidoarjo : Indomedia
Pustaka. Diakses pada 20 Februari 2020. http://repo.unand.ac.id/22753/1/Buku%20Ajar
%20%20Asuhan%20Kebidanan%20Pada%20Persalinan_compressed.pdf

Anda mungkin juga menyukai